inilah, kemudian dikonversi menjadi hak pengelolaan setelah berlakunya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "inilah, kemudian dikonversi menjadi hak pengelolaan setelah berlakunya"

Transkripsi

1 29 BAB II PENGATURAN YANG MENDASARI HAK PERUM PRASARANA PERIKANAN MENGELOLA LAHAN TANAH PERIKANAN GABION BELAWAN A. Sejarah Hak Pengelolaan ( HPL ) Atas Pelabuhan Belawan Hak penguasaan atas tanah pelabuhan, jauh sebelum berlakunya Undangundang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, didasarkan pada Staatsblad 1917 Nomor 464, sebagaimana ketentuan Pasal 521 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan yaitu antara lain pantai, perairan dan pelabuhan adalah milik Negara dan perusahaan pelabuhan diserahkan untuk mengelola pelabuhan, perairan dan pantai-pantai yang ada, yang wewenangnya diberikan kepada direktur ataupun pengelola pelabuhan ataupun kepada residen setempat untuk menyewakan dengan hak pembatalan dengan tidak lebih lama dari satu tahun (tentunya dengan setiap kali diperpanjang) atas tanah-tanah pelabuhan, dan oleh penguasa pelabuhan dibuatkan perjanjian sewa-menyewa tanah dengan hak pembatalan dalam masa satu tahun. Khusus mengenai tanah-tanah pelabuhan yang penguasaannya diserahkan berdasarkan Staatsblad 1917 nomor 464,maka dalam hal ini Menteri Dalam Negeri bertindak sebagai pengawas, demikian berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara. Hak penguasaan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 1953 inilah, kemudian dikonversi menjadi hak pengelolaan setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960, dan konversi hak penguasaan menjadi hak pengelolaan ini diatur oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 29

2 tentang pelaksanaan konversi hak penguasaan atas tanah Negara dan ketentuanketentuan tentang kebijaksanaan selanjutnya, dan dalam hubungannya dengan hak menguasai dari Negara yang ditetapkan oleh Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria, sebagai konsekuensi logis dari dianutnya prinsif kesatuan, maka wewenang menguasai Negara itu berada pada Pemerintah Pusat, berkaitan mengenai hak penguasaan yang dipunyai oleh suatu kementerian, jawatan atau daerah swatantra berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 1953 tentang penguasaan tanah-tanah Negara, berdasarkan Peraturan Menteri Agraria nomor 9 tahun 1965 tentang pelaksanaan konversi hak pengusaan atas tanah Negara dan ketentuan-ketentuan tentang kebijaksanaan selanjutnya, dalam Pasal 5 menyebutkan apabila tanah Negara yang oleh Departemen, Direktorat atau Daerah Swatantra ditujukan selain untuk dipergunakan untuk kepentingan instansi sendiri diberikan dengan hak pakai, tetapi juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga,maka oleh Menteri Agraria tanah tanah tersebut diberikan dengan hak pengelolaan, hal ini menunjukkan bahwa sejarah hak pengelolaan tanah tidak dapat dipisahkan dengan sejarah hak pengelolaan kepelabuhan pada umumnya. Istilah hak pengelolaan disebut dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang pendaftaran hak pakai dan hak pengelolaan, dan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 5 tahun 1973 tentang ketentuan mengenai tata cara pemberian hak atas tanah,dan selanjutnya dilihat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 6 Tahun 1972 tentang pelimpahan wewenang pemberian hak atas

3 31 tanah, kemudian peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang ketentuan mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan hingga akhirnya hak pengelolaan dipertegas oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 1977 tentang tata cara permohonan dan penyelesaian pemberian hak atas bagian bagian tanah,hak pengelolaan serta pendaftarannya. Hak pengelolaan menurut R.Atang Ranoemihardja adalah hak atas tanah yang dikuasai Negara dan hanya dapat diberikan kepada badan hukum pemerintah atau pemerintah daerah baik dipergunakan untuk usahanya sendiri maupun untuk kepentingan pihak ketiga. 27 Khusus mengenai pelabuhan Belawan yang semenjak zaman Hindia Belanda sudah merupakan suatu lingkungan kerja berdasarkan Staatsblad 1918 nomor 99, sebagai suatu hak beheer (hak menguasai ) yang diberikan kepada Directeur der Burgelijke Openbare Werken untuk mempergunakan dan menyewakan kepada pihak pihak yang ingin bergerak di pelabuhan. Dengan dikeluarkannya keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan tanggal 27 Desember 1969, nomor 191 Tahun 1969 SK. 83 / 0 / 1969 tentang penyediaan dan penggunaan tanah untuk keperluan pelabuhan,tanah tanah yang terletak dalam lingkungan kerja pelabuhan diserahkan dengan hak pengelolaan kepada PERUM Pelabuhan I. Menurut Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Perhubungan No : 11 Tahun 1986 kewenangan pelabuhan sebagai pemegang hak pengelolaan adalah : 27 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal.129

4 32 a. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh Menteri Perhubungan atau Pejabat yang ditunjuk, yang meliputi segi peruntukan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga tersebut dilakukan oleh pejabat agraria yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Prosedur dan persyaratan mendapatkan hak pengelolaan serta pendaftarannya terjadi dengan konversi dan pemberian hak didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata cara permohonan dan penyelesaian pemberian hak atas bagian-bagian tanah hak pengelolaan serta pendaftarannya, didalam Pasal 3 disebutkan : bahwa setiap penyerahan tanah yang merupakan bagian dari tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan diatasnya wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan. 28 Perjanjian tersebut memuat antara lain : 1. Identitas pihak pihak yang bersangkutan. 2. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud dan jenis penggunaannya. 28 Peraturan Mendagri Nomor 1 Tahun 1977

5 33 3. Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan keapada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya. 4. Jenis-jenis bangunan yang akan didirikan diatasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada berakhirnya hak tanah yang diberikan. 5. Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya. 6. Syarat-syarat lain yang dianggap perlu. Bagian hak pengelolaan diberikan dengan sesuatu hak tertentu kepada pihak ketiga adalah hak milik, HGB (hak guna bangunan), dan hak pakai, khusus untuk bagian-bagian tanah hak pengelolaan Perum Pelabuhan, hak yang dapat diberikan kepada pihak ketiga hanyalah Hak Guna Bangunan dan Hak pakai. Hak guna bagunan dan hak pakai yang diberikan oleh pejabat yang berwenang seperti yang diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 6 Tahun 1972, bukan diberikan oleh pemegang hak pengelolaan. Jika diberikan oleh hak pengelolaan, maka hak yang dipunyai oleh pihak ketiga tidak lebih tinggi dari dari hak sewa, karena penguasaan tanah itu hanyalah berdasarkan perjanjian sewa-menyewa, dalam bentuk perjanjian penyerahan tanah kepada pihak ketiga yang tidak/belum diajukan permohonan haknya kepada pejabat yang berwenang. 29 Pengertiannya bahwa pemegang hak pengelolaan seharusnya tidak boleh menyewakan tanah, karena ia bukan pemilik, melainkan hanya sebagai pengelola penyewaan lahan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, bahkan Negara sendiri juga bukan sebagai pemilik melainkan hanya menguasai, sebagaimana bunyi 29 Ramli Zein, ibid

6 34 ketentuan Pasal 2 UUPA ayat (1) : Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-undang dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang termasuk didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, ketentuan tersebut tidak menempatkan Negara sebagai pemilik, melainkan hanya memberikan hak menguasai yang memberikan wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan,penggunaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sehingga pengelolaan sewa lahan tanah bersifat Publik Service. Isi wewenang Negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh Negara tersebut semata-mata bersifat publik yaitu wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan wewenang untuk menguasai tanah secara fhisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah yang bersifat pribadi 30 Hak pengelolaan yang diberikan Negara kepada PERUM Prasarana Prikanan Cabang Belawan dengan kewenangan untuk menguasai lahan tanah dalam pengertian melaksanakan pemanfaatan lahan tanah tersebut untuk dikelolah dengan cara disewakan kepada pihak penyewa dengan maksud untuk dimanfaatkan kepada pihak penyewa dengan mendapat pembayaran sebagi pemasukan untuk Negara. Hak pengelolaan yang dimiliki PERUM prasarana Perikanan Cabang Belawan atas lahan tanah di Gabion Belawan adalah berupa tanah Negara dari hak menguasai tanah merupakan hak terhadap tanah yang tertinggi di 30 Muhammad Bakrie, Hak menguasai Tanah oleh Negara, Paradigma Baru untuk Reformasi Agraria, (Yogyakarta :Citra Media, 2007) hal.5

7 35 Indonesia, hak menguasai tanah ialah hak Negara, jadi subjeknya Negara. 31 Hak pengelolaan adalah hak yang diberikan oleh pemegang Hak pengelolaan seperti lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk menggunakan tanah yang dikuasai oleh Negara. 32 Sedangkan hak sewa adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum untuk mempergunakan tanah atau bangunan milik orang lain untuk keperluan nya dengan membayar kepada pemiliknya dengan sejumlah uang. 33 Penyewaan tanah yang dilakukan penyewa berada diatas tanah Negara dengan menggunakan ketentuan yang juga ditetapkan oleh pemerintah yaitu Menteri Keuangan dan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk teknisnya, dengan membagi PERUM untuk kawasan Mabar, dibawahi direksi KIM Mabar, untuk pelabuhan Indonesia oleh PT.Pelindo,kawasan perairan perikanan Gabion Belawan dibawahi oleh Direksi PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan. 34 B. Landasan Hukum Operasional (Eksternal) Perusahaan Umum (PERUM) sebagai pemegang Hak Pengelolaan (HPL) atas Lahan Tanah di Gabion Belawan. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana Perikanan Samudera kemudian dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ( PERUM ) Prasarana Perikanan 31 Notonagoro, Politik Hukum Dan Pembangunan Agraria Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 2009, hal Affan Mukti, Pokok Pokok Bahasan Hukum Agraria, USU Press, Medan, 2006, hal ibid, hal Hasil wawancara dengan Bapak S.Siagian,S.E.,Direksi Perum Prasarana Perikanan Cabang Belawan, tanggal 25 April 2011, di Medan

8 36 Samudera, menjadi Landasan Hukum Operasional bagi PERUM Prasarana Perikanan Samudera sebagai Badan Usaha Milik Negara untuk melaksanakan pengelolaan perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai badan usaha milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usaha-usaha pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan dan usaha-usaha lainnya yang berkaitan dengan perikanan di Gabion Belawan. Dengan mengemban tugas sebagai Publik Service, PERUM Prasarana Perikanan Samudera sebagai badan usaha milik Negara sebagaimana maksud dan tujuan yang tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 menjelaskan bahwa Maksud dan tujuan PERUM sebagai Badan Usaha Milik Negara untuk mengelolah perairan Gabion adalah: 35 a. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. b. Untuk mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk merangsang dan atau mendorong usaha industry perikanan dan pemasaran hasil perikanan. c. Untuk memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan system rantai dingin dalam perdagangan dan distribusi bidang perikanan. d. Untuk menumbuh kembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai kompenen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan. 35 Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2000

9 37 Melihat Landasan hukum operasional atas pengelolaan pelabuhan perikanan di gabion Belawan dipertegas dalam Pasal 10 huruf (c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa PERUM menyelenggarakan usaha kegiatan prasarana perikanan di pelabuhan perikanan Belawan, Sumatera Utara. 36 Keputusan tersebut memberi dasar yuridis bagi PERUM selaku pemegang hak pengelolaan atas lahan tanah perikanan Gabion Belawan untuk wilayah Sumatera Utara khususnya,di bawahi oleh Direksi PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan yang melakukan pengurusan, pengelolaan dan pemanfaatan atas lahan tanah dipelabuhan perikanan Gabion Belawan dan bertanggung jawab atas segala yang berkaitan dengan tugas dan kewenangannya pusat Jakarta, atas segala sesuatu yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan tanah di pelabuhan Perikanan Gabion Belawan, baik itu tentang sewa menyewa dan segala sesuatu tentang tugas dan fungsi PERUM prasarana Perikanan Cabang Belawan yang berorientasi sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bersifat public service dan tetap ditentukan oleh keputusan PERUM Pusat dengan pengawasan dari Dewan Pengawas sebagi organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan dan tanggung jawabnya atas tugas yang diemban padanya,sesuai dengan kebijakan pengemban usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan yang digariskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan kembali kepada tujuan Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum. 36 ibid

10 38 C. Kewenangan PERUM Prasarana Prikanan Samudera Cabang Belawan atas Penyewaan lahan tanah dengan Pihak Penyewa. Dalam hal hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah hakekatnya adalah penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik, karena tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, dalam penyelenggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkat tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA) yang dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan atau dilimpahkan kepada : a. Daerah-Daerah swantrata (Pemerintah Daerah) dan masyarakat hukum adat sepanjang diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional menurut ketentuan Pemerintahan. b. Badan otorita, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, dengan pemberian penguasaan tanah-tanah tertentu dengan Hak pengelolaan (HPL). Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah dibagi menjadi ; Wewenang Umum Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung 37 Urip Santoso, Op.Cit, hal

11 39 berhubungan dengan pengunaan tanah itu dalam batas batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA). 2. Wewenang Khusus Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan bangunan sesuai dengan kebijakan pengembangan amanat yang ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini Menteri yang bertanggung jawab dibidang Perikanan Dan Kelautan, sehingga untuk pemanfaatan dan pengembangan tanah yang dikelola oleh PERUM Prasarana Perikanan Samudera di pelabuhan perikanan dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Kep.32/MEN/2001 tentang Pemanfaatan Tanah yang dikelola Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana Perikanan Samudera di pelabuhan Perikanan Gabion Belawan. Didalam Pasal 1 huruf (f) Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 32 Tahun 2001 disebutkan bahwa pemanfaatan tanah adalah penggunaan tanah di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh PERUM kepada pihak ketiga dengan cara pemberian HGB (Hak Guna Bangunan), Hak pakai dan sewa-menyewa.

12 40 HGB adalah Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan yang bukan miliknya sendiri. 38 Sedangkan didalam pasal 35 UUPA Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. 39 Ketentuan waktunya bila dimintakan dan melihat keperluan dapat diperpanjang untuk masa 20 tahun HGB dapat beralih dan dialihkan kepihak lain. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh PERUM Prasarana Perikanan cabang Belawan yang prakteknya berupa bentuk perjanjian sewa tanah. Sewa-menyewa adalah perjanjian antara pihak PERUM mengikatkan diri dengan pihak ketiga untuk memberikan kenikmatan dari suatu barang selama jangka waktu tertentu dan dengan harga tertentu dan oleh pihak ketiga disanggupi pembayarannya. 40 Dengan luas lahan tanah = 28,57 hektar yang menjadi objek sewa lahan tanah di pelabuhan perairan Gabion Belawan yang menjadi wewenangnya PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan yang diberikan dengan perjanjian sewa-menyewa pada pihak ketiga untuk memanfaatkan lahan tanah tersebut bagi kegiatan usaha dan jasa perikanan, dikaitkan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik Negara, memberikan dasar kekuatan bagi PERUM Prasarana Perikanan Samudera sebagai Badan Usaha Milik Negara, pemegang hak pengelolaan yang melaksanakan pemanfaatan dan 38 Pasal 1 huruf (j) Kep.Men. Kelautan dan Perikanan Nomor 32 Tahun Undang Undang Pokok Agraria 40 Pasal 1 huruf ( L ), Kep. Men. Kelautan dan Perikanan nomor 32 tahun 2001

13 41 pengelolaan barang milik Negara memberikan hak untuk menyewakan lahan tanah tersebut kepada pihak ketiga demi pemasukan keuangan negara sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 : bahwa bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik Negara/daerah berupa ; sewa. 41 Bunyi pasal tersebut menjadi landasan bagi PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan sebagai Badan Usaha Milik Negara, dengan pengemban hak pengelolaan untuk menyewakan tanah-tanah di Gabion Belawan yang merupakan tanah Negara untuk dikelola bagi pemanfaatannya atas usaha disektor perikanan untuk pemasukan Negara. Jenis penyewa yang melakukan penyewaan lahan tanah ada 3 kategori yaitu : 1. Penyewa jangka pendek 2. Penyewa jangka panjang 3. Penyewa yang bersertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) Untuk penyewa jangka pendek, masa sewa yang ditentukan adalah masa sewa 1-5 tahun.untuk penyewa Jangka panjang masa sewa yang ditentukan adalah (5 tahun 30 tahun ), jenis penyewaan jangka pendek maupun jangka panjang, jenis perjanjian sewa lahan tanah dibuat berdasarkan bentuk perjanjian tertulis yang formatnya telah baku yang dikeluarkan dari PERUM Prasarana Perikanan pusat di Jakarta, untuk nantinya ditanda-tangani oleh penyewa dan Direksi PERUM prasarana Perikanan Samudera Cabang Medan dengan masa sewa yang dapat diperpanjang lagi bentuk perjanjian sewa ini belum bersertifikat hanya memuat perjanjian tertulis 41 Pasal 20 Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006

14 42 dibawah tangan dengan isi perjanjian yang ditanda-tangani oleh kedua belah pihak tanpa adanya pengesahan dari Notaris. Sedangkan perjanjian sewa lahan tanah jenis penyewa bersertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) adalah peningkatan dari sewa lahan tanah jangka waktu 20 tahun hingga 30 tahun yang didaftarkan hak bangunan nya untuk mendapatkan sertifikat HGB dengan bentuk perjanjian yang autentik dengan Akte Notarial pada waktu pendaftarannya di kantor Badan Pertanahan Nasional dengan melampirkan surat keterangan PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan sebagai pemegang hak pengelolaan atas lahan tanah perikanan Gabion Belawan. Hak Guna Bangunan diberikan dengan luas tidak melebihi batas maksimum (ceiling) jangka waktu paling lama 30 tahun dan perpanjangan 20 tahun,dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan utang melalui pembebanan hak tanggungan. 42 Bahwa sertifikat HGB tersebut dapat menjadi jaminan hutang bagi usaha para penyewa untuk mendapatkan modal dalam pengembangan usahanya dan PERUM Prasarana Perikanan Samudera tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan ataupun resiko atas pembebanan jaminan hutang tersebut meskipun PERUM memberikan izin surat keterangan kepada Bank pada saat penyewa memohonkan jaminan hutang dengan sertifikat HGB yang dimiliki penyewa namun dalam hal kerugian atau tanggung jawab resiko bukanlah tanggung jawab PERUM, karena 42 S. Chandra, Serifikat kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonan Dikantor Pertanahan), PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, hal.25

15 43 PERUM hanya sebatas pemberi keterangan sebagai pemegang hak pengelolaan atas adanya hak Guna Bangunan milik penyewa diatas lahan tanah pengelolaannya. Jenis usaha yang dilakukan oleh pemohon di lahan tanah Gabion adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha dan jasa perikanan diantaranya : a. Usaha pengelolaan ikan b. Pabrik es ikan c. Usaha dagang alat alat kapal d. Usaha perbaikan kapal ( Dock kapal ) e. Usaha perbekalan kapal (belanja kebutuhan kapal ) f. Kantin dan lainnya Pada saat pemohon menginginkan pemanfaatan lahan tanah di wilayah Gabion maka pemohon mengajukan surat permohonan tersebut kepada PERUM dalam hal ini diwakili oleh Direksi PERUM Prasarana Perikanan cabang Belawan, setelah diterima oleh Direksi cabang Belawan diadakan evaluasi dan pemberitahuan tentang ketentuan yang ditetapkan atas luas tanah dan ketentuan tarif yang tersedia, setelah disepakati dibuatlah surat khusus oleh Direksi PERUM cabang Belawan untuk disampaikan kepada PERUM pusat Jakarta dengan melampirkan surat pemohon yang berisi tentang luas tanah dan tujuan usaha yang diinginkan dan ketentuan tarifnya, setelah diperiksa dan disetujui untuk selanjutnya dibuatkanlah format surat perjanjian diantara PERUM Prasarana Perikanan dengan pemohon dan dikirim kembali ke Belawan untuk ditanda tangani oleh pemohon dan Direksi PERUM Prasarana Cabang Belawan sebagai suatu perjanjian antara dua pihak yang

16 44 mengikatkan diri dalam perjanjian diantara keduanya, yang menurut teori van Opstal mengatakan : dasar dari perjanjian adanya kepercayaan dengan cara cara yang dapat diperhitungkan terhadap partai yang lain, bahwa kehendaknya itu memang ditujukan untuk menciptakan perjanjian. 43 Dinamakan perjanjian/kontrak baku dimana unsur kepercayaan yang dijadikan dasar terpenuhinya suatu kesepakatan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi perjanjian yang bersifat konsensuil.perjanjian konsensuil adalah suatu perjanjian yang terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. 44 Dasar kepercayaan pihak penyewa yang menjadi unsur kehendak untuk sepakat mengikatkan diri atas segala ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kedua pihak. Didalam KUH Perdata tidak disebutkan secara sitematis tentang bentuk kontrak,namun apabila ditelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata, maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak, dengan adanya consensus itu, maka perjanjian itu telah terjadi. Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, kontrak tertulis dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk Akta dibawah tangan dan Akta notaris. Akta dibawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditanda-tangani oleh para pihak. Adapun Akta autentik 43 R.Soetojo Prawirohamdijojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, PT.Bina Ilmu,Surabaya, 1978, hal H. Salim HS, Prancang Kontrak Dan Memorandum of Understanding, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.19

17 45 merupakan Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris. 45 Perjanjian tertulis antara PERUM dengan penyewa memakai dua bentuk perjanjian yaitu bentuk perjanjian tertulis dibawah tangan disebut penyewa tidak bersertifikat dan untuk perjanjian tertulis dengan Akta Notarial disebut penyewa bersertifikat. 45 ibid.

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang cukup luas dan bertanggung jawab dalam arti untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan

Lebih terperinci

VOLUME 3 NO. 1 JURNAL ILMU HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN

VOLUME 3 NO. 1 JURNAL ILMU HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN LOVELLY DWINA DAHEN Perum. Palm Regency Blok C No.7 Panam- Pekanbaru. Abstrak Peranan pelabuhan laut ke depan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN

ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN VOLUME 228 2 No. 2 Februari 2012 ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK-HAK ATAS TANAH YANG BERADA DI ATAS HAK PENGELOLAAN PELABUHAN LOVELLY DWINA DAHEN Perum. Palm Regency Blok C No.7 Panam- Pekanbaru Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penguasaan Tanah Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Pemungutan Kewajiban Memasuki masa pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah otonom baik kabupaten maupun kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.

Lebih terperinci

PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PERSEROAN TERBATAS

PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PERSEROAN TERBATAS PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PERSEROAN TERBATAS Urip Santoso* Departemen Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya,

Lebih terperinci

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 23 BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pengertian kuasa secara umum terdapat pada pasal 1792 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

I. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun sebagai

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government

Lebih terperinci

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL Urip Santoso * Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya Jalan Darmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Jawa Timur

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam aspek kehidupan manusia dan ketentuan dasar mengenai tanah di Indonesia telah tercantum didalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan adalah suatu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA 1956 NOMOR 73) DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH 186 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

Tanah Adat. Tanah Negara dan Pemanfaatannya. Hak Pengelolaan Atas Tanah. Bagi Pembangunan Bangsa. Bulletin LMPDP

Tanah Adat. Tanah Negara dan Pemanfaatannya. Hak Pengelolaan Atas Tanah. Bagi Pembangunan Bangsa. Bulletin LMPDP Land Bulletin LMPDP ISSN 1978-7626 9 771978 762634 Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan Edisi 06, Feb - April 08 Tanah Negara dan Pemanfaatannya Bagi Pembangunan Bangsa Tanah Adat Hak Pengelolaan Atas

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERUBAHAN HAK ATAS TANAH PADA KAWASAN SEI MANGKEI PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III

BAB II PROSES PERUBAHAN HAK ATAS TANAH PADA KAWASAN SEI MANGKEI PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III 40 BAB II PROSES PERUBAHAN HAK ATAS TANAH PADA KAWASAN SEI MANGKEI PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III A. Landasan Hukum Hak Guna Usaha 1. Terjadinya Hak Guna Usaha Menurut Pasal 28 Undang-Undang No 5 tahun 1960

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN A. Konsep Kebijakan Pertanahan Berdasarkan UUPA Konsep kebijakan pertanahan nasional bersumber pada rumusan Pasal 33 ayat (3)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA 1956 N0. 73) DAN UNDANG-UNDANG NO. 29 TAHUN 1956 (LEMBARAN-NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula ruang angkasa adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan adanya dua satuan ukur yaitu panjang dan lebar. Tanpa disadari oleh manusia, tanah mempunyai

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENETAPAN HAK PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN TENTANG PENYERAHAN TANAH BAGIAN HAK PENGELOLAAN PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) CABANG BELAWAN YANG

BAB II PERATURAN TENTANG PENYERAHAN TANAH BAGIAN HAK PENGELOLAAN PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) CABANG BELAWAN YANG BAB II PERATURAN TENTANG PENYERAHAN TANAH BAGIAN HAK PENGELOLAAN PT. PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) CABANG BELAWAN YANG DISERAHKAN KEPADA PIHAK KETIGA A. Dasar Hukum Penyerahan Bagian Hak Pengelolaan

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017 JUAL BELI TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Mardalin Gomes 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang relevan sebelumnya Salah satu Penelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang Upaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam menyelesaikan masalah tanah, dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan salah satu kota yang memiliki keistimewaan dalam hal pengelolaan tanah. Diantara wilayah tersebut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kota Baru Bandar Kemayoran atau lebih dikenal sebagai Kemayoran adalah suatu kawasan yang terletak di pusat kota Jakarta yang semula dikenal karena fungsinya

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As No.1537, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Badan Hukum PT, Yayasan dan Perkumpulan. Perbaikan Data. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria a. Pengertian Hukum Agraria Keberadaan Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya,

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI 214 MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 2, Juli 2015, Halaman 214-225 PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI Urip Santoso * Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BKPM NO. 5 TAHUN 2013 CHECK LIST IZIN USAHA PERUBAHAN

PERATURAN KEPALA BKPM NO. 5 TAHUN 2013 CHECK LIST IZIN USAHA PERUBAHAN No. Kelengkapan Berkas Ada / Tidak 01. Formulir Perubahan dan resume data untuk proses penerbitan Izin Usaha 02. Permohonan ditandatangani oleh pimpinan perusahaan bermaterai cukup dan di cap perusahaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN PENDAFTARAN LEMBAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan sebagai ukuran bagi berlaku atau tidaknya peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1047, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Perwakafan. Benda Tidak Bergerak. Benda Bergerak. Tata Cara. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA TANAH KAS DESA DI DESA KENAIBAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN

PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA TANAH KAS DESA DI DESA KENAIBAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA TANAH KAS DESA DI DESA KENAIBAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN Diajukan Untuk melengkapi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH DITINJAU DARI KUHPERDATA 1 Oleh : Steviyanti Veronica Mongdong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan telah selesainya pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : Mengingat: a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci