TUGAS AKHIR PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro OLEH ILHAM SHALAHUDDIN AFIF E PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG 2016

2 HALAMAN PENGESAHAN PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) Tugas Akhir ini telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi S-1 untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Hari : Jumat Tanggal : 28 Oktober 2016 Disusun Oleh : Nama : Ilham Shalahuddin Afif NIM : E Program Studi/Fakultas : Teknik Industri/Teknik Mengesahkan: Dosen Pembimbing 1 Dosen pembimbing 2 Jazuli, ST, M.Eng NPP Rindra Yusianto S.Kom,MT NPP ii

3 HALAMAN PERSETUJUAN PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) Telah Dipertahankan pada Sidang Pendadaran Tugas Akhir Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Semarang Dihadapan Dewan Penguji Hari/Tanggal : Jumat, 21 Oktober 2016 Jam : selesai Menyetujui : Nama Tanda Tangan 1. Ratih Setyaningrum, MT... NPP: Dwi Nurul Izzhati, M.MT... NPP: Tita Talitha, MT... NPP: Dekan Fakultas Teknik Mengetahui: Ketua Program Studi Teknik Industri Dr. Eng Yuliman Purwanto, M.Eng Dr. Ir. Rudi Tjahyono,MM NPP: NPP: iii

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini tifak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Semarang, 28 Oktober 2016 Ilham Shalahuddin Afif iv

5 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah dengan rahmat dan hidayah- Nya telah memberikan kekuatan pikiran dan kesehatan kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) ini tepat pada waktunya. Dalam penyusunan tugas akhir ini, Penulis banyak mendapat pengarahan, bimbingan dan saran yang bermanfaat dari berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Allah SWT, atas segala petunjuk-nya sehingga Penulis dapat melaksanakan Tugas Akhir dengan baik dan lancar. 2. Bapak Dr. Eng Yuliman Purwanto, M. Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro. 3. Bapak Dr. Rudi Tjahyono, M.M., selaku ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro. 4. Bapak Jazuli, S.T, M.Eng. selaku pembimbing I yang telah membantu penulisan dan membimbing dalam menjabarkan metode dan konsep ide secara detail. v

6 5. Bapak Rindra Yusianto, S.Kom, M.T., selaku pembimbing II yang memberikan bimbingan pada penulis terkait dengan penelitian penulis. 6. Orang Tua dan Nirmala Herlani, S,KM, yang tak pernah lelah memberikan dukungan moril dan pengawasan kepada Penulis dalam setiap proses yang dijalani oleh Penulis 7. Teman-teman Teknik Industri, saudara, kerabat dan sahabat yang selalu memberikan suasana menjadi menyenangkan dalam penyusunan laporan serta memberikan banyak informasi, semangat dan doa untuk Penulis. Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kemajuan Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro dan menjadi referensi bagi rekan-rekan sekalian. Wassalamu alaikum Wr.Wb. Semarang, 28 Oktober 2016 Penulis vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERSETUJUAN...iii PERNYATAAN...iv KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI...vii INTISARI...xii ABSTRACT...xiii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR TABEL...xv BAB I...1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pembatasan Masalah Keaslian Penelitian...7 BAB II...10 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Produk Perancangan dan Pengembangan Produk Proses Pengembangan Produk...12 vii

8 2.2.2 Pengembangan Konsep Ergonomic Function Deployment Langkah-Langkah Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) Benchmarking Ergonomi Maksud dan Tujuan Ergonomi Sistem Kerja Menurut Ergonomi Keluhan Muskuloskeletal Penyebab Keluhan Muskuloskeletal Nordic Body Map Antropometri Persentil Dimensi Tubuh Teknik Sampling Uji Statistik Uji Validitas Uji Reabilitas Faktor-Faktor Resiko Kerja pada Pembatik Tulis Faktor Tugas Kerja Faktor Peralatan Faktor Lingkungan Faktor Individu...51 BAB III...53 METODOLOGI PENELITIAN...53 viii

9 3.1 Obyek dan Sumber Penelitian Jenis dan Sumber Data Data Primer Data Sekunder Metode Pengumpulan Data Observasi Wawancara Studi Pustaka Kuesioner Alur Penelitian...56 ` Studi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) Pendekatan Antropometri Perancangan dan Prototype Produk Analisa dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran...69 BAB IV...70 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Data Kuesioner...70 ix

10 4.2 Pengolahan Data Olah Data Kuesioner Uji Kecukupan Data Uji Validitas Uji Reliabilitas Analisis Implementasi EFD Identifikasi Kebutuhan Konsumen Menentukan Tingkat Kepentingan Konsumen Menentukan Tingkat Kepuasan Konsumen Menentukan Goal (Target) Menentukan Rasio Perbaikan (Improvement Ratio) Menentukan Titik Jual (Sales Point) Menghitung Raw Weight Menghitung Normalized Raw Weight Menentukan Respon Teknis Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen Menentukan Target Spesifikasi Analisis Benchmarking House Of Ergonomic Pengolahan Data Antropometri Uji Kecukupan Data Antropometri Uji Keseragaman Data Antropometri Perhitungan Nilai Presentil Perancangan Produk x

11 4.5.1 Perancangan Desain Gambar Kerja Daftar Kebutuhan Bahan dan Analisa Biaya Analisis Implementasi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 INTISARI Pengrajin batik tulis di Jawa Tengah melewati beberapa proses untuk membuat kain batik tulis. Dalam menjalani proses tersebut, membutuhkan waktu yang lama yaitu 2-3 minggu hingga menghasilkan suatu kain batik tulis yang indah dengan motif penuh. Namun dengan waktu yang lama tersebut tidak diiringi dengan penggunaan stasiun kerja batik tulis yang baik dan memperhatikan kenyamanan pekerja. Terbukti dengan analisa RULA yang menghasilkan nilai 7. Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) digunakan untuk mendapatkan desain produk yang baik dan memiliki ukuran yang nyaman digunakan bagi pengrajin batik tulis. Untuk perancangan stasiun kerja batik tuliis yang ergonomis maka dilakukan perhitungan antropometri dengan data Rentangan tangan untuk panjang gawangan meja dengan ukuran 143 cm, data tinggi siku duduk untuk tinggi penyangga gawangan cantng dengan ukuran 70 cm, data tinggi popliteal duduk untuk tinggi kursi dengan ukuran 43 cm. Hasil implementasi perbandingan sebelum dan sesudah menggunakan stasiun kerja canting yang ergonomis dengan menggunakan Nordic Body Map diperoleh penurunan keluhan pekerja canting yang berarti kenyamanan yang dirasakan oleh para pekerja canting meningkat. Hasil ini menunjukkan ukuran dan desain stasiun kerja canting yang nyaman untuk pekerja. Kata Kunci : Batik Tulis, Ergonomis, Ergonomic Function Deployment (EFD) xii

13 ABSTRACT Batik artisans in Central Java passing through several processes to make batik cloth. In going through the process, takes a long time is 2-3 weeks to produce a beautiful batik cloth with a full motif. But with such a long time is not accompanied by the use of work stations batik good and attention to worker comfort. Evidenced by Rula analysis that produces a score of 7. The method Ergonomic Function Deployment (EFD) is used to get a good product design and have a comfortable size used for batik artisans. For the design of batik s work stations ergonomic then be calculated anthropometric data Spanning hand for long gawangan table with a size of 143 cm, high data elbow sitting on high buffer gawangan cantng with size 70 cm, high data popliteal sitting on a high chair with a size of 43 cm, The results of the implementation of the comparison before and after using canting ergonomic work station using Nordic Body Map obtained a decrease in worker complaints canting means comfort perceived by workers canting increases. These results indicate the size and design of work stations canting convenient for workers. Keywords: Batik, Ergonomics, Ergonomic Function Deployment (EFD) xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Desain Alat Bantu Meja dan Kursi Mencanting Saat Ini...2 Gambar 1.2 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting...3 Gambar 2.1 Tahap Pengembangan Konsep dari Tahap Awal Hingga Akhir...14 Gambar 2.2 House Of Ergonomics...18 Gambar 2.3 Nordic Body Map...31 Gambar 2.4 Distribusi Normal...36 Gambar 2.5 Dimensi Tubuh Untuk Perancangan Dengan Antropometri...37 Gambar 2.6 Aktivitas Mencanting Batik Tulis...45 Gambar 2.7 Skema Gerakan Berulang Pembatik Tulis...47 Gambar 2.8 Gawangan Batik Tulis...48 Gambar 2.9 Canting Batik Tulis...48 Gambar 3.1 Alur Penelitian...57 Gambar 4.1 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting...72 Gambar 4.2 House Of Ergonomic...98 Gambar 4.3 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Siku Duduk Gambar 4.4 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Popliteal Duduk Gambar 4.5 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Lutut Duduk Gambar 4.6 Grafik Uji Keseragaman Data Rentangan Tangan Gambar 4.7 Grafik Uji Keseragaman Data Jangkauan Tangan Gambar 4.8 Tampak Depan Gambar 4.9 Tampak Atas Gambar 4.10 Tampak 3 Dimensi Gambar 4.11 Gambar Kerja xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang...7 Tabel 2.1 Dimensi Tubuh untuk Perancangan dengan Antropometri...37 Tabel 2.2 Contoh Reliability Statistic...44 Tabel 3.1 Daftar Pernyataan...59 Tabel 4.1 Hasil Kuisioner NBM...70 Tabel 4.2 Identifikasi Faktor Kelelahan Pekerja...71 Tabel 4.3 Tabel Nilai RULA...72 Tabel 4.4 Tabel Kuisioner Tingkat Kepentingan Konsumen...73 Tabel 4.5 Tabel Kuisioner Tingkat Kepuasan Konsumen...74 Tabel 4.6 Hasil Kuisioner Tingkat Kepentingan Konsumen...74 Tabel 4.7 Hasil Kuisioner Tingkat Kepuasan Konsumen...75 Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas...77 Tabel 4.9 Hasil Uji Reliabilitas...78 Tabel 4.10 Daftar Kebutuhan Konsumen...79 Tabel 4.11 Rekap Data Hasil Tingkat Kepentingan...80 Tabel 4.12 Rekap Data Hasil Tingkat Kepuasan...82 Tabel 4.13 Goal (Target)...83 Tabel 4.14 Improvement Ratio...84 Tabel 4.15 Sales Point...85 Tabel 4.16 Raw Weight...86 Tabel 4.17 Normalized Raw Weight...88 Tabel 4.18 Karakteristik Teknis...89 Tabel 4.19 Simbol Kekuatan Hubungan Karakteristik Teknis dengan Kebutuhan xv

16 Konsumen...91 Tabel 4.20 Hubungan Karakteristik Teknis dengan Kebutuhan Konsumen...91 Tabel 4.21 Perhitungan Kontribusi dan Urutan Prioritas...92 Tabel 4.22 Target Spesifikasi...96 Tabel 4.23 Produk Pendahulu...97 Tabel 4.24 Data Antropometri...99 Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Persentil Tabel 4.26 Bahan dan Biaya Pembuatan Tabel 4.27 Tabel Hasil Benchmarking Nordic Body Map Alat yang Lama dan Alat yang Ergonomis Tabel 4.28 Tabel Analisa RULA Stasiun Kerja Canting Ergonomis xvi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) Pengrajin Batik merupakan salah satu program kerja Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Jawa Tengah Seksi Industri Logam dan Tekstil. Pengrajin Batik Tulis yang ada di kota Semarang merupakan salah satu Industri Kecil Menengah (IKM) yang berada dibawah binaan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Jawa Tengah. Data tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa terdapat unit industri batik (Disperindag, 2013). Beberapa diantaranya ada Batik Semarangan, Batik Cantingmas, Batik Semarang 16 dan Batik Pasha. Pembuatan batik tulis sendiri melewati beberapa proses, pada awalnya dilakukan proses ngemplong, yaitu pencucian kain mori. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji. Kemudian dilanjutkan dengan pengeloyoran, yaitu memasukkan kain mori ke minyak jarak atau minyak kacang yang sudah ada di dalam abu merang. Tujuannya agar kain menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat warna lebih tinggi. Setelah itu dilanjutkan proses nyorek atau memola, yaitu proses menjiplak atau membuat pola di atas kain mori dengan cara meniru pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut dengan ngeblat. Tahapan ini dapat dilakukan secara langsung di atas kain atau menjiplaknya dengan menggunakan pensil. Selanjutnya masuk ke tahapan 1

18 2 mencanting, yaitu menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dari menggambar garis-garis di luar pola yang dikenal dengan istilah nglowong dan isen-isen yaitu mengisi pola dengan berbagai macam bentuk. Di dalam proses isen-isen terdapat istilah nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah dibuat dengan cara memberi titik-titik nitik. Ada pula istilah nruntum, yang hampir sama dengan isen-isen, tetapi lebih rumit. Selanjutnya masuk ke proses nembok, yaitu proses menutupi bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan malam. Bagian tersebut ditutup dengan lapisan malam yang tebal seolah-olah merupakan tembok penahan. Tahap akhir masuk ke proses nglorot, yaitu pembatik melepaskan seluruh malam (lilin) dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih dan kemudian diangin-anginkan hingga kering. Dari semua proses tahapan di atas penulis ingin meneliti masalah mengenai beban kerja yang ada di proses kerja mencanting. Gambar 1.1 Desain Alat Bantu Meja dan Kursi Mencanting Saat Ini Sumber : IKM Batik Tulis, 2016

19 3 Gambar 1.2 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting Sumber : IKM Batik Tulis, 2016 Dalam proses produksi canting, pembatik pada IKM Batik di kota Semarang bekerja dengan 2 posisi, posisi duduk di lantai dan duduk diatas kursi kecil dengan gawangan sebagai tempat meletakkan kain batik. Posisi duduk dilantai, pembatik duduk diatas lantai keramik tanpa kursi menghadap kain yang dibiarkan menjuntai di lantai. Posisi duduk di atas kursi kecil, pembatik duduk pada bangku pendek dengan sandaran punggung dan terbuat dari kayu. Pembatik duduk menghadap kain yang diletakkan pada gawangan yang terbuat dari kayu. Dapat dilihat pada gambar 1.1 ketinggian kursi ± 30 cm dan gawangan pembatik ± 70 cm. Sehingga pada gambar 1.2 dapat dilihat postur janggal yang ditandai oleh lingkaran oranye. Dimana saat membatik pembatik duduk membungkuk, tangan kanan memegang alat canting dan tangan kiri memegang bagian bawah kain. Posisi kerja seperti ini cukup lama, ± 8 jam sehari. Kondisi ini menyebabkan pembatik mudah merasa lelah dan keluhan ketidaknyamanan maupun pegal pada tubuh bagian leher, bahu, pinggang, lutut dan kaki. Dimana pada bagian anggota tubuh tersebut

20 4 geraknya terbatas dan harus menahan pada posisi yang tidak ergonomis dalam waktu yang cukup lama. Hasil survey awal yang dilakukan terhadap 15 responden pembatik tulis ternyata kegiatan mencanting menimbulkan keluhan musculosketal dan kelelahan. Dilihat dari sisi keluhan musculosketal yaitu 100% sakit pada bahu kanan dan pinggang, 73% sakit pada punggung dan pantat, 60% sakit pada leher bawah dan tangan kanan, 47% sakit pada leher bawah, lutut kiri, lutut kanan dan pergelangan kaki kanan, 33% sakit pada betis. Dilihat dari kelelahan yaitu : 33% kelelahan akibat kegiatan mencanting, 47% kelelahan akibat postur tubuh yang tidak baik saat melakukan aktivitas mencanting, 20% kelelahan akibat lingkungan kerja. Hasil observasi yang dilakukan oleh Siswiyanti, 2011 terhadap keluhan musculoskeletal terrnyata posisi duduk diatas lantai 57,13%; posisi duduk diatas dingklik 49,87% sehingga terjadi penurunan terhadap tingkat keluhan musculoskeletal sebesar 12,71%. Dilihat dari sisi kelelahan maka posisi duduk diatas lantai 53,73%; posisi duduk diatas dingklik 40,87%; sehingga terjadi penurunan terhadap tingkat kelelahan sebesar 23,93%. Berdasarkan kenyataan tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan menerapkan prinsip antropometri ergonomis pada pembatik tulis tentang perancangan kursi dan meja untuk alat bantu batik tulis. Suma mur (1992) menyatakan bahwa penerapan ergonomi ke dalam sistem kerja telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan kerja.

21 5 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada IKM pengrajin Batik Tulis di wilayah Semarang pada bulan April 2016, peneliti mendapat rumusan masalah yaitu : 1. Analisa postur kerja dan kelelahan kerja kegiatan mencanting pada pengrajin batik tulis menggunakan stasiun kerja yang lama? 2. Bagaimana rancangan dan implementasi produk stasiun kerja yang ergonomis dengan menggunakan metode Ergonomic Function Deployment (EFD)? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kelelahan kerja yang disebabkan dari postur kerja kegiatan mencanting pada pengrajin batik tulis. 2. Untuk merancang dan mengetahui perbaikan postur kerja setelah menggunakan stasiun kerja pencantingan yang ergonomis dengan menggunakan metode Ergonomic Function Deployment (EFD).

22 6 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penulisan Tugas Akhir ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat diantaranya : 1. Bagi Perusahaan Sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan perusahaan yang telah dilakukan, dimana hasil penelitian dapat digunakan sebagai evaluasi kinerja perusahaan. 2. Bagi Akademik Sebagai penambahan pustaka baru serta sebagai perbandingan untuk penelitian lebih lanjut. 3. Bagi Penulis Meningkatkan pemahaman penulis mengenai ergonomi kerja dan anthropometri dengan kuesioner nordic body map. 1.5 Pembatasan Masalah Adapun pembatasan pada penulisan tugas akhir ini, yaitu : 1. Bagian yang diteliti pada divisi kerja mencanting pada batik tulis. 2. Uji statistik SPSS untuk menganalisa data.

23 7 1.6 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Tri Novianto Perancangan dan EFD Penerapan metode EFD didapatkan (2015) Pengembangan rancangan desain meja lesehan yang Desain Produk Meja Warung/Café Lesehan Multifungsi memiliki fitur permainan, laci/tempat simpan, kokoh, desain maksimalisminimalis serta ergonomis dengan yang Ergonomis dimensi meja 70cmx70cmx40cm. Data Menggunakan tersebut didapatkan dari hasil Metode Ergonomic perhitungan antropometri pada saat Function perancangan. Deployment (EFD) Rina Astutik Perancangan Meja EFD Penelitian ini dengan menggunakan (2015) Kerja Khusus metode EFD mendapatkan bentuk meja Recycle Sampah kerja khusus Recycle Bin yang Elektronik yang ergonomis serta hasil waktu Ergonomis pembongkaran lebih singkat dengan Menggunakan bobot 2,04 dan pekerjaan lebih rapi Metode Function Ergonomic dengan bobot 1,87. Dengan dimensi meja 142,5x1,00x76 cm. Deployment (EFD) Robertha Aplikasi Ergonomic EFD Setelah dilakukan perancangan ulang alat Zulfhi Surya Function parut kelapa sistem engkol menunjukkan

24 8 (2014) Deployment (EFD) Pada Redesign Alat Parut Kelapa Untuk Ibu Rumah Tangga. bahwa rancangan alat parut kelapa sistem engkol yang berbasis EFD dapat menurunkan tingkat keluhan musculoskeletal sebesar 17,39%. Reza Adrianto Usulan Rancangan EFD Usulan Rancangan Tas Sepeda Trial (2014) Tas Sepeda Trial Menggunakan Menggunakan Metode EFD menghasilkan sebuah desain tas sepeda Metode Function Ergonomic yang dirancang agar pengguna tas sepeda ini dapat semua prinsip ENASE (efektif, Deployment (EFD) nyaman, aman, sehat, efisien). Meyharti Usulan Rancangan EFD Usulan Rancangan Baby Tafel Portable (2013) Baby Tafel Portable dengan Metode EFD dihasilkan dengan Metode perancangan mempunyai ukuran Ergonomic Function Deployment (EFD) 95x63x85 cm. Data tersebut didapatkan dari hasil perhitungan antropometri pada saat perancangan. Deonalt Perancangan Ulang EFD perancangan ulang desain kursi Paraharyo Desain Kursi penumpang mobil land rover yang Wibowo Penumpang Mobil ergonomis dengan metode Ergonomic (2011) Land Rover yang Function Deployment (EFD) hasil Ergonomis dengan penelitian dengan metode ini untuk Metode Function Ergonomic memudahkan proses perancangan, pembuatan keputusan direkam dalam Deployment (EFD) bentuk matrik-matrik.

25 9 Prasetyo Rancang Bangun QFD Rancang bangun meja setrika (2012) Meja Setrika multifungsi menggunakan metode QFD Multifungsi diperoleh hasil prioritas yaitu material Menggunakan Metode QFD kerangka meja seterika, multifungsi, desain meja seterika, alas meja seterika, alat bantu, tinggi tegak meja seterika. Juwono (2011) Perancangan Meja QFD Perancangan meja tulis multifungsi Tulis Multifungsi menggunakan metode QFD Menggunakan menghasilkan variable kebutuhan Metode Function Quality konsumen yang memiliki prioritas yaitu: meja tulis memiliki multifungsi, Deployment (QFD) kemiringan bias meja yang bisa diatur, mempunyai tingkat kenyaman yang baik, ada tempat menyimpan, memiliki tingkat keamanan yang baik. Denny Perancangan Meja QFD Penelitian ini membahas perancangan Nurkertamanda (2006) Dan Kursi Anak Menggunakan dan pengembangan produk meja dan kursi anak sesuai dengan anthropometri Metode Function Quality (ukuran tubuh manusia) dan bentuk fisik anak untuk menghasilkan rancangan Deployment (QFD) Dengan Pendekatan Anthropometri Dan Bentuk Fisik Anak kursi yang ergonomis untuk mengantisipasi adanya ketidakserasian antara meja kursi dengan ukuran tubuh anak.

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Produk Pengertian produk menurut Kotler dan Keller (2007) bahwa : Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat, property, organisasi, dan gagasan. Fandy Tjiptono (2008) mengatakan bahwa: Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. 2.2 Perancangan dan Pengembangan Produk Perancangan dan pengembangan produk dapat diterjemahkan sebagai serangkaian aktifitas yang saling berkaitan yang dimulai dari analisis persepsi dan peluang pasar, sampai ke tahap produksi, penjualan serta pengiriman produk. Selama ini dimensi laba bagi investor merupakan dimensi yang banyak digunakan untuk menilai usaha pengembangan produk. Akan tetapi terdapat lima dimensi spesifik antara lain dalam perancangan dan pengembangan produk, antara lain (Ulrich&Eppinger, 2001): a. Kualitas Produk Hal ini meliputi seberapa baik produk yang dihasilkan, apakah produk tersebut telah memuaskan keinginan pelanggan dan apakah produk 10

27 11 tersebut kuat serta handal. b. Biaya Produk Biaya produk ini merupakan biaya untuk modal peralatan dan alat bantu serta biaya produksi setiap unit produk. Biaya ini akan menentukan besanya laba yang dihasilkan pada volume penjualan dan pada harga tertentu. c. Waktu Pengembangan Produk Dimensi ini akan menentukan kemampuan dalam berkompetisi yang mana waktu dan pengembangan produk menunjukkan daya tanggap terhadap perubahan teknologi dan pada akhirnya akan menentukan kecepatan perusahaan untuk menerima pengembalian ekonomis dari usaha pengembangan yang dilakukan. d. Biaya Pengembangan Biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan produk dan merupakan salah satu komponen yang penting dari investasi yang dibutuhkan untuk mencapai profit. e. Kapabilitas Pengembangan Dimensi ini menunjukkan kemampuan pengembang yang lebih baik untuk mengembangkan produk masa depan sebagai hasil pengalaman yang diperoleh saat ini. Menurut Ulrich&Eppinger (2001) terdapat tiga fungsi penting dalam proyek pengembangan produk, yaitu: 1. Pemasaran Fungsi pemasaran di dalam pengembangan produk adalah

28 12 untuk menjembatani antara tim pengembang produk dengan pelanggan. Bentuk riilnya dengan memfasilitasi proses identifikasi peluang produk, identifikasi segmen pasar dan identifikasi kebutuhan pelanggan, menetapkan target produk, merancang peluncuran dan promosi produk. 2. Perancangan Fungsi perancangan merupakan fungsi penting dalam mengidentifikasi bentuk fisik produk agar dapat memenuhi keinginan pelanggan. Tugas bagian perancangan ini meliputi desain engineering (mekanik, elektrik, dll) dan desain industri (estetika, ergonomi, dll). 3. Manufaktur Fungsi manufaktur bertanggung jawab untuk merancang dan mengoperasikan sistem produksi pada proses produksi produk untuk menghasilkan produk Proses Pengembangan Produk Proses pengembangan produk merupakan serangkaian urutan atau langkah kegiatan untuk menyusun, merancang dan mengkomersilkan suatu produk. Proses pengembangan produk yang umum terdiri dari enam tahap seperti dijelaskan dibawah ini (Ulrich & Epinger, 2001). 1. Perencanaan Fase perencanaan ini merupakan fase nol, karena kegiatan perencanaan ini merupakan kegiatan yang paling awal mendahului proyek dan proses peluncuran pengembangan

29 13 produk actual Pengembangan konsep Fase pengembangan konsep ini terdapat kebutuhan pasar target diidentifikasikasi, alternative konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh. Konsep adalah uraian dari bentuk, dan tampilan suatu produk dan biasanya disertai dengan serangkaian spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek. 2. Perancangan tingkat system Fase ini berisikan definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponenkomponen. 3. Perancangan detail Fase ini mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. 4. Pengujian dan perbaikan Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. 5. Produksi awal Pada fase produksi awal ini, produk-produk dibuat dengan menggunakan system produksi yang sesungguhnya.

30 14 Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuiaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan yang timbul Pengembangan Konsep Tahap pengembangan konsep merupakan proses untuk mengembangkan apa yang menjadi konsep pengembangan produk dengan beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Karena tahap pengembangan konsep dalam proses pengembangan itu sendiri membutuhkan lebih banyak koordinasi dibandingkan dengan fungsi-fungsi lainnya. Maka, sudah tentu pengembangan konsep ini berjalan secara integrasi. Oleh karena itu proses pengembangan konsep ini dinamakan dengan proses awal hingga akhir. Gambar 2.1 Tahap Pengembangan konsep dari tahap awal hingga akhir Sumber : Ulrich & Eppinger, 2001

31 15 Proses pengembangan konsep terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut (Ulrich Epinger, 2001): 1. Identifikasi kebutuhan pelanggan (costumer needs) Sasaran kegiatan ini adalah untuk memahami kebutuhan pelanggan mengkomunikasikan secara efektif kepada tim pengembangan. Output dari tahap ini adalah sekumpulan pernyataan kebutuhan pelanggan yang tersusun rapi, diatur dalam daftar hierarki, dengan bobotbobot kepentingan untuk tiap-tiap kebutuhan. 2. Penetapan spesifikasi target Spesifikasi merupakan terjemahan dari kebutuhan pelanggan menjadi kebutuhan secara teknis. Maksud spesifikasi produk adalah menjelaskan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh sebuah produk. 3. Penyusunan konsep Konsep produk ialah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai teknologi, prinsip kerja dan bentuk produk. Konsep produk merupakan gambaran singkat bagaimana produk memuaskan kebutuhan pelanggan. 4. Pemilihan konsep Pemilihan konsep merupakan kegiatan di mana berbagai konsep dianalisi dan secara berurut-urut dieliminasi untuk mengidentifikasi konsep yang paling menjanjikan. 5. Pengujian Konsep Pengujian konsep berhubungan erat dengan seleksi konsep, dimana kedua aktifitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep yang akan diproses lebih lanjut. Namun pengujian koonsep berbeda

32 16 karena aktifitas ini menitikberatkan pada pengumpulan data langsung dari pelanggan potensial dan hanya melibatkan sedikit penilaian dari tim pengembangan. 6. Penentuan Spesifikasi akhir Spesifikasi target yang telah ditentukan di awal proses ditinjau kembali setelah proses dipilih dan di uji. Pada titik ini tim harus konsisten dengan nilai-nilai besaran spesifik yang mencerminkan batasan-batasan pada konsep produk itu sendiri. Batasan-batasan yang diidentifikasi melalui pemodelan secara teknis, serta pilihan antara biaya dan kinerja. 7. Perencanaan proyek Pada kegiatan akhir pengembangan konsep ini, tim membuat suatu jadwal pengembangan secara rinci, menentukan srategi untuk meminimasi waktu pengembangan dan mengidentifikasikan sumber daya yang digunakan untuk menyesuaikan proyek. 8. Analisis Ekonomi Analisis ekonomi digunakan untuk memastikan kelanjutan program pengembangan menyeluruh dan memecahkan tawar- menawar spesifik, misalnya antara biaya manufaktur dan biaya pengembangan. Analisis ekonomi merupakan salah satu kegiatan dalam tahap pengembangan. Analisis produk-produk pesaing. Pemahaman mengenai produk pesaing adalah pentinguntuk menentukan posisi produk baru yang berhasil dan dapat menjadi sumber ide yang kaya untuk rancangan produk dan proses produksi. Analisis pesaing dilakukan untuk mendukung banyak kegiatan awal-akhir.

33 17 9. Pemodelan dan pembuatan Prototype Prototype merupakan alat bantu pembuktian konsep yang akan membantu tim pengembangan dalam menunjukkan kelayakan, dimana terdapat penaksiran produk melalui salah satu atau lebih yang menjadi perhatian. Prototype dapat diklasifikasikan menjadi 2 dimensi, yaitu Prototype fisik dan Prototype analitik. Prototype fisik merupakan benda nyata yang dibuat untuk memperkirakan produk, dimana aspek-aspek dari produk diminati oleh pengembang secara nyata dibuat menjadi sebuah benda yang untuk pengujian dan percobaan. Prototype analitik menampilkan produk yang tidak nyata, biasanya secara matematis atau cara kerja. Dalam pengembangan produk, Prototype digunakan untuk empat tujuan, yaitu: 1. Pembelajaran, Prototype digunakan untuk melihat apakah produk dapat bekerja dan sejauh mana produk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. 2. Komunikasi, Prototype memperkaya komunikasi dengan manajemen puncak, penjualan, mitra, tim pengembang, pelanggan dan investor. 3. Penggabung, Prototype digunakan untuk memastikan bahwa komponen dan sub sistem produk bekerja bersamaan seperti harapan. 4. Tonggak (millstone), Prototype digunakan untuk mendemonstrasikan bahwa produk tersebut telah mencapai tingkat kegunaan yang diinginkan.

34 Ergonomic Function Deployment Ergonomic Function Deployment (EFD) merupakan pengembangan dari Quality Function Deployment (QFD) (Ulrich & Eppinger, 1995) yaitu dengan menambahkan hubungan baru antara keinginan konsumen dan aspek ergonomi dari produk. Hubungan ini akan melengkapi bentuk matrik House of Quality yang juga menterjemahkan ke dalam aspek-aspek ergonomi yang diinginkan. Matrik House of Quality yang digunakan pada EFD dikembangkan menjadi matrik House of Ergonomic. Gambar 2.2 House of Ergonomic Sumber: Ulrich & Eppinger, Langkah-Langkah Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) 1. Identifikasi Atribut Produk Yaitu untuk mengetahui atribut produk yang akan dikembangkan dan sesuai dengan keinginan konsumen, maka diperlukan identifikasi produk. Atribut produk yang digunakan

35 19 diturunkan dari aspek ergonomi, yaitu ENASE (Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan Efisien). a. Efektif, adalah tercapainya sasaran atau target yang telah ditentukan. b. Nyaman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa kecemasan, dengan prilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat kinerja stabil, biasanya bebas dari resiko. c. Aman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa kecemasan, dengan prilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat stabil, biasanya bebas dari resiko. d. Sehat, adalah menghilangkan hal-hal yang bisa mengakibatkan gangguan kesehatan atau sakit. e. Efisien, sasaran dapat dicapai dengan upaya, biaya, pengorbanan yang rendah. 2. Desain kuesioner dilakukan untuk mengetahui atribut mana yang dianggap penting oleh konsumen. 3. Desain kuesioner penelitian yaitu data hasil penyebaran kuesioner pendahuluan kepada responden digunakan sebagai input desain kuesioner sebagai alat ukur. 4. Pembentukan House of Ergonomic dibentuk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Kebutuhan konsumen dapat diperoleh dari voice of customer yang dikumpulkan. Kebutuhan ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dari

36 20 wawancara, kemudian diterjemahkan menjadi kebutuhan konsumen yang disusun berdasarkan tingkatan yang diinginkan dan dibutuhkan. Planinning matrix memiliki beberapa langkah yaitu: a. Tingkat kepentingan konsumen (Importance to Customer) Penentuan tingkat kepentingan konsumen digunakan untuk mengetahui sejauh mana konsumen memberikan penilaian atau harapan dari kebutuhan konsumen yang ada. b. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen (Current Statisfaction Performance) Pengukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap produk dimaksudkan untuk mengukur bagaimana tingkat kepuasan konsumen setelah pemakaian produk yang akan dianalisa. Dihitung dengan rumus : c. Nilai Target (Goal) Nilai target ditentukan oleh pihak perusahaan yang menunjukkan target nilai target yang akan dicapai untuk tiap kebutuhan konsumen. d. Rasio Perbaikan (Improvement Ratio) Rasio perbaikan yaitu perbandingan antara nilai target yang akan dicapai (goal) pihak perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk. Rasio ini dihitung dengan rumus:

37 21 e. Titik Jual (Sales Point) Titik jual adalah kontribusi suatu kebutuhan konsumen terhadap daya jual produk. Untuk penilaian terhadap titik jual terdiri dari: 1 = Tidak ada titik jual 1.2 = Titik jual menengah 1.6 = Titik jual kuat f. Raw Weight Raw weight adalah nilai keseluruhan dari data-data yang dimasukkan dalam Planning Matriks tiap kebutuhan konsumen untuk proses perbaikan selanjutnya dalam pengembangan produk. Dihitung dengan rumus : g. Normalized Raw Weight Merupakan nilai dari Raw weight yang dibuat dalam skala 0-1 atau dibuat dalam bentuk presentase. Dihitung dengan rumus : h. Technical Responses Technical response atau disingkat juga dengan matrik How s berisi data atau informasi teknis yang digunakan perusahaan untuk mendeskriptifkan kinerja dari produk atau jasa yang disediakannya. Matrik ini merupakan translasi dari kriteria kebutuhan pelanggan (voice of customer) ke dalam gambaran

38 22 bagaimana produk atau jasa tersebut dikembangkan (voice of developer). Cara yang dapat digunakan untuk menentukan isi dari matrik ini adalah dengan menentukan dimensi dan cara mengukurnya, dengan melihat fungsi produk atau jasa tersebut dan subsistemnya. Sementara itu untuk ukuran kinerja di bidang jasa dapat menggunakan pendekatan proses atau jalannya proses dari pelayanan jasa tersebut dari awal hingga akhir sampai ke konsumen. i. Matrix Relationship Matrik relationship menyatakan hubungan yang terjadi antara Customer need dan Technical Response. Setiap hubungan menunjukkan kekuatan hubungan antara satu technical response dengan satu VOC. Kekuatan hubungan ini disebut pengaruh (impact) dari technical response terhadap VOC. Kemungkinan dalam Relationship Matrik akan digambarkan oleh simbol-simbol untuk memudahkan dalam visualisasi dengan pembagian atribut respon teknis sangat kuat, kuat,sedang, atau tidak saling terhubung sama sekali. Kekuatan hubungan tersebut dilambangkan dengan angka 0, 1, 3, 9.

39 23 j. Technical Correlation Korelasi teknis mengidentifikasikan hubungan yang terjadi pada tiap bagian dari rekayasa teknis (design requirement) yang dinyatakan dengan matrik korelasi. Penjelasan tentang tingkat kepentingan hubungan serta keterkaitan antara design requirement, dijelaskan dengan simbol tertentu yang mengartikah apakah terjadi hubungan yang sangat positif, positif, negatif, sangat negatif, atau tidak ada korelasi sama sekali. 5. Pada tahap perancangan bertujuan untuk mengembangkan produk untuk menentukan kebutuhan konsumen saat ini Benchmarking Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan produk barang dan jasa, dan proses-proses dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut. Dengan melakukan atau melalui benchmarking, suatu produk dapat diketahui telah seberapa baik dibandingkan dengan produk yang lainnya. 2.4 Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspekaspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan.

40 24 Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya (Nurmianto, 2004). Apabila ingin meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak (kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain atau didesain disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia, maka akan boros penggunaan energi dalam tubuh, cepat lelah, hasil tidak optimal bahkan mencelakakan. Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja. Tujuan utama ergonomi ada empat (Santoso, 2004; Notoatmodjo, 2003), yaitu: 1. Memaksimalkan efisiensi karyawan. 2. Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja. 3. Menganjurkan agar bekerja dengan aman, nyaman dan bersemangat. 4. Memaksimalkan bentuk kerja Menurut Nurmianto (2004), peranan penerapan ergonomi antara lain:

41 25 a. Aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (access ways), pintu (doors), jendela (windows) dan lain - lain. b. Desain pekerjaan pada suatu organisasi. Misalnya: penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan dan lain - lain. c. Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya: desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station). Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dan lain -lain Maksud dan Tujuan Ergonomi Maksud dan tujuan ergonomi adalah untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan produk- produknya, sehingga memungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia mesin (teknologi) yang optimal. Pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada upaya

42 26 memperbaiki performa kerja amanusia seperti menambah kecepatan kerja, keselamatan kerja dan untuk mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat. Disamping itu disiplin ilmu ergonomi diharapkan mampu memperbaiki pendayagunaan sumberdaya manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan mesin-mesin disini ialah kombinasi atara satu atau beberapa manusia dengan satu atau beberapa mesin, dimana salah satu mesin dengan lainnya saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh. Sedangkan yang dimaksud dengan mesin dalam hal ini adalah mencakup semua objek fisik seperti peralatan, perlengkapan, fasilitas dan benda-benda yang bisa digunakan manusia dalam melakukan kegiatannya (Wignjoesoebroto1995) Sistem Kerja Menurut Ergonomi Sistem kerja adalah suatu kasatuan yang berunsurkan manusia, peralatan, bahan dan lingkungan. Unsur ini secara bersama-sama mengemban suatu misi yaitu apa yang dicapai oleh kesatuan tadi. Disebuah pabrik misalnya, dapat dijumpai seorang pekerja mengoperasikan dan memproses bahan disuatu tempat tertentu dilantai pabrik terhadap sistem kerja yang terbentuk bermisikan menghasilkan bahan sesuai proses dengan sasaran yang telah ditetapkan, dinyatakan dengan satu atau gabungan dari halhal jumlah, waktu dan mutu. Setiap hari manusia selalu terlibat dengan kegiatan-kegiatan

43 27 apakah itu bekerja atau bergerak yang semuanya memerlukan tenaga. Yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana mengatur kegiatan ini sedemikian rupa sehingga posisi saat bekerja atau bergerak berada dalam keadaan nyaman tanpa mempengaruhi hasil kerja. Kemampuan manusia dalam melakukan bermacam-macam kegiatan tersebut tergantung pada struktur fisik tubuhnya yang terdiri struktur tulang, otot-otot, kerangka, sistem syaraf dan proses metabolisme. Pada tubuh manusia terdapat dua ratus enam tulang pembentuk rangka yang berfungsi untuk melindungi dan melaksanakan kegiatan fisik Keluhan Muskuloskeletal Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka, 2004), yaitu : 1. Keluhan sementara (reversible) Keluhan sementara yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan

44 28 tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap (persistent) Keluhan menetap yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otototot bagian bawah. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang Penyebab Keluhan Muskuloskeletal Menurut Peter Vi (2000) yang dikutip oleh Rizki (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu : 1. Peregangan Otot yang Berlebihan Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi

45 29 resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal. 2. Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan lain-lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terusmenerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap Kerja Tidak Alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. 4. Faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu : a. Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan

46 30 menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. b. Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. c. Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

47 31 5. Penyebab kombinasi. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal Nordic Body Map Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Pembagian bagianbagian tubuh serta keterangan dari bagian-bagian tubuh tersebut dapat dilihat pada gambar berikut : Keterangan : 0. Pergelangan tangan kanan 13. Leher atas 1. Tangan kiri 14. Leher bawah 2. Tangan kanan 15. Bahu kiri 3. Paha kiri 16. Bahu kanan 4. Paha kanan 17. Lengan atas kiri 5. Lutut kanan 18. Punggung 6. Lutut kiri 19. Lengan atas kanan 7. Betis kiri 20. Pinggang 8. Betis kanan 21. Bawah pinggang 9. Pergelangan kaki kiri 22. Bokong 10. Pergelangan kaki kanan 23. Siku kiri 11. Telapak kaki kiri 24. Siku kanan 12. Telapak kaki kanan 25. Lengan bawah kiri 26. Lengan bawah kanan 27. Pergelangan tangan kiri Gambar 2.3 Nordic Body Map

48 Antropometri Antropometri berasal dari kata antropos dan metricos. Antropos berarti manusia dan metricos berarti ukuran. Antropometri adalah ukuran-ukuran tubuh manusia secara alamiah baik dalam melakukan aktivitas statis (ukuran sebenarnya) maupun dinamis (disesuaikan dengan pekerjaan) (Wignjosoebroto, 2003). Antropometri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi dan karakteristik tubuh manusia lainnya seperti volume, pusat gravitasi dan massa segmen tubuh manusia. Ukuran-ukuran tubuh manusia sangat bervariasi, bergantung pada umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan periode dari masa ke masa. Pengukuran dimensi-dimensi tubuh manusia merupakan bagian yang terpenting dari antropometri karena akan menjadi data dasar untuk mempersiapkan desain berbagai peralatan, mesin, proses dan tempat kerja (Harrianto, 2008). Ukuran tubuh yang penting untuk penerapan ergonomi, yaitu: a. Pada sikap berdiri: tinggi badan berdiri, tinggi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi pangkal jari tangan, tinggi ujung-ujung jari. b. Pada sikap duduk: tinggi duduk, tinggi posisi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tebal paha, jarak bokong-lutut, jarak bokong-lekuk lutut, tinggi lutut, lebar bahu, lebar pinggul (Harrianto, 2008). Penerapan data antropometri dapat dilakukan jika tersedia nilai ratarata ( ) dan standar deviasi (SD) dari suatu distribusi normal. Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang ukurannya sama atau lebih rendah dari nilai tersebut (setelah perhitungan persentil). Misalnya 95 persentil akan menunjukkan 95%

49 33 populasi akan berada pada atau berada di bawah ukuran tersebut; sedangkan 5 persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu (Wignjosoebroto, 2003). Antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu: a. Antropometri statis, di mana pengukuran dilakukan pada tubuh manusia yang berada dalam posisi diam. Dimensi yang diukur pada Anthropometri statis diambil secara linier (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh. Agar hasil pengukuran representatif, maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap berbagai individu, dan tubuh harus dalam keadaan diam. b. Antropometri dinamis, dimana dimensi tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak, sehingga lebih kompleks dan lebih sulit diukur. Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi dimensi tubuh manusia, diantaranya (Wieckens et al, 2004): a. Usia Ukuran tubuh manusia (stature) akan berkembang dari saat lahir sampai kira-kira berumur tahun (Roche & Davila, 1972; VanCott&Kinkade,1972) dan mulai menurun setelah usia tahun. Bahkan, untuk wanita kemungkinan penyusutannya lebih besar. Sementara untuk berat dan circumference chest akan berkembang sampai usia 60 tahun. b. Jenis Kelamin Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali

50 34 dada dan pinggul. c. Suku Bangsa (Etnis) dan Ras Ukuran tubuh dan proporsi manusia yang berbeda etnis dan ras mempunyai perbedaan yang signifikan. Orang kulit hitam cenderung mempunyai lengan dan kaki yang lebih panjang dibandingkan orang kulit putih. d. Pekerjaan Aktivitas kerja sehari-hari juga menyebabkan perbedaan ukuran tubuh manusia.pemain basket professional biasanya lebih tinggi dari orang biasa. Pemain balet biasanya lebih kurus dibanding rata- rata orang. Beberapa pengolahan data yang harus dilakukan pada data antropometri (Nurmianto, 1996 & Tayyari, 1997) adalah 1. Kecukupan data K = Tingkat kepercayaan Bila tingkat kepercayaan 99%, maka k = 2,58 3 Bila tingkat kepercayaan 95%, maka k = 1,96 2 Bila tingkat kepercayaan 68%, maka k 1 N = Jumlah semua data s = derajat ketelitian apabila N < N, maka data dinyatakan cukup. 2. Uji Normalitas Data Pengolahan Data Normalitas dan Percentile dengan SPSS: a. Input data nilai dimensi pada data view. b. Masuk ke tampilan variable view, kemudian kolom name

51 35 diganti dengan nama dimensi. c. Pengolahan data : i. Klik analyze, pilih descriptive statistics, kemudian explore. ii. Masukkan semua variabel sebagai dependent variables. iii. Checklist both pada toolbox display. iv. Pilih statistic: checklist descriptive, percentiles, kemudian continue. v. Pilih plots: checklist none pada boxplots, stem dan leaf pada descriptive. vi. Checklist normality plots with test, kemudian continue. vii. Pilih options: checklist exclude cases listwise, kemudian continue. viii. Klik continue. Hasil pengolahan data ditampilkan pada output. 3. Keseragaman Data Batas Kontrol Atas/Batas Kontrol Bawah (BKA/BKB) BKA = + k BKB = - k = standar deviasi Persentil Percentil adalah suatu nilai yang menunjukkan presentase tertentu dari orang-orang yang memiliki ukuran di bawah atau pada nilai tersebut (Tayyari & Smith 1997). Sebagai contoh, 95th

52 36 percentile akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah nilai dari suatu data yang diambil. Untuk penetapan data antropometri digunakan distribusi normal di mana distribusi ini dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean) dan simpangan bakunya (standar deviasi) dari data yang diperoleh. Dari nilai yang ada tersebut, dapat ditentukan nilai persentil sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal yang ada. Gambar 2.4 Distribusi Normal Pada umumnya, persentil yang digunakan adalah: P5 = - 1,645 P50 = P95 = + 1,645

53 Dimensi Tubuh Gambar 2.5 Dimensi Tubuh untuk Perancangan dengan Antropometri Sumber: Wignjoesoebroto, 2008 Tabel 2.1 Dimensi Tubuh untuk Perancangan dengan Antropometri No Keterangan 1 Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung 2 kepala) Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak 4 Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus) Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat 5 duduk/pantat sampai dengan kepala) 6 Tinggi mata dalam posisi duduk 7 Tinggi bahu dalam posisi duduk 8 Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus) 9 Tebal atau lebar paha 10 Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut 11 Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari 12 lutut/betis Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalm posisi berdiri ataupun 13 duduk Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai 14 dengan Lebar dari paha bahu bisa diukur baik dalm posisi berdiri ataupun duduk 15 Lebar pinggul/pantat 16 Panjang siku yang diukur dari siku s/d ujung jari jari dalam 17 posisi Lebar kepala siku tegak lurus 18 Panjang tangan diukur dari pergelangan s/d ujung jari 19 Lebar telapak tangan

54 38 Tabel 2.1 Dimensi Tubuh untuk Perancangan dengan Antropometri Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai s/d telapak tangan yang terjangkau lurus ke atas Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan (Sumber: Wignjosoebroto, 2008) 2.6 Teknik Sampling Data yang akan dipakai dalam penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari suatu populasi. Hal ini patut dimengerti mengingat adanya beberapa kendala seperti populasi yang tidak terdefinisikan, seperti kendala biaya, waktu, tenaga serta masalah heterogenitas atau homogenitas dari elemen populasi tersebut. Dengan alasan ini maka di dalam penelitian tugas akhir ini menggunakan sampel. Sampel adalah prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi (Nazir, 2003). Secara garis besar, teknik pengambilan sampel terdiri atas dua jenis, yaitu: 1. Pengambilan Sampel Probabilitas/Acak Pengambilan sampel secara acak adalah suatu metode penelitian sampel dimana setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, sehingga metode ini seting disebut sebagai prosedur yang terbaik. Ada beberapa jenis pengambilan sampel acak yang banyak digunakan di antaranya: a. Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) 1) Cara Undian Cara ini member nomor-nomor pada seluruh anggota populasi, lalu secara acak dipilih nomor-nomor sesuai dengan banyaknya

55 39 jumlah sampel yang dibutuhkan. a) Sistematis/Ordinal Cara ini merupakan teknik untuk memilih anggota sampel melalui peluang dan sistem tertentu, dimana pemilihan anggota sampel dilakukan setelah dimulai dengan pemilihan secara acak untuk data pertama dan berikutnya setiap internal tertentu. b) Cara Stratifikasi (Stratified Random Sampling) Suatu populasi yang dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi, sehingga tiap kelompok akan memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Lalu dari tiap sub populasi ini secara acak diambil anggota sampelnya. c) Cara Kluster (Cluster Sampling) Pengambilan cara ini mirip dengan cara stratifikasi di atas, bedanya jika cara stratifikasi mengakibatkan adanya subpopulasi yang unsur-unsurnya homogen, sedangkan dengan cara kluster unsur-unsurnya heterogen. Selanjutnya dari tiap kluster dipilih sampel secara random sebanyak yang dibutuhkan. 2. Pengambilan Sampel Non Probablitas/Non Acak Dengan cara ini semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Hal ini terjadi, misalnya karena ada bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili populasi.

56 40 Ada lima cara pengambilan sampel dengan cara non acak seperti berikut: a. Judgment Sampling (cara keputusan) Cara ini dianggap sama dengan Purposive Sampling, misalnya diapakai pada saat kita ingin mengetahui pendapat karyawan tentang produk yang akan dibuat. Peneliti beranggapan bahwa karyawan akan lebih banyak mengetahui dari pada orang-orang lain. b. Quota Sampling (cara kuota) Jika riset dilakukan untuk mengkaji suatu fenomena dari beberapa sisi, responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab semua sisi itu. c. Convenience Sampling (cara dipermudah) Sampel ini nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling murah dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui. d. Snowball Sampling (cara bola salju) Cara ini adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sampel terus banyak. e. Area Sampling Pada prinsipnya cara ini menggunakan perwakilan bertingkat. Populasi ini dibagi atas beberapa bagian populasi, dimana bagian populasi ini dapat dibagi-bagi lagi.

57 Uji Statistik Uji Validitas Sugiyono (2008) menyatakan bahwa validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Jadi pengujian validitas itu mengacu pada sejauh mana suatu instrument dalam menjalankan fungsi. Instrument dikatakan valid jika instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur Sebagai contoh, ingin mengukur kemampuan siswa dalam matematika. Kemudian diberikan soal dengan kalimat yang panjang dan yang berbelit-belit sehingga sukar ditangkap maknanya. Akhimya siswa tidak dapat menjawab, akibat tidak memahami pertanyaannya. Contoh lain, peneliti ingin mengukur kemampuan berbicara, tapi ditanya mengenai tata bahasa atau kesusastraan seperti puisi atau sajak. Pengukur tersebut tidak tepat (valid). Validitas tidak berlaku universal sebab bergantung pada situasi dan tujuan penelitian. Instrumen yang telah valid untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain. Suryabrata (2000) menyatakan bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi pengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes. Validitas suatu tes mempermasalahkan apakah tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Maksudnya adalah seberapa jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas

58 42 tes yang bersangkutan. Sudjana (2004) menyatakan bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Ada dua macam validitas sesuai dengan cara pengujiannya, yaitu sebagai berikut: a. Validitas Eksternal, instrument dicapai bila data yang dicapai sesuai dengan data dan atau informasi lain mengenai variabel penelitian yang dimaksud. Misalnya, hasil penelitian Mr. Bob menyatakan bahwa pelayanan bank X sangat memuaskan, namun di sisi lain banyak keluhan dari nasabah tentang pelayanan bank tersebut, sehingga hasil penelitian Mr. Bob diragukan keraguannya. b. Validitas Internal, instrument diacapai bila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrument dengan instrument secara keseluruhan. Pengujian validitas internal sebuah instrument dapat dilakukan dengan dua cara: a. Analisis faktor, diuji apakah item yang membentuk variabel memiliki keeratan satu sama lain. b. Analisis butir, dilakukan dengan mengkorelasikan skor pada item dengan skor total item-nya. Kriteria pengujian tes validitas adalah sebagai berikut: 1. Jika koefisien korelasi product moment melebihi 0,3. 2. Jika koefisien korelasi product moment > r tabel.

59 43 3. Nilai sig α Uji Reabilitas Reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya. Artinya, kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama. Contoh paling nyata adalah timbangan atau meteran. Hal yang sama terjadi untuk alat ukur suatu gejala, tingkah laku, ciri atau sifat individu dan lain-lain. Misalnya alat ukur prestasi belajar seperti tes hasil belajar, alat ukur sikap, kuesioner dan lain-lain, hendaknya meneliti sifat keajegan tersebut. Azwar (2003) menyatakan bahwa reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Arifin (1991) menyatakan bahwa suatu tes dikatakan reliabel jikaselalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda. Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan erat dengan masalah kekeliruan pengukuran. Kekeliruan pengukuran sendiri menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila dilakukan pengukuran ulang terhadap kelompok subyek yang sama. Sedangkan konsep reliabilitas dalam artireliabilitas hasil ukur berkaitan erat dengan kekeliruan dalam pengambilan sampel yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukurapabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok yang berbeda. Sudjana (2004: 16) menyatakan bahwa reliabilitas alat

60 44 penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Kriteria Uji Reliabilitas adalah Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatan baik jika memiliki nilai Cronbach s Alpha > 0,60. Langkah-langkah dan kotak kerja untuk menguji reliabilitas suatu konstruk variabel sama dengan pada saat pengujian validitas masingmasing butir pertanyan. Output SPSS untuk uji reliabilitas akan dihasilkan secara bersama-sama dengan uji validitas. Namun demikian untuk melihat hasil uji reliabilitas perlu dilihat pada tabel Reliability Coefficients. Pada tabel tersebut akan terlihat nilai Cronbach s Alpha atau Reliability Coefficients nilai tertulis Alpha. Cronbach'sAlpha Tabel 2.2 Contoh Reliability Statistic Cronbach's AlphaBasedOn StandardizedItems N ofitems Output tersebut menunjukkan tagttbel Reliability Coefficients yang terlihat sebagai Cronbach s Alpha 0,841 > 0,60. Dapat disimpulkan bahwa konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi variabel X tersebut adalah reliabel.

61 Faktor-faktor Risiko Kerja pada Pembatik Tulis Faktor Tugas Kerja Yang menjadi factor-faktor risiko tugas kerja adalah: a. Postur Kerja Postur adalah posisi atau sikap bagian tubuh pada saat bekerja yang disebabkan oleh adaptasi pekerja dengan desain area kerja dan tugas kerja. Pembatik dalam melakukan pekerjaan, seringkali berada postur janggal. Postur janggal memaksa pekerja menggunakan lebih banyak tenaga untuk melakukan pekerjaan karena tidak sesuai dengan posisi alami tubuh. Postur janggal tidak selalu berbahaya, cedera dapat timbul bila dilakukan berulang kali dan pada jangka waktu yang lama. Gambar 2.6 Aktivitas Mencanting Batik Tulis Sumber : IKM Batik Tulis, 2016 Bekerja dengan postur janggal dapat meningkatkan kelelahan dan ketidaknyamanan. Kelelahan otot lebih cepat terjadi pada posisi yang bertahan/tetap karena aliran darah terbatas ketika otot meregang dan tidak bergerak. Seperti kondisi dimana pembatik harus berbagi kompor batik dengan beberapa orang pembatik lainnya. Sehingga pembatik dipaksa untuk menggapai kompor yang berada diluar wilayah jangkau normal.

62 46 b. Force Force adalah beban yang dikeluarkan setiap individu ketika melakukan suatu tugas kerja dan tidak sama antara masing-masing individu. Pemberian tenaga yang berlebihan dalam melakukan tugas atau pekerjaan dapat berisiko terjadinya cedera pada otot. Jika dilakukan dalam waktu yang lama maka dapat menimbulkan cedera pada tangan dan pergelangan tangan (Anonim, 2005). Mengeluarkan tenaga secara berlebihan juga dapat berakibat mudah lelah dan lamban dalam penyelesaian tugas. Force berkaitan erat dengan durasi. Suatu pekerjaan yang dilakukan dalam waktu singkat namun membutuhkan tenaga besar akan berimplikasi berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan dengan durasi lama namun relatif dengan beban yang relative stabil (MacLeod, 2000). Dalam hal ini, pekerja pembatik tulis mengalami grip force yaitu tekanan yang dialami otot tangan ketika memegang perkakas canting. c. Durasi Kerja Risiko cedera meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi, pengulangan, dan durasi aktivitas membatik yang dilakukan seorang pekerja dalam suatu periode kerja. Aktivitas membatik yang sama yang dilakukan berulang kali dalam jangka waktu yang lama (monoton) dapat menimbulkan perasaan bosan dan penurunan kewaspadaan yang dapat menimbulkan risiko keselamatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melanjutkan pengerahan tenaga yang berkepanjangan:

63 47 tersedianya energi cadangan kebugaran fisik pekerja beban kerja relatif (yaitu, proporsi kapasitas fisik karyawan yang terlibat dengan tugas d. Gerakan Berulang (repetitive) Gerakan berulang merupakan suatu gerakan dilakukan secara berulang-ulang yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Keparahan dari gerakan berulang bergantung dari frekuensi dan kecepatan, jumlah otot yang bekerja, dan tenaga yang harus dikeluarkan (OHSA, 2000). Pada pekerjaan batik tulis, pembatik akan melakukan gerakan berulang seperti yang terlihat pada gambar 2.5. Mengambil lilin batik dari kompor dengan menggunakan canting Menoreh lilin batik pada kain Gambar 2.7 Skema Gerakan Berulang Pembatik Tulis Sumber : IKM Batik Tulis, Faktor Peralatan Empat jenis peralatan yang digunakan selama proses kerja membatik yaitu : 1. Tempat duduk Bentuk tempat duduk (kursi) yang digunakan pembatik sangat bervariasi baik dari bentuk, tinggi kursi, kedalaman kursi, ketersediaannya sandaran punggung dan sandaran tangan. Bahan

64 48 kursi pada umumnya terbuat dari kayu dan tidak mempunyai alas duduk yang empuk. Kondisi ini menciptakan rasa tidak nyaman bagi pembatik yang bekerja dalam posisi duduk hampir sepanjang hari. Dapat dipastikan kondisi ini memberikan pengaruh pada ketahanan fisik pembatik dalam melakukan pekerjaannya serta kualitas produk yang dihasilkan. 2. Gawangan Gambar 2.8 Gawangan Batik Tulis Gawangan adalah penyangga kayu atau rotan yang digunakan oleh pembatik untuk membentangkan kain batik yang akan ditoreh dengan lilin batik. Ketinggian gawangan bervariasi sehingga mempengaruhi postur kerja, jarak jangauan pembatik dan sudut pandang mata pembatik sewaktu menoreh pemalam pada kain. 3. Canting Gambar 2.9 Canting Batik Tulis Canting merupakan salah satu alat yang digunakan dalam membatik. Canting terdiri dari 4 bagian yaitu: a. Badan canting disebut juga dengan nyamplungan terbuat dari

65 49 kuningan. Badan canting ini digunakan untuk menyimpan atau menaruh malam cair saat hendak membatik kain. b. Paruh canting yang berbentuk melengkung ini berlubang seperti pipa. Dibuat dari tembaga dan disebut carat atau cucuk. Ketika membatik malam yang cair akan keluar dari lubang paruh canting ini. c. Ekor canting terletak dibelakang badan canting. Terbuat dari tembaga disebut buntut tikus dan berguna untuk memperkuat letak canting pada tangkainya. d. Tangkai canting terbuat dari kayu dan disebut gagang terong. Canting juga mempunyai macam ukuran, berikut macam-macam canting: Canting tembok atau canting klowong. Mempunyai ukuran lubang paruh yang besar, digunakan untuk menulis garis yang amat besar pada kain. Canting sawut. Mempunyai ukuran lubang berukuran sedang. Garis-garis yang berukuran sedang menggunakan canting ini untuk membatik. Canting loron Loron mempunyai arti dua. Canting loron ialah canting yang mempunyai dua buah paruh dengan ukuran sama besar. Canting cecek Canting cecek mempunyai lubang paruh yang kecil dan halus. Disebut cecek karena dipakai untuk membuat cecek atau titik

66 50 titik. Titik-titik adalah pelengkap dari ornament batik. Bagian pegangan dari canting terbuat dari kayu dan jika dipegang dengan cara yang salah akan memberikan tekanan pada area tangan. Selain itu, ukuran tangkai canting juga mempengaruhi besarnya tekanan pada tangan. 4. Kompor pemanas lilin batik Kompor digunakan sebagai alat pemanas untuk mencairkan malam yang berbentuk meyerupai lilin. Kompor sebagai sumber panas berada dekat pembatik sehingga memberikan efek panas pada pembatik. Kompor menggunakan bahan bakar minyak tanah. Suhu panas yang berasal dari kompor akan memberi efek pada pembatik, sehingga menjadi mudah lelah Faktor Lingkungan Yang menjadi faktor risiko lingkungan pada pembatik tulis adalah: 1. Temperatur Pembatik bekerja di sebuah ruangan tanpa pendingin udara dan dekat dengan kompor pemanas lilin. Sehingga temperatur pada ruangan membatik menjadi tinggi. Hal tersebut menyebabkan udara dalam ruangan membatik menjadi panas dan tidak nyaman untuk pembatik, sehingga pekerja batik mengalami gangguan konsentrasi dan cepat merasa lelah. 2. Pencahayaan Pencahayaan ruang kerja pembatik cenderung mengandalkan sinar matahari, namun tetap tersedia lampu penerang walau dirasa sangat

67 51 minim. Padahal dalam proses menoreh, pembatik mengikuti pola yang ada. Kondisi ini mengharuskan pembatik untuk bekerja dengan lebih mendekatkan mata dengan kain dan tingkat konsentrasi yang lebih. Hal sederhana ini akan cukup menghabiskan energi, mata menjadi mudah lelah, otot sekitar leher dan bahu menjadi tegang, tubuh pun bergerak ke posisi-posisi janggal Faktor Individu Pekerjaan membatik tulis umumnya dilakukan oleh kaum wanita usia paruh baya dengan latar belakang pendidikan rendah. Keterampilan membatik merupakan ketrampilan yang dipelajari secara autodidak atau turun temurun, sehingga pekerjaan membatik menjadi pekerjaan yang berlangsung bertahun-tahun. Kondisi ini diperparah dengan minimnya pendidikan dan pelatihan khusus menjadikan pembatik kurang dan tidak memahami risiko-risiko yang dihadapi. Menurut Tarwaka (2004) usia seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas waktu tertentu dan mencapai puncaknya pada usua 25 tahun. Pada usia tahun kekuatan otot menurun sebesar 25% dan kemampuan sensoriksensorik menurun sebesar 60%. Bertambahnya usia akan diikuti dengan penurunan kemampuan indera seseorang, dengan demikian pengaruh usia harus dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan kepada seseorang. Dalam beberapa penelitian juga menunjukkan prevalensi

68 52 kasus terjadinya Cummulative Trauma Disorders (CTDs) terjadi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Menurut Hagberg (2007), nyeri otot pada leher dan bahu lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, baik pada populasi umum maupun pada populasi industri. Secara umum perempuan memiliki kemampuan fisik 2/3 dari kemampuan fisik laki-laki, tetapi dalam hal tertentu perempuan lebih teliti dari laki-laki.

69 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek dan Sumber Penelitian Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di beberapa Industri Kecil Menengah (IKM) Batik Tulis area Semarang dan sekitarnya. Diantaranya IKM Batik Tulis dan Cap CantingMas yang terletak di kabupaten Demak, IKM Batik Pasha yang terletak di Jl. Dr. Cipto, Semarang, Batik Semarang 16 yang terletak di Meteseh, Tembalang, Batik Semarangan yang berada di kampung batik, Bubakan. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan penulis ingin mengetahui kondisi sebenarnya yang dirasakan oleh pekerja. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei Jenis dan Sumber Data Dalam suatu penelitian dibutukan data yang lengkap dan benar agar kesimpulan dari penlitian dapat dipertanggung jawankan. Berikut ini merupakan data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian, yaitu: 1. Customer voices hasil wawancara. Wawancara dilakukan terhadap pekerja di IKM batik tulis. Data yang diperlukan dalam Customer Voice ini adalah: 53

70 54 a. Jam kerja pekerja batik tulis b. Waktu pembuatan produk batik tulis c. Keluhan pekerja batik tulis terhadap alat bantu yang ada saat ini d. Kondisi lingkungan kerja 2. Nordic Body Map (NBM) yang menggambarkan gangguan atau keluhan bagian tubuh sebelah mana saja yang dialami oleh pekerja di IKM batik tulis Data Sekunder berupa: Data sekunder digunakan sebagai referensi dalam penelitian yaitu a. Jurnal dari dalam maupun luar negeri b. Buku-buku pustaka 3.3 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara seperti berikut: Observasi Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengamati obyek secara teliti. Dalam penelitian ini observasi dilakukan adalah dengan meninjau langsung proses mencanting pada batik tulis yang ada di area Semarang.

71 Wawancara Wawancara merupakan suatu proses pengumpulan data melalui tanya jawab secara langsung pada narasumber yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada para pekerja dan pemilik Industri Kecil Menengah (IKM) Batik Tulis Studi Pustaka Studi pustaka dalam penelitian ini yaitu suatu pengumpulan data menggunakan sebagian atau seluruh data yang telah ada dari penelitian sebelumnya dan referensi-referensi yang berkaitan dengan penelitian Kuesioner Dalam penelitian ini, diberikan beberapa pertanyaan secara tertulis kepada para responden dalam bentuk kuesioner dengan tujuan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan para pekerja di ho sampah elektronik mengenai meja kerja khusus recycle sampah elektronik. 1. Data kuesioner, terbagi menjadi 2 tahap antara lain : a. Kuesioner tahap awal, digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dan kebutuhan pekerja selama proses mencanting pada batik tulis. Kuisioner yang digunakan pada tahap ini yaitu kuisioner terbuka dan Nordic Body Map (NBM). b. Kuesioner tahap akhir, digunakan untuk mengetahu tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan mengenai produk meja dan kursi alat bantu mencanting. Untuk menentukan tingkat

72 56 kepentingan konsumen, kuesioner ini menggunakan skala Likert yang dimodifikasikan sebagai berikut: 1. Sangat Penting (SP) diberi bobot 1 2. Penting (P) diberi bobot 2 3. Cukup Penting (CP) diberi bobot 3 4. Tidak Penting (TP) diberi bobot 4 5. Sangat Tidak Penting (STP) diberi bobot Alur Penelitian Dalam sebuah penelitian diperlukan metode yang tepat untuk melakukannya. Alur kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

73 Gambar 3.1 Alur Penelitian Sumber: Pengolahan Data,

74 58 Penjelasan masing-masing langkah atau prosedur dari flowchart yang telah dijabarkan diatas adalah sebagai berikut: Studi Lapangan Observasi lapangan dilaksanakan untuk mendapatkan informasi yang konkret mengenai permasalahan yang ada selama proses mencanting dan kebutuhan atau keinginan pekerja batik tulis akan perancangan alat bantu dalam proses pencantingan Identifikasi Masalah Identifikasi masalah ini dimaksudkan untuk mempelajari lebih detail terhadap permasalahan yang akan dijadikan tema atau objek dari permasalah penelitian. Peneliti menemukan permasalahan mengenai alat bantu meja dan kursi mencanting yang ada pada saat ini menyebabkan keluhan musculoskeletal pada pekerja batik tulis dalam proses pencantingan. Sehingga dengan adanya penelitian mengenai perancangan alat bantu berupa meja dan kursi mencanting ini diharapkan dapat memperbaiki postur kerja pekerja batik tulis dalam proses pencantingan Studi Pustaka Pada tahap ini, studi literatur atau studi pustaka digunakan sebagai pedoman dalam menganalisa dan mencari solusi dari permasalahan yang ada. Studi literatur didapatkan dari jurnal penelitian dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang

75 59 dilakukan. Berdasarkan hasil studi literatur yang dilakukan, untuk perancangan alat bantu proses pencantingan yang ergonomis menggunakan metode Ergonomic Function Deployment (EFD) Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini nantinya akan diolah dengan menggunakan metode yang telah dipilih. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder, antara lain: a. Kuesioner Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Tujuan pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan tujuan survey. Kuesioner ini berisi tentang data tingkat kepentingan yang diperlukan untuk perancangan alat bantu proses pencantingan. Daftar pernyataan kuesioner adalah seperti pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Daftar Pernyataan Variabel Atribut Pernyataan Referensi Mudah dalam pengoperasian Hasil Pengamatan Efektif Fungsional Tingkat kekuatan produk yang baik Hasil Pengamatan Memiliki kapasitas maksimal Hasil Pengamatan Nyaman Ukuran Desain produk yang ergonomis Hasil Pengamatan Memiliki ukuran yang nyaman Hasil Pengamatan Aman Resiko Kerja Mengurangi resiko kerja pengguna Hasil Pengamatan Aman saat digunakan Hasil Pengamatan Sehat Muskuloskeletal Mengurangi keluhan muskuloskeletal Hasil Pengamatan Ekonomis Harga produk terjangkau Hasil Pengamatan Efisien Perawatan Mudah dalam perawatan Hasil Pengamatan Bahan baku Bahan baku kuat dan awet Hasil Pengamatan Sumber: Pengolahan Data, 2016

76 60 Penyusunan kuesioner dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap awal dan akhir. Tahap awal merupakan tahap penyusunan kuesioner berdasarkan kebutuhan konsumen. Teknik pengumpulan data dengan memberikan sejumlah pertanyaan terbuka kepada responden, sedangkan kuesioner akhir berisi pernyataan karakteristik produk, daftar pertanyaan yang diberikan berbentuk angket dengan pilihan jawaban yang tiap poin angka memiliki beberapa tingkat arti kepentingan yang berbeda. Untuk menentukan tingkat kepentingan konsumen kuesioner ini menggunakan skala Likert yang dimodifikasi sebagai berikut: 1. Sangat Penting (SP) diberi bobot 5 2. Penting (P) diberi bobot 4 3. Cukup Penting (CP) diberi bobot 3 4. Tidak Penting (TP) diberi bobot 2 5. Sangat Tidak Penting (STP) diberi bobot 1 b. Data Antropometri Data antropometri digunakan sebagai dasar perancangan ukuran pada produk yang akan dibuat. Hal ini dilakukan agar produk yang dirancang menjadi ergonomis bagi para penggunanya dan dapat berfungsi secara maksimal. Sampel data antropometri yang ada diambil dari ukuran tubuh orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Setelah didapatkan data-data antropometri tersebut maka data tersebut

77 61 digunakan untuk merancang bentuk dan ukuran dari produk meja dan kursi untuk alat bantu mencanting yang akan dirancang. Adapun dimensi yang digunakan dalam perancangan produk adalah tinggi siku duduk (tsd), tinggi popliteal duduk (tpd), tinggi lutut duduk (tld), tinggi bahu duduk (tbd), rentang tangan ke samping, rentang tangan ke depan, panjang lengan atas, panjang lengan bawah Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Pada tahapan ini, peneliti akan mengolah data, melakukan identifikasi permasalahan berdasakan hasil wawancara langsung yang diperoleh, wawancara tersebut berisi data apa saja alat bantu mencanting yang dibutuhkan pekerja batik tulis. Setelah itu, penulis melakukan uji statistika yaitu uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan variabel output, sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur kestablian dan konsistensi responden di setiap variabel yang diteliti Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) Ergonomic Function Deployment (EFD) merupakan pengembangan dari Quality Function Deployment (QFD) yaitu dengan menambahkan hubungan baru antara keinginan konsumen dan aspek ergonomi dari produk. Hubungan ini akan melengkapi bentuk matrik House of Quality yang juga menterjemahkan ke dalam

78 62 aspek-aspek ergonomi yang diinginkan. Matrik House of Quality yang digunakan pada EFD dikembangkan menjadi matrik House of Ergonomic. Dalam penelitian ini metode EFD disempurnakan dengan pendekatan antropometri. Adapun langkah dalam metode EFD adalah: a) Identifikasi Atribut Produk Yaitu untuk mengetahui atribut produk yang akan dikembangkan dan sesuai dengan keinginan konsumen, maka diperlukan identifikasi produk. Atribut produk yang digunakan diturunkan dari aspek ergonomi, yaitu ENASE (Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan Efisien). 1. Efektif, adalah tercapainya sasaran atau target yang telah ditentukan. 2. Nyaman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa kecemasan, dengan prilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat kinerja stabil, biasanya bebas dari resiko. 3. Aman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa kecemasan, dengan prilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat stabil, biasanya bebas dari resiko. 4. Sehat, adalah menghilangkan hal-hal yang bisa mengakibatkan gangguan kesehatan atau sakit. 5. Efisien, sasaran dapat dicapai dengan upaya, biaya, pengorbanan yang rendah.

79 63 b) Desain Kuesioner Desain kuesioner dilakukan untuk mengetahui atribut mana yang dianggap penting oleh konsumen. c) Pembentukan House Of Ergonomic Pembentukan House Of Ergonomic dilakukan dengan langkah- langkah berikut: 1. Identifikasi Kebutuhan Konsumen Mengidentifikasi kebutuhan konsumen merupakan tahap awal dari metode EFD. 2. Membuat Matriks Perencanaan (Planning Matrix) 3. Tingkat Kepentingan Konsumen (Importance to Customer) Penentuan tingkat kepentingan konsumen digunakan untuk mengetahui sejauh mana konsumen memberikan penilaian atau harapan dari kebutuhan konsumen. 4. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen (Current Statisfaction Performance) Dihitung dengan pengukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap produk dimaksudkan untuk mengukur bagaimana kepuasan konsumen setelah pemakaian produk. Pengukuran ini dilakukan dengan rumus : 5. Nilai Target (Goal) Nilai target ditentukan oleh pihak perusahaan yang

80 64 menunjukkan target nilai target yang akan dicapai untuk tiap kebutuhan konsumen. 6. Rasio Perbaikan (Improvement Ratio) Rasio perbaikan yaitu perbandingan antara nilai target yang akan dicapai (goal) pihak perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk. Rasio ini dihitung dengan rumus: 7. Titik Jual (Sales Point) Titik jual adalah kontribusi suatu kebutuhan konsumen terhadap daya jual produk. Untuk penilaian terhadap titik jual terdiri dari: 1 = Tidak ada titik jual 1.2 = Titik jual menengah 1.5 = Titik jual kuat 8. Raw Weight Raw weight adalah nilai keseluruhan dari data-data yang dimasukkan dalam Planning Matriks tiap kebutuhan konsumen untuk proses perbaikan selanjutnya dalam pengembangan produk. Dihitung dengan rumus :

81 65 9. Normalized Raw Weight Merupakan nilai dari Raw weight yang dibuat dalam skala 0-1 atau dibuat dalam bentuk presentase. Dihitung dengan rumus : d) Penyusunan Kepentingan Teknik Pada tahap ini perusahaan mengidentifikasi kebutuhan teknik yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. e) Menentukan Hubungan Antara Kebutuhan Konsumen Dengan Kepentingan Teknik Penentuan ini menunjukkan hubungan (relationship matrix) antara setiap kebutuhan dan kepentingan teknik. f) Penentuan Prioritas Penentuan ini menunjukkan prioritas yang akan dikembangkan lebih dulu berdasarkan kepentingan teknik Pendekatan Antropometri Metode Antropometri dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1. Perhitungan Dimensi Tubuh Dalam perancangan meja dan kursi alat bantu mencanting ini sampel dimensi tubuh dengan jumlah 30 sampel,. Kemudian data tersebut masing-masing diolah untuk mencari jumlah ( ), rata-rata ( ) dan standar deviasi (σ).

82 66 2. Uji Kecukupan Data K = Tingkat kepercayaan Bila tingkat kepercayaan 99%, maka k = 2,58 3 Bila tingkat kepercayaan 95%, maka k = 1,96 2 Bila tingkat kepercayaan 68%, maka k 1 N = Jumlah semua data s = derajat ketelitian apabila N < N, maka data dinyatakan cukup. 3. Uji Keseragaman Data Batas Kontrol Atas/Batas Kontrol Bawah (BKA/BKB) BKA BKB = + k = - k = standar deviasi 4. Uji Normalitas Data Pengolahan Data Normalitas dan Percentile dengan SPSS: a. Input data nilai dimensi pada data view. b. Masuk ke tampilan variable view, kemudian kolom name diganti dengan nama dimensi. c. Pengolahan data : i. Klik analyze, pilih descriptive statistics, kemudian explore. ii. Masukkan semua variabel sebagai dependent

83 67 variables. iii. iv. Checklist both pada toolbox display. Pilih statistic: checklist descriptive, percentiles, kemudian continue. v. Pilih plots: checklist none pada boxplots, stem dan leaf pada descriptive. vi. Checklist normality plots with test, kemudian continue. vii. Pilih options: checklist exclude cases listwise, kemudian continue. viii. Klik continue. Hasil pengolahan data ditampilkan pada output. 5. Percentile Percentile adalah suatu nilai yang menunjukkan presentase tertentu dari orang-orang yang memiliki ukuran di bawah atau pada nilai tersebut (Tayyari & Smith 1997). Persentil yang digunakan adalah : P5 = - 1,645 P50 = P95 = + 1, Peta Kontrol Peta kontrol adalah suatu alat yang digunakan dalam menguji keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Untuk membuat peta kontrol dihitung rata-rata

84 68 (mean), batas kontrol atas (BKA), batas kontrol bawah (BKB), dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 % Perancangan dan Prototype Produk Pada tahap ini, setelah diketahui material produk, perhitungan ukuran yang sesuai maka dilakukan perancangan dan pembuatan prototype produk meja dan kursi alat bantu mencanting. Perancangan produk menggunakan software desain produk yaitu AutoCAD atau SolidWorks. Setelah tahap perancangan, maka akan dilakukan pembuatan prototype produk meja dan kursi alat bantu mencanting yang ergonomis Analisa dan Pembahasan Data kuisioner mengenai tingkat kepentingan konsumen terhadap perancangan produk yang telah ditanyakan diolah ke dalam bentuk tabel untuk mempermudah dalam pembacaan data kemudian diterapkan pada metode EFD sehingga dibuat ke dalam bentuk matriks HOE. Pada matriks tersebut akan terlihat hubungan antara kebutuhan konsumen dengan karakteristik teknik yang terdapat pada pengembangan produk. Dari hal itu maka terlihat mana saja kebutuhan konsumen yang harus diprioritaskan dalam perancangan produk meja dan kursi alat bantu mencanting yang ergonomis. Setelah diketahui prioritas dari kebutuhan konsumen dan karakteristik teknik dari pengembangan produk maka dilanjutkan dengan desain produk yang akan dirancang sesuai karakteristik dari hasil matriks HOE. Untuk mendapatkan ukuran yang sesuai dengan

85 69 tingkat kenyamanan konsumen kemudian dilakukan pengujian dengan metode Antropometri, 30 sampel dimensi tubuh responden digunakan dalam metode ini, kemudian data antropometri tersebut diolah hingga mendapatkan ukuran dimensi produk yang ergonomis. Melakukan Post Test Nordic Body Map terhadap produk meja dan kursi bantu mencanting kepada pekerja batik tulis. Sehingga dari Post Test tersebut diketahui, tingkat perbandingan keluhan musculoskeletal yang dialami oleh pekerja batik tulis sebelum dan sesudah menggunakan produk meja dan kursi alat bantu mencanting yang dirancang oleh penulis dengan yang sudah ada sekarang Kesimpulan dan Saran Merupakan rangkuman berdasarkan hasil analisa pemecahan masalah yang kemudian memberikan solusi yang efektif sehingga akan tercipta produk meja dan kursi alat bantu mencanting yang ergonomis dan bisa mengurangi keluhan musculoskeletal pada pekerja batik tulis dalam proses mencanting.

86 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data 4.11 Data Kuesioner Dalam penelitian ini, pengumpulan data kuesioner dilakukan melalui dua tahap, yaitu: a. Pengumpulan Data Kuesioner Awal Pada tahap ini dilakuken survei pendahuluan dengan membagikan kuesioner Nordic Body Map (NBM) kepada 15 responden secara non acak, yaitu 3 orang dari Batik Canting Mas, 3 orang dari Batik Semarangan, 4 orang dari Batik Semarang 16, 5 orang dari Batik Pasha, dimana semua responden yang dipilih hanya pekerja batik tulis pada stasiun kerja pencantingan. Kuesior awal ini dibagikan untuk untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dan kebutuhan pekerja selama proses mencanting pada batik tulis. Lokasi Keluhan Tabel 4.1 Hasil Kuisioner NBM Jumlah (orang) Lokasi Keluhan Jumlah (orang) Leher Atas 47% Pergelangan Tangan Kiri 0% Leher Bawah 60% Pergelangan Tangan Kanan 27% Bahu Kiri 33% Tangan Kiri 0% Bahu Kanan 100% Tangan Kanan 60% Lengan Atas Kiri 0% Paha Kiri 0% Punggung 73% Paha Kanan 0% Lengan Atas Kanan 20% Lutut Kiri 47% Pinggang 100% Lutut Kanan 47% Pantat (buttock) 33% Betis Kiri 33% Pantat (buttom) 73% Betis Kanan 33% Siku Kiri 0% Pergelangan Kaki Kiri 0% 70

87 71 Tabel 4.1 Hasil Kuisioner NBM Siku Kanan 20% Pergelangan Kaki Kanan 47% Lengan Bawah Kiri 0% Kaki Kiri 0% Lengan Bawah Kanan 20% Kaki Kanan 0% Sumber: Pengolahan Data, 2016 Tabel 4.2 Identifikasi Faktor Kelelahan Pekerja Faktor Kelelahan Jumlah (orang) Proses Pencantingan 8 Postur Kerja 11 Lingkungan Kerja 6 Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari hasil kuisioner yang terdapat pada tabel 4.1 diatas didapatkan hasil yaitu: a) Dilihat dari sisi keluhan musculosketal yaitu 100% sakit pada bahu kanan dan pinggang, 73% sakit pada punggung dan pantat (bottom), 60% sakit pada leher bawah dan tangan kanan, 47% sakit pada leher atas, lutut kiri, lutut kanan dan pergelangan kaki kanan, 33% sakit pada betis kanan dan pantat (buttock). b) Dilihat dari faktor kelelahan paling banyak disebabkan oleh postur kerja yaitu sebanyak 11 orang. Hal tersebut diakibatkan oleh posisi kerja yang dilakukan tidak ergonomis. Dapat dilihat dari nilai RULA berikut. Tabel 4.3 Tabel Nilai RULA Sumber: Pengolahan Data,2016

88 72 Berdasarkan data tersebut sehingga sangat diperlukan adanya perbaikan mengenai postur kerja dalam aktivitas mencanting Gambar 4.1 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting Sumber : IKM Batik Tulis, 2016 Dengan mengetahui mayoritas rekomendasi dari para responden mengenai keunggulan meja dan kursi alat bantu mencanting yang ergonomis, mengurangi resiko pegal pada anggota tubuh, meningkatkan kenyamanan saat bekerja, mempermudah pekerja pada saat proses pencantingan dan pastinya meja kerja tersebut memiliki harga yang terjangkau. Penulis juga menerima beberapa saran dari responden mengenai meja dan kursi alat bantu mencanting, yaitu dari beberapa saran tersebut yang penulis ambil adalah meja dan kursi alat bantu mencanting yang ergonomis. Setelah didapatkannya hasil dari kuesioner awal yang dibagikan ke 15 responden ini maka hasilnya akan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pembuatan pernyataan pada kuesioner yang selanjutnya. 6

89 73 b. Pengumpulan Data Kuesioner EFD Untuk menentukan tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen terhadap meja dan kursi alat bantu mencanting, serta mengetahui karakteristik teknis alat yang dibutuhkan dilakukan penyebaran kuesioner kepada 20 responden. Kuesioner ini dibuat berdasar daftar pernyataan pada Tabel 3.1. Pertanyaan dan hasil kuisioner tingkat kepentingan dan kepuasan dapat dilihat pada tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut. Tabel 4.4 Tabel Kuisioner Tingkat Kepentingan Konsumen Kepentingan No Pernyataan Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian 2 Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat 3 Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal 4 Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman 5 digunakan Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang 6 baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan 7 musculoskeletal 8 Stasiun kerja pencantingan memiliki harga yang terjangkau 9 Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat 10 dan awet Sumber: Pengolahan Data, 2016 Tabel 4.5 Tabel Kuisioner Tingkat Kepuasan Konsumen No Pernyataan 1 Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian 2 Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat 3 Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal 4 Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman 5 digunakan Kepuasan

90 74 Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang 6 baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan 7 musculoskeletal 8 Stasiun kerja pencantingan memiliki harga yang terjangkau 9 Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat 10 dan awet Sumber: Pengolahan Data, 2016 Tabel 4.6 Hasil Kuisioner Tingkat Kepentingan Konsumen Pertanyaan Responden Sumber: Pengolahan Data,2016

91 Pengolahan Data Olah Data Kuesioner Tabel 4.7 Hasil Kuisioner Tingkat Kepuasan Konsumen Responden Pertanyaan Sumber: Pengolahan Data, 2016 Sebelum data diolah menggunakan implementasi EFD, hasil dari kuesioner diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya. Berikut ini adalah hasil uji validitas dan reliabilitas Uji Kecukupan Data Dari hasil penyebaran kuesioner penelitian, dilakukan uji kecukupan data untuk mengetahui apakah data yang dibutuhkan

92 76 cukup, sehingga dapat dilakukan pengolahan data pada proses selanjutnya. Uji kecukupan data dihitung dengan rumus: N = Dimana: N = Jumlah sampel minimum Za 2 = Tingkat kepercayaan untuk distribusi normal P = Proporsi jumlah kuesioner yang dianggap benar e = tingkat kesalahan N < N = Data cukup, N >N = Data tidak cukup Dari hasil penyebaran sebanyak 20 kuesioner, kuesioner yang dapat diolah dan dianggap benar dalam pengisian sebanyak 19 kuesioner, maka: Za/2 = 0.05/2 = P = 17/19 e = 10% N = N = 18.25

93 77 N < N = < 20, berarti data cukup Uji Validitas Validitas didefinisikan sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur apakah instrumen yang digunakan valid atau tidak. Pada uji validitas ini menggunakan software SPSS Tabel 4.8 berikut adalah hasil uji validitas. Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Uji validitas pada table 4.8 di atas, diketahui nilai corrected item-total correlation pada tiap pernyataan. Nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel dengan Df (Degree of Freedom) yaitu n-2 = 20-1 = 19 sebesar 0,433. Sesuai dengan ketentuan yang ada, karena nilai corrected item-total correlation pada tiap pernyataan > r tabel maka semua pernyataan tersebut valid.

94 Uji Reliabilitas Setelah dilakukan uji validitas, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilandan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui alat ukur yang digunakan jika digunakan untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama pula atau tidak. Tabel 4.9 berikut adalah hasil uji reliabilitas. Tabel 4.9 Hasil Uji Reliabilitas Dari hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.9 di atas, didapatkan nilai Cronbach s Alpha= 0,904. Kriteria uji reliabilitas adalah reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach s Alpha > 0,60. Karena Alpha 0,904 > 0,60, maka hasil kuesioner tersebut adalah reliabel. Dari semua uji di atas, karena jumlah kuesioner sudah cukup dan hasil kuesioner sudah valid serta reliabel, maka dapat dilanjutkan ke pengolahan data selanjutnya.

