BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi."

Transkripsi

1 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga harus senantiasa kita jaga, karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hakhak dasar sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak merupakan cikal bakal sumber daya manusia dari suatu bangsa dan merupakan unsur utama dalam proses pembangunan. 1 Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam upaya mencapai sasaran pembangunan, dimana hal tersebut berkaitan erat dengan potensi anak sebagai generasi penerus cita-cita bangsa. Setiap anak memiliki hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi serta hak untuk memperoleh perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Kedudukan anak diatur dalam UUD 1945 pada Pasal 34 ayat (1), yang menyatakan sebagai berikut: Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Irma Setyowati Soemitro menjelaskan pengertian anak menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut: Ketentuan UUD 1945 ditegaskan pengaturannya dengan dikeluarkan UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang berarti makna anak yaitu seorang anak harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara lahiriah, jasmaniah, maupun sosial. Atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. 2 hal Penjelasan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, 1

2 14 Hak anak juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak, yaitu termuat di dalam Deklarasi Hak Asasi Anak (Declaration on the Rights of the Child 1989) yang telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Hak-Hak Anak. Peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak anak dan dukungan kepada kelembagaan merupakan suatu hal yang sangat di perlukan dalam mendukung pelaksanaan perlindungan hak anak, seperti yang tertuang di dalam Pasal 1 butir (2) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dinyatakan: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi. Arif Gosita juga memberikan pengertian perlindungan anak sebagai berikut: 1. Suatu usaha individu atau kelompok untuk melindungi anak dalam melaksanakan haknya dan kewajibannya secara manusiawi positif; 2. Suatu hasil interaksi pihak-pihak tertentu, akibat adanya suatu interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi untuk memahami dan menghayati hakikat perlindungan anak maka harus dipelajari pihak-pihak yang terlibat pada adanya (eksistensi) perlindungan anak tersebut; 3. Suatu tindakan individu yang dipengaruhi oleh unsur-unsur struktur sosial tertentu masyarakat tertentu, seperti: kepentingan (yang dapat menjadi motivasi individu bertindak), lembaga-lembaga sosial, nilai-nilai sosial, norma, status, peran dan sebagainya; 4. Perlindungan anak adalah suatu perwujudan keadilan dalam suatu masyarakat. Keadilan disini diartikan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang dapat melaksanakan hak dan kewajiban secara manusiawi positif. Sebaiknya diusahakan adanya suatu gerakan nasional mengenai perlindungan anak untuk mencapai perwujudan keadilan ini demi kesejahteraan anak yang merata;

3 15 5. Perlindungan anak adalah suatu usaha bersama setiap anggota masyarakat. Setiap anggota masyarakat adalah partisipan dalam mengusahakan perlindungan anak sesuai dengan kemampuan masing-masing. Selain itu dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada musyawarah antar yang bersangkutan, yaitu: objek dan subjek perlindungan. Harus diutamakan perspektif kepentingan yang diatur daripada perspektif kepentingan mengatur; 6. Perlindungan anak merupakan suatu bidang pembangunan nasional. Mengabaikan masalah perlindungan anak berarti mengabaikan pemantapan pembangunan nasional akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan nasional yang dapat menganggu pembangunan dan kesejahteraan sosial rakyat; 7. Perlindungan anak merupakan suatu tolak ukur peradapan masyarakat tertentu yang bersangkutan; 8. Perlindungan anak adalah suatu usaha memberdayakan anak dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan dan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkaitan dengan hukum publik maupun privat. 3 Barda Nawawi Arief seperti yang dikutip oleh Aminah Aziz memberikan istilah perlindungan hukum anak kepada perlindungan anak yang diartikannya sebagai upaya (fundamental rights and freedom of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. 4 Anak-anak yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi merupakan kenyataan yang masih banyak terjadi di masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan pelayanan secara khusus, seperti yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yakni: 1. Anak-anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar; 2. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial; 3 Arif Gosita, dkk, Persyaratan Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan Perlindungan Anak yang Baik, Lembaga Advokasi Anak Indonesia, Medan, 2001, hal Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, Medan, 1998, hal. 27.

4 16 3. Anak-anak yang mengalami masalah kelakuan adalah anak yang menunjukkan tingkah laku menyimpang dari norma-norma masyarakat; 4. Anak-anak yang cacat rohani dan/atau jasmani adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan/atau jasmani sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. Anak penyandang cacat jasmani merupakan anak yang memiliki kelainan fisik di dalam tubuhnya sehingga dapat mengganggu tumbuh kembangnya secara optimal serta memberikan rintangan dan hambatan bagi dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan secara layak seperti anak pada umumnya. Kelainan fisik tersebut pada hakikatnya bukan berarti membuat anak penyandang cacat tubuh tersebut kehilangan hak dan peluang untuk hidup sejajar dengan orang lain, sebab mereka juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara maksimal. Pelayanan khusus dari pemerintah sangat dibutuhkan anak penyandang cacat tubuh seperti program rehabilitasi, yaitu suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan anak penyandang cacat tubuh mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat. 5 Dengan demikian anak penyandang cacat tubuh harus mendapatkan perlindungan hukum dan kesetaraan kehidupan seperti yang tertuang dalam Pasal 51 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan sebagai berikut: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. Anak penyandang cacat tubuh juga merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai 5 Kementerian Sosial RI, Petunjuk Umum, Kementerian Sosial RI Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara, Kementerian Sosial RI, Medan, 2005, hal. 7.

5 17 kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya. Kesamaan kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat dapat dengan mudah terwujud jika ada sarana, prasarana dan upaya yang memadai, terpadu dan berkesinambungan sehingga pada akhirnya akan menciptakan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat tubuh itu sendiri. 6 Penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial serta perlindungan secara khusus kepada anak penyandang cacat tubuh merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan juga masyarakat. 7 Kementerian Sosial selaku pemerintah yang terkait untuk mengemban amanat dalam memberikan perlindungan khusus kepada anak penyandang cacat tubuh, harus menjamin hak anak penyandang cacat tersebut untuk menerima pendidikan, pelatihan, pelayanan kesehatan, pelayanan pemulihan fisik dan mental maupun persiapan untuk lapangan pekerjaan yang layak nantinya dengan memberikan keterampilan dan kemampuan lain yang menunjang serta membantu anak dalam mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu, termasuk pengembangan budaya dan rohaninya sesuai yang di amanatkan dalam konvensi hak anak. 8 Kementerian Sosial secara berkelanjutan juga melakukan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial, termasuk didalamnya upaya untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak penyandang cacat tubuh yang merupakan 6 Kementerian Sosial, Standarisasi Pelayanan Minimal Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Dalam Panti, Direktorat Bina Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Penyandang Cacat, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial RI, Jakarta, 2004, hal Ibid. 8 Konvensi Hak Anak Pasal 23.

6 18 bagian integral dari pembangunan nasional agar seluruh lapisan masyarakat dapat terjangkau oleh pembangunan. Program pembangunan kesejahteraan sosial bagi pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi anak penyandang cacat dilaksanakan berpedoman kepada Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. 9 Perundang-undangan tersebut menjelaskan bahwa setiap anak penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan untuk mendapatkan pemeliharaan kesejahteraan sosial melalui sistem jaminan sosial nasional dengan menerima pemberian bantuan/stimulant agar terpenuhi segala aspek kehidupan dan penghidupannya. Pasal 7 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat juga menyebutkan bahwa: Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta setiap penyandang cacat juga mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan derajat kecacatan dan kemampuannya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa selain memiliki hak atas persamaan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan, penyandang cacat juga memiliki kewajiban yang sama baik di kehidupan bermasyarakat, bangsa dan bernegara. Pelayanan rehabilitasi melalui sistem panti adalah merupakan suatu jenis pelayanan yang dinilai cukup efektif agar terbinanya anak penyandang cacat tubuh 2007, hal Buletin Peduli Edisi XVIII Agustus 2007, Kementerian Sosial Republik Indonesia, Jakarta,

7 19 sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan penghidupan di masyarakat. Panti yang berada di bawah struktural Kementerian Sosial salah satunya adalah Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara, selanjutnya panti tersebut akan menjadi tempat dilakukannya penelitian. Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara merupakan unit pelayanan terpadu bagi penyandang cacat tubuh melalui program rehabilitasi yang dilaksanakan dengan bentuk pengasramaan selama 1 (satu) tahun dan seluruh biaya dibebankan kepada anggaran APBN, kecuali biaya uang saku/uang harian adalah tanggung jawab orang tua/wali. 10 Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara tersebut dibentuk oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dengan tujuan untuk membantu pemulihan kondisi fisik, psikis, mental dan sosial, serta pemberian keterampilan praktis kepada penyandang cacat tubuh, sehingga mereka bisa dan berkemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan baik di masyarakat, juga diharapkan agar penyandang cacat tubuh tersebut memiliki kualitas hidup yang baik, sejahtera dan juga mandiri. Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk merekrut peserta program rehabilitasi terlebih dahulu memberikan format pengisian keterangan anak penyandang cacat dalam bentuk formulir yang diisi dan ditandatangani oleh orang tua/wali serta anak penyandang cacat tubuh itu sendiri. Formulir ini berisi kondisi sosial, catatan lengkap mengenai kondisi kecacataan, pemeriksaan kesehatan untuk rehabilitasi dan lain sebagainya, 10 Wawancara dengan R.S.N, Pegawai Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara. Pada tanggal 28 Februari 2011.

8 20 termasuk di dalamnya formulir surat pernyataan kesanggupan dari orang tua/wali yang berisikan pernyataan tidak akan menuntut apa pun kepada pihak panti dalam hal ini Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara jika peserta program rehabilitasi mendapatkan halangan seperti sakit yang serius karena kelalaian sendiri, melarikan diri, kecelakaan ataupun meninggal dunia ketika anak tersebut sedang mengikuti proses program rehabilitasi, yang juga di tandatangani oleh lurah/kepala Desa tempat anak bermukim sebagai pihak yang mengetahui atau saksi (terdapat dalam Form 4, LIHAT LAMPIRAN). Formulir ini tertuang dalam bentuk perjanjian baku yang di buat secara sepihak oleh Kementerian Sosial dan pihak panti. Berdasarkan hasil wawancara terjadi kedubiusan mengenai siapa yang menerbitkan format formulir ini, ada pihak yang mengatakan formulir ini di buat oleh pusat dalam hal ini Kementerian Sosial Republik Indonesia 11. Kemudian pada tahap wawancara selanjutnya ada pihak panti yang lainnya mengatakan formulir ini di buat oleh panti dalam hal ini Sub Bagian Program dan Advokasi. 12 Formulir pernyataan merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum mengikuti program rehabilitasi yang terdapat didalam Form 4 tersebut merupakan salah satu bentuk perjanjian baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klasulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada 11 Wawancara dengan H.B, Pegawai Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara. Pada tanggal 10 Januari Wawancara dengan R.S.N, Pegawai Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara. Pada tanggal 28 Februari 2011

9 21 dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Jadi yang dibakukan adalah klausul-klausulnya dan bukan formulir perjanjiannya. 13 Ketentuan yang terkesan memberatkan pihak orang tua/wali dalam perjanjian baku tersebut adalah adanya pencantuman klausula berupa syarat yang membatasi atau bahkan meniadakan tanggung jawab sepihak, yaitu pihak pembuat perjanjian (dalam hal ini Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara). Pencantuman klausula demikian yang membatasi, mengecualikan atau bahkan meniadakan tanggung jawab pihak panti tersebut menyebabkan perjanjian baku terkesan sebagai perjanjian yang tidak adil dan tidak seimbang antara para pihak. Pemakaian klausula pada sebuah perjanjian yang memberatkan salah satu pihak merupakan hal yang sering terjadi. Klausula ini disebut klausula eksonerasi atau istilah lainnya yaitu klausula eksemsi, klausula ini biasa dibuat oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat terhadap pihak yang kedudukannya lebih lemah dalam sebuah perjanjian. Klausula ini dapat terjadi atas kehendak salah satu pihak yang dituangkan dalam perjanjian secara individual atau secara massal. 14 Klausula eksonerasi umumnya dibuat dengan tujuan agar satu pihak dapat melepaskan tanggung jawabnya terhadap pihak lainnya, dengan kata lain agar ia dapat menghindari kewajiban yang mungkin timbul dikemudian hari. Perjanjian pada dasarnya dibuat atas kesepakatan bebas antara dua belah pihak yang cakap untuk bertindak demi hukum agar melaksanakan suatu prestasi yang tidak 13 Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 47.

10 22 bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat luas, namun adakalanya kedudukan dari kedua belah pihak dalam suatu negosiasi tidak seimbang sehingga pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan bagi salah satu pihak. 15 Perjanjian yang dibuat Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dalam bentuk sebuah formulir pernyataan kesanggupan orang tua, yang ditandatangani pada saat pihak panti akan merehabilitasi anaknya untuk tidak menuntut apa pun kepada pihak panti tentunya bertentangan dengan asas keseimbangan dalam perjanjian berkontrak, sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Perjanjian ini memberikan pembatasan salah satu pihak dari tanggung jawab hukum jika terjadi hal-hal diluar kehendak, sehingga terkesan menguntungkan pihak panti dalam hal ini Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dan dapat menimbulkan kerugian kepada pihak orang tua/wali. Pihak orang tua/wali tentunya akan merasa dirugikan, apabila terjadi masalah yang timbul diluar kemampuan dan kekuasaan dari pihaknya dan sangat merugikan, karena ternyata anaknya memiliki kedudukan dan perlindungan hukum yang sangat lemah selama mengikuti program rehabilitasi di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara. Orang tua/wali pada satu sisi juga memerlukan fasilitas rehabilitasi untuk anaknya selaku penyandang cacat tubuh, kebutuhan inilah yang akhirnya membuat orang tua/wali menyetujui dan selanjutnya menandatangani surat perjanjian/formulir 15 Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 53.

11 23 P4 tersebut. Orang tua/wali dan terutama sekali anak penyandang cacat tubuh yang berada di dalam panti seharusnya mendapatkan perlindungan, keadilan dan kepastian hukum dari pemerintah bukan sebaliknya. Sangatlah kontradiktif ketika melihat pada penjabaran sebelumnya, jika di kaitkan dengan peraturan yang ada, karena terkesan pemerintah tidak memiliki tanggung jawab secara hukum dalam bentuk perjanjian yang tertulis akan keamanan dan keselamatan diri anak penyandang cacat tubuh selama mengikuti program rehabilitasi. Oleh sebab itu maka perlu dicari kepastian dan perlindungan hukumnya ketika di kaitkan dengan adanya perjanjian baku yang mencantumkan syarat eksonerasi tersebut karena pada prinsipnya anak penyandang cacat tubuh sangat memerlukan suatu upaya perlindungan dengan memperlakukannya secara manusiawi sesuai dengan harkat, martabat dan hak anak yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus yang dimiliki serta memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dalam pengembangan individu. 16 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, rumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh ditinjau dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat? 16 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 70.

12 24 2. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara? 3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak penyandang cacat tubuh di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dikaitkan dengan adanya pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan atau mengetahui jawaban dari rumusan masalah yang telah diajukan, sehingga penjelasan terhadap rumusan masalah tersebut dapat diberikan. Mengacu pada judul dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh ditinjau dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak penyandang cacat tubuh di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dikaitkan dengan adanya pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

13 25 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menambah referensi atau khasanah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum perjanjian dan hukum perlindungan anak penyandang cacat tubuh serta hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran mengenai perjanjian rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh di lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia khususnya di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dan diharapkan memberi masukan bagi penyempurnaan dalam pelaksanaan perjanjian rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh yang berdampak terhadap perlindungan hukumnya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul: ANALISA YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN REHABILITASI ANAK CACAT TUBUH OLEH KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT (Studi di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara yang terletak di Medan), belum pernah ada. Oleh karena itu, penelitian ini dapat

14 26 dinyatakan asli. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama. Bahwa tercatat pernah diteliti yang hampir sama dengan judul penelitian tesis ini ada satu, yakni penelitian dengan judul PERWALIAN ANAK PANTI ASUHAN SETELAH DIUNDANGKANNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus Di Panti Asuhan Islam), diteliti oleh Yunita Hasibuan/MKn. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis. 17 Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa Yunani, secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), juga simbolis. 18 Menurut Shorte Oxford Dictionary, teori mempunyai beberapa definisi yang salah satunya lebih tepat ditujukan sebagai disiplin akademik, yaitu Suatu skema atau sistem gagasan atau pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari sekelompok fakta atau fenomena dan Suatu pernyataan tentang 2004, hal M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal H. R Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, P.T. Refika Aditama, Bandung,

15 27 sesuatu yang dianggap sebagai hukum, prinsip umum atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati. 19 Menurut Neuman: Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja. 20 Teori berfungsi sebagai landasan berfikir dengan mengukur sesuatu berdasarkan variabel yang tersedia. Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian yang hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas. 21 Teori digunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 22 Suatu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 23 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 24 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan 19 Malcom Waltres, Modern Sociological Theory, sage publications, 1994, hal. 2, dalam H. R Otje Salman dan Anton F. Susanto. 20 W. L. Neuman, Social Research Methods, Allyn dan Bacon, London, 1991, hal. 20 dalam H. R Otje Salman dan Anton F. Susanto. 21 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal J. J. J. M. Wuisman, Asas-Asas Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, FE UI, Jakarta, 1996, hal Ibid, hal Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35.

16 28 cara-cara bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil terdahulu. 25 Menurut Bintaro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan klausula yang logis di antara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berpikir (frame of thingking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut. 26 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan untuk memberikan arahan atau petunjuk gejala yang diamati dan teori keseimbangan untuk pemecahan permasalahan penelitian sisi substansi setiap sistem hukumnya. Teori keadilan ini dipelopori oleh Aristoteles, pandangan-pandangannya tentang keadilan bisa di dapat dalam karyanya yaitu : nicomachean ethics, politics dan rethoric. Lebih khususnya dalam nicomachean ethics yang sepenuhnya ditujukan bagi keadilan. Berdasarkan filsafat umum aristoteles mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukum, karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan. Yang sangat penting dari pandangannya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa dipahami tentang kesamaan dan yang dimaksudkan ketika akan mengatakan bahwa 25 Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke II, Rineka, Jakarta, 2003, hal Bintaro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategis Pembangunan Nasional, Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hal. 12.

17 29 semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberikan setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan, prestasi dan sebagainya yang di miliki. Tetapi dari pembedaan ini aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. 27 Aristoteles dalam bukunya Rhetorica mengatakan bahwa tujuan dari hukum adalah menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil. Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur yaitu dengan memberikan keadilan kepada setiap orang yang berhak menerima serta memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus, sesuai dengan permasalahan di sini yaitu keadilan bagi anak dengan kondisi tubuh yang cacat, karena pada dasarnya anak cacat juga manusia biasa yang berhak mendapatkan perlakuan yang sebaikbaiknya. Untuk terlaksananya hal tersebut maka teori hukum ini harus membuat apa yang dinamakan Algemeene Regel (peraturan/ketentuan umum) yang mempunyai sifat sebagai berikut: a. Adanya paksaan luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya; b. Sifat Undang-Undang yang berlaku bagi siapa saja. 28 Apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan maka akan kerap tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan pada satu sisi tidak jarang 27 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusa Media, Bandung, 2004, hal Ibid.

18 30 keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan maka keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit. 29 Roscoe Pound menyatakan hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. 30 Dengan kata lain bahwa hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur normatif (ratio) dan empirik (pengalaman) dalam suatu peraturan hukum harus ada. Kedua hal tersebut adalah sama perlunya, artinya hukum yang ada pada dasarnya berasal dari gejala-gejala atau nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman, kemudian dikonkretisasi menjadi normanorma hukum melalui tangan-tangan para ahli hukum sebagai hasil kerjanya ratio, yang seterusnya dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh Negara. 31 Selanjutnya hukum tersebut berfungsi sebagai tatanan yang melindungi kepentingan bersama sekaligus kepentingan pribadi. Kehidupan dalam tertib hukum akan membawa manusia pada keadilan dan kesusilaan. Dalam keadilan dan kesusilaan tersebut, kebebasan masih tetap ada, hanya saja bukan tanpa batas, melainkan dibatasi oleh kemauan umum. Pound juga menempatkan hukum sebagai inti dari semua 29 Ibid. hal Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, bandung, 2007, hal Mulhadi, Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Di Indonesia, Medan, 2005, hal. 9.

19 31 kehidupan sosial yang adil dan bermoral. 32 Keadilan disini dikonsepsikan sebagai hasil-hasil konkrit yang bisa diberikan kepada masyarakat. Dimana hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia tersebut, maka akan semakin efektif menghidari pembenturan antara manusia. 33 Teori yang digunakan selanjutnya adalah teori keseimbangan. Kata seimbang (evenwicht) menunjukkan pada pengertian suatu keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang. Suatu pengakuan akan kesetaraan kedudukan individu dengan komunitas dalam kehidupan bersama. 34 Herlien Budiono memberikan pengertian tentang tujuan suatu kontrak, yang diturunkan dari asas laras (harmonis) dalam hukum adat, yakni: Tujuan dari kontrak ialah mencapai keseimbangan antara kepentingan sendiri dan kepentingan terkait dari pihak lawan. 35 Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya menyatakan bahwa kedudukan satu pihak yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kedua belah pihak seimbang. 36 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan secara terus 32 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi), Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal Keadilan Dan Kepastian Hukum, http;//yahya zein.blogspot.com/2008/07/keadilan-dankepastian-hukum.html diakses pada tanggal 10 Februari Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal Ibid, hal Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.88.

20 32 menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Khususnya perlindungan terhadap anak dengan kecacatan tubuh. Dengan segala keterbatasan kemampuan fisiknya, anak dengan kecacatan tubuh merupakan kelompok masyarakat kurang beruntung dan membutuhkan perhatian khusus baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat luas. Anak dengan kecacatan mempunyai hak yang sama dengan anak lainnya, yakni hak untuk hidup, hak tumbuh kembang, hak untuk mendapatkan perlindungan dan hak untuk berpartisipasi. Pasal 1 butir (7) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan anak cacat sebagai anak yang mengalami hambatan fisik dan atau mental sehingga menggangu pertumbuhannya secara wajar. Dalam pasal yang sama butir (15) juga dijelaskan bahwa anak cacat merupakan kelompok anak yang memerlukan perlindungan dan perhatian yang khusus, termasuk pemenuhan kebutuhannya melalui rehabilitasi. Perjanjian pada hakekatnya adalah dua orang pihak atau lebih berjanji dan sepakat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal. Janji ini dalam hukum pada hakikatnya ditujukan dari satu pihak kepada pihak lainnya. Berhubungan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa sifat pokok dari hukum perjanjian adalah bahwa hukum ini semula mengatur hubungan hukum antara orang-orang, jadi semula tidak antara orang dan suatu benda. 37 Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yakni: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 37 Wirjono Prodjokdioro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal.7.

21 33 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Orang memiliki status sebagai subjek hukum sejak saat ia dilahirkan dalam keadaan hidup (tidak terlahir dalam keadaan meninggal) dan ada kepentingan yang mengkehendakinya. 38 Adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian sehingga telah terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan oleh para pihak yang bersangkutan. 39 Perjanjian maupun kontrak mempunyai hubungan dengan perikatan dan perjanjian. Mengenai hubungan perikatan yaitu perjanjian itu menerbitkan perikatan. 40 Asas-asas fundamental yang melingkupi hukum kontrak ialah: a. Asas konsensualisme; Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus belaka. b. Asas kekuatan mengikat perjanjian (verbindende kracht der overeenkomst); Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka sepakati dalam perjanjian yang mereka buat. c. Asas kebebasan berkontrak (contractsvrijheid); Bahwa para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga dapat bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik ketertiban umum ataupun kesusilaan Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarief dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Gitama Jaya, Jakarta, 2005, hal Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Buku Kesatu), Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1980, hal Herlien Budiono, Opcit, hal. 95.

22 34 2. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. 42 Konsep ini diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak dan digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. 43 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan, pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Konsepsi merupakan unsur pokok dalam usaha penelitian atau untuk membuat karya ilmiah. Konsepsi adalah suatu pengertian mengenai suatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau definisi tentang sesuatu yang akan dikerjakan. Teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, sedangkan konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori. 44 Penelitian ini dirumuskan dengan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi sebagai berikut: 1. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut Soedikno Mertokusumo perjanjian merupakan hubungan hukum antara 42 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hal Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 5.

23 35 dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum Rehabilitasi sosial anak cacat diartikan sebagai proses pemberian pelayanan dan bantuan, perlindungan, pemeliharaan taraf kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan khusus anak cacat yang dilakukan dalam bentuk penanganan secara cepat, tepat dan benar untuk mencapai tingkatan perkembangan yang optimal, sebagai wujud perlindungan anak untuk memperoleh kehidupan yang layak baik fisik, mental dan sosial Anak penyandang cacat tubuh yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah anak dengan kecacatan tubuh (tuna daksa) berusia di bawah 18 tahun yang mengalami hambatan fisik yang mengganggu tumbuh kembangnya secara wajar sehingga memerlukan pemenuhan kebutuhan, pengembangan dan penanganan khusus sesuai dengan kondisi dan derajat kecacatannya yang berada di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara. 4. Cacat tubuh atau tuna daksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991, hal Kementerian Sosial RI, Pedoman Deteksi Dini Kecacatan Anak, Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, Jakarta, 2006, hal T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.121.

24 36 5. Anak yang dimaksud dalam penelitian ini menurut Pasal 1 butir 1 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yakni: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 6. Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara adalah salah satu unit pelaksana teknis Kementerian Sosial Republik Indonesia di bawah Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial yang merehabilitasi anak tuna daksa dengan wilayah pelayanan regional terbatas, meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat. G. Metodelogi Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. 48 Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Soerjono Soekamto mengemukakan bahwa penelitian deskriptif analisis adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian 48 Mohammad Nazir, Metode Penelitan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal Soerjono Soekamto, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1998, hal. 3.

25 37 dengan meneliti data sekunder (bahan pustaka) terhadap data primer dilapangan karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup dalam masyarakat artinya keberadaan hukum tidak bisa dilepaskan dari keadaan sosial masyarakat serta prilaku masyarakat yang terkait dengan lembaga hukum tersebut. 50 Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif (peraturan perundangan), kemudian mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. 51 Melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji berbagai aspek hukum baik dari segi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Meneliti atau menelaahnya dari segi pelaksanaannya, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktek dilapangan. 52 Studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 53 Dengan metode pendekatan analitis (analytical approach) yaitu menganalisa bahan hukum untuk mengetahui makna yang 50 Ibid. 51 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2006, hal Ibid, hal. 63.

26 38 terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan oleh peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktek Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Williem Iskandar Nomor 377 Medan. 4. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari serta menganalisa yang berkaitan dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian yang kemudian mengambil kesimpulan. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian lapangan (field research) guna akurasi terhadap hasil penelitian yang dipaparkan, yang dapat berupa wawancara langsung dengan anak penyandang cacat tubuh yang mengikuti program rehabilitasi di Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara dan juga orang tua/wali anak penyandang cacat tubuh serta pegawai Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara, yang dalam penelitian ini dipilih sebagai informan dan narasumber. 5. Sumber Data Pengelompokan data kepustakaan berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya, yakni antara lain: Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya, 2007, hal.

27 39 1. Bahan hukum primer: bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah, contohnya berbagai peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan traktat. 2. Bahan hukum sekunder: bahan-bahan yang isinya membahas bahan primer, contohnya: buku, artikel, laporan penelitian dan berbagai karya tulis ilmiah lainnya. 3. Bahan hukum tertier: bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan primer dan sekunder, contohnya: kamus, buku pegangan, almanak dan sebagainya Alat Pengumpulan Data Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa: a. Studi dokumen, yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen tentang perjanjian rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh. Dokumen ini merupakan sumber informasi penting yang merupakan dasar dilakukannya penelitian baik dari ketentuan norma dan perundang-undangan maupun perjanjian yang dibuat oleh para pihak. b. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide). Wawancara dilakukan untuk mengokohkan analisis data normatif yang digunakan. 7. Analisa Data Semua data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisa secara kualitatif, yaitu data yang telah terkumpul dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing dan 55 Burhan Ashshofa, Opcit, hal.103.

28 40 kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban penelitian. 56 Setelah data diperoleh maka dikelompokkan sesuai dengan kategorinya. Penelusuran analisa bahan dimulai dari pengaturan hukum terhadap rehabilitasi anak penyandang cacat tubuh menurut Undang Undang Penyandang Cacat, pelaksanaan perjanjian rehabilitasi pada Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Sumatera Utara, serta perlindungan hukum terhadap anak penyandang cacat tubuh yang dikaitkan dengan perjanjian yang dibuat, kemudian dianalisis dengan teori hukum yang ada serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah itu ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan merupakan hasil dari penelitian. 56 Ibid, hal. 124.

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku. Ali, Burhanuddin SDB dan Nathaniela STG, Buku 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Hi-fest Publishing, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku. Ali, Burhanuddin SDB dan Nathaniela STG, Buku 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Hi-fest Publishing, Jakarta. 157 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Burhanuddin SDB dan Nathaniela STG, Buku 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Hi-fest Publishing, Jakarta. Ashsofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke II, Rineka, Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku. Abdul Kadir, Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku. Abdul Kadir, Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Kadir, Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Ashofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke II, Rineka Cipta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat !1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat melakukan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan dari orang

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak asasi manusia

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku. Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta,

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku. Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 157 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998.. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Laporan Akhir Pengkajian Tentang Beberapa Aspek Hukum Perjanjian Keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA 0 EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, baik material maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI Oleh : ANGGA ZIKA PUTRA 07 140 077 PROGRAM KEKHUSUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan ANAK INDONESIA ANAK Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan Pasal 1 (1) UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak Jumlah anak = 1/3 jumlah

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, karena setiap kegiatan yang dilakukan baik perseorangan, sekelompok orang, suatu badan hukum ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan pengguna jasa akuntan publik semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum itu dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA DI PT. NYONYA MENEER SEMARANG

TINJAUAN PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA DI PT. NYONYA MENEER SEMARANG 0 TINJAUAN PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA DI PT. NYONYA MENEER SEMARANG (Setelah berlakunya UU No. 13 Tahun 2003) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya perdagangan secara global membuat transaksi baik dalam tingkat lokal maupun antar kota bahkan lintas negara (transnasional) pun makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada umumnya dinilai rentan, baik dari aspek ekonomi, pendidikan, keterampilan, maupun kemasyarakatannya.

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ekonomi global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ekonomi global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ekonomi global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ramai. Tingginya tingkat persaingan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat dilakukan saat ini meliputi segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, Bandung. DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, -------------, 2005, Asuransi dan Manajemen Risiko, Raja Grafindo Persada, Abdul Halim Barkatullah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia ialah negara yang saat ini memiliki perkembangan perekonomian yang pesat, hampir setiap bidang kehidupan di Indonesia selalu mengalami perkembangan,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama BAB I PENDAHULUAN Perjanjian berkembang pesat saat ini sebagai konsekuensi logis dari berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama bisnis dilakukan oleh pelaku bisnis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

DAFTAR PUSTAKA. Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, DAFTAR PUSTAKA A. Buku Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ashafa, Burhan, 2004, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta Badrulzaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja telah menjadi salah satu modal utama dan menduduki peranan yang sangat penting untuk memajukan pembangunan nasional Indonesia. Tanpa didukung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara dibutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi dengan memperdayakan secara maksimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota cenderung meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota cenderung meningkat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota cenderung meningkat, munculnya berbagai fenomena sosial bersumber baik dari dalam masyarakat maupun akibat

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bisnis merupakan salah satu aktivitas kehidupan manusia dan bahkan telah merasuki semua sendi kehidupan masyarakat modern. Dengan fenomena ini mustahil orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran-peran strategis

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN TATA CARA PENYELESAIAN WANPRESTASI PADA BANK BTN DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN TATA CARA PENYELESAIAN WANPRESTASI PADA BANK BTN DI SURAKARTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN TATA CARA PENYELESAIAN WANPRESTASI PADA BANK BTN DI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci