BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
|
|
- Bambang Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Analisis Pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang Pertanyaan penelitian sekunder ke-satu yaitu apakah pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang telah sesuai peraturan pemberian hak atas tanah akan dijawab dengan melakukan analisis dengan menggunakan teori pemberian hak atas tanah. Tujuan diberikannya hak atas tanah, menurut teori pemberian hak adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap hubungan hukum antara subyek hak, baik perorangan maupun badan hukum dengan obyek hak yaitu tanahnya, sehingga pemegang hak atas tanah dapat menjalankan hak dan kewajibannya selaku pemegang hak atas tanah dengan aman. Untuk itu dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 ditentukan adanya syarat yang harus dipenuhi pemohon yaitu untuk menjelaskan penguasaan dan penggunaan tanahnya dalam permohonannya. Berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 juga diatur bahwa sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian penguasaan fisik bidang tanah merupakan suatu hal yang sangat penting dalalm permohonan hak atas tanah. Dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16/HPL/ BPN/89 tanggal 4 Pebruari 1989 tentang Pemberian HPL atas nama PT. PELINDO II Cabang Panjang, dalam diktumnya memang sama sekali tidak menyebutkan adanya penguasaan tanah oleh masyarakat maupun kewajibankewajiban yang harus dipenuhi pemohon berkenaan dengan penguasaan tanah oleh masyarakat, namun dari hasil wawancara dengan para narasumber, diperoleh informasi bahwa penguasaan tanah oleh warga masyarakat telah dilakukan lebih dari 30 tahun.
2 Menurut penulis, untuk bisa menjamin kepastian hukum seharusnya tanah yang dimohon haknya secara fisik dan yuridis clear and clean, artinya secara yuridis surat bukti penguasaanya jelas dan secara fisik bidang tanahnya bersih dari penguasaan pihak lain. Dengan kondisi dimana sebagian tanah yang diajukan permohonan haknya oleh PT. PELINDO II Cabang Panjang dikuasai warga masyarakat untuk pemukiman penduduk, berarti secara fisik tanah tersebut tidak clean, akibatnya jika tetap diterbitkan haknya, maka hak tersebut tidak bisa menjamin kepastian hukum. Untuk itu, seharusnya pada saat itu BPN menolak permohonan HPL tersebut, kecuali terhadap yang telah dikuasai warga masyarakat terlebih dahulu dikeluarkan dari permohonan haknya (di-enclave). Dengan demikian, pemberian hak atas tanah, seharusnya tidak cukup didasarkan atas penguasaan yuridis saja, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah penguasaan fisik bidang tanahnya. Belum diketemukannya warkah penrbitan HPL atas nama PT. PELINDO II Cabang Panjang menunjukkan ketidakjelasan alasan penerbitan HPL itu sendiri, karena dalam warkah penerbitan HPL tersebut seharusnya terdapat Risalah Panitia Penelitian Tanah yang menjelaskan kondisi yuridis dan fisik tanah yang dimohonkan HPL-nya, terlebih dalam surat keputusan pemberian HPL kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang sama sekali tidak ada diktum yang menjelaskan mengenai penguasaan tanah oleh warga masyarakat dan penyelesaiannya. Konsekuensi hukum dari tidak clean-nya fisik bidang tanah pada saat pemberian HPL dan belum diketemukannya warkah pemberian HPL tersebut bagi BPN adalah dapat diajukannya gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara oleh warga masyarakat dengan tuntutan pembatalan sertipikat HPL atas nama PT. PELINDO II Cabang Panjang. Ketentuan mengenai hapusnya hak atas tanah juga diatur dalam pasal 27, 34 dan 40 UUPA yang salah satunya disebabkan karena tanah hak tersebut ditelantarkan. Ini berarti bahwa tanah HM, HGB, HGU akan hapus haknya jika tanah tersebut ditelantarkan. Pasal-pasal tersebut dapat dianalogikan pada tanah-tanah yang belum terdaftar. Logikanya, tanah hak saja bisa hapus jika ditelantarkan, apalagi 73
3 tanah bukan hak. Adanya penguasaan tanah oleh masyarakat untuk pemukiman penduduk yang telah dilakukan jauh sebelum hak pengelolaan tersebut diberikan kepada PT. PELINDO II Cabang Panjang merupakan bukti adanya penelantaran tanah. PT. PELINDO II Cabang Panjang memang mempunyai bukti awal kepemilikan tanah berupa Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 35 tahun 1928 (staatsblad nomor 195 tahun 1928), namun demikian PT.PELINDO II Cabang Panjang pada dasarnya telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 yang mengharuskan didaftarkannya tanah-tanah pemerintah menjadi hak pengelolaan melalui konversi. Karena tanah PT.PELINDO II Cabang Panjang tidak pernah didaftarkan melalui prosedur konversi, maka status tanah tersebut menjadi tanah negara. Dipihak lain, masyarakat yang secara fisik menguasai tanah tersebut, dalam hal ini juga melanggar pasal 19 UUPA jo. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mengatur tentang kewajiban untuk mendaftarkan tanah di Kantor Pertanahan. Dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 pasal 19, kepentingan masyarakat tersebut lebih diakomodir dengan diaturnya pendaftaran hak terhadap tanah yang secara fisik telah dikuasai dengan itikad baik selama lebih dari 20 tahun. Dengan demikian, seharusnya masyarakat berhak untuk mengajukan hak atas tanah kepada BPN karena yang bersangkutan telah menguasai tanah lebih dari 20 tahun berturut-turut. Berdasarkan analisis diatas, penulis berpendapat bahwa pemberian HPL atas nama PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku yaitu PMDN Nomor 6 Tahun 1972 Jo. PMDN No. 5 Tahun 1973 dan Peraturan Menteri Nefara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Jo PMNA/Kepala BPN Nomor 9 Tahun Karena pemberian HPL tersebut dalam penerbitannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka HPL tersebut cacat hukum administrasi yang berakibat batalnya hak atas tanah tersebut. 74
4 IV.2. Analisis Kondisi Eksisting Penguasaan Fisik Tanah HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang Pertanyaan penelitian sekunder ke-dua yaitu bagaimana kondisi eksisting penguasaan fisik tanah hak pengelolaan PT. PELINDO II Cabang, akan dijawab dengan melakukan analisis dengan menggunakan teori pemberian hak atas tanah. Sedangkan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi eksisting dilapangan dilakukan dengan memanfaatkan Citra Ikonos yang di-overlay dengan peta pendaftaran yang ada pada Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung untuk memperoleh informasi-informasi spasial dari tanah yang menjadi konflik. Informasi-informasi spasial tersebut antara lain batas-batas tanah, penggunaan tanah dan luas tanah yang menjadi konflik. Dengan memanfaatkan Citra Ikonos tersebut, informasi mengenai kondisi eksisting dilapangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dapat diperoleh. Hak atas tanah, menurut teori pemberian hak, berisi kewenangan dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang hak atas tanah., sehingga perlu diketahui apakah selaku pemegang hak atas tanah PT. PELINDO II Cabang Panjang secara fisik telah menguasai dan menggunakan tanahnya sesuai dengan peruntukannya sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi eksisting di lapangan menunjukkan bahwa sebagian tanah hak pengelolaan PT. PELINDO II Cabang Panjang telah dikuasai oleh warga masyarakat untuk perumahan, sehingga secara fisik PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak bisa menguasai dan menggunakan tanahnya sesuai peruntukannya. Dengan demikian PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemegang hak atas tanah untuk memelihara tanah yang dihakinya sebagaimana diatur dalam pasal 15 dan 52 ayat 1 UUPA dan kewajiban untuk tidak menelantarkan tanahnya sebagaimana diatur dalam pasal 27, 34 dan 40 UUPA. Penguasaan warga masyarakat atas tanah HPL yang sekarang telah berupa pemukiman penduduk tersebut merupakan bukti bahwa PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak memelihara tanahnya dan menelentarkan tanahnya. 75
5 Keberadaan warga masyarakat di lokasi HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang tersebut juga dilegalisasi oleh pemerintah dengan diberikannya fasilitas umum dan sosial disamping dijaminnya hak serta kewajiban warga masyarakat. Legalisasi atas keberadaan masyarakat oleh pemerintah juga bisa dilihat dari RTRW Kota Bandar Lampung Tahun yang menetapkan daerah lokasi obyek konflik sebagai kawasan pemukiman sebagaimana dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Pentingnya RTRW bisa dianalogikan dari ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 Jo. Nomor 65 Tahun 2006 serta Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 sebagai peraturan pelaksanaannya yang menetapkan bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila didasarkan atas RTRW. Karena pelabuhan merupakan salah satu jenis pembangunan kepentingan umum, maka apabila tanah yang dikuasai masyarakat tersebut menurut RTRW telah ditetapkan sebagai kawasan pemukiman, tentunya PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak bisa menggunakan tanah tersebut untuk kepentingan pelabuhan. Dikarenakan menurut RTRW dan RDTRK Kota Bandar Lampung, dilokasi tersebut peruntukkan tanahnya direncanakan untuk pemukiman, tentunya dalam penyelesaian konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat harus mengacu ke RTRW dan RDTK tersebut, mengingat dari Perpres mensyaratkan bahwa pembangunan kepentingan umum baru bisa dilaksanakan apabila RTRW memang sudah mengaturnya dan jika RTRW tidak sesuai dengan pembangunan kepentingan umum tersebut maka pembangunan untuk kepentingan umum tersebut tidak boleh dilaksanakan pada lokasi tersebut, sehingga penggunaan tanah harus disesuaikan dengan RTRW yang ada. Berdasarkan kondisi eksisting di lapangan menunjukkan bahwa tanah HPL seluas ± 18,4158 Ha pada saat ini dikuasai oleh pihak ketiga (lihat Tabel III.1 dan III.2). Meskipun hal itu dimungkinkan oleh peraturan, tetapi kondisi tersebut jelas tidak memberikan rasa keadilan, karena disatu sisi PT.PELINDO II Cabang Panjang 76
6 mempunyai tanah yang sangat luas hingga tidak mampu diusahakannya sendiri, dipihak lain warga masyarakat yang lebih dahulu menguasai tanah untuk pemukiman tetapi tidak diberi akses untuk memperoleh hak milik atas tanah. Berdasarkan analisis diatas, kondisi eksisting penguasaan tanah HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang menunjukkan bahwa PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak dapat menguasai tanah sesuai dengan tujuan diberikannya HPL, sebaliknya sebagian dari HPL tersebut dikuasai masyarakat, sehingga PT. PELINDO II Cabang Panjang melanggar ketentuan pasal 15 dan 52 ayat 1 UUPA untuk memelihara tanah dan pasal 27, 34 dan 40 mengenai kewajiban untuk tidak menelantarkan tanahnya, dengan konsekuensi hapusnya hak atas tanah tersebut. IV.3.Analisis Bentuk Konflik Antara PT. PELINDO II Cabang Panjang Dengan Warga Masyarakat Pertanyaan penelitian sekunder ke-tiga yaitu bagaimana bentuk konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat akan dijawab dengan menggunakan teori bentuk konflik. Menurut teori konflik, bentuk konflik dapat dilihat dari sumber yang menyebab-kan terjadinya konflik. Sumber konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat dapat dikaji dari kepentingan-kepentingan para pihak. Masyarakat berkepentingan atas tanah yang dikuasainya karena tanah tersebut untuk perumahan, sedangkan PT. PELINDO II Cabang Panjang berkepentingan atas tanah HPL karena tanah tersebut akan dipergunkan untuk perluasan operasional pelabuhan sesuai master plan pelabuhan. Dari perbedaan kepentingan tersebut menunjukkan bahwa konflik yang terjadi antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat tersebut bersumber dari adanya perbedaan kepentingan untuk memperoleh sumber daya agraria yang sama yaitu tanah. Sumber konflik, selanjutnya dianalisis untuk mengetahui bentuk konflik yang terjadi antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat. Bentuk konflik dapat dilihat dari kompleksitas dan intensitas konflik yaitu : 77
7 a. konflik tersebut melibatkan lebih dari dua pelaku yaitu PT. PELINDO II Cabang Panjang, warga masyarakat dengan jumlah tak kurang dari jiwa, BPN dan Pemerintah Kota Bandar Lampung; b. konflik tersebut memiliki dampak yang cukup besar bagi lingkungan fisik dan lingkungan sosial, sehingga jika tidak diselesaikan konflik tersebut dapat berkembang menjadi kekuatan yang destruktif yang bisa mengganggu kestabilan keamanan. c. konflik tersebut sulit untuk diselesaikan, hal mana dibuktikan dengan lamanya konflik tersebut berjalan tanpa penyelesaian. d. konflik tersebut mempunyai frekuensi kejadian tinggi, yaitu dalam kurun waktu 10 tahun dengan 39 surat pengaduan formal dan jawaban dan 5 kali negosiasi. Berdasarkan analisis diatas, penulis berpendapat bahwa bentuk konflik yang terjadi antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan dan Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung tersebut berbentuk konflik terbuka dengan kompleksitas dan intensitas yang tinggi, berakar dalam dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. IV.4. Analisis Bentuk Penyelesaian Konflik Pertanyaan penelitian sekunder ke-empat yaitu bagaimana bentuk penyelesaian konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat yang akan dijawab dengan menggunakan teori penyelesaian konflik. Menurut teori penyelesaian konflik, berhasil tidaknya upaya penyelesian konflik, ditentukan oleh cara penyelesaiannya. Upaya penyelesaian konflik antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat pada awalnya dilakukan melalui pengaduan-pengaduan formal yang disampaikan kepada instansi terkait antara lain Pemerintah Kota Bandar Lampung, BPN, Pemerintah Propinsi Lampung dan DPRD baik untuk memperoleh hak atas tanah maupun bantuan penyelesaian konflik tersebut. 78
8 Dari sekian banyak pengaduan, alternatif penyelesaian konflik telah disampaikan oleh Walikota Bandar Lampung melalui surat yang ditujukan kepada PT. PELINDO II di Jakarta Nomor 590/501/10/2002 tanggal 24 April yang pada intinya menyarankan agar PT. PELINDO II Cabang Panjang melepaskan sebagian HPL yang dikuasai masyarakat untuk pemukiman penduduk, sedangkan untuk perluasan areal pelabuhan bisa dilakukan reklamasi pantai sesuai peraturan yang berlaku. Tetapi sangat disayangkan upaya tersebut tidak ditindaklanjuti dengan mempertemukan kedua pihak yang berkonflik untuk difasilitasi kearah penyelesaian konflik itu sendiri. Menurut penulis, upaya penyelesaian melalui cara tersebut tidaklah efektif karena alternatif penyelesaian hanya mengakomodir kepentingan salah satu pihak yang berkonflik, sedangkan dari materinya konflik itu sendiri sangat kompleks sehingga untuk penyelesaiannya diperlukan upaya-upaya yang lebih bisa mengakomodir kepentingan para pihak yang berkonflik. Upaya penyelesaian konflik pada akhirrnya ditempuh masyarakat yang dilakukan tanggal 23 Desember 2002 dan tanggal 3 Pebruari Dibentuknya Tim Inventarisasi dengan melibatkan instansi terkait sebagai hasil negosiasi, menunjukkan adanya perkembangan dalam upaya penyelesaian konflik tersebut. Namun sangat disayangkan karena kewenangan dari Tim tersebut sebatas melakukan pendataan subyek dan obyek tanah yang dikuasai masyarakat yang hasilnya akan disampaikan ke PT. PELINDO II Pusat karena PT.PELINDO II Cabang Panjang tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskannya. Negosiasi antara warga masyarakat dengan PT. PELINDO II Pusat di Jakarta tanggal 2 Agustus 2004, menurut penulis merupakan puncak dari upaya penyelesaian konflik tersebut. Langkah tersebut ditempuh oleh warga masyarakat karena kesadarannya bahwa penyelesaian di tingkat PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak bisa membawa hasil. Dalam negosiasi tersebut PT. PELINDO menawarkan masyarakat untuk membuat Surat Perjanjian Penggunaan Bagian Tanah HPL Pelabuhan dengan tarif sewa Rp. 0,- (nol rupiah), tetapi ditolak warga masyarakat. 79
9 Gagalnya upaya negosiasi tersebut, menurut penulis, terjadi karena kedudukan warga masyarakat tidak setara dengan kedudukan PT. PELINDO II Cabang Panjang, padahal untuk melakukan negosiasi yang efektif ada beberapa hal yang dapat mempengaruhinya antara lain kekuatan tawar, pola tawar menawar dan strategi dalam tawar menawar. Kekuatan tawar dalam negosiasi selama ini berada pada pihak PT. PELINDO II Cabang Panjang yang dalam setiap kesempatan menyatakan bahwa tanah yang dikuasai masyarakat merupakan tanah PT.PELINDO II Cabang Panjang dan telah bersertipikat HPL tanpa mempertimbangkan apakah penerbitan sertipikat HPL tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lemahnya kedudukan warga masyarakat menyebabkan negosiasi tidak dapat dilakukan secara efektif dan jika negosiasi tidak dapat dilakukan secara efektif nampaknya mustahil tercapai kesepakatan. Setelah upaya penyelesaian konflik melalui negosiasi tersebut gagal, warga masyarakat kembali kepada upaya penyelesaian konflik melalui pengaduan secara formal kepada berbagai instansi termasuk DPRD Kota Bandar Lampung dan DPRD Propinsi Lampung. Langkah warga masyarakat untuk menempuh kembali penyelesian konflik melalui pengaduan secara formal, menurut penulis merupakan langkah mundur. Namun demikian langkah warga masyarakat tersebut merupakan bentuk dari keputusasaan warga masyarakat sebagaimana disampaikan oleh narasumber Edyson Hutabarat, tokoh masyarakat Kelurahan Way Lunik dalam wawancara tanggal 15 Maret 2008 yang menyatakan bahwa warga masyarakat sudah lelah untuk menyelesaikan konflik tanahnya karena konflik tersebut sudah berlangsung sangat lama, disamping itu dari segi finansial warga masyarakat juga kekurangan. IV.5. Analisis Rumusan Penyelesaian Konflik Pertanyaan utama dari penelitian ini adalah merumuskan penyelesaian konflik penguasaan dan pemilikan tanah antara PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan warga masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan. 80
10 Dari jawaban pertanyaan-pertanyaan penelitian sekunder diatas, dirumuskan penyelesaian konflik yang tepat yaitu dikuatkannya status hak atas tanah bagi warga masyarakat yang menguasai HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang dengan sertipikat hak milik. Rumusan penyelesaian tersebut, didasarkan atas fakta-fakta sebagai berikut : 1. pemberian HPL atas nama PT.PELINDO II Cabang Panjang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku yaitu PMDN Nomor 6 Tahun 1972 Jo. PMDN No. 5 Tahun 1973 dan PMNA/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 Jo PMNA/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, dengan konsekuensi hapusnya HPL tersebut. 2. berdasarkan observasi lapangan dan identifikasi melalui Citra Ikonos terkoreksi yang telah di-overlay dengan peta pendaftaran yang ada pada Kantor Pertanahan Kota bandar Lampung, diperoleh informasi mengenai penguasaan dan penggunaan tanah berdasarkan kondisi eksisting di lapangan yang menunjukkan bahwa tanah HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang tidak semuanya dikuasai oleh PT. PELINDO II Cabang Panjang melainkan sebagian diantaranya dikuasai oleh warga masyarakat untuk pemukiman. 3. PT. PELINDO II Cabang Panjang telah melanggar ketentuan pasal 15 dan 52 ayat 1 UUPA yaitu kewajiban bagi pemegang hak atas tanah untuk memelihara tanah dan pasal 27, 34 dan 40 UUPA yaitu kewajiban untuk tidak menelantarkan tanahnya, dengan konsekuensi dibatalkannya hak atas tanah tersebut. 4. Penguasaan tanah oleh warga masyarakat untuk perumahan telah dilakukan lebih dari 30 tahun 5. Adanya legalisasi dari pemerintah berupa fasilitas umum dan sosial di lingkungan tersebut serta dijaminnya hak dan kewajiban masyarakat sebagai WNI 6. RTRW pada lokasi konflik dipergunakan untuk pengembangan pemukiman, sehingga berdasarkan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Jo. 64 Tahun 2006 serta Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 terhadap tanah tersebut tidak bisa dipergunakan untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum, khususnya pelabuhan. 81
11 7. Walikota Bandar Lampung melalui surat nomor 590/501/10/2002 tanggal 24 April 2002 yang ditujukan kepada PT. PELINDO II Jakarta telah merekomendasikan agar PT. PELINDO II melepaskan sebagian HPL yang dikuasai warga masyarakat dan untuk perluasan pelabuhan dapat dilakukan reklamasi pantai. 82
Bab V. Kesimpulan dan Saran V.1. Kesimpulan
Bab V. Kesimpulan dan Saran V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah : 1. pemberian HPL atas nama PT.PELINDO II Cabang Panjang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang )
Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Tanah merupakan tempat untuk melakukan seluruh aktifitas dalam kehidupan manusia. Seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan, pada saat ini telah terjadi
Lebih terperinciBAB III Pelaksanaan Penelitian
BAB III Pelaksanaan Penelitian III.1.Daerah Penelitian Daerah yang menjadi lokasi penelitian adalah tanah HPL PT. PELINDO II Cabang Panjang yang meliputi wilayah administrasi Kelurahan Pidada, Panjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN
Lebih terperinciBAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS
14 BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 2.1. Pembebasan Hak Atas Tanah Sebagai Cara Perolehan Tanah Untuk Pembangunan Oleh Instansi Pemerintah
Lebih terperinciPengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu
Lebih terperinciPEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN
PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun
Lebih terperinciApa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya?
Status Tanah Setelah Berakhirnya Hak Guna Bangunan (HGB) Pertanyaan: Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? 04 Februari 2016 Ringkasan Analisa Jawaban: 1. Hak
Lebih terperinciBAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional
BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kota Baru Bandar Kemayoran atau lebih dikenal sebagai Kemayoran adalah suatu kawasan yang terletak di pusat kota Jakarta yang semula dikenal karena fungsinya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam
Lebih terperinciPEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016
PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR
- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA
Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk
Lebih terperinciTATA CARA PERUBAHAN STATUS TANAH HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN PERSEROAN TERBATAS
TATA CARA PERUBAHAN STATUS TANAH HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN PERSEROAN TERBATAS Tanah hak yang tersedia (berstatus tanah Hak Milik) menurut hukumnya tidak dapat diperoleh melalui
Lebih terperinciBab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas
Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal
Lebih terperinciTESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung. Oleh : JOKO SUBAGYO NIM :
PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH (Studi Kasus Antara PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang Dengan Warga Masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang dan Kelurahan Way
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah bergantung pada tanah.
Lebih terperinciTATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA
TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH Mengenai tata cara memperoleh hak atas tanah, Hukum Tanah Nasional (HTN) menyediakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia
Lebih terperinciREGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN
REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanam, berusaha dan tempat melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan unsur fisik alamiah yang mempunyai kedudukan sangat penting bagi manusia karena sebagian besar kehidupan manusia berlangsung di atas tanah. Tanah diperlukan
Lebih terperinciBAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai
14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.
Lebih terperinciPENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA
PENDAFTARAN TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA LATAR BELAKANG PENDAFTARAN TANAH Belum tersedia Hukum Tanah Tertulis yang Lengkap dan Jelas Belum diselenggarakan Pendaftaran Tanah yang Efektif
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN
Lebih terperinciTATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG
TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG 1 RUANG LINGKUP HGU SUBYEK HGU JANGKA WAKTU HGU PENGGUNAAN
Lebih terperinciKEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA PEMERIKSAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciAnalisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan
Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Lebih terperinciPERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK
PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK Keperluan Perorangan (NON-komersial) Perolehan Tanah secara langsung (Pemindahan Hak-Jual Beli) Keperluan Perusahaan (Komersial-bisnis) Harus memperoleh
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang
Lebih terperinciKEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR KEPALA BADAN
Lebih terperinciCalyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)
TINDAKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL YANG MENERBITKAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG DIJADIKAN HUTAN KOTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 ANDI KURNIAWAN SUSANTO NRP: 2090148 Program Studi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang secara substansial berisi tentang kewenangan pemerintah daerah di bidang pertanahan masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh wilayah baik
Lebih terperinciWARGA PETISAH TENGAH PROTES, TAK BISA PERPANJANG HGB
WARGA PETISAH TENGAH PROTES, TAK BISA PERPANJANG HGB Sumber gambar: medanbisnisdaily.com MEDAN, SUMUTPOS.CO -Masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Petisah Tengah protes karena tidak bisa memperpanjang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER
10 BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER 2. 1. TINJAUAN TENTANG TANAH DAN HAK YANG MELEKAT DI ATASNYA Pengaturan tanah di wilayah Indonesia tercantum
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraria, maka bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk akan tanah semakin meningkat misalnya untuk pembangunan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan yang menyangkut tanah di Indonesia sepertinya tidak ada habishabisnya. Jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan penduduk akan tanah semakin
Lebih terperinciKEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR DENGAN
Lebih terperinciLampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 40 Tahun 2004 Tahun : 21 Juli 2004
FORM A Lampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Tasikmalaya,.. 200.. Nomor : Lampiran : Perihal : Permohonan Izin Lokasi. Kepada Yth. Walikota Tasikmalaya Melalui : Kepala Kantor Pertanahan di TASIKMALAYA
Lebih terperinciFORMAT PERMOHONAN HAK GUNA USAHA
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA FORMAT PERMOHONAN HAK GUNA USAHA Nomor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan
Lebih terperinci*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan adanya dua satuan ukur yaitu panjang dan lebar. Tanpa disadari oleh manusia, tanah mempunyai
Lebih terperinciBAB I BAB I PENDAHULUAN
BAB I BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Tanah adalah permukaan bumi, dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dinyatakan bahwa dalam penggunaannya meliputi sebagian tubuh bumi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya 2.1. Hak Milik Pasal 20 UUPA mengatakan bahwa hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
Lebih terperinciMODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA
MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciPERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK
PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
No.1275, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. PRONA. Percepatan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan hak kepemilikan atas tanah dari pemiliknya kepada pihak
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bentuk Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciJurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 113 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU Oleh Suhariyono 1 ABSTRAK: Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Legalisasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2011
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1084, 2016 KEMEN-ATR/BPN. KEK. Pengaturan ATR/Pertanahan. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi
Lebih terperinci- 1 - KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka II.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah topik penelitian kita telah dilakukan oleh peneliti lain. Hal itu ditujukan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR
- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berderet mulai dari Semanggi, Pasar Kliwon, Sangkrah, hingga Gandekan. ekonomi lemah dengan tingkat pendidikan yang cukup rendah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta merupakan kota yang berkembang dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup padat, sehingga luas tanah yang ada semakin sempit. Banyak tanah negara
Lebih terperinciKEPASTIAN HUKUM DALAM PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH TRANSMIGRASI MELALUI KEGIATAN SERTIPIKASI TANAH TRANSMIGRASI DI PROVINSI ACEH
JURNAL KEPASTIAN HUKUM DALAM PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH TRANSMIGRASI MELALUI KEGIATAN SERTIPIKASI TANAH TRANSMIGRASI DI PROVINSI ACEH diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia oleh
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG LUASNYA TIDAK LEBIH DARI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PROGRAM NASIONAL AGRARIA MELALUI PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah
34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960
POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar
Lebih terperinciMENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA
Lebih terperinciBUPATI LAMPUNG BARAT
BUPATI LAMPUNG BARAT KEPUTUSAN BUPATI LAMPUNG BARAT NOMOR : B/ 168/ KPTS/ 06/ 2001 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI KEPADA PT.PEDUAKA LAMPUNG UNTUK KEPERLUAN KEBUN PERCONTOHAN KOPI TANAH SELUAS 10 HEKTAR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 7 Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Pemungutan Kewajiban Memasuki masa pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah otonom baik kabupaten maupun kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciPEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL
PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematika Lengkap. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK
Lebih terperinciDEREGULASI PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL
DEREGULASI PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc. DIREKTUR JENDERAL PENGADAAN TANAH KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, :
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN. KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN) Oleh: KASMAN SIBURIAN, SH.
HASIL PENELITIAN KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN) Oleh: KASMAN SIBURIAN, SH., MH LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2011
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak
1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan
Lebih terperinci