95 Analisis Implementasi EFD Implementasi metode EFD digunakan untuk menetapkan target yang akan dicapai oleh karakteristik teknik produk sehingga dapat mewujudkan kebutuhan konsumen. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Identifikasi Kebutuhan Konsumen Pada tahap ini sudah dapat diidentifikasikan kebutuhan dari konsumen dengan melanjutkan dari pernyataan kebutuhan konsumen yang ditentukan dari variable EFD yaitu ENASE. Tabel 4.10 Daftar Kebutuhan Konsumen Variabel Atribut Kebutuhan Konsumen Efektif Fungsional Mudah dalam pengoperasian Tingkat kekuatan produk yang baik Memiliki kapasitas maksimal Nyaman Ukuran Desain produk yang ergonomis Memiliki ukuran yang nyaman Aman Resiko Kerja Mengurangi resiko kerja pengguna Aman saat digunakan Sehat Muskuloskeletal Mengurangi keluhan muskuloskeletal Kualitas produk yang baik bagi Ekonomis pekerja Efisien Perawatan Mudah dalam perawatan Bahan baku Bahan baku kuat dan awet Sumber: Pengolahan Data, Menentukan Tingkat Kepentingan Konsumen Tingkat kepentingan konsumen ditentukan dari kuesioner dimana responden diminta untuk memilih 5 kriteria jawaban yaitu sangat tidak penting, tidak penting, cukup penting, penting dan

96 80 sangat penting. Kelima kriteria jawaban tersebut akan dinilai menggunakan skala Likert yang bernilai dari 1 sampai 5. Tabel 4.11 berikut adalah pernyataan-pernyataan yang diolah lebih lanjut dalam metode EFD dan data hasil tingkat kepentingan. Tabel 4.11 Rekap Data Hasil Tingkat Kepentingan No Tingkat Kepentingan STP TP CP P SP Total 1 2 Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat 3 Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal 4 Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis 5 Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan 6 Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik 7 Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan musculoskeletal Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan awet Sumber: Pengolahan Data,2016 Nilai Kinerja Dari tabel 4.11 di atas diketahui hasil rekap dari kuesioner tingkat kepentingan dan nilai kinerja dari masing-masing pernyataan. Nilai kinerja untuk tingkat kepentingan dihitung dengan cara sebagai berikut:

97 81 No.1 = = Contoh perhitungan tingkat kepentingan: No.1 = = No.1 = = = 3,95 Keterangan: N1 = jumlah responden dengan jawaban STP N2 = jumlah responden dengan jawaban TP N3 = jumlah responden dengan jawaban CP N4 = jumlah responden dengan jawaban P N5 = jumlah responden dengan jawaban SP Menentukan Tingkat Kepuasan Konsumen Tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction performance) merupakan tanggapan konsumen mengenai sejauh mana suatu produk atau jasa dapat memenuhi kebutuhan konsumen, apakah sesuai dengan harapan konsumen atau tidak. Pernyataan yang diberikan sama dengan penilian tingkat kepentingan, para responden diminta untuk memilih 5 kriteria jawaban yang diberi bobot nilai menggunakan skala likert 1 sampai

98 82 5. Dari hasil penyebaran kuesioner terhadap 41 responden diperoleh tingkat kepuasan konsumen yang dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut: Tabel 4.12 Rekap Data Hasil Tingkat Kepuasan No Tingkat Kepuasan STP TP CP P SP Total Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan musculoskeletal Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan awet Nilai Kinerja Sumber: Pengolahan Data, Menentukan Goal (Target) Nilai Goal ditetapkan untuk menunjukkan sasaran yang ingin dicapai peneliti, yaitu dengan menilai seberapa jauh peneliti ingin memenuhi kebutuhan konsumen dengan pertimbangan

99 83 apakah kebutuhan konsumen tersebut dapat terpenuhi atau tidak. Penetapan nilai Goal dilakukan dengan memperhatikan nilai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan konsumen menggunakan skala 1 sampai 5. Penilaian Goal (target) dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13 Goal (Target) No Tingkat Kepentingan Goal 1 Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan musculoskeletal Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan awet 4.16 Sumber: Pengolahan Data, 2016 Berdasarkan tabel 4.13 diatas diperoleh hasil tertinggi dari goal (target) yaitu sebesar 4,26 untuk variabel stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal. Kemudian untuk variabel terendah didapatkan nilai goal sebesar 3,79 yaitu stasiun kerja pencantingan memiliki harga yang terjangkau Menentukan Rasio Perbaikan (Improvement Ratio) Rasio perbaikan (improvement ratio) menunjukkan seberapa besar usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk

100 84 mencapai Goal. Untuk nilai yang semakin besar menunjukkan semakin besar tingkat perubahan yang harus dilakukan. Penentuan nilai improvement ratio dihitung dengan rumus: ImprovementRatio = Contoh perhitungan improvement ratio: ImprovementRatio = = 1.60 Hasil dari perhitungan nilai improvement ratio dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut. Tabel 4.14 Improvement Ratio No Tingkat Kepentingan Improvement Ratio 1 Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan musculoskeletal Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan awet 1.76 Sumber: Pengolahan Data, 2016

101 85 Berdasarkan tabel 4.14 di atas diperoleh hasil tertinggi nilai improvement ratio yaitu sebesar 1,86 untuk variable stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis. Kemudian untuk variabel terendah didapatkan nilai improvement ratio sebesar 1,41 yaitu stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Menentukan Titik Jual (Sales Point) Titik jual (sales point) menunjukkan seberapa besar pengaruh pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap produk. Penetapan nilai Sales Point didasarkan pada nilai tingkat kepentingan seperti yang dijelaskan pada halaman 64. Tabel 4.15 berikut merupakan penentuan nilai sales point. Tabel 4.15 Sales Point No Tingkat Kepentingan Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan musculoskeletal Tingkat Kepentingan Improvement Ratio Sales Point

102 Tabel 4.15 Sales Point Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan awet Sumber: Pengolahan Data, Menghitung Raw Weight Nilai raw weight merupakan nilai tingkat kepentingan secara menyeluruh (overall importance) dari kebutuhan konsumen. Besarnya nilai raw weight diperoleh dari perkalian tingkat kepentingan konsumen, rasio perbaikan dan sales point. Semakin besar raw weight maka semakin penting kebutuhan tersebut untuk dipenuhi. Besarnya raw weight dihitung dengan rumus: RawWeight = ( a ) ( a ) a Contoh perhitungan Raw Weight: Raw Weight = 3,95 x 1,60 x 1,5 = 9.45 Tabel 4.16 Raw Weight No Tingkat Kepentingan Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal Tingkat Kepentingan Improvement Ratio Sales Point Raw Weight

103 Tabel 4.16 Raw Weight Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan awet Jumlah Sumber: Pengolahan Data, 2016 Berdasarkan tabel 4.16 di atas diperoleh hasil tertinggi nilai Raw Weight yaitu sebesar 11,46 untuk variable stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman untuk digunakan. Kemudian untuk variabel terendah didapatkan nilai Raw Weight sebesar 8,02 yaitu stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Menghitung Normalized Raw Weight Perhitungan normalized raw weight merupakan nilai raw weight yang dibuat dalam skala 0 sampai 1 atau dalam persen. Besarnya normalized raw weight dihitung dengan rumus: Normalized Raw Weight =

104 88 Contoh perhitungan normalized raw weight: Normalized Raw Weight = = 0.10 Hasil perhitungan normalized raw weight dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut. No Tingkat Kepentingan Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Tabel 4.17 Normalized Raw Weight Tingkat Kepentingan Improvement Ratio Sales Point Raw Weight Norm.Raw Weight Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Stasiun kerja pencantingan mudah dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan awet Jumlah Sumber: Pengolahan Data, 2016

105 89 Berdasarkan tabel 4.17 di atas diperoleh hasil tertinggi nilai normalized raw weight yaitu sebesar 0,12 untuk variabel stasiun kerja pencantingan yang memiliki ukuran yang nyaman digunakan dan memiliki desain yang ergonomis. Kemudian untuk yang terendah didapatkan nilai normalized raw weight sebesar 0,08 yaitu stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat dan kualitas produk yang baik Menentukan Respon Teknis Langkah selanjutnya yaitu menentukan respon teknis. Respon teknis ini berisi tentang penerjemahan selera konsumen dalam bentuk istilah teknis. Menunjukkan rencana-rencana atau rancangan usaha teknis dalam mewujudkan kebutuhan konsumen. Daftar karakteristik teknis dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut. Tabel 4.18 Karakteristik Teknis No Tingkat Kepentingan Karakteristik Teknis Stasiun kerja pencantingan mudah dalam pengoperasian Stasiun kerja pencantingan memiliki konstruksi yang kuat Stasiun kerja pencantingan memiliki kapasitas maksimal Stasiun kerja pencantingan memiliki desain yang ergonomis Stasiun kerja pencantingan memiliki ukuran yang nyaman digunakan Terdapat area khusus untuk mencanting dan kompor canting Menggunakan bahan yang kuat dan sendi mati pada rangka utama produk Membantu pengrajin menghasilkan produk dengan lebih cepat Pengrajin nyaman dalam menggunakan produk

106 Stasiun kerja pencantingan memiliki tingkat keamanan yang baik Stasiun kerja pencantingan dapat mengurangi keluhan musculoskeletal Stasiun kerja pencantingan memiliki kualitas produk yang baik Tabel 4.18 Karakteristik Teknis Tidak menciderai pengrajin Mengurangi pegal pada bagian tubuh yang digunakan saat mencanting Memperhatikan aspek K3 pekerja Stasiun kerja pencantingan mudah Proses perawatan mudah dilakukan dalam perawatan Stasiun kerja pencantingan memiliki bahan baku yang kuat dan Awet dan tahan lama awet Sumber: Pengolahan Data, Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen Pada metode EFD digunakan matriks House of Ergonomic, yaitu suatu matriks yang sistematis menggambarkan pendekatan yang dilakukan untuk merancang produk yang berkualitas, mudah dikerjakan, mengidentifikasi karakteristik teknis yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan konsumen, terukur dan global. Hubungan antara respon teknis dengan kebutuhan konsumen ditunjukkan dengan simbol yang melambangkan seberapa kuat hubungan diantara keduanya.semakin banyak suatu elemen pada karakteristik teknis yang berhubungan dengan elemen kebutuhan konsumen berarti elemen-elemen karakteristik teknis tersebut berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. Simbol untuk kekuatan hubungan karakteristik teknis dengan kebutuhan konsumen dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut ini.

107 Product Characteristic Importance to Customer Terdapat area khusus untuk mencanting dan kompor canting Menggunakan bahan yang kuat dan sendi mati pada rangka utama produk Membantu pengrajin menghasilkan produk dengan lebih cepat Pengrajin nyaman dalam menggunakan produk Harga sesuai dengan kualitas produk Awet dan tahan lama 91 Tabel 4.19 Simbol Kekuatan Hubungan Karakteristik Teknis dengan Kebutuhan Konsumen Simbol Arti Nilai D Tidak ada hubungan 0 Bila ada kemungkinan terjadi hubungan antar keduanya 1 a r Bila hubungan yang terjadi biasa-biasa saja Bila ada hubungan yang kuat 3 9 i Sumber: Cohen, 1955 Tabel 4.19 di atas, dapat dilihat simbol-simbol kekuatan hubungan antara karakteristik teknis dengan kebutuhan konsumen. Terdapat 3 simbol yang dapat diartikan secara singkat yaitu hubungan yang lemah, sedang dan kuat. Dan apabila tidak terdapat simbol itu berarti tidak terdapat hubungan antara karakteristik teknis dengan kebutuhan konsumen. Hubungan antara karakteristik teknis dengan kebutuhan konsumen dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut. Tabel 4.20 Hubungan Karakteristik Teknis dengan Kebutuhan Konsumen Product Requirements Alat bantu canting mudah dalam pengoperasian Alat bantu canting memiliki konstruksi yang kuat

108 92 Alat bantu canting memiliki kapasitas maksimal Alat bantu canting memiliki desain yang ergonomis Alat bantu canting memiliki ukuran yang nyaman digunakan Alat bantu canting memiliki tingkat keamanan yang baik Alat bantu canting dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal Alat bantu canting memiliki harga yang terjangkau Alat bantu canting mudah dalam perawatan Alat bantu canting memiliki bahan yang kuat dan awet Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari tabel 4.20 di atas, dapat dilihat hubungan karakteristik teknis dengan kebutuhan konsumen dengan menggunakan simbol. Langkah selanjutnya setelah diketahui hubungan antara karakteristik teknis dengan kebutuhan konsumen dihitung nilai kontribusi masing-masing karakteristik teknis. Tabel 4.21 berikut ini adalah tabel perhitungan kontribusi dan urutan prioritas. Tabel 4.21 Perhitungan Kontribusi dan Urutan Prioritas No Kepentingan Teknik Kebutuhan Konsumen Hubungan Nilai Alat bantu canting mudah dalam pengoperasian Norm. Raw Weight Kuat Contribution Urutan Prioritas 1 Area khusus untuk mencanting dan kompor canting Alat bantu canting memiliki kapasitas maksimal Sedang Alat bantu canting memiliki desain yang ergonomis Sedang

109 93 Tabel 4.21 Perhitungan Kontribusi dan Urutan Prioritas Alat bantu canting memiliki tingkat keamanan yang baik Lemah Alat bantu canting dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal Sedang Alat bantu canting memiliki konstruksi yang kuat Kuat Menggunakan bahan yang kuat dan sendi mati pada rangka utama produk Alat bantu canting memiliki tingkat keamanan yang baik Alat bantu canting memiliki harga yang terjangkau Alat bantu canting mudah dalam perawatan Sedang Sedang Lemah Alat bantu canting memiliki bahan yang kuat dan awet Sedang Alat bantu canting mudah dalam pengoperasian Sedang Alat bantu canting memiliki konstruksi yang kuat Lemah Membantu pengrajin menghasilkan produk dengan lebih cepat Alat bantu canting memiliki kapasitas maksimal Kuat Alat bantu canting memiliki desain yang ergonomis Sedang Alat bantu canting memiliki ukuran yang nyaman digunakan Sedang Pengrajin nyaman dalam menggunakan produk Alat bantu canting memiliki konstruksi yang kuat Alat bantu canting memiliki desain yang ergonomis Sedang Kuat Alat bantu canting Sedang

110 94 Tabel 4.21 Perhitungan Kontribusi dan Urutan Prioritas memiliki ukuran yang nyaman digunakan Alat bantu canting memiliki tingkat keamanan yang baik Sedang Alat bantu canting dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal Sedang Alat bantu canting memiliki konstruksi yang kuat Sedang Alat bantu canting memiliki desain yang ergonomis Sedang Harga sesuai dengan kualitas produk Alat bantu canting dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal Sedang Alat bantu canting memiliki harga yang terjangkau Kuat Alat bantu canting memiliki bahan yang kuat dan awet Sedang Alat bantu canting memiliki konstruksi yang kuat Sedang Awet dan tahan lama Alat bantu canting memiliki harga yang terjangkau Alat bantu canting mudah dalam perawatan Sedang Sedang Alat bantu canting memiliki bahan yang kuat dan awet Kuat Sumber: Pengolahan Data, 2016 Berdasarkan tabel 4.21 diatas diperoleh hasil tertinggi nilai Perhitungan Kontribusi dan Urutan Prioritas yaitu sebesar 2,22 untuk variable pengrajin nyaman dalam

111 95 menggunakan produk. Kemudian untuk variable terendah didapatkan nilai yaitu sebesar 1,7 yaitu menggunakan bahan yang kuat dan sendi mati pada rangka utama produk Menentukan Target Spesifikasi Target spesifikasi ini merupakan suatu hasil dari pengembangan karakteristik teknis yang didapat dari identifikasi kebutuhan konsumen. Berikut ini adalah tabel target spesifikasi yang akan dicapai dalam penelitian ini. Tabel 4.22 Target Spesifikasi Karakteristik Teknis Terdapat area khusus untuk mencanting dan kompor canting Menggunakan bahan yang kuat dan sendi mati pada rangka utama produk Membantu pengrajin menghasilkan produk dengan lebih cepat Pengrajin nyaman dalam menggunakan produk Target Spesifikasi Area mencanting 125 x 60 cm, kompor 20 x 20 cm Modulus Elastisitas kayu 10x N/, <106 kg/ ¾ lebih cepat Ukuran gawangan 129 x 92 cm, tinggi duduk kursi 43 cm Harga sesuai dengan kualitas produk < Rp ,- Awet dan tahan lama 8 tahun - 20 tahun Sumber: Pengolahan Data, Analisis Benchmarking Benchmarking merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk melakukan perbandingan sistematis terhadap proses dan kinerja untuk menciptakan standar baru dan atau meningkatkan proses. Dalam penelitian ini, produk pesaing yang dipilih sebagai pembanding adalah pada Tabel 4.23 berikut.

112 96 Tabel 4.23 Produk Pendahulu Produk Harga Material Spesifikasi Rp ,- Kayu Solid > desain kurang kokoh, sehingga mudah jatuh saat penggunaan. Sumber: Pengolahan Data, 2016 > tidak ergonomis, sehingga menyebabkan postur kerja yang tidak baik. > tidak terdapat area khusus untuk mencanting

113 Area mencanting 125 x 60 cm, kompor 20 x 20 cm Modulus Elastisitas kayu 10 x 10^9 N/m2, <106 kg/cm2 ¾ lebih cepat Ukuran gawangan 129 x 92 cm, tinggi duduk kursi 43 cm Harga < Rp ,- 8 tahun - 20 tahun Product Characteristic Importance to Customer Terdapat area khusus untuk mencanting dan kompor canting Menggunakan bahan yang kuat dan sendi mati pada rangka utam produk Membantu pengrajin menghasilkan produk dengan lebih cepat Pengrajin nyaman dalam menggunakan produk Harga sesuai dengan kualitas produk Awet dan tahan lama Cust. Statistic Performance Improvement Ratio Raw Weight Alat Bantu Canting yang Sudah Ada Alat Bantu Canting Ergonomis House of Ergonomic Setelah menentukan aspek-aspek dari EFD, tabeltabel tersebut di atas seluruhnya disusun dalam house of ergonomic secara utuh seperti pada Gambar 4.2 dibawah ini. Gambar 4.2 House Of Ergoonomic Sumber: Pengolahan Data, 2016 Competitive Analysis ( 0 = worst, 5 = best ) Alat Bantu Canting yang Sudah Ada Alat Bantu Canting Ergonomis Product Requirements Alat bantu canting mudah dalam pengoperasian Alat bantu canting memiliki konstruksi yang kuat Alat bantu canting memiliki kapasitas maksimal Alat bantu canting memiliki desain yang ergonomis Alat bantu canting memiliki ukuran yang nyaman digunakan Alat bantu canting memiliki tingkat keamanan yang baik Alat bantu canting dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal Alat bantu canting memiliki harga yang terjangkau Alat bantu canting mudah dalam perawatan Alat bantu canting memiliki bahan yang kuat dan awet Gambar Alat Bantu Canting Target Spec Contribution Normalized Contribution Urutan Prioritas Alat Bantu Canting Lama Alat Bantu Canting Ergonomis

114 PENGOLAHAN DATA ANTROPOMETRI Data antropometri digunakan untuk menentukan ukuran, bentuk dan dimensi produk yang disesuaikan dengan fisik pengguna produk. Data antropometri yang digunakan yaitu tinggi siku duduk (TSD), tinggi popliteal duduk (TPD), tinggi lutut duduk (TLD), rentang tangan (RT), jangkauan tangan (JT). Data antropometri dapat dilihat pada tabel 4.24 berikut ini. Tabel 4.24 Data Antropometri No TSD TPD TLD RT JT No TSD TPD TLD RT JT Sumber: Pengolahan Data, Uji Kecukupan Data Antropometri 1. Uji kecukupan data antropometri tinggi siku duduk. [ ] [ ] * + * +

115 99 N = 5,24 Dari hasil perhitungan uji kecukupan data nilai N adalah 5,24 lebih kecil dari jumlah responden yaitu sebanyak 20, maka data dinyatakan cukup. 2. Uji kecukupan data antropometri tinggi popliteal duduk [ ] [ ] * + * + N = 2,8 Dari hasil perhitungan uji kecukupan data nilai N adalah 2,8 lebih kecil dari jumlah responden yaitu sebanyak 20, maka data dinyatakan cukup. 3. Uji kecukupan data antropometri tinggi lutut duduk [ ] [ ] * +

116 100 * + N = 2,02 Dari hasil perhitungan uji kecukupan data nilai N adalah 2,02 lebih kecil dari jumlah responden yaitu sebanyak 20, maka data dinyatakan cukup. 4. Uji kecukupan data antropometri rentang tangan [ ] [ ] * + * + N = 3,51 Dari hasil perhitungan uji kecukupan data nilai N adalah 3,51 lebih kecil dari jumlah responden yaitu sebanyak 20, maka data dinyatakan cukup. 5. Uji kecukupan data antropometri jangkauan tangan [ ] [ ]

117 101 * + * + N = 5,94 Dari hasil perhitungan uji kecukupan data nilai N adalah 5,94 lebih kecil dari jumlah responden yaitu sebanyak 20, maka data dinyatakan cukup Uji Keseragaman Data Antropometri Uji keseragaman data ini digunakan untuk memastikan bahwa data yang digunakan tidak terlalu menyimpang. Keseragaman data tersebut dapat dilihat apabila hasil perhitungan terletak diantara Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB). Berikut ini adalah perhitungan uji keseragaman data antropometri yang digunakan. 1. Uji keseragaman data antropometri Tinggi Siku Duduk. Peta Kontrol dengan tingkat kepercayaan 95% BKA = = 26,05 + 2(1,53) = 29.1

118 Tinggi Siku Duduk 102 BKB = = 26,05-2(1,53) = 23 Grafik Uji Keseragaman Data BKA 28 BKB 26 DATA 24 xbar Gambar 4.3 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Siku Duduk Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari hasil olah data yang terlihat pada gambar 4.3 diketahui bahwa data yang digunakan tidak melebihi BKA dan BKB, sehingga bisa dikatakan bahwa data ini seragam. 2. Uji keseragaman data antropometri Tinggi Popliteal Duduk Peta Kontrol dengan tingkat kepercayaan 95% BKA = = 42,98 + 2(1,85) = 46,68

119 Tinggi Popliteal Duduk 103 BKB = = 42,98-2(1,85) = 39,27 Grafik Uji Keseragaman Data BKA 42 BKB 40 DATA 38 xbar Gambar 4.4 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Popliteal Duduk Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari hasil olah data yang terlihat pada gambar 4.4 diketahui bahwa data yang digunakan tidak melebihi BKA dan BKB, sehingga bisa dikatakan bahwa data ini seragam. 3. Uji keseragaman data antropometri Tinggi Lutut Duduk Peta Kontrol dengan tingkat kepercayaan 95% BKA = = 57,88 + 2(1,99) = 61,9

120 Tinggi Lutut Duduk 104 BKB = = 57,88-2(1,99) = 53, Grafik Uji Keseragaman Data BKA BKB DATA xbar Gambar 4.5 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Lutut Duduk Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari hasil olah data yang terlihat pada gambar 4.5 diketahui bahwa data yang digunakan tidak melebihi BKA dan BKB, sehingga bisa dikatakan bahwa data ini seragam. 4. Uji keseragaman data antropometri Rentangan Tangan Peta Kontrol dengan tingkat kepercayaan 95% BKA = = 174,45 + 2(8,39) = 191,23

121 Rentangan Tangan 105 BKB = = 174,45-2(8,39) = 157, Grafik Uji Keseragaman Data BKA BKB DATA xbar Gambar 4.6 Grafik Uji Keseragaman Data Rentangan Tangan Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari hasil olah data yang terlihat pada gambar 4.6 diketahui bahwa data yang digunakan tidak melebihi BKA dan BKB, sehingga bisa dikatakan bahwa data ini seragam. 5. Uji keseragaman data antropometri Jangkauan Tangan Peta Kontrol dengan tingkat kepercayaan 95% BKA = = 84,55 + 2(5,28) = 95,12

122 Jangkauan Tangan 106 BKB = = 84,55-2(5,28) = 73, Grafik Uji Keseragaman Data BKA BKB DATA xbar Gambar 4.7 Grafik Uji Keseragaman Data Jangkauan Tangan Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari hasil olah data yang terlihat pada gambar 4.7 diketahui bahwa data yang digunakan tidak melebihi BKA dan BKB, sehingga bisa dikatakan bahwa data ini seragam Perhitungan Nilai Persentil Perhitungan persentil yang ada yaitu persentil 5, 50, 95. Berikut ini merupakan perhitungan persentil data antropometri dengan rumus : P5 P50 P95 = = =

123 107 Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Persentil P5 P50 P95 TSD TPD TLD RT JT Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari tabel 4.25 untuk dimensi tinggi siku duduk diperoleh nilai persentil 5 sebesar 24 cm persentil 50 sebesar 26 cm persentil 95 sebesar 29 cm. Untuk dimensi tinggi popliteal duduk diperoleh nilai persentil 5 sebesar 40 cm persentil 50 sebesar 43 cm persentil 95 sebesar 46 cm. Untuk dimensi tinggi lutut duduk diperoleh nilai persentil 5 sebesar 55 cm persentil 50 sebesar 58 cm persentil 95 sebesar 61 cm. Untuk dimensi rentangan tangan diperoleh nilai persentil 5 sebesar 161 cm persentil 50 sebesar 175 cm persentil 95 sebesar 188 cm. Untuk dimensi jangkauan tangan nilai persentil 5 sebesar 76 cm persentil 50 sebesar 85 cm persentil 95 sebesar 93 cm. Persentil yang digunakan pada penelitian ini adalah persentil 50, dimana ukuran rata - rata tubuh manusia. 4.5 PERANCANGAN PRODUK Dalam proses perancangan produk ini terdapat beberapa tahapan. Hasil akhir dari perancangan produk ini adalah hasil rancangan akhir yang diwujudkan dalam bentuk nyata. Berikut ini tahapan perancangan produk meja dan kursi sebagai alat batnu mencanting yang ergonomis.

124 Perancangan Desain Perancangan desain ini dilakukan dengan mempertimbangkan dan mengolah seluruh data yang diperoleh yakni mengenai kebutuhan konsumen, target spesifikasi, dan data antropometri. Berikut adalah pertimbangan penentuan dimensi dari produk yang akan dirancang. 1. Panjang gawangan canting. Ukuran panjang gawangan meja yang digunakan berdasarkan nilai Rentangan Tangan presentil 5 yaitu 161 cm, tetapi dalam pembuatan produk dibuat menjadi 143 cm, sehingga semua ukuran tubuh presentil rentangan tangan bisa menjangkau dan nilai tersebut juga berdasarkan pada lebar kain batik yaitu 115 cm. 2. Tinggi penyangga gawangan canting Dalam perancangan tinggi peyangga gawangan canting diperlukan ukuran yang meliputi Tinggi Siku Duduk (Tsd) ditambahkkan dengan Tinggi Popliteal Duduk (Tpd). Pada pengukuran ketinggian meja menggunakan persentil 50 agar saat orang duduk ketinggian meja bisa sesuai, baik yang berukuran pendek maupun yang berukuran tinggi dapat menggunakan meja dengan nyaman. Untuk ukuran ketinggian penyangga gawangan digunakan Tinggi Siku Duduk persentil 50 yaitu 26 cm dan Tinggi Popliteal Duduk persentil 50 yaitu 43 cm. Maka ketinggian penyangga gawangan yang dikehendaki yaitu 70 cm.

125 Tinggi tempat kompor Dalam perancangan tinggi tempat kompor untuk melengkapi fungsi pada meja canting. Diperlukan ukuran yang meliputi Tinggi Popliteal duduk, pada pengukuran ketinggian letak kompor canting digunakan persentil 5 sehingga kompor tidak mengganggu gerak tangan dan panas kompor tidak menggangu pekerja, yaitu sebesar 40 cm, tetapi dalam produk ketinggian dibuat 32 cm karena harus membuat pengaman kompor setinggi 10 cm. 4. Tinggi kursi canting Dalam perancangan tinggi kursi yang digunakan untuk mencanting. Diperlukan ukuran Tinggi Popliteal Duduk (Tpd) dengan menggunakan persentil 50, agar pekerja dengan ukuran pendek, maupun tinggi dapat menggunakan kursi dengan nyaman. Ukuran yang digunakan untuk Tinggi Popliteal Duduk (Tpd) dengan persentil 50 yaitu sebesar 43 cm. Gambar 4.8 Tampak Depan Sumber: Pengolahan Data, 2016

126 110 Gambar 4.9 Tampak Atas Sumber: Pengolahan Data, 2016 Gambar 4.10 Tampak 3 Dimensi Sumber: Pengolahan Data, 2016

127 Gambar Kerja Gambar kerja adalah acuan dalam pembuatan produk. Yang terdapat pada gambar kerja yaitu gambar tampak, ukuran dan gambar 3D. Berikut ini adalah gambar kerja Alat Bantu Canting yang Ergonomis. Gambar 4.11 Gambar Kerja Sumber: Pengolahan Data, Daftar Kebutuhan Bahan dan Analisa Biaya Setelah rancangan desain selesai, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis kebutuhan bahan dan analisis biaya. Hal ini dilakukan guna mengetahui harga jual produk yang sesuai. Untuk lebih jelasnya, perhitungan harga jual produk dapat dilihat pada tabel berikut.

128 112 Tabel 4.26 Bahan dan Biaya Pembuatan Harga Jual Produk Nama Ilham Shalahuddin Afif Jumlah 1 unit NIM E Material Kayu Kalimantan Nama Perabot Alat Bantu Canting yang Ergonomis No Uraian Satuan Kebutuhan Harga Satuan Total 1 Kayu Kalimantan Rp ,00 Perlengkapan dan Aksesoris 2 Engsel Pengatur Kemiringan pcs 2 Rp ,00 Rp ,00 3 Sekrup pcs 4 Rp 500,00 Rp 2.000,00 4 Baut pcs 4 Rp 1.000,00 Rp 4.000,00 5 Lem Epoxy kg 0.5 Rp ,00 Rp ,00 6 Bahan finishing politure Rp ,00 Total Harga Bahan Baku Rp ,00 Tenaga Kerja 7 Tenaga Kerja Langsung Borongan Rp ,00 Jumlah Rp ,00 Overhead 8 Biaya Overhead 10% Rp ,00 Jumlah Rp ,00 Harga Pokok Produksi 9 Profit 20% Rp ,00 Harga Jual Rp ,00 Sumber: Pengolahan Data, 2016 Dari tabel diatas dapat dilihat perhitungan harga produk Stasiun Kerja Canting yang Ergonomis total dari harga bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead dan profit. Maka dari itu diketahui harga jual dari produk Stasiun Kerja Canting yang Ergonomis sebesar Rp ,00 dibulatkan menjadi Rp , Analisis Implementasi Analisis implementasi ini dilakukan dengann menggunakan produk Alat Bantu Canting yang Ergonomis di Lokasi Batik Tulis. Untuk analisis implementasi ini menggunakan Kuisioner Nordic Body Map. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keluhan musculoskeletal yang dirasakan oleh

129 113 pembatik tulis sebelum dan sesudah menggunakan Alat Bantu Canting yang Ergonomis. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai nilai yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.27 Tabel Hasil Benchmarking Nordic Body Map Alat yang Lama dan Alat yang Ergonomis Responden Jumlah (orang) Responden Jumlah (orang) Lokasi Keluhan Sebelum Sesudah Lokasi Keluhan Sebelum Sesudah Leher Atas 47% 33% Pergelangan Tangan Kiri 0% 0% Pergelangan Tangan 60% 20% Leher Bawah Kanan 27% 27% Bahu Kiri 33% 27% Tangan Kiri 0% 0% Bahu Kanan 100% 73% Tangan Kanan 60% 40% Lengan Atas Kiri 0% 0% Paha Kiri 0% 0% Punggung 73% 27% Paha Kanan 0% 0% Lengan Atas Kanan 20% 7% Lutut Kiri 47% 13% Pinggang 100% 73% Lutut Kanan 47% 13% Pantat (buttock) 33% 27% Betis Kiri 33% 0% Pantat (buttom) 73% 7% Betis Kanan 33% 0% Siku Kiri 0% 0% Pergelangan Kaki Kiri 0% 0% Siku Kanan 20% 13% Pergelangan Kaki Kanan 47% 13% Lengan Bawah Kiri 0% 0% Kaki Kiri 0% 0% Lengan Bawah Kanan 20% 13% Kaki Kanan 0% 0% Pada tabel 4.27 diatas dapat dilihat keluhan musculoskeletal yang dirasakan pembatik tulis berkurang setelah menggunakan Alat Bantu Canting yang Ergonomis. Sumber: Pengolahan Data, 2016 Tabel 4.28 Tabel Benchmarking Analisa RULA Stasiun Kerja Canting Lama (Kiri) dan Stasiun Kerja Canting Ergonomis (Kanan) Sumber: Pengolahan Data, 2016

130 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Kuisioner Nordic Body Map awal, diketahui keluhan musculosketal yang dialami oleh pembatik canting yaitu 100% sakit pada bahu kanan dan pinggang, 73% sakit pada punggung dan pantat (bottom), 60% sakit pada leher bawah dan tangan kanan, 47% sakit pada leher atas, lutut kiri, lutut kanan dan pergelangan kaki kanan, 33% sakit pada betis kanan dan pantat (buttock). Setelah dilakukan Analisa beban kerja tubuh menggunakan RULA, didapatkan nilai RULA sebesar 7, dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa stasiun kerja canting yang digunakan oleh pembatik tulis saat ini tidak ergonomis. 2. Dari pengolahan model Ergonomic Function Deployment, variabel yang menjadi prioritas perancangan produk yaitu pengrajin nyaman menggunakan produk dengan ukuran gawangan 129 x 92 cm dan tinggi duduk kursi 43 cm, Terdapat area khusus untuk mencanting ukuran 125 x 60 cm dan kompor canting ukuran 20 x 20 cm, Membantu pengrajin menghasilkan produk hingga ¾ lebih cepat, Harga sesuai dengan kualitas produk yaitu < Rp ,-, Awet dan tahan lama dimana produk dapat bertahan 8 hingga 20 tahun, Menggunakan bahan yang kuat yaitu kayu dengan ME 10x N/ dengan daya tahan beban < 106 kg/cm2. Setelah 114

131 dilakukan penerapan produk Stasiun Kerja Canting yang Ergonomis, mengalami peningkatan kenyamanan kerja yang ditunjukkan dengan berkurangnya keluhan musculoskeletal yang dialami oleh pembatik tulis, seperti terlihat pada tabel 4.27 dimana saat menggunakan stasiun kerja yang lama keluhan pada bahu kanan dan pinggang yaitu 100%, setelah menggunakan stasiun kerja canting yang ergonomis keluhan pada bagian tersebut berkurang menjadi 73%, begitu pula dengan bagian tubuh lainnya. Dilihat dari analisa RULA juga mengalami peningkatan perbaikan postur kerja, saat menggunakan stasiun kerja canting yang lama, didapatkan score RULA yaitu 7, dimana diperlukan investigasi dan pergantian produk secara segera, sedangakan saat menggunakan stasiun kerja canting yang ergonomis, didapatkan score RULA yaitu 2, yang berarti postur kerja sudah baik dengan menggunakan produk tersebut. 5.2 SARAN Saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Dalam rancang bangun Alat Bantu Canting yang Ergonomis ini masih diperlukan analisis pengembangan lebih lanjut berkaitan dengan fungsi dan material yang digunakan, agar kedepannya didapatkan desain yang lebih baik lagi. 2. Pemantauan terhadap para pelaku usaha batik tulis yang menjadi mitra agar dapat dilakukan secara berkesinambungan agar problem solving yang diberikan benar-benar bermanfaat dengan pelaku usaha batik tulis terkait. 115

132 116 DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z Evaluasi Instruksional Prinsip Teknik Dan Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Astutik, R, PERANCANGAN MEJA KERJA KHUSUS RECYCLE SAMPAH ELEKTRONIK YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD). Universitas Dian Nuswantoro. Azwar, S Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Buwono Budiasto, B Industri Batik Jateng Tumbuh 10 Persen. Jawa Tengah: Tribun Jateng. Kotler dan Keller Manajemen Pemasaran. Edisi 12, Jilid 1. PT.Indeks, Jakarta. MacLeod, D., 2000, The Ergonomics Manual, Comprehensive Loss Management, Inc., Minneapolis. Notoatmodjo, S Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta. Nurmianto, E Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya, Jakarta. Nurmianto, E, 1998, Ergonomi;Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi I. Cetakan II. Guna Widya. Jakarta. Nurmianto, E Ergonomi: Konsep dasar dan aplikasinya. Guna Widya. Surabaya. Peter, V Musculoskeletal Disorders, {citid 2013 june 12}. Available from: Raymundus, E Rancang Bangun Meja Tata Cara Kerja yang Ergonomis Berdasarkan Data Antropometri untuk Praktikum Pengukuran Waktu Kerja. Universitas Tanjungpura, Pontianak. Santoso, G Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta. Sastrowinoto, S Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

133 117 Siswiyanti; & Luthfianto, S Beban Kerja dan Keluhan Sistem Musculoskeletal pada Pembatik Tulis di Kelurahan Kalinyamat Wetan Kota Tegal. Universitas Pancasakti Tegal. Suma mur, P.K Higine Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: CV Haji Mas Agung. Tarwaka, B Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press:Surakarta. Tjiptono, F Strategi Pemasaran. Edisi 3. ANDI: Yogyakarta. Tayyari, F., and J.L., Smith Occupational Ergonomic Principles and Applications.T.J. Press Ltd, Great Britain. Ulrich, K.T. & Steven D.E Perancangan & Pengembangan Salemba Teknika. Jakarta. Produk. Wignjosoebroto, S Ergonomi- Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya:Surabaya.

134 118 LAMPIRAN LAMPIRAN 1 KUISIONER OBSERVASI I

135 119 LAMPIRAN 2 KUISIONER NORDIC BODY MAP LA

136 120 LAMPIRAN 3 Rekap Nordic Body Map Awal JML Leher Atas Leher Bawah Bahu Kiri Bahu Kanan 15 Lengan Atas Kiri Punggung Lengan Atas Kanan Pinggang 15 Pantat (buttock) Pantat (buttom) Siku Kiri Siku Kanan Lengan Bawah Kiri Lengan Bawah Kanan Pergelangan Tangan Kiri Pergelangan Tangan Kanan Tangan Kiri Tangan Kanan Paha Kiri Paha Kanan Lutut Kiri Lutut Kanan Betis Kiri Betis Kanan Pergelangan Kaki Kiri Pergelangan Kaki Kanan Kaki Kiri Kaki Kanan

137 121 LAMPIRAN 4 Rekap Post Nordic Body Map Lokasi Keluhan/Responden JML Leher Atas Leher Bawah Bahu Kiri Bahu Kanan Lengan Atas Kiri Punggung Lengan Atas Kanan Pinggang Pantat (buttock) Pantat (buttom) Siku Kiri Siku Kanan Lengan Bawah Kiri Lengan Bawah Kanan Pergelangan Tangan Kiri Pergelangan Tangan Kanan Tangan Kiri Tangan Kanan Paha Kiri Paha Kanan Lutut Kiri Lutut Kanan Betis Kiri Betis Kanan Pergelangan Kaki Kiri Pergelangan Kaki Kanan Kaki Kiri Kaki Kanan

138 122 LAMPIRAN 5 Rekap Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Stasiun Kerja Canting yang Ergonomis Responden/Pertanyaan

139 123 LAMPIRAN 6 Dokumentasi Pembuatan Produk Stasiun Kerja Canting yang Ergonomis.

140 124 LAMPIRAN 7 Dokumentasi Produk Stasiun Kerja Canting yang Ergonomis.

PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)

PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) Ilham Shalahuddin Afif, Jazuli, Rindra Yusianto Alumni Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.. Ergonomi 2... Definisi Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek - aspek

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi Penelitian

Bab 3. Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Penelitian dimulai dengan melakukan studi pendahuluan untuk dapat merumuskan permasalahan berdasarkan pengamatan terhadap kondisi obyek yang diamati. Berdasarkan permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc MUSCULOSKELETAL DISORDERS dr.fauziah Elytha,MSc Muskuloskeletal disorder gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sales Promotion Girl 2.1.1. Definisi Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kursi Kerja a. Pengertian Kursi Kerja Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP ERGONOMI DALAM DESIGN KURSI DAN MEJA BELAJAR YANG BERGUNA BAGI MAHASISWA

PENERAPAN KONSEP ERGONOMI DALAM DESIGN KURSI DAN MEJA BELAJAR YANG BERGUNA BAGI MAHASISWA PENERAPAN KONSEP ERGONOMI DALAM DESIGN KURSI DAN MEJA BELAJAR YANG BERGUNA BAGI MAHASISWA Endang Susanti (Dosen Tetap Prodi Teknik Elektro UNRIKA Batam) ABSTRAK Meja dan kursi adalah salah satu fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT Erni Suparti 1), Rosleini Ria PZ 2) 1),2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 1. 1 Empat Fase Model QFD

Gambar 1. 1 Empat Fase Model QFD Perancangan Alat Perajang Umbi-umbian dengan Metode Quality (Nuning Artati dkk.) PERANCANGAN ALAT PERAJANG UMBI-UMBIAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEVELOPMENT (QFD) Nuning Artati*, Sutarno, Nugrah Rekto

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Sektor Informal Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pola kegiatannya

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

B A B III METODOLOGI PENELITIAN B A B III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penulisan laporan ini, penulis membagi metodologi pemecahan masalah dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap Indentifikasi Masalah 2. Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuci jet stream motor Al-Hidayah adalah suatu bidang jasa mencuci motor dengan menggunakan engine spray. Kelebihan dari cuci jet stream motor adalah bisa membersihkan

Lebih terperinci

Penyebab Buncis Ditolak Eksportir

Penyebab Buncis Ditolak Eksportir BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT. ABOFARM merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pertanian yang terletak di Ciwidey, Jawa Barat. Berdasarkan data PT.ABOFARM selama satu tahun jumlah

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan)

USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan) USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Egonomi Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Ergonomi Kata Ergonomi berasal dari dua kata Latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR INTEGRASI METODE KANO DAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM ANALISIS KEPUASAN TERHADAP

TUGAS AKHIR INTEGRASI METODE KANO DAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM ANALISIS KEPUASAN TERHADAP TUGAS AKHIR INTEGRASI METODE KANO DAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM ANALISIS KEPUASAN TERHADAP KUALITAS PENDIDIKAN DI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik

Lebih terperinci

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X.

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ABSTRAK PT. X adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur pengolahan logam spesialis pembuatan cetakan

Lebih terperinci

DESAIN BENTUK FISIK KERETA DORONG SESUAI ANTROPOMETRI ANAK-ANAK UNTUK PENJUAL COBEK ANAK

DESAIN BENTUK FISIK KERETA DORONG SESUAI ANTROPOMETRI ANAK-ANAK UNTUK PENJUAL COBEK ANAK DESAIN BENTUK FISIK KERETA DORONG SESUAI ANTROPOMETRI ANAK-ANAK UNTUK PENJUAL COBEK Abstrak ANAK Delta Pralian - NPM : 30402264 Program Studi Teknik Industri, Universitas Gunadarma E-mail : dpralian@yahoo.com

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perpustakaan Terintegrasi (PTUKM) merupakan pengintegrasian dari perpustakaan terdistribusi yang sebelumnya dimiliki oleh fakultas-fakultas yang terdapat di (UKM). Pengintegrasian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian dari suatu industri. Hal tersebut merupakan input perusahaan yang penting karena tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) saat ini tengah menjadi salah satu fokus pemerintah. Hal ini karena Industri Kecil dan Menengah (IKM) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di

BAB II LANDASAN TEORI. skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di BAB II LANDASAN TEORI Perdagangan Internasional Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal... (Amelinda dan Iftadi) HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Bela

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari. pembangunan masyarakat Pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari. pembangunan masyarakat Pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat Pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan

Lebih terperinci

APLIKASI ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) PADA REDESIGN ALAT PARUT KELAPA UNTUK IBU RUMAH TANGGA

APLIKASI ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) PADA REDESIGN ALAT PARUT KELAPA UNTUK IBU RUMAH TANGGA APLIKASI ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD) PADA REDESIGN ALAT PARUT KELAPA UNTUK IBU RUMAH TANGGA Roberta Zulfhi Surya 1, Rusdi Badruddin 2, M. Gasali, M 3 1 Dosen Teknik Industri, Fakultas Teknik dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN MEJA LAPTOP PORTABLE MELALUI PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)

LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN MEJA LAPTOP PORTABLE MELALUI PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN MEJA LAPTOP PORTABLE MELALUI PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR Abstrak. Meja dan kursi adalah fasilitas sekolah yang berpengaruh terhadap postur tubuh siswa. Postur tubuh akan bekerja secara alami jika menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu moda transportasi umum (public transport) yang telah beroperasi di Kota Semarang saat ini yaitu Trans Semarang. Trans Semarang adalah sebuah layanan angkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, David Gunawan Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri yang semakin pesat saat ini memunculkan berbagai jenis usaha. Semua kegiatan perindustrian tersebut tidak terlepas dari peran manusia, mesin dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI...

BAB 2 LANDASAN TEORI... iii ABSTRAK Saat ini lembaga pendidikan bukan hanya sekedar tempat untuk belajar dan memperoleh pendidikan. Hampir seluruh lembaga pendidikan berusaha untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN PERANCANGAN GERGAJI LOGAM UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN Daryono Mahasiswa (S1) Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma Scochuu_kuro@yahoo.co.id ABSTRAKSI

Lebih terperinci

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN Disusun oleh: Daryono (344169) Jurusan : Teknik Industri Fakultas : Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Postur kerja adalah sikap tubuh pekerja saat melaksanakan aktivitas kerja. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator yang kurang

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pesatnya perkembangan dunia informatika yang ditandai dengan adanya internet saat ini telah membuat banyak orang membuka usaha warnet. Untuk mendapatkan rancangan suatu warnet yang ideal, maka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah dalam bidang kesehatan kerja pada saat ini. Gangguan ini akan menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Teknik Industri

Lebih terperinci

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, Desica Natalia Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara Jakarta E-mail: iwayansukania@tarumanagara.ac.id,

Lebih terperinci

Kata kunci : Kursi, Ergonomis, Antropometri, Perancangan Produk, Quality Function Deployment

Kata kunci : Kursi, Ergonomis, Antropometri, Perancangan Produk, Quality Function Deployment RANCANG BANGUN ULANG KURSI KULIAH YANG ERGONOMIS BERDASARKAN DATA ANTROPOMETRI MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA Rudy Bastian Hutabarat Jurusan Teknik Elektro, Program Studi Teknik Industri,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii AYAT AL-QURAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin Adanya perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang. Secara universal, tingkat produktivitas laki-laki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai model dan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian mengenai desain perbaikan kursi untuk karyawan pada bagian kerja penyetelan dan pelapisan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA OPERATOR PADA LINI PACKING PT. X SURABAYA

PERANCANGAN STASIUN KERJA OPERATOR PADA LINI PACKING PT. X SURABAYA PERANCANGAN STASIUN KERJA OPERATOR PADA LINI PACKING PT. X SURABAYA Fadilatus Sukma Ika Noviarmi 1, Martina Kusuma Ningtiyas 1 1 Universitas Airlangga fadilasukma@gmail.com Abstrak Stasiun kerja dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi di bidang manufaktur maupun jasa sering dijumpai stasiun kerja yang tidak ergonomis dikarenakan tidak sesuainya antropometri pekerja dengan fasilitas

Lebih terperinci

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS PKMT-2-1-1 RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS Mirta Widia, Mia Monasari, Vera Methalina Afma, Taufik Azali Jurusan Teknik Industri, Universitas Andalas, Padang ABSTRAK Perancangan wheelbarrow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN MEJA-KURSI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA SISWA/I DI SDN MERUYUNG

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN MEJA-KURSI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA SISWA/I DI SDN MERUYUNG USULAN PERBAIKAN RANCANGAN MEJA-KURSI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA SISWA/I DI SDN MERUYUNG Nama : Dimas Triyadi Wahyu P NPM : 32410051 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Ir. Asep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batu bata Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya. Tanah ini banyak ditemui di sekitar kita. Itulah

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN MEJA BELAJAR LIPAT MULTIFUNGSI YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE QFD (Quality Function Deployment)

LAPORAN TUGAS AKHIR. PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN MEJA BELAJAR LIPAT MULTIFUNGSI YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE QFD (Quality Function Deployment) LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN MEJA BELAJAR LIPAT MULTIFUNGSI YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE QFD (Quality Function Deployment) Disusun Oleh : BAYU CHRISDIYANTO NIM : D 600 070 013

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR REDESAIN GEROBAK USAHA MARTABAK MENGGUNAKAN ANTROPOMETRI DAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

LAPORAN TUGAS AKHIR REDESAIN GEROBAK USAHA MARTABAK MENGGUNAKAN ANTROPOMETRI DAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT LAPORAN TUGAS AKHIR REDESAIN GEROBAK USAHA MARTABAK MENGGUNAKAN ANTROPOMETRI DAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT Diajukan untuk memenuhi syarat gelar sarjana S-1 Pada Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 2. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 2. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 2 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 22/09/2014 Perancangan Produk -

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU DENGAN PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN ATHROPOMETRI

PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU DENGAN PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN ATHROPOMETRI PERANCANGAN ALAT PENYARING TAHU DENGAN PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN ATHROPOMETRI Rosleini Ria PZ 1), Erni Suparti 2) 1),2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah utama dalam aktivitas produksi ditinjau dari segi kegiatan / proses produksi adalah bergeraknya material dari satu proses ke proses produksi berikutnya. Untuk

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU REDESIGN KURSI DAN MEJA PERKULIAHAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) SECARA ERGONOMIS DI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI Rini Alfatiyah, William Marthin ABSTRAK Salah satu faktor yang dapat

Lebih terperinci

Usulan Rancangan Baby Tafel Portable dengan Menggunakan Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) *

Usulan Rancangan Baby Tafel Portable dengan Menggunakan Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) * Reka Integra ISSN: 28-5081 Teknik Industri Itenas No. 2 Vol.1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 201 Usulan Rancangan Baby Tafel Portable dengan Menggunakan Metode Ergonomic Function Deployment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perabot kelas merupakan fasilitas fisik yang penting karena aktivitas belajar siswa banyak dihabiskan di dalam kelas seperti membaca, menggambar, menulis dan kegiatan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI Silvi Ariyanti 1 1 Program Studi Teknik Industri Universitas Mercubuana Email: ariyantisilvi41@gmail.com ABSTRAK Pada industri

Lebih terperinci

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA Definisi Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Proses pengumpulan dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam perancangan Stasiun penyemiran sepatu. Meliputi data antro pometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya memberikan dampak yang positif dan negatif pada tubuh manusia. Salah satu bagian yang paling berdampak pada aktivitas

Lebih terperinci

PDF Compressor Pro KATA PENGANTAR. Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1

PDF Compressor Pro KATA PENGANTAR. Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1 Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah, kami sampaikan ke hadirat Allah YME, karena terealisasinya Tekinfo, Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK TAS RANSEL KHAS ACEH MENGGUNAKAN METODE REKAYASA NILAI (STUDI KASUS DI UD. IKHSAN)

ANALISIS PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK TAS RANSEL KHAS ACEH MENGGUNAKAN METODE REKAYASA NILAI (STUDI KASUS DI UD. IKHSAN) ANALISIS PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK TAS RANSEL KHAS ACEH MENGGUNAKAN METODE REKAYASA NILAI (STUDI KASUS DI UD. IKHSAN) Ir. Syamsul Bahri, M.Si 1, Ir. Amri, MT 2 dan Elza Ayu Alviany 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) PADA INDUSTRI KERIPIK UBI

PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) PADA INDUSTRI KERIPIK UBI PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) PADA INDUSTRI KERIPIK UBI TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAS PUNGGUNG LAPTOP MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT PADA HOME INDUSTRI LANGON KOTA TEGAL

PERANCANGAN TAS PUNGGUNG LAPTOP MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT PADA HOME INDUSTRI LANGON KOTA TEGAL PERANCANGAN TAS PUNGGUNG LAPTOP MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT PADA HOME INDUSTRI LANGON KOTA TEGAL Saufik Luthfianto, Siswiyanti Teknik Industri Universitas Pancasakti Tegal Email : saufik34@yahoo.com

Lebih terperinci

Perancangan Meja Kerja pada Bagian Pemeriksaan Surat Jalan Buah dan Penimbangan Tonase TBS (Tandan Buah Segar) di PT.Sahabat Mewah dan Makmur

Perancangan Meja Kerja pada Bagian Pemeriksaan Surat Jalan Buah dan Penimbangan Tonase TBS (Tandan Buah Segar) di PT.Sahabat Mewah dan Makmur Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-6502 Perancangan Meja Kerja pada Bagian Pemeriksaan Surat Jalan Buah dan Penimbangan Tonase TBS (Tandan Buah Segar) di PT.Sahabat Mewah dan Makmur 1 Isabella Nungki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri saat ini sangat berkembang pesat di Indonesia. Akan tetapi kepedulian para pengusaha baik perusahaan besar maupun kecil terhadap

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MEJA KERJA LAS DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (STUDI KASUS PT DWI GADING WIJAYA MANDIRI)

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MEJA KERJA LAS DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (STUDI KASUS PT DWI GADING WIJAYA MANDIRI) TUGAS AKHIR PERANCANGAN MEJA KERJA LAS DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (STUDI KASUS PT DWI GADING WIJAYA MANDIRI) Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik Guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. DESAIN PERANCANGAN SARUNG TANGAN PENGOLAHAN TAHU SECARA ERGONOMIS (Studi Kasus:Sentra Industri Tahu, Kartosuro)

LAPORAN TUGAS AKHIR. DESAIN PERANCANGAN SARUNG TANGAN PENGOLAHAN TAHU SECARA ERGONOMIS (Studi Kasus:Sentra Industri Tahu, Kartosuro) LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN PERANCANGAN SARUNG TANGAN PENGOLAHAN TAHU SECARA ERGONOMIS (Studi Kasus:Sentra Industri Tahu, Kartosuro) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Lukman Arhami. Perencanaan strategi..., FT UI., Universitas Indonesia

3. METODE PENELITIAN. Lukman Arhami. Perencanaan strategi..., FT UI., Universitas Indonesia 69 3. METODE PENELITIAN Untuk menyelesaikan permasalahan, maka perlu disusun langkah-langkah penyelesaian masalah sebagai berikut : Keterangan flowchart : 1. Survey Pendahuluan Studi litaratur dilakukan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Satria merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang produksi linggis. Usaha ini dikelola secara turun menurun yang didirikan pada tahun

Lebih terperinci

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS Dian Palupi Restuputri *1, Erry Septya Primadi 2, M. Lukman 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING

PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING Oleh: I Wayan Sukania iwayansukania@tarumanagara.ac.id iwayansukania@yahoo.com Staf Pengajar Program

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Ergonomi Nurmianto (2003 : 1) mengatakan istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam dan juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja https://doi.org/10.22219/jtiumm.vol18.no1.19-28 Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja Dian Palupi Restuputri, M. Lukman, Wibisono Teknik Industri, Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 30 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1. Pengumpulan data 4.1.1 Layout Lini Produksi Sekarang Gambar 4.1 Layout Assembly Line Gambar di atas menunjukkan denah lini produksi PT. Federal Karyatama yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Analisis Postur Tubuh Dan Pengukuran Skor REBA Sebelum melakukan perancangan perbaikan fasilitas kerja terlebih dahulu menganalisa postur tubuh dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA Muchlison Anis Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stasiun kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan berkenaan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Kondisi kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan,

Lebih terperinci