DISFUNGSI EREKSI Anatomi penis Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISFUNGSI EREKSI Anatomi penis Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala"

Transkripsi

1 DISFUNGSI EREKSI Anatomi penis Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala cendawan tetapi bagian ujungnya agak meruncing ke depan. Penis adalah organ seks utama yang letaknya di antara kedua pangkal paha (lihat gambar 1). Panjang penis orang Indonesia dalam keadaan flaksid dengan mengukur dari pangkal dan ditarik sampai ujung adalah sekitar 9 sampai 12 cm. Sebagian ada yang lebih pendek dan sebagian lagi ada yang lebih panjang. Pada saat ereksi yang penuh, penis akan memanjang dan membesar sehingga menjadi sekitar 10 cm sampai 14 cm. Pada orang barat (caucasian) atau orang Timur Tengah lebih panjang dan lebih besar yakni sekitar 12,2 cm sampai 15,4 cm. Bagian utama daripada penis adalah bagian erektil atau bagian yang dapat mengecil atau flaksid dan bisa membesar sampai keras. Bila dilihat dari penampang horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck. Penis dipersarafi oleh 2 jenis saraf yakni saraf otonom (parasimpatis dan simpatis) dan saraf somatik (motoris dan sensoris). Saraf-saraf simpatis dan parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis (sumsum tulang belakang). Khusus saraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-S4. Sebaliknya saraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Saraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot - otot polos. Saraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls (rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan saraf- saraf lain yang membentuk nervus pudendus. Saraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri atau bersama-sama melalui saraf-saraf di atas akan menghasilkan ereksi penis. Pendarahan untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteri penis kommunis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau arteria penis profundus yang

2 ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelokkelok pada saat penis lembek atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi. Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari korpora kavernosa pada rongga penis ke sistem vena yang besar dan akhirnya kembali ke jantung. Gambar 1. Anatomi Penis

3 Fisiologi ereksi Ereksi adalah keadaan menjadi kaku dan tegak; seperti jaringan erektil ketika terisi darah. Pada waktu ereksi, volume penis bertambah karena terkumpulnya darah dalam korpus kavernosum dan korpus spongiosum. Pada orang yang berdiri, penis yang ereksi akan membentuk sudut antara 0 0 dan 45 0 dari bidang horizontal. Pada keadaan demikian batang penis terasa kaku dan tekanan intrakavernosum mendekati tekanan rata rata pembuluh darah nadi. Pada keadaan demikian, volume darah dalam penis meningkat lebih dari delapan kali dibandingkan saat lemas. Oleh beberapa peneliti, proses ereksi dan detumesens diringkaskan menjadi beberapa fase, yaitu: 1. Fase 0, yaitu fase flaksid. Pada keadaan lemas, yang dominan adalah pengaruh sistem saraf simpatik. Otot polos arteriola ujung dan otot polos kavernosum berkontraksi. Arus darah ke korpus kavernosum minimal dan hanya untuk keperluan nutrisi saja. Kegiatan listrik otot polos kaverne dapat dicatat, menunjukkan bahwa otot polos tersebut berkontraksi. Arus darah vena terjadi secara bebas dari vena subtunika ke vena emisaria. 2. Fase 1, merupakan fase pengisian laten. Setelah terjadi perangsangan seks, sistem saraf parasimpatik mendominan, dan terjadi peningkatan aliran darah melalui arteria pudendus interna dan arteria kavernosa tanpa ada perubahan tekanan arteria sistemik. Tahanan perifer menurun oleh berdilatasinya arteri helisin dan arteri kavernosa. Penis memanjang, tetapi tekanan intrakavernosa tidak berubah. 3. Fase 2, fase tumesens ( mengembang). Pada orang dewasa muda yang normal, peningkatan yang sangat cepat arus masuk (influks) dari fase flasid dapat mencapai kali. Tekanan intrakavernosa meningkat sangat cepat. Karena relaksasi otot polos trabekula, daya tampung kaverne meningkat sangat nyata menyebabkan pengembangan dan ereksi penis. Pada akhir fase ini, arus arteria berkurang. 4. Fase 3 merupakan fase ereksi penuh. Trabekula yang melemas akan mengembang dan bersamaan dengan meningkatnya jumlah darah akan menyebabkan tertekannya pleksus venula subtunika ke arah tunika albuginea sehingga menimbulkan venoklusi. Akibatnya tekanan intrakaverne meningkat sampai sekitar mmhg di bawah tekanan sistol. 5. Fase 4, atau fase ereksi kaku (rigid erection) atau fase otot skelet. Tekanan intakaverne meningkat melebih tekanan sistol sebagai akibat kontrasi volunter ataupun karena refleks otot iskiokavernosus dan otot bulbokavernosus menyebabkan ereksi

4 yang kaku. Hal demikian menyebabkan ereksi yang kaku. Pada fase ini tidak ada aliran darah melalui arteria kavernosus. 6. Fase 5, atau fase transisi. Terjadi peningkatan kegiatan sistem saraf simpatik, yang mengakibatkan meningkatnya tonus otot polos pembuluh helisin dan kontraksi otot polos trabekula. Arus darah arteri kembali menurun dan mekanisme venoklusi masih tetap diaktifkan. 7. Fase 6 yang merupakan fase awal detumesens. Terjadi sedikit penurunan tekanan intrakaverne yang menunjukkan pembukaan kembali saluran arus vena dan penurunan arus darah arteri. 8. Fase 7 atau fase detumesens cepat. Tekanan intrakaverne menurun dengan cepat, mekanisme venoklusi diinaktifkan, arus darah arteri menurun kembali seperti sebelum perangsangan, dan penis kembali ke keadaan flaksid. Gambar 2. Pada kondisi flaksid, arteri, arteriola, dan sinusoid berkontraksi. Pleksus vena intersinusoidal dan subtunical terbuka lebar, dengan aliran bebas untuk vena emisari. B, Dalam keadaan ereksi, otototot dinding sinusoidal dan arteriol bereleksasi, sehingga aliran maksimal ke ruang sinusoidal. 3 Pembuluh darah, otot polos intrinsik penis, dan otot rangka di sekitar penis dikendalikan oleh saraf yang berasal dari tiga sistem saraf perifer yang berbeda, yaitu sistem saraf simpatik torakolumbal, sistem saraf parasimpatik lumbosakral, dan sistem saraf somatik lumbosakral. Secara molekular, mekanisme relaksasi otot polos dapat dilihat pada gambar 3 dibawah.

5 Gambar 3. Mekanisme kerja parasimpatik dan simpatik dalam fase ereksi

6 Neuroanatomi dan Neurofisiologi ereksi 3,7 Gambar 4. Neuroanartomi Penis. 3 a. Kontrol Perifer Pembuluh darah, otot polos intrinsik dari penis, dan otot lurik sekitarnya dikendalikan oleh saraf yang berasal dari tiga bagian yang berbeda dari sistem saraf perifer yaitu simpatik torakolumbalis, parasimpatis lumbosakral, dan somatik lumbosakral. Ereksi yang normal membutuhkan partisipasi dari semua sistem ini. i. Jalur Parasimpatik Masukan preganglionik parasimpatik ke penis manusia berasal dari sakral medulla spinalis (S2-S4). Pada kebanyakan pria, S3 adalah sumber utama dari serat erectogenic, dengan suplai lebih kecil disediakan oleh baik S2 atau S4. Input parasimpatis memainkan peran penting pada prostat, vesikula seminalis, vasa deferentia, dan kelenjar bulbo-uretra. Serabut eferen parasimpatis merangsang sekresi pada pria dari kelenjar bulbo-uretra dan kelenjar Littre serta dari vesikula seminalis dan prostat. 5 ii. Jalur Simpatetik Proses ejakulasi melibatkan dua tahap yaitu emisi dan ejakulasi. Emisi terdiri dari pengendapan cairan dari kelenjar peri-uretra, vesikula seminalis, dan prostat serta sperma dari vas deferens ke dalam uretra posterior. Ini hasil dari kontraksi ritmis dari otot polos pada dinding organ tersebut. Akumulasi cairan ini mendahului ejakulasi dengan 1 sampai 2 detik dan memberikan sensasi ejakulasi tak terhindarkan. Emisi berada di bawah kendali simpatik dari saraf presakral dan hipogastrikus yang berasal dari tingkat T10-L2 medulla spinalis. Ejakulasi proyektil melibatkan penutupan terkontrol simpatik dari leher vesika urinaria, pembukaan

7 sfingter uretra eksternal, dan kontraksi dari otot bulbo-uretra untuk propulsi dari ejakulasi. Ini merupakan otot lurik yang dipersarafi oleh serabut somatik dari saraf pudenda. Orgasme dapat terjadi walaupun terjadi kerusakan pada ganglia simpatik. 5 iii. Jalur Somatik Sensasi penis adalah unik dibandingkan daerah kulit lainnya. Sekitar 80 sampai 90% dari terminal aferen di glans penis adalah ujung saraf bebas, dengan kebanyakannya serat C atau A-δ. Serat sensorik ini keluar dari segmen S2-S4 medulla spinalis dan perjalanan melalui saraf dorsal penis, yang bergabung dengan nervus pudenda. Input aferen yang disampaikan dari kulit penis, preputium, dan kelenjar melalui saraf dorsal adalah mekanisme yang bertanggung jawab atas inisiasi dan pemeliharaan ereksi reflexogenik.aktivasi dari neuron sensorik mengirimkan pesan rasa sakit, suhu, dan sentuhan melalui jalur spinotalamikus dan spinoreticular ke talamus dan korteks sensorik untuk persepsi sensorik. 5 b. Kontrol Sentral i. Mekanisme Spinal Baik dalam individu normal dan pada pasien dengan cedera tulang belakang di atas segmen sakral, stimulasi reseptor aferen di penis menimbulkan ereksi, dan oleh karena itu umum diterima bahwa tanggapan ini dimediasi oleh jalur refleks sacral spinalis ii. Mekanisme Serebral Jalur sentral dan mekanisme yang terlibat dalam ereksi sangat kompleks dan masih hanya sedikit penjelasan. Ereksi penis dirangsang dengan listrik dengan sistematis dipelajari oleh MacLean dan rekan kerja, dan mereka menemukan bahwa lokus untuk ereksi melibatkan tiga bagian subdivisi corticosubcortical dari sistem limbik: 1) distribusi anatomi terkenal dari proyeksi hippocampal ke bagian septum, anterior dan midline talamus, dan hipotalamus, 2) bagian dari sistem anatomi yang terdiri dari badan mamiliari, saluran mimikotalamic inti thalamic anterior, dan cingulate gyrus, dan 3) rektus gym, bagian medial inti thalamic medial punggung, dan wilayah mereka dikenal koneksi dan proyeksi.

8 Gambar 5. Pusat di otak yang terlibat dengan stimulasi seksual. 3 c. Neurotransmitter Serabut saraf adrenergik α-dan reseptor telah terbukti dalam trabekula kavernosa dan di sekitar arteri kavernosa, dan norepinephrine secara umum telah diterima sebagai neurotransmitter utama untuk mengontrol keadaan flaksid penis dan detumesens. Endotelin, suatu vasokonstriktor kuat yang dihasilkan oleh sel-sel endotel, juga telah diusulkan untuk menjadi mediator untuk detumesens. Prostanoids konstriktor, termasuk prostaglandin I 2 (PGI 2 ), PGF 2 α, dan thromboxane A 2 (TXA 2 ), disintesis oleh jaringan kavernosa manusia. Penelitian secara in vitro telah menunjukkan bahwa prostanoids adalah ikut bertanggung jawab atas tonus dan aktivitas spontan otot trabekula terisolasi. Sistem renin-angiotensin juga mungkin memainkan peran penting dalam pemeliharaan otot polos penis. Angiotensin II telah terdeteksi pada sel endotel dan otot polos corpus cavernosum manusia dan membangkitkan kontraksi corpus cavernosum manusia secara in vitro. Di sisi lain, detumesens setelah ereksi mungkin akibat dari penghentian rilis NO, pemecahan monofosfat guanosin siklik (cgmp) oleh phosphodiesterases, atau pelepasan simpatik saat ejakulasi. 3,7 Kebanyakan peneliti sekarang setuju bahwa NO dilepaskan dari nonadrenergic, neurotransmisi noncholinergic dan dari endotelium merupakan neurotransmiter utama mediasi ereksi penis. NO, meningkatkan produksi cgmp, yang pada gilirannya melemaskan otot polos kavernosa. 3,7 Berbagai neurotransmiter (dopamin, norepinefrin, 5-hydroxytestosterone [5-HT], dan oksitosin) dan neural hormon (oksitosin, prolaktin) telah terlibat dalam pengaturan fungsi seksual. Ada pendapat mengatakan bahwa reseptor dopaminergik dan adrenergik dapat meningkatkan fungsi seksual dan reseptor 5-HT menghambat itu 3,7 d. Mekanisme molekular kontraksi dan relaksasi otot polos

9 Gambar 6. mekanisme Molekuler kontraksi otot halus penis. Norepinefrin dari ujung saraf simpatik dan endothelins dan prostaglandin F2α dari endothelium mengaktifkan reseptor pada sel otot polos untuk memulai kaskade reaksi yang akhirnya menghasilkan elevasi konsentrasi kalsium intraseluler dan kontraksi otot polos. Protein kinase C adalah komponen peraturan dari fase Ca2 +-independen, melanjutkan kontraktil agonis-induced respon. 3 Gambar 7. Molekular mekanisme relaksasi otot halus penis.

10 Second messenger intraselular memediasi relaksasi otot polos, adenosin monofosfat siklik (camp) dan monofosfat siklik guanosin (cgmp), aktifkan kinase protein spesifik mereka, yang memfosforilasi protein tertentu menyebabkan pembukaan saluran kalium, menutup saluran kalsium, dan penyerapan kalsium intraseluler dengan retikulum endoplasma. Kejatuhan yang dihasilkan pada kalsium intraseluler menyebabkan relaksasi otot halus. Sildenafil menghambat aksi phosphodiesterase 5 (PDE 5) dan dengan demikian meningkatkan konsentrasi intraselular cgmp. Papaverine adalah inhibitor phosphodiesterase spesifik. enos, nitrat oksida sintase endotel; GTP, guanosin trifosfat. 6 Disfungsi Ereksi (DE) Disfungsi ereksi atau kesulitan ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus menerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Disfungsi Ereksi beragam sekali. Oleh karena itu, bebrapa organisasi telah mencoba untuk mengklasifikasi disfungsi ereksi berdasarkan penyebabnya. Rekomendasi dari International Society of Impotence Research ditampilkan pada diagram dan table dibawah: Gambar 8. Sebuah klasifikasi fungsional dari impotensi. Perhatikan bahwa tidak mungkin untuk impotensi individu diperoleh hanya dari satu sumber. Sebagian besar kasus memiliki efek psikologis dari berbagai tingkatan, dan penyakit sistemik serta efek farmakologis dapat memperngaruhi juga. (Dimodifikasi dari Carrier S, Brock G, Kour NW, TF Lue: Patofisiologi disfungsi ereksi Urologi 1993; 42: , dengan izin dari Medica Exerpta, Inc.) 3

11 Tabel 1. Klasifikasi menurut International Society of Impotence Research 3 Fazio dan Brock (sebagaimana dikutip oleh Wibowo, 2007) mengklasifikasikan penyebab disfungsi ereksi sebagai berikut: Faktor penyebab dan contohnya : 1. Ketuaan 2. Gangguan psikologis, misalnya depresi, ansietas 3. Gangguan neurologis, misalnya: penyakit serebral, trauma spinal, penyakit medulla spinalis neuropati, trauma nervus pudendosus 4. Penyakit hormonal (libido menurun), misalnya: hipogonadism, hiperprolaktinemia, hiper atau hipotiroidisme, sindrom Cushing, penyakit addison. 5. Penyakit vaskuler, misalnya: aterosklerosis, penyakit jantung iskemik, penyakit vaskuler perifer, inkompetensi vena, penyakit kavernosus. 6. Obat obatan, misalnya: antihipertensi, antidepresan, esterogen, antiandrogen, digoksin. 7. Kebiasaan, contohnya: pemakai marijuana, alkohol, narkotik, merokok. 8. Penyakit penyakit lain, contohnya: diabetes melitus, gagal ginjal, hiperlipidemi, hipertensi, penyakit paru obstruksi kronis. Faktor risiko disfungsi ereksi adalah sindrom metabolisme, gejala saluran kemih bagian bawah akibat BPH (Benign Prostat Hiperplasia), penyakit kardiovaskular, merokok,

12 kondisi sistem saraf pusat, trauma spinalis, depresi, stress, gangguan endokrin, dan diabetes. Untuk lebih jelas lihat Tabel 2 di bawah. Tabel 2. Faktor risiko disfungsi ereksi Klasifikasi disfungsi ereksi Pembagian disfungsi ereksi dikelompokkan menjadi lima kategori penyebab yaitu: a. Psikogenik Disfungsi ereksi yang disebabkan faktor psikogenik biasanya episodik, terjadi secara mendadak yang didahului oleh periode stress berat, cemas, depresi. Disfungsi ereksi dengan penyebab psikologis dapat dikenali dengan mencermati tanda klinisnya yaitu: usia muda dengan awitan mendadak, awitan berkaitan dengan kejadian emosi spesifik, disfungsi pada keadaan tertentu sementara dalam keadaan lain normal, ereksi malam hari tetap ada, riwayat terdahulu adanya disfungsi ereksi yang dapat membaik secara spontan, terdapat stress dalam kehidupannya, status mental terkait kelainan depresi, psikosis, atau cemas. b. Organik

13 Disfungsi ereksi yang disebabkan organik dibagi menjadi dua yaitu: neurogenik dan vaskuler. Disfungsi ereksi akibat neurogenik ditandai dengan gambaran klinis seperti riwayat cedera atau operasi sumsum tulang atau panggul, mengidap penyakit kronis (DM, alkoholisme), pemeriksaan neurologik abnormal daerah genital/ perineum. Disfungsi ereksi akibat vaskuler dapat dibagi dua yaitu kelainan pada arteri dan vena. Kelainan pada arteri memiliki tampilan klinis seperti minat terhadap seks tetap ada, pada semua kondisi terjadi penurunan fungsi seks, secara bertahap terjadi disfungsi ereksi sesuai bertambahnya umur. Kelainan pada memiliki tampilan klinis seperti tidak mampu mempertahankan ereksi yang sudah terjadi, riwayat priapism, dan kelainan lokal penis. c. Hormonal Disfungsi ereksi yang disebabkan karena hormonal mempunyai gambaran klinis yaitu hilangnya minat pada aktifitas seksual, testis atrofi dan mengecil, dan kadar testosteron rendah prolaktin naik. d. Farmakologis Hampir semua obat hipertensi dapat menyebabkan disfungsi ereksi yang bekerja di sentral, misalnya metildopa, klonidin, dan reserpin. Pengaruh utama kemungkinan melalui depresi sistem saraf pusat. e. Traumatik paska operasi Patologi penis atau proses penyakit pada panggul dapat merusak jalur serabut saraf otonom untuk ereksi penis, reseksi abdominal perineal, sistektomi radikal, prostatektomi radikal, uretroplasti membranesea, dll. Patofisiologi Sebelumnya, impotensi psikogenik diyakini paling umum, diperkirakan mempengaruhi 90% pria impoten. Keyakinan ini telah memberikan kesadaran bahwa ED adalah kondisi yang biasanya campuran yang mungkin didominasi fungsional atau fisik. Perilaku seksual dan ereksi penis dikendalikan oleh hipotalamus, sistem limbik, dan korteks serebral. Oleh karena itu, stimulasi atau inhibisi pesan dapat disampaikan ke pusat-pusat ereksi spinal untuk memfasilitasi atau menghambat ereksi. Dua mekanisme yang mungkin telah diajukan untuk menjelaskan penghambatan ereksi pada disfungsi psikogenik: inhibisi langsung yang berlebihan dari pusat ereksi spinal oleh otak dari penghambatan suprasacral dan outflow simpatis berlebihan atau peningkatan kadar katekolamin perifer, yang dapat meningkatkan tonus otot polos penis untuk mencegah relaksasi yang diperlukan nya. 6

14 Diperkirakan bahwa 10% sampai 19% dari ED adalah neurogenik. Jika salah satu penyebab termasuk iatrogenik dan ED campuran, prevalensi tersebut mungkin jauh lebih tinggi. Kehadiran gangguan neurologis atau neuropati tidak menyingkirkan penyebab lain, dan mengkonfirmasikan bahwa ED adalah neurogenik dapat menantang. Karena ereksi adalah peristiwa neurovaskular, setiap penyakit atau disfungsi yang mempengaruhi otak, tulang belakang, dan atau saraf kavernosa dan pudenda dapat menimbulkan disfungsi. Pada pria dengan cedera tulang belakang, sifat, lokasi, dan luas sangat menentukan fungsi ereksi. Selain ED, mereka mungkin memiliki gangguan ejakulasi dan orgasme. Ereksi reflexogenik dipertahankan dalam 95% pasien dengan lesi UMN tetapi hanya sekitar 25% dari mereka dengan lesi LMN. Neuron parasimpatis sakral yang penting dalam pelestarian ereksi reflexogenik, meskipun jalur torakolumbalis dapat mengkompensasi hilangnya sakral melalui koneksi sinaptik. 6 Hipogonadisme merupakan temuan yang tidak jarang pada populasi impoten. Androgen mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan saluran reproduksi pria dan karakteristik seks sekunder; pengaruhnya terhadap libido dan perilaku seksual sudah mapan. Dalam review artikel yang dipublikasikan , Mulligan dan Schmitt, (1993) menyimpulkan bahwa testosteron (1) meningkatkan minat seksual, (2) meningkatkan frekuensi tindakan seksual, dan (3) meningkatkan frekuensi ereksi nokturnal tetapi memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada ereksi yang diinduksi fantasi atau terangsang secara visual. Testosteron dan DHT bertanggung jawab untuk dorongan panggul pria dan estrogen atau testosteron selama penetrasi panggul perempuan selama kopulasi. Hiperprolaktinemia, baik dari adenoma hipofisis atau obat, mengakibatkan disfungsi kedua reproduksi dan seksual. Gejala mungkin termasuk kehilangan libido, disfungsi ereksi, galaktorea, ginekomastia, dan infertilitas. Diabetes mellitus, meskipun gangguan endokrinologik paling umum, menyebabkan DE melalui vaskuler, komplikasi neurologis, endotel, dan psikogenik bukan melalui kekurangan hormon sematadua pertiga kasus DE adalah organik dan kondisi komorbid sebaiknya dievaluasi secara aktif. Penyakit vaskular dan jantung (terutama yang berhubungan dengan hiperlipidemia, diabetes, dan hipertensi) berkaitan erat dengan disfungsi ereksi. Kombinasi kandisi-kondisi ini dan penuaan meningkatkan resiko DE pada usia lanjut. Permasalahan hormonal dan metabolik lainnya, termasuk hipogonadisme primer dan sekunder, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis, dan gagal hati juga berdampak buruk pada DE (Vary, 2007). 6 Penyalahgunaan zat seperti intake alkohol atau penggunaan obat-obatan secara berlebihan merupakan kontributor utama pada DE. Merokok merupakan salah satu penyebab

15 arterio oklusive disease. Psikogenik disorder termasuk depresi, disforia dan kondisi kecemasan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian disfungsi seksual multipel termasuk kesulitan ereksi. Cedera tulang belakang, tindakan bedah pelvis dan prostat dan trauma pelvis merupakan penyebab DE yang kurang umum. DE iatrogenik dapat disebabkan oleh gangguan saraf pelvis atau pembedahan prostat, kekurangan glisemik, tekanan darah, kontrol lipid dan banyak medikasi yang umum, digunakan dalam pelayanan primer. Obat anti hipertensi khususnya diuretik dan central acting agents dapat menyebabkan DE. Begitu pula digoksin psikofarmakologic agents termasuk beberapa antidepresan dan anti testosteron hormon. Kadar testosteron memang sedikit menurun dengan bertambahnya usia namun yang berkaitan dengan DE adalah minoritas pria yang benar-benar hipogonadisme yang memiliki kadar testosteron yang rendah. Berbagai aspek neurotransmisi, propagasi impuls, dan transduksi intraseluler sinyal pada otot polos penis tetap harus dijelaskan. Namun demikian, informasi tentang mekanisme yang terlibat dalam ereksi dengan cepat meningkat dan rincian mengenai jalur baru terusmenerus ditambahkan. Renin-angiotensin system (RAS), TNF-α, MAP Kinase dan arginase II adalah beberapa wawasan baru di bidang ini. 1. System rennin angiotensin Dalam dekade terakhir, sistem renin - angiotesin ( RAS ) terlibat dalam regulasi ED. Ada bukti bahwa RAS lokal ada dalam CC (Corpus Cavernosus) dan bahwa beberapa peptida aktif, terutama angiotensin II ( Ang II ), mungkin terlibat dalam mekanisme ereksi. Ang II adalah efektor utama RAS yang mengatur fungsi fisiologis penting. Ide konvensional RAS sebagai sistem sistemik telah diperpanjang baru-baru ini. Banyak organ dan jaringan memiliki komponen RAS, bekerja dengan cara parakrin. Tissue RAS mensintesis Ang II lokal dan dimodulasi secara independen dari sistemik RAS. Telah menunjukkan bahwa Ang II mengaktifkan jalur RhoA / Rho - kinase melalui reseptor AT1, yang dominan dinyatakan dalam otot polos dan sel endotel dari dinding pembuluh darah, yang menyebabkan penghambatan myosin rantai ringan phosphatase ( MLCP ). Fungsi lain yang signifikan dari AT1 adalah untuk mengaktifkan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate ( NADPH ) oksidase, peningkatan produksi Reactive Oxygen Species ( ROS ). ROS cepat bereaksi dengan NO, mengurangi bioavailabilitas, dan juga merangsang aktivitas RhoA / Rho kinase.

16 Selain itu, kedua Ang II dan AT1 terdeteksi pada endotel dan sel otot polos dari CC, dan membandingkan berbagai tahap keadaan normal penis, tumescence, kekakuan, dan detumescence, tingkat Ang II secara signifikan lebih tinggi selama detumescence. CC manusia memproduksi dan mengeluarkan jumlah fisiologis Ang II, sebanyak 200 kali lipat lebih besar dari yang di plasma. Selain itu, dalam percobaan in vivo menunjukkan bahwa injeksi Ang II ke CC menghentikan ereksi spontan diamati dalampercobaan anjing yang dibius. Infus kronis eksogen Ang II selama 4 minggu dapat menyebabkan DE pada tikus Sprague Dawley. Tampaknya RAS sangat penting dalam mekanisme DE. Memperkuat asosiasi RAS dan DE, agiotensin - converting enzyme ( ACE ) telah ditemukan dalam sel-sel endotel di CC anjing. Hasil dari CC manusia otot polos menunjukkan bahwa Ang II dan NO berinteraksi untuk memodulasi fungsi penis, karena antagonis AT1 dipotensiasi sodium nitroprusside ( donor NO ) dan stimulasi medan listrik CC dimediasi relaksasi. Selain itu, penulis menyarankan bahwa respon Ang II melibatkan produksi superoksida dan pengembangan stres oksidatif 52. Secara keseluruhan, bukti dari banyak studi menunjukkan bahwa fungsi utama dari sistem RAS adalah kontraksi yang dimediasi Ang II, memberikan kontribusi untuk pemeliharaan penis dalam keadaan lembek. Namun, sistem RAS terdiri dari dua lengan utama : vasokonstriktor / arm proliferatif di mana mediator utama adalah Ang II yang bekerja pada reseptor At1, dan avasodilator / arm antiproliferatif di mana efektor utama adalah Ang - ( 1-7 ) bertindak melalui G protein -coupled receptors Mas. Reseptor ini telah diamati pada tikus CC, dan telah menunjukkan bahwa Ang - ( 1-7 ) bertindak sebagai mediator ereksi penis oleh aktivasi Mas dan pelepasan NO. 2. TNF α Peran tumor necrosis factor - alpha (TNF-α) pada DE telah dibahas. Ini adalah sitokin pro - inflamasi ya awalnya didefinisikan oleh aktivitas antitumoral dan terlibat dalam banyak penyakit kardiovaskular (CVD), termasuk gagal jantung dan atherosclerosis. Pada penyakit ini, tingkat TNF-α di plasma meningkat secara signifikan dan endotelium vaskular adalah target utama untuk tindakan TNF-α. Dalam administrasi vivo sitokin ini menyebabkan penurunan relaksasi endoteliumdependen dalam berbagai pembuluh darah dan mengurangi pelepasan NO.

17 Disfungsi endotel merupakan peristiwa penting dalam patofisiologi DE dan, yang penting, disfungsi endotel terjadi karena adanya peningkatan stres oksidatif dan inflamasi. Sebuah proses inflamasi tingkat rendah dikaitkan dengan beberapa CVD, dan dengan demikian, tingkat sitokin, termasuk TNF-α yang meningkat sebagai respons terhadap peradangan dan berkontribusi pada perubahan reaktivitas vaskular diamati pada kondisi-kondisi ini. TNF-α telah digambarkan sebagai kontributor penting untuk banyak gangguan kardiovaskular. Pasien dengan DE terjadi karena peningkatan kadar ekspresi dan plasma marker inflamasi dan mediator antara lain TNF-α, yang juga diamati pada pasien dengan hipertensi. Sebuah dasar ilmu pengetahuan dan basis data klinis yang muncul memberikan argumen yang kuat untuk endotel dan disfungsi otot polos sebagai faktor etiologi utama dalam penyakit pembuluh darah sistemik dan perifer, seperti DE. DE dapat menjadi tanda awal CVD. Setelah CDV muncul tepat setelah DE dan setelah tingkat TNF-α mulai meningkat. TNF - α telah dikaitkan dengan Rho - kinase signaling dalam sel endotel. Sitokin ini tidak hanya menginduksi transkripsi gen inflamasi, tetapi juga aktivasi RhoA dan Rho - kinase. Selain itu, TNF-α menyebabkan peningkatan sensitivitas Ca +2 melalui aktivasi jalur RhoA / ROCK. Baru-baru ini menunjukkan bahwa TNF - α turut mengatur ekspresi nnos dalam jaringan penis. Dalam studi lain, menunjukkan bahwa TNF- α pada tikus menampilkan penurunan relaksasi NANC - dependent dan peningkatan konsentrasi simpatis, yang akan berkontribusi pada detumecesce penis. Respon adrenergik langsung ditingkatkan juga diamati dalam CC jaringan dari hewan-hewan ini, dan disarankan bahwa downregulation dari enos dan nnos mungkin mekanisme yang mendasari modifikasi fungsional dalam strip CC dari tikus tersebut. Endotelin-1 tidak hanya menginduksi vasokonstriksi, tetapi juga merangsang ekspresi molekul adhesi dan mengaktifkan faktor transkripsi yang bertanggung jawab untuk peningkatan terkoordinasi dalam ekspresi banyak sitokin dan enzim, yang pada gilirannya dapat menyebabkan produksi mediator inflamasi. Selain itu, sistem RAS dan Ang II, menyebabkan cedera pembuluh darah melalui berbagai mekanisme, termasuk vasokonstriksi, stres oksidatif dan peradangan. Kedua peptida telah terbukti meningkatkan tingkat TNF-α dan sitokin pro - inflamasi ini juga positif mengatur pelepasan peptide vasoaktif. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memperjelas peran TNF -

18 α di DE dan mekanisme dalam disfungsi CC. Titik positif adalah bahwa sekarang kita memiliki akses untuk menargetkan terapi anti - TNF - α. 3. Arginase Keterlibatan arginase di DE telah terbukti dalam beberapa tahun terakhir. Arginase mengkatalisis konversi L -arginin untuk ornithine ditambah urea. Arginase ada dalam dua isoform, tipe hepatic atau arginase I dan tipe ekstrahepatik atau arginase II. Kedua isoform disajikan dalam jaringan CC manusia, tetapi tampaknya arginase II adalah isoform dominan yang terlibat dalam DE terutama ketika kondisi ini dikaitkan dengan usia dan diabetes. Pada sel mamalia, L-arginin digunakan sebagai substrat oleh NOS dan arginase. NO berasal dari L-arginine oleh nitric oxide synthase (NOS) dan endotel NOS (enos) dan nervousnos ( nnos ) yang berfungsi sebagai sumber untuk menghasilkan tingkat penting dari NO. produksi NO tergantung pada aktivitas NOS dan ekspresi protein. Di sisi lain, produksi NO benar-benar tergantung pada ketersediaan L-arginine terhadap NOS, karena jumlah NOS L - arginine sebagai substrat umum dengan arginase. Mengingat hal ini, kaabolisme L-arginine melalui jalur arginase dapat bertindak sebagai sistem kontrol negatif endogen untuk mengatur keseluruhan produksi NO. Mekanisme DE melibatkan stres oksidatif dan peradangan pembuluh darah, yang keduanya telah dikaitkan dengan peningkatan aktivitas arginase dan ekspresi dalam pembuluh dara. Baru-baru ini, telah menunjukkan bahwa diabetes yang diinduksi DE melibatkan aktivitas arginase tinggi. Selain itu, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aktivitas arginase di CC meningkat dengan hiperglikemia dan penuaan. DE terkait penuaan melibatkan kelainan pada berbagai tingkat dari sinyal NO / cgmp di penis. Ini termasuk berurangnya serabut saraf NANC di CC, penurunan aktivitas NOS konstitutif, gangguan relaksasi otot polos endotelium-dependen dan berkurangnya bioavailabilitas NO. Telah diamati adanya suplementasi L- arginine lewat makanan serta infus akut hasil L - arginine untuk meningkatkan pelepasan NO dan meningkatkan vasodilatasi endotelium-dependen di penis. Dasar dimana suplementasi L-arginin dapat meningkatkan fungsi endotel dan pelepasan NO masih dipertanyakan. Studi telah menunjukkan bahwa ekspresi enos diregulasi pada usia lanjut usia lanjut di penis dan pembuluh darah perifer. Namun, aktivitas enos berkurang sedemikian rupa sehingga, untuk setiap konsentrasi yang diberikan L-arginin, produksi vaskular NO berkurang.

19 Saat ini, telah ada bukti peran biologis arginase dalam mengatur fungsi ereksi di tempat tidur. Telah diketahui bahwa sel-sel endotel penis dari tikus usia tua diekspresikan arginase, sebagai hasilnya, terjadi penurunan aktivitas enos dan gangguan fungsi pembuluh darah. Selain itu, penghambatan arginase melalui adeno terkait virus ( AVV ) transfer gen anti-arginase dalam jaringan ini meningkatkan aktivitas enos penis dan tingkat cgmp, sehingga memulihkan endotel dan memperbaiki fungsi ereksi, Arginase mungkin merupakan target terapi molekuler baru untuk pengobatan DE vaskulogenik pada usia lanjut. Mengenai DE terkait Diabetes, terjadi penurunan nitrergic dan endotel tergantung relaksasi otot polos, serta aktivasi arginase dan berkurangnya produksi NO. Selain itu, telah didokumentasikan dengan baik bahwa faktor penyebab utama yang berkontribusi terhadap disfungsi ereksi pada pasien diabetes adalah pengurangan jumlah sintesis NO di CC. Arginase telah terlibat dalam gangguan seksual tidak hanya pada pria, tetapi juga pada wanita. Namun, penggunaan inhibitor arginase in vitro dan in vivo meningkatkan pembengkakan di alat kelamin pria dan wanita. Tidak ada keraguan bahwa arginase terlibat dalam E. Namun, pemahaman yang lebih lengkap tentang mekanisme yang tepat yang menyebabkan gangguan ereksi dinamis dengan arginase diperlukan, serta perlu penelitian lebih lanjut. 4. MAP-Kinase Mitogen-activated protein kinase (MAPK) adalah kelompok serin / treonin kinase protein yang memainkan peran penting dalam proses seluler, seperti proliferasi, apoptosis karena respon stres dan pertahanan kekebalan tubuh. Extracellular-signal-regulated kinase 1/2 ( ERK1/2 ), p38 MAPK dan JUN N- terminal kinase ( JNK ) adalah tiga jalur MAPK paling didefinisikan. Belum lama ini, bukti keterlibatan ERK1 / 2 dan p38 MAPK dalam DE dimulai. Tampaknya MAPK ini secara tidak langsung terkait dengan regulasi NOS, yang mempengaruhi availabilitas NO. Telah diamati bahwa ERK memainkan peran kunci dalam regulasi enos. Selain itu, fosforilasi enos dikatalisis oleh ERK dapat menyebabkan penghambatan enzim, dan itu menunjukkan bahwa fosforilasi in vivo dari enos oleh ERK dikaitkan dengan penurunan aktivitas enzim. ERK menghambat enos dengan phosphorylating enzim dalam sel endotel 92. ERK telah terlibat dalam berbagai kondisi patologis, salah satu mekanisme utama yang terlibat dalam regulasi proses inflamasi adalah aktivasi ERK. Mengenai jaringan

20 kavernosus, pengaruh penghambatan pada aktivitas enos oleh ERK telah dijelaskan pada manusia. Studi pertama yang menunjukkan hubungan antara ERK1 / 2 dan CC yang diterbitkan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kinase ini hadir dan aktif dalam CC manusia. Juga, mereka menemukan bahwa ekspresi endotel ERK lebih jelas daripada ekspresi otot, dan jaringan dari pasien dengan DE menunjukkan ekspresi yang lebih tinggi dari ERK aktif. ERK dapat dipicu oleh tekanan seluler seperti stres oksidatif dan hiperglikemia, yang memainkan peran penting dalam pengembangan komplikasi diabetes, penyakit yang berhubungan dengan DE. Baru-baru ini, itu menunjukkan bahwa penghambatan ERK menurunkan aktivitas arginase dan meningkatkan relaksas CC relaksasi dalam tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin ( STZ ) (Nunes, 2011). Hiperglikemia pada tikus diabetes diinduksi STZ merangsang induksi akumulasi adipogenic lipid dan melibatkan jalur ERK. Neuropati merupakan komplikasi umum dari diabetes jangka panjang. Oleh karena itu, studi terbaru menunjukkan bahwa diabetes meningatkan ekspresi ERK dan aktivitas arginase diaktifkan pada CC dan efek ini diblokir oleh pengobatan akut dengan PD98059 (inhibitor ERK ). Juga, gangguan relaksasi kavernosus dari tikus diabetes diinduksi STZ telah dilemahkan oleh pengobatan dengan inhibitor ERK, diamati pada nitrergic dan melalui respon relaksasi endotelium-dependen. Para penulis menyarankan bahwa penghambatan ERK mencegah elevasi aktivitas arginase penis dan melindungi terhadap DE yang disebabkan oleh diabetes. Namun, mekanisme yang melibatkan ERK dan arginase di DE tidak jelas dan perlu dipahami lebih lanjut Ada beberapa studi yang menghubungkan ERK dan P38 MAPK dengan DE. RhoA / Rho - kinase telah diindikasikan sebagai regulator terhadap MAPK p38. Peningkatan MAPK p38 dalam menanggapi rangsangan stres, termasuk hiperglikemia, memberikan kontribusi untuk neuropati diabetes somatik. Studi pertama yang menghubungkan DE dan p38 menunjukkan bahwa penghambatan MAPK p38 memperbaiki fungsi neurovaskular nitrergic di tikus yang diinduksi diabetes.telah dijelaskan bahwa Ang II nyata mengaktifkan MAPK p38 dan penghambatan MAPK p58 dapat melemahkan kerusakan organ dan meningkatkan fungsi pembuluh darah pada penyakit kardiovaskular. Baru-baru ini, itu menunjukkan bahwa p38 MAPK meningkatkan aktivitas arginase dan berkontribusi terhadap disfungsi endotel dalam CC. Studi ini menunjukkan bahwa

21 pengobatan akut dengan p38 inhibitor mencegah aktivitas arginase meningkat dan ekspresi tingkat MAAPK p38 terfosforilasi di CC dari tikus yang diobati dengan Ang II. Penurunan enos fosforilasi di Ser-1177 akibat pengobatan Ang II dicegah. Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memperjelas peran yang tepat dari MAPK ini di DE, wawasan baru menunjuk jalur ini sebagai target terapi baru yang layak dipertimbangkan untuk uji klinis. Gambar 9. Jalur-jalur yang terlibat pada DE. Diilustrasikan pengaruh renin -angiotensin system (RAS), TNF-α, ERK dan MAPK MAPK p38, dan Arginase II di DE. RAS Tissue mensintesis Ang II lokal, yang bertindak melalui dua reseptor yang berbeda :AT-1, yang menyebabkan aktivasi RHO-kinase dan akibatnya inhibisi MLPC, berkontribusi terhadap penis lembek, atau Ang Mass G-protein coupled receptor membangkitkan NO melepaskan dan memfasilitasi relaksasi CC. Selain itu, Ang II dapat mengaktifkan p38, yang terlibat dalam regulasi NOS. TNF-α mempromosikan downregulation dari enos dan nnos, berkontribusi terhadap DE. Selain itu, TNF-α dapat menyebabkan peningkatan sensitivitas Ca +2, melalui aktivasi jalur RhoA / ROCK Di penis.sejak arginase dan enos dengan L-arginine sebagai substrat umum, peningkatan aktivitas arginase dapat membatasi ketersediaan NO, membuat fungsi ereksi menjadi sulit. ERK dan p38 secara tidak langsung terkait dengan regulasi NOS, yang mempengaruhi availabilitas NO. Inhibitor untuk ERK dan p38 pada jaringan CC mengakibatkan penurunan

22 aktivitas arginase, menunjukkan hubungan antara kinase ini dan arginase. Namun, mekanisme ini di DE masih perlu diklarifikasi. DEPRESI Prevalensi depresi di Indonesia cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence bisa mencapai 2x lipatnya. Data Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa pada tahun 2020, depresi akan menjadi beban global penyakit ke-2 di dunia setelah penyakit jantung iskemik. Menurut hasil survei di 14 negara tahun 1990 menunjukkan depresi merupakan masalah kesehatan dengan urutan ke-4 terbesar di dunia yang mengakibatkan beban sosial di masyarakat. 28 Depresi adalah gangguan mood yang ditandai dengan munculnya afek depresi, berkurangnya energi, dan hilangnya minat serta kemampuan untuk merasakan kegembiraan. Untuk menegakkan diagnosis depresi diperlukan waktu sekurang-kurangnya 2 minggu, meskipun periode waktu yang lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Terdapat banyak gejala yang mungkin dialami seseorang. Depresi mempengaruhi kesehatan fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Beberapa gejala depresi antara lain: 1. Tubuh penyakit atau rasa sakit yang tidak jelas energi yang menurun / kelelahan meningkat atau menurunnya kebiasaan makan pola tidur yang buruk disfungsi ereksi 2. Perasaan rasa tidak berdaya mudah marah kesedihan yang berlarut-larut rasa hampa menurunnya libido 3. Perilaku menarik diri dari aktivitas sosial menurunnya kemampuan untuk memberi / menerima cinta dan kasih sayang mengabaikan / melukai diri sendiri sering menangis tidak jelas

23 4. Pikiran menurunnya dorongan dan kegiatan seks konsentrasi/ ingatan yang buruk mengucapkan hal negatif pada diri sendiri pesimisme (semuanya suram) melukai diri sendiri / pikiran atau tindakan untuk bunuh diri rasa percaya diri yang rendah Penyebab Depresi Penyebab timbulnya depresi belum diketahui secara pasti. Berbagai teori baru tentang biomolekuler depresi pun telah berkembang. Meskipun demikian telah diketahui bahwa satu atau beberapa faktor mungkin terlibat dalam menyebabkan masalah tersebut. Faktor-faktor berikut ini bisa meningkatkan kemungkinan mengalami depresi: 1. Faktor Lingkungan Masalah di tempat kerja atau di rumah dapat menyebabkan periode konflik, stress dan/atau ketegangan yang panjang dan/atau berat. Kehilangan, atau perpisahan dengan, seorang kekasih. 2. Tipe Kepribadian Orang yang sering mengkritik diri sendiri, suka ngotot atau sangat pasif dan bergantung agak rentan terhadap depresi. Sejumlah orang cenderung pesimis dan fokus pada masalah daripada mencari solusi. Mungkin terdapat cara pikir yang salah dengan pikiran terpusat seperti: "Keadaan tidak akan pernah berubah untukku", "Semuanya memburuk", "Ini semua salahku". 3. Faktor Biokimia Ketidakseimbangan hormon atau kimia di otak dapat mempengaruhi suasana hati dan dapat menyebabkan depresi. Penyakit, infeksi, alkohol atau obat-obatan lain juga dapat menyebabkan depresi. Biomolekuler Depresi Ilmu kedokteran telah berkembang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahun kedokteran telah yang didukung alat-alat yang semakin mutakhir telah mendorong teori kedokteran hingga menyentuh proses biomolekuler. Proses biomolekuler yang terjadi pada depresi secara umum melibatkan perubahan neurotransmitter, viskositas membrane sel, protein G, dan tubulin. 29 Depresi dapat menimbulkan gejala disfungsi ereksi dan berkurangnya libido. Berkurangnya libido dapat diakibatkan dari penyebab organik atau psikologik. Dari sisi

24 psikogenik, depresi bisa mempengaruhi neurotransmiter yang juga berpengaruh pada disfungsi ereksi. Neurotransmiter ini berpengaruh terhadap sinyal parasimpatetik gairah seksual (sexual arousal) dan sinyal parasimpatetik pada penis memulai perubahan intraseluler yang diperlukan untuk ereksi. Gambar 10. Mekanisme molekuler ereksi penis. Nitric oxide dilepaskan dari terminal nervus nonadrenergik/nonkolinergik dan sel endotel pada korpus kavernosum. cgmp = cyclic guanosine monophosphate; GTP = guanosine triphosphate; PDE-5 = phosphodiesterase type 5. Sel endotel dan nervus terminal melepaskan nitric oxide, yang pada gilirannya meningkatkan kadar cyclic guanosine monophosphate (cgmp). Kadar cgmp yang berlimpah menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan kavernosa, serta meningkatkan aliran darah penis. Ketika tekanan intrakavernosa meningkat, venula subtunika penis terkompresi, sehingga membatasi aliran balik vena dari penis. Kombinasi peningkatan aliran arteri dan penurunan aliran balik vena mengakibatkan ereksi. Proses ini dibalikkan oleh aktifitas type 5 cgmp phosphodiesterase (PDE), yang memecah cgmp, menyebabkan penghentian ereksi. Depresi dapat mempengaruhi neurotransmiter yang juga berpengaruh pada disfungsi ereksi. Neurotransmiter tersebut adalah : 1. Asetilkolin Asetilkolin meningkatkan aktivitas otak, memori dan terlibat dalam belajar dan mengingat. 2. Serotonin Serotonin membantu mengatur tidur, nafsu makan, dan mood serta menghambat rasa sakit. Penelitian mendukung gagasan bahwa beberapa orang depresi akan mengurangi transmisi serotonin. Rendahnya tingkat produk sampingan serotonin telah dikaitkan dengan rendahnya motivasi dan risiko lebih tinggi untuk bunuh diri.

25 3. Norepinefrin Norepinefrin menyempitkan pembuluh darah sehingga meningkatkan tekanan darah. Ini dapat memicu kecemasan dan terlibat dalam beberapa jenis depresi. Hal ini juga tampaknya membantu menentukan motivasi dan penghargaan. 4. Dopamin Dopamin adalah penting untuk dorongan. Hal ini juga mempengaruhi motivasi, libido, dan memainkan peran dalam bagaimana seseorang memandang realitas. Masalah dalam transmisi dopamin telah dikaitkan dengan psikosis, bentuk parah dari pemikiran menyimpang yang ditandai dengan halusinasi atau delusi. 5. Glutamat Glutamat adalah molekul kecil yang diyakini bertindak sebagai neurotransmitter rangsang dan untuk memainkan peran dalam gangguan bipolar dan skizofrenia. Lithium karbonat, penstabil suasana hati yang terkenal digunakan untuk mengobati gangguan bipolar, membantu mencegah kerusakan neuron dalam otak tikus yang terkena kadar tinggi glutamat. Penelitian hewan lain menunjukkan bahwa lithium mungkin menstabilkan glutamat reuptake, suatu mekanisme yang dapat menjelaskan bagaimana obat menghaluskan keluar tertinggi dari mania dan depresi terendah dalam jangka panjang. 6. Gamma-aminobutyric acid ( GABA ) GABA adalah asam amino yang dipercaya bertindak sebagai neurotransmitter penghambatan. Diperkirakan untuk membantu memadamkan kecemasan. Selain menimbulkan gangguan pada neurotransmitter, depresi juga menimbulkan gangguan pada tingkat biomolekuler sel. Adanya viskositas membran dapat memodifikasi status protein Gsα. Protein Gsα ini dihubungkan satu sama lain dengan tubulin. Tubulin, tergantung dari fase konsentrasi membran lipid lokal, dapat bertindak sebagai regulator hidrolisis phosphatidylinositol biophosphate (PIP2), seperti yang dilakukan protein G yang dapat dilihat pada gambar 11 berikut.

26 Gambar 11. Mekanisme modifikasi protein Gsα. Tubulin diketahui dapat membentuk afinitas dengan protein G tertentu yang dapat mengaktifkan protein Gα, yang selanjutnya dapat mengaktifkan protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC terdiri dari beberapa langkah, dimulai dari pengikatan ligan ekstraseluler yang mengaktivasi protein G di bagian sitosolik membran plasma. Protein G, menggunakan guanosine triphosphate (GTP) sebagai sumber energi, yang mengaktifkan PKC melalui PIP2 intermediate, kompleks diacylglycerol/inositol triphosphate (DAG/IP3) Gambar 12. Mekanisme modifikasi protein Gsα di dalam sel. Menurut donati et al.ada beberapa kemungkinan: posisi Gα (khususnya Gsα) dalam lipid raft microdomain. Lipid rafts merupakan bentuk khusus dalam membran plasma yang mampu mengubah komposisi lipid dan juga hubungan antar sitoskeleton (gambar 3). Ada beberapa mikrodomain lipid lokal yang mengapung dalam bilayer lipid mebran sel. Efek dari adanya lipid raft dalam proses signalling neurotransmiter juga terlibat dalam penyakit neurologi dan psikiatri.

27 Terjadinya perubahan sistem serotonergis dan mikrotubuler di hipokampus akibat stress yang tertahan menyebabkan kelainan struktur dan biokimia di area tersebut. Semakin meningkat viskositas lipid membran, ikatan spesifik dengan serotonin meningkat dengan stabil. Transduksi sinyal, baik melalui aktivasi adenil siklase oleh kompleks reseptor-ligan atau mikroagregasi kompleks reseptor-ligan, berkaitan dengan pergerakan lateral komponenkomponen membran yang ditentukan oleh fluiditas lipid. Adanya raft pada Gsα dalam jaringa perifer manusia (kemungkinan platelet) selanjutnya dapat bertindak sebagai biomarker depresi. Gambar 13. Lipid Raft Secara keseluruhan, gangguan neurotransmitter dan biomolekuler pada depresi dilihat dalam gambar berikut. Gambar 14. Bagan disfungsi ereksi.

28 MANAJEMEN DISFUNGSI EREKSI Dalam terapi Disfungsi Ereksi (DE), yang menjadi sasaran terapi adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan seksual. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menjaga ereksi. Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjaga ereksi. Berikut ini adalah alur penanganan penderita yang diduga menderita disfungsi ereksi: Gambar 15. Bagan penatalaksanaan disfungsi ereksi.

29 Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor risiko pada pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya DE. Hal ini terkait dengan beberapa penyebab DE yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui penyebab DE yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk DE dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat (nonfarmakologis pola hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum ereksi) dan terapi menggunakan obat (farmakologis). Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien DE adalah harus memperbaiki pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah raga, menu makanan sehat (asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E serta makanan berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam tubuh, mengurangi berat badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien DE tidak perlu menggunakan obat atau vakum ereksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen DE menyangkut terapi psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu : Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi (edukasi, medikamentosa oral / intrauretral, vacum constricsi device). Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar testoteron rendah, kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti Apabila penyebab disfungsi ereksi tersebut ialah faktor organik, dianjurkan lima langkah berikut sebelum dilakukan terapi khusus, yakni: 1) dipertimbangkan apakah perlu dilakukan terapi spesifik; 2) pengobatan terhadap masalah psikogenik sekunder; 3) menyingkirkan faktor yang memperberat disfungsi ereksi; 4) memperbaiki kondisi atau faktor kesehatan umum; 5) mempertimbangkan kenyataan bahwa umur berperan pada penurunan libido dan frekuensi ereksi. Sebelum pemberian suatu obat, perlu dipertimbangkan adanya penyakit-penyakit yang diderita, obat yang telah diperoleh, kepuasan pasangan, kenyamanan dengan metoda pemberian obat serta profil efek sampingnya. Pada menejemen operatif, pilihan terapi disfungsi ereksi ialah bedah vaskuler atau implantasi prostesis penis, dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya kontra indikasi. Implantasi prostesis penis

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan seksual yang harmonis adalah dambaan bagi setiap pasangan, namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan seksual yang harmonis dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

TUGAS 3 SISTEM PORTAL TUGAS 3 SISTEM PORTAL Fasilitator : Drg. Agnes Frethernety, M.Biomed Nama : Ni Made Yogaswari NIM : FAA 113 032 Kelompok : III Modul Ginjal dan Cairan Tubuh Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

BAGIAN ILMU BEDAH DISFUNGSI EREKSI

BAGIAN ILMU BEDAH DISFUNGSI EREKSI BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT JULI 2012 DISFUNGSI EREKSI Disusun oleh : Abdul Rashid bin Mohd Radzif C 111 07 287 Pembimbing : dr. Pipin Abdillah Supervisor : Prof.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien BAB I PENDAHULUAN 1.A. Latar Belakang Penelitian Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien penyakit jantung koroner (PJK). Penggunaan penyekat beta diindikasikan pada semua pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis manusia untuk mendapatkan keturunan. Seseorang memilih suatu gaya hidup umumnya dengan harapan ingin meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dunia perkuliahan seringkali mahasiswa-mahasiswi mengalami stres saat mengerjakan banyak tugas dan memenuhi berbagai tuntutan. Terbukti dengan prevalensi

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

Disfungsi Ereksi. Dr. dr. Dahril, Sp.U

Disfungsi Ereksi. Dr. dr. Dahril, Sp.U Disfungsi Ereksi Dr. dr. Dahril, Sp.U Chief Division Of Urology, Departement Of Surgery, Dr. Zainoel Abidin General Hospital Medical Faculty Of Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia Abstrak Disfungsi

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat Reseptor terhubung protein G (G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat merupakan keluarga terbesar reseptor permukaan sel menjadi mediator dari respon seluler berbagai molekul, seperti: hormon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf BAB II Struktur dan Fungsi Syaraf A. SISTEM SARAF Unit terkecil dari system saraf adalah neuron. Neuron terdiri dari dendrit dan badan sel sebagai penerima pesan, dilanjutkan oleh bagian yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Karli,2012). Sebagai contoh, 18% wanita memiliki migren sedangkan pria hanya 6%. Wanita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah Beberapa faktor yang memengaruhi tekanan darah antara lain usia, riwayat hipertensi, dan aktivitas atau pekerjaan. Menurut tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang untuk mengembalikan stamina tubuh dalam kondisi yang optimal. Tidur dapat diartikan sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah secara umum dapat diartikan sebagai gaya dorong darah terhadap dinding pembuluh darah arteri. Tekanan darah dicatat dengan dua angka yaitu angka tekanan

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan penyabab ketiga terbesar kematian di dunia setelah penyakit

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA Windhu Purnomo FKM Unair, 2011 Fase Penuaan Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) 1 2 Fase penuaan manusia 1. Fase subklinis

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah yang sering dijumpai baik pada negara maju maupun negara berkembang dan menjadi salah satu penyebab kematian paling sering di dunia. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini gaya hidup modern dengan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga meyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf SSP SST Otak Medula spinalis Saraf somatik Saraf Otonom Batang otak Otak kecil Otak besar Diencephalon Mesencephalon Pons Varolii Medulla Oblongata Saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam proses spermatogenesis dan pembentukan karakteristik seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan populasi terbanyak ke empat di dunia, Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan populasi terbanyak ke empat di dunia, Indonesia I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan populasi terbanyak ke empat di dunia, Indonesia memiliki pasar yang besar dan cepat berkembang dalam teknologi handphone. Pada tahun 2013, sekitar

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis manusia untuk mendapatkan keturunan, sehingga masalah seksual sering mengakibatkan keretakan dalam rumah tangga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran libido dalam aktivitas seksual adalah sangat vital. Naik turunnya libido diduga berhubungan erat dengan kondisi tubuh seseorang. Banyak hal yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Disfungsi ereksi (DE) pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Disfungsi ereksi (DE) pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI Disfungsi ereksi (DE) pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) stabil adalah ketidakmampuan persisten untuk mencapai dan/atau mempertahankan suatu ereksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Peningkatan Agregasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition Examination Survey mengungkapkan

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer, karena termasuk penyakit yang mematikan tersering tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri dari makluk hidup adalah dapat berkembang biak untuk menghasilkan keturunan. Proses berkembang biak ini terjadi baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak tubuh dengan berat badan total lebih besar daripada normal, atau terjadi peningkatan energi akibat ambilan makanan yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan peranan penting dalam beberapa sistem biologis manusia. Diketahui bahwa endothelium-derived

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyebab kematian ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker serta merupakan penyebab kecacatan tertinggi pada manusia, terutama usia dewasa. Insidensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi seksual bagi seorang pria adalah hal yang sangat penting, meskipun tidak mempengaruhi harapan hidup, gangguan fungsi seksual pada pria bisa berdampak negatif

Lebih terperinci