DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus..."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DEPAN... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix RINGKASAN... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Epidemiologi Kasus PGK dan Anemia pada PGK Etiologi dan Faktor Risiko PGK Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi Faktor yang Dapat Dimodifikasi xi

2 2.3 Etiologi dan Patofisiologi Anemia pada PGK Peranan Penurunan Kadar Eritropoetin Peranan Defisiensi Besi pada Anemia melalui Peningkatan Hepcidin Peranan Pemendekan Masa Hidup Eritrosit Peranan Oksidatif Stress dan Inflamasi Kronis Aplikasi Klinis Retikulosit sebagai Indikator Defisiensi Besi BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Populasi Penelitian Populasi Target Populasi Terjangkau Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel Besar sampel Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi Kriteria eksklusi Variabel Penelitian Identifikasi variabel Definisi operasional variabel Bahan dan Instrumen Penelitian Alur Penelitian xii

3 4.10 Analisis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Dasar Sampel Hubungan antara Ret-He dan Defisiensi Besi Fungsional Pembahasan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

4 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Patofisiologi Anemia pada Individu dengan PGK Gambar 2.2 Ilustrasi Skematis Pembentukan IL-6 pada PGK Gambar 2.3 Regulasi Hepcidin oleh IL-6 pada Kondisi Inflamasi Gambar 2.4 Peranan Hepcidin dalam Mengatur Homeostasis Besi Gambar 3.1 Kerangkan Konsep Penelitian Gambar 4.1 Alur penelitian Gambar 5.1 Frekuensi Defisiensi Besi Fungsional dengan Feritin Tinggi dan Sangat Tinggi Gambar 5.2 Kurva ROC penentuan Cut Off Point variabel Ret-He terhadap Defisiensi Besi Fungsional xiv

5 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Sampel Tabel 5.2 Frekuensi Karakteristik Sampel berdasarkan ST dan SF Tabel 5.3 Frekuensi Defisiensi Besi Fungsional Feritin Tinggi dan Sangat Tinggi Tabel 5.4 Mean Ret-He pada Defisiensi Besi Fungsional Feritin Tinggi dan Sangat Tinggi Tabel 5.5 Hasil Analisis Simple Log Regression hubungan antara Ret-He dan Defisiensi Besi Fungsional pada penderita PGK yang menjalani Hemodialisis Reguler Tabel 5.6 Perbedaan mean Ret-He pada Defisiensi Besi Fungsional dengan Feritin Tinggi dan Sangat Tinggi pada penderita PGK yang menjalani Hemodialisis Reguler Tabel 5.7 Area Under Curve penentuan cut off point variabel Ret-He Terhadap Defisiensi Besi Fungsional xv

6 DAFTAR SINGKATAN ACE = Angiotensin corventing enzim AGE = Advanced glycation end products AKI = Acute kidney injury ANA = antinuklear antibodi ARA = American rheumatism association APOL1 = apolipoprotein L1 gene BFU-E = Burst forming unit erythroid CFU-E = Colony forming unit erythroid CRP = C-reactive protein DRIVE = Dialysis Patient s Respone to IV with Elevated Ferritin EPO = Eritropoeitin ESRD = end stage renal disease FSC = Forward Scattered Light GEMM = granulosit eritroid monosit megakariosit GFR = Glomerular filtration rate GM-CSF = Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor Hb = Hemoglobin HIF-1 = Hypoxia induced factors 1 IgA = Imunoglobulin A IGF-1 = Insulin-like growth factor-1 IL-3 = Interleukin-3 IL-4 = Interleukin-4 IL-6 = Interleukin-6 IL-9 = Interleukin-9 IL-11 = Interleukin-11 IMT = Indeks Massa Tubuh JAK-2 = Janus kinase-2 JAK-STAT = Janus kinase signal tranducers and activators transription JSDT = Japanese Society of Dialysis Therapy xvi

7 KDOQI = Kidney Disease Outcomes Quality Initiative LEAP-1 = Liver expressed antimicrobial peptide 1 MCH = Mean Corpuscular Hemoglobin MCHC = Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration MCV = Mean corpuscular volume MTHFS = Methenyltetrahydrofolate synthetase MYH9 = Myosin heavy chain 9 gene NKF = National Kidney Foundation PGK = Penyakit ginjal kronik Pg = Picogram RAS = Sistem renin angiotensin Ret-He = Reticulocyte hemoglobin equivalent RNA = Ribonucleic acid SCF = Stem cell factors SF = serum feritin SFL = Side fluorescent light SI = serum iron SLE = Sistemic lupus erimatosus SSC = Side scattered light ST = saturasi transferin TCF7L2 = trancription factor 7 like 2 TNF-alfa = Tumor necrosis factor alfa xvii

8 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Surat Kelaikan Etik Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian Lampiran 3 Informed Concent Lampiran 4 Formulir Persetujuan Tertulis Lampiran 5 Formulir Pengumpulan Data Lampiran 6 Prosedur Pemeriksaan Hemoglobin Lampiran 7 Prosedur Pemeriksaan Besi Lampiran 8 Prosedur Pemeriksaan TIBC Lampiran 9 Prosedur Pemeriksaan Ret-He Lampiran 10 Prosedur Pemeriksaan Feritin Lampiran 11 Data Penelitian xviii

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan permasalahan kesehatan yang dapat mengancam setiap penduduk di dunia. Indonesia yang merupakan negara berkembang menjadikan PGK sebagai salah satu faktor setelah penyakit infeksi yang menjadi penyebab kejadian morbiditas maupun mortalitas. Kejadian PGK di Indonesia yang terus meningkat menjadi beban dalam hal medis, sosial dan ekonomi bagi pasien, keluarga pasien serta pemerintah. Sampai saat ini kepastian angka insiden maupun angka prevalensi PGK di masyarakat masih sangat sulit didapatkan, dikarenakan pada tahap awal kejadian PGK bersifat asimptomatik, namun beberapa studi epidemiologi memberikan estimasi prevalensi secara global sebesar 10% (Bello dkk., 2010), dengan estimasi sebesar 2,1 juta jiwa menjalani hemodialisis di seluruh dunia (Iseki dan Kohagura, 2010). Pada tahun 2004 di Amerika Serikat ditemukan 399 kasus baru dengan end stage renal disease (ESRD) per satu juta penduduk, dan telah menghabiskan anggaran kesehatan 18,5 miliar dollar amerika yang mencakup sekitar 16,3 miliar dollar amerika dipergunakan untuk membiayai hemodialisis (Nazar dkk., 2014). Di Indonesia berdasarkan data yang dikumpulkan dari 13 pusat hemodialisis yang dimiliki oleh rumah sakit pendidikan, didapatkan peningkatan angka insiden maupun prevalensi dari tahun 2000 sampai dengan Angka insiden didapatkan sebesar 14,5 per satu juta penduduk di tahun 2000 menjadi 30,7 per satu juta penduduk pada tahun Angka prevalensi 1

10 2 didapatkan sebesar 10,2 per satu juta penduduk di tahun 2000 menjadi 23,4 per satu juta penduduk pada tahun Biaya kesehatan yang dibayarkan pemerintah untuk melaksanakan hemodialisis pada tahun 2000 sebesar 33 miliar rupiah, biaya ini mengalami peningkatan sebesar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan biaya yang dilaporkan tahun 1995 (Prodjosudjadi dan Suharjono, 2009). Anemia merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada seorang penderita PGK, kondisi anemia hampir selalu ditemukan pada ESRD dan umumnya sudah mulai terjadi pada PGK stadium 3 (Iseki dan Kohagura, 2010; PERNEFRI, 2011; Jing dkk., 2012). Anemia menjadi permasalahan utama bagi pasien maupun penyedia layanan kesehatan, dikarenakan kondisi anemia akan meningkatkan angka mortalitas, lama rawat, menurunkan kualitas hidup pasien serta berkontribusi terhadap penurunan fungsi jantung dan peningkatan kejadian pembesaran ventrikel kiri (Zadrasil dan Horak, 2014). Sampai saat ini di Amerika Serikat didapatkan lebih dari 8 juta jiwa pasien PGK dengan anemia, estimasi proporsi sebesar 18% pada PGK stadium 3 dan hampir 60% pada PGK stadium 4-5 dengan kadar hemoglobin (Hb) rata-rata pada ESRD sebesar 9,9 g/dl (Villiant dan Hofmann, 2013). Di Indonesia belum ada data epidemiologi anemia pada PGK yang bersifat nasional. Data Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2010 anemia ditemukan pada 100% pasien baru saat pertamakali menjalani hemodialisis dengan kadar Hb rata rata sebesar 7,7 g/dl (PERNEFRI, 2011). Penyakit ginjal kronis dan anemia merupakan dua hal yang sering dikaitkan satu sama lainnya sejak 170 tahun lalu, hal ini pertama kali diungkapkan oleh

11 3 seorang ilmuwan bernama Richard Bright. Kejadian anemia akan meningkat seiring dengan perjalanan dari perburukan penyakit ginjal (Babitt dan Lin, 2012). Sampai saat ini penyebab utama anemia pada PGK dikaitkan dengan kondisi penurunan produksi eritropoeitin (EPO) (McDougall dan Eckardt, 2010; Bargman dan Skorecki, 2013; Suwitra, 2014), namun terdapat beberapa hal yang juga berperan dalam terjadinya anemia pada PGK seperti: defisiensi besi, kondisi inflamasi kronik yang disertai gangguan utilisasi besi, defisiensi asam folat, kehilangan darah melalui perdarahan saluran cerna, hiperparatiroidisme yang berdampak pada fibrosis sumsum tulang dan kondisi uremik berkepanjangan yang menyebabkan pemendekan masa hidup eritrosit (Bargman dan Skorecki, 2013; Suwitra, 2014). Defisiensi besi dapat terjadi pada sebagian besar pasien PGK dan penyebab defisiensi besi dikatakan multifaktorial. Beberapa hal yang berkontribusi dalam kejadian defisiensi besi pada seorang dengan PGK adalah penurunan asupan dan terjadinya gangguan dalam penyerapan besi dari makanan, kehilangan darah yang bersifat kronis melalui hemodialisis, kondisi inflamasi kronis dari ESRD dan peningkatan kebutuhan besi pada terapi pemberian EPO (Horl, 2007;Van Buren dkk., 2012; McDougall dan Geisser, 2013; Bullough dan Babitt, 2014). Pasien PGK yang mendapatkan hemodialisis serta terapi EPO akan mengalami dua kondisi defisiensi besi yaitu defisiensi besi absolut yang ditandai dengan menurunnya cadangan besi dalam tubuh dan defisiensi besi fungsional yang ditandai dengan cadangan besi dalam tubuh yang masih normal namun kemampuan eritropoeisis di sumsum tulang menurun akibat terganggunya

12 4 mobilisasi besi dari cadangan di jaringan (Buttarello dkk., 2010). Defisiensi besi yang terjadi menyebabkan adanya gangguan pada proses eritropoeisis yang berakhir dengan kondisi anemia dan timbulnya resistensi terhadap terapi EPO pada pasien PGK (Buttarello dkk., 2010; Bullough dan Babitt, 2014). Efektifitas terapi EPO yang menurun akibat defisiensi besi membutuhkan suplementasi besi intravena, namun pemberian terapi suplementasi besi intravena sangat berisiko untuk terjadinya morbiditas seperti reaksi anafilaksis, peningkatan risiko infeksi dan kegagalan organ. Sehingga dibutuhkan ketelitian dalam memilih pasien yang memang membutuhkan suplementasi besi intravena (Buttarello dkk., 2010). Anemia yang diakibatkan oleh defisiensi besi akan menunjukkan gambaran penurunan serum iron (SI) dan saturasi transferin (ST) serta peningkatan red cell distribution width dan total iron binding capacity (Bakta, 2006; Horl, 2007). Terdapat beberapa pemeriksaan status besi yang dipublikasikan sampai saat ini disamping pemeriksaan standar yang digunakan yaitu: hemosiderin sumsum tulang, Zinc protoporfirin, Soluble transferin receptors, Persentase Hypochromic Red Blood Cells dan Reticulocyte Haemoglobin Content (Chr). Pemeriksaan hemosiderin pada sumsum tulang merupakan pemeriksaan gold standar untuk menentukan kondisi defisiensi besi, pemeriksaan sumsum tulang mampu memberikan informasi tentang cadangan besi sebenarnya. Tetapi pemeriksaan ini memiliki kelemahan dalam hal teknis pemeriksaan yang invasif dan tidak dikerjakan sebagai pemeriksaan rutin dalam prkatek klinis (Barron dkk., 2001). Zinc protoporfirin eritrosit merupakan salah satu teknik pemeriksaan penunjang penilaian status besi dengan menilai kadar zinc dalam eritrosit. Pada kondisi

13 5 defisiensi besi, kadar besi yang rendah akan digantikan oleh zinc dengan membentuk zinc protoporfirin pada proses eritropoeisis. Pemeriksaan zinc protoporfirin memiliki keuntungan karena tidak dipengaruhi oleh kondisi inflamasi, tetapi memiliki kelemahan bila digunakan untuk menilai status besi pasien dengan hemodialisis karena terjadinya peningkatan semu kadar zinc protoporfirin pada hemodialisis reguler (Labbe dkk., 1999). Soluble transferin receptors (stfr) merupakan pemeriksaan jumlah reseptor transferin yang menempel pada eritrosit. Reseptor transferin merupakan rantai polipeptida dengan berat molekul 85 kilodalton yang akan aktif pada sel yang membutuhkan besi. Pemeriksaan stfr akan memberikan gambaran tentang estimasi kebutuhan sel akan besi, sehingga jumlah stfr serum akan meningkat pada kondisi defisiensi besi. Keuntungan stfr dalam menilai status besi adalah tidak dipengaruhi oleh inflamasi jika dibandingkan dengan jenis pemeriksaan status besi konvensional yang digunakan saat ini, tetapi stfr belum digunakan sebagai pemeriksaan rutin dan masih beragamnya cut off point dari beberapa studi (Braga dkk., 2014). Persentase Hypochromic Red Blood Cells (%HYPO) merupakan salah satu metode pemeriksaan yang mampu menganalisis kadar hemoglobin dari masingmasing sel darah merah secara individual dengan teknik flowcytometri. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas yang lebih baik untuk menilai defisiensi besi jika dibandingkan dengan pemeriksaan konvensional yang melakukan penilaian berdasarkan rata-rata dari total jumlah sel darah merah. Analisis %HYPO yang menggunakan sel darah merah memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan pemeriksaan status besi yang berdasarkan atas retikulosit yang memiliki usia turn

14 6 over lebih pendek, sehingga kondisi terkini status besi sulit untuk didapatkan karena turn over sel darah merah yang mencapai 120 hari (MacDougall, 1998). CHr merupakan pemeriksaan analisis retikulosit dengan pewarnaan oxazine-750 untuk menilai kadar hemoglobin yang terkandung sehingga dapat digunakan untuk menilai status besi. CHr tidak dipengaruhi oleh kondisi inflamasi jika dibandingkan dengan pemeriksaan konvensional status besi saat ini. Keterbatasan dari pemeriksaan CHr adalah didapatkan hasil yang lebih rendah pada kondisi hemoglobinopati (Mast dkk., 2007). Panduan klinis praktis yang digunakan untuk menentukan status besi seorang pasien PGK adalah penghitungan ST dan pemeriksaan kadar serum feritin (SF). ST digunakan untuk menghitung kadar besi di sirkulasi yang siap digunakan dalam proses eritropoeisis, sedangkan SF digunakan sebagai alat bantu untuk menilai kadar besi di dalam tubuh (PERNEFRI, 2011; Bullough dan Babitt, 2014). Pada pasien PGK dengan hemodialisis defisiensi besi absolut dinyatakan bila ST <20% dan SF <200 ng/ml, defisiensi besi fungsional dinyatakan bila ST <20% dan SF 200 ng/ml (Brugnara dkk.,2006; PERNEFRI, 2011). Penelitian tentang hubungan inflamasi dengan SF pada populasi dengan hemodialisis regular yang dikerjakan tahun 2004, mendapatkan suatu kondisi berupa korelasi positif antara peningkatan SF dengan kondisi inflamasi yang diwakili oleh peningkatan kadar C-reactive protein (CRP) pada kadar SF 200 ng/ml sampai dengan 2000 ng/ml, namun tidak terdapat korelasi pada SF < 200 ng/ml. Studi ini juga menyatakan bahwa pada SF < 200 ng/ml, kadar besi sangat dominan dalam mempengaruhi kadar SF dan menghambat pengaruh inflamasi

15 7 terhadap SF, pada kadar SF > 200 ng/ml sampai dengan 2000 ng/ml, besi serum dan inflamasi memberikan pengaruh yang sama terhadap peningkatan SF. Pada kadar SF > 2000 ng/ml, kondisi kelebihan besi lebih besar mempengaruhi peningkatan SF (Zadeh dkk., 2004). Studi yang melibatkan 789 pasien dengan hemodialisis regular didapatkan hasil berupa peningkatan CRP dua kali lipat lebih besar pada kelompok SF > 500 ng/ml dibandingkan dengan kelompok dengan SF < 500 ng/ml, berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa kadar SF yang tinggi pada pasien dengan hemodialisis reguler ditentukan oleh faktor bukan besi yaitu kondisi inflamasi, sehingga kondisi peningkatan SF > 500 ng/ml disertai dengan ST < 25% tidak dapat dianggap sebagai kondisi kelebihan besi (Rambod dkk., 2008). Penggunaan ST dan SF sebagai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi fungsional memiliki keterbatasan, SF juga merupakan salah satu reaktan fase akut sehingga intepretasi terhadap nilai SF pada situasi inflamasi akan sangat sulit (Bullough dan Babitt, 2014). Sampai saat ini batas kadar SF untuk menentukan batas pemberian terapi besi intravena belum menemukan keseragaman. Sebuah studi menyatakan bahwa pemberian terapi besi sebaiknya dihentikan pada kadar SF > 500 ng/ml dikarenakan tingginya risiko terbentuknya radikal bebas bila dibandingkan dengan manfaat yang didapatkan (Fishbane, 2008). Sedangkan rekomendasi KDOQI menyatakan bahwa pemberian terapi besi intravena pada kadar feritin diatas 500 ng/ml tidak mutlak harus dihentikan namun masih dapat diberikan dengan berdasar pada kepada kondisi klinis dan respon terhadap pemberian EPO pada masing-masing kasus yang dihadapi (Dukkipati dan Zadeh,2007). Sementara itu

16 8 hasil berbeda juga didapatkan pada pedoman terapi besi pada PGK yang dikeluarkan oleh persatuan ahli dialisis di jepang (JSDT) menyatakan bahwa terapi besi intravena masih dapat diberikan sampai dengan SF 800 ng/ml dan ST < 50% (Tsubakihara dkk.,2010). DRIVE Study mendapatkan hasil yang sedikit berbeda dalam hal manfaat yang didapatkan pada pemberian terapi besi intravena, studi mendapatkan kesimpulan bahwa pemberian terapi besi masih memberikan manfaat pada kadar SF sangat tinggi yaitu ng/ml (Hung dan Tarng,2014). Perbedaan yang dihasilkan dari berbagai penelitian tentang SF menyisakan permasalahan berupa tidak adanya kesepakatan tentang cut of point SF untuk menentukan status iron overload dan defisiensi besi pada penderita PGK (Zadeh dkk.,2006). Retikulosit merupakan sel darah merah termuda yang tidak berinti dan berasal dari pematangan normoblast yang dilepaskan oleh sumsum tulang ke dalam sirkulasi darah, retikulosit beredar dalam sirkulasi selama satu sampai dua hari sebelum menjadi sel darah merah dewasa dengan melepas sisa RNA (Bakta dkk., 2006; Suega dan Bakta, 2010; Karagulle dkk., 2013). Pemeriksaan retikulosit mendapat perhatian yang penting setelah ditemukannya pemeriksaaan dengan alat yang lebih canggih dengan pewarnaan spesifik untuk RNA. Hasil pemeriksaan ini jauh lebih tepat dan akurat walaupun pada kosentrasi retikulosit yang rendah (Suega dan Bakta, 2010). Saat ini pemeriksaan kadar hemoglobin dalam retikulosit terdiri dari dua jenis pemeriksaan yaitu: Chr dan Reticulocyte hemoglobin equivalent (Ret-He). Masing-masing pemeriksaan dihasilkan dari alat yang berbeda, Chr dihasilkan dari mesin analisis ADVIA dengan pewarnaan

17 9 oxazine 750 dan larutan buffer N-Tetradecyl-N,N-dimethyl-3-ammonio-1-propane sulfonate mmol/l, sedangkan Ret-He dihasilkan dari mesin analisis Sysmex-XN Series dengan pewarnaan polymethine, kedua jenis pemeriksaan ini menggunakan metode flowcytometri melalui laser semiconductor dan menghasilkan satuan yang sama yaitu picogram (pg) (Ho, 2008; Szigeti dkk., 2014), Ret-He memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemeriksaan status besi konvensional diantaranya adalah tidak dipengaruhi oleh inflamasi, kondisi uremik dan mampu memberikan informasi mengenai estimasi terkini ketersediaan besi fungsional pasien. Beberapa studi menunjukkan pemeriksaan Ret-He memberikan manfaat dalam diagnosis defisiensi besi dan menilai respon keberhasilan terapi EPO (Ho, 2008; Urrechaga dkk., 2013). 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan nilai Ret-He dan defisiensi besi fungsional pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis reguler? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara nilai Ret-He dan status defisiensi besi fungsional pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis reguler Tujuan Khusus 1 Mengetahui seberapa besar hubungan nilai Ret-He dan defisiensi besi fungsional pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis reguler.

18 10 2 Mengetahui seberapa besar perbedaan nilai Ret-He pada kondisi feritin tinggi dan sangat tinggi pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis reguler dengan defisiensi besi fungsional. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan: dapat diketahui adanya hubungan nilai Ret-He dan defisiensi besi fungsional pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis reguler. 2. Manfaat praktis: dengan mengetahui hubungan antara nilai Ret-He dan defisiensi besi fungsional, maka pemeriksaan Ret-He dapat digunakan sebagai penanda untuk membantu memprediksi status besi pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis reguler.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit ginjal kronik adalah salah satu penyakit dengan risiko mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi di dunia. Sekitar 26 juta orang dewasa di Amerika

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi di dunia. Sekitar 26 juta orang dewasa di Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik adalah anemia (Suwitra, 2014). Anemia pada penyakit ginjal kronik dapat menimbulkan komplikasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, berkaitan dengan 24,8% populasi dunia. Defisiensi besi adalah penyebab yang paling umum. Defisiensi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada gambaran prevalensi dan penyebab anemia pada pasien penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Anemia Defisiensi Besi 1.1.1 Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN JENIS ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI DAN JENIS ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI DAN JENIS ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER (STUDI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani hemodialisa pada umumnya mengalami anemia. Anemia pada pasien GGK terjadi terutama karena kekurangan erytropoietin.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kejadian AKI baik yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK a. Definisi Anemia World Health Organization (WHO) mendefinisikan anemia dengan konsentrasi hemoglobin < 13,0 mg/dl pada laki-laki dan wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global yang insidensinya semakin meningkat. Sebanyak 346 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS Renaldi, 2013 Pembimbing I : dr. Fenny, Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : dr. Indahwaty,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI PARAMETER STATUS BESI RETICULOCYTE HEMOGLOBIN EQUIVALENT SETELAH PEMBERIAN SUPLEMEN BESI INTRAVENA PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

PENINGKATAN NILAI PARAMETER STATUS BESI RETICULOCYTE HEMOGLOBIN EQUIVALENT SETELAH PEMBERIAN SUPLEMEN BESI INTRAVENA PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER PENINGKATAN NILAI PARAMETER STATUS BESI RETICULOCYTE HEMOGLOBIN EQUIVALENT SETELAH PEMBERIAN SUPLEMEN BESI INTRAVENA PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER TESIS Oleh NAOMI NIARI DALIMUNTHE 097101013 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal kronik terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

GAMBARAN ANEMIA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK DI BLU. RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU. Dwifrista Vani Pali 2. Emma Sy. Moeis 3. Linda W. A.

GAMBARAN ANEMIA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK DI BLU. RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU. Dwifrista Vani Pali 2. Emma Sy. Moeis 3. Linda W. A. GAMBARAN ANEMIA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK DI BLU. RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU 1 Dwifrista Vani Pali Emma Sy. Moeis Linda W. A. Rotty Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler memiliki risiko mengalami kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan dunia hingga saat ini, karena jumlah penderita terus meningkat serta menimbulkan morbiditas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1.Perumusan masalah Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada perawatan pasien di rumah sakit. Banyak orang mendonorkan darahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Angka kejadian penyakit ginjal kronik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit ginjal kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini pemerintah Indonesia tengah berupaya keras mewujudkan target Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk mengatasinya. Gagal ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK Renaldi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu diantara penyakit degeneratif dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (ADA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar 1 BAB I.PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar albumin dalam urin. Gagal

Lebih terperinci

1 Felix E. Suyatno 2 Linda W. A. Rotty 2 Emma S. Moeis.

1 Felix E. Suyatno 2 Linda W. A. Rotty 2 Emma S. Moeis. Jurnal e-clinic (ecl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 Gambaran anemia defisiensi besi pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisis di Instalasi tindakan hemodialisis RSUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan permasalahan di bidang nefrologi dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi

Lebih terperinci

GAMBARAN STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS

GAMBARAN STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS GAMBARAN STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS 1 Kurniawan K. Patambo 2 Linda W. A. Rotty 2 Stella Palar 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disembuhkan. Penyakit ini ditandai turunnya fungsi ginjal sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dapat disembuhkan. Penyakit ini ditandai turunnya fungsi ginjal sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Penyakit ginjal kronis terminal merupakan salah satu penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini ditandai turunnya fungsi ginjal sehingga diperlukan penanganan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Dengan prevalensi 15% di negara berkembang, dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999

Lebih terperinci

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR

Lebih terperinci

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

ABSTRAK... 1 ABSTRACT DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 diperkirakan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% peningkatan prevalensi pertahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) sebagai suatu proses patofisiologi yang menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional ginjal ini masih menjadi permasalahan serius di

Lebih terperinci

Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang Tahun 2010.

Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang Tahun 2010. 546 Artikel Penelitian Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang Tahun 2010. Rahmat Hidayat 1, Syaiful Azmi 2,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, memerlukan akses vaskular yang cukup baik agar dapat menjalani proses pencucian darah atau hemodialisis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kondisi jangka panjang ketika ginjal tidak dapat berfungsi dengan normal dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena

Lebih terperinci

KEJADIAN PENYAKIT KARDIOSEREBROVASKULAR PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V DENGAN DIABETES MELITUS DAN TANPA DIABETES MELITUS

KEJADIAN PENYAKIT KARDIOSEREBROVASKULAR PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V DENGAN DIABETES MELITUS DAN TANPA DIABETES MELITUS KEJADIAN PENYAKIT KARDIOSEREBROVASKULAR PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V DENGAN DIABETES MELITUS DAN TANPA DIABETES MELITUS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir merupakan masalah yang besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia juga di Indonesia. (1) Penderita

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gagal ginjal dikelompokkan dalam 2 kategori besar: (1) gagal ginjal akut, dimana seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba terganggu namun

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya Ilmu Bedah Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. 4. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG SEDANG MENJALANI HEMODIALISIS DI BLU RSU.Prof.Dr.R.D KANDOU MANADO

STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG SEDANG MENJALANI HEMODIALISIS DI BLU RSU.Prof.Dr.R.D KANDOU MANADO STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG SEDANG MENJALANI HEMODIALISIS DI BLU RSU.Prof.Dr.R.D KANDOU MANADO 1 Cynthia Ombuh 2 Linda Rotty 3 Stella Palar Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan pengambilan data cross-sectional. Adapun sumber data yang. dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan pengambilan data cross-sectional. Adapun sumber data yang. dengan kriteria inklusi dan eksklusi. 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah deskriptif - analitik komparatif dengan pendekatan pengambilan data cross-sectional. Adapun sumber data yang digunakan dalam

Lebih terperinci