BAB II. LANDASAN TEORI A.
|
|
- Hadi Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Dasar Pemberdayaan Untuk memahami konsep pemberdayaan (empowerment) secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentunya meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar. Kenneth (1995), pemberdayaan sering disebut sebagai konstruksi secara psikologis untuk membimbing masyarakat dan relatif sedikit orang yang memahami tentang hal ini. Konsep empowerment dipandang sebagai bagian atau sejiwa dengan aliran-aliran paruh kedua abad 20 yang banyak dikenal sebagai aliran Posmodernisme dengan titik berat sikap dan orientasinya adalah anti sistem, anti struktur dan anti determinisme. Memahami gerakan pemikiran baru tersebut akan sejalan dengan menelaah lahirnya Eropa Modern sebagai reaksi terhadap pemikiran, tata masyarakat dan tata budaya sebelumnya (abad pertengahan). Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma pembangunan yang bersifat: (1) People Centered, (2) Participatory, (3) Empowering dan (4) Sustainable (Chambers, 1995). Pemberdayaan adalah upaya untuk mengembangkan potensi dan daya masyarakat dengan mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Misal: menawarkan nilai-nilai budaya, seperti: kerja keras, hemat, keterbukaan, dan tanggungjawab (Isbandi.2001). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat keberdayaan kelompok dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
2 6 ketertinggalan, kemiskinan, kebodohan dan lain-lain. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial: yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, sosial maupun lingkungan. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. 2. Pendekatan dan Strategi Pemberdayaan Kelompok Soetomo (2006), pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atau target group, atas: 1) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan. 2) Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya. 3) Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. 4) Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan. 5) Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan sumberdaya alam lainnya. 6) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa. Pendekatan dalam pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan. Ary (2001) menyatakan, bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu. Meskipun
3 7 pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien atau target group, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua intervensi dapat dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual; meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Masih menurut Ary, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan: mikro, mezzo, dan makro. 1) Pendekatan Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach). 2) Pendekatan Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien, misalnya kelompok tani. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 3) Pendekatan Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Pendekatan ini memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak. Menurut PERSEPSI (2010), sebuah lembaga yang aktif dalam pemberdayaan masyarakat bahwa terkait dengan program pertanian berkelanjutan, terdapat tiga strategi penting yang diterapkan dalam
4 8 melakukan pendampingan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Strategi yang diterapkan mencakup: 1) Penyiapan Sosial. Strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan hubungan sosial antar kelompok masyarakat, baik antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya maupun antara kelompok masyarakat dengan stake holder dan para pengambil kebijakan. Untuk itu perlu dilakukan kajian awal melalui teknik pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) dengan maksud untuk mengetahui potensi, masalah dan harapan masyarakat. 2) Pemecahan masalah secara terpadu. Terpadu yang dimaksud dari aspek yang didekati, metode yang dikembangkan serta institusi yang terlibat. Aspek yang didekati diantaranya Sumber Daya Manusia (SDM), lingkungan (sumberdaya alam), ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Metode pemecahan masalah yang dikembangkan saling berkait dan mendukung serta mengarah pada keswadayaan dan berkelanjutan. Aspek sumberdaya manusia lebih menekankan pada proses belajar bagi petani atau komunitas yang didampingi untuk dapat mengambil keputusan secara mandiri apa yang terbaik terhadap usahatani yang akan dilakukan. 3) Pendekatan kelompok secara hamparan dan satuan keluarga. Pendekatan kelompok secara hamparan dimaksudkan untuk memudahkan pengorganisasian dalam proses belajar melalui sekolah lapang dan menciptakan kawasan yang aman secara ekologis. Sedangkan pendekatan dalam satuan kelurga dimaksudkan bahwa partisipan (kelompok dampingan) program adalah semua anggota dalam keluarga tersebut. Karena pengembangan pertanian berkelanjutan harus memperoleh penggarapan sejak tingkat paradigma sampai tataran praktis dan harus memperoleh kesamaan pandang pada lingkup keluarga. Dari ketiga strategi tersebut, untuk mengarah pada suatu perubahan status sosial ekonomi petani menuju pertanian berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan program akan bertumpu pada pada 5 unsur yang saling
5 9 mendukung dan berkait. Unsur dimaksud yaitu unsur: ekologi, teknologi, ekonomi, sosial budaya dan pemberdayaan. 1) Unsur Ekologi, menekankan kegiatan untuk menjamin kelestarian ekosistem yang bermutu, mengoptimalkan keanekaragaman hayati pada agroekosistem dan mengoptimalkan proses alami dalam penyuburan tanah, penggunaan air dan pengendalian hama, penyakit. 2) Unsur Teknologi, mengutamakan penggunaan teknologi yang diterapkan kepada petani bersifat mudah, murah, tepat guna, memaksimalkan penggunaan sumber daya lokal dan meminimalkan masukan dari luar. 3) Unsur Ekonomi, menjamin kebutuhan usaha tani dan kebutuhan ekonomi rumah tangga serta memungkinkan pengembangan skala usaha dan deversifikasi. 4) Unsur Sosial Budaya, bagaimana dalam pelaksanaan kegiatan tidak menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi, diterima masyarakat ( petani ) dan memperhatikan wawasan gender. 5) Unsur Pemberdayaan, unsur ini menjadi strategis di dalam pelaksanaan kegiatan karena berkait erat dengan keberlanjutan program. Termasuk di dalamnya yaitu: peningkatan pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan kesadaran petani, penguatan institusi, keswadayaan dan jaringan petani serta partisipasi kader. 3. Pengertian Hutan Rakyat Hutan rakyat dalam pengertian menurut Undang-undang Nomer.41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan progam penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi
6 10 secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Darusman, 1995). Pendapat lain (Suryohadikusumo, 2004) menyatakan bahwa pada prinsipnya pengertian hutan rakyat adalah status hak milik (hutan milik) di luar kawasan hutan dengan penanaman pohon-pohonan secara intensif juga penanaman tanaman yang lebih dikenal tumpangsari. Hutan Rakyat merupakan salah satu kegiatan perhutanan sosial yang dilaksanakan pada tanah yang dibebani (hak milik/hutan rakyat) yang ditanami secara intensif oleh masyarakat baik perorangan atau kelompok yang berupa tanaman kayu-kayuan.program hutan rakyat merupakan salah satu alternatif dalam rangka mewujdkan pengelolaan hutan rakyat lestari. 4. Sertifikasi Ekolabel Hutan sebagai Insentif dan Promosi Relevansi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBM) sebagai domain sertifikasi tidak melulu harus dipandang dari sisi peluang pasar yang ada bagi produk-produk yang berasal dari PHBM atau dilihat dari potensi kerusakan ekologis yang ditimbulkannya, yang menempatkan sertifikasi dalam posisi defensif untuk menjaga gawang terakhir dari penurunan derajat kelestarian fungsi hutan (LEI, 2004). Berangkat dari berbagai studi yang telah dirujuk, menunjukkan bahwa model PHBM dalam banyak hal lebih menunjukkan keunggulannya dalam memelihara kelestarian hutan, maka sertifikasi seharusnya dapat ditempatkan dalam posisi: pertama, untuk mendorong lebih jauh lagi model pengelolaan hutan ini diterima secara luas, dan kedua, untuk lebih memberdayakan masyarakat itu sendiri dalam mengelola hutan yang sudah ada bahkan membangun hutan baru dari lahan-lahan tandus menjadi lahan hutan yang lebih produktif. David L. Spittlehouse (2003), dalam konteks perubahan iklim maka pengelolaan hutan lestari adalah merupakan langkah strategis dalam adaptasi di bidang kehutanan. Kebutuhan untuk memposisikan sertifikasi PHBM sebagai insentif langsung bagi inisiatif-inisiatif masyarakat dalam mengelola hutan jadi lebih diperlukan karena pada kenyataannya praktek PHBM di satu sisi telah
7 11 banyak memperlihatkan keunggulannya dalam soal memelihara kelestarian hutan, tetapi disisi lain sangat lemah dalam hal dukungan kebijakan publik (Suntana, AS. 2004). Karena itu, sistem sertifikasi PHBM semestinya dapat mendorong terjadinya perubahan orientasi kebijakan publik kehutanan. 5. Tujuan, Manfaat dan Keutamaan Sertifikasi Ekolabel pada Hutan Rakyat 1) Tujuan Menanggapi produksi kayu yang tidak berkelanjutan pada konsesi di hutan tropis program sertifikasi sukarela skama Forest Stewardship Council (FSC) diperkenalkan untuk meningkatkan kinerja lingkungan, sosial dan ekonomi atas praktek pengelolaan hutan yang ada (Daniela et all, 2015). Namun masih menurut skema dari LEI, terdapat beberapa sistem sertifikasi ekolabel hutan yang berkembang secara internasional maupun yang ada di Indonesia, namun secara umum dapat disimpulkan terdapat 2 tujuan utama yaitu: (1) untuk memberikan insentif pasar maupun non pasar yang mendorong peningkatan kualitas pengelolaan hutan secara lestari dan berkelanjutan, (2) untuk meningkatkan akses pasar. Tujuan ini disebut tujuan perdagangan atau trade objektif. Selain tujuan diatas tujuan sertifikasi hutan adalah untuk memberikan informasi mengenai keberlanjutan dan kelestarian dari pengelolaan hutan tempat kayu dihasilkan. Sehingga konsumen dapat mempertimbangkan keputusan untuk membeli produk kayu dari hutan yang dikelola secara lestari atau tidak, atau bahkan dari hasil illegal logging. 2) Manfaat Sertifikasi bisa memberi manfaat kepada banyak pihak, terutama kepada pihak berikut: a) Pengelola dan pemilik hutan. Dengan sertifikasi memungkinkan memperoleh pangsa pasar produk bersertifikat, harga yang baik, dan citra positif. Temasuk dorongan untuk terus memperbaiki dan mempertahankan ukuran kinerja dan proses manajemen mereka.
8 12 b) Industri pengolah dan pengencer. Sertifikasi menyediakan mekanisme untuk memastikan bahwa asal-usul kayu yang diperolehnya secara resmi dan berasal dari hutan yang terkelola dengan baik. c) Pemerintah. Karena sertifikasi sebagai salah satu alat untuk mendorong keberlanjutan pengelolaan hutan, maka tugas dan fungsi pemerintah bisa terbantu dalam menjaga keberlanjutan pengelolaan hutan dan ini penting bagi citra pemerintahan suatu negara dalam pengelolaan hutan maupun keanekaraman hayatinya. d) Penanam modal dan lembaga derma. Sertifikasi bisa menunjukkan kepada pihak penanam modal dan lembaga derma bahwa uangnya bisa memberi konstribusi kepada usaha atau program yang memenuhi standar lingkungan dan sosial. (Sistem Sertifikasi PHBML, LEI 2004). 3) Keutamaan Dalam pengalaman penerapan sertifikasi ekolabel hutan untuk mendorong pengelolaan hutan rakyat secara lestari, sekurangnya terdapat 5 keutamaan yang dapat diperoleh : a) Mendorong pengelolaan hutan yang lestari. b) Memberikan penghargaan dan memperkuat inisiatif-inisiatif pengelolaan hutan oleh rakyat. c) Mendorong pembangunan hutan di luar kawasan hutan tetap. d) Mendorong sifat keadilan dan sistem sosial yang lebih baik di dalam pengelolaan hutan. e) Mendorong perdagangan produk hutan yang lestari secara ekologis dan sosial. 6. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML), sebagai Sistem Sertifikasi Ekolabel Hutan Indonesia merupakan salah satu di antara negara di dunia yang mempunyai sumber daya hutan alam tropis yang besar dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Tekanan terhadap kelestarian hutan
9 13 tropis di dunia semakin meningkat akibat tingginya permintaan atas produkproduk hasil hutan, sementara luas hutan tropis semakin berkurang. Situasi ini mendorong munculnya paradigma pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari (sustainable forest management/sfm) (LEI, 2002). Implementasi SFM tidak hanya dituntut pada kawasan hutan alam tropis, namun merebak pada kawasan hutan lainnya, seperti hutan tanaman maupun hutan yang dikelola oleh masyarakat. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) telah mengembangkan sistem sertifikasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML). Pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML) adalah sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu atau kelompok suatu komunitas, pada lahan negara, lahan komunal, lahan adat, atau lahan milik (individual/rumah tangga) untuk memenuhi kebutuhan individu/rumah tangga dan masyarakat, diusahakan secara komersial ataupun sekedar untuk subsistensi. Ciri utamanya adalah adanya pengaruh sistem sosial setempat yang cukup kuat di dalam struktur pengambilan keputusan manajerial. Dalam satu praktek PHBML, orientasi usahanya dari dua macam, yaitu sebagian bersifat subsiten dan sebagian lain bersifat komersial. Orientasi usaha komersial umumnya ditujukan untuk jenis-jenis produk utama, sedangkan orientasi usaha subsisten ditujukan untuk jenis-jenis produk yang lainnya (Harjanto, 2000). 7. Kebijakan Pengelolaan Hutan Secara Lestari Dalam Undang Undang No 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan pada Pasal 3 disebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: (1) mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari; dan (2) meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; dan (3) meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga
10 14 mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Namun secara khusus terkait dengan kebijakan pengelolaan hutan secara lestari diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor: P.95/Menhut-II/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-Ii/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah. Hutan hak disebut pula sebagai hutan rakyat. Dalam Permen LHK tersebut pada Pasal 4, bahwa pemilik hutan rakyat yang diperuntukkan untuk produksi, maka wajib untuk mendapatkan Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL) atau sertifikat ekolabel yang menjelaskan bahwa hasil kayu yang dipanen dipastikan diperoleh dari hutan yang telah dikelola secara lestari. Sertifikat pengelolaan hutan secara lestari dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang bersifat independen setelah menerima permohonan dan melakukan penilaian dokumen ajuan serta verifikasi lapang. Dengan demikian bahwa bagi pengelola dan pemilik hutan bahwa pengelolaan hutan untuk kesejahteraan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan (SOSEKLING) dengan pengelolaan secara lestari adalah merupakan suatu keharusan. B. Penelitian Terdahulu dan Relevan Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat terkait dengan pengelolaan hutan telah dilakukan beberapa peneliti terdahulu, namun terdapat beberapa perbedaan pada daerah, karakteristik, tujuan ataupun fokus penelitian. Beberapa penelitian dimaksud sebagimana tersaji pada tabel berikut.
11 15 Tabel 1. Penelitian terdahulu dan relevan No Judul dan Peneliti Tahun Lokasi Metode Fokus Penelitian 1 Pengelolaan Hutan Lestari dan Sertifikasi Ekolabel. Purwanto 2008 Kabupaten Wonogiri Diskriptif Kualitatif Untuk mengetahui pengaruh sertifikasi ekolabel terhadap tataniaga dan kenaikan harga kayu rakyat 2 Efektifitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan di Hutan rakyat. Erlinda Daniyati 2009 Kabupaten Wonogiri dan Kulon Progo Diskriptif Kualitatif Membandingkan efektifitas dalam pengelolaan hutan rakyat antara yang sudah bersertifikat ekolabel di Kabupaten Wonogiri dengan yang belum bersertifikat di Kabupaten Kulon Progo 3 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan dalam Meningkatkan Partisipasi Pengelolaan Hutan Lindung. Gunawan Ade Kabupaten Cianjur Diskriptif Kualitatif Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat serta mengidentifikasi kebutuhan pendampingan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan lindung Gunung Simpang, di Cibuluh 4 Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Balai Taman Nasional Gunung Palung Kecamatan Sukadana. Yudi Dwi Septiyanto 2012 Kabupaten Kayong Utara Diskriptif Kualitatif Untuk mengetahui kapasitas masyarakat sekitar Taman nasional dalam rangka menyusun strategi pemberdayaan masyarakat. 5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Kelompok Tani Hutan Ngudi Makmur di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. I.Putu Garjita 2014 Kabupaten Boyolali Diskriptif Kualitatif Bermaksud mengidentifikasi dan menyusun strategi pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat yang terorganisir pada kelompok tani Ngudi Makmur.
12 16 Beberapa penelitian tersebut menekankan sejauhmana efektifitas antara hutan rakyat yang telah bersertifikat ekolabel dan yang belum bersertifikat serta mengidentifikasi strategi dan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung dan taman nasional. Pertanyaannya bagaimana model pemberdayaan kelompok tani hutan rakyat sampai bisa mendapatkan sertifikat ekolabel belum diungkap dalam penelitian-penelitian sebelumnya. C. Kerangka Pemikiran Penelitian ini meliputi : (1) mengetahui dan menganalisis kondisi awal KTHR Lawu Manunggal dari sisi kelambagaan dan administrasinya sebelum dilakukan pemberdayaan untuk mendapatkan sertifikat ekolabel. (2) mengidentifikasi kriteria dan indikator yang dibutuhkan agar KTHR Lawu Manunggal bisa mendapatkan sertifikat ekolabel menurut standar LEI dan (3) untuk mengetahui dan menganalisis model pemberdayaan KTHR Lawu Manunggal sampai mendapatkan sertifikat ekolabel.. Berdasarkan penelusuran literatur, penelitian ini dilandaskan pada teori: (1) konsep dasar pemberdayaan masyarakat, (2) pendekatan dan strategi pemberdayaan kelompok, dan (3) tentang sertifikasi ekolabel hutan sebagai insentif dan promosi. Menurut Glasser dan Stauss (1980:31) dalam Moleong (2000:37), landasan teori dapat disajikan dalam dua bentuk : a) seperangkat proporsi dan b) diskusi teoritis yang memanfaatkan ketegori konseptual dan kawasannya. Dalam penelitian ini dipilih bentuk yang kedua. Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma pembangunan yang bersifat: (1) People Centered, (2) Participatory, (3) Empowering dan (4) Sustainable (Chambers, 1995). Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Pendekatan dalam pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan. Ary (2001) menyatakan, bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu-lawan-satu. Meskipun pemberdayaan
13 17 seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien atau target group, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Sementara menurut PERSEPSI, 2010 untuk mengarah pada suatu perubahan status sosial ekonomi petani kearah pertanian berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan kegiatan harus bertumpu pada lima unsur yang saling mendukung dan berkait. Unsur dimaksud yaitu unsur: ekologi, teknologi, ekonomi, sosial budaya dan pemberdayaan. Dalam sistem sertifikasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari/phbml (LEI, 2002:29). Sertifikasi hutan adalah bagian dari sistem pasar yang bersifat insentif, mendorong terjadinya perubahan dalam hal: pengelolaan hutan lestari, memberikan penghargaan dan memperkuat inisiatif pengelolaan hutan oleh masyarakat, perluasan hutan di luar kawasan dan terjadinya perdagangan hasil hutan rakyat yang lebih berkeadilan. Adapun sistem sertifikasi ekolabel hutan yang berkembang secara internasional maupun yang ada di Indonesia, secara umum dapat disimpulkan bertujuan : (1) untuk memberikan insentif pasar maupun non pasar yang mendorong peningkatan kualitas pengelolaan hutan secara lestari dan berkelanjutan dan (2) untuk meningkatkan akses pasar. Tujuan ini disebut tujuan perdagangan atau trade objective. Selain itu tujuan sertifikasi hutan adalah untuk memberikan informasi mengenai keberlanjutan dan kelestarian dari pengelolaan hutan tempat kayu dihasilkan. Sehingga konsumen dapat mempertimbangkan keputusan untuk membeli produk kayu dari hutan yang dikelola secara lestari atau tidak (LEI. 2004). Teori lain yang dipergunakan sebagai landasan dalam penelitian ini adalah teori kelembagaan. Teori kelembagaan yang dipilih yaitu teori kelembagaan Kartodiharjo (1995) dimana kelembagaan terdiri struktur, kognitif, normatif dan regulatif serta aktifitas yang memberikan stabilitas dan makna bagi pelaku sosial. Sisi lain bahwa kewajiban mengelola hutan secara lestari untuk kesejahteraan sosial, ekonomi dan lingkungan (SOSEKLING) adalah merupakan perintah regulasi sebagaimana tertuang dalam UU 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P 95/Menhut-II/2014, tentang Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan
14 18 Verifikasi Legalitas kayu. Dengan demikian kerangka pemikiran penelitian ini secara skematik di jelaskan pada gambar 1 berikut. PERMASALAHAN SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN Faktor eksternal (masalah lingkungan, tuntutan produk hijau, citra yang baik ) Faktor internal (kebutuhan ekonomi, pemasaran, produksi lestari) KEPUTUSAN KTHR MENUJU SERTFIFIKASI EKOLABEL Identifikasi Kondisi Awal (Potret) Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) KEBIJAKAN PEMERINTAH Kondisi Ideal Kelembagaan KTHR Dan Syarat Syarat Mendapatkan Sertifikat Ekolabel Gap Analisis (Kesenjangan) Pemberdayaan yang dilakukan? Pemberdayaan KTHR Lawu Manunggal Temuan: Kesimpulan Rekomendasi Model Pemberdayaan Ekolabel Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian D. Hipotesis 1. Kondisi awal kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) Lawu Manunggal belum memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan sertifikat ekolabel 2. Untuk mendapatkan sertifikat ekolabel belum teridentifikasi syarat-syarat yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kriteria dan indikator untuk kelestarian aspek ; produksi, ekologi, dan sosial. 3. KTHR Lawu Manunggal mengalami kesulitan untuk mendapatkan sertifikat ekolabel apabila tidak dilakukan pemberdayaan.
15 19
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah
19 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah tersebut tidak berdampak buruk secara lebih luas.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan aset nasional, bahkan aset dunia yang harus dipertahankan keberadaannya secara optimal. Menurut Undang-Undang No.41 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah tersebut tidak berdampak buruk secara lebih luas.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. tingkat lokal (tanah adat) (Suhardjito & Darusman, 1998). Jenis hutan ini terbukti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun di atas tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat)
Lebih terperinciPengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.
Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan
Lebih terperincidiarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat
Latar Belakang Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga pelestarian
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIK
BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Peran penting sumberdaya hutan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Strategi Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang mengambil dari kata strator yang berarti militer dan ag yang berati memimpin.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun. Sentra-sentra industri furniture berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang perubahan atas
Lebih terperinciV. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat
Lebih terperinciOLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH
MANAJEMEN PENGELOLAAN HUTAN DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH OLEH: LALU ISKANDAR,SP KEPALA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH DISAMPAIKAN PADA LOKAKARYA REDD+ KOICA-FORDA-CIFOR SENGGIGI,
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinci-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH
-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan
Lebih terperinciKERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :
KERANGKA PROGRAM Peningkatan Hutan Rakyat dan Industri Kayu Kecil dan Menengah yang Terverifikasi Legal dalam Meningkatkan Pasokan Kayu dan Produk Kayu Sesuai Lisensi FLEGT (di Wilayah Provinsi Jawa Barat)
Lebih terperinciDinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 1. Visi dan Misi Provinsi Jawa Timur Visi Provinsi Jawa Timur : Terwujudnya Jawa Timur Makmur dan Berakhlak dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perubahan Institusi Kehutanan Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam perubahan undang-undang no 5 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi
Lebih terperinciREPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004
I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK
Lebih terperincikepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen
Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya
Lebih terperinciBUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO
BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap
Lebih terperinciHUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo
HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam berupa hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang memiliki nilai sangat strategis. Meskipun sumberdaya alam ini termasuk kategori potensi alam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Masyarakat Konsep Perhutanan Sosial secara keseluruhan menempatkan posisi masyarakat sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat
Lebih terperinci2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu
No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciREVITALISASI KEHUTANAN
REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjelaskan bahwa
Lebih terperinciI. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan bagi keluarga, sehingga
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN STRATEGIS
BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Lebih terperinciSTRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN
STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan memiliki arti penting bagi negara. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mencerminkan potensi ekonomi yang besar dan strategis bagi pembangunan nasional. Kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong deforestasi dan degradasi, yang menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi iklim,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama pengelolaan taman nasional adalah sebagai kekuatan pendorong untuk menjamin kelestarian fungsi ekologi kawasan dan sekitarnya serta kemanfaatannya bagi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya
Lebih terperinciBAB 2 Perencanaan Kinerja
BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Lebih terperinciBAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS
BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS 8.1. Rancangan Program Peningkatan Peran LSM dalam Program PHBM Peran LSM dalam pelaksanaan program PHBM belum sepenuhnya diikuti dengan terciptanya suatu sistem penilaian
Lebih terperinciBAB VI LANGKAH KE DEPAN
BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki
Lebih terperinciPUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia
PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,
Lebih terperinciWALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciUSULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN Dasar Hukum Lingkungan Hidup UU No. 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 18/2008: Pengelolaan Sampah PP turunannnya Kehutanan UU No. 41/1999: Kehutanan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi hutan yang semakin kritis mendorong pemerintah membuat sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan pengelolaan hutan. Komitmen tersebut
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian negara Indonesia, menjadi fondasi perekonomian negara, dan merupakan andalan sebagai pendorong pembangunan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Indonesia selama ini diwarnai dengan ketidakadilan distribusi manfaat hutan terhadap masyarakat lokal. Pengelolaan hutan sejak jaman kolonial
Lebih terperinciImplementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program
Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I
No.165, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK.Kawasan Hutan. Konflik Tenurial. Penanganan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/2015 TENTANG
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir
33 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Adanya fakta bahwa fungsi dan pengelolaan kawasan taman nasional sering dihadapkan pada dilema antara kepentingan konservasi dengan kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengelolaan sumber daya alam, khususnya hutan yang berkelanjutan dimasa kini telah menjadi keharusan, dimana keberadaan serta keberlangsungan fungsi sumber daya
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUTANAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat
Lebih terperinciBAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR
BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah
Lebih terperinci6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM
48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama
Lebih terperinciSERBA SERBI HUTAN DESA (HD)
SERBA SERBI HUTAN DESA (HD) Oleh Agus Budhi Prasetyo, S.Si.,M.Si. Dalam Renstra 2010-2014, Kemenhut merencanakan hutan kemasyarakatan seluas 2 juta ha dan hutan desa seluas 500.000 ha. Dari areal yang
Lebih terperinci2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.
BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian
Lebih terperinciDepartemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2008
KARYA TULIS KEBUTUHAN SUMBERDAYA MANUSIA (SDM) MENUJU KEMANDIRIAN KPH Oleh : Nurdin Sulistiyono, S.Hut, MSi NIP. 132 259 567 Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2008 DAFTAR
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang dilalui garis khatulistiwa, sehingga memiliki iklim tropis. Kondisi ini menyebabkan iklim
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG
BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG INTEGRASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Menimbang : a. Bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sangat kaya akan berbagai sumberdaya alam, termasuk keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Kekayaan sumberdaya alam tersebut harus dikelola
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan tropis Indonesia merupakan kekayaan alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan terjamin kelestariannya dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia
Lebih terperinci