BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Sistem Informasi Geografis dan Pelayanan Kesehatan Emergensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Sistem Informasi Geografis dan Pelayanan Kesehatan Emergensi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Sistem Informasi Geografis dan Pelayanan Kesehatan Emergensi Sistem informasi geografis berkembang yang sangat cepat dalam empat dekade terakhir. Terutama dalam pengembangan dan implementasi informasi geografis, antara lain dengan mengembangkan kelengkapan dan fitur-fitur yang mampu menyediakan, menyimpan, menganalisa dan berbagi informasi geografis (Goodchild, 2009). Termasuk sistem informasi geografis dalam pelayanan kegawatdaruratan medis (Ong et al., 2009; Peleg & Pliskin, 2004; Peters & Hall, 1999). Sebagai contoh, di Singapura menggunakan sistem informasi geografis untuk mengevaluasi dan monitoring pelayanan emergensi yang dilakukan berdasarkan area geografi tertentu, di Israel menggunakan geocode dalam sistem informasi geografis untuk mengurangi response time ambulan, serta pelaksanaan pelayanan emergensi di Southern Ontario, Canada yang menggunakan sistem informasi geografis yang dapat membantu mempermudah mengidentifikasi area yang melakukan panggilan emergensi. Sistem informasi geografis sangat membantu pelayanan emergensi prahospital, terutama dalam penyebaran dan penempatan ambulan dan tim ambulan. Sehingga dengan menempatkan ambulan di tempat yang strategis, pelayanan emergensi dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan terarah (Fischer, 2007). Strategi penempatan dan penyebaran ambulan dengan analisa yang menggunakan sistem informasi geografis juga dinilai sebagai strategi yang tepat, karena dapat mengurangi response time secara signifikan (Suan et al., 2010). Penggunaan sistem informasi geografis juga dapat membantu menentukan lokasi geografis secara tepat. Penentuan lokasi ini dapat mengurangi response time, dari 12,3 menit dan 9,2 menit menjadi 8 menit (Peleg & Pliskin, 2004). 1

2 2 2. Akses Pelayanan Kesehatan dalam Manajemen Pelayanan Emergensi H.L Blum menyatakan bahwa derajat kesehatan suatu kelompok masyarakat ditentukan oleh empat faktor determinan. Keempat faktor tersebut adalah faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan (meliputi sarana kesehatan, kualitas dan cakupan layanan kesehatan), dan faktor genetik atau keturunan. Blum juga berasumsi bahwa jika timbul masalah kesehatan, maka masyarakat dalam kelompok tersebut cenderung memilih jasa pelayanan yang terdekat untuk membantu mengatasi permasalahan kesehatan yang timbul (Vanleeuwen et al., 1999). Peningkatan jumlah penduduk, yang membawa perubahan pada pola hidup dan kondisi lingkungan membuat masalah kesehatan menjadi semakin beragam. Situasi darurat seperti kasus serangan jantung atau kondisi gawat darurat medis, kecelakaan baik kecelakaan kerja maupun kecelakaan kendaraan bermotor serta kejadian bencana alam memerlukan tindakan gawat darurat yang cepat, tepat dan terarah. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem manajemen emergensi (Emergency Management Systems), sehingga kasus-kasus atau kejadian emergensi dapat ditangani dengan baik dan memadai. Di Kroasia, pelayanan emergensi termasuk ke dalam pelayanan kesehatan primer sehingga harus diberi tindak lanjut yang bersifat segera dan pelayanan emergensi pra-hospital memperoleh dukungan dana sepenuhnya dari pemerintah. Masyarakat dapat menikmati pelayanan emergensi pra-hospital secara gratis (Hunyadi-Anticevic, 2006). Namun pelayanan kesehatan primer di Inggris (United Kingdom) hanya dapat diperoleh oleh orang-orang yang telah terdaftar pada seorang dokter umum, orang-orang yang tidak terdaftar akan mengalami kesulitan untuk mengakses pelayanan emergensi (Black & Davies, 2005). Di beberapa negara di Eropa dan di Amerika, pelayanan emergensi tidak hanya menjadi tugas bidang kesehatan. Tetapi juga, mengintegrasikan pelayanan emergensi tersebut dengan pemadam kebakaran dan kepolisian. Umumnya negara-negara tersebut menyediakan satu nomor khusus (call centre) yang menjadi nomor yang dihubungi oleh masyarakat saat terjadi situasi emergensi.

3 3 Pelayanan kesehatan emergensi (Health Emergency Service) terbagi menjadi dua bagian, yaitu pelayanan pra-hospital dan pelayanan in-hospital. Pelayanan pra-hospital merupakan pelayanan emergensi yang diberikan sebelum tiba di rumah sakit dan berkenaan dengan transportasi atau yang disebut juga sebagai ambulan, dan pelayanan in-hospital merupakan pelayanan emergensi yang diberikan di unit gawat darurat yang ada di rumah sakit (Gondocs et al., 2010). Response time menjadi salah satu isu penting dalam pelayanan emergensi pra-hospital, yaitu berapa lama waktu yang diperlukan oleh ambulan untuk dapat merespon panggilan darurat yang telah dilakukan. Response time merupakan suatu tolak ukur yang dapat digunakan dalam menilai kinerja pelayanan emergensi prahospital. Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pelayanan emergensi prahospital dalam memenuhi durasi response time ini. Diantaranya adalah jarak tempuh, kondisi fisik jalan, situasi lalu lintas, dan kondisi serta kepadatan perumahan (Trowbridge et al., 2009). 3. Manajemen Pelayanan Emergensi di Indonesia Kondisi layanan kesehatan di Indonesia terutama pelayanan emergensi pra-hospital masih sangat sederhana. Pelayanan emergensi pra-hospital seringkali hanya menggunakan alat transportasi yang seadanya dalam melakukan evakuasi kasus emergensi, baik kasus emergensi yang terjadi karena kondisi darurat medis, kecelakaan, maupun bencana alam. Kondisi tersebut membuat korban yang dalam kasus emergensi tidak memperoleh pelayanan pra-hospital yang memadai. Akibatnya, banyak korban yang meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, atau menderita cacat yang seharusnya tidak terjadi jika memperoleh pelayanan pra-hospital yang memadai. Pengelolaan pelayanan pra-hospital di Indonesia umumnya dilaksanakan sendiri oleh rumah sakit yang memiliki Unit Gawat Darurat, atau oleh pihak swasta yang menyediakan layanan ambulan yang tentunya dengan tarif yang mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat. Awal tahun 1990-an Ikatan Dokter Bedah Indonesia merintis pelayanan emergensi pra-hospital terpadu dengan mengembangkan 118 Emergency Ambulance Service. Pada awalnya, pengembangan 118 Emergency Ambulance

4 4 Service hanya ada di lima kota besar di Indonesia yaitu, Jakarta, Palembang, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar hingga kemudian dikembangkan di kota-kota lain seperti Malang, Denpasar, dan Medan. Namun layanan emergensi prahospital ini belum memperoleh alokasi anggaran dana yang tetap dari pemerintah Indonesia hingga biaya dibebankan pada pengguna layanan ini (E Pitt, 2005). Kota Yogyakarta berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan ibukota Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Letak geografis Kota Yogyakarta di antara dan bujur timur, dan lintang selatan, dengan ketinggian rata-rata 114 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kota Yogyakarta sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman; sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul; sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul; dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 32,5 km 2. Secara geografis Kota Yogyakarta berada dekat dengan Gunung Merapi dan Samudra Indonesia. Kota Yogyakarta juga dialiri oleh 3 buah sungai, yaitu Sungai Winongo yang mengalir di bagian barat kota, Sungai Code yang mengalir di bagian tengah kota, dan Sungai Gajah wong yang mengalir di bagian timur Kota Yogyakarta. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2009 adalah jiwa, dengan proporsi jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Kepadatan penduduk Kota Yogyakarta jiwa/km2. Secara administratif, Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, 45 kelurahan, 616 rukun warga (RW), dan 2566 rukun tetangga (RT). Penggunaan lahan paling banyak digunakan untuk perumahan, yaitu seluas 21,03 km 2 atau 65% dari luas wilayah Kota Yogyakarta.

5 5 Gambar 1. Peta Administratif Kota Yogyakarta Yogyakarta Emergency Services 118 atau lebih dikenal dengan YES 118 merupakan program pemerintah Kota Yogyakarta yang bertujuan memberikan pelayanan gawat darurat medis yang terjadi di masyarakat dalam wilayah kota Yogyakarta secara cepat dan tepat. Kondisi gawat darurat medis merupakan kondisi seseorang yang dapat mengancam jiwa dan berpotensi menimbulkan kecacatan bila tidak segera ditangani. Pembentukan YES 118 sebagai Emergency Medical Services System (EMSS) di wilayah kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 45 tahun Selain pelayanan gawat darurat, Pemerintah Kota Yogyakarta juga membantu pembiayaan kasus yang dilayani dalam koordinasi YES 118. Biaya yang dibantu pemerintah kota, meliputi: 1. Biaya transportasi rujukan dari lokasi kegawatdaruratan sampai ke rumah sakit. 2. Biaya tindakan dan bahan medis pakai habis selama dalam perjalanan ke rumah sakit. 3. Biaya selama 24 jam pertama perawatan rumah sakit dengan ruang perawatan kelas 3.

