BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Pernikahan. dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Pernikahan. dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Pernikahan 1. Pengertian Komitmen Pernikahan Menurut Karney dan Bradburry (dalam Garcia & Gomez, 2014) berkomitmen memiliki dua arti: pertama, seseorang menyukai hubungan romantis yang sedang dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang berkomitmen akan melakukan apapun untuk keberlangsungan hubungan tersebut. Hal ini berarti langkah seseorang untuk melanjutkan hubungan ke tahap pernikahan memerlukan banyak perundingan dan pengorbanan, penentuan arah dan tujuan hubungan yang akan dijalani bersama. Menurut Arriage dan Agnew (dalam McMahon, 2007) komitmen adalah keadaan yang melibatkan tiga dimensi psikologis yaitu kognitif, afektif dan konatif. Dimensi kognitif berupa rencana orientasi jangka panjang, dimensi afektif berupa daya tarik secara psikologis dalam bentuk seksual dan emosional, sedangkan dimensi konatif berupa sikap persisten dan motivasi untuk melanjutkan hubungan. Rusbult (1998) dalam teori model investasi menyimpulkan, bahwa komitmen merupakan representasi ketergantungan subjektif berupa perasaan kelekatan secara psikologis terhadap pasangan yang diiringi dengan keinginan untuk memelihara keutuhan. Hal ini berasal dari pengembangan teori interdependensi berupa kecenderungan bagi suatu hubungan untuk berkembang yang bergantung 10

2 pada karakteristik personal dan interdependensi yang terbangun antara kedua belah pihak. Teori model investasi yaitu individu bergantung pada hubungan sebagai sumber pengalaman yang diharapkan. Tumbuhnya ketergantungan menjadi arti komitmen pernikahan yang menginvestasikan sumber daya dalam hubungan tersebut. Komitmen pernikahan bermula dari kesepakatan bersama untuk melanjutkan ikatan yang telah dimulai. Kesepakatan tersebut bermula dari perencanaan jangka panjang bagi diri sendiri dan hubungan, adanya keinginan untuk mengikat pasangan sampai akhir pernikahan dan dorongan menjaga keutuhan hubungan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kenyamanan psikologis terhadap pasangan, sehingga pasangan tidak ingin berpisah ataupun terpikat pihak lain. Johnson (1999) mengemukakan, bahwa komitmen bukan merupakan satu kesatuan yang utuh melainkan terdiri atas tiga bentuk yang berbeda. Tiap-tiap bentuk memiliki penyebab, fenomena, dan konsekuensi kognisi, emosi dan perilaku yang berbeda satu sama lain. Tiga bentuk tersebut adalah komitmen personal, komitmen moral dan komitmen struktural. Komitmen personal menjelaskan bentukk positif berupa keinginan untuk memelihara hubungan yang dirasakan individu terhadap pasangan atau hubungan saat ini. Kedua, komitmen moral muncul dari nilai dan kepercayaan yang diyakini masing-masing individu mengenai kesucian dan keseriusan hubungan. Komitmen yang ketiga yaitu komitmen struktural, komitmen ini menjelaskan tekanan atau paksaan yang bertentangan dengan keinginan untuk meninggalkan sebuah hubungan. 11

3 Menurut Stenberg (dalam Santrock, 2011) komitmen meliputi keputusan untuk tinggal dan bergantung dalam sebuah hubungan serta hal ini menjadi aspek kognitif untuk menjaga pernikahan dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini berarti bahwa level komitmen berpengaruh terhadap perilaku individu, keputusan individu untuk tinggal dalam hubungan pernikahan dan mekanisme pemeliharaan hubungan. Sejalan dengan hal di atas, Impett dkk. (2008) menyebutkan, bahwa komitmen pernikahan dapat menjaga stabilitas hubungan, termasuk hubungan pernikahan. Komitmen pernikahan merupakan sejauh mana seorang individu mengalami orientasi jangka panjang terhadap hubungan, termasuk keinginan untuk mempertahankan hubungan untuk lebih baik atau lebih buruk. Tingkat dan bentuk komitmen pernikahan masing-masing individu mampu menjaga kestabilan hubungan. Keinginan untuk bertahan yang kuat, kepercayaan antara satu dengan yang lain serta tidak adanya keinginan untuk menyimpang dapat mendorong peningkatan komitmen pernikahan, sehingga hubungan terjaga dari gangguan yang berasal dari internal dan eksternal hubungan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas disimpulkan, bahwa komitmen merupakan representasi subjektif tiap individu berupa kelekatan psikologis terhadap pasangan yang tercipta melalui tiga dimensi psikologis dan terbagi dalam tiga bentuk yang berbeda, yaitu komitmen personal, komitmen moral dan komitmen struktural. 12

4 2. Aspek-aspek Pembentuk Komitmen Pernikahan Johnson (1999) mendeskripsikan komitmen pernikahan menjadi tiga bentuk komitmen yang berbeda. Tiap-tiap komitmen memiliki aspek-aspek yang berbeda pula, yaitu: a. Komitmen personal meliputi tiga aspek, antara lain: 1) Daya tarik pasangan, yaitu keinginan individu untuk tetap bertahan dalam suatu hubungan dipengaruhi oleh ketertarikan terhadap pasangannya 2) Daya tarik hubungan, yaitu kepercayaan yang mendorong kepuasan individu terhadap hubungan membuat individu tidak ingin untuk meninggalkan hubungan tersebut 3) Identitas pasangan, yaitu identitas menjadi memberikan nilai yang penting dalam hubungan sosial sehingga identitas yang didapat dari pernikahan mempengaruhi individu untuk tetap tinggal dalam suatu hubungan. b. Komitmen moral terdiri atas tiga aspek, yaitu: 1) Nilai-nilai mengenai moralitas, yaitu mengacu kepadanilai kesusilaan dalam diri individu yang menginginkan keberlangsungan hubungan pernikahan dari awal hingga akhir. 2) Adanya kewajiban moral terhadap pasangan yang membuat individu akan merasa terbebani ketika meninggalkan pasangannya. 3) Adanya nilai konsistensi hubungan yang membuat individu menjaga hubungan dari waktu ke waktu dan tidak akan berhenti di tengah jalan c. Komitmen struktural dipengaruhi oleh empat aspek, aspek-aspek tersebut antara lain: 13

5 1) Adanya pilihan-pilihan, yaitu ketergantungan padasuatu hubungan merupakan sebagian fungsi keadaan alternatif yang individu percaya akan muncul jika hubungan diakhiri. 2) Tekanan sosial, yaitu timbulnya tekanan dari luar diri individu baik teman maupun keluarga untuk tidak meninggalkan suatu hubungan 3) Prosedur perpisahan, yaitu adanya suatu prosedur rumit yang harus dilalui untuk dapat melakukan perpisahan seperti adanya keputusan pengadilan mengenai pembagian harta, pengasuhan anak, dan lain-lain. 4) Terhentinya investasi, yaitu individu akan memutuskan untuk tidak meninggalkan suatu hubungan dikarenakan takut akan kehilangan investasi yang selama ini telah berlangsung. Komitmen pernikahan dapat dikarakteristikkan beberapa aspek yang membentuk komitmen pernikahan (Defrain & Asay, 2007), antara lain: a. Kepercayaan Keadaan yang melibatkan kepercayaan diri untuk memiliki harapan positif mengenai motif pasangan dan menghormati satu sama lain dalam situasi yang berisiko b. Kejujuran Berkata apa adanya sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi membuat pasangan mau bersama-sama mengerti dan menghadapi kenyataan yang ada. c. Ketergantungan Perasaan tergantung secara emosional, material, finansial dan struktural terhadap pasangan membuat seseorang bertahan dalam lingkaran pernikahan 14

6 d. Kesetiaan Kesetiaan dapat didefinisikan sebagai perasaan subjektif untuk menetap padahubungan pernikahan dan tidak memiliki hubungan seksual dengan orang lain. e. Saling berbagi Interaksi antar dua individu melibatkan saling berbagi mengenai pendapat, perasaan, dan material secara diadik untuk mendapatkan kepuasan hubungan yang mendorong seseorang untuk berkomitmen dalam pernikahan. Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka dalam penelitian ini mengacu pada spek-aspek yang dikemukakan oleh Johnson (1999) bahwa komitmen pernikahan terdiri dari a) Komitmen personal, antara lain daya tarik pasangan, daya tarik hubungan dan identitas pasangan, b) Komitmen moral, antara lain nilai moralitas, kewajiban terhadap pasangan dan nilai konsistensi hubungan, sedangkan c) Komitmen struktural, antara lain pilihan alternatif, tekanan sosial, prosedur perpisahan dan terhentinya investasi. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Pernikahan Rusbult (1998) mendefinisikan komitmen berdasarkan tiga faktor yang terpisah, antara lain: a. Kepuasan hubungan Individu yang merasa puas padahubungan pernikahan, maka secara psikologis akan menuntun pasangan untuk lebih intim, tidak saling bertengkar satu sama lain dan memperluas harapan dan visi terhadap kualitas hubungan. 15

7 b. Kualitas alternatif Ketersediaan potensial, daya tarik dan kualitas seseorang mempengaruhi preferensi seseorang untuk berkomitmen. Salah satu contohnya yaitu masalah finansial, keadaan finansial yang tidak mendukung setelah perceraian dilakukan membuat seseorang memaksa diri untuk berkomitmen dalam hubungan (Bakker & Buunk, 1997). c. Investasi dalam hubungan Tingkat investasi yang diberikan demi hubungan mempengaruhi besarnya komitmen seseorang. Investasi ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Contoh investasi langsung yaitu waktu dan perhatian terhadap pasangan, keterbukaan mengenai perasaan, sedangkan contoh investasi tidak langsung yaitu pertemanan umum, kenangan bersama dan pengalaman yang dilakukan bersama The New Zealand Relationship Commitment Study melakukan penelitian mengenai persepsi terhadap komitmen hubungan pada50 pasangan. Penelitian ini mengungkap faktor-faktor yang menentukan komitmen terhadap hubungan (dalam Roberts & Pryor, 2005), antara lain: a. Faktor personal Faktor utama yang mempengaruhi komitmen berdasarkan perasaan emosional individu seperti asmara, penghargaan, dukungan dan kepercayaan. b. Faktor hubungan, Berupa tujuan hubungan, nilai, kebersamaan sebelum dan setelah pernikahan, seksualitas, komunikasi dan menghabiskan waktu bersama dengan pasangan 16

8 c. Faktor eksternal Faktor ini merefleksikan tekanan yang didapat dari pihak luar seperti keluarga besar, harapan-harapan dan fakta mengenai sulitnya menemukan pasangan yang tepat. d. Nilai Merujuk pada nilai atau kepercayaan seperti religiusitas, menghormati komitmen dan sumpah pernikahan. e. Faktor keluarga dan anak-anak Adanya keinginan untuk menjadi contoh yang baik bagi keturunannya kelak membuat seseorang terus terikat dalam hubungan. B. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Prager (dalam Volsky, 1998) berpendapat, bahwa keintiman memiliki komponen perilaku dan emosional. Komponen perilaku terdiri dari aktivitas yang dilakukan oleh beberapa orang secara bersama-sama seperti menyentuh dan berbicara sedangkan komponen emosional meliputi perasaan terhadap asmara dan kebersamaan. Prager mengemukakan, bahwa interaksi intim merupakan dasar dari hubungan yang intim. Bentuk-bentuk interaksi intim antara lain saling menceritakan masalah pribadi, memberikan kenyamanan satu sama lain dan mengerti secara timbal balik terhadap pasangan melalui self-disclosure dan afeksi intim (Volsky, 1998) 17

9 Awalnya Olson (dalam Volsky, 1998) berpendapat, bahwa keintiman adalah proses yang terus berkembang, mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu, berada pada kondisi yang labil dan telah tertanam pada individu berkomitmen. Bertambahnya tingkat dan jenis perkembangan keintiman membuat Schaffer dan Olson (dalam Zerach dkk., 2013) mendeskripsikan keintiman pernikahan dalam lima aspek yaitu aspek emosional, sosial, intelektual, seksual dan rekreasional. Hal ini membuat keintiman dipahami sebagai fenomena multidimensional yang dialami dengan berbagai cara dalam sebuah hubungan meliputi kemampuan percaya terhadap satu sama lain, berbagi pendapat dan perasaan, serta mengikat hubungan yang melibatkan pertemanan dan seksualitas. Reis dan Shaver (dalam Laurenceau dkk., 2005) mendefinisikan keintiman sebagai hasil pengalaman transaksional dari proses interpersonal. Proses keintiman transaksional melibatkan dua komponen prinsipal yaitu pengungkapan diri sendiri dan responsivitas pasangan. Berdasarkan teori ini, keintiman dapat dicapai ketika salah satu pasangan mengungkapkan dirinya dan pasangan memberikan respon terhadap pengungkapan dengan penerimaan, validasi dan perhatian. Teori ini mengajukan bahwa pengungkapan diri membentuk keintiman harus emosional dan tidak hanya sekedar memberikan informasi atau fakta. Keintiman tidak hanya dipandang sebagai sebuah aktivitas seksual antara dua individu, namun lebih ditekankan pada keterbukaan pasangan dan tindakan yang diberikan sebagai bentuk respon. Seseorang dapat memberikan respon yang jujur apabila kepercayaan terbangun antara satu dengan yang lain. 18

10 Prager dan Roberts (dalam Price, 2014) memandang hubungan intim yang dalam merupakan proses interpersonal dan relational. Teori ini mengkonseptualisasikan keintiman sebagai proses verbal dan non-verbal dengan dimensi interpersonal dan relational. Dimensi interpersonal terdiri dari atas komponen: a. Perilaku mengungkapkan diri, dikarakteristikkan dengan perasaan emosi, kerentanan, dan perasaan terluka. b. Teterlibatan positif, mendeskripsikan mengenai keinginan yang melibatkan isyarat verbal seperti mengikuti komunikasi pasangan dan isyarat non-verbal seperti kedekatan, tatapan, dan sentuhan. c. Sense of understanding mengenai pengalaman satu dengan yang lain. Keintiman sebagai proses yang berkembang dari waktu ke waktu melibatkan kepercayaan, pengungkapan diri, berbagi perasaan dan asmara terhadap hubungan (Lloyd, Sejalan dengan proses perkembangan keintiman, Mills dan Turnbull (dalam Zerach dkk, 2013) mendefinisikan keintiman sebagai kemampuan untuk peka dan sadar terhadap psikologis satu sama lain dan kebutuhan pasangan dalam hal emosional, fisikal, operasional, sosial dan spiritual. Menurut Gaia (2013) deskripsi mengenai keintiman terbagi dalam kategori pengungkapan diri, ekspresi emosi, dukungan, kepercayaan, ekspresi fisik, perasaan kedekatan, dan pengalaman keintiman yang saling menguntungkan. Berbagai kedekatan dan pengalaman intim antara satu dengan yang lain membentuk rasa toleransi dan sikap mengerti terhadap emosi yang ditampilkan oleh tiap-tiap individu. Hal ini membuat proses keterbukaan antara satu dengan 19

11 yang lain diiringi dengan kepekaan dan kesadaran terhadap emosi yang ditampilkan tiap-tiap individu. Fife dan Weeks (2009) menjelaskan keintiman terdiri dari perasaan kedekatan atau hubungan, perhatian timbal balik mengenai kesejahteraan orang lain, perasaan mengenai kepercayaan dan kenyamanan, kejujuran dan keterbukaan, serta memberi dan menerima dukungan secara timbal balik. Keintiman dibangun berdasarkan frekuensi berbagi secara emosional dan fisikal dalam sebuah hubungan. Stenberg (dalam Santrock, 2011) mendefinisikan keintiman sebagai asosiasi tertutup antara dua belah pihak yang meliputi kehangatan informal, keterbukaan individu, berbagi dengan orang lain sehingga menimbulkan perasaan dekat, terhubung dan terikat yang merepresentasikan komponen emosional yang terkandung dalam hubungan pernikahan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa keintiman dipahami sebagai bentuk proses interaksi interpersonal multidimensional yang terus berkembang, mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu, berada pada kondisi yang labil dan telah tertanam padaindividu berkomitmen. 2. Aspek-aspek yang Membentuk Keintiman Keintiman dalam hubungan pernikahan memiliki arti dan makna yang berbeda untuk laki-laki dan wanita. Prager (dalam Volsky, 1998) berpendapat bahwa keintiman padapernikahan memiliki aspek perilaku dan emosional/afektif, sebagai berikut: 20

12 a. Keintiman emosional Kedekatan yang terjalin melalui saling berbagi perasaan. Wanita lebih mudah untuk menyadari dan mengekspresikan emosi daripadalaki-laki. Langkah pertama untuk menyadari emosi pasangan yaitu memberikan perhatian terhadap perasaan yang muncul, mengidentifikasikan dan mencari alasan dibalik munculnya perasaan tersebut. Hal ini mampu untuk membuat pernikahan lebih kuat dan sehat. b. Keintiman seksual Keintiman seksual berupa frekuensi aktivitas seksual yang memberikan kepuasan dan dinikmati oleh kedua belah pihak termasuk pula pembicaraan terbuka terkait dengan seksualitas. Olson dan Olson (2000) mengatakan. A major strength for happily marriage couples is the quality of the sexual relationship (p.126). Pasangan yang bahagia merujuk padapersetujuan pada kepuasan seksual dan sedikit permasalahan terkait dengan kehidupan seksualitas. Schaffer dan Olson (dalam Zerach dkk., 2013) mendeskripsikan keintiman pernikahan dalam lima aspek yang berbeda, antara lain: a. Keintiman emosional Kemampuan untuk mengungkap dan membagi perasaan sehingga menimbulkan rasa dekat, terhubung dan terikat dengan orang lain tanpa merasa terbebani. b. Keintiman sosial Muncul ketika berada dalam lingkungan pekerjaan dan sosial yang sama. 21

13 c. Keintiman seksual Aktivitas berbagi rasa asmara berdasarkan daya tarik masing-masing individu melalui sentuhan, kedekatan secara seksual dan kata-kata yang sugestif. d. Keintiman intelektual Kemampuan untuk saling bertukar pendapat mengenai kesukaan, ide dan pengalaman tentang kehidupan sosial, pekerjaan dan pengetahuan umum yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. e. Keintiman rekreasional Berupa berbagi pengalaman, saling bernostalgia mengenai kegiatan yang telah dilakukan bersama dan keterlibatan pasangan terhadap aktivitas tersebut. Berdasarkan uraian aspek-aspek yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini mengacu padaaspek-aspek keintiman yang dikemukakan oleh Schafer & Olson (dalam Zerach dkk., 2013) bahwa keintiman dipahami sebagai fenomena multidimensional yang terdiri dari keintiman emosional, keintiman sosial, keintiman seksual, keintiman intelektual dan keintiman rekreasional. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keintiman Faktor-faktor yang mempengaruhi keintiman menurut David dan Ferguson (dalam Handayani, 2006) antara lain: a. Rasa aman Rasa aman menyangkut mengenai ketenangan batin. Aman berarti tidak terdapatrasa takut yang menyelimuti, bebas dari bahaya maupun rasa takut. 22

14 Merasa aman berarti terdapat kepastian terhadap kesejahteraan diri sendiri secara fisik dan emosional. b. Komitmen Komitmen memandang masa depan sebagai babak kehidupan yang akan dijalani bersama hingga akhir hayat. Komitmen menjanjikan kepastian dan menjaga asmara antar pasangan apapun yang terjadi. Komitmen dipandang sebagai dukungan yang tulus dari pasangan c. Menerima pasangan tanpa syarat Meliputi asmara dan dukungan yang diberikan tanpa balasan. Menerima pasangan apa adanya tanpa syarat dengan toleransi yang besar d. Masa lalu yang bahagia Pengalaman masa lalu mempengaruhi seseorang berhubungan dengan pihak lain. Kelekatan dengan orang tua di masa kecil menentukan tingkat kemudahan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Pentingnya keintiman sebagai aspek yang esensial dalam kehidupan manusia membuat keintiman tiap orang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan keintiman pasangan dari waktu ke waktu sejalan dengan semakin intimnya kedekatan emosional dan seksual dalam hubungan pernikahan (Fife & Weeks, 2009). Faktor-faktor yang memicu perbedaan keintiman tiap individu yaitu sebagai berikut: a. Keamanan dan kenyamanan Lingkungan yang aman membuat dinding penghalang timbulnya interaksi interpersonal individu menghilang sehingga memicu untuk meningkatkan 23

15 kedekatan interpersonal, perasaan terhubung terhadap pasangan. Lingkungan yang nyaman membuat individu merasa nyaman untuk mengambil risiko terhadap satu sama lain demi mengembangkan dan menjaga keutuhan hubungan. b. Kepercayaan Membangun keterbukaan dan bertanggung jawab terhadap satu sama lain meningkatkan keintiman hubungan yang telah merapuh. Perilaku yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab secara konsisten mampu membantu pasangan merasakan kenyamanan secara emosional dalam hubungan pernikahan c. Komunikasi Komunikasi merepresentasikan proses interpersonal untuk merasa dekat dan terhubung dengan pasangan (Laurenceau dkk., 2005). Komunikasi yang maladaptif membatasi kedekatan pasangan dan menghambat terjalinnya keintiman. Bentuk-bentuk komunikasi maladaptif seperti tidak mendengarkan dengan baik, metode penyelesaian masalah yang tidak efektif, mengkritik yang tidak relevan, hingga mengacuhkan pasangan. Menurut Reis dan Shaver (dalam Laurenceau dkk., 2005) keintiman tercipta dari faktor-faktor yang melibatkan dua individu, antara lain: a. Pengungkapan diri Proses pengungkapan diri mengenai informasi personal mengenai diri sendiri terhadap orang lain meliputi perasaan intim, perilaku dan pengalaman 24

16 (Sprecher & Hendrick, 2004). Keterbukaan terdiri dari keterbukaan faktual dan emosional (Laurenceau dkk., 1998) yaitu: 1) Keterbukaan faktual bersifat deskriptif yang membuka fakta dan informasi personal. 2) Keterbukaan emosional bersifat evaluatif yang meliputi perasaan seseorang secara intim, opini dan penilaian pribadi seseorang. b. Responsivitas pasangan Pasangan yang responsif berarti perilaku individu tersebut menggambarkan sebuah komunikasi, kebutuhan, harapan dan aksi dari interaksi (Miller & Berg, dalam Laurenceau dkk., 1998). Bentuk-bentuknya seperti mengerti informasi interaksi, mengkonfirmasi bahwa pasangan menerima informasi yang diberikan dan memberikan perhatian berupa respon terhadap pasangan. c. Keterbukaan pasangan Emosi positif dan negatif yang diekspresikan oleh pasangan ketika melakukan interaksi (Laurenceau dkk., 1998) C. Suami Istri yang Bekerja 1. Pengertian Suami Istri yang Bekerja Perubahan nilai peran sosial wanita dan pria padamasa kini membuat model keluarga tradisional berubah menjadi model keluarga egaliter. Model keluarga egaliter yaitu salah satu model keluarga yang memiliki dua sumber pendapatan keluarga. Peran wanita tidak lagi terbatas padaurusan keluarga dan rumah tangga, dan pria tidak lagi menjadi sumber utama pendapatan. Pasangan dalam model 25

17 keluarga egaliter disebut dengan pasangan dual karir keluarga (Abele dan Volmer, 2011). Menurut Saraceno (2007), pasangan dual karir didefinisikan dengan kedua belah pihak, suami dan istri, memiliki kualitas individu yang tinggi dan mengejar jalur karir masing-masing tanpa mengutamakan memiliki keturunan ataupun kepuasan keluarga. Neault dan Pickerel (2005) mendefinisikan pasangan dual karir sebagai dua orang yang memiliki komitmen antara pernikahan dan pekerjaannya, mengejar karir masing-masing individu dan tidak berperan sebagai pendukung karir salah satu pihak. Sejalan dengan Dalimunte (2013), pasangan dual karir dicirikan sebagai pasangan suami istri yang memiliki karir masing-masing dan mencoba untuk menyeimbangkan karir dengan urusan rumah tangga. Pasangan dual karir yaitu pasangan suami istri yang berperan aktif mengejar karir dan kehidupan keluarga secara bersamaan (dalam Adelina dan Andromeda, 2014). Pasangan dual karir umumnya memiliki masalah berkaitan dengan komunikasi seperti waktu yang kurang fleksibel dan minim kesempatan untuk berdialog dengan pasangan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pasangan dual karir adalah pasangan suami istri yang berperan aktif dalam mengejar karir dan menjaga keutuhan komitmen pernikahan. 2. Ciri-ciri Suami Istri yang Bekerja Abele dan Volmer (2011) mengemukakan, beberapa ciri pasangan dual karir yang berorientasi padapekerjaan dan hubungan pernikahan, yaitu: 26

18 a. Pasangan dual karir adalah pasangan yang memiliki latar pendidikan tinggi, minimal perguruan tinggi atau sederajat b. Memiliki jam kerja secara penuh dalam sehari dan memiliki jabatan yang menantang c. Telah hidup bersama dan berperan sebagai suami istri yang bekerja minimal 5 tahun Berbeda dengan pendapat Saraceno (2007) mengenai konsepsi pasangan dual karir. Saraceno berpendapat bahwa pasangan dual karir, yaitu: a. Pasangan dual karir merujuk hanya padapasangan yang keduanya memiliki mobilitas tinggi dalam pekerjaan b. pasangan dual karir tidak harus memiliki latar pendidikan yang tinggi, pasangan suami istri disebut dengan pasangan dual karir apabila keduanya sama-sama memiliki karir tanpa mempertimbangkan latar pendidikan perguruan tinggi c. Pasangan dual karir yang memiliki anak memiliki tanggung jawab yang lebih besar 3. Konsekuensi terhadap Peran Sebagai Suami Istri yang Bekerja Pasangan dual karir memiliki konsekuensi positif dan negatif dalam ikatan pernikahan (dalam Adelina dan Andromeda, 2014), yaitu a. Konsekuensi positif, berupa dukungan emosional ketika salah satu pasangan memiliki masalah pekerjaan dan keadaan ekonomi yang lebih terjamin 27

19 b. Konsekuensi negatif, antara lain sulitnya mengatur urusan pekerjaan dan keluarga, terbatasnya waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga dan meningkatnya potensi ketegangan dalam ikatan pernikahan. Banyak konsekuensi yang harus ditanggung individu yang berperan sebagai suami istri bekerja, Neault dan Pickerel (2005) mengemukakan, konsekuensi yang berpengaruh bagi individu, antara lain: a. Konsekuensi terhadap keluarga, antara lain meningkatnya konflik peran dalam keluarga, pembatasan jumlah anak ataupun menunda memiliki anak, tanggung jawab untuk mengurus rumah tangga, keinginan yang lebih besar terhadap uang sehingga mengabaikan waktu bersama keluarga. b. Konsekuensi terhadap kesejahteraan pribadi, meliputi tekanan stress yang terus menerus diterima, kelelahan, dan kurangnya waktu tidur yang berkualitas c. Konsekuensi terhadap pekerjaan, meliputi bertambahnya jenis karir yang harus dipenuhi individu, yaitu karir membangun keluarga, pemilihan prioritas karir antara suami dan istri dan risiko pekerjaan yang menuntut pasangan suami istri untuk menjadi pasangan jarak jauh (commuter marriage). D. Hubungan antara Keintiman dengan Komitmen Pernikahan padasuami Istri yang Bekerja Maraknya konsepsi egaliter yang mempengaruhi institusional pernikahan berupa perubahan model keluarga tradisional menjadi model keluarga egaliter berpengaruh padainteraksi interpersonal antara suami dan istri. Suami dan istri 28

20 yang bekerja berpotensi terhadap keluarga, kesejahteraan pribadi dan pekerjaan (Neault dan Pickerel, 2005). Berkurangnya waktu untuk keluarga berpotensi menimbulkan kerenggangan dalam interaksi intim antara suami dan istri. Berbagai penelitian menemukan bahwa risiko menjadi pasangan dual karir adalah waktu bertemu yang jarang dan tuntutan pekerjaan yang menyita waktu (dalam Adelina, 2014). Hal ini membuat interaksi intim antara suami dan istri tidak terjalin secara intensif. Keintiman ditengarai sebagai salah satu faktor yang melindungi ikatan pernikahan yang sehat. Pernikahan yang sehat menuntut adanya rasa percaya, terbuka, dan saling berbagi antara satu dengan yang lain. Berbagai interaksi intim seperti menceritakan masalah pribadi, memberikan kenyamanan dan saling mengerti satu dengan yang lain (Volsky, 1998). Keterbukaan antara satu dengan yang lain didukung oleh faktor keamanan, kepercayaan, dan komunikasi yang efektif antara kedua belah pihak. Keintiman intelektual meliputi kebebasan individu untuk mengungkapkan gagasan ataupun pendapat terhadap pasangan baik berupa saran ataupun kritik yang diharapkan mampu memberikan manfaat bagi kedua belah pihak (Zerach dkk., 2013). Keterbukaan untuk berkata, mendengarkan secara efektif, memberikan timbal balik terhadap gagasan yang dikemukan tanpa melukai dan tidak mengacuhkan pasangan menjadi berbagai bentuk komunikasi interpersonal yang membangun keterikatan antara suami dan istri. Mengetahui harapan dan tujuan hidup antara satu dengan yang lain, saling melengkapi rencana hidup membuat seseorang bermanfaat bagi individu yang lain. Hal inilah yang membuat 29

21 seseorang menjaga hubungan demi tercapainya tujuan dan harapan hidup (McMahon, 2007) Keintiman rekreasional berupa melakukan aktivitas yang melibatkan kedua belah pihak secara aktif (Zerach dkk., 2013). Saling bercerita mengenai masa lalu yang dilalui bersama mampu untuk membuat seseorang melihat kembali alasanalasan utama menjalin hubungan. Seiring berjalannya ikatan pernikahan membuat alasan-alasan bertahan dalam pernikahan berubah, sehingga hal ini mampu untuk dijadikan sebagai upaya introspeksi pribadi untuk melihat kembali alasan menjalin hubungan, melanjutkan hubungan hingga mempertahankan pasangan dalam kehidupan. Introspeksi pribadi mengenai masa lalu yang dilalui bersama mempengaruhi individu berhubungan dengan pihak lain (Handayani, 2006). Keintiman sosial menciptakan toleransi yang setara antara suami dan istri, hal ini dikarenakan antara suami dan istri telah mengetahui latar belakang sosial pasangan. Berdasarkan penelitian Larson dkk. (1998) kesetaraan dan status sosial yang sama antara suami dan istri adalah faktor yang penting dalam keintiman. Saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain mampu meningkatkan kualitas komitmen seseorang dalam pernikahan yang dijalani. Kesetaraan dalam ikatan pernikahan meliputi kedekatan interpersonal, kepercayaan, komunikasi dan saling menguntungkan satu sama lain. Kedekatan interpersonal pada laki-laki cenderung ingin melakukan interaksi intim hanya padaikatan pernikahan saja, hal ini dikarenakan interaksi intim merupakan usaha yang perlu dibangun dan ikatan pernikahan adalah kewajiban bersama (Price, 2014). Kepercayaan yang terbangun menentukan suksesnya ikatan pernikahan. 30

22 Hal ini membuat wanita lebih mendalami makna pernikahan yang dijalaninya dan merasakan kepuasan (Wilcox & Nock, 2006). Komitmen dalam hubungan pernikahan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan masing-masing individu, adanya pilihan-pilihan lain yang mempengaruhi preferensi seseorang dalam membentuk interaksi intim dengan orang lain dan keinginan untuk berinvestasi secara emosional terhadap pasangan (Rusbult, 1998). Keinginan dan kebutuhan untuk berinvestasi dalam bentuk investasi emosinal seperti pengungkapan diri dan investasi struktural seperti hak kepemilikan yang mampu meningkatkan interdependensi komitmen hubungan. Interdependensi hubungan mengacu pada perkembangan komitmen yang berdasarkan pada aspek-aspek seperti saling berbagi secara emosional ataupun seksual, percaya terhadap pasangan, jujur terhadap pasangan, memiliki ketergantungan terhadap hubungan yang sedang dijalani sehingga memunculkan kesetiaan. Kesetiaan dalam hubungan intim antara individu yang berkomitmen didapatkan dari interaksi interpersonal yang berkualitas. Proses interpersonal yang terjadi dalam pernikahan dilakukan dan dipahami oleh pihak-pihak yang terlibat dalam ikatan pernikahan tersebut (Weingarten dalam Price, 2014). Orang-orang yang sekedar bertahan karena perasaan tanggung jawab terhadap kehidupan pasangan kelak, ajaran agama yang melarang perpisahan ataupun sumpah pernikahan adalah orang yang memiliki komitmen moral dan struktural yang tinggi, namun komitmen personalnya rendah. Komitmen moral dan struktural memegang peranan kunci ketika seseorang hendak memutuskan untuk bercerai. Kedua komitmen tersebut dapat membuat pasangan 31

23 menghindari perceraian, namun tidak menjamin kebahagiaan pernikahan. Hal tersebut hanya menurunkan probabilitas terpilihnya perceraian sebagai suatu solusi. Orang yang memiliki keduanya tetapi tidak memiliki komitmen personal akan mengeluhkan pernikahan yang kering. Pernikahan seperti ini lebih rawan akan konflik ditambah dengan tidak adanya rasa tertarik terhadap hubungan dan pasangan sehingga menyebabkan kehilangan minat untuk menyelesaikan konflik tersebut dan rentan terhadap perselingkuhan (Wulandari, 2014). Kehilangan minat dan tidak adanya rasa tertarik merupakan salah satu kualitas responsivitas pasangan yang rendah, pernikahan yang terasa kering menunjukkan interaksi intim tidak terjadi secara intensif dalam kehidupan pernikahan (Laurenceau, Barret, & Rovine, 2005) Berbeda ketika komitmen personal dan struktural tinggi sedangkan komitmen moral rendah. Komitmen personal menjamin seseorang untuk merasakan kepuasan pernikahan, berfungsinya asmara dalam pernikahan dan keintiman yang terjalin secara efektif. Hal ini membuat seseorang mengikat dirinya dalam pernikahan, namun tidak menjamin munculnya pihak luar untuk bergabung dalam sebuah rumah tangga. Pernikahan dirasa membahagiakan bagi masing-masing pihak, namun nilai konsistensi untuk setia terhadap satu orang rendah (Johnson, 1999). Adanya pihak luar tersebut membuat kesetiaan seseorang terbagi sehingga berpotensi terhadap penurunan dan ketidakstabilan keintiman dalam hubungan pernikahan (Volsky, 1998). Berdasarkan hal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen pernikahan, yaitu komitmen personal, moral dan struktural dipengaruhi oleh perilaku dan 32

24 tingkat afeksi interaksi intim antarpasangan. Semakin intim tingkat interaksi intim antar pasangan, maka komitmen pernikahan yang berbentuk juga semakin dalam dan kuat. E. Kerangka Pemikiran Keintiman Komitmen Pernikahan Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Keintiman dengan Komitmen Pernikahan pada Suami Istri yang Bekerja Kerangka pemikiran diatas merupakan kerangka komitmen pernikahan yang dipengaruhi oleh keintiman. Keintiman antara suami istri mempengaruhi tingkat komitmen pernikahan. Keintiman sebagai salah satu faktor yang menentukan kualitas hubungan antara suami istri sehingga berkurangnya keintiman berpotensi dengan perubahan komitmen pasangan secara personal, moral ataupun struktural. F. Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, hipotesis penelitian ini dirumuskan: Terdapat hubungan antara keintiman dengan komitmen pernikahan pada suami istri yang bekerja. Semakin tinggi tingkat keintiman hubungan antara suami dan istri, maka semakin kuat tingkat komitmen antara suami dan istri, dan semakin rendah tingkat keintiman hubungan antara suami dan istri, maka semakin lemah pula tingkat komitmen antara suami dan istri. 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Dyah Astorini Wulandari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global yang terjadi sekarang ini menuntut manusia untuk berusaha sebaik mungkin dalam menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

Hubungan antara Keintiman dengan Komitmen Pernikahan pada Suami Istri yang Bekerja

Hubungan antara Keintiman dengan Komitmen Pernikahan pada Suami Istri yang Bekerja Hubungan antara Keintiman dengan Komitmen Pernikahan pada Suami Istri yang Bekerja The Correlational Between Intimacy with Marital Commitment on the Working Spouse Enik Haryanti 1, Istar Yuliadi 2, Pratista

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan dalam Hubungan Romantis 1. Definisi Kepuasan dalam Hubungan Romantis Hubungan romantis merupakan aktivitas bersama yang dilakukan oleh dua individu dalam usaha untuk saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami peristiwa penting dalam hidupnya, salah satunya adalah momen perkawinan dimana setiap orang akan mengalaminya. Manusia diciptakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Penyusun Nama : Asteria Agustin NIM : D2C 007 012 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang wanita yang memilih untuk menikah dengan prajurit TNI bukanlah hal yang mudah, wanita tersebut harus memiliki komitmen yang kuat dalam hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya disebut juga dengan mahluk sosial, karena membutuhkan keberadaan individu lain untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kehadiran individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sosial yaitu hubungan berpacaran atau hubungan romantis.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sosial yaitu hubungan berpacaran atau hubungan romantis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktivitas manusia yang dasar, dengan berkomunikasi manusia melakukan hubungan karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA AUFA PUTRI SURYANTO LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, M.PSI 1 ABSTRAK Keragaman agama di Indonesia memungkinkan terjadinya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah

Lebih terperinci

TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN. Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis

TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN. Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis tidaklah sulit. Mudah saja, simple dan sangat sederhana. Sebagai seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan.

BAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan. BAB II TINJAUAN TEORI A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia atau dengan kata lainmerasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mendambakan kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini salah satu fenomena yang semakin sering muncul di Jakarta adalah perceraian. Fakta yang ada tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar, tidak sedikit

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan manusia pada masa dewasa. Pernikahan idealnya dimulai ketika individu berada pada rentang usia dewasa awal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan ikatan dan janji bersama seumur hidup antara pria dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama. Duvall

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami perkembangan seumur hidupnya. Perkembangan ini akan dilalui melalui beberapa tahap. Setiap tahap tersebut sangat penting dan kesuksesan di suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan adalah komitmen yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang biasanya didapatkan setelah menikah adalah menikmati kebersamaan dengan pasangan. Karakteristik ini tidak kita temukan pada pasangan suami-istri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. Dalam kehidupannya untuk menjalin hubungan-hubungan dengan manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08 Oleh Daniel Ronda Zaman sekarang pria dan wanita mendapat peluang yang sama dalam karir dan kesempatan, sehingga pria dan perempuan bekerja bersama dan melakukan interaksi yang intens dalam tugas. Bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pernikahan merupakan komitmen yang disetujui oleh dua pihak secara resmi yang dimana kedua pihak tersebut bersedia untuk berbagi keitiman emosional & fisik, bersedia

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, tetapi banyak istri yang bekerja juga. Wanita yang pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intimacy (Keintiman) 2.1.1 Definisi Intimacy Menurut Erikson (dalam Valentini, & Nisfiannoor, 2006) intimacy sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan juga berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan hubungan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci