KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri Badan Penelitian Dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan 2008

2 KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN Tim Peneliti: Hari Widodo (Kordinator) Yosua Simanjuntak Siswanti T.P. Umar Fakhrudin Hasni Sri Mulyati Rakiman Sri Mulatsih Alla Asmara Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri Badan Penelitian Dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan 2008

3 RINGKASAN EKSEKUTIF Industri makanan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi penting dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan PDB, ekspor dan penciptaan lapangan kerja, maupun dalam mendukung perkembangan sektor industri lainnya. Peranan industri makanan (termasuk minuman dan tembakau) dalam pembentukan PDB pada tahun 2007 sekitar 7 persen dengan nilai Rp. 136,7 triliun atau tumbuh 5 persen dibandingkan dengan tahun Di bidang ekspor, produk makanan olahan merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan ekspor non migas Indonesia. Nilai ekspor produk makanan olahan pada tahun 2007 mengalami peningkatan 14,7 persen, dari US$ 1,96 miliar pada tahun 2006 menjadi US$ 2,25 miliar. Jumlah usaha dalam bidang industri ini di Indonesia mencapai sekitar 916 ribu unit usaha dengan melibatkan sekitar 3,5 juta tenaga kerja. Di pasar dunia, produk makanan olahan tumbuh rata-rata 12 persen per tahun. Namun, pertumbuhan ini tidak dibarengi oleh pertumbuhan ekspor produk makanan olahan Indonesia yang hanya rata-rata 5 persen per tahun. Selain itu, pangsa pasar produk makanan olahan Indonesia di pasar dunia masih relatif rendah sekitar 0,7 persen. Hal ini tentu saja masih membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasarnya di dunia. Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang sejauhmana Indonesia dapat merebut peluang pasar tersebut, maka dilakukan kajian tentang pengembangan pasar ekspor produk makanan olahan Indonesia, yang bertujuan : 1) memperoleh gambaran tentang perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia dan dunia; 2) menentukan produk makanan olahan prioritas ekspor Indonesia; 3) menganalisis daya saing produk makanan olahan Indonesia dalam peta persaingan pasar dunia; dan akhirnya diharapkan dapat 4) menyusun strategi dan kebijakan pengembangan ekspor produk produk makanan olahan. Metode analisis kajian ini adalah analisis deskriftif, analisis indeks penentuan produk prioritas ekspor dari ITC (International Trade Centre) dan analisis daya saing dengan menggunakan CMSA (Constant Market Share Analysis). Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode yang dikembangkan ITC dalam menentukan industri prioritas pengembangan ekspor diperoleh hasil sebagai berikut: (a) Prioritas tinggi: produk ikan, teh i

4 dan tembakau; (b) Prioritas sedang: produk gula, cokelat, kopi, sereal, sayur dan buah; (c) Prioritas rendah: produk susu, daging dan minuman beralkohol. Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa daya saing produk makanan olahan prioritas tinggi Indonesia mengalami penurunan di pasar internasional, dengan penjelasan sebagai berikut: (a) Produk ikan menurun di semua pasar yang dianalisis dan memiliki peluang pasar di Brazil dan India, namun tingkat tarif relatif tinggi (35,5%); (b) Produk teh memiliki daya saing tinggi di pasar Jepang dan India, namun permintaan di negara tersebut sudah levelling off. Permintaan pasar di Amerika Serikat, Rusia, China, Arab Saudi dan Afrika masih tinggi, serta pengembangan ekspor ke pasar Brazil cukup potensial; dan (c) Daya saing produk tembakau menurun di semua pasar yang dianalisis, kecuali pasar Afrika. Permintaan pasar impor dari Jepang, Brazil, Rusia, China dan Arab Saudi masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Peluang dan hambatan ekspor yang dihadapi setiap produk memiliki kesamaan di banyak negara tujuan, namun setiap produk juga memiliki keunikan masing-masing yang tidak dapat digeneralisasi. Untuk itu diperlukan strategi promosi yang dilakukan secara berkala, terarah dan tepat sasaran sesuai dengan prioritas produk dan pasarnya. Untuk meningkatkan daya saing, strategi dan kebijakan yang harus diambil antara lain: (a) meningkatkan ketersediaan pasokan bahan baku lokal melalui peningkatan produksi dan produktivitas sektor/industri penyedia bahan baku serta mendorong pengembangan industri pendukung lainnya; (b) meningkatkan efisiensi industri untuk menekan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM dan listrik; (c) meningkatkan ketersediaan infrastruktur utama (listrik, air, gas, jalan dan sistem teknologi informasi) untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi serta memberikan insentif yang dapat mendorong produktivitas dan daya saing industri, serta (d) meningkatkan kualitas produk diiringi dengan brand image development produk nasional di pasar internasional. ii

5 KATA PENGANTAR Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa peranan ekspor sebagai salah satu sumber utama penerimaan devisa negara adalah sangat strategis dan penting dalam menunjang kelangsungan pembangunan perekonomian nasional. Oleh sebab itu, keberhasilan dalam membangun dan meningkatkan ekspor akan sangat menentukan terhadap kelangsungan pembangunan perekonomian nasional. Pada tahun 2008 pemerintah mentargetkan ekspor tumbuh 12,5 persen. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah mencanangkan program pengembangan ekspor non migas melalui peningkatan ekspor 10 produk utama dan 10 produk potensial, diantaranya produk makanan olahan. Selama lima tahun terakhir ( ) ekspor produk makanan olahan Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen per tahun. Pada tahun 2008 ekspor produk makanan olahan ditargetkan mencapai US$ 2,3 miliar, atau meningkat sekitar 18,7 persen. Di pasar impor dunia, produk makanan olahan tumbuh rata-rata 12 persen per tahun, namun pertumbuhan tersebut tidak dibarengi dengan pertumbuhan ekspor Indonesia yang hanya 5 persen per tahun. Pangsa pasar Indonesia yang masih relatif rendah (0,7%) di pasar internasional masih membuka peluang bagi Indonesia. Oleh sebab itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri melaksanakan kajian tentang pengembangan pasar ekspor produk makanan olahan Indonesia. Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi bagi semua pihak yang memerlukannya. Akhirnya, kami menyadari bahwa laporan hasil kajian ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kami sangat berterimakasih kepada semua pihak atas segala komentar dan sarannya demi kesempurnaan laporan ini. Jakarta, Desember 2008 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI iii

6 DAFTAR ISI Halaman EXECUTIVE SUMMARY... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii v vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Output yang Diharapkan Kerangka Konseptual Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasional Konsep Keunggulan Komparatif Konsep Daya Saing BAB III METODOLOGI PENELITIAN Produk Makanan Olahan Analisis Daya Saing Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN INDONESIA Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan Dunia Pasar Makanan Olahan Dunia Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Indeks-1 Performa Ekspor Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia Indeks-3 Suplai Domestik Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Kombinasi Indeks iii

7 4.3. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Internasional Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah Hasil Survey Lapangan Dalam Negeri Luar Negeri BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum Rumusan Strategi dan Kebijakan Komoditi DAFTAR PUSTAKA 69 Lampiran 70 iv

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia Periode Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan Periode Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Berdasarkan Pasar Tujuan Tahun Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia Periode Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia Tabel Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia Tabel Indeks-1 Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Tabel Indeks-2 Pasar Dunia Tabel Indeks-3 Suplai Domestik Tabel Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Tabel Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah v

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran... 8 Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Gambar 2.2. Diagram Porter s Diamond Gambar 3.1. Komponen Indeks Produk Unggulan Gambar 4.1. Overlay Performa Ekspor dengan Pasar Impor Gambar 4.2. Overlay Performa Ekpor Dengan Sosio-Economi Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Baku dan Jenis Usaha Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pasar yang Digunakan Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Informasi Pasar yang Dibutuhkan Distribusi Responden Berdasarkan Hal Penting untuk Pengembangan Ekspor Gambar 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penghambat Produksi 62 Gambar 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Permasalahan Internal Gambar 4.9. Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Keunggulan Produk Negara Pesaing Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan Produktivitas Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan SDM 65 Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Mendorong Ekspor vi

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia Periode Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan Periode Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Berdasarkan Pasar Tujuan Tahun Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia Periode Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia Tabel Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia Tabel Indeks-1 Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Tabel Indeks-2 Pasar Dunia Tabel Indeks-3 Suplai Domestik Tabel Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Tabel Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah vii

11 DAFTAR ISI Halaman EXECUTIVE SUMMARY... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Output yang Diharapkan Kerangka Konseptual Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasional Konsep Keunggilan Komparatif Konsep Daya Saing BAB III METODOLOGI PENELITIAN Produk Makanan Olahan Analisis Daya Saing Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN INDONESIA Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan Dunia Pasar Makanan Olahan Dunia Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Indeks-1 Performa Ekspor Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia Indeks-3 Suplai Domestik Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Kombinasi Indeks viii

12 4.3. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Internasional Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah Hasil Survey Lapangan Dalam Negeri Luar Negeri BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum Rumusan Strategi dan Kebijakan Komoditi DAFTAR PUSTAKA Lampiran ix

13 DAFTAR ISI Halaman EXECUTIVE SUMMARY... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii v vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Output yang Diharapkan Kerangka Konseptual Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasional Konsep Keunggulan Komparatif Konsep Daya Saing BAB III METODOLOGI PENELITIAN Produk Makanan Olahan Analisis Daya Saing Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN INDONESIA Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan Dunia Pasar Makanan Olahan Dunia Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Indeks-1 Performa Ekspor Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia Indeks-3 Suplai Domestik Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Kombinasi Indeks iii

14 4.3. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Internasional Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah Hasil Survey Lapangan Dalam Negeri Luar Negeri BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum Rumusan Strategi dan Kebijakan Komoditi DAFTAR PUSTAKA 69 Lampiran 70 iv

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia Periode Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan Periode Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Berdasarkan Pasar Tujuan Tahun Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia Periode Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia Tabel Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia Tabel Indeks-1 Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Tabel Indeks-2 Pasar Dunia Tabel Indeks-3 Suplai Domestik Tabel Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Tabel Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah v

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran... 8 Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Gambar 2.2. Diagram Porter s Diamond Gambar 3.1. Komponen Indeks Produk Unggulan Gambar 4.1. Overlay Performa Ekspor dengan Pasar Impor Gambar 4.2. Overlay Performa Ekpor Dengan Sosio-Economi Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Baku dan Jenis Usaha Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pasar yang Digunakan Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Informasi Pasar yang Dibutuhkan Distribusi Responden Berdasarkan Hal Penting untuk Pengembangan Ekspor Gambar 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penghambat Produksi 62 Gambar 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Permasalahan Internal Gambar 4.9. Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Keunggulan Produk Negara Pesaing Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan Produktivitas Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan SDM 65 Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Mendorong Ekspor vi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi perekonomian global yang relatif sangat dinamis pada beberapa bulan terakhir, mulai dari fenomena kenaikan harga BBM dan lonjakan harga komoditi di pasar internasional sampai dengan gejolak krisis keuangan di Amerika Serikat, memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Berbagai kebijakan ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai dampak negatif yang terjadi akibat perubahan perekonomian global tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama tahun 2008 tercatat sebesar 6,4 persen dibanding semester pertama tahun Sektor pertanian meningkat 4,6 persen, sektor industri pengolahan 4,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 11,2 persen, sektor konstruksi 8,0 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,9 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 19,6 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan 8,7 persen, serta sektor jasa-jasa 6,5 persen. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian mengalami perlambatan sebesar -0,9 persen. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 27,39 persen pada tahun 2007, dimana industri migas dan non migas masing-masing berkontribusi sebesar 24,96 persen dan 2,43 persen. Dalam sub sektor industri pengolahan non migas, industri makanan, minuman dan tembakau menyumbang 6,96 persen terhadap PDB nasional, dengan nilai Rp ,4 miliar. Peran industri makanan, minuman dan tembakau merupakan yang terbesar kedua setelah peran industri alat angkut, mesin dan peralatannya yang menyumbang 8,22 persen terhadap PDB nasional tahun Dalam struktur pengembangan ekspor non migas, produk makanan olahan termasuk di dalamnya minuman dan tembakau merupakan salah satu dari sepuluh produk ekspor potensial untuk dikembangkan. Untuk sepuluh produk potensial, pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekspornya sebesar 24,7 persen, yaitu dari US$ 5 miliar pada tahun 2007 menjadi US$ 6,2 miliar pada tahun Ke-10 produk potensial tersebut adalah kerajinan tangan, ikan dan produk ikan, kulit dan produk kulit, makanan olahan, perhiasan, minyak atsiri, bumbu rempah-rempah, peralatan kantor bukan kertas, alat-alat kesehatan, serta 1

18 tumbuhan obat. Ekspor produk makanan olahan pada tahun 2008 ditargetkan mencapai US$ 2,3 miliar, atau tumbuh sekitar 18,7%. Sementara itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) memperkirakan bahwa pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun 2008 minimal tumbuh sebesar 15 persen. Pertumbuhan tersebut didukung dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2007 tentang penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen terhadap komoditas pertanian primer, yang menjadi bahan baku utama industri makanan olahan, serta PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang pemberian insentif berupa keringanan Pajak Penghasilan (PPh) untuk sektor usaha tertentu dan daerah tertentu seperti industri makanan dan minuman. Perhatian pemerintah yang besar terhadap industri makanan tidak terlepas dari kontribusinya yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan PDB, ekspor dan penciptaan lapangan kerja, maupun pendukung bagi perkembangan sektor industri lainnya. Saat ini, jumlah industri makanan dan minuman di Indonesia mencapai 916 ribu perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sekitar 3,5 juta orang (Bisnis Indonesia). Sementara itu, apabila dikaji dari struktur biaya yang dikeluarkan oleh industri makanan olahan maka umumnya biaya terbesar yang dikeluarkan dalam proses produksi adalah biaya bahan baku sekitar persen. Lebih lanjut, proporsi biaya yang juga relatif besar adalah biaya kemasan sekitar persen, dan biaya energi sekitar 5 persen. (Republika, 14/01/08). Dengan struktur biaya yang demikian, maka efisiensi industri dalam hal penggunaan bahan baku akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap total biaya yang harus dikeluarkan oleh industri yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing di pasaran internasional. Menurut data BPS, perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia pada tahun 2007 telah mencapai sekitar US$ 2,0 miliar atau meningkat sebesar 10,6% dibandingkan tahun Ekspor makanan olahan yang meningkat pada tahun 2007 antara lain: ekspor ke Amerika Serikat sebesar 18,02%, Singapura (9,66%) dan Malaysia (7,98%). Lebih lanjut apabila dikaji berdasarkan pasar tujuan ekspor makanan olahan Indonesia diketahui bahwa pasar Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang merupakan pasar yang dominan menyerap produk makanan olahan untuk jenis produk tertentu. Untuk produk daging, ekspor terbesar Indonesia adalah ke pasar Uni Eropa yaitu senilai US$ 21,48 juta dengan share ekspor sebesar 22,2% dari total ekspor produk daging Indonesia. Ikan paling banyak diimpor oleh Amerika Serikat dengan nilai US$ 203,3 juta (53,4%). Jepang 2

19 merupakan importir terbesar kopi Indonesia dengan nilai sebesar US$ 3,8 juta (7,3%), sedangkan teh dan cokelat paling banyak diimpor oleh Uni Eropa dengan nilai masingmasing sebesar US$ 32,4 juta (25,6 %) dan US$ 120,0 juta (40,0%). Gula dan produk berbahan baku gula paling banyak diimpor oleh Brazil dan Prancis dengan nilai masingmasing US$ 4.024,0 juta (14,9%) dan US$ 2.497,3 (9,2%). Produk berbahan baku sayur dan sereal paling banyak diimpor oleh Jerman dan Italia dengan nilai masing-masing sebesar US$ 4.026,1 juta (10,1%) dan US$ 3.480,1 juta (8,8%). Sedangkan Amerika Serikat dan Belanda banyak mengimpor tembakau dengan nilai US$ 4.407,5 juta (16,5%) dan US$ 3.993,6 juta (15,0%). Sementara Prancis merupakan importir terbesar untuk produk minuman alkohol dan non alkohol yaitu sebesar US$ ,2 juta (21,0%). (Wits, 2006). Kecenderungan impor makanan yang tinggi nilainya dan terus meningkat di pasar dunia menunjukkan tingkat kebutuhan dunia yang semakin besar. Menurut data WITS tahun ekspor daging dan ikan dunia mengalami peningkatan dari US$ ,94 juta pada tahun 2002 menjadi US$ ,95 juta pada tahun 2006 atau meningkat sebesar 65%. Untuk komoditi kopi dan teh, peningkatan ekspor terjadi dari US$ 4.406,22 juta pada tahun 2002 menjadi US$ 7.042,79 milyar pada tahun Adapun ekspor dunia terhadap makanan olahan berbahan baku coklat mengalami peningkatan dari US$ ,12 juta pada tahun 2002 menjadi US$ ,73 juta pada tahun Peningkatan permintaan dunia tersebut menunjukan bahwa terdapat peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan ekspor produk makanan olahan ke pasar dunia. Namun demikian pertumbuhan nilai ekspor Indonesia cenderung lebih lambat daripada pertumbuhan permintaan pasar impor dunia. Ekspor Indonesia tumbuh rata-rata sekitar 5% per tahun, sementara pasar impor dunia tumbuh rata-rata sekitar 12% per tahun. Disamping itu, pangsa ekspor Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara eksportir lainnya. Eksportir daging dan ikan dunia antara lain: Amerika Serikat dengan pangsa pasar sebesar 9,0%; Brazil (8,2%); Jerman (8,0%); Belanda (7,2%) dan Indonesia berada pada urutan ke-22 dengan pangsa pasar sebesar 0,9%. Sementara itu, Eksportir kopi dan teh antara lain: Jerman dengan pangsa pasar 11,11%; Sri Lanka (8,28%); China (7,74%); India (6,71%); Kenya (6,65%); sedangkan Indonesia berada pada posisi ke-13 dengan pangsa pasar sebesar 2,43%. Eksportir makanan olahan berbahan baku coklat antara lain: Belanda dengan pangsa pasar sebesar 13,61%; Jerman (12,80%); Belgia (9,84%); Prancis (7,61%); Italia (4,64%) dan Indonesia berada pada urutan ke-20 dengan pangsa pasar sebesar 1,31%. 3

20 Pangsa pasar industri makanan olahan Indonesia yang masih relatif rendah di pasar internasional, tidak terlepas dari berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh industri tersebut. Kendala dan permasalahan tersebut antara lain terkait struktur biaya, ketersediaan bahan baku, tingkat utilitas industri, dan penerapan teknologi. Industri makanan olahan Indonesia masih menghadapi biaya tinggi untuk bahan baku kaleng, seperti pada produk daging kalengan, yaitu mencapai 30-40% dari harga produksi. Disamping itu yang juga menjadi kendala adalah kapasitas industri kaleng di dalam negeri yang masih relatif rendah, sedangkan untuk mengimpor kaleng untuk produk tertentu (kornet) dikenakan anti dumping duty sebesar 15%. Bahkan untuk mengimpor kaleng dari Jepang dikenakan anti dumping duty sebesar 67%; Sementara itu, untuk industri pengolahan ikan permasalahan yang dihadapi adalah masih maraknya ilegal fishing yang menyebabkan ketersediaan bahan baku industri semakin berkurang. Permasalahan lain yang juga terjadi pada industri pengolahan ikan adalah industri pengolahan ikan tradisional belum sepenuhnya dapat menerapkan HACCP; semakin tingginya tuntutan traceability untuk udang di pasar Uni Eropa; serta belum memadainya sistem mata rantai pendinginan (cold chain system) mulai penangkapan ikan sampai tempat pengolahan. Pada industri pengolahan kakao, kendala yang dihadapi adalah terkait dengan pasar bahan baku untuk industri pengolahan kakao yang dikuasai oleh pihak asing. Disamping itu, rendahnya utilisasi industri pengolahan kakao sebagai dampak rendahnya produktivitas bahan baku karena banyaknya tanaman yang tua dan mengandung hama. Pada industri gula dan industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku/bahan penolong, permasalahan utama yang dihadapi adalah terkait dengan kurangnya ketersediaan gula. Pembatasan izin impor gula rafinasi oleh pemerintah diperkirakan akan memicu kelangkaan produk makanan-minuman. Sementara itu, untuk menggunakan gula rafinasi dalam negeri ternyata tidak semua produk makanan dan minuman dapat menggunakannya karena kualitasnya yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Ketua Umum Asosiasi Industri Gula Rafinasi (Agri) Melvin Korompis menjelaskan bahwa pada awal tahun 2008 industri gula rafinasi menjalankan utilisasinya hingga 70 sampai 80 persen dengan kapasitas produksi pada waktu itu mencapai 2,15 juta ton per tahun. Namun hingga kini para produsen gula rafinasi telah mengurangi produksinya sampai 1,2 juta ton saja. Salah satu penyebabnya 4

21 adalah pengurangan impor raw sugar sebagai bahan baku gula rafinasi. Jatah impor raw sugar dikurangi ton per tahun menjadi hanya setahun 1,2 juta ton. Kendala yang juga dihadapai oleh industri makanan olahan Indonesia adalah juga terkait dengan pemberlakuan tariff dan non-tariff barrier. Pemberlakuan tarif bea masuk yang bervariasi di negara tujuan ekspor berdasarkan jenis produk serta hambatan non tarif yang cukup kompleks di negara tujuan ekspor kerapkali menjadi kendala bagi eksportir untuk dapat menjual produknya di pasar internasional. Tantangan lain yang dihadapi adalah isu global seperti isu lingkungan, food safety, sanitary and phytosanitary (SPS) sebagai hambatan teknis (technical barrier). Disamping itu, produk makanan olahan Indonesia banyak yang belum memenuhi standar dan labelling di negara tujuan. Adanya peluang pasar untuk ekspor produk makanan olahan Indonesia sebagai implikasi peningkatan permintaan dunia pada satu sisi dan adanya berbagai kendala yang dihadapi pada sisi lain akan menentukan posisi produk makanan olahan Indonesia di pasar dunia. Sejauh mana Indonesia dapat merebut peluang pasar tersebut, dengan berbagai kondisi yang dihadapi, menjadi pertanyaan pokok yang penting untuk dikaji. Lebih lanjut, untuk merebut peluang pasar tersebut maka pertanyaannya adalah produk makanan olahan apa yang harus diprioritaskan dan bagaimana posisi produk makanan olahan tersebut di pasar dunia, serta strategi dan kebijakan apa yang perlu dilakukan dalam rangka pengembangan pasar ekspor produk makanan olahan Indonesia Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Memperoleh gambaran tentang perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia dan dunia; 2. Menentukan prioritas ekspor produk makanan olahan Indonesia; 3. Menganalisis daya saing produk makanan olahan Indonesia di pasar internasional; dan 4. Merumuskan strategi dan kebijakan Indonesia dalam mempertahankan dan mengembangkan pasar dan produk makanan olahan. 5

22 1.3. Ruang Lingkup Lingkup kegiatan yang dilakukan dalam kajian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Penyusunan kerangka konseptual dan penentuan alat analisis, baik analisis deskriptif maupun kuantitatif. 2. Pengelompokan produk makanan olahan yang mencakup 169 item HS 6 Digit menjadi 12 kelompok produk berdasarkan bahan baku utamanya yaitu daging, ikan, cokelat, kopi, teh, susu, buah-buahan, sayuran, tembakau, sereal, gula, dan minuman beralkohol. 3. Penyusunan instrumen pengumpulan data primer dalam bentuk kuesioner dan penentuan responden. 4. Penentuan produk prioritas ekspor makanan olahan Indonesia dan identifikasi posisi produk tersebut di pasar dunia. 5. Perumusan strategi dan kebijakan pengembangan pasar ekspor produk makanan olahan Indonesia Output yang Diharapkan Dari kegiatan yang dilakukan dalam kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran data dan informasi sebagai berikut: 1. Perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia dan dunia; 2. Prioritas produk ekspor makanan olahan Indonesia; 3. Posisi produk makanan olahan Indonesia dalam peta persaingan pasar dunia; dan 4. Rumusan strategi dan kebijakan Indonesia dalam mempertahankan dan mengembangkan pasar dan produk makanan olahan Kerangka Konseptual Penelitian Industri makanan olahan memiliki peranan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Dibidang ekspor, produk makanan olahan merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan ekspor non migas. Nilai ekspor pada tahun 2007 mengalami peningkatan 14,7 persen, dari US$ 1,96 miliar pada tahun 2006 menjadi US$ 2,25 miliar. Namun demikian, pertumbuhan ekspor Indonesia terlihat lebih lambat daripada pertumbuhan permintaan pasar impor dunia. Di pasar dunia pangsa Indonesia baru mencapai sekitar 0,7 persen pada tahun 2006, dan menduduki urutan ke-17. Selama kurun waktu lima tahun ( ) ekspor Indonesia tumbuh rata-rata sekitar 9,3 persen per 6

23 tahun, sementara pasar impor dunia tumbuh rata-rata sekitar 11,8 persen per tahun. Berdasarkan uraian tersebut, Indonesia masih memiliki peluang dalam meningkatkan ekspor produk makanan olahannya ke pasar dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang pengembangan ekspor produk makanan olahan Indonesia di dunia. Kajian akan menentukan komoditi yang memiliki potensi ekspor dan merumuskan strategi pengembangan ekspornya. Penentuan komoditi ekspor merupakan pekerjaan yang rumit. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, baik faktor internal (kondisi dalam negeri) maupun faktor eksternal (kondisi luar negeri). Lingkungan dalam negeri dengan birokrasi yang rumit dapat mengurangi fleksibilitas proses produksi. Pungutan liar akan mengurangi keuntungan yang diterima perusahaan dan meningkatkan biaya produksi. Lingkungan dengan infrastruktur ekonomi yang kurang memadai menghambat masuknya investasi produktif. Secara keseluruhan, kondisi tersebut akan mengurangi tingkat daya saing suatu komoditi. Demikian juga dengan hambatan akses pasar ke negara tujuan ekspor. Hambatan tersebut tidak hanya dijumpai dalam bentuk tarif, tetapi juga non tarif. Tarif bea masuk produk makanan olahan di negara-negara tujuan ekspor bervariasi sesuai jenis produknya, sementara hambatan non tarif diterapkan beragam mulai dari isu lingkungan, food safety dan sanitary and phytosanitary (SPS) serta packaging and labelling. Menurut Afari (2004), daya saing merupakan indikator yang relevan untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penentuan komoditi yang memiliki potensi ekspor. Karena daya saing pada umumnya didasarkan pada variabel-variabel yang dapat mendukung kegiatan ekonomi sekaligus dapat mensejahterakan masyarakatnya. Kajian tentang pengembangan pasar ekspor produk makanan olahan ini, menggunakan indikator daya saing, dengan alat analisis CMSA (Constant Market Share Analysis) dan indeks daya saing dari ITC (International Trade Centre). Penggunaan kedua indikator tersebut didasarkan atas pertimbangan: (1) CMSA dan indeks daya saing bisa menunjukkan tingkat daya saing suatu komoditi di pasar internasional; (2) kedua metode tersebut telah banyak digunakan oleh banyak peneliti untuk menentukan komoditi ekspor yang perlu dikembangkan; (3) hasil analisis dengan metode CMSA dan indeks daya saing adalah berupa perbandingan (ranking) antara satu komoditi dengan komoditi lainnya berdasarkan kriteria tertentu sesuai kebijakan, dan (4) bisa menampilkan informasi tentang perkembangan daya saing antar periode, yang diperlukan bagi para pengambil kebijakan, 7

24 khususnya yang berkaitan dengan investasi dan untuk evaluasi jangka panjang. Secara spesifik, kerangka pemikiran kajian pengembangan ekspor produk makanan olahan ditampilkan pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran 8

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perdagangan Internasional Ekspor memberikan efek yang positif terhadap kegiatan perekonomian, karena pembayaran dari negara lain atas barang dan jasa yang dihasilkan didalam negeri. Pada abad ke 19 perdagangan luar negeri sudah membuktikan peranannya yang sangat penting dalam pembangunan negara-negara yang kini sudah maju (Kindleberger, 1997). Suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain karena dua alasan. Pertama, karena setiap negara mempunyai perbedaan dalam pemilikan sumberdaya alam dan pengolahannya. Kedua, karena negara-negara yang berdagang bermaksud untuk mencapai skala ekonomis (economics of scale) dalam berproduksi, sehingga semakin efisien. Perbedaan dalam kepemilikan sumberdaya memberi peluang bagi terjadinya perdagangan antar-negara dan masing-masing memperoleh keuntungan dari aktifitas perdagangan (Krugman dan Obstfeld, 1994; dan Chacoliades, 1978). Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) kemudian mengekspornya, serta mengimpor komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Menurut pandangan kaum klasik dan neo-klasik, alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah terciptanya keuntungan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan. Teori tentang perdagangan internasional telah berkembang mulai dari teori merkantilis hingga teori Adam Smith (Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparatif) dan Haberler (Keunggulan Komparatif dengan Pendekatan Biaya Imbangan) serta teori Porter tentang keunggulan kompetitifnya Konsep Keunggulan Komparatif Konsep keunggulan komparatif yang dipopulerkan oleh David Ricardo (1823), selanjutnya disebut model Ricardian, menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. 9

26 Dalam model Ricardian diasumsikan bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi. Teori nilai kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu komoditi sama dengan curahan waktu kerja yang dipakai memproduksi komoditi. Hal ini secara tidak langsung mengasumsikan bahwa: (1) tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dipakai untuk memproduksi komoditi, dan (2) kualitas tenaga kerja semua pekerja homogen. Asumsi-asumsi yang terdapat dalam teori nilai kerja tersebut merupakan kelemahan dari model Ricardian. Ahli ekonomi lainnya yaitu Eli Heckser dan Bertil Ohlin dalam Salvatore (1997) menelaah sebab-sebab dan dampak keunggulan komparatif bagi tiap negara dalam hubungan perdagangan terhadap pendapatan faktor produksi di kedua negara. Teori Heckser-Ohlin menyatakan bahwa suatu negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan komoditi secara intensif dengan memanfaatkan kepemilikan faktor-faktor produksi yang berlimpah di negaranya. Teori ini disebut juga sebagai teori keunggulan komparatif berdasarkan keberlimpahan faktor (factor endowment theory of comparative advantage) yang mengasumsikan bahwa tiap negara memiliki kesamaan fungsi produksi, sehingga faktor produksi yang sama menghasilkan output yang sama namun dibedakan oleh harga-harga relatif faktor produksi tiap negara. Konsep perdagangan diatas mengimplikasikan keunggulan komparatif (comparatif advantage) suatu negara. Oleh karena itu dengan melakukan perdagangan, suatu negara dapat membeli dengan harga yang lebih rendah dibandingkan apabila memproduksi sendiri dan mungkin dapat menjual ke luar negeri pada tingkat harga yang relatif tinggi (Salvatore, 1997). Gambar 2.1. memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari keseimbangan parsial. Panel A memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P 1. Negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi di titik A berdasarkan harga relatif P 3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berkisar antaara P 1 dan P 3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan ekonominya. 10

27 Px/Py Panel A Pasar di Negara 1 untuk P 3 A" Px/Py Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X S Px/Py P 3 Panel C Pasar di Negara 2 untuk Komoditi X A' S x P 2 P 1 B Ekspor A E D x S x A * B* E* D B Impor E' D x 0 X 0 X 0 X Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Sumber: Salvatore (1997) Apabila harga yang berlaku di atas P 1, maka negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor (lihat panel A) ke negara 2. Dilain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P 3, maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X itu dari negara 1 (lihat panel C). Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A) karena Px/Py lebih besar dari P 1, sehingga kurva penawaran ekspornya atau S mengalami peningkatan (Panel B). Dilain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P 3, maka negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk momoditi X (Panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D, mengalami kenaikan (Panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P 2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1. Dengan demikian P 2 merupakan Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari 11

28 P 2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P 2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil daripada P 2, maka akan tercipta kelebihan permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga akan sama dengan P 2. Secara keseluruhan terdapat tiga implikasi dari konsep keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional. Pertama, bahwa pasar dunia memberikan kesempatan pada suatu negara untuk membeli komoditi pada tingkat harga yang lebih murah sehingga negara tersebut dapat meningkatkan pendapatannya dibandingkan produksi di dalam negeri tanpa terjadi perdagangan. Kedua, jika suatu negara kurang mampu menguasai akses perdagangan, maka tetap akan memperoleh manfaat potensial dari adanya perdagangan meskipun negara lain akan memperoleh manfaat juga. Ketiga, suatu negara akan memperoleh manfaat lebih besar dari perdagangan dengan mengekspor komoditi dengan faktor produksi berlimpah yang dipunyai dan mengimpor komoditi dengan kelangkaan faktor produksi. Keunggulan komparatif tidak hanya bersumber dari faktor alamiah saja, tetapi juga dapat diciptakan (Anggarwal dan Agmon, 1990). Selain itu, dinamika dari keberlimpahan dan pengelolaan sumberdaya, mengakibatkan keunggulan komparatif tidak hanya bersifat statis melainkan dinamis (Klein, 1971) Konsep Daya Saing Konsep daya saing sering digunakan dalam mengukur keunggulan produk suatu negara terhadap negara pesaingnya. Suatu negara dapat dikatakan memiliki suatu daya saing atau keunggulan kompetitif terhadap negara pesaingnya jika keberlanjutan pangsa suatu negara lebih besar dari negara pesaingnya. Daya saing dapat diartikan dari sisi permintaan (demand side) dan dari sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan (demand side) kemampuan bersaing mengandung arti bahwa produk yang dijual haruslah produk yang sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer s value perception). Sementara dari sisi penawaran, kemampuan bersaing berkaitan dengan kemampuan merespon perubahan atribut-atribut produk yang dituntut oleh konsumen secara efisien. 12

29 Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter dengan bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan nasional yang ada. Menurut Porter (1990), ada empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (goverment). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter s Diamond Theory. Sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan Kondisi Faktor Kondisi Permintaan Industri terkait dan Industri pendukung Gambar 2.2. Diagram Porter s Diamond Sumber : Porter (1990) Kondisi Faktor (factor condition). Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan suatu faktor produksi yang sangat penting untuk bersaing. Faktor sumberdaya terdiri dari lima kelompok, pertama adalah sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, tingkat upah yang berlaku juga etika kerja. Kesemuanya ini sangat berpengaruh pada daya saing nasional. Kedua adalah sumberdaya fisik atau alam yang mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran. Selain itu juga ketersediaan air, mineral, energi serta sumberdaya pertanian, perikanan termasuk kelautan, perkebunan, perhutanan serta sumberdaya lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan 13

30 iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. Ketiga adalah sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Sumberdaya ini terdiri dari ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Sumberdaya IPTEK lainnya adalah ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian. Keempat adalah sumberdaya modal yang terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksetabilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan. Selain itu juga diperlukan peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal. Kelima adalah sumberdaya infrastruktur terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing. Seperti sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain. Kelima kelompok sumberdaya tersebut sangat mempengaruhi daya saing nasional. Kondisi Permintaan (demand condition). Kondisi permintaan yaitu sifat dari permintaan pasar untuk barang dan jasa industri. Kondisi permintaan sangat mempengaruhi penentuan daya saing, terutama mutu permintaan. Mutu persaingan memberikan tantangan untuk meningkatkan daya saing dengan memberikan tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Industri Terkait dan Industri Pendukung (related and supporting industry). Keberadaan industri terkait dan pendukung (related and supporting industry) mempengaruhi daya saing secara global. Untuk menjaga dan memelihara keunggulan daya saing perlu selalu dijaga kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama menjaga value chain. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (firm strategy, structure, and rivalry). Tingkat persaingan akan mendorong kompetisi dan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal merupakan penggerak untuk memberikan tekanan dalam meningkatkan daya saing. Perusahaan yang teruji dalam persaingan yang ketat akan memenangkan persaingan dibandingkan perusahaan yang berada dalam kondisi persaingan yang rendah. Struktur perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing dengan cara melakukan perbaikan dan inovasi. Hal ini jika dikembangkan dalam situasi persaingan akan berpengaruh pada strategi yang dijalankan oleh perusahaan. 14

31 Peran Pemerintah (role of government). Peranan pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktorfaktor penentu daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat daya saing global melalui kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing industri, tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan keunggulan bersaing secara langsung. Peran pemerintah dalam upaya peningkatan daya saing adalah memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga bisa didayagunakan secara aktif dan efisien. Peran Kesempatan (chance event). Peran kesempatan berada diluar kendali perusahaan maupun pemerintah namun mempengaruhi tingkat daya saing. Beberapa hal yang dianggap keberuntungan merupakan peran kesempatan, seperti adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang. Selain itu juga terjadinya peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari pasokannya atau kondisi politik yang menguntungkan bagi peningkatan daya saing. Daya saing suatu produk di suatu negara dapat ditetapkan dengan menggunakan alat analisis pangsa pasar konstan (Constant Marker Share Analysis, CMSA). Metode CMSA digunakan untuk mengetahui determinan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk pangan olahan Indonesia di dunia. Latar belakang penggunaan metode analisis pangsa pasar konstan adalah adanya kemungkinan bahwa suatu negara selama suatu periode mengalami pertumbuhan eskpor lebih rendah dibanding dunia (sebagai standar). Menurut Leamer and Stern (1970), faktor penyebab lebih rendahnya pertumbuhan ekspor tersebut antara lain adalah : (1) Suatu negara pengekspor hanya memfokuskan ekspornya pada suatu produk atau kelompok produk tertentu yang pertumbuhan permintaan ekspornya lambat; (2) Ekspor tersebut lebih ditujukkan ke negara-negara yang pertumbuhan ekonominya lambat; dan (3) Negara pengekspor yang bersangkutan tidak mampu atau enggan bersaing dengan negara-negara pesaingnya. Berdasarkan tiga alasan ini, daya saing ekspor suatu negara relatif terhadap negara-negara pesaingnya dapat dilihat dari segi komposisi produk yang diekspor, kondisi ekonomi negara tujuan ekspor, dan posisi negara pengekspor tersebut terhadap negara-negara pesaingnya. Asumsi Dasar Analisis Pangsa Pasar Konstan adalah bahwa pangsa pasar (market share) suatu negara pengekspor dipasar dunia atau kawasan tertentu seperti Asia Pasifik antar waktu adalah konstan. Jika terjadi perbedaan pertumbuhan ekspor yang dinyatakan oleh perbedaan 15

32 antara pangsa pasar ekspor konstan dan pangsa pasar ekspor aktual, hal itu disebabkan oleh efek daya saing dan pertumbuhan aktual yang bersumber dari efek komposisi produk yang diekspor, efek distribusi pasar dan efek daya saing. Walaupun perubahan pangsa pasar ekspor tidak ditentukan seluruhnya oleh perubahan daya saing, perubahan pangsa pasar ekspor merupakan salah satu indikator daya saing yang dapat digunakan untuk mengukur perubahan daya saing ekspor suatu negara di pasar dunia, di kawasan tertentu Asia Pasifik, atau di negara tertentu. 16

33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Produk Makanan Olahan Makanan olahan adalah produk pangan yang telah melalui proses pengolahan satu tahap dari produk primernya (produk segar). Mengacu pada klasisifikasi sektor berdasarkan OECD, produk makanan olahan adalah produk yang termasuk kedalam sektor pertanian (dengan kode dua digit dari 01 sampai 14) dan sektor teknologi rendah, terutama antara kode 15 sampai 24. Klasifikasi produk makanan olahan seperti ditampilkan pada Tabel 3.1 Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan Klasifikasi Produk Makanan Olahan Kode Produk 2 digit yang Termasuk Daging & ikan 02, 04, 05, 13, 16, 21 Tembakau 24 Cokelat 18 Sereal 19, 21 Lainnya 04, 08, 12, 20, 21 Kopi dan teh 09, 21 Buah-buahan 08 Makanan mengandung gula 12, 17 Berbahan baku sayuran Minuman beralkohol dan non alkohol 20, 22 Berbahan baku susu 04, Analisis Daya Saing Daya saing menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak untuk merebut pasar. Daya saing sering diidentikan dengan produktifitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktifitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktifitas). Sehingga daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Indriyati, 2007). Constant Market Share Analysis (CMSA) merupakan pendekatan untuk menghitung perkembangan daya saing suatu negara. CMSA dapat membandingkan pertumbuhan ekspor 17

34 nasional relatif terhadap pertumbuhan rata-rata dunia. CMSA juga menampilkan komposisi komoditi ekspor, pertumbuhan impor dan daya saing Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC Indeks produk makanan olahan prioritas pada dasarnya menghitung potensi nasional dan dunia untuk pengembangan produk ekspor Indonesia yang meliputi potensi dalam negeri dan potensi luar negeri. Potensi pengembangan ekspor berkaitan dengan: (1) performa ekspor yang meliputi nilai ekspor tahun terakhir, pertumbuhan ekspor dan neraca perdagangan relatif; (2) kondisi eksternal yang menjadi peluang untuk masuk ke pasar dunia yaitu pertumbuhan pasar impor dunia dan akses terhadap pasar dunia yang dicerminkan dari nilai tarif; (3) suplai domestik yang meliputi potensi nilai tambah dan eisiensi penggunaan asset serta (4) potensi produk ekspor dalam mengatasi permasalahan sosial dalam negeri yang dicerminkan dari kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Variabel penentu indeks produk makanan olahan prioritas secara lebih lengkap ditampilkan pada Gambar

35 Indeks Potensi Ekspor Makanan Olahan Potensi Ekspor Performa Perdagangan Kondisi Suplai Domestik: - Nilai tambah - Efisiensi asset Dampak Sosial Ekonomi - Penyerapan Tenaga Kerja Performan Ekspor - Ekspor - Pertumbuhan Ekspor - Neraca Perdagangan Relatif - Share Perdagangan Dunia Pasar dunia - Pertumbuhan Impor Dunia - Akses Pasar Gambar 3.1. Komponen Indeks Produk Unggulan 3.4. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif bersumber dari data sekunder dan data primer, sedangkan data kualitatif seluruhnya berasal dari data primer. Sesuai dengan tujuan penelitian, data dan sumber data yang diperlukan seperti ditampilkan pada Tabel

36 Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data Tunjuan Data diperlukan Sumber data Perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia dan dunia Makanan olahan prioritas ekspor Posisi produk makanan olahan Indonesia di pasar dunia Persepsi pelaku usaha terhadap permasalahan industri makanan olahan Strategi pengembangan ekspor Data sekunder kuantitatif Data sekunder kuantitatif Data sekunder kuantitatif Data kualitatif dan kuantitatif; primer dan sekunder World Integrated Trade Solution (WITS), BPS, Dept Perdagangan, WITS, World Integrated Trade Solution (WITS), Wawancara dengan produsen dan eksportir, serta Asosiasi produsen makanan olahan Hasil analisis dijadikan sebagai indikator kebijakan 3.5. Teknik Pengumpulan Data Data sekunder diperoleh dari dokumen atau arsip tertulis, laporan hasil penelitian, dan publikasi lainnya. Dokumen yang (misalnya) hanya berupa catatan pribadi responden, mengikuti pendapat Poplin (1979), tetap bisa dinilai sebagai data penting dalam penelitian survey seperti pada penelitian ini. Data sekunder yang diperlukan merupakan data time series selama 5 tahun yaitu periode tahun , yang meliputi volume ekpor, harga, investasi industri, nilai tambah industri, kebijakan yang berkaitan dengan ekspor, dan data penunjang industri makanan olahan. Data primer diperoleh dari pencatatan di lapangan melalui wawancara dan pengamatan atas kejadian-kejadian yang secara langsung dapat diikuti peneliti. Wawancara dilakukan terhadap responden sample. Wawancara terhadap responden dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disiapkan secara terstruktur (kuesioner) (Poplin, 1979); dan yang hanya berpedoman pada daftar pertanyaan kunci (key questions). Teknik diskusi dilakukan untuk menggali pemahaman lebih dalam tentang suatu gejala atau kejadian, yang memungkinkan peneliti mengetahui aspek ideografis (Von Wright, 20

37 1979) yaitu suatu kejadian yang berkaitan dengan kegiatan ekspor. Hasil wawancara dengan berpedoman dengan key questions dan diskusi dicatat dalam catatan lapangan, atau dikenal sebagai note taking (Bailey, 1982). Responden sample diambil secara purposive, berdasarkan posisi, jabatan responden dalam perusahaan atau profesi responden, kesediaan responden untuk diwawancara dan tujuan penelitian. Sample responden produsen yang diambil dari perusahaan yang mewakili perusahaan kecil, menengah dan perusahaan besar sesuai dengan kriteria Departemen Perindustrian Analisis Data Kegiatan analisis data meliputi: (1) penyuntingan data secara manual; (2) pengkodean data; dan (3) pengolahan data dengan komputer. Penyuntingan data manual dimaksudkan untuk merapikan data yang kurang jelas. Pengkodean data diperlukan terutama untuk mentransfer data dari data disagregat menjadi data agregat. Pengolahan data dengan komputer diperlukan untuk menganalisis data kuantitatif, dengan menggunakan program Excel. Analisis Deskriptif Statistik. Analisis ini digunakan untuk mengetahui struktur dan kinerja industri serta perkembangan ekspor Indonesia dan pasar dunia. Constant Market Share Analysis (CMSA). CMSA digunakan untuk mengetahui posisi dan peluang pasar ekspor produk pangan olahan Indonesia. Mengacu pada formulasi umum seperti yang digunakan Tyers et.al. (1985), model analisis pangsa pasar konstan dapat dituliskan sebagai berikut: E.. E t E i ( t 1) ( g ( t 1) i.. E.. g g) E ( t 1).. ( t 1) i (pertumbuhan standar) (pengaruh komposisi komoditas) 21

38 + i j ( g ij E g ( t 1) i.. ) E ( t 1) ij (pengaruh distribusi pasar) + i j ( E ( t) ij E E ( t 1) ij ( t 1).. g E ij ( t 1) ij ) (pengaruh daya saing) Keterangan : g = g i = g ij = W W W ( t) ( t) i.. W W W ( t) ij W ( t 1) W ( t 1) i W ( t 1) ij ( t 1).. ( t 1) i ( t 1) ij.. E (t).. E (t-1).. E (t)i. E (t).j E (t)ij W (t)i W (t)ij W (t).. = nilai total ekspor Indonesia untuk seluruh produk pangan pangan olahan tahun ke-t = nilai total ekpor Indonesia untuk seluruh produk pangan olahan tahun t-1 = nilai total ekspor Indonesia tahun t untuk produk pangan olahan x (jenis produk pangan olahan tertentu) = nilai total seluruh ekspor komoditas produk pangan olahan indonesia tahun ke-t ke negara tujuan j. = nilai total ekspor Indonesia tahun t untuk jenis produk pangan olahan x ke negara j = nilai total ekspor standar (dunia atau negara-negara pengekspor tertentu) tahun t untuk produk pangan olahan x (jenis produk pangan olahan tertentu) = nilai total ekspor standar dunia tahun t untuk produk pangan olahan x (jenis produk pangan olahan tertentu) ke negara j = nilai total ekspor standar (dunia atau negara-negara pengekspor tertentu) untuk seluruh komoditas pangan olahan tahun ke-t Pertumbuhan Standar Dalam analisis ini, parameter pertumbuhan standar mengindikasikan standar umum pertumbuhan ekspor produk negara-negara dunia ke kawasan Asia Pasifik. Pertumbuhan ini mencerminkan kinerja ekspor dari negara atau kelompok negara pesaing terhadap Indonesia 22

39 atau negara-negara di kawasan Asia Pasifik lainnya. Jika parameter pertumbuhan ekspor standar lebih tinggi (atau lebih rendah) dibanding parameter pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik, berarti kinerja ekspor Indonesia lebih baik (lebih buruk). Efek Komposisi Produk Parameter efek komposisi produk bisa bernilai negatif atau positif. Parameter yang bernilai positif, mengindikasikan bahwa negara pengekspor yang menjadi perhatian (misalnya Indonesia) mengekspor suatu produk ke negara yang mempunyai pertumbuhan impor produk itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan impor kelompok produk tersebut. Misalnya, apabila pertumbuhan ekspor produk pangan olahan Indonesia ke kawasan Asia Pasifik daripada pertumbuhan impor kelompok produk pangan olahan (gabungan berbagai macam produk pangan olahan) oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik, berarti efek komposisi produk pangan olahan Indonesia di pasar kawasan Asia Pasifik akan positif. Jika yang terjadi sebaliknya, maka efek komposisi produk akan negatif. Efek Distribusi Pasar Parameter efek distribusi pasar bisa bernilai positif atau negatif. Parameter akan bernilai positif jika negara pengekspor yang menjadi perhatian, (misalnya Indonesia) mendistribusikan pasarnya ke pusat pertumbuhan permintaan. Misalnya, apabila ekspor produk pangan olahan Indonesia ke negara dengan perumbuhan impor produk pangan olahan asal Indonesia adalah yang tertinggi (misalnya Uni Eropa), maka efek distribusi pasar akan positif. Jika sebaliknya, maka efek distribusi pasar akan negatif. Efek Daya Saing Parameter efek daya saing mengindikasikan kenaikan atau penurunan bersih (net gain or loss) dalam pangsa pasar ekspor produk pangan olahan Indonesia secara relatif terhadap standar setelah memperhitungkan perubahan komposisi produk dan distribusi pasar. Asumsinya adalah bahwa efek daya saing yang didasarkan pada perubahan pangsa pasar ekspor negara pengekspor yang menjadi perhatian (misalnya Indonesia) di pasar kawasan Asia Pasifik (atau negara tertentu) untuk produk tertentu hanya dapat terjadi selama periode analisis sebagai respon terhadap peubahan harga relatif produk asal Indonesia. Nilai parameter daya saing bisa positif atau negatif. Jika parameter bernilai postif, berarti Indonesia 23

40 merupakan pesaing kuat dibawah potongan harga pesaingnya. Jika negatif, berarti Indonesia lemah dalam persaingan. Analisis Indeks Produk Makanan Olahan Unggulan. Analisis indeks produk unggulan diukur dengan metode komposit menggunakan empat (4) indeks, yaitu indeks performa ekspor (I1), performa pasar dunia (I2), performa suplai domestik (I3) dan performa dampak sosial ekonomi (I4). Indeks produk unggulan merupakan rataan dari keempat indeks tersebut. a. Indeks performa ekspor. Mengukur kinerja ekspor produk tahun terakhir analisis yang mencakup nilai ekspor, pangsa pasar dunia, neraca perdagangan relatif, dan pertumbuhan ekspor. b. Indeks performa pasar dunia. Mengukur permintaan produk di pasar dunia Saat ini yang mencakup pertumbuhan permintaan dunia dan akses pasar internasional berdasarkan tarif. c. Indeks performa suplai domestik. Indeks yang dilihat adalah nilai tambah dan efisiensi penggunaan asset d. Indeks performa dampak sosial ekonomi. Indikator yang dinilai adalah kemampuan menyerap tenaga kerja. Penentuan komoditi prioritas dilakukan dengan menghitung nilai indeks indikator, nilai indeks performa dan indeks komposit. Indikator yang memiliki nilai terendah diberi indeks 1 dan indikator yang nilainya tertinggi diberi indeks 5. Indikator yang nilainya berada diantara nilai terendah dan nilai tertinggi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: ( Nt Nj) ( It Ir) IIj It Nt Nr dimana: IIj = Indeks indikator ke-j (yang dicari indeksnya) It = indeks tertinggi (yaitu 5) Ir = indeks terendah (yaitu 1) Nt = nilai indikator tertinggi Nr = nilai indikator terendah Nj = nilai indikator ke-j (yang dicari indeksnya) 24

41 Nilai indeks performa ke-i merupakan rataan dari j indeks indikatornya. digunakan adalah: rumus yang dimana: IP Iij j = indeks performa IIj IP j = indeks indikaot ke-j = jumlah indikator performa Indeks komposit Ik dihitung dengan menggunakan rumus: Ik p1ip1... piipi p1.. pi dimana: Ik = indeks komposit IPi = indeks performa ke-i pi = pembobot indeks performa ke-i i = jumlah performa yang dipertimbangkan Prioritas tertinggi adalah industri makanan olahan yang memiliki indeks komposit tertinggi. Sebaliknya industri yang memiliki indeks komposit terendah, prioritas pengembangannya juga paling rendah. 25

42 BAB IV PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN INDONESIA 4.1. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan Dunia Pasar Makanan Olahan Dunia Ekspor-impor produk makanan olahan terdiri dari produk segar dan olahan. Produk segar adalah produk yang diperdagangkan dalam bentuk produk aslinya, tanpa melalui proses pengolahan. Sedangkan produk olahan berarti produk yang diperdagangkan setelah melalui proses pengolahan satu tahap dari produk primernya (segar). Volume dan nilai produk olahan yang diperdagangkan di pasar dunia biasanya lebih tinggi dari volume dan nilai produk segarnya. Perdagangan produk makanan olahan di pasar dunia cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat ditunjukan oleh pertumbahan impor dunia terhadap produk makanan olahan yang meningkat dari waktu ke waktu. Pertumbuhan impor dunia untuk 13 kelompok produk makanan olahan yang menjadi fokus kajian disajikan pada Tabel 3.1. Berdasarkan Tabel 4.1. secara umum dikatahui bahwa selama periode seluruh produk makanan olahan mengalami trend pertumbuhan nilai impor yang positif. Pertumbuhan yang positif pada permintaan impor dunia tersebut mengindikasikan bahwa pasar produk makanan olahan dunia berada dalam situasi yang semakin berkembang dan memberikan peluang kepada negara-negara produsen untuk dapat terus meningkatkan volume ekspornya. Pada tahun 2002 nilai impor produk makanan olahan adalah sebesar US$ ,5 juta meningkat menjadi US$ ,8 juta pada tahun Dengan demikian selama periode , nilai impor produk makanan olahan mengalami trend pertumbuhan sebesar 11,99 persen. Pertumbuhan impor dunia yang relatif besar tersebut tentunya tidak terlepas dari jumlah penduduk dunia yang juga terus mengalami peningkatan dan pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh negara-negara di dunia. Lebih lanjut, apabila dikaji untuk masing-masing produk maka selama periode diketahui bahwa kopi merupakan produk yang mengalami pertumbuhan impor terbesar 26

43 di dunia yaitu 15,04 persen. Produk lain yang juga mengalami pertumbuhan relatif besar yaitu gula, minuman beralkohol, coklat dan sereal dengan trend pertumbuhan masing-masing sebesar 13,99 persen, 13,34 persen, 13,13 persen dan 12,50 persen. Pertumbuhan impor yang relatif besar untuk produk-produk tersebut merupakan indikator bahwa pasar dunia untuk produk tersebut relatif lebih berkembang dibandingkan dengan produk lainnya. Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia (US$ Ribu) Produk Trend (%) Daging 85,341, ,127, ,949, ,041, ,999, Ikan 35,356, ,805, ,527, ,990, ,972, Kopi 4,486, ,901, ,083, ,048, ,730, T e h 4,366, ,972, ,612, ,512, ,442, Coklat 22,161, ,128, ,355, ,036, ,998, Gula 32,048, ,122, ,817, ,843, ,996, Buah 67,772, ,598, ,590, ,034, ,625, Sayuran 30,943, ,799, ,481, ,618, ,532, Sereal 49,842, ,186, ,231, ,768, ,436, Tembakau 42,938, ,251, ,439, ,286, ,378, Susu 17,347, ,002, ,824, ,848, ,262, Minol 80,990, ,912, ,448, ,739, ,513, Lain-lain 27,375, ,040, ,456, ,898, ,795, TOTAL 500,970, ,848, ,818, ,667, ,684, Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan. Namun demikian apabila dikaji dari nilai impor diketahui bahwa pada tahun 2006, nilai impor terbesar dicapai oleh produk minuman beralkohol yaitu sebesar US$ ,2 juta. Nilai impor tersebut jauh melebihi nilai impor kopi yang hanya sebesar 7.730,8 juta. Produk lain yang juga mencapai nilai impor yang relative besar adalah produk daging, buahbuahan dan sereal dengan nilai masing-masing sebesar US$ ,1 juta; US$ ,9 juta dan ,6 juta. Sementara itu, produk yang mengalami pertumbuhan relatif rendah dan jauh berada di bawah pertumbuhan rata-rata adalah tembakau. Dalam periode , pertumbuhan nilai impor tembakau hanya 5,70 persen. Namun demikian apabila dilihat dari nilai impor yang dicapai pada tahun 2006, nilai impor tembakau (US$ 53,378,8 juta) jauh lebih besar dibandingkan nilai impor teh (US$ 6.442,7 juta) dan kopi (7.730,8 juta) yang secara relatif 27

44 pertumbuhannya jauh lebih tinggi dibandingkan tembakau. Produk lain yang pertumbuhannya juga lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata adalah teh, sayuran dan daging. Pertumbuhan untuk setiap produk tersebut masing-masing adalah 10,43 persen, 10,76 persen dan 11,36 persen. Perkembangan pasar impor produk makanan olahan dunia juga dapat dilihat dari perkembangan yang terjadi pada setiap pasar impor. Sejalan dengan pertumbuhan nilai impor produk makanan olahan di pasar dunia, untuk setiap pasar impor ternyata juga mengalami pertumbuhan yang positif. Berdasarkan Tabel 4.2. diketahui bahwa selama periode pasar impor Saudi Arabia mengalami trend pertumbuhan yang paling pesat (18,0 persen), kemudian diikuti pasar impor Rusia, Uni Eropa dan Canada dengan pertumbuhan masing-masing 16,1 persen, 13,2 persen dan 12,4 persen. Besarnya pertumbuhan impor yang terjadi pada beberapa pasar impor tersebut menunjukan bahwa pasar tersebut merupakan pasar-pasar yang potensial bagi pemasaran produk makanan olahan. 28

45 Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan % Trend % Share All countries ,8 100,0 1 European Union (27) ,2 53,4 2 Japan ,1 7,9 3 United States ,8 6,4 4 Russian Federation ,1 3,9 5 Canada ,4 2,9 6 Mexico ,1 1,7 7 Hong Kong, China ,8 1,7 8 Korea, Rep ,9 1,6 9 Switzerland ,4 1,4 10 Saudi Arabia ,0 1,4 SUB TOTAL ,8 82,3 OTHERS ,1 17,7 Lebih lanjut, apabila dikaji dari share setiap pasar impor terhadap nilai impor produk makanan olahan dunia maka diketahui bahwa pasar impor Uni Eropa, yang merupakan gabungan dari 27 negara, merupakan pasar dengan share terbesar yaitu 53,4 persen. Hal tersebut bermakna bahwa 53,4 persen pangsa nilai perdagangan produk makanan olahan dunia terjadi di pasar Uni Eropa. Hal tersebut menunjukan bahwa Uni Eropa merupakan pasar impor terbesar untuk produk makanan olahan di dunia dan menjadi pasar yang potensial bagi negara-negara produsen yang ingin melakukan ekspansi pasar. Pasar lain yang juga relatif besar share-nya adalah pasar Amerika Serikat dan Jepang dengan share masingmasing sebesar 7,9 persen dan 6,4 persen Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Dalam jangka panjang pengembangan ekspor sektor pertanian Indonesia difokuskan kepada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah lebih besar bagi perekonomian nasional. Makanan olahan merupakan produk turunan dari produk pertanian yang perlu mendapatkan perhatian besar dari berbagai kalangan, agar pangsa ekspornya dapat semakin ditingkatkan. Berdasarkan data WITS diketahui bahwa nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia pada tahun 2007 mencapai US$ 2.248,6 juta atau meningkat sebesar 14,69 % dibandingkan dengan tahun Nilai ekspor makanan olahan selama periode

46 meningkat rata-rata sebesar 15,60% per tahun (Tabel 4.3). Produk yang mengalami peningkatan nilai ekspor terbesar adalah kelompok produk makanan olahan lain yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 26,9% pertahun, selanjutnya diikuti oleh makanan olahan berbahan baku susu (25,1 persen), daging dan ikan (22,8 persen) dan tembakau (8,4 persen). Lebih lanjut diketahui bahwa produk makanan olahan yang mencapai nilai ekspor tertinggi pada tahun 2007 adalah kelompok daging dan ikan yang mencapai US$ 477,2 juta, disusul ekspor tembakau dan coklat yang masing-masing sebesar US$ 424,7 juta dan US$ 300,9 juta. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelompok produk tersebut merupakan kelompok produk yang memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Oleh karena itu, pengembangan produk dan pengembangan pasar untuk kelompok produk tersebut perlu mendapatkan prioritas agar pangsa pasar yang ada terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia periode (US$ Juta) Periode No. Uraian Trend (%) Makanan Olahan 1, , , , , Daging & Ikan Tembakau Cokelat Sereal Kopi dan Teh Buah-Buahan Gula Berbahan Baku Sayuran Minuman Alkohol & Non Alkohol Berbahan Baku Susu Lain-lain Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan. Lebih lanjut apabila dikaji berdasarkan negara tujuan utama ekspor produk makanan olahan Indonesia maka diketahui bahwa Amerika Serikat merupakan importir terbesar dengan pangsa sebesar 18,02% dan nilai sebesar US$ 405,26 juta (Tabel 3.4). Singapura berada di urutan kedua dengan nilai ekspor ke negara tersebut sebesar US$ 217,23 juta dan 30

47 pangsa pasar sebesar 9,66%. Selanjutnya diikuti oleh Malaysia, Jepang dan Pilipina dengan nilai ekspor dan pangsa masing-masing sebesar US$ 179,54 juta (7,98 persen); US$ 121,39 juta (5,40 persen); dan Pilipina sebesar US$ 18,08 juta (5,25%). Apabila dibandingkan dengan kondisi di pasar dunia, yang sebagian besar impor produk makanan diserap oleh pasar Uni Eropa, maka negara tujuan ekspor utama produk makanan olahan Indonesia relatif berbeda. Pasar Uni Eropa yang merupakan pasar yang sangat potensial bagi perdagangan produk makanan olahan ternyata belum secara optimal dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Hal tersebut ditunjukan oleh share ekspor produk makanan olahan Indonesia ke pasar Uni Eropa yang relatif lebih rendah dibandingkan pasar Amerika Serikat (Tabel 4.4.) Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan Periode (US$ Juta) Trend Share No. Uraian % % Dunia Amerika Serikat Singapura Malaysia Jepang Pilipina Belanda Vietnam Australia Kamboja Jerman SUB TOTAL LAINNYA Sumber: BPS, diolah Balitbang Perdagangan Berdasarkan Tabel 4.4. diketahui bahwa pangsa nilai total ekspor produk makanan olahan Indonesia ke pasar Uni Eropa adalah sebesar 17,99 persen, relatif lebih rendah dibandingkan pangsa Amerika Serikat yang mencapai 19,33 persen. Namun demikian, untuk produk-produk tertentu pangsa pasar Uni Eropa relatif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa pasar Amerika Serikat dan pasar tujuan ekspor lainnya. Produk yang dimaksud adalah daging, teh, cokelat dan buah-buahan. Sedangkan untuk produk ikan dan sayuran, pasar Amerika mendominasi tujuan ekspor Indonesia. Lebih rinci share untuk setiap negara tujuan ekspor dan untuk setiap komoditi ditunjukan pada Tabel

48 Untuk menganalisis bagaimana posisi produk makanan olahan Indonesia dalam analisis ekspor dan impor maka dapat digunakan analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). ISP tersebut juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan komoditi atau produk makanan olahan Indonesia dalam perdagangan internasional. Secara lebih rinci ISP dari produk makanan olahan Indonesia ditunjukan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Berdasarkan Pasar Tujuan, Tahun 2007 Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan. Berdasarkan Tabel 4.5. diketahui bahwa pada periode produk makanan olahan Indonesia memiliki ISP sebesar 0,0; angka ini menunjukkan bahwa produk makanan olahan secara total masih tergolong dalam substitusi impor. Namun demikian apabila dilihat pada setiap jenis produk maka terdapat beberapa produk makanan olahan yang tergolong dalam perluasan ekspor. Produk yang tergolong dalam perluasan ekspor tersebut merupakan produk yang memiliki daya saing yang relatif baik dalam pasar dunia. Produk makanan olahan yang tergolong dalam perluasan ekspor adalah cokelat, kopi dan teh, daging dan ikan, tembakau, dan buah-buahan, masing-masing memiliki nilai ISP sebesar 0,7; 0,7; 0,5; 0,2 dan 0,2. Sedangkan produk yang tergolong dalam substitusi impor adalah minuman alkohol dan non alkohol, produk berbahan baku sayuran, sereal, produk berbahan baku susu dan produk makanan olahan lain. Sementara itu, gula memiliki ISP sebesar -0,7 artinya gula masih berada dalam tahap pengenalan. Berdasarkan ISP tersebut maka produk-produk yang tergolong dalam kelompok perluasan ekspor merupakan produk 32

49 yang seharusnya diprioritaskan untuk terus dikembangkan sebagai produk yang berorientasi ekspor. Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia Periode No. URAIAN Rata-Rata MAKANAN OLAHAN COKELAT KOPI & TEH DAGING & IKAN TEMBAKAU BUAH - BUAHAN OTHER MINUMAN ALKOHOL DAN NON ALKOHOL BERBAHAN BAKU SAYURAN SEREAL BERBAHAN BAKU SUSU GULA Sumber: BPS, diolah Balitbang Perdagangan Keterangan: ISP = (Ekspor j Impor j )/(Ekspor j + Impor j ) Kategori Isp -1,0 s/d -0,5 pengenalan -0,4 s/d 0,0 substitusi impor 0,1 s/d 0,7 perluasan ekspor 0,8 s/d 1,0 pematangan ekspor Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia Perkembangan yang selama ini terjadi dalam perdagangan produk makanan olahan di pasar dunia telah memposisikan setiap negara pada peta perdagangan dunia untuk produk makanan olahan tersebut. Apabila dikaji berdasarkan pemasok utama produk makanan olahan di pasar dunia maka diketahui bahwa Uni Eropa merupakan pemasok utama produk makanan olahan di pasar dunia (Tabel 4.7). Share Uni Eropa dalam perdagangan produk makanan olahan di pasar dunia adalah sebesar 51,6 persen dengan trend pertumbuhan sebesar 11,8 persen. Lebih lanjut, negara pemasok lainnya yang juga relative dominan adalah Amerika Serikat, Brazil, China dan Canada dengan share masing-masing sebesar 5,6 persen, 5,4 persen, 4,5 persen dan 3,5 persen. Sementara itu, apabila dikaji dari trend pertumbuhan yang dicapai oleh negara pemasok utama produk makanan olahan di pasar dunia maka diketahui bahwa Argentina merupakan negara pemasok produk makanan olahan dengan trend pertumbuhan terbesar 33

50 yaitu 22,7 persen dan dengan share sebesar 1,3 persen. Lebih lanjut, negara yang mengalami trend pertumbuhan dan share yang relative besar adalah Brazil. Brazil mencapai trend pertumbuhan sebesar 20,1 persen lebih besar dari trend pertumbuhan yang dicapai oleh China dan Uni Eropa yang masing-masing mencapai trend pertumbuhan sebesar 13,2 persen dan 12,9 persen. Sementara itu, Amerika serikat justru mengalami trend pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar -0,5 persen. Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan. Posisi Indonesia sebagai salah satu negara pemasok produk makanan olahan di dunia adalah berada pada urutan ke-17. Share Indonesia dalam perdagangan produk makanan olahan adalah sebesar 0,7 persen dan dengan trend pertumbuhan sebesar 9,3 persen. Posisi Indonesia tersebut masih berada jauh di bawah Thailand yang menduduki posisi ke-7 dengan share-nya sebesar 2,6 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum produk makanan olahan yang dihasilkan oleh Thailand relatif lebih unggul dibandingkan Indonesia. Oleh karena itu, produk makanan olahan Indonesia harus terus dikembangkan agar share Indonesia dalam perdagangan dunia dapat terus ditingkatkan. Dengan sumberdaya alam yang dimiliki selayaknya Indonesia memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan negara lain yang sumberdaya alamnya relatif terbatas % Trend % Share All countries , , ,2 11,8 100,0 1 European Union , , ,8 12,9 51,6 2 United States , , ,0-0,5 5,6 3 Brazil 8.577, , ,7 20,1 5,4 4 China 8.684, , ,5 13,2 4,5 5 Canada 7.534, , ,1 7,0 3,0 6 Australia 6.056, , ,7 12,9 3,0 7 Thailand 6.195, , ,8 6,4 2,6 8 New Zealand 3.060, , ,7 12,7 1,5 9 Argentina 1.855, , ,4 22,7 1,3 10 India 2.498, , ,6 11,7 1,2 SUB TOTAL , , ,2 11,7 79,8 17 Indonesia 1.616, , ,9 9,3 0,7 34

51 Untuk produk makanan olahan Indonesia dengan nilai ISP yang relatif tinggi atau produk yang masuk dalam kelompok perluasan ekspor ternyata posisi Indonesia relative tidak lebih baik dibandingkan negara produsen utama lainnya. Selama periode , ekspor makanan olahan daging dan ikan dunia meningkat rata-rata sebesar 11,39 persen/tahun (Tabel 4.8). Negara yang mengalami trend pertumbuhan tertinggi sebagai eksportir daging dan ikan dunia selama periode adalah Brazil yaitu meningkat rata-rata sebesar 25,24 persen/tahun, disusul Jerman, Australia yang masing-masing tumbuh sebesar 19,54 persen/tahun dan 14,65 persen/tahun. Sedangkan Indonesia mencapai trend pertumbuhan sebesar 11,64 persen/tahun. Jika dilihat dari nilai ekspor makanan olahan daging dan ikan dunia pada tahun 2006, Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan nilai ekspor sebesar US$ 8.431,59 juta, disusul Brazil dan Jerman dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$ 7.612,42 juta dan US$ 7.432,32 juta. Adapun Indonesia berada di urutan ke 22 dengan nilai ekspor sebesar US$ 829,55 juta. Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia Periode (US$ Juta) No Trend (%) World 60, , , , , USA 8, , , , , (3.61) 2 Brazil 3, , , , , Jerman 3, , , , , Belanda 4, , , , , Australia 3, , , , , Denmark 4, , , , , China 3, , , , , Prancis 3, , , , , Kanada 4, , , , , Thailand 2, , , , , Indonesia Sumber: UNCOMTRADE diolah Balitbang Perdagangan Untuk produk olahan kopi dan teh, menurut data UNCOMTRADE ekspor dunia untuk produk tersebut selama periode meningkat rata-rata sebesar 11,66 persen/tahun. Pada tahun 2002, nilai ekspornya sebesar US$ 4.406,22 juta, kemudian pada 35

52 tahun 2006 nilai ekspornya mencapai US$ 7.042,79 juta. Pemasok terbesar ekspor makanan olahan kopi dan teh adalah Jerman dengan nilai ekspor sebesar US$ 782,27 juta. Eksportir terbesar kedua dan ketiga adalah Sri Lanka dan Cina dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$ 582,90 juta dan US$ 545,19 juta. Indonesia menempati peringkat ke-13 dengan nilai ekspor sebesar US$ 170,79 juta. Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia (US$ Juta) No Trend (%) World 4, , , , , Jerman Sri Lanka China India Kenya Inggris Brazil Belanda Swiss USA (8.52) 13 Indonesia Sumber: UNCOMTRADE diolah Balitbang Perdagangan Sementara itu, ekspor yang mencapai trend pertumbuhan tertinggi untuk periode adalah Brazil yaitu sebesar 20,76 persen/tahun, disusul Kenya dan Swiss masingmasing sebesar 19,73 persen/tahun dan 17,65 persen/tahun. Adapun Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 10,75 persen/tahun Lebih lanjut, ekspor dunia makanan olahan dengan bahan baku coklat mengalami kenaikan per tahunnya sebesar 12,14 persen/tahun selama periode yaitu dari US$ 10,9 milyar pada tahun 2002 meningkat menjadi US$ 17,9 milyar pada tahun Mengingat semakin banyaknya ragam makanan berbahan coklat dan semakin populernya makanan jenis ini maka dapat diprediksikan untuk makan olahan berbahan baku coklat akan selalu mengalami peningkatan. 36

53 Tabel Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia, (US$ Juta) No Negara Trend (%) World 10, , , , , Belanda 1, , , , , Jerman 1, , , , , Belgia 1, , , , , Prancis , , , , Italia USA Kanada Cote Divoire Inggris Malaysia Indonesia Sumber: UNCOMTRADE diolah Balitbang Perdagangan Pemasok makanan olahan berbahan baku coklat, jika di urutkan menurut nilai ekspor, pemasok terbesar tahun 2006 adalah Belanda. Dunia mengimpor makanan olahan berbahan baku coklat dari Belanda sebesar US$ 2,4 milyar dengan pertumbuhan per tahun sebesar 8.34 persen selama periode Pada periode yang sama, posisi pemasok utama setelah Belanda adalah Jerman, Belgia, Prancis, Italia, USA, Kanada, Cote Divoire (Pantai Gading), Inggris dan Malaysia dengan besaran impor dunia dari masing masing negara tersebut adalah US$ 2,3 milyar; US$ 1,8 milyar; US$ 1,4 Milyar; US$ 830,48 juta; US$ 779,74 juta; US$ 760,34 juta; US$ 711,47 juta; US$ 560,23 juta; US$ 556,61 juta dan US$ 234,91 juta. Sementara itu, posisi Indonesia hanya menjadi pemasok makanan berbahan coklat di urutan ke-20. Posisi Indonesia tersebut jauh berada di bawah Malaysia. Indonesia tertinggal dibandingkan negara tetangga Malaysia bukan hanya dalam nilai ekspornya tetapi juga dalam trend pertumbuhannya. Trend pertumbuhan Malaysia adalah sebesar 27,69 persen selama periode , sedangkan trend pertumbuhan Indonesia pada periode yang sama hanya mencapai 0,25 persen. Dengan kondisi yang demikian, maka pengembangan industri coklat perlu mendapatkan perhatian yang serius agar posisi Indonesia di pasar dunia dapat ditingkatkan. 37

54 4.2. Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Industri makanan olahan prioritas ditetapkan berdasarkan nilai indeks performa. Ada empat indeks yang dihitung secara komposit untuk menentukan indeks performa yaitu: indeks-1 performa ekspor, indeks-2 performa impor pasar dunia, indeks-3 performa suplai domestik dan indeks-4 dampak sosial ekonomi. Masing-masing indeks performa terdiri dari beberapa sub-indeks. Nilai indeks performa merupakan rataan dari nilai sub-indeks. Nilai sub-indeks didasarkan pada capaian tiap-tiap indikator performa. Nilainya berkisar antara 1 (satu) diberikan pada industri makanan olahan yang nilai indikator performanya terendah, sampai 5 (lima) untuk industri makanan olahan dengan nilai indikator performa tertinggi. Kedua batas nilai indeks industri terendah dan tertinggi tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai indeks industri lainnya, berdasarkan rasio nilai indikator performa. Seluruh indikator sub-indeks bersifat aditif terhadap performa produk. Semakin tinggi nilai sub-indeks, maka akan semakin tinggi pula nilai indeks. Industri prioritas ditetapkan berdasarkan nilai rataan dari ke-empat indeks, selanjutnya disebut indeks komposit Indeks-1 Performa Ekspor Indeks performa ekspor dihitung dari nilai ekspor tahun 2006, pangsa pasar ekspor terhadap pasar dunia tahun 2006, neraca perdagangan relatif tahun 2006 serta pertumbuhan nilai ekspor rata-rata tahun Hasil penilaian indeks performa ekspor ditampilkan pada Tabel Nilai ekspor tertinggi tahun 2006 adalah produk makanan olahan kelompok ikan dengan nilai US$ juta, dengan pertumbuhan ekspor yang juga tinggi mencapai persen per tahun selama periode tahun Indeks nilai ekspor terendah adalah produk makanan olahan kelompok susu dengan nilai US$ juta. Namun selama kurun waktu , pertumbuhan nilai ekspor susu berada di urutan kedua setelah kelompok industri ikan. 38

55 Tabel Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Nilai Ekspor (2006) Pangsa Pasar Dunia (2006) Neraca Perdagangan Relatif (2006) Pertumb. Nilai Ekspor ( ) Indeks Perform Ekspor Komoditi 000US$ Indeks % Indeks % Indeks % Indeks Ikan T e h Coklat Kopi Susu (27.72) Buah Tembakau Sayuran (1.83) Sereal (2.89) Gula (70.25) Daging (55.46) 1.37 (1.07) Minol (4.12) Rata-rata 2.45 Produk makanan olahan kelompok susu, sayuran, sereal, gula, daging, dan minuman beralkohol (minol), memiliki neraca perdagangan yang negatif. Selama ini impor Indonesia untuk keenam kelompok makanan olahan tersebut, terutama gula dan daging, masih sangat tinggi untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri. Artinya bahwa secara ekonomi empat komoditi tersebut kurang strategis untuk dijadikan komoditi unggulan ekspor. Ekpor ke luar negeri justru akan mengurangi stock untuk pasar dalam negeri. Nilai indeks performa ekspor rata-rata adalah Berdasarkan indikator ini kelompok bahan makanan olahan yang memiliki indeks di atas rata-rata adalah kelompok ikan, teh, cokelat, dan tembakau Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia Performa impor pasar dunia dihitung dari pertumbuhan impor selama kurun waktu , dan akses ke pasar dunia yang dihitung dari rata-rata tarif di pasar impor dunia. Hasil perhitungan indeks performa pasar dunia ditampilkan pada Tabel

56 Tabel Indeks-2 Pasar Dunia Makanan Pertumbuhan Impor Dunia Akses ke Pasar Dunia (Tarif Impor) Indeks Pasar Olahan % indeks % indeks Dunia Ikan T e h Coklat Kopi Susu Buah Tembakau Sayuran Sereal Gula Daging Minol Rata-rata 3.69 Pasar impor dunia yang pertumbuhannya paling tinggi (4.61%), adalah kelompok makanan olahan kopi. Pertumbuhan impor dunia yang paling kecil adalah kelompok tembakau (0.96%). Kelompok minuman beralkohol mempunyai akses ke pasar dunia terkecil (tarif paling tinggi) dibandingkan kelompok makanan olahan lainnya, dengan tarif impor sebesar persen. Akses ke pasar dunia yang paling besar (nilai tarif terkecil) adalah sayuran dengan tarif sebesar persen. Indeks pasar dunia tertinggi adalah kelompok kopi (4.87), sedangkan minuman beralkohol mempunyai nilai indeks pasar dunia terkecil yaitu Nilai indeks pasar dunia rata-rata adalah Berdasarkan indikator ini kelompok bahan makanan olahan yang memiliki indeks pasar dunia di atas rata-rata adalah kelompok ikan, teh, cokelat, kopi, buah, sayuran dan gula Indeks-3 Suplai Domestik Nilai indeks suplai domestik diperoleh dari data BPS. Indeks suplai domestik dihitung dari nilai tambah dan efesiensi penggunaan asset. Efesiensi penggunaan asset merupakan rasio antara nilai tambah dengan nilai asset (nilai tambah yang dihasilkan per satuan asset yang digunakan. Asset industri sekaligus menunjukkan besarnya nilai investasi 40

57 atau modal yang ditanamkan dalam industri tersebut. mencerminkan efesiensi penggunaan modal. Sehingga efesiensi asset bisa Dari data nilai tambah dan efesiensi penggunaan asset, didapatkan indeks tiap kelompok industri makanan olahan seperti ditampilkan pada Tabel Nilai rata-rata indeks suplai domestik sebesar Kelompok kopi, ikan, dan coklat memiliki nilai indeks suplai domestik yang relatif rendah, masing-masing 1.01, 1.25 dan Sedangkan tembakau dan teh memiliki nilai indeks suplai domestik relatif tinggi, masing-masing 4.69 dan Tabel Indeks-3 Suplai Domestik Makanan Olahan Nilai Tambah Efesiensi Asset Suplai Domestik Ikan T e h Coklat Kopi Susu Buah Tembakau Sayuran Sereal Gula Daging Minol Rata-rata 2.03 Industri tembakau memiliki nilai suplai domestik tertinggi karena memiliki performa nilai tambah tertinggi, meskipun efesiensi penggunaan asset kalah dengan teh. Industri teh memiliki nilai indeks tertinggi pada sub-indeks efisiensi penggunaan asset. Suplai domestik untuk industri kopi memiliki nilai paling rendah. Nilai tambah industri kopi dan efesiensi penggunaan asset relatif rendah. Demikian juga untuk penggunaan bahan baku lokal, nilai indeksnya pada kisaran sedang. Berdasarkan nilai indeks-3, kopi, ikan dan coklat, tidak bisa dijadikan sebagai komoditas ekspor unggulan, karena suplai domestik kurang mendukung. Kelompok tembakau dan teh memiliki nilai indeks-3 relatif tinggi, artinya dukungan dalam negeri untuk mengembangkannya sebagai komoditas ekspor cukup tinggi. 41

58 Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Indeks Dampak sosial ekonomi dihitung dari sub indeks penyerapan tenaga kerja. Data penyerapan tenaga kerja tiap-tiap kelompok industri makanan olahan merupakan data sekunder dari BPS Tabel Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi Jumlah Tenaga Kerja Terserap Kelompok Makanan Olahan Orang Indeks Ikan 48, T e h 10, Coklat 21, Kopi 12, Susu 13, Buah 65, Tembakau 280, Sayuran 45, Sereal 149, Gula 310, Daging 2, Minol 43, Rata-rata 2.05 Tabel menunjukkan bahwa industri gula memiliki nilai indeks penyerapan tenaga kerja terbesar dan penyerapan tenaga kerja terkecil pada industri daging. Industri gula menyerap tenaga kerja dari mulai tingkat petani tebu, transportasi sampai pabrik gula. Industri rokok menyerap tenaga kerja terbesar kedua. Dibandingkan dengan industri lainnya, industri rokok termasuk padat karya Kombinasi Indeks Overlay Indeks-1 dengan Indeks-2. Dari nilai indeks-1 dan indeks-2 industri makanan olahan bisa dipetakan ke dalam empat kuadran. Kuadran I: kelompok industri yang memiliki performa ekspor kurang pada pasar potensial; Kuadran II: kelompok industri yang memiliki performa ekspor bagus pada pasar potensial; Kuadran III: kelompok industri yang memiliki performa ekpor bagus, pada pasar kurang potensial; dan Kuadran IV: kelompok industri yang memiliki performa kurang pada pasar tidak potensial. 42

59 kuadran II kuadran III kuadran I kuadran IV Gambar 4.1. Overlay Performa Ekspor dengan Pasar Impor Gambar 4.1. menunjukkan status industri makanan olahan berdasarkan performa ekspor dan pasar impor. Paling ideal adalah kelompok industri yang berada di kuadran III, dimana peluang pasar dimanfaatkan secara maksimal. Industri pada kelompok kuadran II, menghadapi pasar yang relatif mudah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga pada kuadran II potensi ekspor masih bisa ditingkatkan. Kelompok industri pada kuadran IV, kondisinya berlawanan dengan kuadran II. Pada kuadran IV kemampuan ekspor sudah tinggi, namun masih bisa ditingkatkan lagi dengan membuka akses pasar ke negaranegara tujuan ekpor. Kelompok kuadran I, kondisinya paling sulit dikembangkan, karena kemampuan ekspor masih rendah dan pasar duniapun kurang terbuka. Overlay Indeks-1 dengan Indeks-4. Perdagangan komoditi tidak hanya sekedar untuk memperoleh manfaat ekonomi saja. Namun yang lebih penting adalah memperoleh dampak positif bagi masyarakat secara luas, yang diindikasikan dari tingginya nilai indeks-4 (dampak sosial ekonomi). Indikator dampak sosial ekonomi penting karena, dampak yang positif selanjutnya akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi produksi komoditi tersebut. Oleh sebab itu, kombinasi performa ekspor yang bagus dengan dampak sosial ekonomi yang 43

60 positif dapat menetapkan komoditi ekspor prioritas yang tepat. Gambar 4.2. menampilkan kelompok komoditi sesuai dengan performa ekspor dan dampak sosial ekonomi. Paling ideal adalah kelompok industri yang berada di kuadran III, potensi ekspor tinggi dan dampak sosial ekonomi juga tinggi. Di dalam negeri dukungan masyarakat untuk melestarikan komoditi tersebut cukup tinggi. Industri pada kelompok kuadran II, memiliki dampak sosial ekonomi yang baik, namun performa ekspor kurang, sehingga sulit dikembangkan. Kelompok industri pada kuadran IV, berlawanan dengan kuadra II, dimana performa ekspor tinggi, namun dampak sosial ekonominya rendah. Kelompok kuadran I, kondisinya paling sulit dikembangkan, karena kemampuan ekspor masih rendah, dampak sosial ekonomi juga rendah. kuadran II kuadran III kuadran I kuadran IV Gambar 4.2. Overlay Performa Ekpor Dengan Sosio-Economi Indeks Komposit. Indeks komposit merupakan nilai akhir, yang merupakan rataan dari nilai empat indeks dengan pembobotan. Indeks-1 (performa ekspor) diberi bobot 4, indeks-2 (performa impor pasar dunia) diberi bobot 3, indeks-3 (suplai domestik) diberi bobot 2 dan indeks-4 (dampak sosial ekonomi) diberi bobot 1. 44

61 Bobot terbesar diberikan bagi indeks-1 dan bobot terbesar kedua indeks-2 dengan pertimbangan bahwa untuk tujuan pengembangan ekspor, maka peforma ekspor dan performa pasar dunia menjadi penting karena mencerminkan potensi ekspor langsung baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sedangkan indeks-3 yang menunjukkan dukungan dalam negeri yang dilihat dari sisi nilai tambah dan efisiensi aset diberi bobot 2, lebih tinggi dari bobot indeks-4 yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja, yaitu dengan bobot 1. Tabel menampilkan nilai indeks komposit masing-masing kelompok industri makanan olahan. Berdasarkan nilai indeks komposit yang dicapai tiap semua industri makanan, kemudian dicari nilai rata-rata indeks (R) dan standar deviasi (SD). Hasil perhitungan ini digunakan untuk mengelompok status pengembangan ekspor industri makanan olahan yaitu: (1) kelompok industri prioritas tinggi (nilai indeks R + ½ SD); (2) kelompok industri prioritas sedang (nilai indeks pada kisaran (R - ½ SD)< I<(R + ½ SD) dan (3), kelompok industri prioritas rendah (nilai indeks R - ½ SD). Tabel Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Produk makanan olahan Pembobot Indeks komposit setelah dibobot Kriteria prioritas ekspor indeks-1 indeks-2 indeks-3 indeks-4 Ikan Tinggi T e h Tinggi Tembakau Tinggi Gula Sedang Coklat Sedang Kopi Sedang Sereal Sedang Sayuran Sedang Buah Sedang Susu Rendah Daging Rendah Min. beralkohol Rendah Dari Tabel dapat dilihat bahwa komoditi yang memiliki prioritas tinggi untuk dikembangkan adalah kelompok ikan, teh dan tembakau. Prioritas sedang yaitu kelompok gula, coklat, kopi, sereal, sayuran, dan buah. Sedangkan kelompok susu, daging dan minuman beralkohol, prioritasnya rendah. Indeks komposit sudah memperhitungkan dimensi ekspor, impor dan pasar dunia serta dimensi sosial dan ekonomi. Nilai indeks komposit sekaligus menunjukkan 45

62 keberlanjutan komoditi dimasa yang akan datang, karena didukung oleh banyak faktor. Komoditi yang indeks kompositnya rendah, dalam jangka panjang sulit dikembangkan menjadi komoditas ekspor Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Internasional Berdasarkan analisis Trade Performance Index diketahui bahwa 12 produk yang dikaji dapat dikelompok kedalam tiga kelompok yaitu produk dengan nilai indeks tinggi (prioritas tinggi), nilai indeks sedang (prioritas sedang) dan nilai indeks rendah (prioritas). Produk-produk yang termasuk dalam prioritas tinggi adalah: (1) ikan, (2) teh, dan (3) tembakau; produk dengan prioritas sedang adalah: (1) gula, (2) coklat, (3) kopi, (4) sereal, (5) sayuran, dan (5) buah-buahan; dan produk dengan prioritas rendah adalah: (1) susu, (2) daging dan (3) minuman beralkohol. Untuk menganalisis daya saing dari setiap produk di pasar internasional maka digunakan Constant Market Share Analysis. Dengan CMSA juga dapat ditentukan aspekaspek yang paling signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekspor setiap produk. Pada bagian berikut akan dibahas hasil dari analisis CMSA Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi Ikan. Hasil analisis CMSA untuk kelompok produk ikan disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan lampiran tersebut secara umum diketahui bahwa produk ikan mencapai total perubahan yang positif pada setiap periode analisis dan setiap pasar tujuan. Hal tersebut bermakna bahwa produk ikan mengalami pertumbuhan ekspor yang positif. Apabila dikaji lebih lanjut ternyata diketahui bahwa pertumbuhan ekspor yang terjadi pada produk ikan lebih disebabkan oleh pertumbuhan impor di pasar dunia. Disamping itu, peningkatan ekspor produk ikan juga didorong oleh adanya efek komposisi komoditi dan efek distribusi pasar yang positif. Efek komposisi komoditi yang positif tercapai di Pasar Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, Rusia, Cina, Arab Saudi dan Afrika Selatan pada periode Nilai efek komposisi komoditi yang positif tersebut menunjukan bahwa permintaan terhadap produk ikan dari Indonesia mengalami peningkatan di masing-masing pasar tujuan ekspor. Untuk nilai efek distribusi yang positif pada periode analisis terjadi di Pasar Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Cina dan Arab Saudi. Nilai distribusi pasar 46

63 yang positif menunjukan bahwa pasar-pasar yang menjadi tujuan ekspor merupakan pasarpasar yang memiliki pertumbuhan relatif cepat. Adapun pada Pasar Amerika, efek distribusi pasar bernilai negatif yang artinya ekspor terkonsentrasi di pasar yang pertumbuhannya relatif lambat (stagnan). Untuk Brazil dan India mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia tidak melakukan ekspor produk ikan ke Negara tersebut pada periode analisis. Sementara itu terkait dengan daya saing, berdasarkan Lampian 1 juga diketahui bahwa produk ikan Indonesia mempunyai daya saing yang relatif rendah. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif. Nilai daya saing yang tinggi (positif) hanya dicapai pada periode analisis pada pasar Rusia dan Cina. Teh. Untuk produk teh, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada periode dan mengalami penurunan pada periode Penurunan ekspor teh Indonesia ke pasar dunia pada periode lebih dikarenakan efek pertumbuhan impor yang bernilai negatif (Lampiran 2). Dengan efek pertumbuhan impor tersebut, sekalipun terjadi peningkatan permintaan terhadap produk teh (efek komposisi komoditi positif), tetap tidak dapat mencegah kemerosatan nilai ekspor teh Indonesia pada periode tersebut. Sementara itu untuk pasar tujuan ekspor tertentu, pada periode efek komposisi komoditi bernilai negatif di Pasar Amerika, Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, Rusia, India, Cina dan Arab Saudi. Adapun efek distribusi pasar mencapai nilai negatif di Pasar Jepang, Uni Eropa dan India. Nilai efek distribusi pasar positif dicapai untuk ekspor the ke Pasar Amerika Serikat, Afrika Selatan, Rusia, Cina dan Arab Saudi. Berdasarkan Lampiran 2 juga diketahui bahwa Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk teh. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada periode di sebagian besar pasar yang dikaji, kecuali Pasar Jepang, Brazil dan India yang mempunyai nilai efek daya saing positif. Tembakau. Untuk produk tembakau, terjadi penurunan pertumbuhan konsumsi tembakau di dunia pada periode (27.8 miliar US$) dibandingkan periode (123.5 miliar US$). Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat ekspor produk tembakau dari Indonesia ke pasar dunia. Namun demikian, produk tembakau Indonesia mengalami peningkatan daya saing sebesar 56.1 juta US$ pada periode , sehingga mendorong tingkat permintaan produk tembakau Indonesia. 47

64 Berdasarkan Lampiran 3 diketahui bahwa semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif. Sementara itu untuk efek distribusi pasar sebagian pasar mencapai nilai positif dan sebagian mencapai nilai negatif. Pada periode , efek distribusi pasar positif terjadi di Pasar Jepang, Brazil, Rusia, India dan Arab Saudi, sedangkan Pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Afrika Selatan mempunyai nilai negatif yang artinya bahwa pasar-pasar tersebut merupakan pasar yang relatif stagnan. Untuk efek daya saing, produk tembakau Indonesia mempunyai daya saing yang rendah pada Pasar Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, Brazil, Rusia, Cina dan Arab Saudi. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada periode analisis Sementara itu, efek daya saing positif dapat dicapai produk tembakau Indonesia di Pasar Afrika Selatan dan India. Hal tersebut menunjukan bahwa produk tembakau Indonesia mampu bersaing dengan produk-produk sejenis dari negara pesaing Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang Gula. Untuk produk gula, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada setiap periode analisis. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor dunia. Sementara itu, dorongan peningkatan ekspor dari efek komposisi komoditi dan daya saing relatif kecil. Pada periode , untuk semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang positif (Lampiran 4). Adapun untuk efek distribusi pasar, nilai positif dicapai di Pasar Amerika Serikat, Rusia, Cina dan Arab Saudi, sedangkan Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, Brazil dan India mempunyai nilai negatif. Berdasarkan Lampiran 4 juga diketahui bahwa Indonesia mempunyai daya saing yang relative rendah untuk produk gula di sebagian besar pasar tujuan ekspor. Hal ini ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada Pasar Amerika Serikat, Uni Eropa, Afrika Selatan, Brazil, Rusia, Cina dan Arab Saudi. Sementara itu, pada pasar Jepang dan India, ekspor produk gula Indonesia mempunyai nilai efek daya saing positif. Artinya ekspor produk gula Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi pada pasar-pasar tersebut. Cokelat. Untuk produk coklat, pertumbuhan tingkat konsumsi dunia akan coklat menurun pada periode (efek perdagangan dunia) (Lampiran 5). Sementara itu, pertumbuhan permintaan akan produk coklat dari Indonesia justru mengalami peningkatan pada periode 48

65 tersebut. Hal ini dikarenakan produk coklat dari Indonesia mengalami peningkatan daya saing. Pada periode , untuk semua pasar yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang positif, sedangkan pada periode nilainya negatif. Untuk efek distribusi pasar, nilai positif terjadi untuk ekspor produk coklat ke Pasar Afrika Selatan, Brazil, Rusia India, Cina dan Arab Saudi, sedangkan pada Pasar Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa mempunyai nilai negatif. Berdasarkan Lampiran 5 diketahui bahwa Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk coklat, ditunjukan dengan nilai efek daya saing yang negatif. Kopi. Ekspor produk kopi Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada setiap periode análisis (Lampiran 6). Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh dorongan dari pertumbuhan impor dunia. Sementara itu, efek daya saing dari produk kopi bernilai negatif untuk semua periode analisis. Hal tersebut menunjukan bahwa daya saing produk kopi Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara pesaing. Untuk ekspor ke Pasar Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, Rusia, Cina dan Arab Saudi mencapai nilai efek komposisi komoditi yang positif pada periode Untuk efek distribusi pasar, nilai positif dicapai pada Pasar Uni Eropa, Rusia dan Cina, sedangkan Pasar Amerika Serikat, Jepang dan Arab Saudi mempunyai nilai negatif. Nilai efek distribusi pasar positif artinya Indonesia mampu meningkatkan ekspor di pasar yang tumbuh relatif cepat. Untuk Brazil dan India mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia tidak melakukan ekspor produk kopi ke negara tersebut pada periode analisis. Untuk efek daya saing diketahui bahwa produk kopi mempunayai daya saing yang relatif rendah di sebagian besar pasar tujuan ekspor. Hal ini ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif. Daya saing yang tinggi pada produk kopi Indonesia dapat dicapai pada Pasar Jepang dan Afrika Selatan. Sereal. Untuk produk sereal, terjadi penurunan pertumbuhan konsumsi produk sereal di dunia (Lampiran 7). Penurunan tersebut berpengaruh terhadap tingkat ekspor produk sereal dari Indonesia ke pasar dunia. Pertumbuhan ekspor sereal Indonesia menurun. Namun disisi lain, produk sereal Indonesia mengalami peningkatan daya saing, sehingga mendorong tingkat permintaan produk sereal Indonesia. 49

66 Pada periode , Semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif. Sementara itu, nilai efek distribusi pasar berbeda pada setiap negara tujuan ekspor. Nilai distribusi pasar positif terjadi di Pasar Amerika Serikat, Afrika Selatan, Rusia, Cina dan Arab Saudi, sedangkan Pasar Jepang, Uni Eropa, Brazil dan India mempunyai nilai negative. Berdasarkan Lampiran 7 juga diketahui bahwa Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk sereal pada periode di sebagian besar pasar yang dianalisis. Nilai daya saing yang relative baik dari produk sereal Indonesia terjadi di Pasar Rusia. Sayuran. Ekspor produk sayuran Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada setiap periode análisis (Lampiran 8). Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor yang mendorong. Peningkatan ekspor produk sayuran Indonesia ke pasar dunia pada periode juga dikarenakan adanya peningkatan efek daya saing dan efek komposisi komoditi. Pada saat yang sama pertumbuhan permintaan produk sayuran dari Indonesia mengalami peningkatan (efek komposisi komoditas). Untuk pasar tujuan ekspor yang dikaji, efek komposisi komoditi bernilai negatif di Pasar Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, Rusia India, Cina dan Arab Saudi. Untuk efek distribusi pasar nilai positif dicapai di Pasar Afrika Selatan, Rusia, India, Cina dan Arab Saudi, sedangkan Amerika, Jepang dan Uni Eropa mempunyai nilai negatif. Untuk Brazil mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia tidak melakukan ekspor produk sayuran ke negara tersebut pada tahun Berdasarkan Lampiran 8 juga diketahui bahwa produk sayuran Indonesia mempunyai daya saing yang rendah di sebagian besar pasar yang dikaji. Hal ini menunjukan bahwa produk sayuran Indonesia kalah bersaing dengan produk dari negara produsen lainnya. Nilai positif untuk efek daya saing produk sayuran hanya dicapai di Pasar Brazil. Buah-buahan. Untuk produk buah-buhan, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada setiap periode analisis (Lampiran 9). Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor yang mendorong. Sementara itu, dorongan peningkatan ekspor dari efek komposisi komoditi dan daya saing relatif kecil Untuk semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif. Pada periode , nilai efek distribusi pasar positif dicapai di Pasar Uni 50

67 Eropa, Afrika Selatan, Brazil, Rusia, India, Cina dan Arab Saudi, sedangkan di Pasar Amerika Serikat dan Jepang mempunyai nilai negatif. Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk buah. Hal ini ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada periode analisis Efek daya saing positif hanya terjadi di Pasar Jepang. Hal ini menunjukan bahwa produk buah Indonesia mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara pesaing hanya di Pasar Jepang sedangkan di pasar lainnya produk buah Indonesia kalah bersaing Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah Berbahan Baku Susu. Untuk susu, penurunan pertumbuhan konsumsi makanan berbahan baku susu di dunia, memiliki pengaruh terhadap tingkat ekspor susu dari Indonesia ke pasar dunia. Pada periode pertumbuhan ekspor produk barbahan baku susu Indonesia adalah positif dan susu Indonesia mengalami peningkatan daya saing dari periode ke periode , sehingga mendorong tingkat permintaan susu Indonesia (Lampiran 10). Berdasarkan Lampiran 10 diketahui bahwa semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi 0 (nol). Hal ini dikarenakan pada tahun 2004 Indonesia belum melakukan ekspor susu ke pasar tujuan yang dianalisis, kecuali untuk Amerika dan Arab Saudi yang mempunyai nilai efek komoditi negatif. Adapun nilai efek distribusi pasar positif dicapai di Pasar Arab Saudi, sedangkan Amerika mempunyai nilai negatif. Untuk daya saing, Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk susu di Pasar Amerika Serikat dan Arab Saudi. Hal ini ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada periode analisis Daging. Untuk produk daging, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada setiap periode analisis. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor yang mendorong (Lampiran 11). Disamping itu, peningkatan ekspor juga didorong oleh peningkatan dari efek komposisi komoditi pada periode Pada periode , untuk semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif. Untuk efek distribusi pasar, nilai positif dicapai di Pasar Uni Eropa, Afrika Selatan, India, Cina dan Arab Saudi, sedangkan di Pasar Amerika Serikat dan Jepang mempunyai nilai negatif yang artinya kedua pasar tersebut merupakan 51

68 pasar yang relatif stagnan. Untuk Brazil dan Rusia mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia tidak melakukan ekspor produk daging ke negara tersebut pada periode analisis. Berdasarkan Lampiran 11 juga diketahui bahwa produk daging Indonesia pada pasar Uni Eropa, Afrika Selatan, India dan Cina mempunyai daya saing yang rendah sedangkan pada Pasar Amerika Serikat, Jepang dan Arab Saudi, ekspor produk daging Indonesia mempunyai daya saing yang relative meningkat. Minuman Beralkohol. Untuk produk minuman beralkohol, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada setiap periode analisis (Lampiran 12). Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh dorongan dari pertumbuhan impor dunia. Disamping itu, juga didorong oleh peningkatan permintaan terhadap minuman beralkohol dari Indonesai untuk periode Pada periode , untuk Pasar Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, India dan Arab Saudi mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang positif. Adapun nilai efek distribusi pasar positif dicapai di Pasar Amerika Serikat, Afrika Selatan, Cina dan Arab Saudi, sedangkan pada Pasar Jepang, Uni Eropa dan India mempunyai nilai negatif. Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk minuman beralkohol pada pasar Amerika, Jepang, Uni Eropa, Cina dan Arab Saudi. Hal ini ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada periode analisis Efek daya saing positif dapat dicapai di pasar Afrika Selatan dan India Hasil Survei Lapangan Dalam Negeri Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil survei lapangan diketahui bahwa jenis usaha responden sebagian besar berperan sebagai eksportir sekaligus produsen (77 persen). Sementara itu, yang hanya berperan sebagai eksportir adalah sebanyak 8 persen dan sebagai produsen sebanyak 15 persen. Lebih lanjut, informasi yang diperoleh menunjukan bahwa sebagian besar industri makanan olahan Indonesia menggunakan bahan baku lokal. Penggunaan bahan baku lokal lebih dari 60 persen diungkapkan oleh 54 persen responden. Adapun industri yang menggunakan 100 persen bahan baku lokal diungkapkan 52

69 oleh 38 persen responden. Namun demikian terdapat industri (8 persen responden) yang menggunakan bahan baku impor lebih dari 80 persen (Gambar 4.3.). Penggunaan bahan baku produksi responden >80% IMPOR 8% Jenis usaha responden: 100% berbentuk PT dan berstatus PMDN Produsen; 15% 100% LOKAL 38% Eksportir; 8% Eksportir Produsen; 77% >60% LOKAL 54% Gambar 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Baku dan Jenis Usaha Dalam penggunaan informasi, berbagai media informasi yang ada umumnya digunakan oleh seluruh responden. Sumber informasi dari pameran, internet dan badan pengembangan ekspor nasional diungkapkan oleh 18 persen responden. Sementara itu, informasi yang bersumber dari asosiasi eksportir dalam negeri, asosiasi importir negera tujuan dan instansi pembina produksi diungkapkan oleh 15 persen responden. Namun demikian, berdasarkan tingkat frekuensi penggunaan informasi pasar ekspor diketahui bahwa internet merupakan sumber informasi yang sering digunakan oleh responden. Hal tersebut diungkapkan oleh 37 persen responden. Sumber informasi lainnya yang juga sering digunakan oleh responden adalah pameran (diungkapkan oleh 22 persen responden), asosiasi eksportir dalam negeri (17 persen), badan pengembangan ekspor nasional (15 persen) dan asosiasi importir luar negeri (9 persen). 53

70 Sumber informasi pasar ekspor yang sering digunakan responden Pameran 22% Internet 37% Instansi pembina produksi 0% BPEN 15% Asosiasi Importir LN 9% Asosiasi Eksportir DN 17% Gambar 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pasar yang Digunakan Terkait dengan informasi yang dibutuhkan, terungkap bahwa berbagai informasi dibutuhkan oleh responden. Informasi yang dibutuhkan oleh responden tersebut mencakup informasi 1) market sizes, segment and development; 2) market restriction (standar and legislation); market players (domestic and foreign); 3) product (characterictics, development, innovation); 4) price (ritel, wholesale, industry, profit margin); and 5) packaging/label. Distribusi responden untuk setiap jenis informasi tersebut disajikan pada Gambar 4.5. Informasi yang sangat dibutuhkan oleh responden Market sizes, segments, and development 14% Market restrictions (standard & legislation) 9% Market players (domestic & foreign) 14% Products (characteristics, development, innovation) Prices (ritel, wholesale, industry, profit margin) 18% 18% Packaging/Label 27% Gambar 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Informasi Pasar yang Dibutuhkan Sementara itu, terkait pengembangan ekspor diketahui bahwa 28 persen responden mengungkapkan pengembangan pasar baru sebagai hal yang sangat penting dalam pengembangan ekspor. Lebih lanjut hal yang dianggap sangat penting terkait pengembangan 54

71 ekspor adalah memelihara pasar yang sudah ada diungkapkan oleh 61 persen responden. Informasi lebih rinci terkait dengan hal-hal penting untuk pengembangan ekspor disajikan pada Gambar 4.6. Faktor penting dalam pengembangan pasar ekspor menurut responden Pengembangan pasar baru 28% Perluasan segmen pasar 11% Memelihara pasar yang ada 61% Gambar 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Hal Penting untuk Pengembangan Ekspor Untuk faktor-faktor yang dinilai menghambat oleh responden dalam pengembangan usaha disajikan pada Gambar 4.7. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa biaya listrik yang makin mahal, biaya BBM, ketersediaan bahan baku dalam negeri, ketersedian bahan baku impor dan biaya bahan baku sebagai faktor faktor yang dinilai sangat menghambat produksi. Faktor penghambat produksi menurut responden Ketersediaan bahan baku dari dalam negeri Ketersediaan bahan baku dari impor 7% 7% Ketersediaan tenaga kerja terampil 5% Biaya bahan baku yang makin mahal 13% Biaya tenaga kerja yang makin mahal 12% Biaya listrik yang makin mahal Biaya BBM yang makin mahal 13% 13% Peraturan Pemda yang memberatkan 12% Pungutan oleh oknum Pemda 10% Pemanfaatan dan penguasaan tehnologi 8% Gambar 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penghambat Produksi 55

72 Penilaian responden untuk faktor permasalahan internal yang dihadapi perusahaan ditunjukan pada Gambar 4.8. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa pasokan bahan baku, kualitas, mitra dagang sulit dicari, terbatasnya komponen pendukung, kontinuitas pengiriman barang dan harga bersaing sebagai faktor faktor internal yang dinilai bermasalah oleh responden. Permasalahan internal yang dihadapi perusahaan menurut responden Rendahnya produktivitas 21% Pasokan bahan baku 37% Pemenuhan kualitas sesuai permintaan Persaingan harga Kesulitan mencari pembeli di luar negeri Kontinuitas pengiriman barang 11% 11% 11% 11% Gambar 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Permasalahan Internal Penilaian responden terkait faktor-faktor keunggulan negara pesaing ditunjukan pada Gambar 4.9. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa harga yang lebih murah, promosi yang lebih efektif dan mendapat fasilitas dari pemerintahnya sebagai faktor-faktor keunggulan produk negara pesaing yang dinilai sangat penting oleh sebagian besar responden. Untuk faktor keunggulan lainnya yang juga cukup dominan diungkapkan oleh responden adalah kualitas yang lebih baik, kemasan yang lebih menarik, kontinuitas supply yang terjamin, dan ketepatan waktu pengiriman. Faktor keunggulan produk dari negara pesaing menurut responden Harga yang lebih murah 17% Kualitas yang lebih baik 15% Kemasan yang lebih menarik Promosi yang lebih intensif Memperoleh fasilitas dari pemerintahnya Kontinuitas suplai yang terjamin 17% 17% 17% 17% 56

73 Gambar 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Keunggulan Produk Negara Pesaing Penilaian responden terkait kebijakan pemerintah yang harus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ditunjukan pada Gambar Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa insentif pajak, perbaikan infrastruktur, perbaikan kebijakan ketenagakerjaan dan fasilitas tarif bahan baku sebagai kebijakan yang dinilai sangat prioritas oleh sebagian besar responden. Prioritas kebijakan yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas menurut responden Perbaikan infrastruktur 13% Penyediaan utilitas (Gas, Listrik, Air) Ketersediaan transportasi 12% 12% Meminimumkan pungli Pemberian fasilitas tarif bahan baku impor Pembinaan produksi Perbaikan kebijakan ketenagakerjaan Insentif pajak 12% 12% 13% 13% 13% Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan Produktivitas Penilaian responden terkait kebijakan pemerintah yang harus dilakukan untuk peningkatan SDM ditunjukan pada Gambar Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa pengembangan sistem informasi dan teknologi sebagai kebijakan yang dinilai sangat prioritas oleh sebagian besar responden. Untuk kebijakan prioritas lainnya yang juga cukup dominan diungkapkan oleh responden adalah peningkatan kompetensi SDM ekspor-impor dan perbaikan kesejahteraan SDM ekspor-impor. 57

74 Kebijakan Pemerintah yang sangat prioritas untuk meningkatkan SDM dalam rangka peningkatan ekspor menurut responden Peningkatan Kompetensi SDM 33% Peningkatan Kesejahteraan SDM 22% Pengembangan Sistem Informasi dan Teknologi 44% Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan SDM Penilaian responden terkait kebijakan pemerintah yang harus dilakukan untuk mendorong ekspor ditunjukan pada Gambar Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa membangun image produk Indonesia, aktif dalam pameran dan trade mission dan revitalisasi badan promosi ekspor merupaka kebijakan yang dinilai sangat prioritas untuk mendorong ekspor oleh sebagian besar responden. Prioritas kebijakan pemerintah dalam mendorong ekspor menurut responden Peningkatan kompetensi SDM Peningkatan kemampuan ekspor perusahaan Membangun image produk Indonesia Revitalisasi badan promosi ekspor Kemitraan dg KADIN & Asosiasi Pengusaha Pemanfaatan bantuan LN & DN Aktif dlm pameran & trade mission 4% 9% 12% 12% 19% 22% 23% Gambar Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Mendorong Ekspor Lebih lanjut, berdasarkan berbagai sumber literatur diketahui beberapa permasalahan yang masih dihadapi oleh industri makanan olahan dalam negeri adalah a) masih banyaknya ekspor dalam bentuk produk primer hasil pertanian seperti CPO, biji kakao, mete dan lainlain; b) Pemanfaatan (utilisasi) industri masih belum optimal (rata-rata 50%) sebagai dampak 58

75 adanya kekurangan bahan baku; c) Pengolahan produk pasca panen masih dilakukan secara tradisional sehingga mempengaruhi mutu produk industri makanan; d) tingginya suku bunga dan kurangnya dukungan permodalan; e) terbatasnya industri pendukung terutama mesin, peralatan dan kemasan; f) belum berkembangnya kesamaan persepsi mengena otonomi daerah sehingga iklim usaha cenderung kurang kondusif dan kebijakan di daerah menjadi beragam; g) masih rendahnya nilai tambah dan mutu produk berbasis SDA; h) Indonesia belum terintegrasi dalam production network/supply chain (industri hulu-industri manufaktur-industri hilir); h) produk makanan olahan Indonesia banyak yang belum memenuhi standar dan labelling di negara tujuan; dan i) produk makanan olahan belum memiliki pangsa pasar yang kuat di pasar dunia; dan j) struktur biaya pada industri makanan di Indonesia masih terlalu tinggi. Sementara itu, permasalahan yang dihadapi oleh industri makanan olahan dalam melakukan ekspor adalah: 1) Tarif bea masuk yang bervariasi di negara tujuan ekspor berdasarkan jenis produk; 2) Meningkatnya issue global seperti issue lingkungan, food safety, dan sanitary and phytosanita (SP) sebagai hambatan teknis (Technical Barriers to Trade); 3) Munculnya negara pesaing seperti Cina, Taiwan, Thailand, Vietnam dan Malaysia; 4) Tuntutan pasar dunia terhadap produk-produk yang aman dikonsumsi dan akrab lingkungan yang semakin besar; 5) Meningkatnya penolakan produk makanan yang diekspor ke beberapa negara karena adanya kontaminasi fisik, biologi/mikrobiologi, kimia dan lingkungan; 6) Sulitnya memasuki pasar ASEAN karena produk serupa dari ASEAN kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah. Di samping itu, banyaknya perusahaan multinasional yang membuka pabrik di ASEAN. Adapun beberapa peluang yang dapat diidentifikasi berdasarkan hasil analisis adalah (1) pertumbuhan impor dunia untuk produk makanan olahan yang cenderung akan terus terjadi sebagai konsekuensi peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi dunia; (2) adanya kesepakatan WTO yang mendorong penghapusan berbagai bentuk hambatan perdagangan baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif akan membuka kesempatan untuk meningkatkan ekspor ke berbagai negara tujuan; dan (3) masih relatif terbukanya pasar tujuan ekspor baru bagi produk makanan olahan Indonesia, seperti pasar Timur Tengah. 59

76 Luar Negeri a) Jepang o Ketentuan Jepang yang mengatur keamanan produk makanan (food safety) sangat ketat dan kompleks. Ketentuan tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dari produk makanan impor yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. o Ketentuan food safety yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang memperoleh dukungan dari masyarakatnya. o Menurut persepsi konsumen Jepang bahwa produk makanan impor memiliki ketidakamanan yang tinggi terhadap kesehatan. b) Korea o Produk Makanan Olahan Indonesia di Korea di konsumsi terutama oleh orang Indonesia yang bermukim disana selain diminati pula oleh konsumen asal Malaysia, Thailand, Vietnam, dan sedikit warga setempat. o Beberapa Produk makana olahan Indonesia kurang memenuhi persyaratan standar Korean Food Drug Administration (KFDA). o Beberapa Produk yang sudah memenuhi KFDA merupakan produk dengan modifikasi bahan seperti tidak menggunakan siklamat, MSG, dan CMC thickening agent. o Produk Kopi Three in One produk nestle yang laku merupakan produk dari Vietnam. o Akan dilakukan kerjasama untuk pengembangan produk pure mengkudu dari Indonesia. c) Vietnam o Produk-produk makanan olahan yang paling banyak diimpor oleh Vietnam meliputi produk-produk yang masuk dalam kategori HS 15 (Animal,vegetable fats and oils, cleavage products, etc), 08 (Edible fruits, nuts, peel of citrus fruit, melons), HS 03 (Fish, crustaceans, molluscs, aquatic invertebrates nes), HS 09 (Coffee, tea, mate and spices), HS 24 (Tobacco and manufactured tobacco substitutes) dan HS 21 (Miscellaneous edible preparations). o Ekspor Indonesia untuk produk 0910 (Ginger, saffron, turmeric, thyme, bay leaves & curry) dan 0901 (coffee) yang saat ini pangsa pasarnya di Vietnam hanya mencapai 7.64% dan 0%. o Peluang lain adalah untuk produk yang masuk dalam kategori HS 21 (Miscellaneous edible preparations) dan HS 24 (Tobacco and manufactured tobacco substitutes) terutama untuk produk-produk yang masuk dalam kelompok 2103 (sauces mixed 60

77 condimants&mixed seasonings), 2105 (ice cream), 2104 (soups, broths&preparations thereof), dan 2102 (yeast) yang pangsa pasarnya di Vietnam relatif kecil bahkan nol. o Importir makanan olahan dari Indonesia masih kalah dibanding produk dari Thailand, Vietnam, Malaysia, dan China produk terutama dalam hal kemasan. o Produk Indonesia sangat sedikit sekali yang memiliki produk makanan yang diolah (less processed food product). o Vietnam memberikan beberapa insentif bagi investor yang mengembangkan usahanya di Vietnam. d) Uni Eropa Secara umum, Uni Eropa merupakan Negara tujuan ekspor penting bagi tiga produk yang dihasilkan oleh negara berkembang yaitu kopi, teh, dan cokelat. Kopi. Total konsumsi kopi di Uni Eropa sebesar 2,5 juta ton, dengan rata-rata konsumsi perkapita sebesar 5 kg per tahun (2006). Konsumen utama kopi Uni Eropa adalah Jerman, Italia dan Prancis (+50 % total konsumsi kopi Uni Eropa). Dengan mengambil pasar bersama yang organic dan jujur mereka dapat mewakili 2 persen dari total pasar kopi. Antara tahun 2002 dan 2006, nilai impor kopi meningkat 14% per tahun, dan volumenya meningkat 3%, sebesar 6,3 milyar euro/3,3 juta ton pada tahun Jerman merupakan Negara importir utama Uni Eropa, diikuti oleh Prancis, Italia dan Belgia. Pada umumnya impor datang langsung dari negara berkembang, penyuplai utama adalah Brazil dan Vietnam, dengan impor langsung sebesar 67% dari nilai dan 80% dari volume total impor. Teh. Tahun 2006, jumlah konsumsi teh di Uni Eropa sebesar 243,3 ribu ton, sekitar 135,4 ribu ton dikonsumsi oleh masyarakat Inggris (International Tea Committee, 2008), disusul Polandia, Jerman, Prancis, Irlandia, dan Belanda. Konsumsi teh perkapita yang terbesar ada di Negara Irlandia dan Inggris. Secara umum konsumsi teh di UE mengalami penurunan, namun demikian konsumsi teh hijau mengalami peningkatan. Impor teh yang masuk ke Uni Eropa menurun setiap tahun sejak tahun 2002 hingga Periode impor sebesar 801 juta euro/336 ratus ton. Kecuali Belanda, impor oleh negara pengkonsumsi utama di Uni Eropa mengalami penurunan. Bagaimanapun, impor negara-negara Eropa Timur, Eropa Selatan dan Eropa Tengah menunjukkan perkembangan yang jauh lebih baik. Lebih dari 60% impor teh Uni Eropa bersumber langsung dari Uni Eropa, kemudian diekspor kembali oleh 61

78 negara-negara Uni Eropa. Impor teh hitam menunjukkan penurunan, sedangkan impor teh hijau meningkat. Cokelat. Negara anggota Uni Eropa yang utama mengkonsumsi cokelat adalah Belanda dan Jerman. Negara lain yang mempengaruhi peningkatan konsumsi cokelat adalah Prancis dan Inggris. Pada tahun 2005/ 2006 konsumsi cokelat di Uni Eropa sebesar 1,4 juta ton, meningkat 3% per tahun sejak tahun 2001/2002. Negara konsumen terbesar adalah Jerman, Prancis dan Inggris. Produk coklat sangat terkenal di Belgia, Jerman, Irlandia, Inggris dan Austria, masing-masing memiliki konsumsi 8 kg per kapita atau lebih tinggi dari tahun Pada tahun yang sama, konsumsi total sebesar 2,4 juta ton dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Share produksi cokelat terhitung masih kecil dibanding dengan total pasarnya, tapi share ini diyakini akan meningkat secara cepat. Baik dari sisi nilai maupun volume, impor negara Uni Eropa terhadap biji coklat, pasta coklat dan coklat bubuk menurun pada periode , khusunya coklat bubuk, sebesar 2,1 miliyar euro, 565 juta euro dan 294 juta euro pada tahun terakhir. Impor mentega coklat meningkat menjadi sebesar 1,3 milyar euro. Belanda, Jerman, Belgia dan Prancis merupakan Negara importir utama biji coklat dan produk-produk turunannya. Hampir 90% dari impor biji coklat yang asli berasal dari negara berkembang. Impor bubuk coklat lebih banyak dan meningkat dengan cepat dari Negara-negara Uni Eropa. 62

79 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Kesimpulan Industri makanan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi penting dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan PDB, ekspor dan penciptaan lapangan kerja, maupun pendukung bagi perkembangan sektor industri lainnya. Peranan industri makanan (termasuk minuman dan tembakau) dalam pembentukan PDB pada tahun 2007 sekitar 7% dengan nilai Rp. 136,7 triliun atau tumbuh 5% dibandingkan dengan tahun Di bidang ekspor, produk makanan olahan merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan ekspor non migas. Nilai ekspor produk makanan olahan pada tahun 2007 mengalami peningkatan 14,7%, dari US$ 1,96 miliar pada tahun 2006 menjadi US$ 2,25 miliar. Jumlah usaha dalam industri ini di Indonesia mencapai sekitar 916 ribu unit usaha dengan melibatkan sekitar 3,5 juta tenaga kerja. Trend pertumbuhan impor makanan dunia yang tinggi (12%) tidak dibarengi dengan pertumbuhan ekspor makanan olahan Indonesia (5%). Pangsa pasar produk makanan olahan Indonesia yang masih relatif rendah (0,7%) di pasar internasional. Hasil kajian pengembangan ekspor produk olahan sebagaimana diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode yang dikembangkan ITC dalam menentukan industri prioritas pengembangan ekspor diperoleh hasil sebagai berikut: Prioritas tinggi : produk ikan, teh dan tembakau Prioritas sedang: produk gula, coklat, kopi, sereal, sayur dan buah Prioritas rendah: produk susu, daging dan minuman beralkohol Hasil analisis tersebut sudah memperhitungkan dimensi ekspor, impor dan pasar dunia serta dimensi produksi dan sosial ekonomi. Hasil tersebut sekaligus mempertimbangkan faktor keberlanjutan ekspor produk pada masa yang akan datang. 2. Daya saing produk makanan olahan prioritas tinggi Indonesia mengalami penurunan di pasar internasional : 63

80 Produk ikan menurun di semua pasar yang dianalisis dan memiliki peluang pasar di Brazil dan India, namun tingkat tarif relatif tinggi (35,5%). Produk teh memiliki daya saing tinggi di pasar Jepang dan India, namun permintaan di negara tersebut sudah levelling off. Permintaan pasar di Amerika Serikat, Rusia, China, Arab Saudi dan Afrika masih tinggi, serta pengembangan ekspor ke pasar Brazil cukup potensial. Daya saing produk tembakau menurun di semua pasar yang dianalisis kecuali pasar Afrika. Permintaan pasar impor di Jepang, Brazil, Rusia, China dan Arab Saudi masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan. 3. Peluang dan hambatan ekspor yang dihadapi setiap produk memiliki kesamaan di banyak negara tujuan, namun setiap produk juga memiliki keunikan masing-masing yang tidak dapat digeneralisasi. Untuk itu, promosi harus dilakukan secara terarah dan tepat sasaran, apakah suatu produk dipromosikan untuk mempertahankan pasar atau membuka peluang pasar baru Implikasi Kebijakan Perumusan strategi dan kebijakan pengembangan pasar eskpor merupakan satu hal yang sangat penting untuk dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekspor produk makanan olahan. Perumusan strategi harus didasarkan suatu pendekatan yang bersifat komprehensif dan menyeluruh dalam menangkap berbagai fenomena yang terjadi. Perumusan strategi dan kebijakan yang akan diuraikan pada bagian berikut merupakan hasil analisis dari berbagai temuan dari kajian yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum Berdasarkan kesimpulan dari analisis ITC, CMSA dan persepsi pelaku usaha maka strategi dan kebijakan umum yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong ekspor produk makanan olahan Indonesia adalah: 1) Peningkatan ketersediaan pasokan bahan baku lokal melalui peningkatan produksi dan produktivitas sektor/industri penyedia bahan baku dan mendorong pengembangan industri pendukung lainnya; 2) Peningkatan efisiensi industri untuk menekan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM dan listrik; 64

81 3) Peningkatan ketersediaan infrastruktur utama (listrik, air, gas, jalan dan sistem teknologi informasi) untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi serta pemberian insentif yang dapat mendorong produktivitas dan daya saing industri; 4) Pengembangan pasar baru yang potensial di luar Jepang dan Amerika Serikat (seperti: timur tengah) melalui peningkatan promosi ekspor; 5) Mempertahankan kerjasama dengan mitra dagang dan mengembangkan jejaring untuk memperluas mitra dagang di negara tujuan ekspor; dan 6) Peningkatan kualitas produk diiringi dengan brand image development produk nasional di pasar internasional Rumusan Strategi dan Kebijakan Spesifik Komoditi Hasil kajian menunjukan bahwa peluang dan hambatan yang dihadapi masing-masing industri makanan olahan Indonesia memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu tetapi juga memiliki keunikan masing-masing yang tidak dapat digeneralisasikan. Oleh karena itu, pada bagian berikut akan diuraikan rumusan strategi dan kebijakan untuk masing-masing produk industri makanan olahan Tabel 5.1. sampai dengan Tabel

82 Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi 66

83 Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang 67

84 Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah 68

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN KETIGA Outline Gambaran Tentang Teori Perdagangan Merkantilisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pasca krisis ekonomi global tahun 2008 yang melanda dunia, perekonomian dunia mengalami berbagai penurunan ekspor non migas. Beberapa negara di dunia membatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Penawaran Menurut Sukirno (2013) teori penawaran menerangkan tentang ciri hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang yang ditawarkan para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Dari total produksi, sekitar 67 persen kopinya diekspor sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perdagangan antar negara. Nopirin (1996:26) mengatakan bahwa perdagangan internasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perdagangan antar negara. Nopirin (1996:26) mengatakan bahwa perdagangan internasional BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara.

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA 5.1. Perdagangan Internasional Hasil Perikanan Selama lebih dari beberapa dekade ini, sektor perikanan dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional bukan hal baru bagi Indonesia, perdangangan internasional menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara negara di dunia bertujuan mensejahterakan penduduknya, begitu juga di Indonesia pemerintah telah berusaha maksimal agar dapat mensejahterakan penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA Oleh : IRFAN NUR DIANSYAH (121116014) PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Proses tukar menukar atau jual beli barang atau jasa antar satu negara dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan bersama dengan tujuan

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci