BAGIAN ILMU BEDAH DISFUNGSI EREKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN ILMU BEDAH DISFUNGSI EREKSI"

Transkripsi

1 BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT JULI 2012 DISFUNGSI EREKSI Disusun oleh : Abdul Rashid bin Mohd Radzif C Pembimbing : dr. Pipin Abdillah Supervisor : Prof. dr. Achmad M. Palinrungi, Sp.B., Sp.U. DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 i

2 LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: Nama : Abdul Rashid bin Mohd Radzif NIM : C Judul Referat : Disfungsi Ereksi Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar, Koass, ( Abdul Rashid bin Mohd Radzif ) Juli 2012 Pembimbing, (dr. Pipin Abdillah) ii

3 DAFTAR ISI Halaman judul. i Lembar pengesahan ii.. Daftar isi... iii I. Pendahuluan.. 1 II. Anatomi... 2 III. Fisiologi IV. Patofisiologi.. 16 V. Etiologi VI. Faktor resiko.. 19 VII. Penegakan Diagnosis a. Anamnesis. 20 b. Pemeriksaan fisik c. Pemeriksaan penunjang VIII. Penatalaksanaan IX. Komplikasi X. Prognosis Daftar pustaka Lampiran referensi iii

4 iv

5 DISFUNGSI EREKSI I. PENDAHULUAN Salah satu aspek penting yang ikut menentukan kualitas hidup manusia ialah kehidupan seksual. Karena itu aktivitas seksual menjadi salah satu bagian dalam penilaian kualitas hidup manusia. Kehidupan seksual yang menyenangkan memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup. Sebaliknya, kalau kehidupan seksual tidak menyenangkan, maka kualitas hidup terganggu. Dalam perkawinan, fungsi seksual mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai sarana untuk reproduksi (memperoleh keturunan), sebagai saranan untuk memperoleh kesenangan atau rekreasi, serta merupakan ekspresi rasa cinta dan sebagai sarana komunikasi yang penting bagi pasangan suami-istri. Fungsi seksual merupakan bagian yang turut menentukan warna, keharmonisan dan kekompakan pasangan suami-istri. Suatu penelitian di Amerika, pada wanita, dilaporkan 33% mengalami penurunan hasrat seksual, 19% kesulitan dalam lubrikasi, dan 24% tidak dapat mencapai orgasme. Statistik pada pria juga bermakna. Kesulitan yang umum dilaporkan pada pria meliputi ejakulasi dini (29%), kecemasan terhadap kemampuan seksual (17%), dan rendahnya hasrat seksual (16%). Selain itu 10% dari pria yang disurvei melaporkan kesulitan ereksi bermakna, angka prevalensi menurut usia-lebih dari 20% pria berusia di atas 50 tahun melaporkan masalah ereksi. Disfungsi ereksi atau kesulitan ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus menerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan. 1

6 Sampai saat ini, seorang pria tidak dapat mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual penetratif telah disebut sebagai 'impoten'. Istilah ini, memiliki konotasi negatif yang berarti kehilangan kehebatan termasuk dalam aspek mental dan fungsi fisik. Dengan demikian, saat ini, 'disfungsi ereksi' istilah yang spesifik dan diterimapakai.1 Disfungsi ereksi (DE) didefinisikan sebagai ketidakmampuan menetap untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk kinerja seksual yang memuaskan. Tahun 1992, Institut Kesehatan Nasional (NIH), dalam Konferensi Pengembangan Konsensus, merekomendasikan penggunaan kata disfungsi ereksi sebagai istilah yang lebih disukai sebagai pengganti kata impotensi. Tidak ada konsensus universal atau persepakatan tentang kriteria diagnosis (yaitu, ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk kinerja seksual yang memuaskan) dan durasi ereksi yang harus dipertahankan untuk memenuhi definisi ini. Oleh itu, Waktu lebih dari 3 bulan telah disarankan sebagai guideline klinis yang wajar.2 II. ANATOMI Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala cendawan tetapi bagian ujungnya agak meruncing ke depan. Penis adalah organ seks utama yang letaknya di antara kedua pangkal paha. Penis mulai dari arcus pubis menonjol ke depan berbentuk bulat panjang Panjang penis orang Indonesia dalam keadaan flaksid dengan mengukur dari pangkal dan ditarik sampai ujung adalah sekitar 9 sampai 12 cm. Sebagian ada yang lebih pendek dan sebagian lagi ada yang lebih panjang. Pada saat ereksi yang penuh, penis akan memanjang dan membesar sehingga menjadi sekitar 10 cm sampai 14 cm. 2

7 Pada orang barat (caucasian) atau orang Timur Tengah lebih panjang dan lebih besar yakni sekitar 12,2 cm sampai 15,4 cm.4 Bagian utama daripada penis adalah bagian erektil atau bagian yang dapat mengecil atau flaksid dan bisa membesar sampai keras. Bila dilihat dari penampang horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck.4 Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid. Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina. Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel. Selanjutnya sinusoid berhubungan dengan venula (sistem pembuluh balik) yang mengumpulkan darah menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan darah kembali melalui vena dorsalis profunda dan kembali ke tubuh.4 Penis dipersarafi oleh 2 jenis saraf yakni saraf otonom (para simpatis dan simpatis) dan saraf somatik (motoris dan sensoris). Saraf-saraf simpatis dan parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis (sumsum tulang belakang). Khusus saraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya saraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Saraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot - otot polos.4 3

8 Gambar 2. Perineum dan alat kelamin pria eksternal: diseksi mendalam 4 Saraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls (rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan saraf- saraf lain yang membentuk nervus pudendus.4 4

9 Saraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri atau bersama-sama melalui saraf-saraf di atas akan menghasilkan ereksi penis.4 Gambar 3. Tiga set saraf perifer terlibat dalam ereksi penis: dua adalah otonom dan satu somatik. Saraf parasimpatis berasal dari segmen kedua hingga sakral keempat (S2-S4), sedangkan saraf simpatik memiliki tubuh preganglionik mereka sel di kolom sel intermediolateral dari (T10-L2) segmen torakolumbalis. Serat somatik perjalanan di saraf pudenda dan badan-badan sel mereka yang terletak di S2-S4 segmen.5 Pendarahan untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteri penis kommunis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus spongiosum. Arteria 5

10 memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi.4 Gambar 4. A.Suplai srterial pada penis B dan C drainase venous pada penis. 3 Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari korpora kavernosa pada rongga penis ke sistem vena yang besar dan akhirnya kembali ke jantung.4 6

11 Gambar 5. Setiap corpus cavernosum dikelilingi oleh selubung fibrosa tebal, tunika albuginea, yang membatasi perluasan jaringan ereksi, menghasilkan peningkatan tekanan intracorporal dan, akhirnya, ereksi selama periode rangsangan seksual. Masing-masing memiliki korpus kavernosus arteri terpusat berjalan, yang memasok darah ke ruang lacunar beberapa, yang saling berhubungan dan dilapisi oleh endotelium vaskular 1 III. FISIOLOGI Ereksi penis adalah proses kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor saraf, psikologis, vaskuler, dan hormonal. Jalur fungsi seksual yang normal pada lakilaki terdiri dari empat tahap: gairah seksual (yaitu, libido), ereksi, ejakulasi (yaitu, orgasme), dan detumescence (keadaan normal penis).2,5 A. Hemodinamika Ereksi3,7 Pada waktu ereksi, volume penis bertambah karena terkumpulnya darah dalam korpus kavernosum dan korpus spongiosum. Pada orang yang berdiri, penis yang ereksi akan membentuk sudut antara 00 dan 45 0dari bidang horizontal. Pada keadaan demikian batang penis terasa kaku dan tekanan intrakavernosum mendekati tekanan rata rata pembuluh darah nadi. Pada keadaan demikian, volume darah dalam penis meningkat lebih dari delapan kali dibandingkan saat lemas. 7

12 Oleh beberapa peneliti, proses ereksi dan detumesens diringkaskan menjadi beberapa fase, yaitu: 1. Fase 0, yaitu fase flaksid. Pada keadaan lemas, yang dominan adalah pengaruh sistem saraf simpatik. Otot polos arteriola ujung dan otot polos kavernosum berkontraksi. Arus darah ke korpus kavernosum minimal dan hanya untuk keperluan nutrisi saja. Kegiatan listrik otot polos kaverne dapat dicatat, menunjukkan bahwa otot polos tersebut berkontraksi. Arus darah vena terjadi secara bebas dari vena subtunika ke vena emisaria. 2. Fase 1, merupakan fase pengisian laten. Setelah terjadi perangsangan seks, sistem saraf parasimpatik mendominan, dan terjadi peningkatan aliran darah melalui arteria pudendus interna dan arteria kavernosa tanpa ada perubahan tekanan arteria sistemik. Tahanan perifer menurun oleh berdilatasinya arteri helisin dan arteri kavernosa. Penis memanjang, tetapi tekanan intrakavernosa tidak berubah. 3. Fase 2, fase tumesens (mengembang). Pada orang dewasa muda yang normal, peningkatan yang sangat cepat arus masuk (influks) dari fase flasid dapat mencapai kali. Tekanan intrakavernosa meningkat sangat cepat. Karena relaksasi otot polos trabekula, daya tampung kaverne meningkat sangat nyata menyebabkan pengembangan dan ereksi penis. Pada akhir fase ini, arus arteria berkurang. 4. Fase 3 merupakan fase ereksi penuh. Trabekula yang melemas akan mengembang dan bersamaan dengan meningkatnya jumlah darah akan menyebabkan tertekannya pleksus venula subtunika ke arah tunika albuginea sehingga menimbulkan venoklusi. Akibatnya tekanan intrakaverne meningkat sampai sekitar mmhg di bawah tekanan sistol. 5. Fase 4, atau fase ereksi kaku (rigid erection) atau fase otot skelet. Tekanan intakaverne meningkat melebih tekanan sistol sebagai akibat kontrasi volunter ataupun karena refleks otot iskiokavernosus dan otot bulbokavernosus menyebabkan ereksi yang kaku. Hal demikian menyebabkan ereksi yang kaku. Pada fase ini tidak ada aliran darah melalui arteria kavernosus. 8

13 6. Fase 5, atau fase transisi. Terjadi peningkatan kegiatan sistem saraf simpatik, yang mengakibatkan meningkatnya tonus otot polos pembuluh helisin dan kontraksi otot polos trabekula. Arus darah arteri kembali menurun dan mekanisme venoklusi masih tetap diaktifkan. 7. Fase 6 yang merupakan fase awal detumesens. Terjadi sedikit penurunan tekanan intrakaverne yang menunjukkan pembukaan kembali saluran arus vena dan penurunan arus darah arteri. 8. Fase 7 atau fase detumesens cepat. Tekanan intrakaverne menurun dengan cepat, mekanisme venoklusi diinaktifkan, arus darah arteri menurun kembali seperti sebelum perangsangan, dan penis kembali ke keadaan flaksid. Gambar 6. A. Pada kondisi flaksid, arteri, arteriola, dan sinusoid berkontraksi. Pleksus vena intersinusoidal dan subtunical terbuka lebar, dengan aliran bebas untuk vena emisari. B, Dalam keadaan ereksi, otot-otot dinding sinusoidal dan arteriol bereleksasi, sehingga aliran maksimal ke ruang sinusoidal.3 9

14 B. Neuroanatomi dan Neurofisiologi ereksi3,7 Gambar7. Neuroanartomi Penis.3 a. Kontrol Perifer Pembuluh darah, otot polos intrinsik dari penis, dan otot lurik sekitarnya dikendalikan oleh saraf yang berasal dari tiga bagian yang berbeda dari sistem saraf perifer yaitu simpatik torakolumbalis, parasimpatis lumbosakral, dan somatik lumbosakral. Ereksi yang normal membutuhkan partisipasi dari semua sistem ini. i. Jalur Parasimpatik Masukan preganglionik parasimpatik ke penis manusia berasal dari sakral medulla spinalis (S2-S4). Pada kebanyakan pria, S3 adalah sumber utama dari serat erectogenic, dengan suplai lebih kecil disediakan oleh baik S2 atau S4. Input parasimpatis memainkan peran penting pada prostat, vesikula seminalis, vasa deferentia, dan kelenjar bulbo-uretra. Serabut eferen parasimpatis merangsang sekresi pada pria dari kelenjar bulbo-uretra dan kelenjar Littre serta dari vesikula seminalis dan prostat.5 10

15 ii. Jalur Simpatetik Proses ejakulasi melibatkan dua tahap yaitu emisi dan ejakulasi. Emisi terdiri dari pengendapan cairan dari kelenjar peri-uretra, vesikula seminalis, dan prostat serta sperma dari vas deferens ke dalam uretra posterior. Ini hasil dari kontraksi ritmis dari otot polos pada dinding organ tersebut. Akumulasi cairan ini mendahului ejakulasi dengan 1 sampai 2 detik dan memberikan sensasi ejakulasi tak terhindarkan. Emisi berada di bawah kendali simpatik dari saraf presakral dan hipogastrikus yang berasal dari tingkat T10-L2 medulla spinalis. Ejakulasi proyektil melibatkan penutupan terkontrol simpatik dari leher vesika urinaria, pembukaan sfingter uretra eksternal, dan kontraksi dari otot bulbo-uretra untuk propulsi dari ejakulasi. Ini merupakan otot lurik yang dipersarafi oleh serabut somatik dari saraf pudenda. Orgasme dapat terjadi walaupun terjadi kerusakan pada ganglia simpatik.5 iii. Jalur Somatik Sensasi penis adalah unik dibandingkan daerah kulit lainnya. Sekitar 80 sampai 90% dari terminal aferen di glans penis adalah ujung saraf bebas, dengan kebanyakannya serat C atau A-δ. Serat sensorik ini keluar dari segmen S2-S4 medulla spinalis dan perjalanan melalui saraf dorsal penis, yang bergabung dengan nervus pudenda. Input aferen yang disampaikan dari kulit penis, preputium, dan kelenjar melalui saraf dorsal adalah mekanisme yang bertanggung jawab atas inisiasi dan pemeliharaan ereksi reflexogenik.aktivasi dari neuron sensorik mengirimkan pesan rasa sakit, suhu, dan sentuhan melalui jalur spinotalamikus dan spinoreticular ke talamus dan korteks sensorik untuk persepsi sensorik.5 11

16 Gambar 8. Mekanisme kerja parasimpatik dan simpatik dalam fase ereksi b. Kontrol Sentral i. Mekanisme Spinal Baik dalam individu normal dan pada pasien dengan cedera tulang belakang di atas segmen sakral, stimulasi reseptor aferen di penis menimbulkan ereksi, dan oleh karena itu umum diterima bahwa tanggapan ini dimediasi oleh jalur refleks sacral spinalis ii. Mekanisme Serebral Jalur sentral dan mekanisme yang terlibat dalam ereksi sangat kompleks dan masih hanya sedikit penjelasan. Ereksi penis dirangsang dengan listrik dengan sistematis dipelajari oleh MacLean dan rekan kerja, dan mereka menemukan bahwa lokus untuk ereksi melibatkan tiga bagian subdivisi corticosubcortical dari sistem limbik: 1) distribusi anatomi terkenal dari proyeksi 12

17 hippocampal ke bagian septum, anterior dan midline talamus, dan hipotalamus, 2) bagian dari sistem anatomi yang terdiri dari badan mamiliari, saluran mimikotalamic inti thalamic anterior, dan cingulate gyrus, dan 3) rektus gym, bagian medial inti thalamic medial punggung, dan wilayah mereka dikenal koneksi dan proyeksi. Gambar 9. Pusat di otak yang terlibat dengan stimulasi seksual. 3 c. Neurotransmitter Serabut saraf adrenergik α-dan reseptor telah terbukti dalam trabekula kavernosa dan di sekitar arteri kavernosa, dan norepinephrine secara umum telah diterima sebagai neurotransmitter utama untuk mengontrol keadaan flaksid penis dan detumesens. Endotelin, suatu vasokonstriktor kuat yang dihasilkan oleh sel-sel endotel, juga telah diusulkan untuk menjadi mediator untuk detumesens. Prostanoids konstriktor, termasuk prostaglandin I2 (PGI2), PGF2α, dan thromboxane A2 (TXA2), disintesis oleh jaringan kavernosa manusia. Penelitian secara in vitro telah menunjukkan bahwa prostanoids adalah ikut bertanggung jawab atas tonus dan aktivitas spontan otot trabekula terisolasi. Sistem renin-angiotensin juga mungkin memainkan peran penting dalam pemeliharaan otot polos penis. Angiotensin II telah terdeteksi pada sel endotel dan otot polos corpus cavernosum manusia dan membangkitkan kontraksi corpus cavernosum 13

18 manusia secara in vitro. Di sisi lain, detumesens setelah ereksi mungkin akibat dari penghentian rilis NO, pemecahan monofosfat guanosin siklik (cgmp) oleh phosphodiesterases, atau pelepasan simpatik saat ejakulasi.3,7 Kebanyakan peneliti sekarang setuju bahwa NO dilepaskan dari nonadrenergic, neurotransmisi noncholinergic dan dari endotelium merupakan neurotransmiter utama mediasi ereksi penis. NO, meningkatkan produksi cgmp, yang pada gilirannya melemaskan otot polos kavernosa.3,7 Berbagai neurotransmiter (dopamin, norepinefrin, 5-hydroxytestosterone [5-HT], dan oksitosin) dan neural hormon (oksitosin, prolaktin) telah terlibat dalam pengaturan fungsi seksual. Ada pendapat mengatakan bahwa reseptor dopaminergik dan adrenergik dapat meningkatkan fungsi seksual dan reseptor 5-HT menghambat itu3,7 C. Mekanisme molekular kontraksi dan relaksasi otot polos Gambar 10. mekanisme Molekuler kontraksi otot halus penis. Norepinefrin dari ujung saraf simpatik dan endothelins dan prostaglandin F2α dari endothelium mengaktifkan reseptor pada sel otot polos untuk memulai kaskade reaksi yang akhirnya menghasilkan elevasi konsentrasi kalsium intraseluler 14

19 dan kontraksi otot polos. Protein kinase C adalah komponen peraturan dari fase Ca2 +-independen, melanjutkan kontraktil agonis-induced respon.3 Gambar 11. Molekular mekanisme relaksasi otot halus penis. Second messenger intraselular memediasi relaksasi otot polos, adenosin monofosfat siklik (camp) dan monofosfat siklik guanosin (cgmp), aktifkan kinase protein spesifik mereka, yang memfosforilasi protein tertentu menyebabkan pembukaan saluran kalium, menutup saluran kalsium, dan penyerapan kalsium intraseluler dengan retikulum endoplasma. Kejatuhan yang dihasilkan pada kalsium intraseluler menyebabkan relaksasi otot halus. Sildenafil menghambat aksi phosphodiesterase 5 (PDE 5) dan dengan demikian meningkatkan konsentrasi intraselular cgmp. Papaverine adalah inhibitor phosphodiesterase spesifik. enos, nitrat oksida sintase endotel; GTP, guanosin trifosfat.6 15

20 IV. PATOFISIOLOGI Sebelumnya, impotensi psikogenik diyakini paling umum, diperkirakan mempengaruhi 90% pria impoten. Keyakinan ini telah memberikan kesadaran bahwa ED adalah kondisi yang biasanya campuran yang mungkin didominasi fungsional atau fisik. Perilaku seksual dan ereksi penis dikendalikan oleh hipotalamus, sistem limbik, dan korteks serebral. Oleh karena itu, stimulasi atau inhibisi pesan dapat disampaikan ke pusat-pusat ereksi spinal untuk memfasilitasi atau menghambat ereksi. Dua mekanisme yang mungkin telah diajukan untuk menjelaskan penghambatan ereksi pada disfungsi psikogenik: inhibisi langsung yang berlebihan dari pusat ereksi spinal oleh otak dari penghambatan suprasacral dan outflow simpatis berlebihan atau peningkatan kadar katekolamin perifer, yang dapat meningkatkan tonus otot polos penis untuk mencegah relaksasi yang diperlukan nya.6 Diperkirakan bahwa 10% sampai 19% dari ED adalah neurogenik. Jika salah satu penyebab termasuk iatrogenik dan ED campuran, prevalensi tersebut mungkin jauh lebih tinggi. Kehadiran gangguan neurologis atau neuropati tidak menyingkirkan penyebab lain, dan mengkonfirmasikan bahwa ED adalah neurogenik dapat menantang. Karena ereksi adalah peristiwa neurovaskular, setiap penyakit atau disfungsi yang mempengaruhi otak, tulang belakang, dan atau saraf kavernosa dan pudenda dapat menimbulkan disfungsi. Pada pria dengan cedera tulang belakang, sifat, lokasi, dan luas sangat menentukan fungsi ereksi. Selain ED, mereka mungkin memiliki gangguan ejakulasi dan orgasme. Ereksi reflexogenik dipertahankan dalam 95% pasien dengan lesi UMN tetapi hanya sekitar 25% dari mereka dengan lesi LMN. Neuron parasimpatis sakral yang penting dalam pelestarian ereksi reflexogenik, meskipun jalur torakolumbalis dapat mengkompensasi hilangnya sakral melalui koneksi sinaptik.6 Hipogonadisme merupakan temuan yang tidak jarang pada populasi impoten. Androgen mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan saluran reproduksi pria dan karakteristik seks sekunder; pengaruhnya terhadap libido dan perilaku seksual sudah 16

21 mapan. Dalam review artikel yang dipublikasikan , Mulligan dan Schmitt, (1993) menyimpulkan bahwa testosteron (1) meningkatkan minat seksual, (2) meningkatkan frekuensi tindakan seksual, dan (3) meningkatkan frekuensi ereksi nokturnal tetapi memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada ereksi yang diinduksi fantasi atau terangsang secara visual. Testosteron dan DHT bertanggung jawab untuk dorongan panggul pria dan estrogen atau testosteron selama penetrasi panggul perempuan selama kopulasi. Hiperprolaktinemia, baik dari adenoma hipofisis atau obat, mengakibatkan disfungsi kedua reproduksi dan seksual. Gejala mungkin termasuk kehilangan libido, disfungsi ereksi, galaktorea, ginekomastia, dan infertilitas. Diabetes mellitus, meskipun gangguan endokrinologik paling umum, menyebabkan DE melalui vaskuler, komplikasi neurologis, endotel, dan psikogenik bukan melalui kekurangan hormon sematadua pertiga kasus DE adalah organik dan kondisi komorbid sebaiknya dievaluasi secara aktif. Penyakit vaskular dan jantung (terutama yang berhubungan dengan hiperlipidemia, diabetes, dan hipertensi) berkaitan erat dengan disfungsi ereksi. Kombinasi kandisi-kondisi ini dan penuaan meningkatkan resiko DE pada usia lanjut. Permasalahan hormonal dan metabolik lainnya, termasuk hipogonadisme primer dan sekunder, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis, dan gagal hati juga berdampak buruk pada DE (Vary, 2007).6 Penyalahgunaan zat seperti intake alkohol atau penggunaan obat-obatan secara berlebihan merupakan kontributor utama pada DE. Merokok merupakan salah satu penyebab arterio oklusive disease. Psikogenik disorder termasuk depresi, disforia dan kondisi kecemasan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian disfungsi seksual multipel termasuk kesulitan ereksi. Cedera tulang belakang, tindakan bedah pelvis dan prostat dan trauma pelvis merupakan penyebab DE yang kurang umum (Wibowo, 2007). DE iatrogenik dapat disebabkan oleh gangguan saraf pelvis atau pembedahan prostat, kekurangan glisemik, tekanan darah, kontrol lipid dan banyak medikasi yang umum, digunakan dalam pelayanan primer. Obat anti hipertensi khususnya diuretik dan central acting agents dapat menyebabkan DE. Begitu pula digoksin psikofarmakologic agents termasuk beberapa antidepresan dan anti testosteron 17

22 hormon. Kadar testosteron memang sedikit menurun dengan bertambahnya usia namun yang berkaitan dengan DE adalah minoritas pria yang benar-benar hipogonadisme yang memiliki kadar testosteron yang rendah (Vary,2007). V. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Disfungsi Ereksi beragam sekali. Oleh karena itu, bebrapa organisasi telah mencoba untuk mengklasifikasi disfungsi ereksi berdasarkan penyebabnya. Rekomendasi dari International Society of Impotence Research ditampilkan pada diagram dan table dibawah: Gambar 1. Sebuah klasifikasi fungsional dari impotensi. Perhatikan bahwa tidak mungkin untuk impotensi individu diperoleh hanya dari satu sumber. Sebagian besar kasus memiliki efek psikologis dari berbagai tingkatan, dan penyakit sistemik serta efek farmakologis dapat memperngaruhi juga. (Dimodifikasi dari Carrier S, Brock G, Kour NW, TF Lue: Patofisiologi disfungsi ereksi Urologi 1993; 42: , dengan izin dari Medica Exerpta, Inc.)3 18

23 Tabel 1. Klasifikasi menurut International Society of Impotence Research3 VI. FAKTOR RESIKO 19

24 Gambar 12. Faktor risiko DE5 Komorbiditas Disfungsi Ereksi Beberapa penyakit/kondisi dengan prevalensi DE yang tinggi, antara lain: gagal ginjal, Liver disease, multiple sclerosis, spinal cord injuries, anomaly atau penyakit penis (seperti: Peyronie s Disease), pembedahan pelvis, trauma pelvis, pengobatan kanker prostat, dan hypogonadism.3 VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS Diagnosis DE dapat ditegakkan melalui pemeriksaan berikut ini: a) Anamnesis Dalam anamnesis perlu ditanyakan tentang penyakit-penyakit seperti diabetes melitus, hiperkolesterolemia, hiperlipidemia, penyakit jantung, merokok, alkohol, 20

25 obat-obatan, operasi yang pernah dilakukan, penyakit tulang punggung, dan penyakit neurologik dan psikiatrik. 7 Pada diagnosis pasien disfngsi ereksi harus digali riwayat seksual, penyakit yang pernah diderita dan psikoseksual. Pada pria yang mengalami DE ditanyakan hal hal di bawah ini : Gangguan ereksi dan gangguan dorongan seksual Ejakulasi, orgasme dan nyeri kelamin Fungsi seksual pasangan Faktor gaya hidup : merokok, alkohol yang berlebihan dan penyalahgunaan narkotika Penyakit kronis Trauma dan operasi daerah pelvis / perineum / penis Radioterapi daerah penis Penggunaan obat obatan Penyakit saraf dan hormonal Penyakit psikiatrik dan status psikologik Disfungsi ereksi dapat dibedakan dengan jelas dari masalah seksual lainnya seperti ejakulasi, libido dan orgasme. Pada penelusuran riwayat penyakit harus ditanya tentang hipertensi, hiperlipidemia, depresi, penyakit neurologis, diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit adrenal dan tiroid. Riwayat trauma panggul pembedahan pemmbuluh darah tepi juga harus ditanyakan karena hal tersebut merupakan faktor resiko impotensi. 21

26 Pencatatan daftar obat yang dikonsumsi juga harus diperhatikan, karena sekitar 25% dari semua kasus disfungsi seksual terkait dengan obat obatan. Pengguanaan alkohol yang berlebihan dan pemakaian narkotik juga ditanyakan karena terkait dengan peningkatan resiko disfungsi seksual. Pasien juga ditanya adakah riwayat depresi karena merupakan faktor resiko disfungsi ereksi. Untuk mengetahui apakah seseorang telah mengalami disfungsi ereksi diperlukan suatu evaluasi fungsi seksual pria. Evaluasi tersebut disusun dalam bentuk beberapa pernyataan yang dikenal sebagai IIEF-5 (Internatonal Index of Erectile Function). Pada setiap pertanyaan telah disediakan pilihan jawaban. Orang yang sedang dievaluasi diminta memilih yang paling sesuai dengan kondisi orang tersebut 6 bulan terakhir. Pilihan hanya satu jawaban untuk setiap pertanyaan. 1) Bagaimanakah tingkat keyakinan anda bahwa anda dapat ereksi dan bertahan terus selama hubungan intim? 1 = Sangat rendah 2 = Rendah 3 = Cukup 4 = Tinggi 5 = Sangat tinggi 2) Pada saat anda ereksi setelah mengalami perangsangan seksual, seberapa sering penis anda cukup keras untuk dapat mamsuk ke vagina pasangan anda? 1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<59%) 3= Kadang kadang (±50%) 4= Seringkali >50% 5= Selalu / hampir selalu 22

27 3) Setelah penis masuk ke vagina pasangan anda, seberapa sering anda mampu mempertahankan penis tetap keras? 1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<50%) 3= Kadang kadang (±50%) 4= Seringkali >50% 5= Selalu / hampir selalu 4) Ketika melakukan hubungan intim,seberapa sulitkah mempertahankan ereksi sampai selesai melakukan hubungan intim? 1= Teramat sangat sulit 2= Sangat sulit 3= Sulit 4= Sulit sekali 5= Tidak sulit 5) Ketika anda melakukan hubungan intim, seberapa sering anda merasa puas? 1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<50%) 3= Kadang kadang (±50%) 4= Seringkali >50% 5= Selalu / hampir selalu Skor : Kemudian lima pertanyaan tersebut dijumlah skornya. Jika skor tersebut kurang atau sama dengan 21, maka orang tersebut menunjukkan adanya gejala gejala disfungsi ereksi.(vary, 2007). b) Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil, ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan perhatian khusus.9 Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada 23

28 tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang DE disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis.7 Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflex (kontraksi muskulus bulbokavernous pada perineum setelah penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler dan untuk melihat komplikasi penyakit diabetes (termasuk tekanan darah, ankle brachial index, dan nadi perifer). c) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis DE antara lain: kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal. Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi prostaglandin E1 pada corpora penis, duplex ultrasonography, biothensiometry, atau nocturnal penile tumescence tidak direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun dapat sangat bermanfaat bila informasi tentang vascular supply diperlukan, misalnya, untuk menentukan tindakan bedah yang tepat (implantation of a prosthesis vs. penile reconstruction).15 VIII. PENATALAKSANAAN Dalam terapi DE, yang menjadi sasaran terapi (bagian yang akan diterapi) adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan seksual. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menjaga ereksi. Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah seberapa lama waktu yang 24

29 dibutuhkan untuk menjaga ereksi (waktu untuk tiap-tiap orang berbeda untuk mencapai kepuasan orgasme, tidak ada waktu normal dalam ereksi). Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor risiko pada pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya DE. Hal ini terkait dengan beberapa penyebab DE yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui penyebab DE yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk DE dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat (nonfarmakologis pola hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum ereksi) dan terapi menggunakan obat (farmakologis). Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien DE adalah harus memperbaiki pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah raga, menu makanan sehat (asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E serta makanan berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dala m tubuh, mengurangi berat badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien DE tidak perlu menggunakan obat atau vakum ereksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen DE menyangkut terapi psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu : Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi (edukasi, medikamentosa oral / intrauretral, vacum constricsi device). Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar testoteron rendah, kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti testoteron. Jika Prolaktin tinggi, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan pituitary imaging dan dikonsulkan.4 Manajemen Khusus Pada manajemen khusus meliputi terapi nonbedah dan terapi bedah / operatif yaitu : Terapi non bedah / medis : 25

30 Farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil citrate, vardenafil, alprostadil, papaverin HCl, phenoxybenzamine HCl, Aqueous testosterone injection, transdermal testosteron, bromocriptine mesylate, apomorfin, fentolamin, ganglioid, linoleat gamma, aminoguanidine, methylcobalamine. Injeksi intrakavernosa Pengobatan kerusakan vena Pengobatan hormonal Terapi intraurethral pellet (MUSE) Terapi external vacuum Gambar 13. Algoritme penggunaan Fosfodiesterase (PDE-5) Inhibitor oral. Terapi Bedah 26

31 Walaupun terdapat alternative baru pengobatan seperti PDE-5 inhibitors, alat ereksi vakum dan alat intrekavernosal yang menjadi pilihan first dan second lines untuk terapi DE, masing-masing; terapi bedah, terutama implantasi protesa penis, adalah standar dalam kasus DE resistan-pengobatan. Pilihan terapi bedah untuk menkoreki DE dibagikan menurut tiga kategori, yaitu: 1. Implantasi protesa penis 2. Revaskularisasi penis 3. Pembedahan untuk Corporal Veno-occlusive Dysfunction (CVOD) I. Prostesis penis Termasuk terapi yang sangat sukses walaupun pasien dapat memilih atau mempertimbangkan terapi yang lain. Pembedahan penis kemudian dilanjutkan dengan pemasangan implan/protesa ini sangat rendah tingkat morbiditas dan mortalitasnya. Terdapat banyak tipe dan desain prothesa penis yang tersedia buat implantasi, tetapi harus diingat bahwa bukan semua pasien denga DE merupakan kandidat implantasi protesa penis. Indikasinya adalah pada pasien dengan DE organik yang menolak atau gagal dalam pengobatan konservatif, seperti inhibitor PDE5 oral, Alat Ereksi vakum, urethral alprostadil suppositories, dan terapi injeksi intracavernosal Semirigid or malleable implant rod implant8 Gambar 14. AMS 650 penile prosthesis dan The Mentor AccuForm penile prosthesis.8 Kelebihannya: 1. Teknik bedah sederhana 2. Komplikasi relatif sedikit 3. Tidak ada bagian yang dipindah 4. Implan yang sedikit atau tidak mahal 5. Tingkat keberhasilannya 70-80% 6. Efektivitasnya tinggi Kekurangannya: 27

32 1. Ereksi terus sepanjang waktu 2. Tidak meningkatkan lebar (ukuran) penis 3. Risiko infeksi 4. Dapat melukai atau merubah erection bodies 5. Dapat menyebabkan nyeri/mengerosi kulit 6. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya Fully inflatable implants Gambar 15. The triple-ply cylinder design used in the AMS Three-Piece Inflatable Penile Prostheses dan The 700 Ultex Penile Prosthesis8 Kelebihannya: 1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah 2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi 3. Tampak alamiah 4. Dapat meningkatkan lebar (ukuran) penis saat digunakan 5. Tingkat keberhasilannya 70-80% 6. Efektivitasnya tinggi 28

33 Gambar 16. Two piece inflatable. The AMS Ambicor Penile Prosthesis. 8 Kekurangannya: 1. Risiko infeksi 2. Implan yang paling mahal 3. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya Self-contained inflatable unitary implants Kelebihannya: 1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah 2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi 3. Tampak alamiah 4. Teknik bedahnya lebih mudah daripada prostesis inflatable Kekurangannya: 1. Terkadang sulit mengaktifkan peralatan inflatable 2. Risiko infeksi 3. Dapat melukai atau merubah erection bodies 4. Relatif mahal 1.4 Tehnik Pembedahan a. Distal Penile approach b. Infrapubic approach c. Penoscrotal approach II. Vascular reconstructive surgery Operasi bypass microarterial penis yang pertama kali dijelaskan oleh Michal, dianggap sebagai tonggak penting dalam pengobatan DE karena diterima sebagai satusatunya pilihan pengobatan yang mampu memulihkan fungsi ereksi normal tanpa perlu menggunakan perangkat mekanik eksternal (ereksi vakum), obat vasoaktif atau penempatan bedah prostesis penis (Michal 1973). Tujuan operasi adalah untuk bypass lesi arteri yang menyebabkan obstruksi di muara arteri hipogastrikus-kavernos (Hellstrom WJ, et al. 2010). Secara khusus, operasi ini bertujuan untuk meningkatkan 29

34 tekanan perfusi arteri kavernosus dan aliran darah pada pasien dengan DE vaskulogenik yang dikembangkan karena insufisiensi arteri murni. Efektivitas operasi ini masih kontroversial dan tidak berbasis bukti, terutama karena kriteria seleksi, pengukuran hasil, dan teknik mikro yang belum objektif atau mempunyai standar.9 Gambar 17. Langkah-langkah dalam prosedur revaskularisasi dari penis dengan arteri epigastrika inferior. Sebuah insisi, midline. B, Diseksi pembuluh epigastrika inferior dari permukaan bawah dari otot rektus. C, anastomosis dari arteri epigastrika inferior dengan cara end-to-side ke arteri dorsal kiri. D, anastomosis dari arteri epigastrika inferior ke vena dorsal deep dalam konfigurasi end-to-end9 Micro Arterial Blood Surgery (MABS) melibatkan 3 langkah yang melibatkan diseksi arteri dorsal, harvesting dari arteri epigastric interna, dan anastomosis mikrosurgical (Munarriz et al 2004).9 1. Diseksi arteri dorsalis dilakukan melalui insisi semilunar 5-cm 2 cm di bawah sambungan penoscrotal. Sementara penis ditarik, diseksi tumpul dilakukan sepanjang fasia Buck terhadap kelenjar untuk membalikkan penis. Ligamentum fundiform diidentifikasi dan dipelihara untuk meminimalkan pemendekan penis. Arteri dorsalis yang dipilih diisolasi dan dimobilisasi ke proksimal, menghindari cedera pada saraf dorsal. Penutupan skrotum sementara dilakukan. 2. Harvesting AEI dimulai dengan insisi 5-cm transversal antara umbilikus dan pubis. Diseksi dilakukan ke bawah melalui fasia Scarpa, fasia rektus dibagi 30

35 secara vertikal, dan otot rektus dimobilisasi ke medial. AEI diidentifikasi dan dimobilisasi dari origonya pada level arteri iliaka eksternal ke umbilikus. Jika cabang-cabang arteri ditemukan, mereka dikendalikan dengan kauterisasi bipolar dan dibagikan. Selama mobilisasi AEI, papaverine digunakan untuk mencegah vasospasme. Ujung distal dari AEI terpotong dekat umbilikus dan dibagi. Selanjutnya, staples skrotum dikeluarkan dan klem digunakan untuk mentransfer AEI pada aspek dorsal penis melalui cincin inguinalis eksternal. Perut ditutup secara berlapis dengan menggunakan teknik jelujur dengan jahitan asam polyglycolic 0 untuk fasia rektus, 2-0 untuk itu Scarpa, dan monocryl 4-0 untuk kulit. Gambar 18. Anastomosis epigastrium-dorsal arteri selesai dan foto Intra-operatif diseksi vena dorsalis profunda5 3. Anastomosis mikrovaskuler: Arteri dorsalis digerakkan dan dibagikan di lokasi proksimal pada batang penis. Ujung proksimal dikauter menggunakan kauter bipolar. Klip aneurismal ditempatkan pada arteri dorsal dan AEI. Adventitia dari ujung distal arteri dorsalis AEI dan proksimal tajam dieksisi dengan gunting mikro untuk mencegah trombosis anastomosis. Sebuah anastomosis mikro dilakukan menggunakan teknik interuptus sederhana dengan benang nilon Klip aneurismal dorsalis dikeluarkan dan aliran balik darah diamati, didokumentasikan patensi anastomosis. AEI aneurismal klip dikeluarkan dan jika tidak ada kebocoran anastomosis, penis ditempatkan kembali pada posisi anatomis normal, dengan Dartos ditutup dengan jahitan jelujur 2-0 asam polyglycolic, dan kulit dengan benang asam polyglycolic 4-0. Patensi dari anastomosis selanjutnya dikonfirmasi dengan USG Doppler. 31

36 Kelebihannya: 1. Tampak alamiah 2. Rata-rata tingkat kesuksesannya 40-50% 3. Jika tidak berhasil tidak mempengaruhi terapi lainnya 4. Tidak perlu implan 5. Efektivitasnya sedang Kekurangannya: 1. Teknik pembedahannya paling sulit secara teknis 2. Perlu tes yang ekstensif 3. Dapat menyebabkan pemendekan penis 4. Hasil jangka panjang tidak tersedia 5. Sangat mahal 6. Risiko infeksi, pembentukan jaringan parut (skar), dengan distortion penis dan nyeri saat ereksi Hasil: Tabel 1. Hasil dari operasi revaskularisasi penis9 III. Corporal Veno-occlusive Dysfunction 32

37 Meskipun tidak ada pilihan standar bedah yang berdasarkan bukti, ligasi pembuluh darah dorsalis soperfisial, vena dorsalis profunda, vena crural, plika /ligasi crural, arterialisasi pembuluh darah dorsalis atau kavernosus profunda atau ligasi vena ekstraperitoneal laparoskopi penis adalah beberapa jenis intervensi yang digunakan dalam CVOD operasi.9 IX. KOMPLIKASI Komplikasi dari Disfungsi Ereksi dapat berupa10: Sebuah kehidupan seks yang tidak memuaskan Stres atau kecemasan Malu atau rendah diri Perkawinan atau hubungan masalah Ketidakmampuan untuk mendapatkan pasangan Anda hamil X. PROGNOSIS Disfungsi ereksi temporer sering terjadi dan biasanya bukan masalah yang serius. Akan tetapi, jika DE menjadi persisten, efek psikologis menjadi signifikan. DE dapat menyebabkan gangguan hubungan antara suami istri dan dapat menyebabkan terjadinya depresi. DE yang persisten dapat merupakan suatu gejala dari kondisi medis yang serius seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, gangguan tidur, atau masalah sirkulasi.3 33

38 DAFTAR PUSTAKA 1. Roger S.Kirby, MD, FRCS(Uroi), FEBU; Tom F.Lue, MDAn Atlas of ERECTILE DYSFUNCTION, 2nd Ed Copyright 2004 The Parthenon Publishing Group 2. Anonymous. NIH Consensus Conference. Impotence. NIH Consensus Development Panel on Impotence. JAMA 1993 Jul 7;270(1): Alan J. Wein, MD, PhD(Hon) Professor and Chair, Division of Urology, University of Pennsylvania School of Medicine.. Campbell-Wash Urology 9th edition [.CHM]. Saunders Elesevier. 4. Fouad r. Kandeel. City of hope national medical center, duarte, california, usa. Male sexual dysfunction pathophysiology and treatment. Informa healthcare usa, inc. Hal John J. Mulcahy, MD, PhD Professor Emeritus of Urology, Indiana University Medical Center, Indianapolis, IN. Male Sexual Function, Second Edition Humana Press. Hal 1-47; Robert C. Dean, MD and Tom F. Lue, MD. Physiology of Penile Erection and Pathophysiology of Erectile Dysfunction, (PDF) 2005; Natinal institute of Health Reference. [cited on July 10th 2012] [online]. 7. Karl-Erik Andersson and Gorm Wagner. Physiology of Penile Erection. [cited on July 10th 2012] [online]. Diunduh dari URL Akses tanggal 10 Juli CULLEY C. CARSON III, MD, University of North Carolina School of Medicine, Chapel Hill, NC. Urologic Prostheses The Complete Practical Guide To Devices, Their Implantation, And Patient Follow Up Humana Press Totowa, New Jersey. 34

39 9. Faruk Kucukdurmaz and Ates Kadioglu. Istanbul University, Istanbul Medical Faculty, Urology Department, Istanbul, Turkey. Erectile Dysfunction Disease-Associated Mechanisms and Novel Insights into Therapy. Chapter 9. Surgical Treatment of Erectile Dysfunction. 10. Mayo Clinic staff. Complications of Erectile Dysfunction. [cited on July 10th 2012] [online]. Diunduh dari URL dysfunction/ds00162/dsection=complications Akses tanggal 10 Juli

40 LAMPIRAN 36

41 IIEF ( International Index of erectile Function- 5) 37

DISFUNGSI EREKSI Anatomi penis Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala

DISFUNGSI EREKSI Anatomi penis Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala DISFUNGSI EREKSI Anatomi penis Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala cendawan tetapi bagian ujungnya agak meruncing ke depan. Penis

Lebih terperinci

Disfungsi Ereksi. Dr. dr. Dahril, Sp.U

Disfungsi Ereksi. Dr. dr. Dahril, Sp.U Disfungsi Ereksi Dr. dr. Dahril, Sp.U Chief Division Of Urology, Departement Of Surgery, Dr. Zainoel Abidin General Hospital Medical Faculty Of Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia Abstrak Disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan seksual yang harmonis adalah dambaan bagi setiap pasangan, namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan seksual yang harmonis dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis manusia untuk mendapatkan keturunan. Seseorang memilih suatu gaya hidup umumnya dengan harapan ingin meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien BAB I PENDAHULUAN 1.A. Latar Belakang Penelitian Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien penyakit jantung koroner (PJK). Penggunaan penyekat beta diindikasikan pada semua pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan penyabab ketiga terbesar kematian di dunia setelah penyakit

Lebih terperinci

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA Windhu Purnomo FKM Unair, 2011 Fase Penuaan Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) 1 2 Fase penuaan manusia 1. Fase subklinis

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

TUGAS 3 SISTEM PORTAL TUGAS 3 SISTEM PORTAL Fasilitator : Drg. Agnes Frethernety, M.Biomed Nama : Ni Made Yogaswari NIM : FAA 113 032 Kelompok : III Modul Ginjal dan Cairan Tubuh Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

Yusuf Hakan Çavusoglu. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J Pediatrics 2005;72(3):201-4

Yusuf Hakan Çavusoglu. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J Pediatrics 2005;72(3):201-4 Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik.1 Gejala nyeri ini dapat semakin menghebat

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran libido dalam aktivitas seksual adalah sangat vital. Naik turunnya libido diduga berhubungan erat dengan kondisi tubuh seseorang. Banyak hal yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini gaya hidup modern dengan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga meyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

ABSTRAK IMPOTENSI DAN PENANGANANNYA

ABSTRAK IMPOTENSI DAN PENANGANANNYA ABSTRAK IMPOTENSI DAN PENANGANANNYA ( STUDI PUSTAKA ) Rizky Tanjungsari, 2003. Pembimbing I : Iwan Muljadi, dr. Pembimbing II : Slamet Santosa, dr.,m.kes. Latar belakang : Impotensi adalah gangguan fungsi

Lebih terperinci

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf BAB II Struktur dan Fungsi Syaraf A. SISTEM SARAF Unit terkecil dari system saraf adalah neuron. Neuron terdiri dari dendrit dan badan sel sebagai penerima pesan, dilanjutkan oleh bagian yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian terbanyak di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka morbiditas

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Disfungsi ereksi atau impotensi adalah ketidakmampuan yang persisten dalam mencapai atau mempertahankan fungsi ereksi untuk aktivitas seksual yang memuaskan. Batasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD SISTEM PERKEMIHAN By: Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed Kelompok keilmuan DKKD TUJUAN PEMBELAJARAN Mhs memahami struktur makroskopik sistem perkemihan (Ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra) dan struktur

Lebih terperinci

SIRKUMSISI TUJUAN PEMBELAJARAN

SIRKUMSISI TUJUAN PEMBELAJARAN TUJUAN PEMBELAJARAN SIRKUMSISI Setelah menyelesaikan modul sirkumsisi, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan kepentingan sirkumsisi secara medis 2. Menjelaskan teknik-teknik sirkumsisi 3. Melakukan

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH ARTERI Membawa darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh Katup (-) Arteriol : arteri terkecil Anastomosis : persatuan cabang cabang arteri END ARTERI

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi seksual bagi seorang pria adalah hal yang sangat penting, meskipun tidak mempengaruhi harapan hidup, gangguan fungsi seksual pada pria bisa berdampak negatif

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL??

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? http://rohmadi.info/web MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? 1 / 5 Author : rohmadi Sudah pasti pertanyaan inilah yang terus terlintas di benak anda, saat anda belum juga diberkahi buah hati. Perasaan sedih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh

Lebih terperinci

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Oleh: PIGUR AGUS MARWANTO J 500 060 047 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dunia perkuliahan seringkali mahasiswa-mahasiswi mengalami stres saat mengerjakan banyak tugas dan memenuhi berbagai tuntutan. Terbukti dengan prevalensi

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri dari makluk hidup adalah dapat berkembang biak untuk menghasilkan keturunan. Proses berkembang biak ini terjadi baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Disfungsi ereksi (DE) pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Disfungsi ereksi (DE) pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI Disfungsi ereksi (DE) pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) stabil adalah ketidakmampuan persisten untuk mencapai dan/atau mempertahankan suatu ereksi

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan yang tidak hanya bebas. dari penyakit dan kecacatan tetapi juga meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan yang tidak hanya bebas. dari penyakit dan kecacatan tetapi juga meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat adalah suatu keadaan yang tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan tetapi juga meliputi sejahtera secara fisik, mental, dan sosial (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah Beberapa faktor yang memengaruhi tekanan darah antara lain usia, riwayat hipertensi, dan aktivitas atau pekerjaan. Menurut tabel

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30%

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30% BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah diketahui banyak metode dan alat kontrasepsi meliputi suntik, pil, IUD, implan, kontap dan kondom. Metode KB suntik merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis manusia untuk mendapatkan keturunan, sehingga masalah seksual sering mengakibatkan keretakan dalam rumah tangga yang

Lebih terperinci

Hubungan Usia Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan Disfungsi Ereksi

Hubungan Usia Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan Disfungsi Ereksi Hubungan Usia Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan Disfungsi 1 Rian Panelewen 2 Janette M. Rumbajan 2 Lusiana Satiawati 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Kaplan, Salis & Patterson, 1993). Dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA Pengertian Lansia Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi By Suyatno,, Ir., MKes. Contact: E-mail: suyatnofkmundip@gmail.com Blog: suyatno.blog.undip.ac.id Hp/Telp Telp: : 08122815730 / 024-70251915 Gambaran Kesehatan Reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 MAKALAH TENTANG THERMOREGULASI (PENGATURAN SUHU) PADA TESTIS Oleh Sohibul Himam (0710510087) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 1 Pendahuluan Testis merupakan organ kelamin primer bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti ditingkatkan melalui sikap respontif dan efektif dalam melakukan suatu tindakan untuk memberi kenyamanan

Lebih terperinci