PENERAPAN UANG WAJIB TAHUNAN OTORITA (UWTO) DI KOTA BATAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN UANG WAJIB TAHUNAN OTORITA (UWTO) DI KOTA BATAM"

Transkripsi

1 PENERAPAN UANG WAJIB TAHUNAN OTORITA (UWTO) DI KOTA BATAM Seftia Azrianti Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam 1. Sejarah Pembangunan Kota Batam erkembangan Kota Batam sejak awal pembangunannya pada tahun 1968 hingga saat ini, secara garis besar dapat dibagi menjadi beberapa periode. Pada masing-masing periode tersebut telah ditetapkan arah kebijakan pembangunannya. Ringkasan dari tiap periode sebagaimana rincian di bawah ini. Tahun 1968 PN. Pertamina menjadikan Pulau Batam sebagai pangkalan logistik dan operasional yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai. Pemilihan lokasi tersebut sangat beralasan, mengingat lokasi ini sangat berdekatan dengan Singapura (kurang lebih 20 Km). Pembangunan Kota Batam secara nyata dimulai sejak tahun1970-an sebagai tahap persiapan yang dipimpin oleh DR. Ibnu Sutowo sesuai dengan Keppres 65/1970 yang diterbitkan pada tanggal 19 oktober Akibat terjadinya krisis di Pertamina maka pada tahun 1976 berdasarkan Keppres 60/M/76 kepemimpinan Pulau Batam dialihkan kepada Menteri Penertiban Aparatur Pembangunan yang pada waktu itu dijabat oleh JB. Sumarlin. Pada jaman kepemimpinan JB Sumarlin ini dikenal dengan periode Konsolidasi. Pembangunan di Batam pada saat itu sama sekali tidak mengalami perkembangan, karena minyak bumi yang pada Tahun 1970 merupakan primadona pasar dunia dan andalan Indonesia, pada Tahun 1976 tersebut tidak lagi bisa diandalkan. 2 Pada Tahun 1978, tiga bulan sebelum menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, Presiden Soeharto menugaskan BJ Habibie memimpin perencanaan dan pengelolaan Batam. Periode KepemimpinanHabibie ini berlangsung sejak 1978 sampai dengan Periode ini dikenal dengan Periode Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal. Terhitung sejak Juli 1998 sampai dengan April 2005, kepemimpinan Batam dipegang oleh Ismeth Abdullah. Periode ini merupakan pengembangan pembangunan prasarana dan penanaman modal lanjutan dengan perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi. 1 Diakses pada tanggal 10 Januari Ibid., 1

2 Terhitung sejak April 2005 Pulau Batam berada di bawah kepemimpinan Mustofa Widjaya dengan mengarahkan pengembangan batam, dengan penekanan pada peningkatan sarana & prasarana, penanaman modal serta kualitas lingkungan hidup. 2. Politik Pertanahan di Kota Batam Hak Pengelolaan merupakan satu jenis hak atas tanah yang di kenal di Indonesia selain hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan hak sewa. Dengan Hak Pengelolaan, pemegang hak memiliki kewenangan untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, dan Menerima uang pemasukan / ganti rugi dan uang wajib tahunan. Kewenangan demikian dimiliki Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (selanjutnya disebut Otorita Batam) sejak dibentuk sebagai institusi yang berkuasa dan bertanggungjawab atas pertumbuhan dan pengembangan Pulau Batam sebagai daerah industri (Kep. Mendagri 43/1977). Dan kepada Otorita Batam diberikan Hak Pengelolaan atas seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam, termasuk areal tanah di gugusan Pulau- Pulau Batam termasuk Janda Berhias, Tanjung Sau, dan Nginang dan Pulau Kasom (Keppres 41/1973 jo Kep. Mendagri 43/1977). Kota Batam merupakan daerah yang semenjak awal pembentukkan diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah barat Indonesia. Dalam pengembangan wilayah Kota Batam, untuk mendukung dan memperlancar proses pengembangan wilayah industry, perdagangan, pariwisata dan alih kapal maka dalam bidang pertanahan di Kota Batam sejak awal berada dalam bentuk Hak Pegelolaan. Terjadinya perubahan status wilayah Kota Batam yang sebelumnya merupakan kotamadya administratif kemudian menjadi kota otonom menyebabkan timbulnya perubahan kewenangan yang selama ini berpusat pada Otorita Batam. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebabkan adanya peralihan kewenangan sehingga memperbesar peran dan kedudukan Pemerintah Kota Batam dalam hal pembangunan di Kota Batam. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Peraturan Daerah yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam. Sebagaimana telah diketahui, Kota Batam meskipun merupakan sebuah wilayah administrative dari sebuah kota otonom namun dalam hal pertanahan Kota Batam berbeda dengan daerah lainnya. Hal yang menjadikan Kota Batam berbeda dengan daerah lainnya adalah dengan adanya Hak Pengelolaan. Sebagai daerah otonom maka kewenangan Pemerintah Kota Batam mencakup bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, 2

3 industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Pemerintah Kota Batam tidak memiliki kewenangan dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama. Berkaitan dengan status tanah di Kota Batam, status hukum tanah di Kota Batam dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu pertama, tanah yang berada di atas Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan yang meliputi seluruh Pulau Batam; kedua, tanah yang berada di atas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam (sebagian tertentu kawasan reklamasi di Batam Centre); dan ketiga, tanah yang bukan berada di atas Hak Pengelolaan yang berada di atas tanah Negara selain dari Pulau Batam Khusus terhadap katagori kedua yakni tanah yang berada di atas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 berubah menjadi Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan. Dengan adanya penetapan pemeritah tentang status Pulau Batam menjadi Daerah Industri Pulau Batam melalui Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 maka secara sepihak tanah-tanah yang ada di Pulau Batam sepenuhnya berada di bawah penguasaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) selaku pemegang Hak Pengelolaan. Dengan adanya Hak Pengelolaan, untuk memperoleh tanah memerlukan adanya persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan untuk menyerahkan bagian-bagian tertentu Hak Pengelolaan tersebut kepada pihak ketiga. Adanya persetujuan pihak pemegang Hak Pengelolaan merupakan konsekuensi dari pemberian wewenang kepada pemegang Hak Pengelolaan sebagaimana secara eksplisit dinyatakan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun Dengan adanya persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan maka barulah tanah tersebut dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kota Batam untuk mendapatkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Dengan demikian, untuk mendapatkan hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan tidak memerlukan adanya izin lokasi dari Pemerintah Daerah. Hal ini sejalan dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, dimana dalam Pasal 2 ayat (2) ditentukan bahwa izin lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal tanah yang akan diperoleh berasal dari Badan Pengusahaan Kawasan. Namun demikian, pemegang Hak Pengelolaan hanya dapat menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga setelah mendapatkan sertifikat Hak Pengelolaan dari Kantor Pertanahan. Tanpa adanya sertifikat Hak Pengelolaan maka secara hukum sesungguhnya Hak Pengelolaan tersebut belum ada dan tentunya belum dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Dalam hal penyelenggaraan pembangunan di daerah Kota Batam selain dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam juga dilakukan oleh Badan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Dualisme kelembagaan pengelolaan kota ini juga mempengaruhi kegiatan administrasi pertanahan yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kota Batam yang berada 3

4 di luar dan di dalam wilayah kerja OPDIPB, keadaan yang demikian ini tentu saja membuat pelaksanaan administrasi pertanahan menjadi bersifat khusus, dalam arti ada beberapa ketentuan yang ada tidak dapat sepenuhnya diberlakukan. Hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) ditentukan dalam Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara Kotamadya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 menetukan bahwa: Walikotamadya Batam, sebagai Kepala Wilayah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam arti memimpin pemerintah membina kehidupan masyarakat Kotamadya Batam di semua bidang dan mengkoordinasi bantuan dan dukungan pembangunan daerah industri Pulau Batam. Kemudian dalam Pasal 3 huruf F ditentukan bahwa: Walikotamadya Batam bersama Otorita Pengembang Daerah Industri Pulau batam secara periodik mengadakan rapat koordinasi dengan instansi-instansi pemerintah lainnya, guna mewujudkan sejauh mana mengenai pelaksanaan pembangunan, sarana, prasarana dan fasilitas lainnya yang diperlukan dalam rangka pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Jadi Walikota Batam berkedudukan sebagai kepala pemerintahan Kota Batam dalam semua bidang dan mengkoordinasi bantuan dan dukungan pembangunan daerah industri Pulau Batam. Walikota Batam bersama dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) berkoordinasi dengan instansi pemerintah lainnya untuk melaksanakan pembangunan sarana, prasarana dan fasilitas lain yang diperlukan dalam rangka pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Hubungan antara Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDPIB), Pemerintah Kota Batam dan Kantor Pertanahan Kota Batam dapat diuraikan: a. Antara Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB), Kantor Pertanahan Kota Batam saling koordinasi dan kerjasama dalam bidang pertanahan yang berupa penataan ruang dan penggunaan lahan di Kota Batam b. Kantor Pertanahan Kota Batam bertindak sebagai penengah antara Ototorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) dan Pemerintah Kota Batam dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang pertanahan di Kota Batam c. Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB), Pemerintah Kota Batam dan Kantor Pertanahan Kota Batam saling memberikan masukan dalam bidang pertanahan khususnya penataan ruang dan penggunaan lahan di Kota Batam yang berkaitan dengan pertanahan 4

5 A. Pembahasan 1. Hak Pengelolaan Pengertian tanah haruslah dibedakan antara pengertian sehari-hari dan pengertian hukum (yuridis). Tidaklah salah jika tanah itu diartikan sebagai tempat tumbuhnya pohonpohon, tempat berdirinya bangunan-bangunan, tempat manusia beraktivitas dan lain sebagainya. Pengertian semacam itu adalah pengertian sehari-hari yang sudah dipahami oleh masyarakat. Namun menurut hukum sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undnag Nomor 5 Tahun 1960 yang biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). 3 Secara tersurat, istilah hak pengelolaan tidak terdapat di dalam UUPA, istilah pengelolaan disebutkan dalam Penjelasan Umum angka II Nomor 2 UUPA yaitu : Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, Misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atau memberikannya dengan pengelolaankepada sesuatu abdan penguasa (Departemen, jawatan, atau Daerah Swatantra)untuk digunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing. Perangin menyatakan bahwa UUPA tidak mengatur bahkan menyebutkan adanya Hak Pengelolaan. Hanya dalam Penjelasan Umum UUPA ada perkataan pengelolaan (bukan Hak Pengelolaan), yaitu dalam Angka II/2. Dari aspek istilah A.P Parlindungan menyatakan bahwa istilah Hak Pengelolaan diambil dari bahasa Belanda yaitu Beheersrecht, yang diterjemahkan menjadi bahasa belanda. 4 Cikal bakal Hak Pengelolaan telah ada semenjak sebelum berlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang dikenal dengan Hak Penguasaan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah. Hak Penguasan ini kemudian oleh Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan kebijaksaan selanjutnya dikonversi menjadi Hak Pengelolaan. 5 Istilah Hak Pengelolaan pertama kali muncul secara tersirat pada saat diterbitkannya Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun Didalam Permen tersebut ditetapkan konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara, yaitu: 6 3 Tampil Anshari SIregar, PENDAFTARAN TANAH, Keepastian Hak, Medan: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah SUmater Utara, 2007, hlm 7 4 Urip Santoso, Pendaftaran dan Pengalihan Hak AAtas Tanah, Surabaya: Kencana, 2010, hlm A.P Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut SIstem Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 1989, hlm 6 6 Urip Santoso, Op.Cit, halaman 114 5

6 Pasal 1: Jika Hak Penguasaan atas Tanah Negara yang diberikan kepada departemendepartemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah swatantra digunakan untuk kepentingan isntansi-instansi itu sendiri maka dikonversi menjadi Hak Pakai. Pasal 2: Jika tanah negara yang diberikan departemen-departemen, direktoratdirektorat, dan daerah-daerah swatantra, selain digunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan atas tanah negara tersebut dikonversi menjadi Hak Pengelolaan. Dari penegrtian diatas dapat disimpulkan bahwa Hak Pengelolaan menujukkan bahwa Hak Pengelolaan merupakan Hak Menguasai dari negara atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (2) UUPA, bukan merupakan ha katas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 Ayat (1) jo. PAsal 16 Ayat (1) UUPA. Tujuan utama pemberian Hak Pengelolaan kepada pemegang hak sebetulnya bukan menggunakan tanah yang bersangkutan bagi keperluan usaha atau pelaksanaan tugasnya, melainkan Tanah Hak pengelolaan yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukan. Dalam penyerahan dan pemberian bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan untuk melakukan suatu kegiatan merupakan sebagian dari kewenangan negara atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UUPA. 7 Pasal 7 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 menyatakan bahwa Badan-badan hukum yang dapat diberika Hak Pengelolaan adalah: a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintahan Daerah; b. Badan Usaha Milik Negara c. Badan Usaha Milik Daerah d. PT Persero; e. Badan otorita; f. Badan-badan hukum alinnya yang ditunjuk oleh pemerintah. Dalam realita ada badan-badan hukum publik misalnya PEMDA, Perum Perumnas, PT. Pelabuhan Indonesia (Persero), PT. KAI (Persero), Badan Otorita Batam yang mempunyai hak pungusahaan atas tanah yang dikenal dengan Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan ini ada yang digunakan sendiri oleh badan-badan hukum tersebut dan ada pula yang digunakan oleh pihak lain atas persetujuan dari badan-badan hukum tersebut. 8 Hak Pengelolaan tidak dapat dibagikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia maupun Warga Negara Asing. Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan kepada 7 Ibid., halaman Ibid., halaman 112 6

7 hukum tertentu. Badan-badan hukum yang tidak dapat mempunyai Hak Pengelolaan adalah badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan keagamaan, badan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional. Permen Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 menetapkan bahwa tidak setiap badan hukum pemerintah dapat diberikan Hak Pengelolaan, hanya badan hukum yang mempunyai tugas dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah yang dapat diberikan Hak Pengelolaan. 9 Namun untuk pihak ketiga didalam ketentuan Hak Pengelolaan perseorangan dapat menerima hak-hak lain diatas Hak pengelolaan tersebut seperti misalnya Hak Pakai, Hak Guna Bangunan dan Hak Milik. 2. Tinjauan tentang Uang Wajib Tahunan Uang Wajib Tahunan Otorita atau lebih dikenal dengan singkatan UWTO adalah uang sewa tanah yang harus dibayarkan oleh pemohon alokasi tanah kepada Otorita Batam yang sekarang bernama Badan Pengusahaan (BP) Batam. Uang Wajib Tahunan Otorita atau yang lebih dikenal dengan UWTO adalah uang sewa tanah yang harus dibayar oleh pemohon alokasi tanah kepada otorita batam atau sekarang diganti dengan BP Batam. UWTO selanjutnya akan digunakan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas publik sehingga memaksimalkan pelaksanaan pengembangan serta menjamin kegiatan usaha di bidang perekonomian yang meliputi perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya. Lahirnya Undang Undang Nomor 44 tahun 2007 yang menetapkan Batam Bintan dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas akan meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 menyiratkan Otorita Batam beralih menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Kemudian dalam Hak Pengelolaan Tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 disebutkan Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam beralih kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Berdasarkan jenis peraturan maka Badan Pengusahaan Batam (BP) Batam mendapatkan hak pengelolaan lahan yang tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973 tentang daerah industri pulau Batam juncto Keputusan Presiden nomor 94 tahun 1998 serta Undang undang FTZ nomor 44 tahun 2007 serta PP nomor 46, 47, dan 48 tahun Ibid., halaman 125 7

8 UWTO terjadi di batam karena memang pada awalnya tanah di Kota Batam adalah merupakan Tanah yang dilahirkan dan diberikan dengan Hak Pengeloaan yang diberikan kepada BP Batam, sesuai dengan yang tertera didalam Pasal 6 Kepres Nomor 41 Tahun 1973 yang menyatakan bahwa: a. Peruntukan dan penggunaan tanah di Daerah Industri Pulau Batam untuk keperluan bangunan-bangunan, usaha-usaha dan fasilitas-fasilitas lainnya, yang bersangkutan dengan pelaksanaan pembangunan Pulau Batam, didasarkan atas suatu rencana tataguna tanah dalam rangka pengembangan Pulau Batam menjadi Daerah Industri; b. Hal-hal yang bersangkutan dengan pengurusan tanah di dalam wilayah Daerah industri Pulau Batam dalam rangka ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang agraria, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan, dengan hak pengelolaan, kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam; 2) Hak pengelolaan tersebut pada sub a ayat ini memberi wewenang kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk; a) Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; b) Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; c) Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak-pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 Undang-undang Pokok Agraria; d) Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan uang wajib tahunan. Dan apabila dikaji dari segi Hak Pengelolaan yang berasal dari Perauturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 Pasal 5 adalah: a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak-pakai yang berjangka waktu enam tahun d. Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan uang wajib tahunan. Wewenang diatas juga tertera didalam Pasal 3 PEMENDAGRI No. 5 Tahu 1974, Pasal 1 dan Pasal 2 PEMENDAGRI No. 1 Tahun 1977 dan Pasal 1 PP No. 36 Tahun Namun pada kesimpulannya wewenang yang diberikan Kepada pemegang HPL terhadap tanahnya dapat dijelaskan sebagai berikut 10 : a. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah 10 Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Jakarta: SInar Grafika, 2010, halaman 130 8

9 Peruntukkan dan penggunaan tanah yang direncakan oleh Pemegang HPL berpedoman kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan Oleh Pemko berdasarkan Perda Kabupaten /setempat. b. Menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya Pemegang Hak Pengelolaan berwenang menggunakan untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, misalnya perumahan, pabrik, perkantoran dan perkotoan. c. Menyerahkan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan/atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Sesuai kewenangan tersebut maka pihak ketiga sebagai perorangan, investor dan atau badan hukum sebagai penerima hak atas tanah di atas hak pengelolaan untuk taat dan patuh dalam menunaikan kewajiban pembayaran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Hak-hak atas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga yang berasal dari HPL menurut pemendagri No. 1 Tahun 1977 Jo. Peremen Agraria/Kepala BPN No.9 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Uang Muka Pemasukan dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara adalah Hak MIlik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Pihak ketiga yang ingin memperoleh Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah antara pihak ketiga dengan pemegang HPL. Dengan telah dibuatnya perjanjian penggunaan tanah tersebut, maka telah lahir hubungan hukum antara pemegang Hak Pengelolaan dengan Pihak Ketiga. 11 Kalau pemeganag HPL menyerahkan bagian-bagian tanah HPL dalam bentuk Hak Milik kepada pihak ketiga, maka cara yang ditempuh adalah melalui pelepasan atau penyerahan HPL dengan dibuatnya surat pernyataan perlepasan atau penyerahan HPL oleh pemegang haknya. Dengan pelepasan atau penyerahan dan pelepasan oleh pemegang HPL oleh pemegang haknya, maka terputuslah hubungan hukum antara pemegang HPL dengan HPL nya. Selanjutnya pihak penerima atau pelepasan HPL tersebut mengajukan permohonan pemberian Hak Milik kepada Badan Pertanahan Nasional melalui kepala kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. 12 Di Kota Batam sangat jelas keberadaan Hak Pengelolaan sebagai Tanah yang dikelola oleh BP Batam oleh karena itu setiap kepemilikan khususnya perumahan dan pemukiman maka akan diberikan Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak pengelolaan tersebut. Namun mengapa diantara perumahan pemukiman yanbg ditempati masyarakat terdapat rumah yamg didirikan dengan sertifikat hak milik?. Menurut keterangan-keterangan di atas yang sudah penulis cantumkan dibenarkan pemberian Hak MIlik kepada pihak ketiga dengan melakukan pelepasan dan pemberian hak kepada pihak tersebut dari pihak 11 Urip Santoso, Op.Cit, halaman Ibid., halaman 132 9

10 pemegang HPL dalam hal ini adalah BP Batam, namun apakah tindakan hukum tersebut dibenarkan di Kota Batam? Berikut adalah beberapa penyataan yang dapat menjelaskan boleh atau tidaknya pemberian Hak Milik diatas Tanah HPL di Kota Batam dengan beberapa landasan hukumnya. Seluruh pulau Batam adalah milik negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Dalam hal ini disebut sebagai Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan pemegangnya adalah Otorita Batam atau BP Batam, sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun Status tanah di atas HPL berdasarkan PP No. 40 Tahun 1996 hanyalah Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP). Hak ini diberikan oleh pemegang HPL dalam hal ini BP Batam kepada pemohon (warga, instansi pemerintah selain BP Batam ataupun investor). Pada umumnya, tanah dengan sertifikat HGB diperoleh ketika membeli rumah baru dari developer. Karena pada dasarnya, developer adalah badan hukum yang tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status hak milik walaupun telah membeli tanah dengan status hak milik dari masyarakat. Hak milik atas tanah sebagai hak yang terkuat dan terpenuh serta mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap hak milik atas benda-benda lainnya. 13 Hal ini sebagaimana yang dijelaskan didalam UUPA Pasal 21 Ayat (2) yaitu: a. Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik b. Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya. c. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh Hak Milik karena Pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan tersebut. Jika sesudah jangka waktu itu lampau Hak Milik tidak dilepaskan, maka hak itu hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. d. Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesia juga memperoleh kewarganegaran asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini. Mengenai batasan kepemilikan atas tanah oleh suatu badan hukum diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA, yaitu pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat memiliki tanah. Penetapan pemerintah tersebut yaitu pada PP No. 38 Tahun 1963 LN Soejdono, Abdurrahman, Prosedur Pendafatraan Tanah, Jkaarta: Rineka Cipta, 2008, halaman 2 10

11 61. Adapun badan hukum yang ditetapkan boleh memiliki tanah (hak milik) menurut PP tersebut adalah: a. Bank yang didirikan oleh negara b. Perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan UU No. 79 Tahun 1958 c. Badan-badan keagamaan yang ditujuk oleh Menteri pertanian setelah mendengar dari Menteri Agama d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri pertanian setelah mendengar dari Menteri kesejahteraan sosial Kepala Kantor Pengelolaan Lahan Badan Pengusahaan (BP) Batam, Imam Bachroni, mengatakan keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Pulau Batam merupakan buah dari kesalahpahaman di masa lalu. Karena itu, status hak milik tersebut akan dikembalikan lagi menjadi hak guna bangunan (HGB) ketika terjadi peralihan kepemilikan atau perubahan peruntukan. Pada tahun 1998, Menteri Perumahan Rakyat kala itu, Akbar Tanjung mengeluarkan surat edaran berisi imbauan kepada masyarakat untuk meningkatkan status lahan dengan luas di bawah 600 meter dari HGB menjadi SHM. Setelah keluarnya surat edaran tersebut, banyak masyarakat yang mengurusnya ke BPN. Saat itu BPN seakan lupa bahwa surat edaran tersebut tidak berlaku di Batam karena Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dipegang oleh Otorita Batam alias tanah milik negara. BPN saat itu salah menafsirkan. Lagipula dalam surat edaran tersebut tidak didetailkan bahwa hanya HGB yang boleh di atas HPL, jelasnya. 14 Dapat disimpulkan bahwa UWTO dibenarkan didalam hukum perundang-undangan kita dan peraturan-peraturan khusus yang memang khusus dikeluarkan untuk Kota Batam sendiri, sehingga hal yang perlu dilakukan BP Batam sebagai pemegang HPL seharusnya melakukan sosialisasi dalam bentuk apapun dengan maksud memberikan pendekatan dan pengertian terhadap masyarat mengapa harus ada UWTO di Kota Batam. Besarnya jumlah UWTO tergantung kepada Ketua Otorita Batam namun dengan persetujuan Menteri Keuangan hal ini seperti disebutkan dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1996 yang menjelaskan bahwa: a. Besarnya uang pemasukan untuk memperoleh Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai termasuk perpanjangan atau pembaharuan haknya, ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. b. Khusus untuk wilayah lingkungan kerja daerah Industri Pulau Batam, besarnya uang pemasukan untuk memperoleh Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai termasuk perpanjangan atau pembaharuan haknya ditetapkan oleh Ketua Otorita 14 diakses pada tanggal 10 januari

12 Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. c. Apabila pemegang hak tidak manfaatkan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan penggunaan tanahnya, sehingga Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tidak dapat diperpanjang atau diperbaharui, maka uang pemasukan yang telah dibayar di muka menjadi milik Negara. 3. Prosedur Pembayaran UWTO Dasar Hukum a. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 767/UM- KPTS/XII/1998 tentang Pemberian Fasilitas kepada Ex Penghuni Rumah Bermasalah Untuk Pindah Ke Lokasi Kavling Siap Bangun dan Rumah Sewa Murah. b. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 09/KPTS/KA/L/VI/2005 tentang penetapan tarif biaya administasi balik nama, peralihan hak atas tanah atas penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam di wilayah kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam c. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 30/KPTS/KA/V/2005 tentang pelaksanaan pembayaran UWTO Kavling Siap Bangun di Pulau Batam. d. Peraturan Kepala BP Batam No. 3 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. 15 Persyaratan a. Surat Bukti Penempatan KSB asli dan foto copy 3 lembar. b. Denah/Peta Penempatan KSB asli dan foto copy 3 lembar c. Foto Copy KTP 4 lembar. d. Foto Copy Kartu Keluarga 4 lembar. e. Melampirkan surat hibah/ jual beli yang ditandatangani kedua belah pihak di atas materai 6000, saksi dan diketahui oleh ketua RT, RW dan lurah setempat apabila yang bersangkutan sebagai pihak kedua dan seterusnya. f. Keterangan Telah Membangun di atas kavling dimaksud dari ketua RW/RT setempat (asli) dan fotocopy 3 lembar diakses tanggal 10 januari Ibid., 12

13 Biaya, Tempat, dan Waktu Pelayanan Hari : Senin s/d Jumat Waktu : Pukul s/d Tempat : Gedung BIDA lt 1 Batam Centre Biaya tidak ada. Jangka waktu : 7 (tujuh) hari kerja Prosedur B. Penutup 1. Kesimpulan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang sekarang dapat disebut pula dengan Uang Wajib Tahunan Badan Pengusahaan adalah merupakan kewajiban yang dibebankan kepada masyarakata Kota Batam yang hal tersebut ternyata dibenarkan di dalam peraturan perundang-undangan. UWTO terjadi di batam karena pada awalnya tanah di Kota Batam adalah merupakan Tanah yang dilahirkan dan diberikan dengan Hak Pengeloaan yang diberikan kepada BP Batam, sesuai dengan yang tertera didalam Pasal 6 Kepres Nomor 41 Tahun 1973 dan banyak peraturan lainnya yang membenarkan hal tersebut. UWTO terhadap Tanah Hak Milik adalah merupakan satu kekeliruan yang terjadi akibat adanya Peraturan Menteri Perumahan Pada Tahun 1998 tentang himbauan untuk meningkatkan status tanah dari HGB menjadi Hak Milik, namun sebenarnya hal tersebut tidak berlaku di Kota Batam. 13

14 Seluruh pulau Batam adalah milik negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Dalam hal ini disebut sebagai Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan pemegangnya adalah Otorita Batam atau BP Batam, sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965. Status tanah di atas HPL berdasarkan PP No. 40/1996 hanyalah Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP). Hak ini diberikan oleh pemegang HPL dalam hal ini BP Batam kepada pemohon (warga, instansi pemerintah selain BP Batam ataupun investor). Banyak problematika yang terjadi di Kota Batam, dimulai dari isu dualisme pemerintahan di Kota Batam hingga penerapan UWTO yang dipandang menyalahi aturan di mata masyarakat, karena disamping mereka membayar pajak juga harus membayar UWTO selama 20 sampai 30 tahun kedepan. Namun jika ditelaah ulang terhadap setiap peraturan perundang-udnnagan yang ada sejak awal pertama berdirinya Kota Batam sebenarnya tidak perlu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti sekarang jika para pembuat kebijakan (Policy Making) tidak membuat kebijakan baru yang bertentangan dengan peraturan khusus sebelumnya yang ada di Kota Batam. Hendaknya ada sinkronisasi kebijakan atara satu dengan lainnya. Hal ini dapat terjadi apabila setiap pembuat kebijakan memahami bagaimana sejarah pembangunan di Kota Batam hingga status tanah di Kota Batam yang berstatus Hak Pengelolaan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman terhadap kebijakan yang diberlakukan di Kota Batam khususnya kebijakan yang berkaitan dengan pertanahan seperti yang terjadi sekarang ini. 2. Saran a. Seharusnya BP Batam mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat Kota Batam mengenai apa itu UWTO, mengapa ada UWTO di Kota Batam, dan mengapa ada kekeliruan pemberian Hak Milik untuk sebagian Tanah di Kota Batam dengan melakukan sosialisasi tentang bagaimana sebenarnya status tanah di Kota Batam. b. HPL merupakan Hak yang tidak diatur secara tersurat didalam UUPA sehingga banyak kebijakan-kebijakan seperti pemungutan UWTO ditentukan oleh Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, juga termasuk kebijakan yang dibuat oleh BP Batam itu sendiri sehingga hendaknya BP Batam lebih transparan dan lebih memperhitungkan biaya yang akan diberikan kepada masyarakat sehingga jangan sampai memberatkan masyarakat dalam pembayaran UWTO. c. Dan untuk masyarakat yang ada di batam atau yang hendak merantau ke Pulau Batam hendaknya sebelumnya mencari tau terlebih dahulu bagaimana keadaan di Kota Batam baik dari segi ekonomi, sosial maupun status tanah yang tentunya berkaitan dengan investasi melalui sejarah pembangunan kota batam sehingga masyarakat dapat lebih cerdas dalam menerima kebijakan-kebijakan khusus yang ada di Kota Batam 14

15 d. Hendaknya Kota Batam diberikan otonomi khusus sebagai sehingga apabila terdapat peraturan-peraturan yang berlaku umum khususnya masalah pertanahan dan bidangbidang lainnya agar tidak diberlakukan di Kota Batam akibat kekhususan yang diberikan kepada kota batam. Jika tidak banyak kesalahpahaman dari pihak-pihak tertentu dalam menerapkan setiap peraturan yang dianggap berlaku umum diseluruh wilayah Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Buku A.P Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut SIstem Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 1989 Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Jakarta: SInar Grafika, 2010 Soejdono, Abdurrahman, Prosedur Pendafatraan Tanah, Jkaarta: Rineka Cipta, Tampil Anshari SIregar, PENDAFTARAN TANAH, Keepastian Hak, Medan: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah SUmater Utara, Urip Santoso, Pendaftaran dan Pengalihan Hak AAtas Tanah, Surabaya: Kencana, Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan kebijaksaan selanjutnya dikonversi menjadi Hak Pengelolaan Keputusan Mentri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara Kotamadya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam 15

16 Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 767/UM- KPTS/XII/1998 tentang Pemberian Fasilitas kepada Ex Penghuni Rumah Bermasalah Untuk Pindah Ke Lokasi Kavling Siap Bangun dan Rumah Sewa Murah. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 09/KPTS/KA/L/VI/2005 tentang penetapan tariff biaya administasi balik nama, peralihan hak atas tanah atas penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam di wilayah kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 30/KPTS/KA/V/2005 tentang pelaksanaan pembayaran UWTO Kavling Siap Bangun di Pulau Batam. Peraturan Kepala BP Batam No. 3 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Internet Diakses pada tanggal 10 Januari diakses tanggal 10 januari

BAB III HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH KOTA BATAM DENGAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH

BAB III HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH KOTA BATAM DENGAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH BAB III HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH KOTA BATAM DENGAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM DAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH A. Sebelum Otonomi Daerah Perkembangan Kota Batam sejak

Lebih terperinci

Batam Dalam Data

Batam Dalam Data SEJARAH RINGKAS Sebelum menjadi daerah otonom, Kotamadya Batam merupakan Kotamadya ke 2 (dua) di Provinsi Riau yaitu yang pertama Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom, sedangkan Kotamadya Batam bersifat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Pemungutan Kewajiban Memasuki masa pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah otonom baik kabupaten maupun kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 7 Peraturan

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

inilah, kemudian dikonversi menjadi hak pengelolaan setelah berlakunya

inilah, kemudian dikonversi menjadi hak pengelolaan setelah berlakunya 29 BAB II PENGATURAN YANG MENDASARI HAK PERUM PRASARANA PERIKANAN MENGELOLA LAHAN TANAH PERIKANAN GABION BELAWAN A. Sejarah Hak Pengelolaan ( HPL ) Atas Pelabuhan Belawan Hak penguasaan atas tanah pelabuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan adanya dua satuan ukur yaitu panjang dan lebar. Tanpa disadari oleh manusia, tanah mempunyai

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang cukup luas dan bertanggung jawab dalam arti untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 34 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PERSEROAN TERBATAS

PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PERSEROAN TERBATAS PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PERSEROAN TERBATAS Urip Santoso* Departemen Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya,

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1084, 2016 KEMEN-ATR/BPN. KEK. Pengaturan ATR/Pertanahan. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI 214 MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 2, Juli 2015, Halaman 214-225 PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI Urip Santoso * Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KETUA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya?

Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? Status Tanah Setelah Berakhirnya Hak Guna Bangunan (HGB) Pertanyaan: Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? 04 Februari 2016 Ringkasan Analisa Jawaban: 1. Hak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdillah Pius, Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Arkola, Surabaya.

DAFTAR PUSTAKA. Abdillah Pius, Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Arkola, Surabaya. - 106 - DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdillah Pius, Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Arkola, Surabaya. Ashshofa, Burhan, 2001, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Harsono, Boedi, 1999,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, dimana setiap orang memerlukan tanah bukan hanya untuk kehidupannya, tapi sampai manusia meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu unsur yang paling penting bagi setiap manusia di dalam melangsungkan kebutuhan hidupnya. Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kota Baru Bandar Kemayoran atau lebih dikenal sebagai Kemayoran adalah suatu kawasan yang terletak di pusat kota Jakarta yang semula dikenal karena fungsinya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH 186 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 KONVERSI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI SERTIFIKAT HAK MILIK MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 1 Oleh: Octavianus Wenur 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk m,engetahui bagaimana pemahaman

Lebih terperinci

Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya

Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya Hak pengelolaan berasal dari hak penguasaan sebagai dimaksud dalam PP no. 8 tahun

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 27 BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 A. Hak Penguasaan Atas Tanah Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik,

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran No.647, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR. Izin Lokasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah 13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL Urip Santoso * Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya Jalan Darmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Jawa Timur

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA Mira Novana Ardani miranovana@yahoo.com ABSTRAK Orang asing yang berkedudukan di Indonesia memerlukan tanah yang akan dijadikan tempat tinggal mereka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG Menimbang : a. b. bahwa untuk

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 43 TAHUN 20142013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Batam, Provinsi Kepulauan Riau telah mewujudkan kepastian hukum dan

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Batam, Provinsi Kepulauan Riau telah mewujudkan kepastian hukum dan BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemberian hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau telah mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN A. Konsep Kebijakan Pertanahan Berdasarkan UUPA Konsep kebijakan pertanahan nasional bersumber pada rumusan Pasal 33 ayat (3)

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN,

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB I BAB I PENDAHULUAN BAB I BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Tanah adalah permukaan bumi, dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dinyatakan bahwa dalam penggunaannya meliputi sebagian tubuh bumi yang

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk rumah tinggal dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Analisis Pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang Pertanyaan penelitian sekunder ke-satu yaitu apakah pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang

I. PENDAHULUAN. Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang secara substansial berisi tentang kewenangan pemerintah daerah di bidang pertanahan masih

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAH ASSET PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PENGELOLAAN TANAH ASSET PEMERINTAH KOTA SURABAYA PENGELOLAAN TANAH ASSET PEMERINTAH KOTA SURABAYA Oleh: Urip Santoso Abstract Land assets status Surabaya City Government is Right to Use and Right of Management. If a Right to Use, then the authority is

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penguasaan Tanah Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya.

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya, belum mendapatkan perlindungan hukum yang sepenuhnya atas sertifikat yang dimilikinya karena sewaktu-waktu masih dapat diganggu oleh pihak lain. Meskipun sertifikat telah diterbitkan, pemegang hak atas

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 14 BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 2.1. Pembebasan Hak Atas Tanah Sebagai Cara Perolehan Tanah Untuk Pembangunan Oleh Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1993 TENTANG PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH DALAM KAWASAN KAWASAN TERTENTU DI PROPINSI RIAU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1973 TENTANG DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1973 TENTANG DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1973 TENTANG DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk meningkatkan dan memperlancar pelaksanaan pengembangan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIOOARJO NOMOR 20 TAHUN 2009

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIOOARJO NOMOR 20 TAHUN 2009 .... - BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIOOARJO NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG 01 KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Negara 2.1.1 Pengertian Tanah Negara Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain di atas tanah itu, tanah itu

Lebih terperinci