IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG (GLOBODERA SPP.) ASAL KABUPATEN BANJARNEGARA DAN WONOSOBO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG (GLOBODERA SPP.) ASAL KABUPATEN BANJARNEGARA DAN WONOSOBO"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG (GLOBODERA SPP.) ASAL KABUPATEN BANJARNEGARA DAN WONOSOBO SKRIPSI OLEH ABDI HUDAYYA 05/186156/PN/10404 PROGRAM STUDI ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009

2

3 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Identifikasi Spesies Nematoda Sista Kentang ( GLOBODERA SPP.) Asal Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh derajat kesarjanaan S1 pada Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan dari semua pihak. Penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada: 1. Ayah dan Ibuku (Ansyarullah, S.Pi dan Siti Sarifah) tersayang. Terima kasih yang tidak terhingga. 2. Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, PhD. Selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. 3. Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, 4. Ir. Siwi Indarti, M.P. selaku dosen pembimbing akademik dan Pembimbing Utama Skripsi. Terima kasih atas segala kesabaran dan motivasi selama penelitian hingga penulisan skripsi. 5. Ir. Bellarminus Triman, S.U. selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang memberikan saran, bimbingan, dan motivasi selama penelitian hingga penulisan skripsi. 6. Suputa, S.P., M.P. selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran, masukan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. 7. Prof. Dr. Ir. Siti Subandiyah, M.Agr.Sc. Terima kasih atas tambahan pengetahuan dan sarannya sehingga menambah pengetahuan penulis. 8. Dr. Tri Joko, S.P., M.Sc. Terima kasih atas saran dan motivasi yang sangat berharga. 9. Adik-adikku (Arfan Hadi dan Auliya Hafiz). Terima kasih atas kasih sayang dan motivasi dalam mempersembahkan yang terbaik kepada orang tua. 10. Bapak Sugiyo Wahono dan keluarga. Terima kasih atas segala kebaikan selama menempuh pendidikan di Yogyakarta iii

4 11. Rahma, Salman, Wawan, Kholis, Najmu, Sakti, Gilang, Riki, Atu, Windha, Putri, dan teman-teman HPT 05 atas kebersamaan dalam meraih cita-cita 12. Asnul, Ario, Dipo, Yery, Albert, Sewan, Rizki. Terima kasih atas segala canda tawa dan kebersamaan. 13. Mbak Isti, Mas Yanuar, Mas Ade, Pak Ahmad, dan Pak Andri. Terima kasih atas segala pengalaman dan pengetahuan yang telah diberikan kepada saya selama menjalankan penelitian di Laboratorium. 14. Pak Sutardi dan keluarga beserta teman-teman KKN SubUnit Garung, Wonosobo (Linggar, Freddy, Ilham, Bayu, Totok, Yerika, Niken dan Nita). Terima kasih atas pengalaman yang sangat luar biasa. 15. Bapak Slamet Hadi dan Ibu Mukhaeni di Dieng. Terima kasih atas segala kebaikan selama pengambilan sampel. 16. Semua Dosen, Karyawan, dan Laboran, serta rekan-rekan mahasiswa Hama dan Penyakit tumbuhan serta semuanya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk doa, dorongan semangat, bantuan dan saran kritiknya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya serta bermanfaat bagi kemajuan dunia pertanian. Yogyakarta, Oktober 2009 Penulis iv

5 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Kegunaan... 2 II. TINJAUAN RUJUKAN... 3 A. Kentang... 3 B. Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.)... 4 C. Identifikasi Spesies Nematoda Sista Kentang... 6 III. METODOLOGI PENELITIAN... 8 A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan... 8 B. Penentuan Sampel... 8 C. Ekstraksi-isolasi sista D. Identifikasi Morfologi E. Identifikasi molekuler IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Morfologi B. Identifikasi Molekuler V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

6 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Ukuran bagian-bagian tubuh nematoda L2 NSK Tabel 3.2 Ukuran bagian-bagian sista NSK Tabel 4.1 Data identifikasi L2 yang berasal dari Batur Tabel 4.2 Data identifikasi L2 yang berasal dari Pasurenan Tabel 4.3 Data identifikasi L2 yang berasal dari Karang Tengah Tabel 4.4 Data identifikasi L2 yang berasal dari Patak Banteng Tabel 4.5 Data identifikasi L2 yang berasal dari Kejajar Tabel 4.6 Data identifikasi L2 yang berasal dari Dieng Wetan Tabel 4.7 Data identifikasi L2 yang berasal dari Telaga Merdada Tabel 4.8 Data identifikasi L2 yang berasal dari Pejawaran Tabel 4.9 Data identifikasi L2 yang berasal dari Pekasiran Tabel 4.10 Data perhitungan Formula de Man dari masing-masing lokasi Tabel 4.11 Populasi sista per 20 g tanah dari masing-masing lokasi Tabel 4.12 Data Identifikasi sista yang berasal dari Batur Tabel 4.13 Data identifikasi sista yang berasal dari Pasurenan Tabel 4.14 Data identifikasi sista yang berasal dari Karang Tengah Tabel 4.15 Data identifikasi sista yang berasal dari Patak Banteng Tabel 4.16 Data identifikasi sista yang berasal dari Kejajar Tabel 4.17 Data identifikasi sista yang berasal dari Dieng Wetan Tabel 4.18 Data identifikasi sista yang berasal dari Telaga Merdada vi

7 Tabel 4.19 Data Identifikasi sista yang berasal dari Pejawaran Tabel 4.20 Data Identifikasi sista yang berasal dari Pekasiran Tabel 4.21 Hasil identifikasi spesies NSK di Banjarnegara dan Wonosobo vii

8 DAFTAR GAMBAR viii Halaman Gambar 2.1 Perbedaan stylet G. rostochiensis dan G. pallida... 7 Gambar 3.1 Areal pertanaman yang menunjukkan gejala serangan NSK... 8 Gambar 3.2 Peralatan Peralatan ekstraksi-isolasi sista NSK dari sampel tanah Gambar 3.3 Peralatan pemindahan nematoda ke gliserin murni Gambar 3.4 Peralatan pembuatan preparat Gambar 3.5 Peralatan pengukuran tubuh nematoda stadium Gambar 4.1 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Batur Gambar 4.2 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Pasurenan Gambar 4.3 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Karang Tengah Gambar 4.4 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Patak Banteng Gambar 4.5 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Kejajar Gambar 4.6 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Dieng Wetan Gambar 4.7 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Telaga Merdada Gambar 4.8 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Pejawaran Gambar 4.9 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Pekasiran Gambar 4.10 Sista dari Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo Gambar 4.11 Perrenial pattern sista yang berasal dari Batur Gambar 4.12 Perrenial pattern sista yang berasal dari Pasurenan Gambar 4.13 Perrenial pattern sista yang berasal dari Karang Tengah Gambar 4.14 Perrenial pattern sista yang berasal dari Patak Banteng Gambar 4.15 Perrenial pattern sista yang berasal dari Kejajar Gambar 4.16 Perrenial pattern sista yang berasal dari Dieng Wetan Gambar 4.17 Perrenial pattern sista yang berasal dari Telaga Merdada... 42

9 Gambar 4.18 Perrenial pattern sista yang berasal dari Pejawaran Gambar 4.19 Perrenial pattern sista yang berasal dari Pekasiran Gambar 4.20 Pita DNA hasil identifikasi berdasar DNA menggunakan mesin PCR ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Batur Lampiran 2. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Pasurenan Lampiran 3. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Karang Tengah Lampiran 4. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Patak Banteng Lampiran 5. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Kejajar Lampiran 6. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Dieng Wetan Lampiran 7. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Telaga Merdada Lampiran 8. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Pejawaran Lampiran 9. Data Identifikasi L2 dan Sista dari Pekasiran x

11 Intisari IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA SISTA KENTANG (GLOBODERA SPP.) ASAL KABUPATEN BANJARNEGARA DAN WONOSOBO ABDI HUDAYYA 05/186156/PN/10404 Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) adalah nematoda yang dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi pada tanaman kentang (50-75%). Identifikasi yang cepat dan tepat terhadap Globodera spp. merupakan elemen kunci dalam pengelolaan NSK serta memberikan peranan dalam menentukan metode pengendalian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies NSK yang menyerang Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Sampel tanah diambil dari 9 lokasi pertanaman berbeda yang terdapat pada 3 kecamatan berbeda. Pengamatan dikhususkan kepada larva stadium 2 dan sista. Beberapa karakter morfologi yang digunakan: panjang tubuh total, lebar tubuh maksimum, panjang stylet, diameter vulva, jarak antara anus dan vulva, Granek rasio, dan jumlah paralel ridges antara anus dan vulva. Berdasarkan pengamatan pada larva stadium 2 dan sista, menunjukkan spesies yang menyerang adalah Globodera rostochiensis dengan beberapa ciri khas yaitu: panjang tubuh total µ, tipe knob stylet membulat dan terdapat bagian tubuh hialin pada ekor bagian posterior, nilai Granek rasio lebih dari 3 (>3), jumlah paralel ridges antara anus dan vulva terdapat sebanyak lebih dari 14. Identifikasi berdasarkan DNA, Patak Banteng merupakan lokasi terserang Globodera rostochiensis dengan pita DNA 434 bp. Kata kunci : Identifikasi, Globodera spp., morfologi, DNA xi

12 Abstract IDENTIFICATION SPECIES OF POTATO CYST NEMATODE (GLOBODERA SPP.) FROM BANJARNEGARA AND WONOSOBO ABDI HUDAYYA 05/186156/PN/10404 Potato Cyst Nematodes (Globodera spp.) are nematodes which can cause a major yield loss in potato crops (50-75%). The fast identification and diagnosis of Globodera spp. on potato is the key element for the management of this nematode and for the application of reasonable control methods. The aim of this research was to determine species of Globodera spp. which attack in Banjarnegara and Wonosobo potato plantation. Soil sampel were collected from 9 different potato fields in 3 different sub-district. Observation focused on second stage larvae vermiform and cyst character. Several morphological characters used are; in larvae stage 2: total body lenght, maximum body length, stylet length; in cyst: vulva diameter, distance from anus to vulva, granek ratio and number paralel ridges between anus to vulva. Based on morphological observation on second stage larvae and cyst, the nematode was identified as Globodera rostochiensis with several special characters: total body length µ with stylet knobs rounded and posterior tail hyaline. Observation on cyst, Granek ratio s value more than 3 (>3), between anus and vulva have more than 14 paralel ridges. Identification based DNA, Patak Banteng is area which Globodera rostochiensis that shows positive result with DNA band 434 bp. Key words: DNA, Globodera spp., identification, morphologi xii

13 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor risiko dalam usahatani kentang sejak di lapangan sampai di penyimpanan adalah adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). OPT penting yang meresahkan petani kentang pada saat ini adalah Nematoda Sista Kentang (NSK). Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh serangan NSK dapat mencapai %, dan mengakibatkan penurunan produksi kentang. Sebagai contoh, potensi produksi pada lahan seluas 1,5 ha yang biasanya mencapai 24 ton menjadi 12 ton bahkan tinggal 8 ton (Deptan, 2005). Nematoda Sista Kentang dilaporkan pertama kali ditemukan di Indonesia di dusun Sumber Brantas, Desa Tulung Rejo, Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu Malang, Jawa Timur (Mulyadi et al., 2003). Nematoda sista kentang termasuk nematoda yang sangat berbahaya untuk tanaman kentang. Sista dapat bertahan di dalam tanah selama 10 tahun, sehingga pertanaman kentang yang terserang NSK tidak menghasilkan produksi yang optimal. Nematoda jenis ini tersebar di daerah subtropik dan tropik yang berhawa sejuk, sebagaimana di daerah beriklim sedang di dunia. Nematoda sista kentang (Globodera spp.) merupakan nematoda terpenting pada pertanaman kentang dan memperoleh perhatian terbesar dari semua komponen pelaksana kegiatan pertanian, baik petani hingga peneliti, sehingga penelitian secara mendalam mengenai karakteristik terhadap nematoda tersebut memberikan tantangan tersendiri. (Jensen et al., 1979 cit Luc et al., 1995). Identifikasi yang tepat terhadap keberadaan spesies nematoda yang menyerang suatu pertanaman sangat menentukan keberhasilan peningkatan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas (Mulyadi, 1996). Ketepatan identifikasi merupakan syarat dalam mengetahui spesies nematoda sebagai parasit tanaman. Identifikasi pada level genus dan spesies masing-masing mempunyai masalah dan kesulitan tersendiri. Identifikasi nematoda, meskipun hanya 1

14 dibatasi level genus dapat sulit dilakukan karena belum secara keseluruhan dikuasasi para nematologist (Fortuner, 1989). Identifikasi dan diagnosis yang cepat dan tepat (akurat) terhadap Globodera spp. pada pertanaman kentang merupakan elemen kunci dalam pengelolaan nematoda parasit tanaman tersebut serta memberikan peranan dalam menentukan metode aplikasi pengendalian (Hlaoua, 2008). Kajian tentang identifikasi spesies Globodera yang menginfeksi dan menyebar pada pertanaman kentang di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara perlu dilakukan. Identifikasi secara cepat dan akurat akan membantu dalam memahami spesies yang dominan dan telah establish. B. Tujuan Mengetahui spesies nematoda sista kentang (Globodera spp.) yang menyerang pertanaman kentang di beberapa lokasi sentra pertanaman di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. C. Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai penyebaran spesies nematoda sista kentang di Indonesia khususnya di Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. 2

15 II. TINJAUAN RUJUKAN A. Kentang Di Indonesia, kentang merupakan salah satu jenis sayuran yang mendapat prioritas penelitian dan pengembangan. Pengembangan agribisnis kentang sangat strategis, karena dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan, meningkatkan komoditas ekspor non migas dan bahan baku industri pangan, serta mempunyai potensi nilai ekonomi yang tinggi (Rukmana, 2002). Kentang adalah tanaman di daerah iklim sedang atau subtropika dan di daerah tropika pada ketinggian m dpl (Williams, 1986). Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari negara beriklim dingin (Belanda, Jerman). Meskipun kentang bukan berasal dari Indonesia, akan tetapi konsumennya cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena jumlah penduduk makin bertambah, taraf hidup masyarakat semakin meningkat, dan wisatawan aing atau orang asing yang tinggal di Indonesia meningkat. Serangan hama, penyakitdan parasit pada tanaman kentang merupakan salah satu faktor pembatas produksi kentang. Penurunan produktivitas kentang dipengaruhi oleh pathogen yang ada pada bibit. Oleh karena itu, pengelolaan tanaman kentang, pengendalian hama, penyakit dan parasit harus dilaksanakan secara terpadu dan terkontrol (Soelarso, 1997). Globodera spp. adalah salah satu genera dari nematoda parasit yang dapat merugikan pada pertanaman kentang. Pada keadaan serangan berat, keadaan akar menjadi rusak dan tidak berfungsi secara normal dalam menyerap air dan hara, pertumbuhan tanaman terganggu, klorosis dan cenderung layu pada kelembaban yang relatif kering (Widjaja, 1989). 3

16 B. Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) 1. Morfologi dan daur hidup G. rostochiensis dalam perkembangannya melalui tahapan stadium telur, larva, dan dewasa. Siklus hidup dari telur sampai dewasa berlangsung selama hari. NSK betina berbentuk bulat (globose), sessile, dan motile (bergerak). Sedangkan NSK jantan berbentuk seperti cacing (vermiform). Globodera memiliki stylet dengan tipe stomatostylet di mana stylet terdiri atas 3 bagian, yaitu: konus, tabung dan knob. Globodera tidak memiliki bursa pada ekor. Ekor memiliki 70 % bagian hyalin. Pada sista tidak ditemukan adanya vulval cone (vulva terlihat menonjol seperti kerucut), vulval basin hilang dan membentuk single circular fenestra, sedang pada Heterodera membentuk bifenestra. Daur hidup antara 5-7 minggu tergantung kondisi lingkungan. Produksi telur butir. Kemampuan bertahan hidup pada kondisi lingkungan kurang menguntungkan (tidak ada inang, suhu sangat rendah, suhu tinggi, dan kekeringan) membentuk sista. Nematoda aktif kembali setelah kondisi lingkungan sesuai, terutama adanya eksudat akar tanaman inang. Sista dapat bertahan lebih dari 10 tahun (Deptan, 2005). Telur tersimpan di dalam sista, akan tetapi tidak terdapat massa telur yang dihasilkan. Ukuran telur memiliki panjang µm, dan lebar µm. Telur menetas di dalam sista. Larva stadium 2 dicirikan dengan bentuk kepala membulat dan memiliki ekor dengan dua pertiga bagiannya merupakan bagian hialin. G. pallida memiliki morfologi yang relatif sama dengan G. rostochiensis. Pada juvenil stadium 2, G. pallida memiliki ukuran yang sedikit lebih besar (CABI, 2000). 2. Biologi Nematoda Sista Kentang termasuk jenis nematoda yang tergolong dalam famili Heteroderidae dan berasal dari genus Globodera. Pada tanaman kentang ada 2 (dua) spesies, yaitu: Globodera rostochiensis atau yang dikenal sebagai Nematoda Sista Kuning (NSK, Golden Cyst Nematode) dan Globodera pallida (White Potato Cyst Nematode) (CABI, 2000). 4

17 Pada nematoda betina dewasa tubuhnya membengkak, sebagian besar tubuhnya keluar dari jaringan akar tetapi kepala tetap berada di dalam jaringan akar. Nematoda betina yang telah dibuahi tubuhnya menjadi besar dan berbentuk seperti bola dan secara bertahap warnanya berubah sebelum mati dan akhirnya menjadi sista. Nematoda sista kentang pada umumnya dapat menyelesaikan satu generasinya selama musim tanam (Luc et al., 1995). 3. Gejala Kerusakan dan Perkembangan Penyakit Tidak terdapat gejala spesifik yang mempunyai nilai diagnostik pada bagian tanaman di atas permukaan tanah yang berasosiasi dengan infeksi nematoda sista kentang. Walaupun demikian, kerusakan akar menyebabkan stress dan berkurangnya penyerapan air dan hara sehingga tanaman menjadi kerdil, berwarna kekuningan dan perubahan warna yang lain, serta daun-daun layu apabila keadaan kering. Masak awal dan tumbuhnya akar samping yang banyak sering erat hubungannya dengan infeksi nematoda. Nematoda betina yang berwarna putih dan kuning dapat diamati pada permukaan akar tanaman kentang yang sedang berbunga. Nematoda betina dari rostochiensis akan menjadi stadium yang berwarna kuning, sedang pallida betina tetap berwarna putih sampai mati. Nematoda betina dapat diamati juga pada permukaan umbi kentang, tetapi hal tersebut jarang terjadi. Apabila nematoda betina mati akan menjadi sista, kutikulanya akan berwarna coklat atau berwarna seperti kulit dan berisi telur sebanyak kurang lebih 500 butir (Deptan, 2005). Larva stadium dua yang infektif menginfeksi secara langsung pada akar primer muda atau bagian ujung meristem dari akar sekunder. Selanjutnya masuk ke dalam cortex secara intraseluler dan menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Larva kerap kali melewati cortex dan menusukkan stiletnya ke dalam sel endodermis atau pericycle. Selama dua hari melakukan penetrasi, kemudian larva beristirahat dan makan pada sel cortex dan jaringan stele, sehingga menyebabkan pembengkakan sel. Kelompok sel yang membengkak tersebut dinamakan syncytia, yang dikelilingi oleh satu lapisan sel hiperplastik. Dalam perkembangan larva menjadi stadium tiga, sel cortex di sekeliling larva terpecahkan oleh semakin 5

18 membesarnya tubuh larva nematoda, terutama bagi perkembangan nematoda betina. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah adalah faktor biotik (tanaman inang dan organisme lain) dan faktor abiotik (tanah, suhu, kelembaban, senyawa kimia) (Deptan, 2008). C. Identifikasi Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) Identifikasi merupakan kegiatan yang harus dilakukan, sebelum seseorang mempelajari lebih jauh tentang nematoda. Identifikasi secara benar tentang suatu spesies yang ditemukan di lapangan, dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan strategi pengendalian. Agar kegiatan ini dapat dilakukan dengan baik, diperlukan pengetahuan mengenai istilah-istilah yang berhubungan dengan deskripsi nematoda (Deptan, 2008). Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi spesies nematoda sista kentang adalah identifikasi berdasarkan morfologi (morfometri), yaitu identifikasi berdasarkan ukuran-ukuran bagian tubuh. Beberapa karakter yang dapat digunakan dalam identifikasi nematoda secara umum adalah tipe kepala (tingkat sklerotisasi pada rangka kepala), tipe stilet (stomatostylet dan odontostylet), bentuk knob stylet, tipe esofaghus, posisi intestinum terhadap esofagus, tipe vulva, dan tipe ekor (ada tidaknya bursa). Sedangkan teknik identifikasi lainnya, yaitu berdasarkan titik isoelektrik protein dan identifikasi DNA menggunakan PCR (Fleming, 1998). Identifikasi spesies nematoda sista kentang dapat dilakukan dengan dengan membandingkan karakteristik morfologi, akan tetapi identifikasi menggunakan metode ini membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga dibutuhkan metode tambahan metode lain seperti metode identifikasi berdasarkan DNA. Untuk identifikasi spesies NSK berdasarkan DNA menggunakan PCR, teridentifikasi sebagai G. rostochiensis pita DNA berada pada 434 pasangan basa (base pare) apabila menggunakan primer PITSr3, sedangkan pita DNA yang teridentifikasi sebagai G. pallida berada pada 256 bp apabila menggunakan primer PITSp4. Metode ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat. Perpaduan identifikasi baik secara morfologi maupun molekuler akan 6

19 memberikan keuntungan berupa hasil identifikasi yang bersifat lebih kompleks dan dapat dipercaya (Quader, 2008). Identifikasi berdasarkan karakter morfologi secara umum dalam membedakan antar spesies nematoda dapat dilihat dari berbagai karakter seperti: bentuk tubuh, tipe stylet dan bentuk knob, tipe esofagus, kutikula berdasarkan anulasi serta berbagai parameter pendukung seperti warna dan ukuran tubuh (Dropkin, 1991). Identifikasi spesies pada genus Globodera sebagian besar berdasarkan karakter morfologi pada nematoda betina, yaitu pada sista juvenil (larva) stadium dua (Siddiqi, 1986). Perbedaan utama kedua spesies Globodera terletak pada warna sista dewasa betina dan stiletnya. Betina dewasa G. rostochiensis berwarna putih kemudian menjadi kuning keemasan, sedangkan G. pallida dewasa betinanya berwarna putih tetapi pada beberapa populasi ada yang berubah menjadi krem. Stilet G. rostochiensis memiliki pangkal (knob) membulat ke arah posterior, sedangkan G. pallida meruncing ke arah anterior, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. (Deptan, 2005). Sumber : www. fadil.gov.au Gambar Perbedaan knob stylet Globodera rostochiensis dan Globodera pallida. Beberapa karakter morfologi yang dapat digunakan dalam membedakan spesies Globodera diantaranya: jumlah anulasi antara anus dan vulva, panjang dan tipe knob stilet (Hlaoua, 2008). 7

20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2009 sampai dengan Juni 2009 bertempat di Laboratorium Nematologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. B. Penentuan Sampel Sampel diambil dengan menggunakan kombinasi metode Acak berkelompok (Cluster random sampling) dan metode Purposive Sampling. Obyek pengamatan dilakukan pengelompokan atas satu atau lebih petak alami pada beberapa lokasi pertanaman dengan batasan kelurahan pada satu kecamatan. Selanjutnya pada petak alami dilakukan pengambilan sampel secara acak pada masing-masing lokasi. Sampel tanah diambil dari areal pertanaman yang menunjukkan gejala terserang Nematoda Sista Kentang. Gejala tersebut berupa adanya tanaman menguning yang bersifat spotspot dan tidak menyeluruh, seperti pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Areal pertanaman (Batur) yang menunjukkan gejala terserang NSK. 8

21 Lokasi yang merupakan tempat pengambilan sampel antara lain: 1. Batur, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ( mdpl) 2. Pasurenan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ( mdpl) 3. Karang Tengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ( mdpl) 4. Patak Banteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo ( mdpl) 5. Kejajar, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo ( mdpl) 6. Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo ( mdpl) 7. Telaga Merdada, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ( mdpl) 8. Pejawaran, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara ( mdpl) 9. Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ( mdpl) 9

22 C. Ekstraksi-Isolasi Sista Untuk mendapatkan sista yang akan digunakan pada identifikasi morfologi atau molekuler, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi-isolasi sista dari sampel tanah dengan alat-alat dan bahan seperti pada Gambar 3.2. Tanah yang akan diekstrak dituang ke dalam saringan 250 µ untuk kemudian disaring. Tanah yang telah disaring ditiriskan di atas piring yang dilapisi tisu. Selanjutnya diambil sista menggunakan pinset. Untuk identifikasi morfologi dari masing-masing lokasi diambil 5 (lima) sista yang berkualitas baik, sedangkan untuk identifikasi molekuler dari masing-masing lokasi diambil sebanyak 80 sista. Gambar 3.2. Peralatan ekstraksi-isolasi sista NSK dari sampel tanah: (a) saringan 1mm, (b) saringan 250µm, (c) tisu, (d) piring kecil, (e) pinset, (f) botol semprot. 10

23 a D. Identifikasi Morfologi Stadium yang digunakan dalam identifikasi morfologi pada penelitian ini adalah larva stadium 2 dan stadium sista. 1. Pemindahan nematoda ke gliserin murni Sebanyak 5 sista yang telah diambil dari masing-masing lokasi dipecah untuk kemudian diambil nematoda L2 sebanyak 5 ekor dari masing-masing sista. Nematoda L2 yang telah didapat selanjutnya difiksasi dengan larutan FAA untuk pengawetan sementara. Setelah itu dilakukan pemindahan nematoda ke gliserin murni. Pemindahan nematoda ke gliserin murni berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tubuh nematoda yang akan digunakan dalam pembuatan preparat awetan. Nematoda yang telah difiksasi dipindahkan ke dalam gelas sirakus (Gambar 3.3.a) yang sebelumnya telah diisi dengan larutan fiksatif sebanyak 2 ml. Tutup sebagian permukaan gelas sirakus dengan lempeng kaca. Gelas sirakus yang telah berisi nematoda dimasukkan ke dalam desikator yang berisi alkohol 95% (Gambar 3.3.b). Desikator dimasukkan ke dalam oven (Gambar 3.3.c)dan panaskan pada suhu 40 C selama 12 jam. Setelah 12 jam desikator dikeluarkan dari oven. Gelas sirakus yang ada dikeluarkan dan dibuka tutupnya kemudian ditambahkan larutan Seinhorst I (95 cc alkohol + 5 cc gliserin) sebanyak 2 3 ml. Kemudian sirakus dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 40 C selama 3 jam. Setelah 3 jam gelas sirakus dikeluarkan dari oven kemudian ditambahkan 2-3 ml larutan Seinhorst II (50 ml alkohol + 50 ml gliserin) dan dipanaskan pada suhu 40 C di dalam oven selama 3 jam. Gelas sirakus yang berisi nematoda dalam gliserin murni dikeluarkan dari oven. Simpan di dalam esikator yang berisi CaCO 3. CaCO 3 bersifat absorben yang berfungsi untuk menyerap uap air dalam desikator. 11

24 a b c Gambar 3.3.Peralatan pemindahan nematoda L2 NSK ke gliserin murni: (a) gelas sirakus, (b) desikator, (c) oven. 2. Pembuatan preparat awetan L2 Preparat L2 berfungsi sebagai objek dalam melakukan pengukuran dimensi tubuh namatoda. Disiapkan gelas benda berukuran 7,2 cm x 2,7 cm (Gambar 3.4.f) dan gelas penutup berukuran 24 mm x 24 mm. Dibuat lingkaran parafin di atas gelas benda dengan pencetak cincin parafin yang dipanaskan. Gelas benda yang telah dicetak cincin parafin (Gambar 3.4.d) di atasnya diberi satu tetes gliserin di tengah-tengah cincin parafin. Kait dua ekor nematoda L2 (yang telah diproses ke dalam gliserin murni). Ambil sebatang potongan glass wool (Gambar 3.4.e). Diameter glass wool lebih besar dari pada nematoda yang akan dibuat preparat dan potong menjadi 3 bagian. Letakkan ketiga bagian potongan glass wool tersebut di dekat gliserin dan atur radier 3 arah menempel pada cincin parafin (di luar nematoda yang akan ditempatkan). Tutup nematoda dengan meletakkan gelas penutup secara hati-hati di atas cincin parafin pada gelas benda tersebut. Kemudian dilakukan pemanasan gelas benda beserta nematoda di atas lempeng pemanas (Gambar 3.4.a) sampai cincin parafin leleh dan rata pada gelas penutup. Angkat dan dinginkan beberapa saat, selanjutnya olesi sepanjang tepi gelas penutup dengan cat kuku. 12

25 Gambar 3.4. Peralatan untuk pembuatan preparat: (a) lempeng pemanas, (b) lampu bunsen, (c) parafin, (d) pencetak cincin parafin, (f) glass wool, (g) objek glass. 3. Pembuatan preparat perrenial pattern Pembuatan preparat perrineal pattern berfungsi untuk mengetahui jumlah paralel ridges antara anus dan vulva serta dapat digunakan untuk mendapatkan Granek ratio, yaitu suatu formula yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies dari genus Globodera. Granek ratio didapatkan dengan membandingkan nilai dari jarak anus hingga diameter terluar vulva dan nilai diameter vulva. Parameter yang digunakan untuk identifikasi terhadap sista dalam penelitian ini adalah: panjang tubuh tidak termasuk leher, panjang kepala, lebar tubuh, jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra, diameter vulva, paralel ridges dari anus-vulva, dan Granek ratio. 4. Pengukuran bagian-bagian tubuh nematoda L2 untuk memperoleh nilainilai menurut formula J.G. de Man (Hooper, 1986) Formula J.G.de Man merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam mengukur dimensi nematode vermiform. Dimensi nematoda vermiform berperan dalam identifikasi nematoda secara proporsional. 13

26 Pengukuran ukuran tubuh nematoda L2 nematoda dilakukan dengan menggunakan pita skala dan kurvimeter (alat untuk mengukur panjang garis lengkung). Pita skala digunakan untuk pengukuran secara langsung, sedangkan kurvimeter digunakan untuk pengukuran secara tidak langsung. Pada pengukuran langsung menggunakan pita skala (Gambar 3.5.b). Gambar nematoda yang telah dibuat secara skematis, diukur meggunakan pita skala berdasarkan pengamatan micrometer menggunakan berbagai macam perbesaran. Pada pengukuran tidak langsung, terlebih dahulu dibuat daftar yang menyatakan hubungan antara jumlah skala pada kurvimeter (Gambar 3.5.a) dan ukuran panjang pada micrometer (µ) (Gambar 3.5.c) pada perbesaran tertentu. c a b Gambar 3.5. Peralatan pengukuran tubuh nematoda: (a) kurvimeter, (b) pita skala dengan berbagai perbesaran, (c) micrometer. Di bawah ini adalah Formula de Man (Hooper, 1986) yang digunakan dalam penentuan rasio bagian-bagian tubuh nematoda: a = b = b = c = 14

27 Parameter yang digunakan untuk identifikasi terhadap larva stadium 2 dalam penelitian ini adalah: panjang tubuh total, lebar tubuh maksimum, panjang stylet, panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus, panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus, panjang ekor, dan panjang ekor hialin. Tabel di bawah ini adalah perbedaan beberapa karakter ukuran tubuh antara G.rostochiensis dan G. pallida (CABI, 2000). Data-data di bawah ini juga digunakan sebagai dasar identifikasi morfometri pada penelitian ini. Tabel 3.1. Ukuran bagian-bagian tubuh nematoda L2 NSK Spesies Panjang Panjang Panjang ekor Bentuk knob tubuh stylet hialin sylet G. rostochiensis 468±100µ 22±0.7µ 26.5±12 µ Membulat G. pallida 486±2.8µ 23±1µ 26.6±4.1µ Meruncing Sumber : CABI, 2000 Tabel 3.2. Ukuran bagian-bagian sista NSK SPESIES Panjang sista Panjang leher Lebar sista Jarak anus-vulva Diameter vulva Granek ratio Anulasi anus-vulva G. rostochiensis 445±50µ 104±19µ 382±60µ 66.5±10.3µ 19±2µ 3.6±0.8µ 12-31(>14) G. pallida 579±70µ 188±20µ 534±66µ 50±13.4µ 24.5±5µ 2.2±1 µ 8-20 (<14) Sumber: CABI,

28 E. Identifikasi Molekuler 1. Ekstraksi DNA Nematoda Sista Kentang menggunakan metode CTAB (Zhou et al, 2007) Sebanyak sista, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml, tambahkan larutan Buffer DNA CTAB sebanyak µl (CTAB 2 %, NaCl 1,4 M, EDTA 100 mm, Tris-Cl 50 mm ph 8, mercaptoethanol 1 %). Kemudian sista digerus menggunakan spatula plastic untuk memecah sista dan melisiskan sel. Selanjutnya tambahkan larutan µl CTAB dan campur dengan baik. Kemudian sampel diinkubasi pada suhu 65 C selama 30 menit dengan dikocok setiap 10 menit. Tambahkan CIAA (Chloroform Isoamylic Alcohol 24 : 1) dengan volume yang sama, kemudian tabung divortex atau dikocok agar tercampur dengan sempurna selama 1 menit. Sampel terus disentrifus pada kecepatan rpm selama 10 menit. Kemudian supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung yang baru, tinggalkan kotoran yang ada. Tambahkan etanol absolut dingin (2 kali volume) sehingga tercampur dengan baik. Inkubasikan sampel selama beberapa jam atau biarkan semalam pada suhu -20 C. Seterusnya sampel disentrifus pada kecepatan rpm selama 15 menit, buang supernatannya dengan cara dituang kemudian kumpulkan pellet DNA yang sudah ada. Pellet dikeringkan dengan menambahkan µl etanol dingin 70 % kemudian disentrifus pada kecepatan rpm selama 10 menit. Supernatannya dibuang, pellet DNA nya dikering anginkan atau menggunakan pompa vacuum. Pellet sampel DNA selanjutnya dilarutkan ke dalam µl buffer TE (Tris-Cl, mm, EDTA 1 mm ph 8 atau dilarutkan ke dalam aquabides). e 16

29 2. Pengujian kualitas DNA menggunakan elektroforesis Untuk memastikan apakah DNA yang digunakan pada proses PCR (Polymerase Chain Reaction) berkualitas baik, dapat diuji menggunakan elektroforesis, yaitu dengan mengambil 1µl DNA sampel ditambah dengan 5µl loading buffer. Selanjutnya dirunning pada agarose gel konsentrasi 1% menggunakan elektroforesis selama selama 45 menit dengan tegangan 75 volt. DNA yang berkualitas baik akan terlihat berpendar ketika diamati menggunakan Ultra Violet transilluminator. Pemisahan DNA dilakukan dengan menggunakan elektroforesis gel. Molekul DNA terpisah berdasarkan ukuran ketika dilewatkan pada matriks gel dengan aliran listrik. DNA memiliki muatan negatif, dan saat berada dalam aliran listrik, akan bermigrasi melalui gel menuju kutub positif. Molekul yang berukuran besar, memiliki kesulitan melewati pori-pori gel sehingga bermigrasi lebih lambat melalui gel dibandingkan DNA yang berukuran lebih kecil. Setelah elektroforesis selesai, molekul DNA divisualisasi dengan pewarna fluorescent seperti ethidium yang berikatan dengan DNA dan berada di antara basa-basa DNA. 3. PCR DNA sampel Primer yang digunakan dalam identifikasi molekuler nematoda sista kentang menggunakan PCR yaitu: PITSr3 (AGCGCAGACATGCCGCAA) sebagai primer untuk rostochiensis, PITSp4 (ACAACAGCAATCGTCGAG) untuk pallida dan ITS5 (GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG) untuk nematoda secara universal. Bahan-bahan (komposisi) yang digunakan sebelum melakukan PCR adalah: a. MMR (Mega Mix Royal) : 12,5 µl b. Primer ITS 5 : 2 µl c. Primer PIT Sr 3 : 2 µl d. Primer Sp 4 : 2 µl e. DNA sampel : 2 µl f. Aquabides : 4,5 µl Jumlah : 25 µl 17

30 PCR dilakukan dalam 35 siklus, dengan tahapan pemisahan utas DNA pada suhu 94 C selama 30 detik, penempelan primer pada DNA template pada suhu 55 C selama 30 detik, dan sintesis DNA pada suhu 72 C. Selanjutnya dianalisis menggunakan elektroforesis. Menurut Quader (2008), Pita DNA hasil PCR yang teridentifikasi sebagai G. rostochiensis berada sekitar 434 bp, sedangkan G. pallida berada pada 256 bp. 18

31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Morfologi 1. Identifikasi Nematoda Larva Stadium 2 Parameter yang digunakan dalam identifikasi morfologi Nematoda Sista Kentang L2 adalah: panjang tubuh total, lebar tubuh maksimum, panjang stylet, panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus, panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus, panjang ekor, dan panjang bagian tubuh posterior yang tampak hialin. Di bawah ini adalah hasil identifikasi L2 dari masing-masing lokasi pengambilan sampel. a. Batur Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Batur terlampir pada lampiran 1. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.1. Data identifikasi L2 NSK yang berasal dari Batur Parameter Range (µ) Ratarata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin

32 Gambar 4.1. Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Batur: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Berdasarkan data pada Tabel 4.1, diperoleh nilai yang menunjukkan spesies Globodera rostochiensis, tetapi dari nilai tersebut juga terdapat nilai dengan kisaran yang dapat dimiliki oleh spesies Globodera pallida. NSK stadium 2 yang berasal dari desa Batur. Sebagai contoh pada panjang stylet NSK stadium 2 yang berasal dari Batur, berdasarkan pengukuran diperoleh panjang stylet sebesar 25,2 ± 3,8µ (Lampiran 1). Menurut Hooper (1973), G. rostochiensis memiliki panjang stylet 22,9 ± 1,2 µ, sedangkan G. pallida 27,1 ± 1,1 µ. Nilai yang diperoleh dari hasil identifikasi dimana berada di antara keduanya menyebabkan dibutuhkannya data tambahan untuk memastikan jenis spesies. Pada buku yang sama Hooper menjelaskan G. rostochiensis memiliki knob stylet dengan bentuk yang membulat ke arah posterior sedangkan pada G. pallida meruncing ke arah anterior. Seperti tertera pada Gambar 4.1, NSK stadium 2 yang menyerang pertanaman kentang di Batur adalah Globodera dengan bentuk knob stylet membulat ke arah posterior, sehingga dapat disimpulkan bahwa Globodera yang menyerang lokasi ini adalah spesies Globodera rostochiensis. 20

33 b. Pasurenan Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Pasurenan terlampir pada lampiran 2. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.2. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal dari Pasurenan Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.2. Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Pasurenan: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Di daerah Pasurenan, spesies Nematoda Sista Kentang yang menyerang lokasi ini diduga Globodera rostochiensis. Keadaan ini ditunjukkan dengan data-data yang didapat dari pengukuran berbagai macam parameter merujuk pada ciri-ciri yang dimiliki oleh G. rostochiensis (Tabel 4.2.). Dugaan ini diperkuat dengan pengamatan bentuk stylet dengan knob yang membulat ke arah posterior, sedangkan Globodera pallida memiliki knob stylet yang 21

34 meruncing ke arah anterior. Pasurenan merupakan lokasi dengan populasi sista terkecil, rata-rata hanya terdapat 2 sista per 20 g tanah. Keadaan ini disebabkan oleh keadaan areal pertanaman di mana selain terserang NSK, pada pertanaman yang sama juga terserang penyakit hawar daun yang disebabkan oleh jamur Phytophtora infestans (Semangun, 1996). Penyakit hawar daun kentang lebih dominan di daerah ini. Lebih dominannya serangan hawar daun disebabkan oleh perkembangan penyakit yang lebih cepat pada tanaman kentang ketika terserang Phytopthora infestans dibandingkan apabila terserang Nematoda Sista Kentang. Gejala penyakit apabila terserang hawar daun terlihat ketika k3ntang berumur 20 hari, sedangkan apabila terserang NSK, gejala terlihat ketika kentang berumur hari. 22

35 c. Karang Tengah Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Karang Tengah terlampir pada lampiran 3. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.3. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal Karang Tengah Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total , Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.3. Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Karang Tengah: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Kisaran nilai yang sangat relatif pada berbagai ukuran tubuh antara kedua spesies NSK menyebabkan pengamatan terhadap bentuk knob stylet mutlak dibutuhkan dalam identifikasi spesies Globodera. Sering ditemui keadaan di mana nilai yang diperoleh tidak terlalu dapat digunakan dalam menentukan spesies yang diidentifikasi. Keadaan ini disebabkan oleh kisaran nilai ukuran tubuh yang sangat berdekatan antara kedua spesies, terlebih nilai yang didapat dari hasil kegiatan identifikasi juga tidak mutlak atau berada pada 23

36 dua kisaran yang dimiliki kedua spesies. Oleh karena itu pengamatan terhadap bentuk stylet sangat dibutuhkan karena terdapat perbedaan yang jelas dari bentuk knob stylet dari masing-masing spesies. Untuk sampel yang berasal dari Karang Tengah, NSK yang menyerang juga memiliki knob stylet dengan bentuk yang membulat ke arah posterior. d. Patak Banteng Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Patak Banteng terlampir pada lampiran 4. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.4. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal Patak Banteng Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.4. Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Patak Banteng: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. 24

37 Ciri-ciri yang sama setelah dilakukan pengamatan parameter dalam pengidentifikasian spesies NSK yang menyerang lokasi pertanaman kentang di daerah Patak Banteng juga mengidentifikasikan bahwa spesies yang menyerang adalah G. rostochiensis. 25

38 e. Kejajar Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Kejajar terlampir pada lampiran 5. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.5. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal Kejajar Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.5. Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Kejajar: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Berdasarkan data (Tabel 4.5), kemudian disesuaikan pustaka menurut Hooper (1973). Spesies nematoda sista kentang yang menyerang Kejajar adalah Globodera rostochiensis. Data-data yang ada juga didukung dengan pengamatan-pengamatan lain, seperti bentuk knob stylet. 26

39 f. Dieng Wetan Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Dieng Wetan terlampir pada lampiran 6. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.6. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal Dieng Wetan Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.6 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Dieng Wetan: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Globodera rostochiensis juga merupakan spesies yang menyerang pertanaman kentang di Dieng Wetan. Ciri-ciri dan karakter yang mengidentifikasikan ke arah G. rostochiensis didapat dari daerah ini (Tabel 4.6). 27

40 g. Telaga Merdada Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Telaga Merdada terlampir pada lampiran 7. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.7. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal Telaga Merdada Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.7. Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Telaga Merdada: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Spesies yang menyerang di daerah ini juga merupakan Globodera rostochiensis. Ciri dan karakter dari rostochiensis juga ditemukan pada NSK yang berasal dari daerah ini. 28

41 h. Pejawaran Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Pejawaran terlampir pada lampiran 8. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.8. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal Pejawaran Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.8 Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Pejawaran: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Untuk lokasi Pejawaran, dari hasil identifikasi L2 terhadap berbagai parameter. Disimpulkan spesies yang menyerang juga merupakan Globodera rostochiensis. 29

42 i. Pekasiran Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium 2 secara lengkap dari Pekasiran terlampir pada lampiran 9. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium 2. Tabel 4.9. Data Identifikasi L2 NSK yang berasal Pekasiran Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh total Lebar tubuh maksimum Panjang Stylet Panjang esophagus dari ujung anterior sampai perbatasan esophagus dengan usus Panjang esophagus dari ujung anterior sampai esophagus yang overlaping dengan usus Panjang ekor Panjang ekor hialin Gambar 4.9. Larva NSK stadium 2 yang berasal dari Pekasiran: (a) knob stylet membulat ke arah posterior, (b) bagian tubuh posterior nematoda (ujung ekor yang tampak hialin) dan (c) anus. Globodera rostochiensis juga menyerang pertanaman kentang di daerah Pekasiran. Data yang didapat selama pengamatan paremeter-parameter yang ada mengarahkan kepada G. rostochiensis. Penetapan G. rostochiensis sebagai spesies NSK yang menyerang Pekasiran didukung dengan hasil pengamatan lain, seperti bentuk knob stylet dan gejala kerusakan serta bentuk sista. Keadaan ini sama seperti yang dilakukan di daerah lain dalam kegiatan identifikasinya. 30

43 Berikut hasil perhitungan beberapa formulasi dari Formula De Man dari masing-masing lokasi. Tabel Data penghitungan mengunakan Formula de Man dari tiap-tiap lokasi Lokasi a b b' c Batur Pasurenan Karang Tengah Patak Banteng Kejajar Dieng wetan Telaga Merdada Pejawaran Pekasiran Formula De Man merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui dimensi nematoda. Dimensi nematoda adalah suatu sistem pengukuran yang dipergunakan dalam identifikasi nematoda secara proporsional 31

44 2. Identifikasi Sista. Pada penelitian ini parameter yang digunakan dalam identifikasi terhadap sista adalah : Panjang tubuh termasuk leher, panjang kepala, lebar tubuh, jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra, diameter vulva, jumlah paralel ridges dari anus-vulva, Granek ratio; yaitu perbandingan antara jarak anusvulva dan diameter vulva. Gambar Sista dari kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Sista yang berasal dari Wonosobo dan Banjarnegara secara keseluruhan berwarna coklat kehitaman. Pada saat ketika di lahan dan belum berubah menjadi sista berwarna kuning keemasan. Populasi sista berbeda-beda untuk setiap lokasi pengambilan sampel. Dari hasil penghitungan populasi sista.karang tengah dan Telaga Merdada merupakan dua lokasi dengan serangan terparah. Di bawah ini adalah populasi sista per 20 g tanah untuk masing-masing lokasi. Tabel Populasi sista per 20 g tanah dari masing-masing lokasi Lokasi Ulangan Rata-rata Batur Pasurenan Patak Banteng Kejajar Dieng Wetan Karang Tengah Telaga Merdada Pejawaran Pekasiran

45 Berikut hasil identifikasi karakter morfologi berdasarkan pengamatan pada sista dari masing-masing lokasi : a. Batur Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Batur terlampir pada lampiran 1. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Batur Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio Gambar 4.11 Perrenial pattern sista yang berasal dari Batur: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Batur (Tabel 4.12), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang 33

46 pertanaman kentang di Batur adalah Globodera rostochiensis. Nilai-nilai hasil identifikasi yang dibutuhkan dalam membedakan antara G. rostochiensis dan G. pallida juga dapat dilihat dari data hasil identifikasi. Pengukuran terhadap nilai Granek ratio misalnya, sista yang berasal dari pertanaman kentang di Batur memiliki Granek ratio dengan nilai lebih besar dari 3. Dari berbagai pustaka disebutkan bahwa antara rostochiensis dan pallida memiliki nilai Granek ratio yang berbeda. G. rostochiensis memiliki Granek ratio lebih dari 3, sedangkan G. Pallida kurang dari 3. Granek ratio adalah perbandingan antara jarak anusvulva dan nilai diameter vulva. Nilai Granek ratio dibutuhkan dalam membedakan G. rostochiensis dan G. pallida karena keduanya memiliki tipe vulva yang sama, yaitu tidak terdapat vulval cone (vulva tampak menonjol seperti kerucut). Vulval cone dimiliki nematoda sista yang berasal dari genus Heterodera. b. Pasurenan Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Pasurenan terlampir pada lampiran 2. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Pasurenan Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio

47 Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Pasurenan: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Pasurenan (Tabel 4.13), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Pasurenan adalah Globodera rostochiensis. Selain nilai Granek ratio, pengukuran terhadap jumlah anulasi (paralel ridges) dari anus-vulva juga dapat digunakan untuk membedakan G. rostochiensis dan G. pallida. G. rostochiensis memiliki paralel ridges dari anus-vulva dengan nilai lebih dari 14, sedangkan G. pallida kurang dari 14. Dari tabel 4.13 dapat dilihat, NSK yang menyerang pertanaman kentang di Pasurenan memiliki paralel ridges dengan nilai rata-rata sebesar 15, sehingga dapat disimpulkan NSK yang menyerang pertanaman kentang di Pasurenan adalah G. rostochiensis. 35

48 c. Karang Tengah Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Karang Tengah terlampir pada lampiran 3. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Karang Tengah Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Karang Tengah: (a) vulva, (b)anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Karang Tengah (Tabel 4.14), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Karang Tengah adalah Globodera rostochiensis. Sista yang berasal dari Karang Tengah memiliki nilai Granek 36

49 ratio lebih dari 3, jumlah paralel ridges dengan nilai rata-rata 14,8 memberikan kesimpulan bahwa spesies NSK di Karang Tengah adalah G. rostochiensis. Seperti halnya identifikasi terhadap larva stadium 2, identifikasi berdasarkan sista juga dibutuhkan pengamatan terhadap beberapa parameter. Variasi parameter pengamatan yang lebih banyak akan memberikan hasil identifikasi yang lebih akurat. Dalam kegiatan identifikasi spesies berdasarkan ukuran-ukuran tubuh, sering dijumpai adanya nilai yang tidak dapat digunakan untuk menentukan spesies apabila hanya menggunakan satu parameter pengamatan, sehingga ragam parameter pengamatan dapat membantu mengatasi masalah tersebut. d. Patak Banteng Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Patak Banteng terlampir pada lampiran 4. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Patak Banteng Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio

50 Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Patak Banteng: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Patak Banteng (Tabel 4.15), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Karang Tengah adalah Globodera rostochiensis. Pengamatan terhadap nilai Granek ratio (lebih dari 3) dan jumlah paralel ridges dari anus-vulva (lebih dari 14), mempresentasikan ke arah G. rostochiensis. Pengukuran apabila hanya berdasarkan ukuran panjang dan lebar sista tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies NSK. G. rostochiensis dan G. pallida memiliki ukuran panjang dan lebar sista yang relatif sama, sehingga mutlak dibutuhkan pengamatan-pengamatan terhadap parameter lain. 38

51 e. Kejajar Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Kejajar terlampir pada lampiran 5. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Kejajar Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Kejajar: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Kejajar (Tabel 4.16), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Kejajar adalah Globodera rostochiensis. Berdasarkan 39

52 pengukuran pada nilai Granek ratio dan jumlah paralel ridges dari anus-vulva, sista yang berasal dari Kejajar memiliki Granek ratio sebesar 4,4 dan jumlah paralel ridges lebih dari 14, dengan nilai rata-rata 15,2. Nilai-nilai tersebut menerangkan NSK yang menyerang pertanaman kentang di Kejajar adalah G. rostochiensis. Dapat dikatakan nilai Granek ratio dan jumlah paralel ridges antara anus-vulva merupakan parameter kunci dalam melaksanakan identifikasi spesies NSK berdasarkan sista. Hampir seluruh pustaka terkait kegiatan identifikasi spesies NSK menjelaskan bahwa nilai Granek ratio untuk G. rostochiensis lebih dari 3 dan kurang dari 3 untuk G. pallida, sedangkan jumlah paralel ridges untuk G. rostochiensis sebesar lebih dari 14 dan G. pallida kurang dari 14. Nilai dengan kisaran yang tegas membantu peneliti dalam menentukan hasil identifikasi terhadap spesies NSK. f. Dieng Wetan Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Dieng Wetan terlampir pada lampiran 6. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Dieng Wetan Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio

53 Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Dieng Wetan: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Dieng Wetan (Tabel 4.17), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Dieng Wetan adalah Globodera rostochiensis. Berdasarkan hasil pengukuran parameter yang ada dalam identifikasi berdasarkan sista, Dieng Wetan merupakan pertanaman kentang terserang NSK dari spesies G. rostochiensis. Granek ratio dengan nilai lebih dari 3 dan jumlah paralel ridges dengan nilai rata-rata 15 (di atas 14), merupakan nilai-nilai yang dimiliki G. rostochiensis. 41

54 g. Telaga Merdada Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Telaga Merdada terlampir pada lampiran 7. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Telaga Merdada Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Telaga Merdada: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Telaga Merdada (Tabel 4.18), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Telaga Merdada adalah Globodera 42

55 rostochiensis. Berdasarkan pengukutan terhadap nilai Granek ratio dan jumlah paralel ridges anus-vulva, sista yang berasal dari Telaga Merdada memiliki Granek ratio lebih dari 4 (rata-rata 4,2) dan jumlah paralel ridges lebih dari 14 (rata-rata 15). Nilai Granek ratio dan jumlah paralel ridges yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Telaga Merdada adalah spesies G. rostochiensis. h. Pejawaran Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Pejawaran terlampir pada lampiran 8. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Pejawaran Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio

56 Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Pejawaran: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Pejawaran (Tabel 4.19), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Pejawaran adalah Globodera rostochiensis. Nilai yang diperoleh dari pengukuran terhadap parameter kunci (Granek ratio dan jumlah paralel ridges anus-vulva) mempresentasikan keberadaan G. rostochiensis dimana nilai Granek ratio sista yang berasal dari Pejawaran memiliki nilai lebih dari 4 dengan rata-rata 4,2 dan jumlah paralel ridges bernilai lebih 14 dengan rata-rata 14,8. 44

57 i. Pekasiran Hasil pengamatan dan pengukuran bagian-bagian tubuh NSK stadium sista secara lengkap dari Pekasiran terlampir pada lampiran 9. Tabel berikut menunjukkan hasil analisis bagian-bagian tubuh NSK stadium sista. Tabel Data identifikasi sista yang berasal dari Pekasiran Parameter Range (µ) Rata-rata SD Panjang tubuh tidak termasuk leher Panjang Kepala Lebar Tubuh Jarak dari anus ke tepi terdekat fenestra Diameter Vulva Paralel ridges dari anus ke vulva Granek ratio Gambar Perrenial pattern sista yang berasal dari Pekasiran: (a) vulva, (b) anus, (c) paralel ridges antara anus dan vulva, (d) diameter vulva. Berdasarkan data hasil identifikasi sista yang berasal dari Pekasiran (Tabel 4.20), nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan spesies NSK yang menyerang pertanaman kentang di Pejawaran adalah Globodera rostochiensis. Nilai Granek ratio dan jumlah paralel ridges sista yang berasal dari pertanaman kentang di Pekasiran mempresentasikan spesies G. rostochiensis di mana nilai 45

58 Granek ratio lebih dari 3 (rata-rata 4,25) dan jumlah paralel ridges lebih dari 14 dengan rata-rata 14,6. Sista dari genus Globodera berbentuk membulat (globose), sedangkan nematoda sista yang berasal dari genus Hetrodera, sista berbentuk lemon shape. Identifikasi terhadap sista dapat digunakan untuk mempertegas hasil identifikasi yang sudah didapat ketika mengidentifikasi larva stadium 2. Warna sista dapat digunakan dalam identifikasi, akan tetapi karena warna bersifat relatif antar tiap pengamat, maka perbedaan warna antara G. rostochiensis dan G. pallida tidak terlalu dapat digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan parameterparameter lain yang lebih mempertegas hasil identifikasi. Nilai yang sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasi NSK berdasarkan sista adalah Jumlah paralel ridges dan nilai Granek ratio. Berbeda dengan ketika mengidentifikasi L2. Kisaran nilai yang ada dalam membedakan spesies sangat berdekatan sehingga kegiatan identifikasi hanya berdasarkan karakter morfologi L2 dirasa sangatlah tidak cukup. Menurut Den Nijs dan Karssen (2008) dalam tulisannya pada Protocol for the diagnosis of quarantine organism. Globodera rostochinensis and Globodera pallida. G. rostochiensis memiliki nilai Granek ratio lebih dari 3 (>3) sedangkan G. pallida <3. Pada tulisan Den Nijs dan Karssen tersebut, terdapat kisaran yang tegas sehingga sangat membantu dalam menetukan ke arah mana spesies yang diidentifikasi. Hasil identifikasi berdasarkan karakter morfologi pada sista terhadap NSK yang menyerang pertanaman kentang di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, nilai Granek ratio secara keseluruhan lebih dari 3. Ditambah dengan pengamatan terhadap bentuk knob stylet yang juga keseluruhan dari masing-masing lokasi memiliki bentuk knob stylet membulat ke arah posterior, sehingga dapat disimpulkan bahwa NSK yang menyerang kedua kabupaten ini adalah Globodera rostochiensis. 46

59 B. Identifikasi Molekuler Pada penelitian ini juga dilaksanakan kegiatan identifikasi berdasarkan DNA menggunakan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik PCR dilakukan dengan mencampurkan sampel DNA dengan primer oligonukleotida, enzim termostabil (enzim yang tahan terhadap perlakuan suhu tinggi) (Yuwono, 2006). Fase-fase dalam proses PCR adalah: denaturasi, penempelan primer (primer annealing) dan polimerasi (sintesis DNA baru). Pada saat denaturasi, suhu diatur mencapai C selama beberapa menit. Pada fase ini molekul DNA cetakan mengalami pemisahan untaian DNA. Pemisahan untai DNA diperlukan agar primer dapat menempel karena primer tidak dapat menempel pada untaian ganda (double stranded). Setelah fase denaturasi, suhu alat diturunkan sehingga mencapai suhu yang sesuai untuk penempelan primer pada DNA cetakan, biasanya suhu yang diperlukan adalah C. Molekul primer yang telah menempel berfungsi sebagai molekul awal dalam proses polimerasi DNA. Selanjutnya suhu kembali dinaikkan hingga mencapai suhu optimum untuk proses polimerasi (sekitar 70 C). Setelah proses polimerasi, kemudian dilakukan lagi siklus seperti semula, yaitu dengan menaikkan suhu menjadi C (denaturasi), kemudian diturunkan menjadi C (penempelan primer), dan kemudian dinaikkan lagi menjadi 72 C. Umumnya, kendala dalam proses PCR adalah penentuan suhu yang tepat pada saat proses penempelan primer, sehingga perlu dilakukan optimasi suhu. Optimasi berguna dalam penentuan suhu yang tepat saat penempelan primer. Primer yang telah tepat menempel pada DNA cetakan akan akan menentukan keberhasilan pada saat proses polimerasi. Dilakukannya identifikasi berdasarkan karakter DNA pada penelitian ini bertujuan untuk mempertegas hasil yang didapat dari identifikasi berdasarkan karakter morfologi (morfometri). Primer yang digunakan adalah ITS5 untuk nematoda universal, PITSr3 untuk Globodera rostochiensis dan PITSp4 untuk Globodera pallida. Primer-primer yang digunakan merupakan oligonukleotida 47

60 berukuran pendek, ITS5 terdiri atas 22 basa, PITSr3 terdiri atas 18 basa dan PITSp4 terdiri atas 18 basa (Skantar, 2007). Gambar 4.20 Pita DNA hasil identifikasi berdasar DNA menggunakan mesin PCR. Keterangan lokasi: 1) Batur, 2) Pasurenan, 3) Karang Tengah, 4) Patak Banteng, 5) Kejajar. Berdasarkan percobaan yang mendapatkan nilai positif, Globodera rostochiensis adalah spesies yang menyerang pertanaman kentang di Patak Banteng (Gambar 4.20). Pita DNA hasil PCR berada pada kisaran bp. Menurut Quader (2008), pita DNA hasil PCR yang teridentifikasi sebagai G. Rostochiensis berada pada 434 bp, sedangkan untuk G. pallida berada pada 256 bp. Hasil identifikasi DNA yang tidak positif untuk seluruh lokasi disebabkan tidak ditemukannya optimasi suhu yang tepat saat PCR dilakukan. Kegagalan dalam PCR juga dapat disebabkan oleh ketidakmurnian ekstrak DNA yang diperoleh saat ekstraksi DNA. Ekstrak DNA yang digunakan dalam proses PCR merupakan ekstrak DNA murni tanpa terikut kandungan lain seperti protein. DNA yang akan digunakan dalam PCR harus terpisah dari kandungan RNA, sehingga sebelum DNA digunakan untuk PCR perlu ditambahkan RNAse untuk memisahkan kandungan RNA. 48

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala Penyakit. (a) Gambar 7 Tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012 (a) terinfeksi NSK, (b) sehat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala Penyakit. (a) Gambar 7 Tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012 (a) terinfeksi NSK, (b) sehat. HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit Gejala pada tajuk (bagian di atas permukaan tanah) Gejala penyakit yang ditimbulkan oleh NSK sangat khas. Tanaman akan mengalami kerusakan akar yang menyebabkan berkurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). Kentang juga merupakan

Lebih terperinci

SURVEI DAN IDENTIFIKASI NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera spp.) ASAL WONOSOBO DAN BANJARNEGARA JAWA TENGAH T E S I S

SURVEI DAN IDENTIFIKASI NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera spp.) ASAL WONOSOBO DAN BANJARNEGARA JAWA TENGAH T E S I S SURVEI DAN IDENTIFIKASI NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera spp.) ASAL WONOSOBO DAN BANJARNEGARA JAWA TENGAH T E S I S Oleh DANI SUTANTA S 107001010/MAET PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai komoditas ekspor dan bahan baku industri pangan. Prioritas pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai komoditas ekspor dan bahan baku industri pangan. Prioritas pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran umbi yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat dan mempunyai arti penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Klasifikasi Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut (Dropkin, 1991) : Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Nematoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen 3 TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Entomopatogen 1. Taksonomi dan Karakter Morfologi Nematoda entomopatogen tergolong dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae termasuk dalam kelas Secernenta, super

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang (Solanum tuberosum)

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang (Solanum tuberosum) TINJAUAN PUSTAKA Kentang (Solanum tuberosum) Kentang (Solanum tuberosum) awalnya didomestifikasi di Pegunungan Andes Amerika Selatan sekitar 8000 tahun yang lalu. Beberapa jenis tanaman di Andes yang memiliki

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang Soil

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang Soil III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang Soil Rehabilitation yang dilaksanakan atas kerjasama GMP-UNILA-YNU. Pengambilan sampel

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas,

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas, 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dan eksperimen yaitu dengan cara mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri endofit dari akar tanaman kentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting ke-4 di dunia setelah gandum, jagung dan beras (Rowe, 1993 dalam

BAB I PENDAHULUAN. terpenting ke-4 di dunia setelah gandum, jagung dan beras (Rowe, 1993 dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan bahan pangan yang terpenting ke-4 di dunia setelah gandum, jagung dan beras (Rowe, 1993 dalam Fitriyani, 2009). Kentang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Kentang Varietas Tedjo MZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Kentang Varietas Tedjo MZ BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Kentang Varietas Tedjo MZ Kentang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila ditanaman pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya.

Lebih terperinci

jenis tanaman dan luas lahan yang akan diambil sampel

jenis tanaman dan luas lahan yang akan diambil sampel 4. Metodologi 4.1. Pengambilan sampel tanah dan jaringan tanaman Untuk nematoda parasit tumbuhan tertentu, seperti nematoda puru akar Meloidogyne spp., menimbulkan tanda serangan dan kerusakan akar yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. rahmat dan hidayah-nya, selanjutnya skripsi yang berjudul Deteksi Morfologi

KATA PENGANTAR. rahmat dan hidayah-nya, selanjutnya skripsi yang berjudul Deteksi Morfologi ABSTRAK Andi Irma. Deteksi Morfologi dan Molekuler Parasit Anisakis sp pada Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Di bawah bimbingan Hilal Anshary dan Gunarto Latama. Penelitian ini bertujuan mengetahui

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR Tujuan: i) Mengerti metode umum mengisolasi DNA ii) Mengisolasi DNA dari buah dan sel-sel epithelial mulut iii) Mengerti dan mempraktek teknik PCR dengan sempel DNA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

Pengenalan dan Pengendalian Nematoda pada Kentang

Pengenalan dan Pengendalian Nematoda pada Kentang Pengenalan dan Pengendalian Nematoda pada Kentang Nematoda telah menjadi masalah serius di sentra sentra produksi kentang di Indonesia, nematoda dapat menurunkan produksi secara drastis baik dari kualitas

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun

III. BAHAN DAN METODE. dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama Unila dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan identifikasi penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel dilakukan di Laboratorium Nematologi dan Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang tentang Studi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang tentang Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang tentang Studi Rehabilitasi Tanah atas kerjasama antara Universitas Lampung (UNILA),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kentang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Sejarah Awal mulanya kentang diintroduksi dari Amerika Selatan ke Spanyol sekitar tahun 1570. Penerimaan masyarakat Spanyol menyebabkan penanaman dan distribusi kentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

Strategi Pengendalian Terpadu Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis) pada Tanaman Kentang

Strategi Pengendalian Terpadu Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis) pada Tanaman Kentang Strategi Pengendalian Terpadu Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis) pada Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas hortikultura jenis sayuran umbi penting di Indonesia

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama Universitas Lampung dengan Yokohama National University Japan (UNILA- YNU)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang Studi Rehabilitasi Tanah yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang Studi Rehabilitasi Tanah yang 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang Studi Rehabilitasi Tanah yang merupakan kerjasama peneliti antara Universitas Lampung,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN NSK (NEMATODA SISTA KUNING) DENGAN BAHAN ALAMI BERKHITIN

PENGENDALIAN NSK (NEMATODA SISTA KUNING) DENGAN BAHAN ALAMI BERKHITIN LAPORAN PENELITIAN PENGENDALIAN NSK (NEMATODA SISTA KUNING) DENGAN BAHAN ALAMI BERKHITIN OLEH : PROF.DR.H. SADELI NATASASMITA, IR. TOTO SUNARTO, IR.,MP. UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Laboratorium Histologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia (Wattimena, 2000 dalam

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental, 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAL), yang dilakukan dengan 9 perlakuan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh : Adwin Baraji Nugraha

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh : Adwin Baraji Nugraha PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK GULMA DENGAN BERBAGAI FREKUENSI APLIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI DAERAH ENDEMIK NEMATODA SISTA KUNING SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016. Isolasi dan visualisasi RNA Colletrotichum dilaksanakan di Laboratorium Hama Penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L.

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. Merr) ISMAWARDANI NURMAHAYU PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN BEBERAPA NOMER KENTANG (Solanum tuberosum Linn.) TERHADAP SERANGAN NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera rostochiensis Woll.

UJI KETAHANAN BEBERAPA NOMER KENTANG (Solanum tuberosum Linn.) TERHADAP SERANGAN NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera rostochiensis Woll. UJI KETAHANAN BEBERAPA NOMER KENTANG (Solanum tuberosum Linn.) TERHADAP SERANGAN NEMATODA SISTA KENTANG (Globodera rostochiensis Woll.) SKRIPSI Oleh Rudal Agung Wahyudi NIM. 051510401063 JURUSAN HAMA DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sekunder, cabang kipas, cabang pecut, cabang balik, dan cabang air

TINJAUAN PUSTAKA. sekunder, cabang kipas, cabang pecut, cabang balik, dan cabang air TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kopi (Coffea sp.) Adapun klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) dari literatur Hasbi (2009) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN 1979 5777 75 JENIS NEMATODA YANG DITEMUKAN PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) DAN RHIZOSFER SEKITARNYA DI AREA PERSAWAHAN NITEN, BANTUL, YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA iv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... BAB I. PENGANTAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA iv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... BAB I. PENGANTAR... DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN... i ii iii PRAKATA iv DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... ABSTRACT... vii xii xiv xvi xvii

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik)

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) Penting: Jangan lupa selalu memberi label pada tabung Eppi dengan hati-hati. Untuk pipet: Pipet 1000 (biru): gunakan tips biru dan hanya untuk memipet 100-1000

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Sistem Perakaran Tanaman Pisang Sistem Bercocok Tanam Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Sistem Perakaran Tanaman Pisang Sistem Bercocok Tanam Pisang 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Tanaman pisang tumbuh subur di daerah tropis dataran rendah yang curah hujannya lebih dari 1250 mm per tahun dan rata-rata suhu minimum 15 0 C (Simmonds

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi Alat dan Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel daun jambu semarang Buah Pink, Hijau Bulat, Unsoed, Merah Lebar', Kaget Merah, Camplong Putih, Irung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP Disusun oleh: Bening Wiji NPM : 060800997 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung sejak Juli sampai dengan September 2015. Pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi, Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian 49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji efektivitas jamu keputihan dengan parameter zona hambat dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci