BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) Indonesia merupakan tiga negara terbesar penghasil buah kakao (Theobroma cacao L.) didunia. Data dari Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, Indonesia memproduksi ton kakao di tahun 2010 menyumbang sekitar 16% dari produksi kakao secara global [12]. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara [13]. Luas perkebunan kakao di Indonesia sudah mencapai ha pada tahun 2013 [14]. Tabel 2.1 Produksi kakao (ribu ton) di Sumatera Utara [15] Tahun Produksi (ribu ton) , , , , , , ,19 Dari tabel 2.1 di atas dapat dilihat bahwa produksi kakao di Sumatera Utara cukup besar. Besarnya angka ini berbanding lurus dengan jumlah limbah dari kakao itu sendiri yaitu kulit kakao. Untuk itu dilakukanlah berbagai penelitian untuk menambah nilai guna dari kulit buah kakao ini. Adapun komposisi kulit buah kakao sebagai berikut: 6

2 Tabel 2.2 komposisi kulit buah kakao [11] [2] [16] Komponen Jumlah (%) serat kasar 40,03% protein 9,71% selulosa 36,23% hemiselulosa 1,14% lignin 20%-27,95% abu 41,60% lemak kasar 21,74% Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 31,41% Total Digestible Nutrient (TDN) 52,88% Neutral Detergent Fiber (NDF) 75,36% Acid Detergent Fiber (ADF) 68,70% (Dari tabel 2.2 di atas dengan komposisi selulosa yang cukup banyak dapat dilihat bahwa kulit kakao memiliki potensi untuk mengonversi glukosa yang ada pada substratnya menghasilkan bioetanol). Selain biji, limbahnya sangant sangat bermanfaat, baik kulit buah, pulp, maupun plasentanya. Kulit buah cokelat dapat digunakan untuk campuran bahan makanan ternak, sumber gas bio, dan bahan pembuatan pectin. Pulp dan plasenta sebagai limbah pada fermentasi biji cokelat berguna untuk pembuatan alkohol dan cocoa jelly [17]. Melihat kondisi di atas, maka sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan BBN (Bahan Bakar Nabati) dari kulit buah kakao. Terlebih lagi kakao telah benar-benar dicanangkan untuk dikembangkan secara besar-besaran oleh pemerintah. Hal ini akan menjadi nilai positif bagi Indonesia karena produksi bijinya ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas serta limbahnya dimanfaatkan sebagai BBN (Bahan Bakar Nabati). Jadi tidak akan ada limbah yang terbuang percuma dan akan menjadi keuntungan bagi Indonesia [2]. Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman ini sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angioospermae Kelas : Dicotyledoneae 7

3 Anak kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Dialypetalae : Malvales : Sterculiaceae : Theobroma : Theobroma cacao, L Gambar 2.1 Buah Kakao (Theobroma cacao, L)[18] PT. Perkebunan XXVI (1991) melaporkan bahwa daging buah, pulp dan plasenta merupakan bagian dari buah kakao yang dimasukkan sebagai kulit. Sedangkan dari 15 Kg buah akan diperoleh lebih kurang 12 Kg kulit buah kakao basah, dan lebih kurang 3 Kg biji kakao basah (sekitar 1 Kg biji kakao kering). Jika memang secara garis besar produksi kakao tersebut dalam bentuk biji, maka akan diperoleh limbah yang sangat melimpah. Misalnya saja pada tahun 2008 Indonesia dapat menghasilkan biji kakao ton maka limbah yang tersedia sekitar ton. Dengan demikian, kulit buah kakao sangat berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan BBN yang berupa bioetanol [2]. 2.2 SELULOSA Selulosa merupakan jenis polisakarida yang paling melimpah dan merupakan konstituen utama pada setiap struktur tanaman serta diproduksi juga oleh sebagian binatang dan sebagian kecil dari bakteri. Perbedaan terbesarnya adalah pada komposisi dan struktur anatomi dari dinding sel antara tumbuhan, hewan, dan bakteri. Kandungan 8

4 selulosa pada kayu rata-rata 48-50% sedangkan pada bagas berkisar antara 49-55% [19], sedangkan pada kulit buah kakao sebesar 36,23% [11]. Teknologi untuk mengonversi selulosa menjadi etanol sudah ada, tetapi stoikiometri dari prosesnya merugikan. Walaupun setiap langkah dalam proses konversi fermentasi glukosa menjadi etanol menghasilkan yield 100%, hampir dua per tiga selulosanya menghilang, terkonversi menjadi karbon dioksida saat fermentasi glukosa menjadi etanol [20]. Bahan lignoselulosa merupakan komponen organik berlimpah di alam, yang terdiri dari tiga polimer yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Komponen terbesar adalah selulosa (35-50%), hemiselulosa (20-35%) dan lignin (10-25%) [21]. Selulosa adalah unsur pokok pada tanaman dan merupakan biopolimer linier dari molekul anhidroglukopiranosa pada ikatan β-1,4 glukosidik yang berlimpah di alam [22]. Selulosa [C6(H2O)5]n [23] merupakan bahan yang kaya akan karbon. Karbon yang terkandung dalam selulosa dapat dimanfaatkan dalam proses fermentasi mikroba. Sebelum difermentasi, selulosa tersebut harus disakarifikasi terlebih dahulu menjadi gula-gula sederhana (glukosa dan fruktosa) [24]. Gambar 2.2 Molekul Selulosa [23] Hemiselulosa [C5(H2O)4]n [23] merupakan istilah umum bagi polisakarida yang larut dalam alkali. Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding sel tanaman [25]. Lignin [C10H12O4]n [23] adalah polimer yang tersusun oleh unit fenil propana. Polimer lignin tidak linear melainkan cenderung membentuk cabang dan struktur tiga dimensi. Sebanyak 2/3 bagian unit fenil propana dalam lignin dihubungkan oleh ikatan 9

5 eter (C O C), sedangkan sisanya oleh ikatan karbon (C C). Ikatan tersebut menyebabkan lignin tahan terhadap hidrolisis. Akan tetapi, lignin terurai menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton, dan vanilin pada suhu tinggi. Pereaksi yang biasa digunakan untuk mengendapkan lignin ialah H2SO4 pekat dan HCl pekat [26]. 2.3 BIOETANOL Bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan bergula atau bahan berpati seperti tebu, nira nipah, sagu, sorgum, ubi kayu, ubi jalar, ganyong, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut banyak tersedia di Indonesia, sehingga sangat berpeluang untuk digunakan sebagai energi alternatif. Bioetanol sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia, karena didukung oleh potensi lahan yang luas, sumberdaya manusia (petani), keanekaragaman hayati, dan sumberdaya alam yang melimpah [27]. Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH, sedang rumus empirisnya C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-OH. Bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari bioetanol adalah EtOH (Ethyl-(OH)) [28]. Gambar 2.3. Rumus Bangun Bioetanol [29] Bioetanol memiliki potensi untuk mengurangi gas rumah kaca berdasarkan metode produksinya. Bioetanol ini berpotensi untuk mengganti bahan bakar minyak fosil menjadi bahan bakar yang terbarukan sehingga menjadi alasan utama mengapa etanol dipertimbangkan dan diimplementasikan[30]. Bioetanol adalah fermentasi alkohol, disebut sebagai etil alkohol (etanol) yang dihasilkan dari fermentasi mikroba, sebagai alternatif produksi sintetik etanol dari sumber petrokimia. Bioetanol diperoleh dengan distilasi hidrolisat biomassa yang telah 10

6 difermentasi. Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar cair untuk mesin pembakaran internal, baik sebagai bahan bakar tunggal yang digunakan maupun bercampur dengan minyak bumi [31]. 2.4 ETANOL Etanol yang disebut juga sebagi etil alkohol, mempunyai sifat berupa cairan yang tidak stabil, mudah terbakar dan tidak berwarna. Etanol merupakan alkohol rantai lurus dengan rumus molekul C2H5OH [32], larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut organik, serta memiliki bau khas alkohol. Sifat-sifat kimia dan fisis ethanol sangat tergantung pada gugus hidroksil. Pada tekanan > 0,114 bar (11,5 kpa) etanol dan air dapat membentuk larutan azeotrop [28]. Tabel 2.3 Sifat Fisika Etanol [20] Properti Nilai Berat Molekul (g/mol) 46,1 Titik Beku ( o C) -114,1 Titik Didih Normal ( o C) 78,32 Densitas (g/ml) 0,7983 Viskositas (Cp) 1,17 Panas penguapan normal (J/kg) 839,31 Panas pembakaran (J/kg) 29676,6 Panas jenis (J/kg) 2,42 Nilai oktan Indeks Bias ,36143 Etanol terbagi dalam tiga grade, yaitu grade industri dengan kadar alkohol 90-94%, netral dengan kadar alkohol 96-99,5% umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi dan grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5% [33]. Etanol murni jarang digunakan untuk transportasi melainkan biasanya dicampur dengan bensin, yang paling terkenal digunakan untuk kendaraan adalah campuran E85, dimana 85% etanol dan 15% bensin. Etanol yang mengandung oksigen lebih banyak daripada bensin akan menghasilkan pembakaran yang sempurna, sehingga dapat mengurangi emisi dari hidrokarbon dan bahan partikulat yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bensin. Bahkan, permintaan bioetanol akan tumbuh sangat 11

7 cepat sampai tahun 2015 karena adanya larangan penggunaan metil tert-butyl eter (MTBE) dalam bensin. Peraturan perundang-undangan baru yang mendukung penggunaan bahan bakar bio sudah diterapkan di Brazil dan belahan lain dunia [34]. 2.5 FERMENTASI Proses sintesis bioetanol meliputi perlakuan awal, hidrolisis, fermentasi dan distilasi. Bahan yang mengandung gula dapat langsung difermentasi, akan tetapi bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang sederhana [35]. Pada tahap sakarifikasi, selulosa diubah menjadi selobiosa dan selanjutnya menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan menggunakan larutan asam atau secara enzimatis [36]. Hidrolisis yang paling sering digunakan untuk menghidrolisis selulosa adalah hidrolisis secara asam. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat dan HCl. Keuntungan dari penggunaan asam ini mengandung konversi gula hingga mencapai konversi 90% [35]. Dalam hidrolisis menggunakan bahan kimia, perlakuan awal dan hidrolisis dapat dilakukan dalam satu langkah. Ada dua jenis dasar dari proses hidrolisis asam yang umum digunakan, yakni asam encer dan asam pekat. Keuntungan terbesar dari asam encer proses reaksi berlangsung cepat. Asam pekat menggunakan suhu relatif rendah sehingga memerlukan tekanan yang memompa bahan dari suatu bejana ke bejana lain. Hidrolisis asam pekat biasanya membutuhkan waktu lebih lama daripada menggunakan asam encer [34]. Proses sakarifikasi menggunakan asam bersifat tidak spesifik. Selain glukosa, sakarifikasi dengan asam dapat menghasilkan produk samping seperti senyawa furan, fenolik, dan asam asetat [35]. Produk samping tersebut apabila tidak dihilangkan dapat menghambat proses selanjutnya, yakni fermentasi. Sakarifikasi menggunakan asam juga dapat memicu degradasi glukosa sehingga rendemen glukosa dan etanol menurun [25]. 12

8 Hidrolisis bahan lignoselulosik dapat dilakukan dengan asam atau enzim. Perlakuan awal terhadap substrat lignoselulosik diperlukan agar substrat mudah bereaksi dengan asam atau enzim. Perlakuan awal yang efisien harus dapat membebaskan struktur kristal selulosa dengan memperluas daerah amorf serta membebaskan dari lapisan lignin [23]. Pada penelitian yang telah dilakukan adalah hidrolisat kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) yang menggunakan asam sulfat saat proses hidrolisisnya. Tahap berikutnya adalah fermentasi proses, yang melibatkan menambahkan ragi untuk mengkonversi gula untuk etanol dan karbon dioksida [37]. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal [28]. Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu o C. Pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 dengan perbandingan stokiometri yang sama dengan etanol yang dihasilkan yaitu 1:1[33]. Pada penelitian yang telah dilakukan adalah fermentasi hidrolisat kulit kakao menggunakan ragi roti yang mengandung Saccharomyces cereviceae. Reaksi selengkapnya dari fermentasi glukosa menggunakan ragi sebagai berikut: Glikolisis: Glukosa (+ 2 ADP + 2 NAD+) 2 Piruvat + 2 ATP + 2 NADH Fermentasi: 2 Piruvat 2 Asetaldehid + 2 CO2 2 Asetaldehid + 2 NADH 2 Etanol + 2 NAD Reaksi fermentasi glukosa selengkapnya yang menggunakan ragi tidak melibatkan pertumbuhan sel Glukosa (+ 2 ADP) 2 Etanol + 2 CO2 + 2 ATP C6H12O6 (+ 2 ADP) 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 ATP [38] 13

9 Gambar 2.4 Fermentasi Glukosa Menjadi Etanol Dengan Menggunakan Ragi [38] 14

10 Variabel yang berpengaruh pada proses fermentasi adalah bahan baku, suhu, ph, konsentrasi ragi, lama fermentasi, kadar gula,dan nutrisi ragi [28]. 1) Bahan baku Etanol merupakan bahan bakar berbasis alkohol yang dihasilkan dari fermentasi tanaman gula, yang berasal dari produk pertanian dan limbah makanan, yang mengandung gula, pati, atau selulosa, yang kemudian dapat difermentasi dan didistilasi menjadi etanol [34]. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah hidrolisat kulit buah kakao (Theobroma cacao L.). 2) Suhu Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan yang berbeda-beda. Saccharomyces cerevisiae memliki kisaran suhu pertumbuhan antara C. Jika suhu terlalu rendah, maka fermentasi akan berlangsung secara lambat dan sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka Saccharomyces Cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung [39]. Ragi tape dan ragi roti mempunyai temperatur maksimal sekitar o C dengan temperatur minimum 0 o C. Pada interval o C fermentasi mengikuti pola bahwa semakin tinggi suhu, fermentasi makin cepat berlangsung. Suhu optimum untuk ragi roti adalah o C dan suhu optimum untuk ragi tape adalah o C. Oleh karena itu, pengaturan suhu dibuat dalam range tersebut [28]. Pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan temperatur ruangan. 3) ph Secara umum khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada ph 3,5-6,0 dan suhu o C [33]. Pada umumnya ph untuk fermentasi dibutuhkan keasaman 3,4 4, ini didasari lingkungan hidup dari starter yang dapat tumbuh dan melakukan metabolisme pada ph tersebut [28]. 4) konsentrasi ragi Konsentrasi ragi yang diberikan pada larutan yang akan difermentasikan optimalnya adalah 2 4% dari volume larutan [28]..Jika konsentrasi ragi yang diberikan kurang dari kadar optimal yang disarankan akan menurunkan kecepatan fermentasi karena 15

11 sedikitnya massa yang akan menguraikan glukosa menjadi etanol maka akan dibutuhkan substrat yang lebih banyak karena substrat yang ada tidak cukup [40]. Konsentrasi ragi yang digunakana adalah 3%; 5%; dan 7% (w/v). 5) Lama fermentasi Lama fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan dan jenis ragi serta gula. Fermentasi berhenti ditandai dengan tidak terproduksinya lagi CO 2. Kadar etanol yang dihasilkan akan semakin tinggi sampai waktu optimal dan setelah itu kadar etanol yang dihasilkan menurun[41]. Pada penelitian ini fermentasi akan dilakukan selama 2, 3, 4, dan 5 hari. 6) Kadar gula Kadar gula yang optimum untuk aktivitas pertumbuhan starter adalah 10 18%. Gula disini sebagai substrat, yaitu sumber karbon bagi nutrient Saccharomyces cereviceae yang mempercepat pertumbuhan untuk selanjutnya menguraikan karbohidrat menjadi etanol. Jika kadar gula di bawah 10% fermentasi dapat berjalan tetapi etanol yang dihasilkan terlalu encer sehingga tidak efisien untuk didestilasi dan biayanya mahal. Jika kadar gula di atas 18% fermentasi akan menurun dan alkohol yang terbentuk akan menghambat aktivitas ragi, sehingga waktu fermentasi bertambah lama dan ada sebagian gula yang tidak terfermentasi [40]. 7) Nutrisi ragi Nutrisi diperlukan sebagai tambahan makanan bagi pertumbuhan ragi. Nutrisi yang diperlukan misalnya: garam ammonium (NH4Cl) dan garam fosfat [28]. Produk baku didistilasi setelah dilakukan fermentasi. Penyulingan memisahkan cairan etanol dari residu yang mengendap ke bawah setelah fermentasi [37]. Distilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yaitu untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didihnya. Pada pemisahan hasil fermentasi glukosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen-komponen tertentu yang mudah tercampur[6]. Pemurnian dilakukan untuk mendapatkan bioetanol dengan kadar lebih tinggi. Distilasi adalah metode pemisahan campuran yang saling melarut berdasar perbedaan 16

12 tekanan uap murni atau titik didih masing-masing komponen yang terdapat dalam campuran [42]. Pada umumnya hasil fermentasi berupa bioetanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 40% belum dapat diketegorikan sebagai fuel based ethanol. Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, harus melewati proses distilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali untuk memperoleh bioetanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8% [43]. 2.6 SACCHAROMYCES CEREVISIAE Saccharomyces cerevisiae termasuk ke dalam kelas Ascomycetes yang dicirikan dengan pembentukan askus yang merupakan tempat pembentukan askospora. S. serevisiae memperbanyak diri secara aseksual yaitu dengan bertunas. Dinding sel S. cerevisiae terdiri dari komponen-komonen glukan, manan, protein, kitin dan lemak [33]. Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan mikroorganisme lain yang dapat memproduksi bioetanol. Kelebihan tersebut antara lain lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan, lebih tahan terhadap kadar alkohol tinggi, dan lebih mudah didapat [39], kemampuannya untuk menghasilkan etanol secara anaerobik pada ph rendah dan kondisi lingkungan yang osmolaritasnya tinggi dengan produktivitas yield yang banyak [44], sangat tahan dan toleran terhadap kadar etanol yang tinggi (12-18% v/v), tahan pada kadar gula yang cukup tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 o C [33]. Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan, sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara C. Derajat keasaman (ph) optimum untuk proses fermentasi sama dengan ph optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu ph 4,0-4,5 [45]. 17

13 Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu spesies khamir yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroba ini biasanya dikenal dengan baker s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik. Produk metabolit utama adalah etanol, CO2, dan air, sedangkan beberapa produk lain dihasilkan dalam jumlah sedikit. Khamir ini bersifat fakultatif anaerobik. Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30 o C dan ph 4,0-4,5 agar dapat tumbuh dengan baik. Selama proses fermentasi akan timbul panas. Bila tidak dilakukan pendinginan, suhu akan terus meningkat sehubungan proses fermentasi terhambat [23]. S. cerevisiae mempunyai aktivitas optimum pada suhu o C dan tidak aktif pada suhu lebih dari 40 o C. S. cerevisiae dapat memfermentasi glukosa, sukrosa, galaktosa serta rafinosa. Biakan S. cerevisiae mempunyai kecepatan fermentasi optimum pada ph 4,48 [33]. Jenis ragi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ragi roti yang biasa dikenal dengan nama fermipan. Ragi roti merupakan khamir jenis Saccharomyces cerevisiae yang telah diseleksi sebelumnya untuk tujuan komersil. Ragi roti merupakan khamir jenis Saccharomyces cerevisiae tipe tertentu yang umumnya cepat tumbuh di dalam adonan roti. Di dalam kondisi anaerob ragi roti tetap menghasilkan gas CO2, meskipun tidak secepat dalam kondisi aerob [39]. Ragi roti dibuat dari molasses, nitrogen, urea, kecambah malt, garam organik, faktor pertumbuhan dalam bentuk ekstrak sayur, serelia, khamir, dan sejumlah kecil vitamin. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka kadar etanol yang dihasilkan juga semakin besar karena dengan semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka bakteri yang mengurai glukosa menjadi etanol pun semakin banyak [46]. Sehingga pada penelitian yang telah dilakukan diberi variasi kadar fermipan terhadap waktu fermentasi. 2.7 TANIN Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir (Uncaria gambir Roxb.) [47]. Simplisia gambir (Uncaria gambir Roxb.) telah dikenal luas sebagai penghasil tanin dengan 18

14 kandungan tanin sebesar 30-40% [48]. Gambir mengandung berbagai senyawa fungsional, antara lain zat samak (22%), kuersetin (2-4%), fluoreisin gambir (1-3%), pyrocathecol (20-30%), lendir, lemak, lilin (1-2%), dan polifenol [49]. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan bersifat koloid. Karena itu di dalam air bersifat koloid dan asam lemah. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 210 F-215 F (98,89 C-101,67 C). Tanin dapat dihidrolisa oleh asam, basa dan enzim. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin protein atau polimerpolimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen [47]. R2 OH HO O R3 R1 OH Gambar 2.5 Tanin [49] Selanjutnya hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putu Kristiani K, dkk., (2013) menggunakan bahan baku pulp kakao dan Saccharomyces cereviseae dan ada tambahan kulit bakau sebagai sumber tanin sebagai penghambat pembentukan asam asetat dari proses fermentasi lebih lanjut. Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam air, gliserol, alkohol, dan hidroalkohol, tetapi tidak larut dalam petroleum eter, benzene dan eter. terdekomposisi pada suhu 210 o C, titik nyala 210 o C, dan terbakar pada suhu 526 o C [7]. 19

15 Dalam penelitian yang telah dilakukan menggunakan tanin dari gambir sebanyak 4 gram di setiap run fermentasi sebagai penghambat terbentuknya asam asetat sehingga dapat meningkatkan kadar etanol yang terbentuk. 2.8 ANALISIS EKONOMI Dalam penelitian ini, maka dilakukan suatu analisis ekonomi sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari hidrolisat limbah kulit buah kakao dengan cara konvensional. Adapun rincian biaya terdapat dalam tabel 2.4 Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Limbah Kulit Buah Kakao Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Kulit buah kakao 1 kg 0,-/1 kg 0,- Asam sulfat 264 ml 500,-/ml ,- Fermipan 211,6314 gr ,-/11 g ,- Gambir 48 gr 20000/ kg 960,- Total biaya ,- Dari rincian biaya di atas yang telah dilakukan maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol per kilogram limbah kulit buah kakao adalah sebesar Rp Walaupun biaya yang dikeluarkan cukup besar, tetapi penelitian ini mengindikasikan bahwa bioetanol dapat diperoleh dari limbah kulit kakao melalui proses fermentasi dengan kadar yang cukup bagus. 2.9 ANALISIS POTENSI ENERGI Seiring dengan bertambahnya penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, serta menipisnya cadangan minyak bumi, maka dicari energi alternatif untuk menunjang kebutuhan akan energi. Salah satunya dengan mengkonversi biomasa menjadi bioetanol. Kekayaan Indonesia yang berlimpah akan sumber daya hayati termasuk mikroorganisme, sangat memungkinkan untuk pemanfaatan biomasa/lignoselulosa menjadi bioetanol, yang sampai saat ini belum dikembangkan secara optimal [10]. 20

16 Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi per satuan luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Pod kakao merupakan limbah perkebunan kakao yang sangat potensial dan mempunyai nilai produktif yang bisa dikembangkan. Pod kakao merupakan limbah lignoselulosik lignin, selulosa, dan hemiselulosa [3]. Selulosa dan hemiselulosa dapat dikonversi menjadi etanol, sedangkan lignin sudah terlignifikasi saat proses hidrolisis berlangsung. Karena memiliki potensi yang cukup besar, limbah kulit buah kakao diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan bioetanol guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Dalam hal prestasi mesin, bioetanol dan gasohol (kombinasi bioetanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa hal, bioetanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioetanol tidak menciptakan CO2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioetanol [50]. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi bioetanol sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk bahan baku farmasi maupun bahan campuran bensin untuk menghasilkan pembakaran mesin yang sempurna. Salah satu cara yang paling efektif untuk membandingkan perbedaan sumbersumber energi dan mengukur profabilitas dari masing- masing sumber energi disebut energi profit rasio (EPR), yaitu rasio dari energi output terhadap energi [51], seperti rumus dibawah ini EPR = Energy output Energy Input Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi energi pada pembuatan bioetanol dari hidrolisat kulit buah kakao. Dimana pada laporan penelitian ini energi output adalah energi yang dihasilkan etanol dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk memproses hidrolisat kulit kakao menjadi bioetanol yaitu energi yang terkandung dalam bahan baku (hidrolisat kulit buah kakao, NaOH, Asam sulfat, gambir, fermipan, dan air), energi listrik yang digunakan untuk proses pembuatan bioetanol dan equal energi bahan [51] 21

17 yang dipakai pada proses pembuatan bioetanol. Pada perhitungan analisis potensi energi menggunakan basis memproduksi 1 kg bioetanol. Tabel 2.5 Kebututhan Listrik Proses Pembuatan Bioetanol Nama Alat Daya (watt) Waktu pemakaian Pemakaian listrik (jam) (kwh/kg bioetanol) Rotary evaporator Hot Plate ,75 Oven ,4 Jumlah* 2,15 Untuk menghitung EPR diperlukan jumlah energi output dan juga jumlah energi input seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 Berikut: Tabel 2.6 Total Energi Input [52], [53], [54], [55] Bahan Masukan Kandungan Energi Bahan (kal/ gram) Total Energi (kkal/kg bioetanol) Hidrolisat Kulit Buah Kakao NaOH 7911,089 47,466 Asam Sulfat ,664 Gambir ,6 Fermipan ,844 Air Jumlah energi bahan baku 2138,574 Kebutuhan Energi Listrik 860 kkal/kwh 3719,5 Peralatan* Total 5858,074 Tabel 2.7 Jumlah Energi Output [38] Produk Kandungan Energi Bahan (kal/gram) Total Energi (kkal/ kg bioetanol) Etanol 5612, ,317 Total 4613,317 Dari jumlah energi output dan input pembuatan bioetanol yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 maka dapat dihitung nilai EPR dengan mengunakan persamaan 2.1 sebagai berikut: 22

18 EPR = Energy output Energy Input = 4613, ,074 = 0,787 Dari perhitungan didapatkan nilai produktivitas sebesar 0,787, dimana nilai produktivitas lebih kecil dari 1 (satu). Dapat disimpulkan bahwa pembuatan bioetanol dari hidrolisat kulit kakao menggunakan fermipan membutuhkan energi input yag lebih besar dari energi output yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tahapan pembuatan bioetanol yang cukup panjang dimana dibutuhkan energi yang besar pada tahapan fermentasinya. Oleh karena itu perlunya dicari metode alternatif untuk memproses hidrolisat kulit buah kakao menjadi bioetanol dengan energi input yang rendah sehingga didapatkan nilai produktivitas > 1. Hasil ini belum bernilai secara ekonomi tetapi bisa dijadikan scientific study untuk penelitian selanjutnya dan pemilihan alterantif proses yang lain. Semakin tinggi harga EPR untuk untuk sebuah bahan bakar, semakin tinggi jumlah energi bersih dan semakin berharga bahan bakar tersebut karena energi tersebut dapat digunakan untuk penggunaan yang lain. Minyak konvensional, batubara, dan gas alam memiliki harga EPR yang tinggi dibandingkan sumber energi yang lain sehingga menjadikan mereka sangat bernilai [56]. Energi profit ratio adalah suatu ukuran seberapa banyak energi yang dibutuhkan suatu proses untuk menghasilkan suatu jumlah tertentu energi yang keluar. Sumur-sumur minyak terdahulu di Pennyslavania mempunyai sebuah harga perbandingan energi yang besar karena energi input yang dibutuhkan hampir tidak ada. Prosesnya hanya dengan memindahkan secara manual lalu membakarnya, tetapi perbandingan EPR untuk bentuk energi yang lebih rendah. Etanol, sebagai contoh, mempunyai harga energi profit rasio lebih kecil dari 1:1, artinya prosesnya memerlukan lebih banyak energi untuk menghasilkannya daripada memproduksinya [57]. 23

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang tumbuh di daerah-daerah di Indonesia. Menurut data Direktorat Jendral Hortikultura produksi pisang pada tahun 2010 adalah sebanyak 5.755.073

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4 C. Sementara bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku Klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh bahan bakunya, bahan baku berupa sumber pati prosesnya lebih panjang di banding dengan berbahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Sacharomyces cerevisiae Skripsi Sarjana Kimia Oleh : Fifi Rahmi Zulkifli 07 132 018 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri maupun untuk keperluan sehari-hari. Ethanol merupakan salah satu produk industri yang penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung (Zea mays) memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber bio energi dan produk samping yang bernilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol

I. PENDAHULUAN. biomasa, sedangkan 7% disintesis dari minyak bumi. terjadinya krisis bahan bakar pada masa yang akan datang, pemanfaatan etanol 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Nilna (2010) dalam Utomo dan Aisyah (2013), bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan bergula atau bahan berpati seperti tebu, nira nipah, sagu, sorgum, umbi kayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, gas alam 28,57%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan konsumsi energi semakin meningkat pula tetapi hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan cadangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Jagung Jagung merupakan tanaman yang banyak dijadikan sebagai bahan baku indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam

Lebih terperinci

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Oleh : Dewi Istiqoma S. (2308 030 016) Pradita Anggun S. (2308 030 018) Dosen Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA TUGAS AKHIR FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA Oleh: MUSTIKA HARDI (3304 100 072) Sampah Sampah dapat dimanfaatkan secara anaerobik menjadi alkohol. Metode ini memberikan alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang UKDW. minyak semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang UKDW. minyak semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, kebutuhan manusia terhadap bahan bakar minyak semakin meningkat, sedangkan cadangan energi minyak bumi (fosil) setiap harinya semakin berkurang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang produksi bahan bakar minyak (BBM) semakin menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak mentah nasional menipis produksinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH

PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Scumach) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Di Bawah Bimbingan : Ir. Budi Setiawan, MT Oleh : Tita Rizki Kurnia 2309 030 028 Anne Rufaidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOETANOL Bioetanol pada dasarnya merupakan etanol yang diproduksi dari biomassa [12]. Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5 2.1 Tinjauan Umum Bioetanol BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol umumnya

Lebih terperinci

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis ETHANOL PRODUCTION FROM MARKET WASTES THROUGH ACID HYDROLYSIS AND FERMENTATION BY Zymomonas mobilis

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM DAN ENZIMATIS Nopita Hikmiyati dan Noviea Sandrie Yanie Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di beberapa tempat terpencil mengalami kelangkaan pasokan. Oleh karena itu sudah saatnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS Cesar Jacob Pinto dan Fitri Julita Katerina JurusanTeknik Kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta e-mail : Anleypinto@yahoo.co.id INTISARI Bioetanol merupakan

Lebih terperinci

bakar, dan air, untuk keberlangsungannya. Indikasi lain, misalnya, adalah

bakar, dan air, untuk keberlangsungannya. Indikasi lain, misalnya, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu permasalahan utama dunia pada abad ke- 21. Sampai saat ini bahan bakar minyak masih menjadi konsumsi utama negara-negara dunia. Minyak bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan bahan bakar di Indonesia meningkat dengan drastis tiap tahunnya. Peningkatan ini menimbulkan menipisnya ketersediaan bahan

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai sumber daya perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah sampai dengan produk pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Kakao Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod kakao), 24,37% biji (umumnya dalam satu buah kakao terdiri dari 30-40 butir biji kakao) dan 2% plasenta

Lebih terperinci

TUGAS MIKROBIOLOGI BIOETANOL

TUGAS MIKROBIOLOGI BIOETANOL TUGAS MIKROBIOLOGI BIOETANOL KELOMPOK IX ANGGOTA 1. Rian Handika 1500020135 2. Dimas 1500020139 3. Donianto 1500020136 4. M Irza Ghifari 1500020137 TENIK KIMIA History Definition Reactions Used Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang digunakan sebagai bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui sehingga ketersediaan bahan bakar minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Asam Laktat dari Molases dengan Proses Fermentasi Kapasitas ton/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Asam Laktat dari Molases dengan Proses Fermentasi Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Di zaman yang semakin berkembang dan modern ini, Indonesia perlu lebih meningkatkan taraf hidup bangsa yaitu dengan pembangunan dalam sektor industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini sudah memasuki tahapan yang sangat serius dan memprihatinkan sehingga harus segera dicari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Peta Konsep Kofaktor Enzim Apoenzim Reaksi Terang Metabolisme Anabolisme Fotosintesis Reaksi Gelap Katabolisme Polisakarida menjadi Monosakarida

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang menyewa

Lebih terperinci

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi 0 KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, M.Si. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, 11-12 Mei 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, terutama di jaman modern dengan mobilitas manusia yang sangat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber energi utama umat manusia saat ini diperoleh dari bahan bakar fosil yang salah satunya yaitu bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan cairan yang sangat penting,

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

Teknologi Pengolahan. Bioetanol Teknologi Pengolahan Djeni Hendra, MSi Bioetanol Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta, 11 Februari 2016 Outline I Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao Linn) atau lazim pula disebut tanaman cokelat, merupakan komoditas perkebunan yang terus dipacu perkembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, MSi. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cirebon, 5 April 2016 Outline

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia Prarancangan Pabrik Etil Alkohol dari Molase BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi (fossil fuel) adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Pemanfaatan tetes tebu sebagai bioetanol masih belum banyak ditekuni oleh masyarakat, padahal tetes tebu merupakan salah satu bahan baku yang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PERSENTASE STARTER PADA NIRA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP BIOETHANOL YANG DIHASILKAN

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PERSENTASE STARTER PADA NIRA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP BIOETHANOL YANG DIHASILKAN INFO TEKNIK Volume 16 No. 2 Desember 2015 (217-226) PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PERSENTASE STARTER PADA NIRA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP BIOETHANOL YANG DIHASILKAN Isna Syauqiah Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Definisi karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan ragi). Di Sulawesi Utara, pengolahan etanol dari nira aren dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan ragi). Di Sulawesi Utara, pengolahan etanol dari nira aren dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengolahan Nira Aren Menjadi Etanol Nira aren merupakan bahan baku potensial untuk diolah menjadi etanol. Proses pengolahan yang umum dilakukan petani aren adalah fermentasi

Lebih terperinci

PRESENTASI PROPOSAL TUGAS AKHIR

PRESENTASI PROPOSAL TUGAS AKHIR PRESENTASI PROPOSAL TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIOETANOL DARI BONGGOL PISANG RAJA (MUSA PARADISIACAL) DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Pembimbing : Ir.Budi Setiawan, MT Oleh : Rheza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada tanaman penghasil karbohidrat berupa serat, gula, maupun pati. Pada umumnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN BIDANG KEGIATAN : PKM-GT DIUSULKAN OLEH : LILY KURNIATY SYAM F34052110 (2005) JIHAN

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012 BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol)

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) I. TUJUAN Mengamati hasil dari peristiwa fermentasi alkohol II. LANDASAN TEORI Respirasi anaerob merupakan salah satu proses katabolisme yang tidak menggunakan oksigen

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. : 1001 1 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia beserta rahmat-nya kepada kita semua, sehingga kami diberikan kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan

Lebih terperinci