JST Kesehatan, Juli 2017, Vol. 7 No. 3 : ISSN

Transkripsi

1 JST Kesehatan, Juli 2017, Vol. 7 No. 3 : ISSN PERBANDINGAN KADAR INTERLEUKIN-1β (IL-1β) SERUM PADA PERSALINAN PRETERM DAN ATERM Comparison Levels of Interleukin-1β (IL-1β) Serum on Preterm Labor and Aterm 1 Nurjannah Supardi, 2 Andi Asadul Islami 1 Bagian Kebidanan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar ( supardi_nurjannah@yahoo.com) 2 Bagian Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar ( andiasadul@yahoo.com) ABSTRAK Sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan dalam jaringan kehamilan dalam menanggapi stres dapat menginduksi aktivasi rahim. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan kadar IL-1β pada persalinan preterm dan aterm. Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik secara potong silang. Sampel ada ibu inpartu preterm sebanyak 18 orang dan ibu inpartu aterm sebanyak 20 orang. Kadar IL-1β diperiksa menggunakan metode ELISA. Data dianalisis menggunakan uji Chi Square dan Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik subjek penelitian pada kelompok persalinan pretem dan kelompok aterm tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna antara kadar IL-1β pada kelompok persalinan preterm dan kelompok aterm ( ± pg/l, ±159.59; p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara kadar IL-1β dengan persalinan preterm (p<0,05) dengan nilai OR=4,8 yang dapat disimpulkan bahwa kadar IL-1β pada ibu yang tinggi memiliki kemungkinan 4,8 kali berisiko terjadi persalinan preterm dibandingkan dengan ibu yang memiliki kadar IL-1β yang rendah dengan Convidence Interval (CI 95% = 1,2-19,2). Kata kunci: Persalinan, Preterm, Aterm, Interleukin-1β Serum ABSTRACT The pro-inflammatory cytokines produced in pregnancy tissue in response to stress can induce uterine activation. This research aimed to investigate the comparison of the levels of IL-1β levels in preterm and aterm deliveries. This research used the observational and analytical studi with the cross sectional method. The samples comprised 18 mothers with preterm delivery and 20 mothers with aterm delivery. The levels of IL-1β were examined using ELISA method, and the data were analyzed using Chi Square and Mann Whitney tests. The research results indicated that the characteristics of the research subjects in the group with preterm delivery and with aterm delivery were not significantly different (>0, 05). However, there was a significant differences between the level of IL-1β in the group with preterm delivery and that in the group with aterm delivery ( ± pg / L, ± ; p <0.05). There was a significant correlation between the level of IL-1β with preterm delivery (p <0.05) with the value of OR = 4.8, which means that the mothers who had high possibility of 4.8 times of risk incident of preterm delivery compared to the mothers who had lower level of IL-1β with the Convidence Interval (95% CI = ). Keywords: Labor, Preterm, Aterm, Interleukin-1β Serum 299

2 Nurjannah Supardi ISSN PENDAHULUAN Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal di seluruh dunia. Persalinan preterm menurut WHO didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu hingga <37 minggu (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Setiap tahun diperkirakan 15 juta bayi lahir preterm dan jumlah ini semakin meningkat. India menyumbang 20% dari total beban global bayi preterm (Pandey & Shally, 2016). Hasil survey yang dilakukan oleh WHO pada tahun 20, didapatkan Negara dengan jumlah kematian bayi akibat komplikasi dari kelahiran preterm tertinggi adalah India ( bayi), kemudian Nigeria ( bayi), Pakistan (72.0 bayi), China ( bayi), Congo ( bayi), Bangladesh ( bayi), Utopia ( bayi) dan Indonesia berada diurutan kedelapan dengan jumlah ( bayi) (WHO, 2012). Di Indonesia tingkat prevalensi kejadian preterm adalah sekitar 47,35%. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan (2012), ditemukan kelahiran bayi yang terdiri dari bayi lahir hidup dan 927 bayi meninggal, sebanyak 2751 (1,89%) BBLR yang terdiri dari kasus prematur (39,9%) dari seluruh kelahiran di provinsi Sulawesi Selatan. Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Khadijah 1 Makassar periode Januari-Desember 2015 kejadian persalinan preterm berkisar antara 8-12%, sedangkan pada periode Januari-Agustus 2016 didapatkan rata-rata kejadian persalinan preterm sebesar 6%. Kemajuan ilmu perinatologi dan neonatologi dalam dekade terakhir telah menaikkan tingkat kelangsungan hidup, terutama untuk bayi yang sangat preterm (lahir antara usia kehamilan 24 dan 27 minggu) tetapii morbiditas terkait kasus ini tetap signifikan di mana seperlima sampai seperempat akan menderita setidaknya satu kecacatan utama termasuk penyakit paru-paru kronis, gangguan perkembangan mental, cerebral palsy, tuli, dan kebutaan. Bahkan bayi preterm akhir (lahir antara 32 dan 36 minggu kehamilan) memiliki risiko lebih besar terhadap sindrom gangguan pernapasan, kesulitan makan, ketidakstabilan suhu, penyakit kuning, dan penghambatan perkembangan otak (Kugelman & Colin, 2013). Persalinan preterm didahului oleh berbagai mekanisme. Terdapat empat proses patologis yang terjadi pada persalinan preterm yaitu: 1) Infeksi dan atau inflamasi sistemik pada desidua-korion-amnionitik; 2) Stress maternal yang mengaktifkan aksis hipotalamus-pituitariadrenal yang melepaskan CRH dan kortikosteroid; 3) perdarahan desidua dan abrupsi plasenta, dan 4) peregangan uterus yang berlebihan akibat polihidramnion atau kehamilan ganda yang menyebabkan peningkatan kadar prostaglandin dan kolagenase (Holst, 2009). Penelitian-penelitian mendapatkan bahwa infeksi merupakan penyebab 25-40% dari seluruh persalinan preterm. Invasi mikroorganisme ke dalam cairan amnion terjadi 12,8% pada persalinan preterm dengan selaput ketuban utuh dan 32% pada selaput ketuban pecah dini preterm, dan 51% terjadi pada pasien dengan insufisiensi servik (Creasy & Resnik, 2009). Seiring kemajuan di bidang ilmu kedokteran modern, banyak penelitian mencurahkan perhatian kepada usaha-usaha untuk dapat menemukan petanda infeksi intrauteri pada wanita hamil yang bisa diperiksa dari cairan amnion, lendir serviks atau vagina dan dari serum ibu. Salah satu petanda infeksi/inflamasi pada kehamilan adalah sitokin. Dalam persalinan, sitokin berperan dalam 3 proses yaitu pematangan serviks, merangsang selaput ketuban menjadi lebih lemah sampai pecah dan meningkatkan kontraksi miometrium. Interleukin merupakan molekul yang memediasi komunikasi antar leukosit (Dubicke et al., 20). Secara khusus, IL-1β ditunjukkan untuk menginduksi ekspresi prostaglandin H synthase 2 (PGHS-2, juga bernama COX-2), enzim mengkatalisis sintesis prostaglandin (misalnya, PGE2, PGF2a) dari asam arakidonat, di jaringan kehamilan manusia prostaglandin ini dikenal untuk menginduksi rahim pematangan dan kontraksi miometrium (Valee et al., 2015). Penelitian yang dilakukan Schimid et al (2012), yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variasi genetik pada IL-1β pada persalinan preterm dan persalinan normal mengambil kesimpulan bahwa adanya suatu hubungan yang signifikan antara IL-1β dengan persalinan preterm (p=0,049) dengan nilai OR = 0,6 (CI = 0,3-1,0). Dengan pertimbangan sangat banyaknya penyulit yang terjadi dan tingginya 300

3 Persalinan, Preterm, Aterm, Interleukin-1β Serum ISSN biaya perawatan intensif pada bayi preterm maka tindakan pencegahan sebelum persalinan terjadi akan lebih bermanfaat dan efisien. Berdasarkan pada uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kadar interleukin-1β pada persalinan preterm dan aterm. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di RSIA Sitti Khadijah 1 dan RSKDIA Pertiwi Makassar. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Maret sampai 1 Juni Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif observasional dengan menggunakan cross sectional design. Dalam penelitian ini akan membandingkan 2 kelompok yaitu kelompok preterm dan aterm. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu inpartu di RSIA Sitti Khadijah 1 dan RSKDIA Pertiwi Makassar. Sampel sebanyak 38 orang dipilih dengan teknik purposive sampling yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu ibu inpartu dengan preterm dan aterm yang tidak mengalami infeksi dan stress maternal. Sampel terbagi dalam 2 kelompok, 18 orang pada kelompok persalinan preterm dan 20 orang pada persalinan aterm. Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan cross sectional studi design. Peneliti ingin mengetahui kadar interleukin-1β pada ibu inpartu dengan persalinan preterm dan aterm. Dalam penelitian ini menggunakan instrument yaitu berupa lembar observasi untuk mengetahui identitas responden dan alat pemeriksaan menggunakan microplate reader dengan metode pemeriksaan ELISA (satuan pg/l) untuk mengukur kadar interleukin- 1β. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan selama 12 minggu. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar interleukin-1β dilakukan oleh laboran di lokasi penelitian. Analisa Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada univariat dan bivariat. Data dalam penelitian ini selnajutnya di olah menggunakan uji Chi Square dan Mann Whitney untuk melihat perbandingan kadar interleukin-1β pada persalinan preterm dan aterm serta hubungan antara kadar interleukin-1β dengan kejadian persalinan preterm. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tabel 1 memperlihatkan karakteristik ibu inpartu yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Sebagian besar ibu inpartu berumur antara tahun yang merupakan kelompok umur reproduksi, dari aspek paritas, jumlah ibu inpartu yang bersalin preterm multipara (55, 6%) sedikit lebih banyak dibandingkan dengan ibu primipara (44,4%). Dari segi jarak kehamilan, kehamilan yang terjadi dengan jarak <2 tahun dari kehamilan sebelumnya sebesar 38, 9% pada kelompok preterm dan 30% pada kelompok aterm. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Umur Paritas Karakteristik 20 tahun tahun 35 tahun Primipara Multipara Jarak Kehamilan Hamil pertama < 2 tahun > 2 tahun Sumber: Data Primer, 2017 Persalinan Preterm Kelompok Penelitian Persalinan Aterm N % n % ,6 16,7 44,4 55,6 44,4 38,9 16,7 Tabel 2 memperlihatkan rerata umur, paritas dan jarak kehamilan yang pada uji chi square nilai p <0, 05 sehingga ketiga variabel tersebut dapat dikatakan homogen atau tidak terdapat hubungan antara umur, paritas dan jarak kehamilan terhadap kejadian persalinan preterm. Tabel 2. Distribusi Rerata umur, paritas dan jarak kehamilan

4 Nurjannah Supardi ISSN pada kelompok persalinan preterm dan persalinan Aterm Tabel 4. Distribusi Hubungan kadar serum yang tinggi dengan kejadian persalinan preterm Variabel Persalinan Preterm (mean±sd) Persalinan Aterm (mean±sd) Umur 25.78± ± p Preterm Ya Tidak N % n % P OR Convidence Interval (CI) 95% Paritas 1.56±0, ± Jarak Kehamilan 0.73± ± Sumber: Data Primer 2017 Analisis Bivariat Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan kadar IL-1β pada persalinan preterm dan aterm. Uji kadar IL-1β pada kelompok persalinan preterm dan aterm dengan menggunakan uji Mann Whitney. Hasil uji didapatkan rerata kadar IL-1β serum ibu dengan persalinan preterm adalah ± pg/l dan rerata kadar IL-1β persalinan aterm adalah ± pg/l. Kadar IL-1β didapatkan lebih tinggi pada persalinan preterm. Selanjutnya pada uji kemaknaan didapatkan hasil p < 0,05 (0,016) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar interleukin-1β pada persalinan preterm dan aterm. Tabel 3. Distribusi Perbandingan rerata Kadar Serum Interleukin-1β pada Persalinan Preterm dan Persalinan Aterm Kadar Interleukin-1β (pg/l) n Mean±SD Median p Persalinan Preterm ± Persalinan Aterm ± Total 38 Sumber: Data Primer, Tabel 4 menunjukkan hubungan antara kadar IL-1β yang tinggi dengan kejadian persalinan preterm. Sebelumnya dilakukan penentuan cut off point pada kadar IL-1β dengan menggunakan ROC Curve dan hasilnya diketahui area berada pada area 0,729 dengan sensivitas 72% dan spesifitas 65% dengan cut off point pg/l. Sehingga dapat dikatakan kadar IL- 1β tinggi jika pg/L dan dikatakan tidak tinggi jika < pg/l. Kadar IL-1β yang tinggi Ya Tidak ,2 27, Total Sumber: Data Primer, ,02 4, Berdasarkan cut off point yang dibagi dalam kelompok IL-1β tinggi dan tidak tinggi, maka dilihat kemungkinan risiko peningkatan kadar IL-1β dengan melihat OR pada ibu inpartu preterm dengan kadar IL-1β yang tinggi. Tabel 4 menunjukkan ibu inpartu kemungkinan 4,8 kali mengalami risiko bersalin preterm jika memiliki kadar IL-1β yang tinggi dibandingkan ibu inpartu yang memiliki kadar IL-1β yang tidak tinggi. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini terlihat bahwa terdapat perbedaan bermaknan antara kadar IL-1β pada persalinan preterm dan persalinan aterm. Kadar IL-1β ditemukan tinggi pada persalinan preterm. Pada dasarnya, persalinan preterm dan aterm merupakan suatu proses yang sama kendati terjadi pada umur kehamilan yang berbeda. Jalur umum persalinan meliputi proses perubahan anatomi, biokimia, imunologi, endokrinologi dan klinis yang terjadi pada ibu dan janin. Secara umum komponen uterus yang terlibat meliputi: kontraktilitas miometrium, perlunakan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. Selain itu, perubahan sistemik seperti peningkatan konsentrasi corticotrophin-releasing hormone (CRH) dalam plasma dan kebutuhan metabolisme kalori merupakan bagian dari jalur umum persalinan (Romero & Lockwood, 2009). Dalam kasus persalinan prematur (< 37 minggu kehamilan), sistem sinyal normal diaktifkan proses prematur. Salah satu penyebab yang mungkin terjadi adalah produksi sinyal tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu penting bagi timbulnya persalinan prematur dalam pengaturan infeksi bakteri intrauterin. Telah dikemukakan bahwa agen imunoregulatori seperti Interleukin- L1β (IL-1β) dan Tumor Necrotic Factor-α (TNF- 302

5 Persalinan, Preterm, Aterm, Interleukin-1β Serum ISSN α) merangsang sintesis PGE2, yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada serviks. Interleukin-1 (IL -1) merupakan sitokin atau regulator polipeptida, yang dihasilkan oleh monosit, makrofag, limfosit, sel-sel endotel, hepatosit, sel epitel, keratinosit, dan fibroblast, dan sel bernukleus lainnya. Interleukin derivate dari fagosit meononuklear yang meningkatkan respons dari timosit terhadap aktivator poliklonal khususnya sebagai kostimulasi dari aktivitas sel T. Dalam perkembangan selanjutnya dinamakan sebagai leucocyte activating factor (LAF), mononuclear cell factor (MCF), B cell activating factor (BAF), leucocyte endogenus mediator (LEM) (Abbas et al., 20). Berbagai mekanisme normal yang terlibat pada persalinan dapat memperkirakan jalur untuk stimulus yang memulai persalinan preterm.. Misalnya, infeksi intrauterin dapat menyebabkan peningkatan kadar sitokin interleukin-1β, interleukin-6, dan faktor nekrosis tumor α ( tumor necrosis factor α, TNF α) dalam cairan amnion. Produk-produk jalur siklo-oksigenase dan prostaglandin juga meningkat pada pasien dengan infeksi intrauterin. Sitokin dan prostaglandin bekerja sinergis untuk menstimulasi miometrium. Peningkatan kadarnya secara prematur pada infeksi intrauterine dapat mengaktivasi uterus secara prematur (Heffner & Schust, 20). Pada persalinan preterm terjadi penurunan progesteron dengan mekanisme yang belum jelas. Progesteron yang menurun menyebabkan aktivasi Macrophage-like decidua cell dan sumsum tulang mengeluarkan makrofag. Makrofag IL-1α, asam arakhidonat, PGE2 dan PGF2α serta platelet activating factor (PAF). Sel desidua yang telah aktif akan memproduksi makrofag dan macrophage-like decidua cells yang melepaskan PAF, IL-1α, macrofag colony stimulating factor (mcsf) dan TNF. Interleukin-1α dan TNF mempengaruhi desidua untuk memproduksi prostaglandin, terutama PGE2 dan PGF2α. Prostaglandin F2α bekerja pada miometrium dalam pembentukan cell-to-cell gap junction dan reseptor oksitosin sehingga depolarisasi akan menjalar pada miometrium yang mengakibatkan peningkatan ion kalsium intra selular. Kalsium berikatan dengan kalmodulin mengaktifkan myosin like chain kinase pada aktin dan miosin menyebabkan pemendekan serabut miometrium dan kontraksi. Prostaglandin E2 dan mcsf mempengaruhi sel darah putih dan fibroblas di serviks menyebabkan sintesis dan pelepasan kolagenase. Kolagenase akan memecah jaringan kolagen serviks sehingga jumlah kolagen menurun, dan terjadi proses pelunakan atau pematangan serviks (Dubicke et al., 20). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati dkk ( 2016), yang melihat ekspresi MMP 9 dan TNF-α pada persalinan preterm dan mengemukakan hasil bahwa kadar TNF-α ditemukan lebih tinggi pada kasus preterm. Sitokin berperan dalam menstimulasi aktivitas rahim dan pematangan serviks. Tumor necrosis factor, cachexin atau Cachectin, sebelumnya dikenal sebagai tumor necrosis faktor-α, adalah sitokin inflamasi pleiotropik yang terutama diproduksi di monosit dan atau makrofag. Berbagai faktor mungkin terlibat dalam Pelepasan TNF-α dan aktivasi MMP-9, Seperti tekanan psikologis, yang menyebabkan pelepasan hormon kortikotropin (CRH), infeksi, dan pembengkakan, hal ini secara langsung merangsang pelepasan mediator inflamasi, Seperti TNF-α dan IL-1β. Masingmasing sitokin inflamasi (IL-1, IL-6, dan TNF-α) telah ditemukan konsentrasinya lebih tinggi pada cairan ketuban wanita dengan ketuban pecah dini preterm (Haider, 2009). KESIMPULAN DAN SARAN Kadar Interleukin-1β pada persalinan preterm lebih tinggi dibandingkan persalinan aterm. Perbedaan ini secara statistik bermakna dilihat dari hasil p = 0, 01 (< 0, 05). Ibu inpartu yang mengalami peningkatan kadar serum interleukin-1β yang tinggi (cut off point 0,729) 7, 8 kali berisiko mengalami persalinan preterm dibandingkan ibu inpartu yang memiliki kadar interleukin-1β yang rendah. Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian dengan memeriksa kadar interleukin-1β pada kehamilan trimester 2 dan 3 sebelum ibu mengalami inpartu sehingga dapat dijadikan prediktor pada persalinan preterm. DAFTAR PUSTAKA Abbas A K., Lichman A.H., & Pillai S. (20). Immunity in Microbes in Cellular and Molecular Immunology. 6ed:

6 Nurjannah Supardi ISSN Creasy R. K. & Resnik R. (2009). Maternal Fetal Medicine, Principle and Practice Sixth Edition. pp Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan (2012). Dubicke et al. (20). Proinflammatory and Antiinflammatory Cytokines in Human Preterm and Term Cervical Ripening. Journal of Reproductive Immunology; 84: Haider. (2009). Human tumour necrosis factor: physiological and pathological roles in placenta and endometrium. Placenta; 30: Heffner & Schust J. (20). At a Glance: Sistem Reproduksi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Holst R.M. (2009). Cervical and Intra-amniotic Markers of Preterm Birth and Infection. Perinatal Center Department of Obstetrics and Gynecology Institute for Clinical Sciences The Sahlgrenska Academy at University of Gothenbur Sweden. Kugelman & Colin A. A. (2013). Late preterm infants: near term but still in a critical developmental time period. Pediatrics, vol. 132, no. 4, pp Pandey & Shally. (2016). Prognostic Role of Interleukin 1 Α and Β Gene Polymorphisms In Preterm Birth. 08, diakses 24 Oktober Romero & Lockwood. (2009). Pathogenesis of Spontaneous Preterm Labor. In Creasy & Resnik s. Maternal-Fetal Medicine, 6 ed; Schimid et al. (2012). Interleukin-1beta Gene Polymorphisms and Preterm Birth. European Journal of Obstetric & Gynecology and Reproductive Biology. 165 (33-36). Sulistyowati dkk. (2016). High Mmp-9 Dan Tnf-Α Expression Increase in Preterm Premature Rupture of Membrane. Universa Medicina: January-April 2016; vol 35, No.1 Valee et al. (2015). A Critical Eole of Interleukin- 1 in Preterm Labor. Cytokine & Growth Factor Reviews 28 (2016) Canada. WHO. (2012). s363/en/ 304