6 6 Gambar 2. Baliho YES 118 di Balai Kota Jl. Kenari Gambar 2 menunjukkan salah satu upaya promosi untuk memasyarakatkan penanganan emergensi di Kota Yogyakarta. Selain baliho yang berada di depan Balai Kota, upaya promosi yang dilakukan adalah dengan menempatkan x-banner di rumah sakit, menempelkan pamflet di kantor pelayanan masyarakat, serta membagikan leftlet pada masyarakat Gambar 3. Pusat Komunikasi YES 118 di Jl. Tegal Gendu 25 Induk YES 118 yang juga merupakan pusat komunikasi YES 118 berada di markas PMI Cabang Kota Yogyakarta yang beralamat di jalan tegal gendu no. 25 Kotagede Yogyakarta. Gambar di atas memperlihatkan situasi ruang pusat informasi (call centre) YES 118. YES 118 memiliki tujuan untuk mewujudkan suatu sistem yang dapat memberikan pelayanan kegawatdaruratan medis yang terjadi di masyarakat secara terintegrasi dengan lintas sektoral terkait, sehingga dapat mengurangi resiko

7 7 kematian, kecacatan dan komplikasi yang tidak perlu terjadi sebagai akibat kegawatdaruratan medik yang terlambat ditolong ataupun pertolongan sebelum fase hospital, baik dalam kejadian sehari-hari maupun dalam kondisi bencana. Pelayanan emergensi pra-hospital terpadu belum bisa berjalan dengan optimal. Widiastuti (2009) menyatakan bahwa pelayanan emergensi pra-hospital terpadu masih terkendala dengan belum terlibatnya polisi dan pemadam kebakaran, belum ada sistem koordinasi yang jelas yang dapat menghubungan persepsi antara petugas yang memberikan layanan emergensi pra-hospital dengan petugas jaga yang ada di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit, kesadaran masyarakat dalam menghubungi pusat informasi masih rendah, dan kesulitan mengakses korban kasus emergensi yang disebabkan karena jarak dan alamat korban. Promosi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan instansi terkait memperoleh tanggapan dari masyarakat. Terlihat dari respon masyarakat yang memanfaatkan layanan YES 118 sudah cukup baik. Dari bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Juni 2012 terdapat panggilan telepon yang masuk ke pusat informasi PENERIMAAN INFORMASI CALL CENTER 118 YOGYAKARTA EMERGENCY SERVICE 118 DATA TELEPON ISENG DATA TELEPON SALAH SAMBUNG DATA TELEPON LAIN LAIN Sumber: YES 118 Gambar 4. Grafik Penerimaan Informasi di Pusat informasi YES 118 Gambar 4 merupakan grafik yang menunjukkan penerimaan informasi di pusat informasi YES 118, terdapat rata-rata 884 panggilan per bulan atau 30 panggilan per hari. Akan tetapi setelah diidentifikasi lebih lanjut, telepon yang masuk ke pusat informasi YES 118 didominasi oleh panggilan iseng dan telepon salah sambung. Untuk telepon yang ingin benar-benar panggilan gawat darurat

8 8 dan membutuhkan layanan YES 118 berjumlah 567 panggilan, rata-rata 47 telepon per bulan atau 2 telepon per hari atau hanya sekitar 5,4 %. Instansi yang terlibat dalam YES 118 adalah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Puskesmas di Kota Yogyakarta, PMI cabang Kota Yogyakarta, Kepolisian, Pemadam kebakaran, PT. Telkom, PT. Jasaraharja, PT. Jamsostek, dan instansi Pemerintah Kota Yogyakarta yang terkait lainnya. Rumah Sakit yang bekerjasama dengan YES 118 adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta, Rumah Sakit Islam Hidayatullah, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Rumah Sakit Dr. Soetanto, Rumah Sakit Panti Rapih, Rumah Sakit Bethesda, Rumah sakit Happyland, Rumah Sakit Bethesda Lempuyangwangi, Rumah sakit Khusus Bedah Soedirman, Rumah Sakit Ludira Husadatama, serta Rumah Sakit Dr. Sardjito sebagai rumah sakit rujukan. Melaporkan dan Mempertanggungjawabkan Pemerintah Kota Yogyakarta Kerjasama PMI Kota Yogyakarta Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta UPTPJKD Kerjasama Teknis P R O G R A M YES 118 Tim YES 118 Pengurus PMI Laporan & tanggung jawab Ditugaskan Kontrak Pokja YES 118 Pelaksana Teknis YES 118: Perawat dan Operator Sumber: YES 118 Gambar 5. Bentuk Kerjasama Antar Instansi YES 118

9 9 Gambar 5 merupakan bagan bentuk kerjasama antar instansi YES 118 menggambarkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menggulirkan program YES 118. Pengelolaan YES 118 ini sepenuhnya diserahkan kepada PMI Cabang Kota Yogyakarta dalam hal mengelola bantuan hibah dari Pemerintah Kota Yogyakarta untuk operasionalisasi, melakukan pembinaan teknis kepada para pelaksana teknis program, serta mengangkat dan memberhentikan personil teknis. PMI Cabang Kota Yogyakarta memiliki kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan semua kegiatan operasional yang dilaksanakan setiap akhir tahun disertai buktibukti pengeluaran. Tenaga pelaksana teknis yang memiliki kontrak dengan YES 118 terdiri atas 4 orang operator pusat informasi 118 dan 4 orang perawat. Para tenaga pelaksana teknis ini memiliki hak menerima honor sesuai kesepakatan. Pelayanan emergensi pra-hospital dalam sistem informasi geografis digunakan untuk merencanakan penyediaan dan penyebaran pelayanan emergensi pra-hospital. Sistem informasi geografis juga mampu memvisualisasikan data dalam bentuk peta, sehingga dapat diketahui pola geografis dan response time sebagai indikator kinerja pelayanan emergensi pra-hospital. (Peters & Hall, 1999a) WHO melaporkan pada tahun 2005 kecelakaan merupakan salah satu kasus penyebab kematian di dunia. Kecelakaan di jalan raya diidentifikasi sebagai penyebab terbesar kedua kematian pada rentang usia 5-14 tahun, penyebab utama kematian pada rentang usia tahun, dan penyebab ketiga terbesar kematian pada rentang usia tahun. Perluasan globalisasi dan meningkatnya kegiatan industri diperkirakan akan membuat kecelakaan di jalan raya juga meningkat. WHO memperkirakan kecelakaan akan menjadi penyebab utama masalah kesehatan pada tahun (Friesen, 2011) Angka kecelakaan di Indonesia menurun drastis pada tahun Namun fatalitas kecelakaan, jumlah korban dan kerugian materi yang disebabkan oleh kecelakaan setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, jumlah kecelakaan meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya, demikian juga dengan fatalitas kecelakaan, jumlah korban dan kerugian yang disebabkan oleh

10 10 kecelakaan. Berikut data BPS yang diperoleh dari Kepolisian Republik Indonesia mengenai kecelakaan yang terjadi di Indonesia. Tabel 1. Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun Tahun Jumlah Kecelakaan Korban Mati Luka Berat Luka Ringan Kerugian Materi (Juta Rp) Sumber: Kantor Kepolisian Republik Indonesia Kecelakaan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2011 tercatat berjumlah 4511 kecelakaan. Ini berarti persentase kecelakaan di Provinsi DIY sebesar 2,08% dari total kecelakaan yang terjadi di Indonesia. Jumlah kecelakaan di Kota Yogyakarta pada tahun 2011 berjumlah 1589 kecelakaan, atau 35,23% dari jumlah kecelakaan yang terjadi di Provinsi DIY. (BPS Provinsi DIY, 2012) Saat kejadian emergensi terjadi, kecepatan dan ketepatan bertindak sangat dibutuhkan. Karena secara psikologis, seseorang yang berhadapan dengan kejadian emergensi memiliki kecenderungan menjadi panik dan mengharapkan tindakan yang cepat. Response time menjadi teramat penting, karena adanya relasi antara semakin cepat korban dievakuasi dan ditangani secara profesional, maka dapat meningkatkan kesempatan hidup dan keselamatan korban. (H. Blackwell & S. Kaufman, 2002) Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan kematian, akan tetapi ada kemungkinan kecacatan sementara maupun kecacatan yang permanen sebagai akibat dari kecelakaan. Hal ini tentunya berpengaruh bagi indvidu, keluarga maupun masyarakat sebagai bagian dari status sosial korban kecelakaan. Pengaruh yang paling dirasakan dari faktor keuangan, salah satunya adalah berkurangnya pendapatan keluarga jika korban kecelakaan merupakan tulang punggung keluarga. Bagi negara, tingginya angka kecelakaan akan berimbas dengan

11 11 meningkatnya pengeluaran negara karena kerugian dari kecelakaan. Penerapan layanan pra-hospital untuk menangani korban kecelakaan menjadi sangat penting untuk mencegah kematian, kecacatan permanen dan kerugian-kerugian lebih lanjut yang disebabkan oleh kecelakaan. (Friesen, 2011) Gambaran-gambaran yang telah dikemukakan di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sistem informasi geografis dalam pelayanan emergensi pra-hospital. Sehingga dapat diketahui bagaimana peranan sistem informasi geografis dan pola geografis Kota Yogyakarta dalam kinerja pelayanan emergensi pra-hospital yang tercermin dalam response time. B. RUMUSAN MASALAH Peneliti mengajukan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana pemanfaatan sistem informasi geografis dalam durasi response time pelayanan emergensi pra-hospital? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan sistem informasi geografis dalam memperkuat pelayanan emergensi pra-hospital di Kota Yogyakarta yang tercermin dalam durasi response time. Terdapat empat sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Mendeskripsikan pola persebaran ambulan dalam pelayanan emergensi pra-hospital. 2. Mendeskripsikan manajemen penentuan ambulan yang merespon panggilan emergensi. 3. Mendeskripsikan lokasi-lokasi yang melakukan panggilan emergensi. 4. Mendeskripsikan jenis kasus emergensi yang melakukan panggilan emergensi berdasarkan lokasi panggilan.

12 12 D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan manfaat teoritis dalam perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu: 1. Manfaat Praktis Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi dan menilai lokasi-lokasi yang memiliki resiko berdasarkan pola-pola panggilan yang masuk di pusat informasi 118. Selain itu, dengan analisa spasial data sekunder yang dilakukan dapat memberikan gambaran cakupan area unit ambulan berdasarkan response time. Sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan ambulan dan tim ambulan pada lokasi-lokasi beresiko tersebut. 2. Manfaat Teoritis Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memonitor dan mengevaluasi lokasi-lokasi yang memiliki resiko berdasarkan pola-pola panggilan masuk di pusat informasi 118. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi terkait dengan bahasan mengenai sistem informasi geografis dalam pelayanan emergensi pra-hospital. E. KEASLIAN PENELITIAN 1. Penelitian Widiastuti (2009), dengan judul Networking dalam Yogyakarta Emergency Services 118 (YES 118). Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta pada pelayanan Yogyakarta Emergency Services 118. Merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dan eksplanatory dengan tujuan untuk mengetahui networking yang terjadi dalam YES 118, dengan tujuan khusus mengetahui pola relasi, saling ketergantungan, dan pengelolaan jaringan kerjasama dalam upaya memberikan pelayanan yang cepat dan tepat atas kondisi kegawatdaruratan medis yang terjadi di masyarakat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa antara unsur pemerintah (dinas kesehatan Kota Yogayakarta), unsur swasta (rumah sakit yang tergabung dalam jaringan YES 118), dan unsur masyarakat memiliki peran dalam pelayanan gawat darurat dengan tata cara dan prosedur masing-masing.

13 13 2. Penelitian Ong et al., (2009), dengan judul Geographic-Time Distribution of Ambulance Calls in Singapore: Utility of Geographic Information System in Ambulance Deployment (CARE 3+). Merupakan penelitian observasional prospektif yang bertujuan menggambarkan kondisi geografis-waktu epidemiologi dari panggilan ambulan pada kota besar. Penelitian dilakukan di Singapura mulai dari 1 januari 2006 sampai dengan 31 mei Hasil dari penelitian ini adalah adanya pola persebaran geografis dari panggilan ambulan yang menunjukkan pemanfaatan sistem informasi geografis yang dapat meningkatkan efektifitas ambulan. 3. Penelitian yang dilakukan Peleg & Pliskin (2004), berjudul A Geographic Information System Simulation Model of EMS: Reducing Ambulance Response Time. Penelitian dilakukan di Israel, tujuan penelitian adalah membuat respon model ambulan-ambulan di Israel untuk meningkatkan pelayanan ambulan dan menurunkan response time. Rancangan penelitian menggunakan restrospektif review dengan melakukan pencatatan terhadap panggilan ambulan dalam selama 12 bulan. Hasil dari penelitian adalah dengan menggunakan model simulasi sistem informasi geografis menunjukkan adanya penurunan response time sehingga dapat meningkatkan peluang keselamatan pasien dan efektifitas biaya dan waktu. 4. Penelitian Peters & Hall (1999), dengan judul Assessment of Ambulance Response Performance using a Geographic Information System. Merupakan penelitian study kasus yang dilakukan di Southern Ontario, Canada. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis kinerja pelayanan ambulan dengan aplikasi yang mudah digunakan berbasis sistem informasi geografis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pemanfaatan aplikasi yang berbasis sistem informasi geografis dalam pelayanan ambulan memberikan banyak keuntungan, dan dapat mengindentifikasi dengan cepat evaluasi kinerja pelayanan.

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan sepeda motor yang tercatat pertama kali terjadi di New York pada tanggal 30 Mei 1896. Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, tercatat terjadi

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN EMERGENCY MEDICAL SERVICES SYSTEM (EMSS) DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan menjadi penyebab tertinggi kematian manusia pada usia 15-29 tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun, dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan utama yang sering terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PUBLIC SAFETY CENTER 119 YOGYAKARTA EMERGENCY SERVICES (PSC 119 YES) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PUBLIC SAFETY CENTER 119 JAMBI EMERGENCY SERVICES KOTA JAMBI Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

(021) Direktur RSUD Kota Bekasi

(021) Direktur RSUD Kota Bekasi SPGDT PRA RUMAH SAKIT (021) 884 1005 Dr. dr. Titi Masrifahati, MKM Direktur RSUD Kota Bekasi Untuk melaksanakan SPGDT perlu dilakukan secara : Terkoordinasi antar berbagai sektor dan program terkait.

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENANGANAN GAWAT DARURAT TERPADU DI KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

igi.fisipol.ugm.ac.id

igi.fisipol.ugm.ac.id DATABASE GOOD PRACTICE University Network for Governance Innovation merupakan jaringan beberapa universitas di Indonesia sebagai wujud kepedulian civitas akademika terhadap upaya pengembangan inovasi tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yangharus diberikan perhatian penting oleh setiap orang (Depkes RI, 2004). Pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif (22 50 tahun). Terdapat sekitar

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif (22 50 tahun). Terdapat sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2011, sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif (22 50 tahun). Terdapat sekitar 400.000 korban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping empat daerah

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) 118 DI KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) 118 DI KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) 118 DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.802, 2016 KEMENKES. Gawat Darurat Terpadu. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035, World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan bahwa kematian akibat kecelakaan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian masyarakat internasional. World Health Organization (WHO) dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan dan dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan dan dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yang harus diberikan perhatian oleh setiap orang. Pemerintah dan segenap masyarakat bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. Lebih dari 50% kematian disebabkan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN I. UMUM Bencana dapat terjadi kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, serta datangnya tak dapat diduga/diterka dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut indeks rawan Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten Sleman merupakan daerah yang rawan tingkat kerawanan tinggi dan menempati urutan 34 dari 494 kabupaten di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila

Lebih terperinci

SENTRALISASI LAYANAN EMERGENSI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DURASI RESPONSE TIME

SENTRALISASI LAYANAN EMERGENSI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DURASI RESPONSE TIME Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia, 2-4 Desember 2013 SENTRALISASI LAYANAN EMERGENSI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DURASI RESPONSE TIME Erdiana Oktaviani 1), Guardian Yoki Sanjaya 2), Mubasysyir Hasanbasri

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang

Lebih terperinci

(emergency) diperlukan nomor tunggal panggilan darurat

(emergency) diperlukan nomor tunggal panggilan darurat GUBERNUR DKI JAKARTA PERATURAN GUBERNUR DKI JAKARTA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sistem kesehatan nasional (SKN), bahwa pembangunan kesehatan harus merata di seluruh wilayah di Indonesia, namun kenyataannya pembangunan pada aspek kesehatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Data Pusat Rehabilitasi Narkoba di Yogyakarta 3.1.1 Esensi Pusat Rehabilitasi Narkoba adalah suatu sarana yang melaksanakan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN KESELAMATAN TERPADU (PUBLIC SAFETY CENTER) 119 KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kelompok umur tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 34

BAB I PENDAHULUAN. pada kelompok umur tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 34 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trauma adalah penyebab kematian utama pada usia di bawah 44 tahun di Amerika Serikat. Di Indonesia, trauma menjadi penyebab kematian utama pada kelompok umur

Lebih terperinci

EVALUASI PELAYANAN DAN PENENTUAN LOKASI OPTIMUM STASIUN AMBULAN DI KOTA SEMARANG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR

EVALUASI PELAYANAN DAN PENENTUAN LOKASI OPTIMUM STASIUN AMBULAN DI KOTA SEMARANG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR EVALUASI PELAYANAN DAN PENENTUAN LOKASI OPTIMUM STASIUN AMBULAN DI KOTA SEMARANG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR Oleh : PROBO RAHADIANTO S. L2D 000 445 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan/ atau faktor non alam

Lebih terperinci

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM) Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM) Medical Emergency Response Plan merupakan bagian integral dari tanggap darurat keseluruhan, bertujuan mengurangi dampak penyakit mendadak

Lebih terperinci

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112 BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, FUNGSI, TUGAS DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PUBLIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan Kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Response time merupakan waktu tanggap yang dilakukan kepada pasien saat pasien tiba sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat dengan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI BAB II DESKRIPSI ORGANISASI 2.1. Sejarah Organisasi Kota Serang terbentuk dan menjadi salah satu Kota di Propinsi Banten berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 bulan

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. Pemberi Layanan: (Dinas Kesehatan Bantul dan PMI Bantul)

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. Pemberi Layanan: (Dinas Kesehatan Bantul dan PMI Bantul) LAMPIRAN DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Pemberi Layanan: (Dinas Kesehatan Bantul dan PMI Bantul) a. Evaluasi Konteks ( Contect ) No Indikator Pertanyaan 1. Tujuan Pelaksanaan 1. Apa tujuan pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Kantor Kepolisian Republik Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta Studio foto sewa di Kota Yogyakarta merupakan wadah bagi fotograferfotografer baik hobi maupun freelance untuk berkarya dan bekerja dalam bentuk

Lebih terperinci

PERANAN ICT DALAM PELAYANAN GAWAT DARURAT OLEH: KELOMPOK I ABDUL KADIR (KETUA KELOMPOK) DANIEL BOKKO ISMUNANDAR MISBAHUDDIN ALIP MUHIDDIN SUPIRNO

PERANAN ICT DALAM PELAYANAN GAWAT DARURAT OLEH: KELOMPOK I ABDUL KADIR (KETUA KELOMPOK) DANIEL BOKKO ISMUNANDAR MISBAHUDDIN ALIP MUHIDDIN SUPIRNO PERANAN ICT DALAM PELAYANAN GAWAT DARURAT OLEH: KELOMPOK I ABDUL KADIR (KETUA KELOMPOK) DANIEL BOKKO ISMUNANDAR MISBAHUDDIN ALIP MUHIDDIN SUPIRNO ICT (Information Communication Technology) Menurut Haag

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN KESELAMATAN TERPADU (PUBLIC SAFETY CENTER) 119 KABUPATEN BANJARNEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelian kendaraan bermotor yang tinggi. motor meningkat setiap tahunnya di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pembelian kendaraan bermotor yang tinggi. motor meningkat setiap tahunnya di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kendaraan merupakan alat yang digunakan untuk bermobilitas setiap orang untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kendaraan itu sendiri bermacam ragamnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1157, 2014 KEMENHAN. Penanggulangan Bencana. Evakuasi Medik. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG EVAKUASI MEDIK DALAM PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA 3.1 Tinjauan Umum Kota Yogyakarta 3.1.1 Luas Wilayah Kota Yogyakarta Gambar 3.1 Peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber

Lebih terperinci

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah: bagaimanakah pengelolaan rujukan kasus maternal di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura?.

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Wilayah IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Sleman merupakan salah satu wilayah yang tergabung kedalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangan jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di negara

BAB I PENDAHULUAN. serangan jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa serangan jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di negara maju dan berkembang dengan menyumbang 60 % dari

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGUNTAPAN III

BAB II GAMBARAN UMUM DAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGUNTAPAN III BAB II GAMBARAN UMUM DAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGUNTAPAN III A. VISI DAN MISI 1. Visi Puskesmas Banguntapan III Puskesmas Banguntapan III dalam melaksanakan fungsinya mempunyai Visi sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat didominasi ketidakmampuan masyarakat dalam menangani kesehatan diri maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat didominasi ketidakmampuan masyarakat dalam menangani kesehatan diri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat didominasi ketidakmampuan masyarakat dalam menangani kesehatan diri maupun lingkungannya, karena sebagian besar masyarakat masih tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan terutama oleh negara yang sedang berkembang. Karena transportasi menjadi nadi perkembangan suatu negara,

Lebih terperinci

Upaya-upaya dalam rangka menekan dampak akibat bencana sangat diperlukan pengaturan organisasi, tata laksana hubungan kerja, koordinasi dan komunikasi

Upaya-upaya dalam rangka menekan dampak akibat bencana sangat diperlukan pengaturan organisasi, tata laksana hubungan kerja, koordinasi dan komunikasi KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DIY Oleh: dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DIY I. Pendahuluan. Indonesia merupakan negara super market disaster, yang dapat berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di era globalisasi terus berkembang, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di era globalisasi terus berkembang, khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di era globalisasi terus berkembang, khususnya dalam bidang transportasi. Masyarakat moderen menempatkan trasportasi sebagai kebutuhan sekunder yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas yang sangat tinggi. Sektor transportasi merupakan hal mutlak untuk mempermudah mobilisasi penduduk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 69 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 69 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI LUAR JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gamping, Sleman, Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. dimana milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gamping, Sleman, Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. dimana milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Gawat Darurat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang berlokasi di

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Brosot, secara administratif terletak di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Brosot merupakan akses masuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) menyebutkan bila stroke merupakan penyebab kematian nomer satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki luas wilayah sekitar 3.250 Ha atau 32.5 km 2 atau 1,025% dari luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit.

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit. BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN Deskripsi Kota Yogyakarta a. Geografi Luas wilayah Kota Yogyakarta kurang lebih hanya 1,02 % dari seluruh luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu 32, km2. Terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat mutlak. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat mutlak. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it s Live

BAB 1 PENDAHULUAN. Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it s Live BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it s Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I 1. PENDAHULUAN Puskesmas rawat inap merupakan organisasi fungsional dalam upaya kesehatan yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 22 TAHUN 2014

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 22 TAHUN 2014 WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN CALL CENTRE 112 LINGKUP DINAS KESEHATAN KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data terbaru yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) menunjukkan 1,2 juta jiwa meninggal setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas, sebagian besar kematian

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA 131 Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA Kepala Dinas Kesehatan Saya tertarik untuk mengetahui tentang Sistim Penanggulangan Gawat 2013 kemarin, saya berharap bapak dapat meluangkan waktu berdiskusi mengenai masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskuler masih mendominasi sebagai penyebab kematian tertinggi di dunia (WHO, 2012) dan kematian akibat kecelakaan di jalan raya pada remaja usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala istilah antara lain Traumatic Brain Injury adalah suatu cedera akut

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala istilah antara lain Traumatic Brain Injury adalah suatu cedera akut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala istilah antara lain Traumatic Brain Injury adalah suatu cedera akut pada susunan saraf pusat, selaput otak, saraf cranial termasuk fraktur tulang kepala,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan. dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes,2016).

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan. dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes,2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pembangunan kesehatan bagian utama yaitu dalam pelayanan yang bersifat darurat. Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan korban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang diperlukan langkah-langkah peningkatan upaya kesehatan, diantaranya kesehatan ibu dan anak. Angka

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008 WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008 WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa kebakaran merupakan bencana yang tidak diinginkan yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan kerap terjadi di hampir setiap wilayah Indonesia. Di Daerah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN dr. Tri Hesty Widyastoeti, SpM, MPH Direktur Pelayanan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa dijalan yang melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa dijalan yang melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa dijalan yang melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian materi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta. Posisi Kota Jakarta Pusat terletak antara 106.22.42 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan cedera yang membutuhkan pertolongan segera. Gawat darurat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. bukan cedera yang membutuhkan pertolongan segera. Gawat darurat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Gawat adalah suatu keadaan karena cidera maupun bukan cidera yang mengancam nyawa pasien. Darurat adalah suatu keadaan karena cedera maupun bukan cedera yang membutuhkan

Lebih terperinci

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN DALAM

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KOTA YOGYAKARTA. satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus kota di samping 4 daerah tingkat II

KEADAAN UMUM KOTA YOGYAKARTA. satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus kota di samping 4 daerah tingkat II IV. KEADAAN UMUM KOTA YOGYAKARTA A. Keadaan Alam 1. Batas wilayah Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus kota di samping 4

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yoyakarta merupakan tempat untuk merehabilitasi pasien Alzheimer dan memberikan edukasi atau penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Millennium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya penurunan angka kematian anak salah

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI

KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI A. PENDAHULUAN Penanggulangan penderita gawat darurat adalah suatu pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) yang melaksanakan sebagian tugas dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III EVALUASI PELAYANAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) DI KABUPATEN BANTUL TAHUN

BAB III EVALUASI PELAYANAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) DI KABUPATEN BANTUL TAHUN BAB III EVALUASI PELAYANAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014-2016 Bantul Emergency Servise Support merupakan unit pelaksana untuk Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekitar 1,27 juta orang meninggal di jalan setiap tahunnya di dunia, dan 20 -

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekitar 1,27 juta orang meninggal di jalan setiap tahunnya di dunia, dan 20 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 1,27 juta orang meninggal di jalan setiap tahunnya di dunia, dan 20-50 juta orang lainnya mengalami cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai ataupun konflik dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, dan sosial. Proses tersebut sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN WALIKOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dan sebagai kota pelayanan dengan perkembangannya diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dan sebagai kota pelayanan dengan perkembangannya diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pariwisata dan sebagai kota pelayanan dengan perkembangannya diantaranya pesatnya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disertai perbaikan sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup ternyata

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disertai perbaikan sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup ternyata BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan sarana transportasi, peralatan rumah tangga, dan industri yang disertai perbaikan sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup ternyata membawa pengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 Kondisi Administratif Gambar 3.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya Sumber : www.jogjakota.go.id Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7 30' - 8 15' lintang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA

Lebih terperinci