RECOVERY DAN KARAKTERISASI KALSIUM DARI LIMBAH DEMINERALISASI KULIT UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis deman) ISTIFA RINI C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RECOVERY DAN KARAKTERISASI KALSIUM DARI LIMBAH DEMINERALISASI KULIT UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis deman) ISTIFA RINI C"

Transkripsi

1 RECOVERY DAN KARAKTERISASI KALSIUM DARI LIMBAH DEMINERALISASI KULIT UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis deman) ISTIFA RINI C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN ISTIFA RINI. C Recovery dan Karakterisasi Kalsium dari Limbah Demineralisasi Kulit Udang Jerbung (Penaeus merguiensis deman). Dibawah bimbingan: PIPIH SUPTIJAH dan ASADATUN ABDULLAH. Industri pengolahan udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) menghasilkan limbah berupa kulit udang sebesar 75% dari total bobot udang. Limbah kulit udang yang tidak tertangani secara baik akan menimbulkan permasalahan lingkungan karena menimbulkan bau tidak sedap serta mengurangi estetika lingkungan. Limbah kulit udang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kitin dan kitosan. Proses pembuatan kitin dan kitosan menghasilkan hasil samping berupa mineral terlarut kalsium klorida (CaCl 2 ) yang belum dioptimalkan pemanfaatannya. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan mineral terlarut pada proses demineralisasi melalui proses recovery (pemulihan) yang bertujuan untuk mendapatkan kembali mineral dalam bentuk padatan sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut, mempelajari pengaruh waktu perendaman kulit udang terhadap kadar kalsium dan menentukan komposisi mineral serta menentukan karakteristik fisik, mikroskopis dan kimia dari tepung hasil recovery yang dihasilkan. Kulit udang yang digunakan adalah kulit udang jerbung (Penaeus merguiensis deman). Waktu perendaman kulit udang dalam larutan HCl 1 N dilakukan selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Proses recovery dilakukan dengan cara presipitasi yakni penambahan larutan NaOH 3 N pada larutan CaCl 2 dan pemanasan endapan sehingga diperoleh tepung hasil recovery. Rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang yang diperoleh sebesar 1,33 2,58% (bb). Kalsium merupakan komponen utama pada tepung hasil recovery tersebut. Kadar kalsium terendah diperoleh dari perlakuan tanpa perendaman HCl (0 jam) sebesar 63,32% (bk). Kadar kalsium tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman HCl selama 72 jam sebesar 91,01% (bk). Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki kadar magnesium berkisar antara 0,09 4,02% (bk), kadar kalium berkisar antara 0,01 0,07% (bk) dan kadar fosfor berkisar antara 3,34 8,01% (bk). Tepung hasil recovery tersebut memiliki kadar mangan sebesar 0,01% (bk), kadar tembaga sebesar 0,01% (bk), kadar besi berkisar antara 0,06 0,1% (bk) dan kadar seng berkisar antara 0,03 0,05% (bk). Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang yang digunakan pada karakterisasi fisik, mikroskopis dan kimia diperoleh dari perlakuan perendaman HCl 1 N selama 72 jam. Tepung hasil recovery tersebut memiliki nilai derajat putih sebesar 77,6%. Hasil uji SEM menunjukkan ukuran partikel tepung berkisar antara 50-62,5 nm, sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung hasil recovery merupakan nanomineral. Hasil karakterisasi kimia menunjukkan bahwa nilai ph tepung kalsium tersebut adalah 9,21.

3 RECOVERY DAN KARAKTERISASI KALSIUM DARI LIMBAH DEMINERALISASI KULIT UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis deman) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: ISTIFA RINI C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : RECOVERY DAN KARAKTERISASI KALSIUM DARI LIMBAH DEMINERALISASI KULIT UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis deman) : Istifa Rini : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dra. Pipih Suptijah, MBA Asadatun Abdullah, S.Pi. M.Si NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phil. NIP Tanggal Lulus:

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Recovery dan Karakterisasi Kalsium dari Kulit Udang Jerbung (Penaeus merguiensis deman) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2010 Istifa Rini NRP C

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik, hidayah dan inayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul Recovery dan Karakterisasi Kalsium dari Limbah Demineralisasi Kulit Udang Jerbung (Penaeus merguiensis deman) dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, terutama kepada: 1. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ibu Asadatun Abdullah S.Pi., M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian. 2. Bapak Dr. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan dan dosen penguji yang telah memberikan nasihat, kritik dan saran dalam penulisan skripsi. 3. Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan nasihat, kritik dan saran dalam penulisan skripsi. 4. Bapak Dr. Agoes M. Jacoeb Dipl. M.Biol selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan atas bimbingannya kepada penulis. 5. Ibu Ir. Nurjanah, MS selaku dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan atas bimbingan dan motivasinya kepada penulis. 6. Bapak Dr. Nurul Taufiqo Rahman, M.Eng selaku Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia dan Peneliti LIPI FISIKA atas informasi yang diberikan kepada penulis mengenai nanoteknologi. 7. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu atas saran dan pengarahan yang diberikan mengenai nanoteknologi selama penelitian. 8. Kedua orang tua serta kakak tercinta (Mas Adi, Mas Ari dan Mbak Rainy), Keluarga Besarku, atas semua motivasi, doa, dan dukungan yang diberikan, baik moril maupun materil serta kasih sayang kepada penulis. 9. Ibu Ema dan Rita Rosita yang telah banyak membantu dan memberikan rasa bersahabat kepada penulis selama ini. Ibu Sri, Mba Endang, Bapak

7 Diki, Bapak Yogi, Mba Vindi dan seluruh laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu melakukan analisis. 10. Keluarga Besar THP, staf dosen dan Tata Usaha (TU) serta temantemanku THP 40, 41, 42, 43 dan 44 yang telah memberikan semangat. 11. Muhamad Alif Razi yang selalu memberikan motivasi, semangat doa dan perhatiannya kepada penulis. 12. Diani Sartika, Ela Elawati, Anne Prasastyanne, Purwatiningsih, Ernawati dan Melda Aniyalisa Dahyar atas semangat dan dukungan yang selalu diberikan. 13. Brinadho, Sugara, Evi, Ulfah, Choridatul, Prilisa, Ary, Anggi, Dan dan Yulia atas semangat, bantuan dan canda tawa selama ini. 14. Tim Travelling: Seno, Dewi, Miftah, Zen, Ika, Indri, Pril dan Erna atas semangat, bantuan dan berbagi kebahagiaan kepada penulis. 15. Tim Sup Krim Udang Instan: Pus, Pur, Fathu dan Yayan atas kebersamaan, kekompakan dan perjuangan menuju PIMNAS XXII. Tim Asisten Biokimia Hasil Perairan: Ary, Dewi, Ka Dede dan Mba Merry. Tim Asisten TITL: Ori, Pril, Bang Rodi yang telah berbagi pengalaman berharga bersama penulis. 16. Kakak kelasku: Ka Dede, Mba Ika, Ka Yogi, Ka Afid, Mba Ulin dan Laler. Teman-temanku: Jamil, Dini, Febry, Teteh, Ade, Sena, Tyas, Riska, Adrian, Mirza, Rinto, Sari, Binyo, Uut, Pite, Kokom, Ita, Junide, Dita, Bayu, Ipank, Fuad, Fahrul, Martcha dan Nazar. Adik-adik kelasku: Uu, Nanda, Nanang, Ferry, Rahmawati, Chubby, Ibnu, Mpo Leli, Aul, Ayu, Ovi (HPT 45), Essy dan Alifa (TIN 44). 17. Keluarga besar Kostan Nabila : Tika, Majek, Pute, Sinta, Essy, Dini, Ayu, Ami, Amel, Iil, Mba Dwi dan Ka Fin. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini belum sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya. Bogor, Januari 2010 Penulis

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur pada tanggal 7 Juli 1987 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ronny Nuroso (Alm.) dan Woro Rumningsih. Pada Tahun 2005, penulis lulus dari SMUN 78 Jakarta Barat dan pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama pendidikan, penulis banyak terlibat dalam berbagai kegiatan, baik kegiatan di bidang kemahasiswaan maupun kegiatan akademik. Penulis menjadi anggota Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) ( ). Penulis menjadi anggota tim PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) serta finalis pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXII 2009 dan meraih Juara 1 untuk penilaian dan penyajian poster bidang Kewirausahaan. Menjadi asisten mata kuliah Biokimia Hasil Perairan (2008), Biotoksikologi Hasil Perairan (2008), Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan (2009) serta mata kuliah Teknologi Industri Tumbuhan Laut (2009). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Recovery dan Karakterisasi Kalsium dari Limbah Demineralisasi Kulit Udang Jerbung (Penaeus merguiensis deman) dengan dosen pembimbing yaitu Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Asadatun Abdullah, S.Pi. M.Si.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Hal. 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Udang Jerbung (Penaeus merguiensis deman) Limbah Udang Demineralisasi Mineral Makromineral Kalsium Magnesium Kalium Fosfor (P) Mikromineral Mangan (Mn) Tembaga (Cu) Besi (Fe) Seng (Zn) Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) Scanning Electron Microscopy (SEM) Metodologi Waktu dan Tempat Pelaksanaan Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian utama Analisis Fisik dan Kimia Sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Rendemen Tepung Hasil Recovery ix x xi

10 4.3. Komposisi Mineral Tepung Hasil Recovery Komponen makromineral (Ca, Mg, K dan P) Komponen mikromineral (Mn, Cu, Fe dan Zn) Kadar air tepung kalsium Penelitian Utama SEM (Scanning Electron Microscopy) Derajat Putih Derajat Keasaman (ph) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Komposisi kimia kepala dan kulit udang Berat garam pereaksi yang diperlukan untuk membuat larutan standar logam Panjang gelombang pada uji AAS Komposisi kimia limbah udang Rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar kalsium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar magnesium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kalium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar fosfor tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar mangan tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar tembaga tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar besi tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar seng tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar air tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang... 37

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Udang jerbung (Penaeus merguensis deman) Reaksi proses demineralisasi Alat atomic absorptions spectrophotometry (AAS) Alat scanning electron microscopy (SEM) Bagian lensa mikroskop SEM Diagram alir pemisahan mineral pada kulit udang Diagram alir karakterisasi fisika dan kimia tepung hasil recovery Grafik rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar kalsium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar magnesium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar kalium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar fosfor tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar mangan tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar tembaga tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar besi tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar seng tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Grafik kadar air tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Partikel tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang (perbesaran x) Karakteristik derajat putih tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Data produksi udang jerbung Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang... 56

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data uji proksimat kulit udang a. Tabel data kadar air kulit udang jerbung b. Tabel data kadar abu kulit udang jerbung c. Tabel data kadar lemak kulit udang jerbung d. Tabel data kadar protein kulit udang jerbung e. Tabel data kadar proksimat kulit udang jerbung Data rendemen tepung hasil recovery (Ca) a. Tabel data rendemen tepung hasil recovery Data uji kadar makromineral a. Tabel data kadar hasil recovery (Ca) b. Tabel data kadar magnesium (Mg) c. Tabel data kadar kalium (K) d. Tabel data kadar fosfor (P) Data uji kadar mikromineral a. Tabel data kadar mangan (Mn) b. Tabel data kadar tembaga (Cu) c. Tabel data kadar besi (Fe) d. Tabel data kadar seng (Zn) Data uji kadar air a. Tabel data kadar air Grafik data produksi udang jerbung dan Gambar tepung hasil recovery... 56

14 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan di Indonesia terdiri dari perikanan tangkap, perikanan air tawar dan budidaya. Komoditas budidaya yang memiliki nilai ekonomis tinggi salah satunya adalah udang. Jenis udang yang menjadi andalan ekspor Indonesia antara lain udang dogol, udang jerbung, udang windu, udang krosok dan udang ratu. Jumlah ekspor udang pada periode Januari-Maret tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan sebesar 6,05% (PDSI 2009). Udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Jumlah produksi udang jerbung di Indonesia selama periode lebih dari ton/tahun. Pusat tambak udang di Indonesia berlokasi di wilayah pantai sebelah utara maupun selatan daerah Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (Rangkuti 2007). Pengolahan udang jerbung untuk ekspor berupa produk udang beku, headless atau peeled. Udang jerbung untuk konsumen lokal dipasarkan dalam bentuk segar, headless atau peeled. Dari proses pengolahan tersebut 75 % dari berat total udang merupakan bagian kulit dan kepala (Gilberg dan Stenberg 2001 diacu dalam Kelly et al. 2005). Limbah kulit udang yang tidak tertangani secara baik akan menimbulkan permasalahan lingkungan karena menimbulkan bau tidak sedap serta mengurangi estetika lingkungan (Manjang 1993). Kulit udang mengandung kitin sebesar 15-20% kitin, kadar abu sebesar 20% serta kadar protein sebesar 35% pada basis kering (Kelly et al. 2005). Limbah kulit udang telah dimanfaatkan menjadi bahan baku kitin dan kitosan yang diproduksi dalam jumlah berskala besar selama dua dekade. Produksi kitin dan kitosan merupakan langkah nyata pemanfaatan limbah yang ramah lingkungan serta bernilai ekonomis. Pengembangan produksi kitin dan kitosan perlu dilanjutkan dengan upaya pemanfaatan hasil samping industri tersebut seperti protein dan mineral. Pemanfaatan hasil samping protein dilakukan

15 dengan cara memanfaatkan kembali pigmen carotenoids yang banyak mengandung astaxanthin dan diolah menjadi bahan tambahan pakan ikan (Kumar 2000 diacu dalam Kelly et al. 2005). Hasil samping industri pengolahan kitin dari proses demineralisasi kulit udang berupa kalsium klorida (CaCl 2 ). Proses demineralisasi mineral pada kulit udang akan terlarut pada larutan asam seperti asam klorida (HCl). Pemanfaatan limbah demineralisasi yakni sebagai sumber kalsium dapat digunakan pada industri kertas dan industri semen ( Flick et al. 2000). Mineral dari hasil recovery limbah demineralisasi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium untuk pembuatan gips dan suplemen kalsium. Kalsium yang berada pada kulit udang sebagian besar berupa kalsium karbonat (CaCO 3 ). Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang memegang peranan dalam pengaturan regulasi pada beberapa proses biokimia dan fisiologi dalam tubuh (Silva dan Williams 1991 diacu dalam Fennema 1996). Perendaman kulit udang dalam asam klorida selama dua hingga tiga hari membantu proses demineralisasi. Selain itu perendaman tersebut bermanfaat untuk mendaur ulang limbah demineralisasi (Flick et al. 2000). Upaya pemanfaatan mineral terlarut merupakan proses recovery (pemulihan). Proses recovery bertujuan untuk mendapatkan kembali mineral dalam bentuk padatan sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Penelitian mengenai proses recovery mineral dari limbah demineralisasi, penentuan waktu perendaman kulit udang dalam HCl terbaik dan penentuan karakteristik mineral yang dihasilkan dari proses recovery perlu dilakukan. Hasil penelitian yang diperoleh dapat digunakan sebagai informasi untuk pemanfaatan mineral lebih lanjut, baik dalam bidang farmasi, industri maupun pertanian Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik limbah demineralisasi kulit udang sebagai sumber kalsium melalui proses recovery mineral, mempelajari pengaruh waktu perendaman kulit udang terhadap kadar kalsium dan mengetahui komposisi mineral dari tepung hasil recovery serta menentukan karakteristik fisik, mikroskopis dan kimia terhadap tepung hasil recovery yang dihasilkan.

16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udang Jerbung (Penaeus merguiensis deman) Udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Udang jerbung memiliki habitat di kedalaman 10 m hingga 45 m, dengan substrat berlumpur (Anonim 2004). Udang jerbung memiliki klasifikasi sebagai berikut (Fabricius 1798 diacu dalam Anonim 2009): Filum Subfilum Kelas Ordo Famili Genus Jenis : Arthropoda : Crustacea : Malacostraca : Decapoda : Penaeidae : Penaeus : Penaeus merguiensis deman Udang jerbung memiliki morfologi yakni panjang total sebesar 25 cm dan memiliki rostrum sebanyak 7 hingga 8 buah. Udang jerbung berwarna putih polos atau sedikit gelap. Morfologi udang jerbung dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) Sumber: [Image 2004] Udang jerbung memiliki nama dagang antara lain udang putih, banana prawn, white shrimp dan indian banana. Udang adalah komoditas utama dari sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk beku, headless dan peeled. Potensi produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

17 Jumlah ekspor udang pada periode Januari-Maret tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan sebesar 6,05% (PDSI 2009). Grafik jumlah produksi udang jerbung dapat dilihat pada Lampiran Limbah Udang Saat ini terdapat 170 perusahaan pengolahan udang di Indonesia. Kapasitas produksi pengolahan udang sekitar ton per tahun (Prasetyo 2004). Dari proses pengolahan tersebut 75% dari berat total udang menjadi limbah, yaitu bagian kulit dan kepala (Gilberg dan Stenberg 2001 diacu dalam Kelly et al. 2005). Komposisi kimia kulit kepala dan kulit udang dapat dilihat pada Tabel 1. Limbah udang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan jenis pengolahannya yaitu (Suptijah et al. 1992): (1). Kepala udang yang merupakan hasil samping industri pembekuan udang tanpa kepala. (2). Kulit udang yang merupakan hasil samping industri pembekuan udang kelas mutu dua atau industri pengalengan udang. (3). Campuran antara kepala udang dan kulit udang yang berasal dari industri pengalengan udang. Tabel 1. Komposisi kimia kepala dan kulit udang Komposisi Jumlah (%) Air 88,7 Protein (bk) 32,5 Lemak (bk) 9,8 Abu (bk) 20 Karbohidrat (bk) 1,5 Sumber: Ravichandran et al. (2009) Kulit udang dapat diolah lebih lanjut sebagai bahan baku kitin dan kitosan yang bernilai ekonomis tinggi. Proses pembuatan kitin dari kulit udang melalui proses deproteinasi dan demineralisasi. Kitin merupakan komponen utama penyusun cangkang pada insekta dan krustasea. Kitin memiliki ikatan kimia

18 berupa N-asetil-D-glukosamin yang bersifat biodegradable, sehingga kitin mudah untuk dicerna (Kristbergsson dan Arason 2007) Demineralisasi Demineralisasi merupakan suatu proses yang bertujuan menghilangkan mineral-mineral yang terdapat pada limbah udang. Limbah udang secara umum mengandung 20-50% mineral tergantung dari spesiesnya (Ravichandran et al. 2009). Kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan kalsium fosfat (Ca 3 (PO 4 ) 2 ) merupakan komposisi utama pada mineral yang terkandung dalam kulit udang. Proses demineralisasi dilakukan dengan penambahan HCl 1 N pada perbandingan bobot bahan dan volume pengekstrak sebanyak 1:7 dan dilakukan pemanasan selama 1 jam pada suhu 90 o C (Suptijah et al. 1992). Reaksi antara asam klorida (HCl) dengan kalsium menghasilkan kalsium klorida (CaCl 2 ) (Angka dan Suhartono 2000). Reaksi proses demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 2. CaCO HCl CaCl 2 + H 2 CO 3 H 2 CO 3 H 2 O + CO 2 CaCO HCl CaCl 2 + H 2 O + CO 2 Ca 3 (PO 4 ) HCl CaCl 2 + H 3 PO 4 Gambar 2. Reaksi proses demineralisasi (Bastaman 1989 diacu dalam Wardhani 2007) Mineral Mineral adalah elemen anorganik yang terdapat di alam. Mineral merupakan salah satu komponen gizi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup (Raton 1982 diacu dalam Clydesdale 1988). Mineral memiliki muatan positif, sehingga di dalam tubuh mineral berfungsi sebagai elektrolit. Pergerakan air di dalam sel akan mengarah pada larutan elektrolit yang berkonsentrasi lebih tinggi melalui membran semipermeabel. Membran semipermeabel akan meneruskan air dan menahan elektrolit, sehingga terjadi keseimbangan tekanan osmosis (Almatsier 2006). Kekurangan mineral dalam jangka waktu tertentu dapat menunjukkan tanda-tanda defisiensi. Kelebihan mineral dapat menyebabkan efek toksisitas. Sebagian besar mineral memiliki kisaran asupan aman yang luas, sehingga

19 untuk mencegah kemungkinan defisiensi dan efek toksisitas perlu dilakukan komsumsi makanan yang bervariasi (Underwood dan Mertz 1987 diacu dalam Fennema 1996) Makromineral Mineral digolongkan kedalam makromineral dan mikromineral. Makromineral adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari (Almatsier 2006). Makromineral dibutuhkan dalam pembentukan jaringan tulang mupun sebagai ko-faktor enzim. Makromineral yang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan kulit udang adalah kalsium, magnesium, kalium dan fosfor (Darmono 1995). Makhluk hidup pada lingkungan perairan mengatur penyerapan mineral melalui insang, kulit dan mulut (Kaushik 2001) Kalsium (Ca) Kalsium merupakan kation divalen berukuran radius 0,95 x m. Kalsium dalam sel hidup membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat, dan lemak. Ikatan kalsium bersifat selektif dan mampu berikatan dengan oksigen netral, termasuk grup alkohol dan karbonil (Fennema 1996). Kalsium (Ca) merupakan mineral utama yang berperan dalam pembentukan dan pertumbuhan struktur tulang, menjaga keseimbangan osmotik, aktifitas otot dan transmisi rangsangan syaraf (Bronner 1997). Udang memperoleh kalsium dari habitat perairan dan pakan. Perairan mengandung kalsium sebesar 50-60% dari total kebutuhan kalsium. Pakan udang dapat menambah asupan kalsium. Kekurangan kalsium dapat menghambat pertumbuhan, pembentukan tulang serta mengakibatkan dekalsifikasi (Guillaume et al. 2001). Kalsium karbonat, kalsium fosfat dan kitin merupakan penyusun utama dari kulit udang (Gilberg dan Stenberg 2001 diacu dalam Kelly et al. 2005). Kulit udang mengandung 98,5% kalsium dari total mineral (Darmono 1991 diacu dalam Darmono 1995). Pemanfaatan kalsium karbonat antara lain meliputi suplemen kalsium, industri cat, industri kertas serta industri plastik (BCCF 2007). Kalsium karbonat menurut SNI diklasifikasikan menjadi tiga jenis yakni jenis K, jenis C dan jenis CC. Jenis K adalah tepung kalsium

20 karbonat yang dhasilkan dari penggilingan batu kapur. Jenis C adalah tepung kalsium karbonat yang dihasilkan dari penggilingan batu kalsit. Jenis CC adalah tepung kalsium karbonat yang dihasilkan dari proses reaksi dan pengendapan (BSN 1989 a ). Kalsium karbonat (CaCO 3 ) digunakan pada industri farmasi sebagai suplemen, industri cat untuk meningkatkan opasity dan porosity cat, industri kertas sebagai pelapis kertas serta industri plastik untuk meningkatkan moulding characteristic (BCCF 2007). Pemanasan kalsium karbonat menghasilkan kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida menurut SNI A digunakan pada industri kertas sebagai recovery agent untuk mengendapkan selulosa (BSN 1989 b ). Kalsium oksida menurut SNI digunakan pada industri gula untuk pemurnian nira (BSN 1989 c ). Penambahan air dengan kalsium oksida menghasilkan kalsium hidroksida Ca(OH) 2. Pemanfaatan kalsium hidroksida Ca(OH) 2 menurut SNI sebagai zat flokulan yang dapat mengendapkan logam berat pada pengolahan air limbah industri peleburan tembaga (BSN 2002) Magnesium (Mg) Magnesium merupakan salah satu makromineral yang berperan dalam sistem fisiologis hewan yang berhubungan erat dengan kalsium serta fosfor. Sekitar 70% dari total Mg dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan sebagian ditemukan dalam jaringan lunak dan cairan jaringan (Darmono 1995). Metabolisme magnesium memiliki kesamaan dengan metabolisme kalsium. Magnesium adalah ko-faktor yang merupakan faktor utama di dalam aktivitas enzim terutama enzim fosfat transferase, dekarboksilase dan asil transferase selama proses osmoregulasi, sintesis protein dan proses pertumbuhan (Guillaume et al. 2001) Kalium (K) Kalium merupakan logam golongan 1A dan logam yang berada pada periode 4. Kalium memiliki sifat kimia yakni memiliki muatan monovalen (Cotton dan Wilkinson 2007). Kalium merupakan logam alkali yang memiliki

21 sifat pereduksi aktif, sehingga memiliki kecenderungan untuk melepas elektron saat berinteraksi dengan unsur nonlogam (Clydesdale 1988). Kalium adalah kation terpenting cairan intrasel maupun cairan ekstrasel. Kalium mempengaruhi aktivitas otot, keseimbangan asam-basa dan tekanan osmotik didalam sel (Harper et al. 1979). Kalium berinteraksi dengan natrium dan potasium dalam regulasi enzim, sedangkan interaksi kalium dengan sodium mempengaruhi keseimbangan ion pada ekstra sel (Guillaume et al. 2001). Kekurangan kalium dapat menyebabkan anoreksia, tetanus dan kematian. Hewan perairan membutuhkan kalium sebanyak 0,3 1,2% yang dipengaruhi oleh konsentrasi kalium pada air (Guillaume et al. 2001) Fosfor (P) Fosfor merupakan salah satu mineral utama dalam tulang. Fosfor dan kalsium membentuk senyawa hidroksiapatit. Fosfor berperan dalam sistem sel sebagai fosfoprotein, asam nukleat dan fosfolipida. Pembebasan fosfor di dalam tulang dipengaruhi oleh vitamin D (Almatsier 2006). Kekurangan fosfor menyebabkan gangguan pertumbuhan tubuh dan terjadi proses demineralisasi. Udang memerlukan fosfor dalam pembentukan jaringan kutikula. Sumber utama ketersediaan fosfor berasal dari perairan yang dapat diserap secara langsung oleh udang. Udang memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga udang hanya mampu menggunakan jenis fosfor yang berikatan dengan sodium atau potasium seperti potasium monofosfat (Guillaume et al. 2001) Mikromineral Mikromineral adalah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2006). Mikromineral yang berperan dalam pembentukan jaringan kulit udang antara lain mangan, tembaga, besi dan seng (Guillaume et al. 2001). Kekurangan mikromineral dapat menyebabkan pertumbuhan kulit udang menjadi tidak sempurna (Darmono 1995). Kebutuhan mikromineral dapat dipenuhi secara alami melalui sumber mineral di perairan. Mikromineral terlibat dalam menjaga kesetimbangan tekanan osmotik dan berperan sebagai ko-faktor beberapa enzim (Clydesdale 1988).

22 Mangan (Mn) Mangan merupakan salah satu mikromineral yang terdistribusi secara luas pada jaringan hewan maupun tumbuhan. Mangan berperan dalam pembentukan jaringan tulang pada hewan. Defisiensi mangan dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tulang (Leach dan Harris 1997). Kekurangan asupan Mn menyebabkan dwarfism (Guillaume et al. 2001). Dwarfism merupakan kelainan pertumbuhan sehingga proporsi tubuh menjadi tidak sempurna. Mangan (Mn) berfungsi pada proses pembentukan kutikel pada udang. Defisiensi mangan (Mn) dapat menyebabkan pembentukan cangkang menjadi tidak sempurna (Nabryzki 2007) Tembaga (Cu) Logam tembaga (Cu) diketahui sebagai mineral esensial sejak tahun Tembaga berperan penting dalam pembentukan hemoglobin. Tembaga ditemukan dalam protein plasma seperti seuroplasmin yang berperan dalam pembebasan zat besi dari sel ke plasma (Darmono 1995). Tembaga berperan sebagai ko-faktor enzim cupro yang berperan dalam pembentukan pigmen pada jaringan kulit dan mempengaruhi kekuatan tulang dan jaringan darah (Harris 1997). Tembaga (Cu) berfungsi pada proses pembentukan struktur kulit udang dan berperan penting dalam mendukung penyerapan ion besi dan seng. Defisiensi tembaga dapat menyebabkan penurunan kemampuan enzim SOD (Cu-Zn-superoxide dismutase) dan katarak (Guillaume et al. 2001) Besi (Fe) Besi (Fe) terdapat dalam tubuh makhluk hidup berikatan dengan protein. Ikatan terpenting antara Fe dan protein adalah hemoglobin (Hb). Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia (Darmono 1995). Jenis crustacea tidak memiliki hemoglobin, sehingga kebutuhan zat besi lebih rendah dibandingkan pada ikan. Besi (Fe) berperan dalam pembentukan haemocyanin pada sistem aliran oksigen di dalam tubuh udang. Udang menyerap ion besi dari perairan melalui cangkang, dimana besi mampu berikatan dengan protein pada cangkang udang sebagai metalloprotein (Guillaume et al. 2001).

23 Seng (Zn) Seng merupakan unsur logam transisi pada golongan IIB. Seng bermuatan positif yang merupakan kation divalen (2+). Seng dapat membentuk ikatan hidroksida dengan penambahan basa pada larutan garamnya sehingga membentuk senyawa Zn(OH) 2 (Cotton dan Wilkinson 2007). Seng (Zn) berperan dalam pembentukan jaringan kulit dan tulang. Defisiensi seng menyebabkan gangguan pertumbuhan dan pembentukan tulang pada unggas (Chester 1997). Jenis crustacean memerlukan seng dalam proses pembentukan kulit (Guillaume et al. 2001) Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) Analisis logam terdiri dari analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui jenis logam yang ada. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah logam yang ada. Pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif dapat dilakukan dengan alat atomic absorption spectrophotometry (AAS). Alat atomic absorption spectrophotometry (AAS) terdiri atas lampu katoda, tungku pembakar, monokromator dan photomultiplier. Prinsip metode atomic absorption spectrophotometry (AAS) berdasarkan penguapan larutan sampel. Logam yang terkandung di dalam larutan sampel diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan lampu katoda (hollow cathode lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Radiasi dipancarkan pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono 1995). Lampu katoda (hollow cathode lamp) merupakan sumber radiasi yang memancarkan resonansi sinar pada panjang gelombang < 0,01 Å. Kemampuan lampu katode sebagai sumber radiasi merupakan faktor utama untuk menghasilkan kurva kalibrasi yang tepat. Lampu katoda terisi oleh gas argon atau neon. Konstruksi lampu katoda terbuat dari logam yang disesuaikan dengan jenis logam yang akan ditentukan kadarnya. Lampu katoda memiliki ruang hampa yang dialiri arus kecil sehingga menimbulkan ionisasi atom gas inert (Van Loon 1980). Alat atomic absorption spectrophotometry (AAS) dapat dilihat pada Gambar 3.

24 Ga Gambar 3. Alat atomic absorption spectrophotometry (AAS) 2.8. Scanning Electron Microscopy (SEM) Mikroskop merupakan alat untuk melihat benda yang berukuran kecil (mm). Salah satu jenis mikroskop adalah SEM (scanning electron microscopy). Scanning electron microscopy (SEM) menggunakan elektron dan cahaya tampak sebagai sumber cahayanya. Elektron adalah gelombang yang lebih pendek dibandingkan cahaya foton dengan ukuran 0,1 nm dan menghasilkan gambar dengan resolusi yang lebih baik (Lee 1993). Alat scanning electron microscopy (SEM) dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Alat scanning electron microscopy (SEM) Sumber: Image (2008) Scanning electron microscopy (SEM) menghasilkan gambar dari suatu permukaan spesimen dengan kedalaman fokus 500 kali lebih besar dibandingkan mikroskop cahaya (Lee 1993). Gambar yang dihasilkan memiliki fokus yang baik pada kedalaman specimen, sehingga gambar yang dihasilkan berupa bentuk tiga dimensi spesimen. Hal ini disebabkan oleh ketajaman pancaran elektron yang

25 menyinari spesimen. Mikroskop SEM memiliki perbesaran hingga kali (Fujita et al. 1971). Mikroskop SEM memiliki lensa yang berbeda dengan mikroskop cahaya. Bagian electron gun berfungsi memancarkan elektron. Condensing lenses berfungsi untuk memantulkan elektron. Lensa yang berdekatan dengan sampel adalah lensa obyek. Pancaran elektron yang mengenai permukaan sampel diteruskan oleh detektor, sehingga penampakan permukaan sampel dapat terlihat pada monitor (Chandler 1980). Elektron bermuatan negatif sehingga untuk mengamati permukaan sampel, diperlukan pelapis sampel yang bersifat konduktor. Pelapis yang umumnya digunakan antara lain platina, emas dan perak. Namun, platina relatif mahal dibandingkan dengan emas dan perak. Perak memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan platina dan emas, namun memiliki daya konduktor yang kurang baik. Sehingga emas lebih banyak digunakan sebagai pelapis sampel (Akhiruddin M 4 Januari 2009, komunikasi pribadi). Gambar bagian dari lensa mikroskop SEM dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Bagian lensa mikroskop SEM Sumber: Image (2008)

26 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas (PAU. Proses recovery dan pengujian ph dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Pengujian atomic absorption spectrophotometry (AAS) dilakukan di Laboratorium Instrumen, Departemen Teknologi Industri Pertanian. Pengujian scanning electron microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Geologi Laut, Departemen Geologi dan Geofisika, Institut Teknologi Bandung Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu kulit udang yang diperoleh dari Hypermarket Giant Yasmin Bogor, larutan teknis asam klorida (HCl) 1 N, akuades dan NaOH 3 N teknis. Bahan yang digunakan pada uji proksimat meliputi selenium, H 2 SO 4, H 3 BO 3, HCl dan pelarut heksan. Bahan yang digunakan pada uji AAS adalah HCl 3 N, HCl 6 N, lantanum klorida 10% (w/v), akuades dan garam pereaksi. Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain oven, tanur, timbangan digital, cawan porselen, termometer, labu erlenmeyer, pipet volumetrik, pipet tetes, tabung reaksi, gelas piala 2000 ml dan 1000 ml, kompor listrik, kertas saring Whatman 40, kertas saring Whatman 42,kertas saring Whatman 541, pelat alumunium dan pelat emas setebal 48 nm, mikroskop SEM dan atomic absorption spectrophotometry (AAS) Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu: penelitian pendahuluan yang meliputi analisis proksimat dan pengaruh perlakuan perendaman kulit udang terhadap hasil kadar kalsium. Penelitian utama meliputi karakteristik fisik, mikroskopis dan kimia dari tepung hasil recovery limbah demineralisasi dari kulit udang dengan kadar kalsium terbaik yang meliputi analisis derajat putih, ukuran partikel dan analisis ph.

27 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari uji proksimat kulit udang meliputi uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar protein dan kadar lemak. Pembuatan bubuk tepung hasil recovery diawali dengan perendaman kulit udang dalam larutan HCl 1 N dengan perlakuan waktu perendaman selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Selanjutnya kulit udang diekstraksi pada suhu 90 o C pada larutan HCl 1 N selama 1 jam sebanyak dua kali. Kemudian, pemisahan kulit udang dengan filtrat menggunakan kertas saring sehingga diperoleh filtrat, lalu disaring kembali dengan kertas saring Whatman 40. Pengendapan kalsium dilakukan dengan penambahan NaOH 3 N pada filtrat hingga terbentuk endapan jenuh kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ). Selanjutnya, dilakukan proses netralisasi endapan dari pengotor NaCl menggunakan akuades. Endapan Ca(OH) 2 yang telah dinetralkan, kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman 42. Endapan yang diperoleh dioven pada suhu 100 o C hingga bobot endapan stabil. Selanjutnya endapan dipijarkan dalam tanur pada suhu 550 o C selama 1 jam, sehingga terbentuk kalsium oksida. Kemudian, tepung hasil recovery dikarakterisasi dengan metode AAS. Metode AAS dilakukan untuk mengetahui komposisi dan kadar mineral pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang. Pengukuran kadar mineral pada penelitian ini dilakukan pada jenis mineral yang merupakan komponen utama penyusun kulit udang (Guillaume et al.2001). Pengukuran kadar mineral meliputi kalsium, magnesium, kalium, fosfor, tembaga, besi dan seng (APHA 1998). Prosedur kerja ekstraksi dan recovery mineral dari kulit udang dapat dilihat pada Gambar 6.

28 Kulit udang Penimbangan bobot basah Perendaman HCl 1:7 (selama 0 jam, 24 jam, 48 jam,72 jam) Demineralisasi (90 o C, 1 jam) Penyaringan filtrat Pengendapan Ca dengan NaOH 3 N Penetralan NaCl Pengeringan dengan oven Pengabuan dengan tanur 550 o C, 1 jam Penimbangan dan pengujian AAS Gambar 6. Diagram alir ekstraksi dan recovery mineral dari kulit udang (Suptijah et al.(1992) dengan modifikasi)

29 Penelitian Utama Perlakuan perendaman kulit udang yang menghasilkan bubuk kalsium dengan kadar kalsium tertinggi dilanjutkan dalam penelitian utama. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia dan mikroskopis tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang yang meliputi uji derajat putih dan ukuran partikel dengan menggunakan mikroskop SEM, sedangkan pengukuran karakteristik kimianya adalah uji ph. Diagram alir karakterisasi tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang jerbung dapat dilihat pada Gambar 7. Tepung hasil recovery Penimbangan Pengukuran derajat putih Analisis ukuran partikel (SEM) Pengukuran ph Gambar 7. Diagram alir karakterisasi tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Analisis Fisik dan Kimia Sampel 1) Analisis Proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi : a) Analisis kadar air (AOAC 1995) Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan. Analisis kadar air meliputi proses pengeringan cawan porselen, penimbangan sampel dan pengovenan.

30 Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu C selama jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih selama 30 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Kemudian, sampel kulit udang ditimbang seberat 5 gram dan diletakkan ke dalam cawan. Selanjutnya, cawan dimasukan ke dalam oven pada suhu 105 C selama 8 jam. Lalu, cawan tersebut dimasukan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air pada sampel kulit udang: % kadar air B C 100 % B A Keterangan : A = Berat cawan kosong (gr) B = Berat cawan dengan sampel kulit udang (gr) C = Berat cawan dengan sampel kulit udang setelah dikeringkan (gr) b) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Analisis kadar abu meliputi pemijaran cawan abu porselen, penimbangan sampel dan pengabuan. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tanur pada suhu 650 C selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit setelah suhu tungku turun menjadi sekitar 200 C dan ditimbang. Sampel kulit udang sebanyak 1 2 gram dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 650 C. Proses pengabuan dilakukan selama 3 jam sampai abu berwarna putih. Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 200 C, cawan abu porselen didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu pada sampel kulit udang: % kadar abu C A 100 % B A Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gr) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel

31 kulit udang (gr) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel kulit udang setelah dikeringkan (gr) c) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi,dan titrasi. (1). Tahap dekstruksi Sampel kulit udang ditimbang sebesar 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H 2 SO 4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam air pemanas dengan suhu 410 C dan ditambahkan 10 ml air. Proses dekstruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (2). Tahap destilasi Tahap destilasi terdiri dari dua tahap, yaitu persiapan sampel yang dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki. Selanjutnya, tabung dan erlemeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tombol power pada sistem kjeltec ditekan lalu dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung mendidih. Steam dimatikan dan tabung kjeltec dan erlemeyer dikeluarkan dari alat sistem kjeltec. Tahap destilasi dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi sampel yang sudah didestruksi ke dalam sistem kjeltec beserta erlemeyer yang berisi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlemeyer yang berisi asam borat mencapai 200 ml. (3). Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlemeyer berubah menjadi warna pink. Perhitungan kadar protein pada kulit udang : ml HCl ml HCl blanko N HCl X % % nitrogen mg sampel

32 % Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi Keterangan : Protein mengandung rata-rata 16% nitrogen. Faktor konversi = % % = 6,25 (d) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Prinsip dari analisis kadar lemak adalah untuk mengetahui kadar lemak dari suatu bahan. Penentuan kadar lemak yakni dengan penimbangan sampel sebanyak 2 gram. Kemudian, sampel disebar pada kapas yang dilapisi kertas saring dan digulung membentuk selongsong kertas, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Kemudian lemak diekstraksi menggunakan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml selama 6 jam. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C selama 1 jam. Penghitungan kadar lemak adalah sebagai berikut: Bobot lemak terekstrak Kadar lemak % X 100% mg sampel kering 2) Rendemen tepung hasil recovery Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar mineral terhadap bobot kulit udang sebelum mengalami perlakuan. Perhitungan persentase rendemen dengan rumus sebagai berikut: Tepung hasil gr Rendemen %bb 100 % Kulit udang bb gr Rendemen %bk % 100 kadar air 100 % 3) Analisis kadar mineral tepung hasil recovery dengan AAS (Metoda APHA ed. 20 th 3111 B, 1998) Analisis kadar mineral dilakukan untuk mengetahui kadar mineral pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang. Pada penelitian ini dilakukan kadar mineral yang meliputi kalsium, magnesium, kalium dan fosfor, mangan, tembaga, besi dan seng. Analisis kadar mineral yang dilakukan menggunakan metode AAS. Tahap pertama pada analisis AAS adalah penyiapan sampel mineral yang diperoleh melalui pengabuan kering. Mineral dimasukkan ke dalam cawan dan ditambahkan HCl 6 N sebanyak 5 6 ml, kemudian dipanaskan

33 hingga kering di atas hot plate pada suhu rendah. Kemudian, sampel ditambahkan HCl 3 N sebanyak 15 ml dan dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya, sampel didinginkan dan disaring dengan kertas saring Whatman No. 541 hingga diperoleh filtrat. Lalu, filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian HCl 3 N sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan sampai mendidih, lalu disaring hingga diperoleh filtrat. Filtrat dimasukkan ke dalam labu takar. Selanjutnya, cawan dicuci dengan akuades sedikitnya tiga kali, lalu aquades hasil pencucian disaring dan dimasukkan ke dalam labu takar. Larutan lantanum klorida 10% w/v ditambahkan ke dalam labu takar. Selanjutnya, filtrat didinginkan dan diencerkan pada labu takar hingga tanda tera. Tahap kedua adalah persiapan blanko dengan menggunakan garam pereaksi yang berbeda untuk masing-masing mineral. Garam pereaksi yang digunakan untuk masing-masing mineral tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Berat garam pereaksi yang diperlukan untuk membuat larutan standar logam Logam Pereaksi Berat pereaksi (gr/250 ml larutan) Kalsium CaCO 3 (kering) 0,624 Magnesium MgSO 4.7H 2 O 2,530 Kalium KCl 0,476 Mangan MnSO 4.4H 2 O 1,015 Tembaga CuSO 4.5H 2 O 0,981 Besi Fe(SO 4 ) 3 (NH 4 ) 2 SO 4.24H 2 O 2,158 Seng ZnSO 4.7H 2 O 1,100 Tahap ketiga adalah kalibrasi alat AAS. Alat diatur sesuai dengan instruksi dalam petunjuk manual alat tersebut. Selanjutnya larutan standar logam dan blanko diukur. Kemudian kadar mineral dianalisis berdasarkan emisi yang dihasilkan dari pembakaran mineral pada tungku pembakar dan diukur pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang digunakan pada uji AAS tertera pada Tabel 3.

34 Tabel 3. Panjang gelombang pada uji AAS Unsur Panjang gelombang (A) Kalsium dengan penambahan LaCl 0,5% 422,7 Magnesium 285,2 Kalium 766,5 Mangan 279,5 Tembaga 324,8 Besi 248,3 Seng 213,9 Perhitungan konsentrasi mineral dalam sampel ditentukan dari kurva standar yang diperoleh, rumus perhitungan kadar mineral adalah sebagai berikut: a b Kadar logam mg/100 gr 10W X V Kadar logam mg/1000 gr Keterangan: a = Konsentrasi larutan sampel (µg/ml) b = Konsentrasi larutan blanko (µg/ml) W = Berat sampel (gr) V = Volume ekstrak (ml) a b W X V 4) Analisis kadar air (Fischer 1744 diacu dalam ASTM 1993) Penentuan kadar air dengan Metode Karl Fischer bertujuan menentukan kadar air dalam suatu bahan yang memiliki kadar air berkisar 5%. Analisis kadar air dengan Metode Karl Fischer dilakukan dengan cara titrasi dan menggunakan alat potensiometer. Metode ini dapat dilakukan untuk bahan cair atau padat. Analisis dilakukan dalam medium alkohol yang bebas air dan dititrasi dengan pereaksi iodin. Alat potensiometer dikalibrasi dengan cara memasukkan 10 µl air ke dalam wadah tertutup yang berisi alkohol anhidrat dan dititrasi dengan pereaksi iodin. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram pada wadah karl fischer pada kondisi vakum udara. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam wadah yang berisi methanol bebas air dan dititrasi dengan pereaksi iodin. Pengukuran kadar air dengan alat Karl Fischer dilakukan pada suhu

35 25 C dan tegangan 250 mv serta laju titrasi 0,5 ml/detik. Selanjutnya data konsentrasi kadar air dapat dilihat pada alat potensiometer. Perhitungan kandungan air dalam contoh ditentukan dari kebutuhan titran dikalikan kesetaraan titran dalam air (Water equivalent) (Wilmington 1980 diacu dalam Yudhi et al. 2008). Rumus penentuan kadar air Metode Karl Fischer adalah sebagai berikut: WE = mg H2O / jumlah titran (ml) (1) % H20 = WE / berat contoh (gr) x 100%...(2) 5) Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) tepung hasil recovery (Lee 1993) Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gr dan diletakkan pada plat alumunium hingga merata dan homogen serta dilapisi lapisan emas setebal 48 nm. Selanjutnya plat alumunium diletakkan di meja sampel. Sampel yang telah dilapisi emas dideteksi dengan menggunakan SEM pada tegangan 20 kv dan perbesaran 2.000x, 5.000x, x dan x. Sumber elektron dipancarkan menuju sampel untuk memindai permukaan sampel. Kemudian emas sebagai konduktor akan memantulkan elektron ke detektor pada mikroskop SEM. Selanjutnya hasil pemindaian akan diteruskan oleh detektor menuju monitor. Hasil yang diperoleh berupa gambar tiga dimensi permukaan tepung hasil recovery. 6) Derajat putih tepung hasil recovery Pengukuran derajat putih tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang menggunakan alat photoelectric tube whitness metre for powder model C-1 berskala Warna hitam menunjukkan nilai 0, sedangkan nilai 100 menunjukkan derajat putih yang setara dengan pembakaran pita magnesium. Pengukuran derajat putih tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dilakukan dengan cara meletakkan tepung dalam wadah tertentu, kemudian hasil pengukuran derajat putih terlihat pada monitor alat tersebut.

36 7) Analisis ph (Apriyantono et al. 1989) Sebanyak 5 gram sampel dicampur dengan 45 ml akuades dan dihomogenkan dengan homogenizer selama 10 menit. Selanjutnya alat ph meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer ph standar (ph 4 dan ph 7). Elektroda yang telah dibersihkan, dicelupkan ke dalam sampel yang akan diperiksa. Selanjutnya ph meter dibiarkan selama beberapa menit sampai nilai yang tertera pada display ph meter stabil. Setelah stabil, nilai yang ditunjukkan dicatat sebagai ph sampel.

37 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji proksimat kulit udang yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penentuan kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar abu. Berdasarkan uji proksimat, kulit udang jerbung memiliki kadar air yakni 72,63% (bb). Produk perikanan umumnya memiliki kadar air yang tinggi. Menurut penelitian Suparno dan Nurcahyo (1984) kulit udang segar memiliki kadar air sebesar 81,60% (bb). Perbedaan kadar air tersebut dipengaruhi oleh perbedaan jenis udang dan tingkat kekeringan sampel yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan uji proksimat, kulit udang jerbung memiliki kadar lemak sebesar 0,97% (bk), hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak pada kulit udang tergolong rendah. Menurut literatur kadar lemak pada kulit udang yakni 9,8% (bk) (Ravichandran et al. 2009). Perbedaan kadar lemak dipengaruhi oleh jenis udang dan fase hidup udang saat dipanen. Udang pada fase molting mengandung kadar lemak yang lebih tinggi (Cuzon dan Guillaume 2001). Hasil analisis kadar protein dan kadar abu kulit udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) menunjukkan nilai yang relatif sama dengan hasil penelitian Ravichandran et al. (2009). Kadar protein udang jerbung sebesar 30,41% (bk). Menurut literatur kadar protein kulit udang putih (Penaeus indicus) sebesar 32,5% (bk) (Ravichandran et al. 2009). Kadar abu pada kulit udang jerbung sebesar 25,32% (bk). Ravichandran et al. (2009) menambahkan, kulit udang memiliki kadar mineral sebesar 26,6% (bk). Hal ini menunjukkan jenis udang yang berbeda memiliki kadar abu yang relatif sama. Komposisi kimia kulit udang jerbung hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tahap selanjutnya adalah proses ekstraksi kalsium dengan perlakuan waktu perendaman bahan selama 0 jam atau tanpa perlakuan, 24 jam, 48 jam dan 72 jam pada suhu ruang. Waktu proses yang terpilih adalah yang mampu melarutkan kalsium semaksimal mungkin.

38 Tabel 4. Komposisi kimia kulit udang hasil uji proksimat Komposisi Jumlah (%) Jumlah (%) (bk) (bb) Air 72,63 5,61 Lemak 0,26 0,97 Protein 8,32 30,41 Abu 6,93 25,32 Keterangan: bb = berat basah, bk = berat kering Hasil perendaman yang memiliki kadar kalsium terbaik akan digunakan pada penelitian utama. Hasil ekstraksi adalah larutan CaCl 2 yang kemudian melalui presipitasi dengan larutan NaOH diperoleh endapan Ca(OH) 2. Endapan Ca(OH) 2 tersebut diabukan dan dipijarkan pada suhu 550 o C sehingga diperoleh tepung hasil recovery. Tepung hasil recovery tersebut, kemudian dianalisis secara kimia melalui uji atomic absorption spectrophotometry (AAS). Mineral memiliki sifat larut asam, sehingga demineralisasi menyebabkan ikatan antara mineral dengan kitin terputus. Oleh karena itu, waktu perendaman (retention time) kulit udang di dalam larutan HCl 1 N akan mempengaruhi penurunan kadar mineral pada proses pembuatan kitin (Mahmoud et al. 2007) Rendemen Tepung Hasil Recovery Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar mineral terhadap bahan baku sebelum mengalami perlakuan. Rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang yang diperoleh dengan perlakuan waktu perendaman HCl 1 N selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam berturut-turut sebesar 2,58%; 1,75%; 1,33%; 2,03% (bb). Data rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 9. Tabel 5. Rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Rendemen (%) ± stdev ,58 ± 0, ,75 ± 0, ,33 ± 0, ,04 ± 0,37

39 Perlakuan waktu perendaman HCl 1 N yang berbeda memberikan pengaruh terhadap rendemen tepung hasil recovery tersebut. Perlakuan tanpa perendaman HCl 1 N (0 jam) menghasilkan rendemen tertinggi yakni sebesar 2,58%. Hal ini dipengaruhi oleh tepung hasil recovery hasil perlakuan tanpa perendaman dalam HCl 1 N (0 jam) memiliki kadar air yang relatif tinggi yakni sebesar 5,09%, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Perlakuan waktu perendaman HCl 1 N selama 48 jam menghasilkan rendemen terendah yakni sebesar 1,33%. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air pada tepung hasil recovery tersebut yang relatif rendah yakni sebesar 2,08%, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Grafik rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 8. Rendemen tepung hasil recovery (%) 3 2,5, 2 1,5, 1 0,5, 2,58 1,75 1,33 2,03 Rendemen (%) 0 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Waktu perendaman Gambar 8. Grafik rendemen tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang 4.3. Komposisi Mineral Tepung Hasil Recovery Analisis kimia tepung hasil recovery dilakukan melalui uji atomic absorption spectrophotometry (AAS). Berdasarkan analisis AAS, tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang mengandung komposisi makromineral seperti Ca, Mg, P, K serta mikromineral seperti Mn, Fe, Cu dan Zn. Komponen makromineral dan mikromineral pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang merupakan mineral utama penyusun kulit udang. Makromineral utama penyusun jaringan kulit udang antara lain

40 kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Mikromineral utama penyusun jaringan kulit udang adalah mangan, tembaga, besi dan seng (Guillaume et al 2001) Komponen makromineral (Ca, Mg, K dan P) Kadar kalsium (Ca) pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang berkisar antara 63,32% - 91,01% (bk). Kadar kalsium terendah diperoleh dari perlakuan waktu perendaman HCl 1 N selama 0 jam yaitu sebesar 63,32% (bk). Kadar kalsium terbesar diperoleh dari perlakuan perendaman 72 jam yakni sebesar 91,01% (bk). Kadar kalsium pada produk kalsium komersial American Elements yakni sebesar 99%. Hasil analisis kadar kalsium pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 9. Tabel 6. Kadar kalsium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar Ca (%) ± stdev ,32 ± 4, ,38 ± 7, ,42 ± 2, ,01± 2,99 Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar kalsium semakin meningkat seiring pertambahan waktu perendaman kulit udang dalam larutan HCl 1 N. Proses perendaman meningkatkan kadar mineral yang terlarut. Menurut Flick et al. (2000), perendaman kulit udang dalam asam klorida selama dua hingga tiga hari membantu proses demineralisasi secara maksimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Darmono (1991) diacu dalam Darmono (1995) kulit udang mengandung 98,5% kalsium dari total mineral. Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki komposisi utama berupa mineral kalsium. Kalsium merupakan penyusun utama dari kulit udang (Gilberg dan Stenberg 2001 diacu dalam Kelly et al. 2005). Grafik kadar kalsium pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 9.

41 Kadar kalsium tepung hasil recovery (%) ,32 67,38 88,42 91,01 Kadar Kalsium 0 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Waktu perendaman Gambar 9. Grafik kadar kalsium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kalsium yang dihasilkan dari proses recovery merupakan jenis kalsium CC. Menurut SNI , jenis kalsium CC adalah kalsium yang dihasilkan dari proses reaksi dan pengendapan (BSN 1989 a ). Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang mengandung kalsium yang memiliki ikatan kimia berupa kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida dikenal dengan nama kapur tohor. Kalsium oksida (CaO) diperoleh dari pemanasan kalsium karbonat (CaCO 3 ) (Igoe dan Hui 2001). Kalsium dan magnesium adalah mineral yang terkandung dalam makhluk hidup. Magnesium merupakan salah satu makromineral yang berperan dalam sistem fisiologis hewan yang berhubungan erat dengan kalsium serta fosfor. Magnesium (Mg) sebagian besar berada pada jaringan tulang yakni sebesar 70% dari total Mg pada makhluk hidup (Darmono 1995). Mineral kalsium (Ca), fosfor (P) dan magnesium (Mg) merupakan logam ringan yang berguna untuk pembentukan kutikula pada ikan dan udang (Guillaume et al. 2001). Hasil analisis AAS menunjukkan tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dengan perlakuan perendaman HCl 1 N selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam memiliki kadar magnesium berturut-turut sebesar 1,35%; 1,78%; 0,09%; 4,02% (bk). Kadar magnesium pada kulit udang Pandalus borealis sebesar 1,94% dari total mineral (Mahmoud et al. 2007). Kadar magnesium pada udang dipengaruhi oleh jenis udang dan sumber pakan.

42 Pakan udang yang banyak mengandung protein dapat meningkatkan daya serap magnesium di dalam tubuh (Kaushik 2001). Hasil analisis kadar magnesium pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 10. Tabel 7. Kadar magnesium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar magnesium (%) ± stdev ,35 ± 1, ,78 ± 2, ,09 ± 0,01 4. a 72 a 4,02 a ± 1,59 Kadar magnesium terendah diperoleh dari perlakuan perendaman HCl 1 N selama 48 jam yaitu 0,09% (bk). Hal ini dipengaruhi oleh proses presipitasi yakni penambahan NaOH. Penambahan NaOH pada magnesium klorida (Mg(Cl) 2 ) akan membentuk endapan Mg(OH) 2 (Cotton dan Wilkinson 2007). Namun, proses presipitasi yang tidak mencapai tetapan pengendapan (Ksp) magnesium akan menghasilkan kadar magnesium yang rendah. Grafik kadar magnesium pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 10. Kadar magnesium tepung hasil recovery (%) ,02 1,78 1,35 0,09 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Kadar Magnesium (%) Waktu perendaman Gambar 10. Grafik kadar magnesium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang

43 Berdasarkan analisis AAS tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang mengandung mineral kalium (K). Kadar kalium (K) yang dihasilkan dari perlakuan perendaman HCl 1 N selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam berturut-turut sebesar 0,07%; 0,03%; 0,03%; 0,01% (bk). Kadar kalium terendah pada perlakuan waktu perendaman HCl 1 N selama 72 jam. Kadar kalium tertinggi pada perlakuan tanpa perendaman HCl 1 N (0 jam). Hasil pengujian kadar kalium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 11. Tabel 8. Kadar kalium dari tepung hasil recovery demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar kalium (%) ± stdev ,07 ± 0, ,03 ± 0, ,03 ± 0, ,01 ± 0,00 Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa persentase kadar kalium semakin menurun seiring dengan pertambahan waktu perendaman kulit udang pada larutan HCl 1 N. Penurunan persentase kadar kalium tersebut berbanding terbalik dengan persentase kenaikan kadar kalsium. Kalium dan kalsium merupakan logam yang berada pada periode 4 pada sistem periodik. Kalium merupakan logam golongan 1A dan kalsium merupakan logam golongan IIA. Kalium lebih mudah terekstrak dibandingkan kalsium, karena memiliki jari-jari atom yang lebih besar dibandingkan kalsium. Hal ini mempengaruhi sifat kelarutan kalium, sehingga menjadi lebih mudah terekstraksi dibandingkan dengan kalsium pada saat proses demineralisasi. Kulit udang Pandalus borealis memiliki kadar kalium sebesar 0,27% dari total mineral (Mahmoud et al. 2007). Kadar kalium hasil penelitian yang berbeda dengan literatur dipengaruhi oleh perbedaan jenis udang dan lingkungan. Komponen kalium pada udang sebagian besar berasal dari lingkungan perairan. Grafik kadar kalium pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 11.

44 Kadar kalium tepung hasil recovery (%) 0,16, 0,14, 0,12, 0,1, 0,08, 0,06, 0,04, 0,02, 0 0,07 0,03 0,03 0,01 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Kadar kalium (%) Waktu perendaman Gambar 11. Grafik kadar kalium tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Fosfor secara alami terlarut di perairan. Udang memiliki kemampuan untuk menyerap fosfor dari habitatnya. Udang memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga udang hanya mampu menggunakan jenis fosfor yang berikatan dengan sodium atau potasium seperti potasium monofosfat (Guillaume et al. 2001). Berdasarkan analisis AAS tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang mengandung fosfor (P). Hasil analisis kadar fosfor pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 12. Tabel 9. Kadar fosfor tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar fosfor (%) ± stdev ,16 ± 0, ,01 ± 1, ,34 ± 3, ,13 ± 0,77 Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar fosfor pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dengan perlakuan waktu perendaman dalam HCl I N selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam yakni berturut-turut sebesar 6,16%; 8,01%; 3,34%; 6,13% (bk). Kadar fosfor kulit udang Pandalus borealis sebesar 7,06% dari total mineral

45 (Mahmoud et al. 2007). Kadar fosfor hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Mahmoud et al. (2007). Hal ini menunjukkan jenis udang yang berbeda memiliki kadar fosfor yang relatif sama. Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki kadar fosfor (P) terendah pada perlakuan perendaman HCl 1 N selama 48 jam. Kadar fosfor yang rendah disebabkan oleh proses presipitasi oleh NaOH kurang sempurna. Kadar fosfor dalam makhluk hidup juga dipengaruhi oleh kadar magnesium. Magnesium merupakan ko-faktor enzim yang berikatan dengan fosfor seperti enzim fosfat transferase, dekarboksilase dan asil transferase yang berperan selama proses osmoregulasi, sintesis protein dan proses pertumbuhan (Guillaume et al. 2001). Grafik kadar fosfor tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 12. Kadar fosfor tepung hasil recovery (%) ,16 8,01 3,34 6,13 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Kadar fosfor (%) Waktu perendaman Gambar 12. Grafik kadar fosfor tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Komponen mikromineral (Mn, Cu, Fe dan Zn) Berdasarkan analisis AAS tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki kadar mangan (Mn) sebesar 0,01% (bk). Kadar Mn pada kulit udang Pandalus borealis sebesar 0,04% (Mahmoud et al. 2007). Perbedaan kadar mangan tersebut dipengaruhi oleh jenis udang yang berbeda, sehingga mempengaruhi perbedaan kemampuan metabolisme zat mangan. Hail analisis kadar mangan pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 13.

46 Tabel 10. Kadar mangan pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar mangan (%) ± stdev ,01 ± 0, ,01 ± 0, ,01 ± 0, ,01 ± 0,00 Mangan merupakan logam transisi golongan VIIB yang memiliki sifat reaktif terhadap asam. Perlakuan tanpa perendaman dalam HCl 1 N (0 jam) mampu mengekstraksi mangan secara sempurna, sehingga perlakuan perendaman HCl 1 N selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar mangan. Grafik kadar mangan pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 13. Kadar mangan tepung hasil recovery (%) 0,012, 0,01, 0,008, 0,006, 0,004, 0,002, 0 0,01 0,01 0,01 0,01 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Waktu perendaman Kadar mangan (%) Gambar 13. Grafik kadar mangan tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Mangan berperan dalam pembentukan jaringan tulang pada hewan. Defisiensi mangan dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tulang (Leach dan Harris 1997). Mangan (Mn) berfungsi pada proses pembentukan kutikel pada udang, defisiensi Mn dapat menyebabkan pembentukan cangkang menjadi tidak sempurna (Nabryzki 2007). Berdasarkan analisis AAS tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang menunjukkan kadar tembaga (Cu) sebesar 0,01% (bk). Kadar tembaga kulit udang Pandalus borealis sebesar 0,01% dari total mineral (Mahmoud et al. 2007). Hal ini menunjukkan jenis udang yang berbeda memiliki

47 kadar tembaga yang relatif sama. Hasil analisis kadar tembaga pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 14. Tabel 11. Kadar tembaga pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar tembaga (%) ± stdev ,01 ± 0, ,01 ± 0, ,01 ± 0, ,01 ± 0,00 Tembaga merupakan logam transisi golongan 1B. Logam transisi memiliki kereaktifan yang tinggi terhadap asam, sehingga perlakuan tanpa perendaman HCl 1 N (0 jam) mampu mengekstraksi tembaga dengan sempurna. Tembaga (Cu) berfungsi pada proses pembentukan struktur kulit udang dan berperan penting dalam mendukung penyerapan ion besi dan seng (Guillaume et al. 2001). Grafik kadar tembaga tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 14. Kadar tembaga tepung hasil recovery (%) 0,012, 0,01, 0,008, 0,006, 0,004, 0,002, 0 0,01 0,01 0,01 0,01 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Waktu perendaman Kadar tembaga Gambar 14. Grafik kadar tembaga tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Berdasarkan analisis AAS tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang pada perlakuan waktu perendaman HCl 1N selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam memiliki kadar besi (Fe) berturut-turut sebesar 0,06 %; 0,1%; 0,07%; 0,08% (bk). Kadar besi pada kulit udang Pandalus borealis memiliki kadar Fe sebesar 0,059 0,1% dari total mineral (Mahmoud et al. 2007).

48 Hal ini menunjukkan bahwa kadar besi hasil penelitian memiliki kisaran yang sesuai dengan literatur. Hasil analisis kadar besi pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 15. Tabel 12. Kadar besi pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar besi (%) ± stdev ,06 ± 0, ,10 ± 0, ,07 ± 0, ,08 ± 0,02 Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa kadar besi tertinggi pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang diperoleh dari perlakuan waktu perendaman HCl 1 N selama 24 jam yakni 0,1% (bk). Besi merupakan logam transisi golongan VIB. Sifat besi adalah mudah larut dalam asam mineral, sehingga perlakuan perendaman kulit udang dalam larutan HCl 1 N mampu mengekstraksi besi secara sempurna (Cotton dan Wilkinson 2007). Perlakuan perendaman selama 24 jam merupakan perlakuan optimum untuk mengestrak besi. Grafik kadar besi pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 15. Kadar besi tepung hasil recovery (%), 0,25, 0,2, 0,15, 0,1, 0,05, 0 0,1 0,06 0,07 0,08 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Kadar Besi Waktu perendaman Gambar 15. Grafik kadar besi tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Besi (Fe) di dalam tubuh berikatan dengan protein. Ikatan terpenting antara Fe dan protein adalah hemoglobin (Hb). Besi berperan dalam aktivitas

49 beberapa enzim seperti sitokrom dan flavoprotein (Darmono 1995). Udang tidak memiliki hemoglobin, sehingga peredaran oksigen dalam tubuh udang melalui haemocyanin. Besi (Fe) diperlukan dalam pembentukan haemocyanin. Udang menyerap ion besi dari perairan melalui cangkang, dimana besi mampu berikatan dengan protein pada cangkang udang sebagai metalloprotein (Guillaume et al. 2001). Berdasarkan hasil uji AAS tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang yang dihasilkan dari perlakuan waktu perendaman dalam HCl 1 N selama 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam memiliki kadar seng (Zn) berturut-turut sebesar 0,04%; 0,04%; 0,03%; 0,05% (bk). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dalam HCl 1 N tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar seng. Seng (Zn) berperan penting pada proses pembentukan kulit udang (Guillaume et al. 2001). Hasil pengujian kadar seng pada tepung hasil recovery dari, limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 16. Tabel 13. Kadar seng pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar seng (%) ± stdev ,04 ± 0, ,04 ± 0, ,03 ± 0, ,05 ± 0,00 Seng merupakan logam transisi golongan IIB. Logam seng memiliki kecenderungan untuk melepas elektron sehingga mudah membentuk senyawa baru dengan klorin menjadi ZnCl 2 (Clydesdale 1988). Perlakuan perendaman di dalam larutan HCl 1 N mampu mengekstraksi seng secara sempurna. Kadar seng pada kulit udang dipengaruhi oleh kadar besi dan kadar tembaga. Seng bersama besi dan tembaga berperan dalam pembentukan haemocyanin di dalam tubuh udang (Kaushik 2001). Grafik kadar seng tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar 16.

50 Kadar seng tepung hasil recovery (%) 0,06, 0,05, 0,04, 0,03, 0,02, 0,01, 0 0,04 0,04 Waktu perendaman Gambar 16. Grafik kadar seng tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Kadar air tepung hasil recovery 0,03 0,05 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Kadar seng Kadar air pada suatu bahan mempengaruhi daya awet dari bahan tersebut. Kadar air pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang berkisar antara 2,05% - 5,09%. Kadar air pada tepung kalsium komersial yakni 0,5% (Lee 2009). Perbedaan kadar air tersebut dipengaruhi oleh perbedaan metode pembuatan tepung kalsium. Proses pembuatan tepung kalsium pada penelitian menggunakan metode presipitasi. Menurut SNI , pada umumnya tepung kalsium komersial dihasilkan dari proses pengilingan batu kapur (BSN 1989 a ). Hasil pengukuran kadar air pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Tabel 14 dan gambar 17. Tabel 14. Kadar air pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang No Perlakuan (Jam) Kadar air (%) ± stdev ,09 ± 0, ,05 ± 0, ,08 ± 0, ,54 ± 0,15 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa kadar air terendah dihasilkan dari perlakuan perendaman HCl 1 N selama 72 jam, sedangkan kadar air tertinggi dihasilkan dari perlakuan tanpa perendaman HCl 1 N (0 jam). Kadar air dipengaruhi oleh proses pengeringan saat proses recovery mineral. Kadar air

51 mempengaruhi rendemen tepung hasil recovery. Kenaikan kadar air berbanding lurus dengan kenaikan rendemen tepung hasil recovery. Grafik kadar air tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilihat pada Gambar ,09 Kadar air tepung hasil recovery (%) ,05 2,08 3,54 Kadar Air (%) 0 0 jam 24 jam 48 jam 72 jam Waktu Perendaman Gambar 17. Grafik kadar air tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang 4.4. Penelitian Utama Pada penelitian utama dilakukan proses karakterisasi fisik dari tepung hasil recovery yang dihasilkan dari perlakuan perendaman dalam larutan HCl 1 N selama 72 jam pada suhu ruang. Parameter yang diamati pada penelitian utama meliputi ukuran partikel melalui analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) dan derajat putih SEM (Scanning Electron Microscopy) SEM (Scanning Electron Microscopy) digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari elektron berupa difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik (Samsiah 2009). Hasil pengukuran partikel dengan menggunakan mikroskop SEM dengan perbesaran x menunjukkan bahwa ukuran partikel tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang tersebut berkisar antara 50 62,5 nm.

52 Ukuran partikel tersebut menunjukkan tepung hasil recovery memiliki ukuran yang sesuai dengan yang berkisar antara ukuran nanokalsium komersial American Elements nm. Partikel tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang pada perbesaran x dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Partikel tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang (perbesaran x) Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang yang sebagian besar terdirii dari kalsium memiliki potensi sebagai suplemen nanokalsium. Nanokalsium merupakan kalsium yang berukuran 1 x 10-9 m. Nanokalsium memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kalsium yang berukuran makro, sehingga nanokalsium yang terbuang melalui urin relatif lebih rendah. Gao et al. (2007) menambahkan, tikus yang diberi pakan nanokalsium memiliki tingkat buangan kalsium yang rendah pada feces dan urin dibandingkan tikus yang diberi pakan mikrokalsium. Hal ini menunjukkan semakin kecil ukuran partikel, maka tingkat penyerapan kalsium dalam tubuh semakin meningkat Derajat Putih (Blue Reflectance Factor) Analisis derajat putih (blue reflectance factor) menunjukkan bahwa tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki nilai derajat putih sebesar 77,6 %. Hal inii belum sesuai dengan standar tepung kalsium komersial.

53 Tepung kalsium komersial memiliki nilai derajat putih mencapai % (BCCF 2007). Komposisi mineral yang beragam pada hasil penelitian ini, mempengaruhi nilai derajat putih. Mineral secara alami memiliki warna yang berbeda. Mineral kation divalen seperti mangan berwarna merah jambu, besi berwarna hijau pucat dan tembaga berwarna hijau kebiruan (Cotton dan Wilkinson 2007). Hal inilah yang mempengaruhi penurunan nilai derajat putih pada tepung hasil recovery tersebut. Karakteristik derajat putih tepung hasil recovery dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Karakteristik derajat putih tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang Derajat putih merupakan aspek mutu pada bahan tambahan pangan. Pemanfaatan tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang dapat dilanjutkan sebagai suplemen nanokalsium dan bahan tambahan pangan untuk memperbaiki kandungan kalsium. Penambahan tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang pada bahan pangan tidak mempengaruhi keaslian warna bahan pangan. Hal ini disebabkan oleh kadar kalsium yang lebih tinggi dibandingkan komponen mineral lainnya. Cotton dan Wilkinson (2007) menambahkan, kalsium merupakan mineral berwarna putih, sehingga kalsium mempengaruhi warna tepung hasil recovery yakni dominan putih Derajat keasaman (ph) Analisis ph menunjukkan bahwa tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki nilai ph sebesar 9,21. Tepung hasil recovery merupakan senyawa basa karena bersumber dari kalsium karbonat (CaCO 3 ). Kalsium karbonat (CaCO 3 ) memiliki nilai ph berkisar

54 9-9,5 (Igoe dan Hui 2001). Nilai ph berkaitan dengan kemampuan tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang sebagai bahan tambahan pangan. Mineral diserap dalam tubuh dalam kondisi asam, sehingga sifat basa dari tepung hasil recovery memberikan informasi mengenai bahan penyalut yang sesuai sehingga kemampuan tepung hasil recovery sebagai bahan tambahan pangan lebih optimal. Tepung nanokalsium komersial umumnya ditambahkan pada susu, sehingga berikatan dengan protein kasein. Protein kasein bersifat asam sehingga mampu membentuk ikatan antara kasein dengan nanokalsium. Ikatan antara kasein dengan nanokalsium memudahkan penyerapan nanokalsium di dalam lambung. Bahan penyalut yang umum digunakan pada produk nutrisi adalah vitamin C. Vitamin C memiliki bersifat asam sehingga mampu membentuk ikatan dengan nanokalsium (Suptijah 2009).

55 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Rendemen yang dihasilkan dari proses recovery limbah demineralisasi kulit udang yang berbentuk tepung berkisar antara 1,33 2,58% (bb). Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang terdiri dari makromineral dan mikromineral. Makromineral yang terkandung dalam tepung hasil recovery tersebut yakni kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Mikromineral yang terkandung dalam tepung hasil recovery tersebut yakni mangan, tembaga, besi dan seng. Kalsium merupakan komponen utama pada tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang. Kadar kalsium terendah diperoleh dari perlakuan tanpa perendaman HCl (0 jam) sebesar 63,32% (bk). Kadar kalsium tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman HCl selama 72 jam sebesar 91,01% (bk). Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki kadar magnesium berkisar antara 0,09 4,02% (bk), kadar kalium berkisar antara 0,01 0,07% (bk) dan kadar fosfor berkisar antara 3,34 8,01% (bk). Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang memiliki kadar mangan sebesar 0,01% (bk), kadar tembaga sebesar 0,01% (bk), kadar besi berkisar antara 0,06 0,1% (bk) dan kadar seng berkisar antara 0,03 0,05% (bk). Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang yang diuji pada karakterisasi fisik dan mikroskopik diperoleh dari perlakuan perendaman HCl 1 N selama 72 jam. Hasil karakterisasi fisik dan mikroskopik menunjukkan tepung hasil recovery tersebut memiliki nilai derajat putih sebesar 77,6%, ukuran partikel berkisar antara 50-62,5 nm yang menunjukkan material tersebut adalah nanomineral serta memiliki nilai ph sebesar 9, Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah: (1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai proses recovery untuk mendapatkan metode recovery yang lebih baik.

56 (2) Perlu dilakukan pengujian daya larut tepung kalsium agar mengetahui kemampuan mineral untuk terlarut di dalam tubuh. (3) Perlu dilakukan pengujian bioavailabilitas terhadap tepung hasil recovery yang dihasilkan agar diketahui tingkat penyerapan mineral-mineral tersebut didalam tubuh.

57 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama [Anonim] Penaeus. [8 Oktober 2009] [Anonim] Penaeus. [8 Oktober 2009] [AOAC] Association of Official Analysis Chemist Official Methods of Analysis of AOAC International. Editor: Cunniff PA. UK: Elsevier Science Ltd. [APHA] American Public Health Association Metoda APHA ed. 20 th 3111 B. USA: APHA Press. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. [ASTM] American Standard Testing and Material Annual Book of ASTM Standard. USA: ASTM Press. [BCCF] British Calcium Carbonate Federation Calcium Carbonate. [20 September 2009]. Bronner F Calcium. Di dalam : O Dell BL, Sunde RA. Handbook of Nutritionally Essential Mineral Elements. New York: Marcell Dekker Inc. Chandler JA X-ray Microanalysis in The Electron Microscope. Oxford: North-Holland Publishing Company. Chester JK Zinc. Di dalam : O Dell BL, Sunde RA. Handbook of Nutritionally Essential Mineral Elements. New York: Marcell Dekker Inc. Clydesdale FM Minerals: their chemistry and fate in food dalam trace minerals in foods. Di dalam: Smith TK. Trace Minerals in Foods. New York: Marcell Dekker Inc. Cotton FA, Wilkinson G Kimia Anorganik Dasar. Suharto S, penerjemah, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia John Willey and Son Inc. Terjemahan dari: Basic Inorganic Chemistry. Cuzon G, Guillaume J Nutrition and feeding of shrimps in intensive and extensive culture. Di dalam: Guillaume J, Kaushik S, Bergot P, Metailler R Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. UK: Praxis Publishing.

58 Darmono Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press. Fennema Food Chemistry 3 rd Edition. New York: Marcel Decker. Flick GJ, Hebard CE, Ward DR Chemistry and Biochemistry of Marine Food Product. Editor: Martin RE. Connecticut: AVI Publ. Co. Fujita T, Tokunaga J, Hajime I Atlas of Scanning Electron Microscopy. Amsterdam: Elsevier Publishing Company. Gao H, Chen H, Chen W, Tao F, Zheng Y, Jiang Y, Ruan H Effect of nanometer pearl powder on calcium absorption and utilization in rats. J of Food Chemistry 109: Guillaume J, Kaushik S, Bergot P, Metailler R Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. UK: Praxis Publishing. Harper HA, Rodwell VW, Mayes AP Biokimia. Muliawan M, penerjemah, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Review of Physiological Chemistry. Harris ED Copper. Di dalam : O Dell BL, Sunde RA. Handbook of Nutritionally Essential Mineral Elements. New York: Marcell Dekker Inc. Igoe RS, Hui YH Dictionary of Food Ingredients. 4 th Edition. Maryland: Aspen Publication. [Image] Penaeus merguiensis. [8 Oktober 2009] [Image] Scanning Electron Microscopy. [4 November 2009] Kaushik SJ Mineral Nutrition. Di dalam: Guillaume J, Kaushik S, Bergot P, Metailler R. Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. UK: Praxis Publishing. Kelly Cg, Agbagbo FK, Holtzapple MT Lime treatment of shrimp head waste for the generation of highly digestible animal feed. J of Bioresource Technology 97: Kristbergsson K, Arason S Utilization of By-Products in the Fish Industry. Editor: Oreopoulou V, Russ W Utilization of By-Products and Treatments of Waste in the Food Industry. New York: Springer. Leach RM, Harris ED Manganese. Di dalam : O Dell BL, Sunde RA. Handbook of Nutritionally Essential Mineral Elements. New York: Marcell Dekker Inc.

59 Lee RE Scanning Electron Microscopy and X-ray Microanalysis. New Jersey: PTR Prentice Hall. Lee J Nano Precipitad Calcium Carbonate for Paints. http: [28 Desember 2009] Mahmoud MS, Ghaly AE, Arab F Unconventional approach for demineralization of deproteinized crustacean shells for chitin production. J of Biochemistry and Biotechnology 3(1):1-9. Manjang Y Analisa ekstrak berbagai jenis kulit udang terhadap mutu khitosan. J Andalas 12(5): Nabryzki M Functional role of some minerals in foods. Di dalam: Szefer P, Nriagu JO, (eds). Mineral Component in Foods. UK: CRC Press. O Dell BL, Sunde RA Handbook of Nutrionally Essential Mineral Elements. New York: Marcel Dekker Inc. [PDSI] Pusat Data Statistik dan Informasi http: [15 Desember 2009] Rangkuti FY Indonesia Fishery Products Shrimp Report USA: USDA Foreign Agricultural Service. Ravichandran S, Rameshkumar G, Prince AR Biochemichal composition of shell and flesh of the indian white shrimp (Penaeus Indicus) (H.Milne Edwards 1837). J of Sci 4(3): Samsiah R Karakterisasi biokomposit apatit-kitosan dengan XRD (X-ray Difraction), FTIR (Fourier Transform Infrared), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan uji mekanik. [skripsi]. Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Suptijah P Nanokalsium Hewani dari Perairan. Di dalam: Buklet 101 Inovations. Penerbit: BIC Kementrian Ristek. Suptijah P, Salamah E, Sumaryanti H, Purwaningsih S, Santoso J Pengaruh berbagai metode isolasi kitin dari kulit udang terhadap kadar dan mutunya. Laporan Penelitian Jurusan Pengolahan Pangan Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. [BSN a ] Badan Standardisasi Nasional SNI Mutu dan Cara Uji Tepung Kalsium Karbonat Berat dan Ringan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN b ] Badan Standardisasi Nasional SNI A Kapur Tohor untuk Bahan Pemulih Dalam Industri Kertas. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

60 [BSN c ] Badan Standardisasi Nasional SNI Kapur Tohor untuk Industri Gula Pasir. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional SNI Kalsium Hidroksida untuk Pengolahan Air Limbah Industri Peleburan Tembaga. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Van Loon JC Analytical Atomic Absorption Spectroscopy. Toronto: Academic Press. Wardhani IK Mempelajari mutu silase dan kitosan dari ampas silase limbah udang. [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wardhani YK Karakteristik fisik dan kimia tepung cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis). [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Yudhi N, Pranjono, Lakoni A Analisis Kadar Air dalam UO 2 dengan Cara Gravimetri. Jakarta: Pusat Pengembangan Teknologi Bahan Bakar dan Batu Bara.

61

62 Lampiran 1. Data uji proksimat kulit udang Tabel lampiran 1a. Dataa kadar air kulit udang Kode Berat Berat Berat cawan Kadar sampel cawan dan sampel air (setelah setelah oven (60 C) dioven (%) 105 C) U1 0, , , ,56 U1 0, , , ,78 U2 0, , , ,04 U2 0, , , ,04 Contoh perhitungan: Kadar air (105 o C) (%) Bobot kering (105 o C) (%) 5,63 94,37 5,67 94,41 6,06 93,94 6,99 93,01 Bobot air Total (%) 73,16 73,36 71,86 72,13 Perhitungan kadar air pada sampel kulit udang: Keterangan : A = Berat cawan kosong (gr) B = Berat cawan dengan sampel kulit udang (gr) C = Berat cawan dengan sampel kulit udang setelah dikeringkan Diketahui: A = 25,7216 gr B = 26,2222 gr C = 26,1943 = 5,63 % Bobot Kering (bk) (d) = 100-5,63 = 94,37 gr Bobot (bb) (c) Bobot total = ,56 = (a x d) : 100 = 28,44 gr = 26,84 gr Kadar air total (%) = ,84 = 73,16 % Tabel lampiran 1b. Dataa kadar abu kulit udang Kode Berat sampel Berat cawan U1 U1 U2 U2 0,3140 0,3034 1,0216 1, ,, ,, ,, ,,1357 Berat cawan Hasil (%) setelah oven 11, ,13 11, ,39 23, ,77 24, ,98 Contoh perhitungan: Perhitungan kadar abu pada sampel kulit udang Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gr)

63 B = Berat cawan abu porselen dengan sampel kulit udang (gr) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel kulit udang setelah dikeringkan (gr) U1 (ulangann 1): A= 11,1285 gr B = 11,,4425 gr C = 11,,2074 gr U1 (ulangann 2): A = 11,,5492 gr B = 11,,8526 gr C = 11,,6232 gr = 25,13% Rata-rata kadar abu = 24,39% = 24,76%, Tabel lampiran 1c. Dataa kadar lemak kulit udang Kode Berat sampel Berat cawan Berat cawan setelah oven U1 U1 U2 U2 1,1182 1,1184 2,0007 2, , , , , , , , ,3846 Hasil (%) 1, 15 1, 40 0, 67 0, 68 Contoh perhitungan: Kadar Lemak U1 (Ulangann 1): Bobot lemak terekstrak = 42, ,6173= 0,0129 gr Bobot sampel = 1,1182 gr Kadar lemak (%) = = 1,15 %

64 U1 (Ulangann 2): Bobot lemak terekstrak = 39, ,3809 = 0,0157 gr Bobot sampel = 1,1184 gr Rata-rata kadar abu sampel U1 Tabel lampiran 1d. Dataa Mentah Kadar Protein Kulit Udang Kode U1 U1 U2 U2 Kadar lemak (%) Berat sampel Titrasi (ml) 0,1002 9,1 0,1023 8,55 0, ,40 0, ,85 = = 1,40 % = 1,27 % N HCl 0,09 0,09 0,1 0,1 Hasil (bk) (%) 31, ,93 30,84 Contoh perhitungan: Perhitungan kadar protein kulit udang Kadar protein U1 ulangan 1: Volume titran HCl sample = 11,4 ml Volume titran HCl blanko = 0 ml Bobot sampel = 102 mg % Protein = 29,,93 Tabel lampiran 1e. Kadar Proksimat Kulit udang Komposisi (%) ULANGANN 1 2 Air 73,26 71,99 Lemak 0,68 1,26 Abu 24,76 25,88 Protein 30,433 30,34 Rata-rata (%) 72,,63 0,97 25,,32 30,,41 Keterangan: U1 = Ulangan 1 U2 = Ulangan 2

65 Lampiran 2. Data uji rendemen Tabel lampiran 2a. Rendemen No Perlakuan Rendemen (%) Rata-rata (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 (%) ± stdev ,48 2,68 2,58 ± 0, ,25 2,25 1,75 ± 0, ,06 1,59 1,33 ± 0, ,77 2,30 2,04 ± 0,37 Lampiran 3. Data uji kadar makromineral Tabel lampiran 3a. Kadar kalsium (Ca) No Perlakuan Kadar Kalsium (Ca) (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,43 66,20 63,32 ± 4, ,93 72,83 67,38 ± 7, ,22 86,62 88,42 ± 2, ,91 93,15 91,01± 2,99 Contoh perhitungan kadar Ca Ulangan 2 (72 jam): Diketahui : Nilai absorbansi : 1,876 Bobot sampel : 0,1007 gr Faktor pengenceran : 500 Kadar Ca (mg/kg), :, Kadar Ca (%) :, = 931, 479 mg/kg = 93,15% Tabel lampiran 3b. Data kadar magnesium (Mg) No Perlakuan (Jam) Kadar Magnesium (Mg) (%) Rata-rata (%) ± stdev Ulangan 1 Ulangan ,05 2,65 1,35 ± 1, ,48 0,08 1,78 ± 2, ,10 0,09 0,09 ± 0, ,89 5,15 4,02 ± 1,59 Contoh perhitungan kadar Mg Ulangan 1(0 jam): Diketahui : Nilai absorbansi : 0,52 Bobot sampel : 0,0946 gr Kadar Mg (mg/kg), : X 100 = 549,68 mg/kg, Kadar Mg (%) :, = 0,05%

66 Tabel lampiran 3c. Data kadar kalium (K) No Perlakuan Kadar Kalium (K) (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,13 0,02 0,07 ± 0, ,04 0,02 0,03 ± 0, ,01 0,03 0,03 ± 0, ,01 0,01 0,01 ± 0,00 Contoh perhitungan kadar K Ulangan 2 (72 jam): Diketahui : Nilai absorbansi : 0,114 Bobot sampel : 0,1055 gr Kadar K (mg/kg) :, X 100 = 108,06 mg/kg, Kadar K (%) :, = 0,01% Tabel lampiran 3d. Data kadar fosfor (P) No Perlakuan Kadar Phosphor (P) (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,03 6,28 6,16 ± 0, ,89 9,12 8,01 ± 1,58 3, 48 0,75 5,92 3,34 ± 3,66 4, 72 6,67 5,58 6,13 ± 0,77

67 Lampiran 4. Data uji kadar mikromineral Tabel lampiran 4a. data kadar mangan (Mn) No Perlakuan Kadar Mangan (Mn) (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,01 0,01 0,01 ± 0, ,01 0,01 0,01 ± 0, ,01 0,01 0,01 ± 0, ,01 0,01 0,01 ± 0,00 Contoh perhitungan kadar Mn Ulangan 2 (72 jam): Diketahui : Nilai absorbansi : 0,13 Bobot sampel : 0,1055 gr Kadar Mn (mg/kg), : X 100 = 123,223 mg/kg, Kadar Mn (%) :, = 0,01% Tabel lampiran 4b. Data kadar tembaga (Cu) No Perlakuan Kadar Tembaga (Cu) (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,01 0,01 0,01 ± 0, ,01 0,01 0,01 ± 0, ,01 0,01 0,01 ± 0, ,01 0,01 0,01 ± 0,00 Contoh perhitungan kadar Cu Ulangan 2 (72 jam): Diketahui : Nilai absorbansi : 0,13 Bobot sampel : 0,1055 gr Kadar Cu (mg/kg), : X 100 = 123,223 mg/kg, Kadar Cu (%) :, = 0,01% Tabel lampiran 4c. Data kadar besi (Fe) No Perlakuan Kadar Besi (Fe) (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,05 0,07 0,06 ± 0, ,03 0,17 0,10 ± 0, ,06 0,07 0,07 ± 0, ,06 0,09 0,08 ± 0,02 Contoh perhitungan kadar Fe Ulangan 1 (72 jam): Diketahui : Nilai absorbansi : 0,632 Bobot sampel : 0,1055 gr

68 Kadar Fe (mg/kg) :, X 100 = 599,05 mg/kg, Kadar Fe (%) :, = 0,06% Tabel lampiran 4d. Data kadar seng (Zn) No Perlakuan Kadar Seng (Zn) (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,03 0,04 0,04 ± 0, ,03 0,04 0,04 ± 0, ,02 0,04 0,03 ± 0, ,05 0,05 0,05 ± 0,00 Contoh perhitungan kadar Zn Ulangan 2 (72 jam): Diketahui : Nilai absorbansi : 0,48 Bobot sampel : 0,1055 gr Kadar Zn (mg/kg), : X 100 = 458,77 mg/kg, Kadar Zn (%) :, = 0,05%

69 Lampiran 5. Data kadar air tepung kalsium Tabel lampiran 5a. Data kadar air tepung kalsium No Perlakuan Kadar Air (%) Rata-rata (%) (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 ± stdev ,79 5,38 5,09 ± 0, ,09 2 2,05 ± 0, ,06 2,09 2,08 ± 0, ,55 3,34 3,54 ± 0,15 Contoh perhitungan: WE = mg H2O / jumlah titran (ml) (1) % H 2 0 = WE / berat contoh (gr) x 100% (2) Diketahui: Berat contoh = 0,1055 gr WE = 0,3524 % H 2 0 =, x 100%, = 3,34%

70 Lampiran 6. Grafik data produksi udang jerbung dan Gambar tepung hasil recovery Produksi Udang Jerbung Ton Tahun Gambar 20. Produksi udang jerbung (DKP 2007 diacu dalam Rangkuti 2007) Gambar 21. Tepung hasil recovery dari limbah demineralisasi kulit udang

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

Gambar 1. Udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) Sumber: [Image 2004]

Gambar 1. Udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) Sumber: [Image 2004] 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udang Jerbung (Penaeus merguiensis deman) Udang jerbung (Penaeus merguiensis deman) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Udang jerbung memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei 2011. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departeman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) YULIA KUSUMA WARDHANI C

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) YULIA KUSUMA WARDHANI C KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 aktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Mineral Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2011

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG Oleh : Rizki Andriyanti C34050241 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan - Siswa mampu membuktikan penurunan titik beku larutan akibat penambahan zat terlarut. - Siswa mampu membedakan titik beku larutan elektrolit

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di pedesaan atau pedalaman pencemaran udara terjadi karena eksploitasi sumber daya alam, baik secara tradisional maupun modern. Industri batu kapur merupakan salah

Lebih terperinci

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3 PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3 Triastuti Sulistyaningsih, Warlan Sugiyo, Sri Mantini Rahayu Sedyawati

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN Oleh : Muhammad Nabil C03400041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) OLEH : NAMA : HANIFA NUR HIKMAH STAMBUK : A1C4 09001 KELOMPOK ASISTEN : II (DUA) : WD. ZULFIDA NASHRIATI LABORATORIUM

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel.

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel. 24 III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel. 3. Bahan yang digunakan untuk

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN Jurnal Sains Kimia Vol 10, No.1, 2006: 40 45 STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN Emma Zaidar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 BAB I MATERI Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Materi dapat berupa benda padat, cair, maupun gas. A. Penggolongan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR Oleh : Ismiwarti C34101018 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 RINGKASAN

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE,BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN PURWATI NINGSIH C

KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE,BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN PURWATI NINGSIH C KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE,BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN PURWATI NINGSIH C34050182 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Mata air yang terletak di Gunung Sitember Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat 48 Air minum yang dialirkan menggunakan pipa besi Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si Oleh Kelompok V Indra Afiando NIM 111431014 Iryanti Triana NIM 111431015 Lita Ayu Listiani

Lebih terperinci

III. REAKSI KIMIA. Jenis kelima adalah reaksi penetralan, merupakan reaksi asam dengan basa membentuk garam dan air.

III. REAKSI KIMIA. Jenis kelima adalah reaksi penetralan, merupakan reaksi asam dengan basa membentuk garam dan air. III. REAKSI KIMIA Tujuan 1. Mengamati bukti terjadinya suatu reaksi kimia. 2. Menuliskan persamaan reaksi kimia. 3. Mempelajari secara sistematis lima jenis reaksi utama. 4. Membuat logam tembaga dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB KADAR ABU & MINERAL 1 PENDAHULUAN Analisis kadar abu penting untuk bahan atau produk pangan Menunjukkan kualitas seperti pada teh, tepung, atau gelatin Merupakan perlakuan awal untuk menentukan jenis mineral

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR KLORIDA DALAM MgCl 2 DENGAN ANALISIS GRAVIMETRI

PENENTUAN KADAR KLORIDA DALAM MgCl 2 DENGAN ANALISIS GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR KLORIDA DALAM MgCl 2 DENGAN ANALISIS GRAVIMETRI Tujuan: Menerapkan analisis gravimetric dalam penentuan kadar klorida Menentukan kadar klorida dalam MgCl 2 Widya Kusumaningrum (1112016200005),

Lebih terperinci