Deteksi dan Prediksi Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pemodelan Matematis Susceptible, Infected, Recovered

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deteksi dan Prediksi Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pemodelan Matematis Susceptible, Infected, Recovered"

Transkripsi

1 Deteksi dan Prediksi Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pemodelan Matematis Susceptible, Infected, Recovered (SIR) (Studi Kasus : Kabupaten Semarang) 1) Constantina Ajeng Widi, 2) Yessica Nataliani, 3) Hendry Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50771, Indonesia 1) const.widie@gmail.com, 2) yessica_24@yahoo.com, 3) hendry.honk@gmail.com Abstract Dengue hemorrhagic fever is a disease that is endemic with high mortality rate in a district of Semarang and the city government do not have the tools to determine the endemic area. To decrease it, monitoring of Dengue fever is needed and known as surveillance. Surveillance is a process to collect, process, analyze, interpret and distribute the disease data that is conducted systematically and continuously. Mathematics model Susceptible, Infected, Recovered (SIR) is used to compute the spread of subpopulation s susceptibility, infection, and recovery. It s later used to predict an area that is either disease free or endemic. Keywords : Surveilans, Dengue Fever, SIR 1. Pendahuluan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun dimana angka kesakitan dan kematian tersebut digunakan sebagai indikator dalam menilai hasil pembangunan kesehatan dan sebagai akibatnya angka kesakitan dan kematian nasional selalu tinggi. Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang cukup serius untuk diwaspadai, karena sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang terutama anak-anak [1]. Pada tahun 2005, kasus DBD di Jawa Tengah berjumlah kasus, yang tersebar di semua kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah, termasuk di kabupaten Semarang dengan angka kematian cukup besar yaitu 3,29 %. Selama tiga tahun terakhir di Kabupaten Semarang terjadi peningkatan jumlah kasus DBD dan pada tahun 2008 mengalami penurunan kasus [2]. Oleh karena itu dilakukan kegiatan surveilans penyakit DBD. Di Indonesia proses pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi, dan distribusi 177

2 Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.2, Agustus 2011 : data penyakit yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus merupakan bagian dalam surveilans epidemiologi. Sistem surveilans epidemiologi diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit [3]. Pengembangan sistem surveilans epidemiologi umumnya bertujuan untuk memantau kecenderungan perubahan dalam intervensi, deteksi dan prediksi Kejadian Luar Biasa, evaluasi program pencegahan dan proyeksi pelayanan kesehatan. Namun demikian sistem surveilans belum dapat berfungsi secara optimal karena beberapa hal, pertama data tidak dianalisis secara benar, kedua feedback ke sumber data masih sangat kurang, dan ketiga distribusi data dan informasi epidemiologi secara lokal, nasional serta internasional masih belum banyak dilakukan [4].Selama ini penerapan prediksi kejadian penyakit di suatu wilayah, dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas, pola maksimal minimal, dan siklus tiga sampai lima tahun sesuai dari data surveilans epidemiologi. Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara manual dan semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan [5]. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, diperlukan solusi dalam bentuk surveilans dengan pemodelan matematis Susceptible, Infected, Recovered (SIR). Model ini dibangun berdasarkan prinsip matematis yang bekerja berdasarkan perubahan dari populasi yang rentan ke populasi yang terinfeksi dan populasi yang terinfeksi ke populasi yang sembuh. Penelitian ini akan diterapkan surveilans menggunakan pemodelan SIR untuk pemantauan dan prediksi penyakit yang bersifat endemik di Kabupaten Semarang menggunakan data kasus yang terjadi pada tahun dan pemetaan untuk memvisualisasikan daerah-daerah endemik di Kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan 1) Menghasilkan model SIR untuk pemodelan persebaran penyakit DBD berdasarkan data surveilans selama empat tahun dengan asumsi-asumsi yang dibuat, 2) Mengetahui daerah-daerah persebaran penyakit DBD di Kabupaten Semarang berdasarkan data surveilans selama empat tahun terakhir, 3) Mengetahui titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik dari masing-masing kecamatan sebagai prediksi daerah endemis di Kabupaten Semarang, dan 4) Memvisualisasikan pemetaan daerah endemis DBD dengan pemodelan SIR di Kabupaten Semarang. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui laju penyebaran penyakit DBD dan memprediksi penyebaran penyakit DBD di setiap kecamatan di Kabupaten Semarang berdasarkan data empat tahun terakhir, sehingga pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang maupun Puskesmas dapat melakukan pencegahan sedini mungkin. 2. Kajian Pustaka Penelitian yang pernah dilakukan membahas model SIR penyakit tidak fatal. Penelitian ini membahas tentang pembentukan model epidemis SIR yang digunakan untuk memodelkan penyebaran suatu penyakit yang tidak fatal atau tidak 178

3 Deteksi dan Prediksi (Ajeng Widi, dkk) menimbulkan kematian dalam suatu populasi tertutup berdasarkan asumsi-asumsi tertentu. Epidemik atau wabah adalah timbulnya suatu penyakit yang menimpa sekelompok masyarakat atau suatu wilayah dengan angka kejadian yang melebihi angka normal dari kejadian penyakit tersebut. Selanjutnya, dari model tersebut dapat diperoleh dua titik kesetimbangan. Dari titik kesetimbangan dapat diperoleh suatu interpetasi dalam kehidupan nyata, khususnya yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan penyakit dalam populasi, yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik. Pada titik kesetimbangan bebas penyakit terjadi jika proporsi subpopulasi rentan adalah satu dan laju terserang kurang dari laju kesembuhan ditambah dengan laju kelahiran/kematian [6]. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan pemodelan matematika Endemis SIR. Endemis adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah. Model SIR digunakan untuk menghitung laju persebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan mendeteksi atau menentukan daerah endemis DBD serta memprediksi atau memprakirakan daerah endemis DBD di Kabupaten Semarang pada waktu yang akan datang berdasarkan asumsi-asumsi tertentu, antara lain populasi tidak tertutup, adanya laju kematian dan laju kelahiran. Dari model Endemis SIR dan asumsi-asumsi di atas, diperoleh laju dari masing-masing subpopulasi dalam waktu empat tahun yang digunakan untuk pemodelan laju penyebaran penyakit dan dua titik kesetimbangan yang digunakan untuk prediksi penyebaran penyakit DBD dalam waktu yang lama. Daerah Endemis, menurut buku dari Dinas Kesehatan Republik Indonesia, suatu daerah dikatakan endemis DBD jika selama tiga tahun berturut-turut terjadi kasus DBD, walaupun kasus yang terjadi hanya satu atau dua kasus saja [7]. Surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa/kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD/kasus tersangka DBD per RW/dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit [8]. Data surveilans yang menjadi acuan dalam pembuatan pemodelan sistem yaitu data populasi penduduk, data kasus DBD, dan data Angka Bebas Jentik (ABJ) selama rentang tahun Data tersebut didapatkan dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Data surveilans digunakan dalam pemodelan endemis SIR yang dimasukkan ke dalam basisdata, kemudian data yang telah disimpan tersebut diolah menggunakan model endemis SIR. Susceptible, Infected, Recovered (SIR), pada tahun 1927 Kermack dan McKendrick memperkenalkan sebuah model penyebaran penyakit yang dinamakan model SIR. Dikatakan model SIR, sebab populasi pada model tersebut dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas S(t), I(t), dan R(t). S(t), I(t), dan R(t) berturut-turut menyatakan banyaknya individu yang rentan, terinfeksi, dan sembuh pada waktu t [9]. Model SIR pada awalnya dikembangkan untuk mengetahui laju penyebaran dan kepunahan suatu wabah penyakit dalam populasi tertutup dan bersifat epidemis [6]. Suatu populasi (N) diasumsikan memiliki jumlah tetap dalam satu periode waktu wabah. Pada waktu t dalam satu populasi terdiri dari Susceptible atau S(t) adalah 179

4 Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.2, Agustus 2011 : subpopulasi dimana anggotanya terdiri dari orang-orang yang rentan terkena penyakit, Infected atau I(t) adalah subpopulasi dimana anggotanya terdiri dari orang orang yang sudah terjangkit penyakit, dan Recovered atau R(t) adalah orang-orang yang telah sembuh dari penyakit tersebut, dengan proporsi S(t) + I(t) + R(t) = N [10]. Model endemis SIR dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Model Endemis SIR [11] Model endemis SIR untuk laju persebaran dapat dilihat pada Persamaan 1 [12]. ds dt di dt ( * S * I ) bn ( d * S) N ( * S * I ) ( k * I ) ( d * I ) ( c* I ) N dr ( k * I) ( d * R) dt Jika masing-masing dibagi dengan N, maka didapat: ds dt di dt b ( * s* i) ( d * s) ( * s * i) ( k * i) ( d * i) ( c* i) (1) dr ( k * i) ( d * r) dt dimana: : laju infeksi (transmission rate) = penderita jumlah penduduk *0.3* b : angka kelahiran (birth rate) = jumlah kelahiran 1000 * jumlah penduduk 365 d : angka kematian (death rate non DBD) = c : jumlah kematian karena DBD (death rate DBD) = jumlah kematian DBD 1000 * jumlah penduduk 365 jumlah kematian penduduk 1000 * jumlah penduduk

5 Deteksi dan Prediksi (Ajeng Widi, dkk) k : angka kesembuhan DBD (recovery rate) = 7 1 N: jumlah penduduk s : N S, i : N I, r : N R Sedangkan model endemis SIR untuk prediksi dapat dilihat pada Persamaan 2. Ro = ( k b) Titik kesetimbangan (se, ie), dibagi menjadi dua yaitu: [11] 1. Jika Ro 1, maka daerah tersebut dikatakan bebas penyakit (disease free) dan (se, ie) = (1,0) 2. Jika Ro > 1, maka daerah tersebut dikatakan endemis dan (se, ie) = 1 b 1, (1 ) Ro k b Ro 3. Metode dan Perancangan Sistem Simulasi membawa peran penting dalam analisis dari pola spasial, sehingga metode yang digunakan untuk pengembangan sistem ialah model Analisis Simulasi (Simulation Analysis). (2) R u m u sa n M a s a la h P e n g um p u la n D a ta d a n A n a lis is P e n g e m b a n g a n M o d e l V e r ifi ka si M o d e l d a n V a li d a si E k s pe r im e n M o d e l da n O p ti m a si I m p le m e n ta s i d an H a s il Gambar 2 Model Analisis Simulasi [13] Model analisis simulasi merupakan teknik pemodelan deskriptif, penggambaran sistem menggunakan model dimana tidak memerlukan formasi permasalahan/rumusan 181

6 Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.2, Agustus 2011 : masalah secara eksplisit dan langkah-langkah solusi yang merupakan bagian dari model optimisasi. Urutan dari model analisis simulasi digambarkan pada Gambar 2. Langkah-langkah yang dilakukan dalam model analisis simulasi yaitu : 1. Rumusan Masalah. Pada tahap rumusan masalah dilakukan dengan membuat pertanyaan untuk mendapatkan jawaban dari variabel-variabel yang bersangkutan dan mengukur performa sistem yang akan digunakan. Adapun pertanyaan untuk pemodelan SIR adalah a.bagaimana membuat model SIR untuk pemodelan persebaran penyakit DBD berdasarkan data surveilans selama empat tahun dengan asumsi-asumsi yang dibuat; b.bagaimana menentukan titik kesetimbangan dari masing-masing kecamatan di Kabupaten Semarang selama empat tahun terakhir; c. Bagaimana menentukan daerah-daerah persebaran penyakit DBD di Kabupaten Semarang berdasarkan data surveilans selama empat tahun terakhir. 2. Pengumpulan Data dan Analisis diisi dengan pencarian informasi dan kebutuhan data untuk mengetahui jelas masalah yang telah dirumuskan. Proses pengumpulan data dari Dinas Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Semarang yang terdiri dari data kependudukan, data kasus DBD, data ABJ, data profil kecamatan, data Kecamatan dalam Angka, dan data Kabupaten dalam Angka. Selanjutnya data tersebut dianalisis sesuai kebutuhan sistem dan mendefinisikannya sebelum dilakukan pemodelan penyebaran penyakit DBD dengan model endemis SIR. Pemodelan ini akan menghasilkan data laju penyebaran penyakit DBD, data prediksi daerah penyebaran penyakit DBD yang digambarkan juga dalam bentuk grafik dan peta daerah endemis DBD. 3. Pengembangan Model, menyangkut pengerjaan dan pengujian model dari sistem nyata termasuk memilih bahasa pemrograman komputer, model dari coding, dan debugging. Inti dari tahap ini adalah prerancangan sistem dengan Data Flow Diagram (DFD) dan relasi antar tabel dapat dilihat mulai pada Gambar 3. Gambar 3 DFD Level 0 Data Flow Diagram (DFD) adalah bagian yang mewakili arus data dalam suatu sistem [14]. Diagram DFD yang digunakan terdiri dari DFD level 0, DFD level satu, dan DFD level dua. Proses pertama yang harus dilakukan adalah pengguna memasukkan data id kecamatan kemudian sistem akan memproses data-data yang dibutuhkan sistem, dan dilakukan pemodelan endemis SIR sehingga menghasilkan grafik laju penyebaran penyakit DBD dan grafik titik 182

7 Deteksi dan Prediksi (Ajeng Widi, dkk) setimbang serta peta daerah persebaran penyakit DBD. DFD level 0 digambarkan pada Gambar 3. Gambar 4 DFD Level Satu DFD level satu ditunjukkan pada Gambar 4. Dimulai dari pengguna yang input semua data yaitu kecamatan, populasi, penderita DBD, ABJ ke dalam basisdata. Kemudian pengguna memasukkan id kecamatan, dari data id kecamatan tersebut diambil data-data yang dibutuhkan sistem dari basisdata, seperti data jumlah penduduk, penderita DBD, kematian DBD, kelahiran penduduk, dan kematian penduduk, kemudian dilakukan perhitungan S(t), I(t), dan R(t) dengan cara menghitung jumlah orang yang rentan terkena DBD atau disebut juga susceptible (S), jumlah orang yang terinfeksi DBD atau infected (I), dan recovered (R) yaitu jumlah orang yang sembuh setelah terkena DBD. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan model endemis SIR dari data S(t), I(t), dan R(t) sehingga menghasilkan grafik laju penyebaran penyakit DBD, grafik titik setimbang, serta peta daerah endemis DBD. Gambar 5 menunjukkan gambaran proses perhitungan prediksi dan menentukan daerah-daerah endemis DBD di Kabupaten Semarang. Perhitungan prediksi dilakukan dengan mengolah data dari basisdata menggunakan pemodelan SIR sehingga menghasilkan basic reproductive ratio suatu infeksi (Ro). Ro adalah jumlah infeksi-infeksi berikutnya yang diperoleh dari rata-rata laju infeksi (â) terhadap angka kelahiran penduduk (b). Jika Ro =1 berarti dalam populasi tersebut bebas penyakit DBD. Jika terdapat lebih dari satu infeksi berikutnya yang dihasilkan dari satu infeksi utama maka Ro>1 yang menunjukkan bahwa terjadi endemis, yaitu penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut [12]. Selanjutnya nilai Ro tersebut divisualisasikan dalam sebuah peta Kabupaten Semarang. 183

8 Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.2, Agustus 2011 : Gambar 5 DFD Level Dua untuk Proses Prediksi Pemodelan SIR juga menghasilkan titik kesetimbangan yang digambarkan dalam grafik. Jika diperoleh titik kesetimbangan (1,0), maka tidak ada penyebaran penyakit dalam waktu yang lama atau tidak ada individu yang masuk ke subpopulasi infected atau dapat disebut titik ini adalah titik kesetimbangan bebas penyakit (free disease). Jika diperoleh titik kesetimbangan (se,ie), maka pada waktu mendatang, penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut dan selalu ada individu yang masuk ke subpopulasi infected. Kondisi seperti ini dapat disebut sebagai titik kesetimbangan endemis [6]. Relasi Antar Tabel untuk perancangan sistem menggunakan pemodelan endemis SIR tampak pada Gambar 6. luas id_kec tahun ketinggian id jml_pend lahir kecamatan 1 mempunyai N populasi kematian nam a Id_kec per gi datang mati penderita 184 Gambar 6 Relasi Antar Tabel Flowchart Program pada pemodelan ini digambarkan pada Gambar 7. Dimulai dari pengguna yang memasukkan data S, I, R, N, k, jumlah penduduk, jumlah penduduk lahir, jumlah kematian penduduk ke dalam basisdata. Dalam sistem ini terdapat tiga menu utama yang dapat dipilih pengguna, yaitu menu laju persebaran penyakit, menu prediksi, dan menu keluar.

9 Deteksi dan Prediksi (Ajeng Widi, dkk) mulai Input data S, I, R, N, k, penduduk lahir dan mati grafik laju persebaran T Rumus : ß, c, d, b, ds/dt, di/dt, dr/dt Grafik ds/dt, di/dt, dr/dt F grafik titik setimbang T Rumus : b, Ro, se, ie Ro > 1 T (se,ie) = (se,ie) Grafik Titik setimbang (se,ie) F F (se,ie) = (1,0) Grafik Titik setimbang (se,ie) = (1,0) Lihat peta T Rumus : b, Ro Peta endemis DBD F selesai Gambar 7 Flowchart Program Pemodelan Endemis SIR Apabila pengguna memilih menu grafik laju persebaran suatu kecamatan, maka sistem akan menghitung laju persebaran DBD kecamatan tersebut dengan model SIR dan akan dihasilkan grafik laju persebaran DBD dalam rentang tahun Apabila pengguna memilih menu grafik titik setimbang suatu kecamatan, maka sistem akan menghitung titik kesetimbangan kecamatan tersebut dengan model SIR dan akan dihasilkan grafik titik kesetimbangan yang merupakan prediksi jumlah individu rentan, dan jumlah individu terinfeksi DBD di tahun mendatang. Jika pengguna memilih menu peta, maka sistem akan menampilkan peta daerah endemis DBD kabupaten Semarang yang telah dihitung menggunakan model SIR dalam rentang tahun Verifikasi Model dan Validasi, akan dibangun model yang sesuai dan representatif dengan sistem nyata. Sebuah model dikatakan valid jika hasil keluaran memiliki nilai yang mendekati pengukuran sistem nyata. Tujuan pengujian dari sebuah model adalah melakukan uji validasi yang harus menghasilkan prediksi masa depan dengan baik. Pendekatan validasi dapat dilihat pada Gambar 8, setelah model dikembangkan, kemudian dilakukan observasi pada sistem nyata untuk beberapa waktu, mengumpulkan data untuk variabel-variabel dan pengukuran performa. Variabel-variabel yang digunakan sebagai validasi adalah variabel yang hasil pengukuran performanya dari model mendekati sistem nyata. Sebuah keputusan pada validasi model diambil berdasarkan pengukuran yang dihasilkan 185

10 Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.2, Agustus 2011 : oleh model dengan kenyataan memiliki kesamaan pada hasil akhirnya. Pemode lan SIR Mo del en demis S IR Var ia be l- var ia be l SAMAKAH? Siste m Nyata Siste m N yata Gambar 8 Pendekatan untuk Validasi Model 5. Model Eksperimen dan Optimisasi yang dilakukan adalah ketepatan seperti seberapa luas sampel yang dibutuhkan untuk mengestimasi performa sistem. Lalu, desain dari eksperimen yang efektif dengan jawaban dari rumusan masalah yang telah dituliskan. 6. Implementasi dari Hasil Simulasi. Tahap ini berisi tentang kepastian penerimaan dari hasil oleh pengguna dan pengembangan keputusan dari analisis yang dilakukan. Alasan dari ketidaksuksesan tujuan implementasi sering menyangkut dari: sebuah ketidakmampuan pengguna dalam penguasaan teknik menganalisis, kurangnya kesadaran personal atau organisasional memandang objek. 4. Hasil dan Pembahasan Sebagai contoh, diambil Kecamatan Ambarawa dan Kecamatan Getasan untuk dimodelkan dengan pemodelan endemis SIR. Gambar 9 menunjukkan laju penyebaran SIR di Kecamatan Ambarawa. Laju suscept dari tahun 2005 ke tahun 2006 menurun, lalu terjadi peningkatan pada tahun 2006 sampai Gambar 9 Laju Penyebaran SIR di Kecamatan Ambarawa Sedangkan laju infect terjadi peningkatan pada tahun 2005 sampai tahun 2007, kemudian terjadi penurunan pada tahun Untuk laju recover, terjadi sedikit perubahan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 sampai tahun 2008, Kecamatan 186

11 Deteksi dan Prediksi (Ajeng Widi, dkk) Ambarawa mempunyai Ro sebesar Dari hasil pemodelan SIR, karena Ro>1, maka Kecamatan Ambarawa dinyatakan sebagai daerah endemis untuk waktu mendatang, dengan titik kesetimbangannya adalah (se,ie) = (0.0646, ). Hal ini menyatakan bahwa pada tahun mendatang jumlah penduduk yang rentan DBD adalah sejumlah x jumlah penduduk pada saat itu, sedangkan untuk jumlah penduduk yang terinfeksi DBD adalah x jumlah penduduk terinfeksi pada saat itu. Gambar 10 Laju Penyebaran SIR Kecamatan Getasan Gambar 10 menunjukkan laju penyebaran SIR di Kecamatan Getasan. Laju suscept dari tahun 2005 ke tahun 2008 tinggi, karena infect rendah. Untuk laju recover, terjadi sedikit perubahan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2005 sampai tahun 2008, Kecamatan Getasan mempunyai Ro sebesar Dari hasil pemodelan SIR, karena Ro<1, maka Kecamatan Getasan dinyatakan sebagai daerah endemis untuk waktu mendatang, dengan titik kesetimbangannya adalah (se,ie) = (1,0). Hal ini menyatakan bahwa pada tahun mendatang jumlah penduduk yang rentan DBD adalah sejumlah jumlah penduduk pada saat itu, sedangkan untuk jumlah penduduk yang terinfeksi DBD adalah nol. Gambar 11 Peta Daerah Endemis DBD Kabupaten Semarang 187

12 Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.2, Agustus 2011 : Gambar 11 menunjukkan peta daerah endemis DBD kabupaten Semarang. Kecamatan Bancak, Getasan, Kaliwungu, Sumowono mempunyai nilai Ro<1, maka kecamatan tersebut tidak endemis DBD. Apabila Ro>1, maka kecamatan tersebut endemis DBD. Nilai Ro>1 dikelompokan dalam tiga interval, yaitu 1<Ro<10 merupakan kecamatan endemis DBD dengan Ro antara satu sampai sepuluh, yaitu kecamatan Bandungan, Bringin, Banyubiru, Jambu, Pringapus, Tuntang, Pabelan, Suruh, Susukan, Tengaran. Interval yang kedua yaitu 10<Ro<20, kecamatan Ambarawa, Bergas, Bawen, merupakan daerah endemis DBD dengan nilai Ro antara 10 sampai 20. Interval yang ketiga adalah kecamatan Ungaran Barat dan Ungaran Timur, daerah endemis DBD dengan nilai Ro antara 20 sampai 43. Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2005 sampai tahun 2008 penetapan daerah endemis dengan acuan tiga tahun berturut-turut menetapkan tiga kecamatan tidak endemis dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang. Hasil pemodelan SIR yang telah dihasilkan menyatakan bahwa ada lima kecamatan yang tidak endemis. Hal ini berarti pemodelan SIR memiliki tingkat akurasi 84.21%. Berdasarkan pengujian yang dilakukan tanggal 23 Juni 2011 yang mengundang perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, Dinas Kesehatan Kota Salatiga, Puskesmas Kabupaten Semarang, Puskesmas Kota Salatiga, dan Kecamatan di Kota Salatiga sebanyak 10 orang, didapatkan data bahwa 100% menyatakan bahwa pemodelan SIR dapat digunakan sebagai alternatif penentuan daerah endemis DBD. 5. Simpulan Berdasarkan hasil pembuatan sistem, dapat disimpulkan bahwa pemodelan endemis SIR dapat digunakan untuk memodelkan laju perubahan subpopulasi susceptible, infected, dan recovered. Selain itu titik kesetimbangan yang didapatkan dari pemodelan endemis SIR dapat digunakan untuk mengetahui prediksi di subpopulasi susceptible dan infected. Titik kesetimbangan juga dapat digunakan untuk mengetahui prediksi daerah-daerah yang endemis DBD. Hasil pemodelan SIR yang telah dihasilkan menyatakan bahwa di tahun mendatang ada lima kecamatan yang tidak endemis yaitu kecamatan Bancak, Bandungan, Getasan, Kaliwungu, Sumowono. Dan kecamatan yang endemis DBD yaitu kecamatan Ambarawa, Banyubiru, Bawen, Bergas, Bringin, Jambu, Pabelan, Pringapus, Suruh, Susukan, Tengaran, Tuntang, Ungaran Barat, Ungaran Timur. Hal ini berarti pemodelan SIR memiliki tingkat akurasi 84.21%, dan menunjukkan bahwa pemodelan SIR ini dapat digunakan sebagai alternatif penentuan daerah endemis DBD. Penelitian ini masih memiliki kekurangan yaitu tidak adanya faktor mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, dan faktor geografis yang berpengaruh pada endemisitas suatu daerah. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, diharapkan faktor-faktor tersebut dapat dimasukkan ke dalam pemodelan sehingga didapatkan hasil yang lebih baik. 6. Daftar Pustaka [1] Widiyanto, Teguh Kajian Manajemen Lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Purwokerto Jawa Tengah, 188

13 Deteksi dan Prediksi (Ajeng Widi, dkk) Tesis, Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan, Semarang: Universitas Diponegoro. [2] Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Diakses tanggal 10 Januari [3] Sujudi, Achmad Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. [4] Achmadi, Umar Fahmi Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. [5] Hariyana Pengembangan Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi DBD untuk Kewaspadaan Dini dengan GIS di Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan. Semarang: Universitas Diponegoro. [6] Tamrin, Husni, M. Zaki Riyanto, Akhid, Ardhi Ardhian Model SIR Penyakit Tidak Fatal, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. [7] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. [8] Meliza, Ria Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 189

Bab 3 Metode dan Perancangan Sistem 3.1 Metode Pengembangan Sistem

Bab 3 Metode dan Perancangan Sistem 3.1 Metode Pengembangan Sistem Bab 3 Metode dan Perancangan Sistem 3.1 Metode Pengembangan Sistem Metode yang digunakan dalam pembuatan sistem ini yaitu model Analisis Simulasi (Simulation Analysis). Model analisis simulasi merupakan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya Stabilitas Global Model SEIR Pada Penyakit Mewabah. Penelitian ini membahas tentang pembentukan model Epidemis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Dinas Kesehatan Kab. Semarang 1. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Kab. Semarang Dinas Kesehatan Kab. Semarang (DKK Semarang) merupakan satuan perangkat daerah di Kab.

Lebih terperinci

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) diketahui sebagai penyakit arboviral (ditularkan melalui nyamuk) paling banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. World Health

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada Tahun 1995, WHO (World Health Organisation) mencanangkan kedaruratan

Lebih terperinci

BAB 3. Metode dan Perancangan Sistem

BAB 3. Metode dan Perancangan Sistem BAB 3 Metode dan Perancangan Sistem 3.1 Metode Pengembangan Sistem 3.1.1 Pembahasan Metode Analisis Simulasi Simulasi membawa peran penting dalam analisis dari pola spasial, sehingga metode yang digunakan

Lebih terperinci

PNEUMONIA) BERBANTU SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PUSKESMAS

PNEUMONIA) BERBANTU SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PUSKESMAS ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KEJADIAN KASUS ISPA (PNEUMONIA dan BUKAN PNEUMONIA) BERBANTU SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PUSKESMAS di KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011-2012 SWASTIARA KARNINTA D22.2010.00927 PROGRAM

Lebih terperinci

Bab 3 Metode dan Perancangan Sistem

Bab 3 Metode dan Perancangan Sistem Bab 3 Metode dan Perancangan Sistem 3.1 Metode Pengembangan Sistem 3.1.1 Pembahasan Metode Analisis Simulasi Simulasi membawa peran penting dalam analisis dari pola spasial, sehingga metode yang digunakan

Lebih terperinci

Simulation of the Spreading of Infectious Disease HIV/AIDS in Central Java Using SIR Epidemic Model (Susceptible, Infected, Removed)

Simulation of the Spreading of Infectious Disease HIV/AIDS in Central Java Using SIR Epidemic Model (Susceptible, Infected, Removed) Simulation of the Spreading of Infectious Disease HIV/AIDS in Central Java Using SIR Epidemic Model (Susceptible, Infected, Removed) Ely Desyanawati Informatika, Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG. KEPUTUSAN BUPATI SEMARANG Nomor : 050 / 0330 / 2011 TENTANG

BUPATI SEMARANG. KEPUTUSAN BUPATI SEMARANG Nomor : 050 / 0330 / 2011 TENTANG BUPATI SEMARANG KEPUTUSAN BUPATI SEMARANG Nomor : 050 / 0330 / 2011 TENTANG PENGESAHAN RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010 2015 BUPATI SEMARANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 3.1 Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi

Lebih terperinci

D A T A. HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 A n g k a S e m e n t a r a KABUPATEN SEMARANG. M e n c e r d a s k a n B a n g s a BADAN PUSAT STATISTIK

D A T A. HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 A n g k a S e m e n t a r a KABUPATEN SEMARANG. M e n c e r d a s k a n B a n g s a BADAN PUSAT STATISTIK D A T A M e n c e r d a s k a n B a n g s a HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 A n g k a S e m e n t a r a KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah di negara yang berada di wilayah tropis maupun sub tropis. DBD termasuk dalam penyakit menular yang disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Zeth Arthur Leleury Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pattimura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 2 bulan di

BAB I PENDAHULUAN. ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 2 bulan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maternal antibody merupakan kekebalan tubuh pasif yang ditransfer oleh ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 2 bulan di akhir masa kehamilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

LAPORAN PENELITIAN. Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Deteksi Daerah Endemis Tuberculosis (TB) dengan Menggunakan Pemodelan Matematis Susceptible, Exposed, Infected, Recovered (SEIR) (Studi Kasus : Kota Salatiga) LAPORAN PENELITIAN Diajukan kepada Fakultas

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD di dunia pada tahun 2010

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu sistem informasi yang dapat dipakai sebagai alat untuk melakukan analisis data sehingga dihasilkan gambaran yang

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S2

TESIS. Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S2 ENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE UNTUK KEWASPADAAN DINI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI WILAYAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEPARA (STUDI KASUS DI PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember

Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 346 Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember (Analysis of SIR Model with

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengeu Hemorragic Fever (DHF) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung jumlah

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan hidup dapat mempengaruhi perubahan pola penyakit yang dapat menimbulkan epidemik dan membahayakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Tahun

1. PENDAHULUAN Tahun IR per 100000 pddk Kab/Kota Terjangkit 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit deman berdarah (DBD) berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia, terutama di Indonesia. Di Indonesia dalam

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus dari golongan Arbovirosis group A dan B. Di Indonesia penyakit akibat

BAB I PENDAHULUAN. virus dari golongan Arbovirosis group A dan B. Di Indonesia penyakit akibat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deman Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirosis group A dan B. Di Indonesia penyakit akibat gigitan nyamuk

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di GAMBARAN PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DITINJAU DARI ASPEK PETUGAS DI TINGKAT PUSKESMAS KOTA SEMARANG TAHUN 2011 Aryanti Natalia Mahasiswa Peminatan Epidemiologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia, terutama

Lebih terperinci

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Jenis Serotipe Virus Dengue Di Kabupaten Semarang

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Jenis Serotipe Virus Dengue Di Kabupaten Semarang Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 14 No. 2 / Oktober 2015 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Jenis Serotipe Virus Dengue Di Kabupaten Semarang Factors

Lebih terperinci

PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI INDONESIA DENGAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR)

PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI INDONESIA DENGAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PEYEBARA PEYAKIT CAMPAK DI IDOESIA DEGA MODEL SUSCEPTIBLE VACCIATED IFECTED RECOVERED (SVIR) Septiawan Adi Saputro, Purnami Widyaningsih, Dewi Retno Sari Saputro Program Studi Matematika FMIPA US Abstrak.

Lebih terperinci

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Dia Bitari Mei Yuana Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember, Jl. Mastrip PO Box 164, Jember,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung

Lebih terperinci

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI Mohammmad Soleh 1, Siti Rahma 2 Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl HR Soebrantas No 155 KM 15 Simpang Baru Panam Pekanbaru muhammadsoleh@uin-suskaacid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebaranya semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis. iklim tropis ini hanya memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan juga musim kemarau. Disaat pergantian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pertumbuhan masyarakat perubahan cuaca, kondisi lingkungan lokal, serta jumlah individu dapat mempengaruhi kualitas kesehatan dan kualitas populasi. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk,

BAB I PENDAHULUAN. penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai jenis penyakit semakin banyak yang muncul salah satu penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk, (2013: 64) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang hampir semua organ tubuh terutama

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR).

ABSTRAK. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR). Judul Nama Pembimbing : Pemodelan Penyebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar dengan Metode Spatial Autoregressive (SAR) : Ni Made Surya Jayanti : 1. I Wayan Sumarjaya, S.Si., M.Stats.

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN Wiwik Setyaningsih, Dodiet Aditya Setyawan Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1 Sejarah singkat berdirinya UP3AD Kabupaten Semarang Unit Pelayanan Pendapatan dan Pemberdayaan Aset Daerah (UP3AD) merupakan Unit Pelaksanaan Teknis pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit merupakan sesuatu yang sangat berhubungan dengan makhluk hidup, baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan. Penyakit dapat mempengaruhi kehidupan makhluk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cenderung semakin luas penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan makhluk hidup ini banyak permasalahan yang muncul seperti diantaranya banyak penyakit menular yang mengancam kehidupan. Sangat diperlukan sistem untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I 0 HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK PENDAHULUAN

MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK PENDAHULUAN MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK H. SUMARNO 1, P. SIANTURI 1, A. KUSNANTO 1, SISWADI 1 Abstrak Kajian penyebaran penyakit dengan pendekatan deterministik telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MANSYUR A. R.1 TOAHA S.2 KHAERUDDIN3 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan Km.

Lebih terperinci

SIMULASI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR HIV/AIDS DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL EPIDEMI SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTED, REMOVED)

SIMULASI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR HIV/AIDS DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL EPIDEMI SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTED, REMOVED) SIMULASI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR HIV/AIDS DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL EPIDEMI SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTED, REMOVED) Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Mencapai Gelar Strata Satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk salah satu penyakit yang tersebar di kawasan Asia Tenggara dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah penyakit menular karena masyarakat harus waspada terhadap penyakit

BAB I PENDAHULUAN. adalah penyakit menular karena masyarakat harus waspada terhadap penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan karena jika seseorang mengalami masalah kesehatan maka aktivitas seseorang tersebut akan terganggu. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul Analisis Kestabilan

Lebih terperinci

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Insidensi DBD di seluruh dunia telah meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir. Lebih dari 2,5 miliar orang atau 40% penduduk dunia beresiko untuk terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Epidemik HIV/AIDS akan menimbulkan dampak buruk terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh terhadap kesehatan juga terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Kab.Semarang, Jawa Tengah. RSUD Ungaran memiliki bangunan 200 m²

BAB IV HASIL PENELITIAN. Kab.Semarang, Jawa Tengah. RSUD Ungaran memiliki bangunan 200 m² BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ungaran merupakan rumah sakit yang terletak di jalan Diponegoro No.125 Genuk, Ungaran Barat, Kab.Semarang, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan curah hujan tinggi memiliki risiko untuk penyakit-penyakit tertentu, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 52, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Tingkat Vaksinasi Minimum untuk Pencegahan Epidemik Berdasarkan Model Matematika SIR

Tingkat Vaksinasi Minimum untuk Pencegahan Epidemik Berdasarkan Model Matematika SIR Matematika Integratif 2(Edisi Khusus): 4-49 Tingkat Vaksinasi Minimum untuk Pencegahan Epidemik Berdasarkan Model Matematika SIR Asep K Supriatna Abstrak Dalam paper ini dibahas sebuah model SIR sederhana

Lebih terperinci

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image. ANALISIS TINGKAT SWASEMBADA WILAYAH DI KABUPATEN SEMARANG5

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image.  ANALISIS TINGKAT SWASEMBADA WILAYAH DI KABUPATEN SEMARANG5 Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS TINGKAT SWASEMBADA WILAYAH DI KABUPATEN SEMARANG5 Muhammad Nasrun Eko Wibowo, Eva Banuwati & Moch. Arifien Jurusan

Lebih terperinci

Minggu 9. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika

Minggu 9. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika Minggu 9 MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika Model SIR Merupakan model penyebaran penyakit yang diperkenalkan oleh Kermack dan McKendrick pada 1927. Terdapat 3 populasi dalam model ini: Susceptible

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG. Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny

PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG. Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny JMP : Volume 3 Nomor 1, Juni 11 PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny Program Studi Matematika, Jurusan MIPA, Fakultas Sains

Lebih terperinci

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka BAB VI Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka VI.1 Kesimpulan Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, khususnya daerah endemis seperti kota Surabaya, hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMETAAN DAERAH TERJANGKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) WILAYAH KOTA PEKANBARU (STUDI KASUS : DINAS KESEHATAN KOTA PEKANBARU)

SISTEM INFORMASI PEMETAAN DAERAH TERJANGKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) WILAYAH KOTA PEKANBARU (STUDI KASUS : DINAS KESEHATAN KOTA PEKANBARU) SISTEM INFORMASI PEMETAAN DAERAH TERJANGKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) WILAYAH KOTA PEKANBARU (STUDI KASUS : DINAS KESEHATAN KOTA PEKANBARU) Rice Novita 1, Karluci 2 Jurusan Sistem Informasi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakit menular yang jumlah kasusnya dilaporkan cenderung meningkat dan semakin

Lebih terperinci

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Nara Riatul Kasanah dan Sri Suprapti H Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 47 III. METODE PEELITIA A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode explanatory (penjelasan), sedangkan teknik pelaksanaan penelitian ini menggunakan teknik

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana disebutkan dalam Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Model matematika merupakan sekumpulan persamaan atau pertidaksamaan yang mengungkap perilaku suatu permasalahan yang nyata. Model matematika dibuat berdasarkan asumsi-asumsi.

Lebih terperinci

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular tertua yang menyerang manusia. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa sepertiga

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY

LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY Sub Topik Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul Jakarta, November 2015 Oleh: Ade Heryana LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY Oleh: Ade Heryana Terdapat 3 teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vector borne disease merupakan penyakit-penyakit yang ditularkan pada manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda yang dapat menularkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Semarang Tahun 2013 sebanyak 130.388 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Semarang

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL EPIDEMIK TIPE SIR DENGAN STRATEGI VAKSINASI DAN TANPA VAKSINASI

SIMULASI MODEL EPIDEMIK TIPE SIR DENGAN STRATEGI VAKSINASI DAN TANPA VAKSINASI SIMULASI MODEL EPIDEMIK TIPE SIR DENGAN STRATEGI VAKSINASI DAN TANPA VAKSINASI Siti Komsiyah Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

SOLUSI POSITIF MODEL SIR

SOLUSI POSITIF MODEL SIR Jurnal UJMC, Volume 3, omor 1, Hal. 21-28 piss : 2460-3333 eiss : 2579-907X SOLUSI POSITIF MODEL SIR Awawin Mustana Rohmah 1 1 Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, awawin.emer@gmail.com Abstract Model

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci