BAB I PENDAHULUAN. sesudah amandemen konstitusitahun 2002, menginstruksikan bahwa. perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sesudah amandemen konstitusitahun 2002, menginstruksikan bahwa. perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 baik sebelum dan sesudah amandemen konstitusitahun 2002, menginstruksikan bahwa perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. 1 Dimana tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar. 2 Berbagai masalah telah dihadapi oleh Negara dalam menyusun laju perekonomian nasional.dalam GBHN 3 yang disusun sejak tahun 1973 sampai tahun 1998, memberikan landasan normatif yang jelas mengenai peran serta pemerintah untuk mencegah terjadinya praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini terlihat secara eksplisit pada substansi beberapa Ketetapan MPR yaitu TAP MPR RI No IV/MPR/1973 pada bidang Pembangunan Ekonomi, TAP MPR RI No IV/MPR/1978 tentang Pembangunan Ekonomi sub bidang Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi lemah, TAP MPR RI No II/MPR/1983 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi sub bidang Usaha Nasional, serta TAP MPR RI No II/MPR tentang GBHN pada bidang pembangunan Ekonomi sub bidang Usaha Nasional. Ketentuan di atas mengatur bahwa untuk mencapai tujuan perekonomian nasional, maka haruslah melalui pemberian 1 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, selanjutnya disebut Ningrum Natasya Sirait I, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2010), hlm Ibid. 3 TAP MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.

2 2 persamaan kesempatan berusaha bagi setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil. 4 Namun pada praktiknya walaupun telah ditetapkan tentang tugas-tugas Negara seperti yang telah disebutkan di atas, Negara kerap menghadapi permasalahan tentang persaingan usaha ini.kuatnya pengaruh rezim orde baru membuat Indonesia malah semakin jatuh hingga sampai pada puncaknya krisis moneter di tahun Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi adalah pada kenyataannya pemerintah Indonesia selama ini dikenal tidak memiliki kebijakan kompetisi yang jelas.dalam kurun waktu 30 tahun terakhir beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan yang jelas bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang tidak sehat. Pada saat yang sama pelaku usaha juga tidak pernah diperkenalkan dengan budaya persaingan yang sehat padahal persaingan usaha itu sendiri secara alamiah melekat pada dunia usaha. sejatinya muncul secara alamiah di antara para pelaku bisnis di dunia usaha. Persaingan memang timbul secara natural demi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat.pertanyaannya adalah apakah para pelaku usaha itu bersaing secara sehat atau tidak. Para ekonom memberikan argumentasi bahwa persaingan jelas akan mengakibatkan harga menjadi lebih kompetitif dan membuat pelaku usaha terpacu melakukan inovasi dan terobosan baru dalam produknya. Di samping itu para pelaku usaha berupaya menggunakan sumber daya dengan efisien, termasuk dalam menetapkan biaya produksi sehingga pada akhirnya proses persaingan akan 4 Ningrum Natasya Sirait I, op.cit.,hlm.2. 5 Ibid hlm 5. 5 Fenomena persaingan

3 3 menghasilkan produk yang variatif dengan harga bersaing yang pada akhirnya akan menguntungkan produsen maupun konsumen. 6 Negara memainkan peranan penting untuk menyusun laju perekonomian nasional. 7 Dan sudah menjadi kewajiban Negara untuk mengimplementasikan Pasal 33 UUD dengan membentuk struktur ekonomi nasional yang berdasarkan Demokrasi Ekonomi 9, dengan tujuan utama untuk mensejahterakan kehidupan bangsa. Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia, terletak di garis khatulistiwa, berada di antara benua Asia dan Australia serta diapit oleh 2 samudera yaitu Samudera Pasifik dan Hindia.Negara Indonesia terdiri atas pulau, karenanya Indonesia disebut sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia. 10 Posisi Negara Indonesia yang sangat strategis ini menempatkan Indonesia sebagai jalur pelayaran dan perdagangan dunia, sehingga Indonesia membutuhkan sarana dan prasarana yang baik untuk mendukung kegiatan pelayaran dan perdagangan tersebut.untuk mencapai tujuan tersebut, maka hal yang sangat penting dilakukan oleh Indonesia adalah menciptakan perangkat-perangkat yang dapat mendayagunakan letak yang sangat strategis tersebut.salah satunya ialah pelabuhan sebagai Prasarana dalam industri maritim dan juga sebagai pusat perdagangan antar Negara. 6 Ningrum Natasya Sirait I, op.cit.,hlm Ibid hlm.1. 8 Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa: a. perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan; b. cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; dan c. bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia 9 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm Portal Nasional Republik Indonesia, Geografi Indonesia, indonesia.go.id, (diakses pada tanggal 14 Januari 2016).

4 4 Pelabuhan menjadi salah satu komponen utama dalam sistem transportasi laut, sebagai tempat kapal berlabuh dan bersandar, sebagai tempat naik dan turun penumpang, serta untuk kegiatan bongkar muat barang.oleh karenanya, pelabuhan mempunyai peran yang sangat penting dalam industri maritim, karena dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan Negara melalui perdagangan antar Negara.Sejarah perkembangan Pelabuhan di Indonesia dimulai dari Pelabuhan Sunda Kelapa yang masih ada hingga saat ini, namun fasilitasnya sangat terbatas dan masih menggunakan tenaga manusia, sehingga masih sangat rawan kecelakaan.seiring perjalanan waktu, dibentuklah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 11 yang bergerak di bidang jasa Kepelabuhanan, yaitu PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) atau yang disingkat dengan Pelindo. Kemudian melalui Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1983 tentang Perusahaan Umum Pelabuhan, nama Perusahaan Pelabuhan yang sebelumnya disebut Perum Pelabuhan Indonesia ini diubah menjadi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia (I sampai IV) dan berlaku sampai saat ini.pt. Pelindo II mencakup 10 provinsi dan mengelola 12 perusahaan, salah satunya yaitu Pelabuhan Teluk Bayur di Provinsi Sumatera Barat.Pelabuhan di Teluk Bayur ini merupakan Pelabuhan yang paling sibuk di Sumatera Barat, dengan waktu tunggu kapal hari. Namun per bulan April 2013, telah diresmikan pengoperasian peti kemas PT. Pelindo II (Persero) yang mampu mengatasi masalah tersebut, dan kini tidak lagi pernah terjadi penumpukan barang di pelabuhan. 11 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, BUMN adalah Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

5 5 Ini menjadi salah satu keunggulan PT. Pelindo II (Persero), yang pada praktiknya di lapangan dianggap menjadi musuh bagi Perusahan Bongkar Muat (PBM) swasta lainnya. 12 PT. Pelindo II (Persero) cabang Teluk Bayur yang merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang pelayaran kemudian terseret dalam kasus Persaingan Usaha.Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat adanya praktik kecurangan dan persaingan usaha tidak sehat antara PT. Pelindo II (Persero) dengan pelaku usaha lainnya di Pelabuhan Teluk Bayur.Atas inisiatif dari KPPU sendiri, kasus ini kemudian ditindaklanjuti dan didaftarkan dengan Nomor perkara 02/KPPU-I/2013 tentang adanya pelanggaran Pasal 15 ayat 2 dan Pasal 19 huruf (a) dan (b) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU Nomor 5/1999). Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 5/1999menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/ atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/ atau jasa dari pelaku usaha pemasok. Pasal 15 ayat (2) dikenal juga dengan namatying agreement, dimana pelaku usaha melakukan perluasan usahanya secara monopoli pada hasil produksi yang pertama kali dijual dan hasil produksi selanjutnya dipaksakan harus dibeli oleh konsumen. Kekuatan monopoli yang dimiliki pelaku usaha yang memproduksi sekaligus yang dijual dan wajib dibeli dapat mengganggu kesempatan pelaku usaha untuk bersaing sehat. Di sisi 12 Sejarah Pelabuhan Indonesia II, http;//wikipedia.org/wiki/pelabuhan_indonesia_ii, (diakses pada tanggal 15 Januari 2016).

6 6 lain, tying agreement membuat konsumen tidak bebas memilih mana barang yang sebenarnya dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. 13 Pasal 19 UU Nomor 5/1999 adalah sejalan dengan pasal 15, karena pasal 19 huruf (a) dan (b) berbunyi Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, berupa : 1. menolak dan/ atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau 2. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu. Perusahaan Bongkar Muat (PBM) 14 lainnya yang dibawahi oleh Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) 15 yang berada dalam pasar bersangkutan dengan PT. Pelindo II (Persero) merasa telah dicurangi dengan dinaikkannya tarif bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur secara sepihak oleh PT. PELINDO II (Persero). PBM lainnya merasa hal yang dilakukan oleh PT. Pelindo II (Persero) tersebut adalah tanpa persetujuan dari Pemerintah.Melalui putusan yang dibacakan pada tanggal 4 November 2013, Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menangani perkara ini menjatuhkan 13 Perjanjian Tertutup dan Perjanjian dengan Pihak luar Negeri dalam Praktik Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (diakses pada tanggal 16 Januari 2016). 14 Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Muat barang dari dan ke kapal, Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah Badan Usaha yang melakukan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan. 15 Pasal 1 angka 17 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Muat barang dari dan ke kapal, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat adalah Wadah perusahaan bongkar muat di pelabuhan.setempat.

7 7 putusan diantaranyayakni memerintahkan PT. PELINDO II (Persero) untuk membayar denda sebesar Rp ,00 (empat milyar tujuh ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh satu rupiah), yang harus disetorkan ke kas Negara. 16 PT. Pelindo II (Persero)yang merasa tidak melakukan sedikitpun praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang telah dituduhkan kepadanya 17 selanjutnya mengajukan permohonan keberatannya ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 16 Desember Usaha naik banding ini kemudian telah diperiksa dan diputus dengan nomor putusan : 01/ PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT.Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara akhirnya menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon Keberatan, dalam hal ini adalah PT. Pelindo II (Persero) serta membatalkan putusan termohon keberatan, dalam hal ini adalah KPPU dengan Nomor : 02/KPPU-I/2013 tanggal 4 November 2013.Kasus ini cukup menarik di tengah-tengah masyarakat dan menjadi topik yang sayang untuk tidak dibahas. Bukti-bukti yang telah diajukan kedua pihak baik PT. Pelindo II (Persero) maupun KPPU sendiri serta hal-hal yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim yang memutus perkara ini telah membalikkan posisi PT. Pelindo II (Persero) yang sebelumnya dinyatakan bersalah oleh KPPU menjadi diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. 16 Terkait Jasa Bongkar Muat, KPPU hukum PT. Pelindo II (Persero), (diakses pada tanggal 15 Januari 2016). 17 Heru Febrianto, Pelindo II akan ajukan banding kasus monopoli Teluk Bayur, (diakses pada tanggal 17Januari 2016).

8 8 Berdasarkan latar belakang di atas, maka diangkatlah topik ini dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : Praktik Jasa Bongkar Muat di Pelabuhan Teluk Bayur oleh PT. Pelindo II (Persero) ditinjau dari Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (studi putusan nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaturan persaingan usaha dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha di Indonesia? 2. Bagaimanakah pengaturan tentang perjanjian tertutup dan praktik penguasaan pasar menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? 3. Bagaimanakah analisis hukum terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT atas keberatan yang diajukan oleh PT.PELINDO II terhadap Putusan KPPU? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui gambaran umum tentang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.

9 9 2. Untuk mengetahui pengaturan tentang Perjanjian Tertutup dan Praktik Penguasaan Pasar menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 3. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT atas keberatan yang diajukan oleh PT.PELINDO II terhadap Putusan KPPU terkait pelanggaran pasal Perjanjian Tertutup dan Praktik Penguasaan Pasar yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun manfaat dari penulisan ini adalah : 1. Secara teoritis: a. Dapat memberikan pemahaman tentang Hukum Persaingan Usaha dan perkembangannya di Indonesia serta peran dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). b. Dapat memberikan pandangan umum terhadap persoalan-persoalan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang bertentangan dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya tentang Perjanjian Tertutup dan Praktik Penguasaan Pasar. c. Dapat memberikan perbandingan analisis hukum antara Keputusan Dewan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri terhadap Kasus PT. Pelindo II (Persero).

10 10 2. Secara praktis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi salah satu media baca ataupun sebagai bahan kajian bagi para kalangan akademisi maupun para pelaku usaha di bidang ekonomi yang bergerak ataupun berkaitan dengan bidang Persaingan Usaha, guna terjaganya persaingan dan terciptanya kondisi persaingan usaha yang sehat di dalam dunia usaha ataupun perekonomian negara, khususnya tentang Perjanjian Tertutup dan Praktik Penguasaan Pasar yang dilarang oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. D. Keaslian Penulisan Sebelum melakukan penulisan skripsiyang berjudul Praktik jasa bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur oleh PT. Pelindo II (Persero) ditinjau dari Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (studi putusan nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT) ini, maka terlebih dahulu telah dilakukan penelurusan terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum. Hal ini dibenarkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/ Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum melalui surat tertanggal 16 September 2015 yang menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran yang didasarkan pada pengertian, teori teori, dan aturan hukum yang berlaku dan

11 11 diperoleh dari referensi buku, media elektronik, dan bantuan dari beberapa pihak, dalam rangka memenuhi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum. Apabila di kemudian hari terdapat judul yang sama atau sudah pernah ditulis, maka penulis bertanggung jawab sepenuhnya. Adapun judul tulisan yang memiliki sedikit kesamaan dengan tulisan ini adalah: Nama : Fitria T. NIM : Judul : Aspek Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam dunia usaha menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tahun : 2002 Permasalahan : 1. Apakah sebenarnya praktik monopoli itu? 2. Sejauh manakah larangan praktik monopoli dan persainga usaha tidak sehat itu dilakukan di Indonesia? 3. Bagaimana pula larangan praktik monopoli dan persainga usaha utu bila dilihat dari aspek hukumnya, khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?

12 12 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perjanjian Perjanjian adalah Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. 18 Syarat sah suatu Perjanjian adalah sebagai berikut: 19 a. Adanya persetujuan kehendal antara pihak-pihak yang memuat perjanjian. b. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perjanjian. c. Adanya suatu hal tertentu. d. Adanya sebab/causa yang halal. Unsur-unsur yang harus terdapat dalam suatu perjanjian yaitu: 20 a. pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak yang dimaksud adalah subjek perjanjian; b. consensus antar para pihak; c. objek perjanjian; d. tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang; e. bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan. Pengertian dari Perjanjian Tertutup sendiri tidak disebutkan secara langsung dalam UU No 5/1999, namun dapat disimpulkan melalui pasal 15 angka 1, bahwa perjanjian tertutup adalah perjanjian yang memuat persyaratan bahwa 18 Pasal 1 angka 7, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 19 Pasal 1320 KUHPerdata. 20 Syarat dan unsur Perjanjian, (diakses pada tanggal 20 Januari 2016).

13 13 pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau pada tempat tertentu. Dan pada pasal 15 angka 2, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok Penguasaan pasar Pasal 19 UU No 5/1999 melarang kegiatan pelaku usaha yang bertujuan melakukan penguasaan pasar dengan cara menghambat atau bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Ruang lingkup larangan kegiatan yang diatur dalam pasal 19 mencakup kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku usaha lain, yang mengarah pada terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat. 22 Pasal 19 UU No 5/1999 menyatakan bahwa: 23 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berupa : a. menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau c. membatas peredaran dan/ atau penjualan barang dan/atau jasapada pasar bersangkutan; atau d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu 21 Pasal 15 angka 1 dan 2, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 22 Draft Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm Pasal 19, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

14 14 Dari sudut pandang ekonomi, kegiatan penguasaan pasar (market power) diartikan sebagai kemampuan pelaku usaha, dalam mempengaruhi pembentukan harga, atau kuantitas produksiatau aspek lainnyadalam sebuah pasar.aspek lainnya tersebut dapat berupa, namun tidak terbatas pada pemasaran, pembelian, distribusi, penggunaan, atau akses atas barang atau jasa tertentu di pasar bersangkutan.kegiatan ini dapat dilakukan sendiri oleh satu pelaku usaha atau secara bersama-sama dengan pelaku usaha lainnya, dan dapat terdiri dari satu atau beberapa kegiatan sekaligus Bongkar muat dan perusahaan bongkar muat Menurut pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal, usaha bongkar muat adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery. 25 Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat. Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya.receiving/ Delivery adalah pekerjaan 24 Draft Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.

15 15 memindahkan barang dari timbunan/tempat penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya. 26 F. Metode Penulisan Metode penelitian sangat diperlukan dalam suatu penulisan skripsi, yaitu suatu metode penelitian sebagai tipe pemikiran yang secara sistematis, yang bertujuan untuk mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi tersebut. Adapun metode penulisan yang dipakai oleh penulis dalam menuliskan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif melalui studi kepustakaan (library research).sebagaimana umumnya penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan penelitian pustaka, penelitian ini dilakukan dengan meneliti pustaka atau data sekunder yang berkaitan dengan penulisan yang dibahas, yaitu praktik jasa bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur yang dilakukan oleh PT. PELINDO II ditinjau dari UU No. 5/1999. Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deksriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dijatuhkan kepada PT. Pelindo II (Persero) atas dugaan pelanggaran Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf a dan b UU No. 5/1999.Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan 26 Pasal 1 angka 8-10 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.

16 16 kasus (case approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah kasuskasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi.kasus-kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada putusan tersebut adalah pertimbangan hakim sampai diputusnya kasus tersebut. 2. Jenis dan Sumber Data Penelitian Data penelitian dalam suatu penelitian pada umumnya dibedakan atas 2 jenis, yaitu data primer dan data sekunder.data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.sedangkan data sekunder adalah data-data yang biasanya diperoleh dari literatur dan bahan-bahan pustaka.karena penulisan skripsi ini menggunakan penelitian normatif, maka penulisan menggunakan jenis data sekunder sebagai bahan utama (pokok).data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari objek penelitian. Adapun data sekunder yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah bersumber dari : a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain : 1) Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentng Badan Usaha Milik Negara

17 17 2) Peraturan Menteri, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal 3) Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2013 4) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, koran-koran, majalah, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana hukum, hasil-hasil penelitian, dan sebagainya yang diperoleh baik dari media cetak maupun media elektronik. c. Bahan hukum tersier, yang mencakup bahan yang memberi petunjukpetunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, jurnal ilmiah, dan bahan-bahan lain yang relevan da dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi dalam rangka mencapai tujuan penelitian.teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan studi dokumen dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistemtis buku-buku, jurnal-jurnal, dan karya ilmiah lainnya, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian.menurut M. Nazil dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adlaah teknik

18 18 pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan Analisis Data Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya.metode analisis data yang dilakukan penulis adalah metode kualitatif dengan menarik kesimpulan secara deduktif.metode analisis kualitatif digunakan agar lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan-bahan dari internet, kamus, dan bahan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini. G. Sistematika Penulisan Keteraturan dalam suatu penulisan harus tercipta agar dapat membuat suatu karya ilmiah yang baik. Maka dari itu, penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab lainnya.adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematka penulisan. 27 M. Nazil, Metode Penelitian(Jakarta: Ghalia Indonesia,2010), hlm. 111.

19 19 Bab II Pengaturan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, terdiri atas 3 bagian yaitu Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Perjanjian yang dilarang di dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Bab III penguasaan pasar dan perjanjian tertutup menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999, pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah tentang penguasaan pasar sebagai bentuk kegiatan yang dilarang menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan penguasaan pasar yang dilakukan oleh perusahaan bongkar muat di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta perjanjian tertutup antara sesama pelaku usaha sebagai bentuk Perjanjian yang dilarang dan bentuk perjanjian tertutup yang dilakukan oleh perusahaan bongkar muat di Indonesia. Bab IV Analisis hukum terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT atas keberatan yang diajukan oleh PT.Pelindo II (Persero) terhadap putusan KPPU. Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah perbandingan dan analisis putusan perkara antara putusan perkara KPPU Nomor : 02/KPPU-I/2013 dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT, dilihat dari beberapa hal yaitu : 1. duduk perkara kasus PT. Pelindo II (Persero); 2. pertimbangan KPPU dan pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara;

20 20 3. putusan hakim majelis KPPU dan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara; 4. analisis putusan. Bab V Penutup, pada bab terakhir ini dikemukakan kesimpulan dari ketiga jawaban atas rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini dan saran berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan di Indonesia yang sasaran utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor pembangunan

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In No.1817, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bongkar Muat. Barang. Kapal. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1955, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Dari Dan Ke Kapal. Bongkar Muat. Penyelenggaraan dan Pengusahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 152 TAHUN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT UPAYA MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DALAM USAHA JASA BONGKAR MUAT DI PELABUHAN MELALUI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum persaingan usaha merupakan instrumen hukum yang menentukan tentang segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal yang dapat dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

SIARAN PERS Biro Hukum, Humas & Kerjasama Gd. KPPU, Lt. 1, Jl. Juanda 36, Jakpus, Telp /Fax

SIARAN PERS Biro Hukum, Humas & Kerjasama Gd. KPPU, Lt. 1, Jl. Juanda 36, Jakpus, Telp /Fax SIARAN PERS Biro Hukum, Humas & Kerjasama Gd. KPPU, Lt. 1, Jl. Juanda 36, Jakpus, 10120 Telp. 021-3507015/Fax. 021-3507008 www.kppu.go.id Persaingan Sehat Sejahterakan Rakyat Majelis Komisi Pengawas Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu dikembangkan dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara yang mempersatukan seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri

Lebih terperinci

Draft DRAFT PEDOMAN PASAL 50 H TENTANG PENGECUALIAN USAHA KECIL UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Draft DRAFT PEDOMAN PASAL 50 H TENTANG PENGECUALIAN USAHA KECIL UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DRAFT PEDOMAN PASAL 50 H TENTANG PENGECUALIAN USAHA KECIL UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V LATAR BELAKANG TUJUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative law

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative law III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative law research), yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1

BAB I PENDAHULUAN. moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai negara maritim. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribuan tahun yang lalu pelabuhan-pelabuhan yang ada pada awalnya dibangun di sungai-sungai dan perairan pedalaman, kemudian berkembang secara bertahap, pelabuhan dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kepaulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dan dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu pelabuhan besar di Indonesia yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Roda perekonomian bergerak diatur dan diawasi oleh perangkat hukum, baik perangkat hukum lunak maupun perangkat hukum keras. 1 Berdasarkan pemikiran tersebut, perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, tindakan atau perbuatan termasuk perjanjian yang dilarang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap pulau di Indonesia yaitu sepanjang km yang menjadikan Indonesia menempati

BAB I PENDAHULUAN. setiap pulau di Indonesia yaitu sepanjang km yang menjadikan Indonesia menempati BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia secara geografis merupakan sebuah Negara kepualuan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT I. Pendahuluan Pimpinan Komisi VI Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau. Dan Indonesia adalah Negara Maritim. Oleh sebab transportasi laut sangat

BAB I PENDAHULUAN pulau. Dan Indonesia adalah Negara Maritim. Oleh sebab transportasi laut sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan 735.355 mill persegi yang terdiri dari 17.000 pulau. Dan Indonesia adalah Negara Maritim. Oleh sebab transportasi laut sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 BAB I LATAR BELAKANG. 2 BAB II TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pesatnya suatu perubahan yang sangat cepat sehingga membuat banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pesatnya suatu perubahan yang sangat cepat sehingga membuat banyak negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perekonomian sebagai garda terdepan dalam rangka penguatan dan ketahanan suatu negara untuk dapat hidup, berkembang dan maju agar tidak tergusur dan terlindas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Analisa deskriptif terhadap harga semen di Indonesia menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Analisa deskriptif terhadap harga semen di Indonesia menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Analisa deskriptif terhadap harga semen di Indonesia menunjukkan bahwa selama periode 2004 hingga 2008 1 harga ritel rata-rata semen per/sak di 30 (tiga puluh)

Lebih terperinci

SALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang

SALINAN. 50 Huruf a. Ketentuan Pasal. dalam Persaingan Usaha. Pedoman Pasal Tentang Pedoman Pasal Tentang Ketentuan Pasal 50 Huruf a dalam Persaingan Usaha KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 253/KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 50 HURUF a UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan dinamika dunia usaha di tanah air dalam 12 tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Perdagangan Internasional Menurut Setiawan (2011: 2) perdagangan internasional adalah proses tukar menukar barang dan jasa antara dua negara atau lebih yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan transportasi laut menjadi sektor utama yang berpengaruh dalam laju distribusi perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan volume lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan

Lebih terperinci

Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999

Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999 Rancangan Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 Huruf a UU No. 5 Tahun 1999 Dalam rangka penegakan hukum persaingan usaha, maka sangatlah penting untuk meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang mencakup pembangunan ekonomi, hukum, sosial, politik, dan budaya memiliki tujuan utama, yaitu untuk mensejahterakan kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di BAB I PENDAHULUAN Perdagangan internasional merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai peranan dalam menunjang pembangunan Indonesia. Transaksi antar negara-negara di dunia akan menciptakan kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya,lebihlebih didukung oleh letak geografisnya yang strategis, sehingga akan sangat potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah pertumbuhan perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa iklim bersaing di Indonesia belum terjadi sebagaimana yang diharapkan, dimana Indonesia telah membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan usaha merupakan ekspresi kebebasan 1 yang dimilki setiap individu dalam rangka bertindak untuk melakukan transaksi perdagangan dipasar. Persaingan usaha diyakini

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pengecualian Dalam UU No.5/1999. Pasal 50 & Pasal 51

Pengecualian Dalam UU No.5/1999. Pasal 50 & Pasal 51 Pengecualian Dalam UU No.5/1999 Pasal 50 & Pasal 51 Latar Belakang Philosophis Yuridis UU No. 5/1999 Pasal 33 ayat (1) UUD RI: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009 Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 tentang Pengaturan Monopoli BUMN Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan dengan tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana tujuan Negara Indonesia yang termaktub

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan III. METODE PENELITIAN Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelejari

Lebih terperinci

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DRAFT Pedoman Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender Berdasarkan UU. No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 2004 1 KATA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi khususnya dalam persaingan usaha.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 BAB IV PEMBAHASAN A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 Dalam putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 pada halaman 136 poin 10 dan halaman

Lebih terperinci

a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 74 TAHUN 2016 TENT ANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar maupun kecil, yang terhubung oleh selat dan laut. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum dimana salah satu ciri negara hukum adalah adanya pengakuan hak-hak warga negara oleh negara serta mengatur kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.430,2016 KEMENHUB. Jasa. Angkutan Penyeberangan. Pengaturan dan Pengendalian. Kendaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 27 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era perdagangan bebas saat ini dimana setiap negara saling berlombalomba untuk meproduksi dan mendistribusikan produk negaranya ke negara lain, sehingga semakin

Lebih terperinci

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO 1 BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) 21022 Kode Pos 92311 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 10 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 I. PEMOHON Suta Widhya KUASA HUKUM JJ. Amstrong Sembiring, SH. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan bagaimana seseorang bertingkah laku baik di keluarga maupun di masyarakat sekitar.salah satu aspek dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia usaha dan masyarakat dalam menjalankan usahanya, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Antitrust Law (USA) Antimonopoly Law (Japan) Restrictive Trade Practice Law (Australia) Competition

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN DI PERAIRAN DALAM WILAYAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki peranan

Lebih terperinci