BAB 3 METODE PENELITIAN. desain case control dengan memilih penderita DM Tipe II sebagai kasus dan bukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODE PENELITIAN. desain case control dengan memilih penderita DM Tipe II sebagai kasus dan bukan"

Transkripsi

1 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan desain case control dengan memilih penderita DM Tipe II sebagai kasus dan bukan penderita DM Tipe II sebagai kontrol. Adapun alasan menggunakan desain ini karena studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya (Murti, 2003). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan retrospektif dimana efek diidentifikasi pada saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010). Rancangan penelitian case control ini diajukan sebagai berikut: Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-) Retrospektif Kasus: Responden dengan DM Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-) Retrospektif Kontrol: Responden yang tidak menderita DM Gambar 3.1. Skema Rancangan Case Control 52

2 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Alasan pemilihan Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara sebagai tempat penelitian dikarenakan di Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Tipe B dan tersedia data tentang DM yang ingin diteliti Waktu Penelitian Waktu penelitian ini berlangsung mulai bulan Maret 2016 Agustus Populasi dan Sampel Populasi a. Populasi kasus Seluruh pasien yang datang berobat ke poli edukasi diabetes pada Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan menderita DM tipe II. b. Populasi kontrol Seluruh pasien yang datang berobat ke poli edukasi diabetes pada Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan tidak menderita DM tipe II.

3 Sampel a. Sampel Kasus Sampel kasus adalah pasien baru yang menderita DM Tipe II yang berobat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang dinyatakan dengan rekam medik dan didukung dengan hasil pemeriksaan Laboratorium yang tercatat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupten Aceh Utara b. Sampel Kontrol Sampel kontrol adalah sebagian pasien yang berobat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tetapi tidak menderita DM Tipe II Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi untuk Kasus 1. Tercatat sebagai pasien poli Edukasi Diabetes di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara yang baru didiagnosa menderita DM tipe II dan belum terjadi komplikasi. 2. Bisa berkomunikasi dengan baik 3. Bersedia menjadi Responden b. Kriteria Inklusi untuk Kontrol 1. Pasien baru yang berobat di poli edukasi diabetes dan dinyatakan tidak menderita DM tipe II 2. Bisa berkomunikasi dengan baik 3. Bersedia menjadi Responden

4 Besar Sampel Untuk menghitung besar sampel digunakan rumus besar sampel untuk studi kasus kontrol berpasangan menurut Sostroasmoro (2013) yaitu: ni = n2 = dimana p = Keterangan: n1=n2 = Sampel α = Tingkat Kemaknaan 5% zα = Nilai deviasi normal α 5% = zβ = Nilai deviasi normal β 20 % = 0,842 OR p q = Odds Rasio = Proporsi faktor risiko = 1- p Penentuan besar sampel penelitian dengan memperhatikan hasil OR dari beberapa penelitian terdahulu tentang variabel yang berhubungan dengan resiko kejadian penyakit DM Tipe II seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 3.1 Besar Sampel Berdasarkan Odds Ratio Penelitan Terdahulu Variabel OR n1 = n2 Referensi Riwayat Keluarga Aktifitas Fisik Tekanan Darah Tinggi Merokok 4,3 2,3 2,2 2, Syamiyah (2014) Garnita (2012) Manik (2012) Munawar (2014)

5 Untuk memenuhi jumlah sampel minimal maka digunakan OR terkecil dari variabel penelitian terdahulu. Perhitungan besar sampel dengan menggunakan OR dari hasil penelitian Manik (2012) di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir Sumatera Utara dengan variabel Tekanan Darah Tinggi (OR = 2,2) yaitu: P = = = 0,68 q = 1- p = 0,32 Besar Sampel: n1 = n2 = = = = 45,54= 46 Berdasarkan hasil perhitungan di atas didapat besar sampel minimal adalah 46 orang penderita DM Tipe II. Sehingga jumlah sampel untuk kelompok kasus yaitu sebanyak 46 orang penderita DM tipe II dan kelompok kontrol sebanyak 46 orang bukan penderita DM Tipe II. Perbandingan kasus dengan kontrol adalah 1:1 dengan dilakukan matching terhadap kasus dan kontrol yaitu umur dan jenis kelamin.

6 3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel Sampel diperoleh dengan dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien baru pada poli rawat jalan, dengan mengikut sertakan semua usia dari populasi yang ada sampai mencapai 46 sampel kasus yang menderita DM tipe II dan 46 sampel kontrol yang tidak menderita DM tipe II. 3.4 Metode Pengumpulan Data Data Primer Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, aktivitas fisik, pola makan, perilaku merokok Data Sekunder Data sekunder untuk mengetahui berat badan, tinggi badan, tekanan darah diperoleh dari data rekam medik Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Uji Validitas dan Reliabilitas Adapun pengujian validitas dan realibilitas dijelaskan sebagai berikut (Agus Riyanto, 2011) : a. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah/valid atau tidaknya suatu keuisioner. Kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh pernyataaan tersebut. Untuk menguji

7 validitas alat ukur terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor butir, dimana nila r tabel = 0,361. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi untuk menguji keshahihan butir. Kriteria yang digunakan untuk menguji keshahihan butir yaitu sebagai berikut: a. Jika r hitung > r tabel, dengan taraf signifikan α = 0,05 maka pertanyaan dikatakan valid b. Jika r hitung < r tabel, dengan taraf signifikan α = 0,05 maka pertanyaan dikatakan tidak valid. Tabel 3.2. Uji Validitas Instrumen Item Pertanyaan r hitung r tabel Ket Pengetahuan P1 0,645 0,361 Valid P2 0,619 0,361 Valid P3 0,596 0,361 Valid P4 0,499 0,361 Valid P5 0,426 0,361 Valid P6 0,626 0,361 Valid P7 0,616 0,361 Valid P8 0,780 0,361 Valid P9 0,721 0,361 Valid Berdasarkan tabel 3.1 diatas menunjukkan bahwa seluruh pernyataan instrumen adalah valid, hal ini dapat dilihat dari r hitung output nilai korelasi antara tiap item dengan skor total item pada keseluruhan pernyataan lebih besar dari r tabel (0.361), sehingga 9 pernyataan dapat digunakan untuk penelitian.

8 b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau kostruk. Butir pertanyaan dikatakan reliable atau andal apabila jawaban dari responden terhadap pertanyaan adalah konsisten. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi dan butir pernyataan yang sudah dinyatakan valid dalam uji validitas ditentukan reliabilitasnya dengan kriteria sebagai berikut: a. Jika nilai Cronbach s Alpha > 0,6 maka pertanyaan reliabel. b. Jika nilai Cronbach s Alpha < 0,6 maka pertanyaan tidak reliabel. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Variabel dikatakan reliabel jika nilai r Alpha Cronbach > 0,6, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut : Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cronbach Alpha Keterangan Pola makan 0,794 Reliabel Merokok 0,790 Reliabel Berdasarkan tabel 3.2 diatas dapat diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha dari seluruh variabel yang diujikan nilainya sudah diatas 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini dalam uji reliabilitas dinyatakan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 20 responden yang datang berobat ke Praktek Dokter Bersama Kimia Farma Lhokseumawe, dimana responden

9 memiliki karakteristik yang sama dan pada responden yang telah ikut dalam uji validitas dan reabilitas tidak dibenarkan lagi menjadi sampel penelitian Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes), faktor risiko yang dapat dimodifikasi (IMT, aktivitas fisik, tekanan darah tinggi, pola makan dan kebiasaan merokok). Variabel dependen, yaitu kejadian Diabetes Mellitus Definisi Operasional Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah: 1. Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi a. Umur adalah masa hidup responden dari lahir sampai ulang tahun terakhir pada saat dilakukan wawancara. b. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak responden lahir. c. Riwayat keluarga dengan diabetes adalah kondisi keluarga yang dinyatakan positif menderita DM Tipe II dengan diagnosis oleh dokter baik orang tua responden maupun saudara kandung

10 2. Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi a. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah pembagian berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat yang dihitung berdasarkan metode Antropometri. b. Aktivitas fisik adalah seluruh kegiatan yang biasa dilakukan pasien DM Tipe II setiap hari selama 24 jam. c. Tekanan darah tinggi adalah bila hasil pengukuran tekanan darah sistolik 140 mmhg dan diastolik 90 mmhg. d. Pola makan adalah kebiasaan makan makanan pokok, konsumsi sayuran/ buah dan jumlah konsumsi gula pasir. e. Kebiasaan merokok adalah orang yang menghisap semua jenis rokok secara aktif dan rutin atau pernah merokok sebelumnya Metode Pengukuran a. Riwayat keluarga DM 0 = Tidak, jika tidak ada orang tua atau saudara kandung yang menderita DM 1 = Ya, jika bila salah seorang orang tuanya atau saudara kandung menderita DM b. Indeks Massa Tubuh (IMT), diukur dengan menggunakan metode antropometri yaitu membandingkan berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m). Selanjutnya nilai IMT dikategorikan menjadi 2 yaitu : 0 = IMT tidak berisiko, jika IMT pasien < 25,0

11 1 = IMT berisiko, jika IMT pasien 25,0 c. Aktivitas fisik, menurut WHO adalah aktivitas fisik sedang sampai berat selama 30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan sekurang kurangnya 3(tiga) kali seminggu yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Yang dibagi menjadi 2 kategori, berisiko dan tidak berisiko yaitu : 0 = Aktivitas fisik teratur, jika pasien melakukan aktivitas baik olahraga rutin 3 kali seminggu dan tidak ada jeda lebih dari 3 hari atau melakukan salah satu pekerjaan di industry ringan, mahasiswa, militer yang tidak sedang berperang, kerja rumah tangga, bersepeda, bowling, jalan cepat, berkebun, golf atau sepatu roda atau pekerjaan rumah yang dilakukan minimal 30 menit dalam sehari secara teratur. 1 = Aktivitas fisik tidak teratur, jika pasien tidak pernah olahraga atau olahraga ringan jika dilakukan 1-2 kali per minggu dan atau durasi kurang dari 30 menit setiap melakukan olahraga atau melakukan pekerjaan seperti pegawai kantor, guru, ahli hukum, sekretaris kantor, memancing atau supir. d. Tekanan darah tinggi, diukur menggunakan tensi meter dengan satuan mmhg. Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah responden relaks (duduk atau berbaring selama 5 menit). pengelompokannya adalah sebagai berikut : 0 = Tekanan darah tidak berisiko, jika sistolik/diastolik < 140/90 mmhg 1 = Tekanan darah berisiko, jika sistolik/diastolik >140/90 mmhg

12 e. Pola makan, kebiasaan makan makanan pokok, mengkonsumsi sayuran/ buah dan jumlah konsumsi gula pasir yang di bagi menjadi 2 kategorikan sebagai berikut : 0 = Seimbang, jika pasien mengkonsumsi makanan pokok 3-4 porsi, sayuran/buah 3-5 porsi dan konsumsi gula pasir 2-3 porsi 1 = Tidak seimbang, jika pasien mengkonsumsi makanan pokok >4 porsi, sayuran/buah >5 porsi dan konsumsi gula pasir >3 porsi f. Kebiasaan merokok, diukur dengan menanyakan pasien pada saat wawancara pernah merokok sebelumnya untuk semua jenis rokok, Selanjutnya kelompok dikategorikan kedalam 2 kategorikan yaitu : 0 = Tidak merokok, jika pasien tidak merokok atau sudah berhenti merokok sekurang-kurangnya 3 bulan terakhir 1 = Merokok, jika pasien merokok untuk semua jenis rokok. Tabel 3.4. Tabel Pengukuran Variabel Penelitian Nama Variabel Indikator Cara Pengukuran Riwayat Keluarga 1 Kuesioner IMT 1 Metode Antropometri Aktivitas Fisik 5 Kuesioner Tekanan darah Tinggi 1 Tensimeter Hasil Ukur Tidak Ya IMT Tdk berisiko (<25,0) IMT berisiko ( 25,0) Teratur Tidak Teratur Tdk Berisiko (<140/90mmHg) Berisiko (>140/90mmHg) Skala Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

13 Tabel 3.4. (Lanjutan) Pola makan 5 Kuesioner Merokok 3 Kuesioner Seimbang Tidak Seimbang Tidak Merokok Merokok Ordinal Ordinal 2.7. Metode Analisis Data Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang menjelaskan setiap variabel penelitian dengan penyajian dalam tabel distribusi frekuensi. Adapun variabel independen yaitu umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, IMT, aktivitas fisik, tekanan darah, pola makan, merokok. Variabel dependen, yaitu kejadian Diabetes Mellitus Analisis Bivariat Untuk melihat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji Mc Nemar pada tingkat derajat kepercayaan 95%, yaitu α = 0,05 dengan ketentuan bila nilai p < 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Selain itu digunakan juga perhitungan odds ratio (OR) yang digunakan untuk mengestimasi tingkat risiko antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil interpretasi nilai OR adalah: a. Bila OR = 1, artinya variabel independen bukan faktor risiko. b. Bila OR > 1, artinya variabel independen sebagai faktor risiko.

14 c. Bila OR < 1, artinya variabel independen sebagai faktor protektif (Sastroasmoro, 2011) Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen dengan seluruh variabel independen yang diteliti, sehingga diketahui variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II dengan menggunakan uji conditional logistic regression. Variabel independen yang diuji pada analisis multivariat adalah variabel yang pada hasil analisis bivariat mendapat nilai p < 0,25. Selanjutnya untuk mengetahui kasus dengan DM tipe II yang dapat dicegah dengan memperbaiki faktor resiko yang dominan maka dilakuka perhitungan Population Attributable Risk (PAR), yaitu : PAR = Keterangan: P = Proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan r = Rasio Odds variabel yang paling dominan.

15 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Univariat Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Karakteristik Responden Meliputi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016 Variabel Kasus Kejadian DM Tipe II Kontrol Total N % n % n % Umur tahun 9 19,6 9 19, , tahun 23 50, , , tahun 11 23, , , tahun 3 6,5 3 6,5 6 6,5 Jenis Kelamin Laki-laki 20 43, , ,5 Perempuan 26 56, , ,5 Pendidikan Tidak sekolah 1 2,2 1 2,2 2 2,2 SD 6 13,0 6 13, ,0 SMP 9 19,6 7 15, ,4 SMA 21 45, , ,7 D3/S1 9 19, , ,7 Pekerjaan Pegawai negeri 11 23, , ,2 Wiraswasta 8 17,4 9 19, ,5 IRT 17 36, , ,6 Petani 9 19,6 9 19, ,6 Supir 1 2,17 1 2,17 2 2,17 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas responden memiliki umur tahun, masing-masing sebanyak 23 orang (50%). Pada kelompok kasus dan kontrol masing-masing terdapat sebanyak 20 (43,5%) responden yang berjenis kelamin laki-laki dan 26 (56,5%) responden yang berjenis kelamin perempuan. Pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas responden 66

16 berpendidikan SMA, masing-masing terdapat sebanyak 21 orang (45,7%). Pada kelompok kasus mayoritas responden memiliki pekerjaan pegawai negeri sebanyak 14 orang (30,4%) dan pada kelompok kontrol mayoritas responden memiliki pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 17 orang (36,9%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasangan Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016 Kasus Riwayat keluarga DM Kontrol E+ E- Total N % n % n % Ya (E+) 9 19, , ,1 Tidak (E-) 15 32,6 7 15, ,8 IMT Berisiko (E+) 12 26, , ,7 Tidak berisiko (E-) 7 15,2 6 13, ,3 Aktivitas fisik Tidak teratur (E+) 11 23, , ,9 Teratur (E-) 3 6, , ,1 Tekanan darah Berisiko (E+) 16 34,8 8 17, ,1 Tidak berisiko (E-) 11 23, , ,8 Pola makan Tidak seimbang (E+) 14 30, , ,3 Seimbang (E-) 4 8,7 6 13, ,7 Merokok Merokok (E+) 10 21,7 4 8, ,4 Tidak merokok (E-) 6 13, , ,6 Keterangan : E+ : Variabel yang terpapar E- : Variabel yang tidak terpapar Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 15 (32,6%) responden yang memiliki riwayat keluarga DM pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut tidak memiliki riwayat keluarga DM, selanjutnya terdapat 15 (32,6%) yang tidak memiliki riwayat keluarga DM pada

17 kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki riwayat keluarga DM. Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 21 (45,7%) responden yang berisiko IMT pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut tidak berisiko IMT, selanjutnya terdapat 7 (15,2%) responden yang tidak berisiko IMT pada kelompok kasus tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut berisiko IMT. Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 17 (36,9%) responden yang memiliki aktivitas fisik tidak teratur pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki aktivitas fisik yang teratur, selanjutnya terdapat 3 (6,52%) responden yang memiliki aktivitas fisik teratur pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki aktivitas fisik yang tidak teratur. Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 8 (17,4%) responden dengan tekanan darah yang berisiko pada kelompok kasus tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki tekanan darah yang tidak berisiko, selanjutnya terdapat 11 (23,9%) responden dengan tekanan darah yang tidak berisiko pada kelompok kasus tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki tekanan darah yang berisiko. Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 22 (47,8%) responden dengan pola makan tidak seimbang pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki pola makan seimbang, selanjutnya terdapat 4 (8,7%)

18 responden dengan pola makan seimbang pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki pola makan tidak seimbang. Dari jumlah pasangan kasus kontrol terdapat 4 (8,7%) responden yang merokok pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut tidak merokok, selanjutnya terdapat 6 (13%) responden yang tidak merokok pada kelompok kasus, tetapi kelompok kontrol dari pasangan tersebut memiliki kebiasaan merokok Analisis Bivariat dengan Uji McNemar Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji Mc Nemar pada tingkat kemaknaan α < 0,05. Tabel 4.3 Faktor Risiko Terhadap Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016 Kontrol Kasus E+ E- p OR 95%CI N % n % Riwayat keluarga DM Y Ya (E+) 9 19, ,6 Tidak (E-) 15 32,6 7 15,2 1,000 1,000 0,455-2,195 IMT Berisiko (E+) 12 26, ,7 0,008 * Tidak berisiko (E-) 7 15,2 6 13,0 3,000 1,228-8,353 Aktivitas fisik Tidak teratur (E+) 11 23, ,9 0,017 Teratur (E-) 3 6, ,6 * 5,666 1,639-30,180 Tekanan darah Berisiko (E+) 16 34,8 8 17,4 Tidak berisiko (E-) 11 23, ,9 0,491 0,727 0,253-1,985

19 Tabel 4.3 (Lanjutan) Pola makan Tidak seimbang (E+) 14 30, ,8 0,004 Seimbang (E-) 4 8,7 6 13,0 * 5,5 1,867-21,955 Merokok Merokok (E+) 10 21,7 4 8,7 Tidak merokok (E-) 6 13, ,5 0,527 0,667 0,138-2,811 Keterangan : *Signifikan (p<0,05) E+ : Variabel yang terpapar E- : Variabel yang tidak terpapar Pengaruh Riwayat Keluarga DM terhadap Kejadian DM Tipe II Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 1,000 maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh riwayat keluarga DM terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 1 dengan 95%CI 0,455-2,195) Pengaruh IMT terhadap Kejadian DM Tipe II Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,008 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh IMT terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 3 dengan 95%CI 1,228,8,353) artinya responden yang memiliki IMT berlebih 3 kali kecenderungannya berisiko dibanding dengan yang tidak memiliki IMT berlebih Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian DM Tipe II Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,017 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 5,7 dengan 95%CI 1,639-30,180) artinya responden yang melakukan aktifitas fisik tidak teratur 5,7 kali berisiko terkena DM Tipe II dibanding dengan yang teratur melakukan aktifitas fisik.

20 4.2.4 Pengaruh Tekanan Darah terhadap Kejadian DM Tipe II Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,491 maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh tekanan darah terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,253-1,985) Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian DM Tipe II Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,004 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh pola makan terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 5,5 dengan 95%CI 1,867-21,955) artinya responden yang pola makannya tidak seimbang 5,5 kali berisiko terkena DM tipe II dibandingkan dengan responden yang pola makannya sembang Pengaruh Merokok terhadap Kejadian DM Tipe II Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,527 maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh merokok terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,138-2,811) Analisis Multivariat dengan Uji Conditional Logistic Regression Variabel yang dimasukan dalam uji conditional logistic regression adalah variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dimana hasil seleksi variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.

21 Tabel 4.4 Hasil Seleksi Variabel yang Dapat Masuk Dalam Model Conditional Logistic Regression No. Variabel p value Nilai Ketetapan Pemodelan 1. Riwayat keluarga DM 1,000 p > 0,25 Tidak masuk pemodelan 2. IMT 0,008 p < 0,25 Masuk pemodelan 3. Aktivitas fisik 0,017 p < 0,25 Masuk pemodelan 4. Tekanan darah 0,491 p > 0,25 Tidak masuk pemodelan 5. Pola makan 0,004 p < 0,25 Masuk pemodelan 6. Merokok 0,527 p > 0,25 Tidak masuk pemodelan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari seluruh variabel independen terdapat tiga variabel yang dimasukkan ke dalam model yaitu variabel IMT, aktivitas fisik, dan pola makan. Variabel yang tidak dapat dimasukkan dalam model adalah variabel riwayat keluarga DM, tekanan darah, dan merokok, hal ini disebabkan karena variabel ini memiliki nilai p > 0,25. Tabel 4.5 Hasil Analisis Multivariat dengan Conditional Logisitic Regression Faktor Risiko Kejadian DM Tipe II Variabel IMT Aktivitas fisik Pola makan Model 1 Model 2 OR(95%CI) OR(95%CI) 0,7 (0,134-4,081) - 2,8 2,8 (1,127-7,068) (1,129-7,069) 6,04 4,7 (1,080-33,864) (1,843-12,032) Tabel 4.5 menunjukkan bahwa analisis multivariat dengan uji conditional logistic regression terdiri atas 2 model. Dari hasil analisis tersebut (model 2) maka variabel yang dominan berpengaruh terhadap kejadian DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara setelah dikeluarkan variabel yang tidak signifikan secara otomatis oleh uji conditional regression logistik adalah variabel

22 pola makan (OR = 4,7 95%CI 1,843-12,032) artinya responden yang pola makannya tidak seimbang 4,7 kali kecenderungannya menderita penyakit DM tipe II dibandingkan dengan responden yang pola makannya seimbang. Selanjutnya untuk memperoleh nilai Population Attributable Risk (PAR) untuk variabel pola makan dapat dihitung sebagai berikut dimana nilai p (perkiraan prevalensi paparan dalam populasi) sebesar 0,39 yaitu seperti berikut ini: p( OR 1) PAR x100 1 p( OR 1) 0,39(4,7 1) PAR x ,39(4,7 1) PAR 1,44 2,44 x100 PAR 0,59x100 PAR 59 Hal ini menunjukkan bahwa kejadian DM Tipe II dapat dicegah sebesar 59% dengan pola makan yang seimbang.

23 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Riwayat Keluarga Penderita DM dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Hasil uji bivariat diperoleh nilai p= 1,000 (OR = 1 dengan 95% CI 0,455-2,195)maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh riwayat keluarga DM terhadap kejadian DM Tipe II. Dari hasil penelitian di ketahui bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM tipe II. Riwayat keluarga menderita DM tidak merupakan faktor resiko. Berdasarkan hasil wawancara, responden tidak mengetahui apakah keluarga ada yang menderita DM atau tidak, karena sudah meninggal dan tidak pernah memeriksakan diri. Faktor riwayat keluarga menderita DM merupakan salah satu faktor resiko penyakit DM, namun kejadian penyakit DM ini dapat juga terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga DM apabila tidak menjalankan pola hidup sehat dengan pola makan seimbang dan aktifitas fisik teratur. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan resiko penderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita D M adalah 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara 74

24 kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010). Bagi masyarakat yang memiliki keluarga yang menderita DM, harus segera memeriksa kadar gula darahnya karena risiko menderita DM besar. Seseorang yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus timbulnya pradiabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap diabetes dan 60% sampai 90% kembar identik merupakan penyandang diabetes (Arisman, 2010). Menurut Codario (2005) jika seseorang memiliki saudara yang menderita diabetes maka akan mempunyai risiko sebesar 40% untuk mengalami pradiabetes dan diabetes. 5.2 Pengaruh IMT dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Hasil analisis pengaruh IMT terhadap kejadian penyakit DM tipe II diperoleh nilai (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,134-4,081) artinya tidak ada pengaruh IMT terhadap kejadian DM tipe II. Berdasarkan hasil penelitian didapat pada kasus 13 orang penderita DM tipe II tidak memiliki IMT berlebih 9 orang diantaranya memiliki riwayat keluarga menderita DM dengan proporsi 69%,, hal ini dikarenakan faktor riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus timbulnya diabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap diabetes. Sedangkan pada kontrol 27 orang yang tidak

25 menderita DM tipe II dan tidak memiliki IMT berlebih 13 orang diantaranya memiliki riwayat keluarga menderita DM dengan proporsi 48 %. Peningkatan resiko terjadinya DM tidak hanya pada responden yang memiliki IMT berlebih dan faktor riwayat keluarga menderita DM, tetapi juga dapat terjadi pada responden yang memiliki IMT normal ini disebabkan karena perubahan gaya hidup yang kurang aktif atau kurang aktifitas sehingga terjadinya resistensi insulin. Kurangnya aktifitas fisik tidak sebanding dengan dampak terhadap obesitas, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan otot otot tidak sensitive terhadap efek insulin (Nathan, 2010). Penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya seprti penelitian yang dilakukan Hu et al., 2004 menunjukkan obesitas merupakan faktor risiko kejadian diabetes tipe II, dimana IMT 26 sampai 29,9 memilki risiko 1,72 kali mengalami diabetes tipe II dibanding dengan orang yang memilki IMT normal dan IMT 30 memilki risiko 5,68 kali mengalami diabetes tipe 2 dibanding dengan orang yang memiliki IMT normal. 5.3 Pengaruh Aktifitas Fisik dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,017 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 2,8 dengan 95%CI 1,192-7,069) artinya responden yang tidak teratur

26 melakukan aktifitas fisik 2,8 kali berisiko terkena DM tipe II dibanding dengan yang teratur melakukan aktifitas fisik. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwasanya penderita diabetes masih banyak yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur yaitu dalam 1 minggu kurang dari 3x atau kurang dari 30 menit, dan kebanyakan mereka hanya melaksanakan 1x seminggu, bahkan ada yang tidak melakukan olah raga. Olahraga dapat menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini dapat berlanjut beberapa ja m setelah melakukan olah raga. Aktiftas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup seperti diabaetes, serangan jantung dan stroke (Johnson, 1998).Pada waktu melakukan aktifitas fisik, otot-otot akan memakai lebih banyak glukosa daripada waktu tidak melakukan aktifitas fisik, dengan demikian konsentrasi glukosa darah akan turun. Melalui aktifitas fisik, insulin akan bekerja lebih baik sehingga dapat masuk kedalam sel untuk dibakar menjadi tenaga (Soegondo, 2010). Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang

27 yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun didalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Kemenkes,2010). Diberikan juga edukasi tentang pentingnya berolah raga. Olah raga yang dianjurkan pada pasien dengan hipertensi yaitu tipe olah raga aerobik yaitu jogging atau berjalan kaki selama minimal 30 menit dengan frekuensi 5-7 kali per minggu. Pada pasien dengan prediabetes belum memerlukan terapi farmakologi, dengan modifikasi gaya hidup yang sesuai dan dilakukan secara disiplin akan mengurangi resiko komplikasi selanjutnya. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wandasari (2013) yaitu ada hubungan antara aktifitas fisik dan kejadian DM tipe II. Seseorang yang teratur melakukan olah raga yaitu 3 kali/mingguselama minimal 30 menitdapat menurunkankejadian DM tipe Iisebesar 3,21 kali dibandingkan dengan yang tidak melakukan aktifitas fisik. Hasil penelitian Yusmayati (2008) yaitu orang yang kurang melakukan aktifitas fisik 3,2 kali lebih mudah terkena DM tipe II dibandingkan dengan orang yang sering melakukan aktifitas fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Diabetes Prevention Program (2002) di Amerika Serikat terhadap orang yang berisiko DM, dengan intervensi pola makan dan aktifitas fisik selama 3,2 tahun menunjukkan hasil penurunan resiko relatif (RR) DM sebesar 58 %. Diabetes Prevention Program (2010) menganjurkan

28 untuk melakukan latihan fisik paling sedikit 150 menit dalam seminggu, sedangkan Diabetes Australia menganjurkan latihan fisik 30 menit minimal 3 kali seminggu seperti jalan kaki, jogging, berenang dan aerobik (Hotma,2014). 5.4 Pengaruh Tekanan Darah dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,491 (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,253-1,985)maka dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh tekanan darah terhadap kejadian DM Tipe II. Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum yang bisa menjelaskan hubungan kuat antara hipertensi dengan kejadian penyakit DM. Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian DM disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit yang menyebabkan proses pengangkutan glukosa menjadi terganggu. (Conen dkk,2007). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu yang mengalami hipertensi mempunyai resiko 1,5 kali lebih besar terkena DM disbanding individu yang tidak hipertensi. Trisnawati (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian DM yaitu penderita hipertensi 6,85 kali beresiko terkena DM dibanding yang tidak hipertensi. Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma metabolik satu

29 penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427 pasien hipertensi yang diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua, indeks masa tubuh yang lebih tinggi dan hiperlipidemia, cenderung akan mengalami komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal, opname lebih lama di Rumah Sakit (Webber, 2009). Prevalensi hipertensi pada penderita DM secara keseluruhan adalah 70%, Pada laki laki 32%, wanita 45% pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit putih sebanyak 37% dan pada orang asia sebesar 35%, hal ini menggambarkan bahwa hipertensi pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa diabetes (Weir et al. 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) dengan kasus kontrol study, kontribusi hipertensi dengan terjadinya DM komplikasi stroke diperoleh hasil OR=8,574. Penelitian Kaban dkk (2005) disain kasus kontrol dengan sebanyak 45 responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan hipertensi dengan kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p=0,073 (P > 0,05). 5.5 Pengaruh Pola Makan dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,004 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh pola makan terhadap kejadian DM Tipe II. Hasil analisis diperoleh nilai (OR = 4,7 dengan 95%CI 1,843-12,032) artinya responden yang pola makannya tidak seimbang 4,7 kali berisiko terkena DM tipe II dibandingkan dengan responden yang pola makannya seimbang.

30 Dari hasil wawancara denga responden didapat bahwa responden dengan DM tipe II memiliki kebiasaan makan lebih dari 3 kali sehari, begitu juga dengan lauk protein hewani dan nabati dan responden jarang memakan sayur sayuran dan buah buahan. Kurangnya konsumsi serat seperti sayur dan buah dapat menyebabkan proses absorbsi glukosa sangat cepat sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah. Sedangkan kan sayur dan buah adalah makanan yang dapat memperlambat absorbsi glukosa sehingga dapat menurunkan kadar gula darah (Almatsier,2010) Aceh sangat terkenal dengan kulinernya yang sangat kental khas Timur Tengah dan India terutama makanan yang berlemak terbuat dari santan kelapa dan kue kue yang sangat manis terbuat dari gula. Kebiasaan masyarakat aceh menghidangkan makanan tersebut pada hari hari besar seperti hari raya atau pada saat perayaan pesta. Begitu pula dengan minuman, kebiasaan masyarakat aceh adalah minum manis baik itu teh maupun kopi.dari hasil wawancara dengan responden pria didapatkan juga bahwa mereka memiliki kebiasaan duduk di warung kopi bisa sampai 2-3 jam dan 1-2 kali dalam sehari, biasa mereka menikmati kopi bisa sampai 3-4 gelas perharinya. Begitu pula dengan kebiasaan makan makanan khas aceh seperti kari kambing yang biasanya hanya pada hari jumat saja, tapi pada saat ini penjual kari kambing sudah ada pada setiap harinya dan semakin banyak warung yang menyediakan menu kari kambing. Diabetes UK(2010) menganjurkan pola makan yang teratur sebanyak 3 kali sehari bahkan lebih dengan asupan kalori yang seimbang dan dengan jadwal yang teratur. Keteraturan makan sangat penting dalam mengkondisikan sekresi insulin

31 teratur dan konsisten. Bila hal ini dapat berlangsung dengan baik maka ketahanan pankreas untuk menyekresi insulin dapat optimal (Hotma, 2014). 5.5 Pengaruh Merokok dengan Kejadian Penyakit DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,527 (OR = 0,7 dengan 95%CI 0,138-2,811) maka dapat disimpulkan bahwa merokok tidak memengaruhi kejadian DM Tipe II. Tidak ada pengaruh secara signifikan kebiasaan merokok terhadap kejadian DM. Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat perokok. Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin) merangsang kelenjar adrenal dan da pat meningkatkan kadar glukosa. Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan (Irawan,2010). Berdasarkan hasil di lapangan bahwa responden laki-laki memiliki kebiasaan merokok dengan mengkonsumsi bantang per hari, sedangkan penderita DM perempuan tidak satupun yang merokok dikarenakan fakt or agama. Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang samapai 15% dan setelah jam baru bisa pulih seperti semula (Tandra, 2014). Kebiasaan merokok menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan

32 resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM (Wicaksono, 2011).

33 84 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Variabel yang mempengaruhi kejadian penyakit DM tipe II adalah pola makan dan aktifitas fisik. 2. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II adalah pola makan dengan OR = 4,7 yang berarti bahwa responden yang pola makannya tidak seimbang lebih mudah 4,7 kali terkena DM tipe II dari pada responden yang pola makannya seimbang. 6.2 Saran 1. Bagi pihak Rumah Sakit agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan pendamping pasien mengenai pola makan dan gizi seimbang dan aktifitas fisik yang baik dilakukan oleh pasien sebagai upaya pencegahan penyakit DM tipe II dan upaya terjadinya komplikasi. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan misalnya dengan menayangkan video edukasi kesehatan melalui media televisi, menempelkan poster poster, menyediakan majalah dan booklet diruang tunggu pasien. 2. Bagi pihak Dinas Kesehatan agar lebih meningkatkan lagi upaya pencegahan Penyakit DM di tingkat kecamatan baik dengan panyuluhan atau penyebaran brosur dan leaflet khususnya tentang pentingnya menjaga pola makan yang 84

34 85 seimbang dapat juga dengan melibatkan petugas Puskesmas dan tokoh masyarakat, baik pemuka agama ataupun kepala desa. 3. Bagi Puskesmas ditiap kecamatan agar melaksanakan program skrining diabetes di masyarakat agar dapat mendeteksi dini penderita DM sehingga cepat mendapatkan pengobatan dan dapat mencegah komplikasi diabetes 4. Disarankan kepada semua masyarakat usia 20 tahun keatas atau yang memiliki riwayat keluarga DM untuk secara dini menerapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan gizi seimbang dan melakukan aktifitas fisik teratur.

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan crossectional yaitu penelitian non-eksperimental dalam rangka

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan crossectional yaitu penelitian non-eksperimental dalam rangka 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan crossectional yaitu penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari

Lebih terperinci

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel 104 METODE Sumber Data, Disain, Cara Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari hasil Riskesdas 2007. Riskesdas 2007 menggunakan disain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka kematian dini dari Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ketahun dan merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi medis secara

Lebih terperinci

Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005

Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005 Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian... Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005 Sempakata Kaban*, Sori Muda Sarumpaet**, Irnawati**, dan Arlinda Sari Wahyuni*** * Staf Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bersifat analitik, karena penelitian ini akan mengaitkan aspek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS ATAU RANCANGAN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research atau penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Disain studi Penelitian ini merupakan penelitian yang memanfaatkan penelitian sebelumnya mengenai Pengaruh Asupan Asam Lemak Trans terhadap Profil Lipid Darah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terus mengalami peningkatan prevalensi dan berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain Hospital Based Case Control Study. Prinsip yang mendasari studi ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rendah, terlalu banyak lemak, tinggi kolesterol, terlalu banyak gula, terlalu

BAB 1 PENDAHULUAN. rendah, terlalu banyak lemak, tinggi kolesterol, terlalu banyak gula, terlalu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dewasa ini, terbukti membawa dampak negatif dalam hal kesehatan. Orang-orang masa kini, cenderung memiliki kesadaran yang rendah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM seluruh dunia sebanyak 171 juta penderita pada Tahun 2000, dan meningkat, menjadi 366 juta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan

Lebih terperinci

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. 102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnyausia harapan hidup penduduk akibatnya jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK Lexy Oktora Wilda STIKes Satria Bhakti Nganjuk lexyow@gmail.com ABSTRAK Background. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena banyak

Lebih terperinci

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

METODE. Desain, Waktu dan Tempat Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antara satu faktor risiko dengan faktor risiko lain yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenaikan jumlah penduduk dunia yang terkena penyakit diabetes atau kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia yang menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena ketidakmampuan tubuh membuat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu untuk mencari arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4. 1 Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21-31 Mei 2008 untuk wawancara dengan kuesioner dan tanggal 26 Mei 3 Juni 2008 untuk pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. group design with pretest posttest. Penelitian ini dilakukan untuk melihat

BAB III METODE PENELITIAN. group design with pretest posttest. Penelitian ini dilakukan untuk melihat BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian dilakukan dalam bentuk eksperimen semu dengan desain control group design with pretest posttest. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan perolehan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat menjadi komplikasi metabolik

BAB 1 PENDAHULUAN. absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat menjadi komplikasi metabolik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia, hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai laporan terkini mengindikasikan bahwa prevalensi obesitas diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang berkembang telah meningkat dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit diabetes secara global diderita oleh sekitar 9% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas pada tahun 2014. Diabetes menjadi penyebab besarnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya penyempitan pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua jenis penyakit diabetes melitus (DM) yang umum terjadi dan diidap banyak orang, yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 disebabkan jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan menghubungkan variabel satu dengan variabel yang lain dalam waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: IKSAN ISMANTO J300003 PROGRAM STUDI GIZI DIII FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transformasi luar biasa dibidang ekonomi dan urbanisasi telah mengubah struktur demografi sosial di Indonesia sehingga menyebabkan pergeseran besar dalam pola makan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan pendekatan design penelitian case control. Rancangan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan penelitian Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional, yang bertujuan untuk mempelajari dinamika korelasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Glukosa dibentuk di hati dari makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. pendekatan, populasi dan sampel, definisi operasional, variabel dan skala

BAB III METODA PENELITIAN. pendekatan, populasi dan sampel, definisi operasional, variabel dan skala BAB III METODA PENELITIAN Metode penelitian ini meliputi rancangan penelitian dan metode pendekatan, populasi dan sampel, definisi operasional, variabel dan skala penelitian, metode pengumpulan data, metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16).

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Diabetes Melitus, penyakit gula, atau kencing manis adalah suatu penyakit, di mana tubuh penderitanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25 57 BAB 5 PEMBAHASAN Subjek penelitian adalah 62 pasien pasca stroke iskemik. Variabel independen adalah asupan lemak, yang terdiri dari asupan lemak total, SFA, MUFA, PUFA dan kolesterol. Variabel dependen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki 5 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi yang dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh dan menyebabkan kebutaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat DM dengan prevalensi 8,6% dari total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang masih menjadi masalah di bidang kesehatan. Hipertensi yang dikenal juga sebagai tekanan darah tinggi, adalah

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori, dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Edukasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau yang dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang mencapai lebih dari 140/90 mmhg. Penyakit

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Tempat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Tempat 51 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Tempat penelitian ini berlokasi di Propinsi Lampung dan dilaksanakan pada

Lebih terperinci

AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015

AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015 AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015 Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyababkan pengeluaran energi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai masyarakat dunia berkomitmen untuk ikut merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. retrospektif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan

BAB III METODE PENELITIAN. retrospektif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik retrospektif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan masalah penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum 74 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dalam penelitian faktorfaktor risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum semarang didapati distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi, dimana dua pertiganya terdapat di negara berkembang. Hipertensi menyebabkan 8 juta penduduk di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita jumpai banyak orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh merokok

Lebih terperinci

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN. Yang bertandatangan dibawah ini: Nama :. Umur :. Alamat :.

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN. Yang bertandatangan dibawah ini: Nama :. Umur :. Alamat :. Lampiran 1 PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN Yang bertandatangan dibawah ini: Nama :. Umur :. Alamat :. Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan derajat berat merokok dengan kejadian infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari 2015. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik dan Ruang Rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinik termasuk heterogen diakibatkan karena hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2006). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kekurangan hormon insulin akibat ketidakmampuan kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kekurangan hormon insulin akibat ketidakmampuan kelenjar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik pada sistem endokrin yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah melebihi kadar normal disebabkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci