PEMANFAATAN MIKROBA PELARUT PHOSPHAT DAN MIKORIZA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI PUPUK PHOSPAT PADA TANAH ULTISOL KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN MIKROBA PELARUT PHOSPHAT DAN MIKORIZA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI PUPUK PHOSPAT PADA TANAH ULTISOL KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN MIKROBA PELARUT PHOSPHAT DAN MIKORIZA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI PUPUK PHOSPAT PADA TANAH ULTISOL KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA Ernita Staf Pengajar Kopertis Wilayah I dpk pada Fak. Pertanian UMN Al-Washliyah Medan ABSTRAK Pemanfaatan pupuk phosphat di kalangan petani di berbagai daerah di Sumatera Utara disinyalir telah melebihi dosis yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga hal ini merupakan suatu pemborosan dalam hal penggunaan pupuk. Tingginya kandungan P-total tanah tetapi T- tersedia yang rendah merupakan ciri tanah yang telah jenuhdengan pupuk phosphat. Untuk itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan alternatif yang bijaksana dalam penggunaan pupuk phosphat pada lahan-lahan yang telah jenuh pupuk P dengan memanfaatkan pupukhayati yakni mikroba pelarut phosphat dan mikoriza. Penelitian dilakukan pada kondisi lahan Ultisol yang diambil secara komposit dari Kabupaten Langkat Sumatera Utara, yaitu lahan yang belum/sedikit dipupuk P dan lahan yang telah jenuh dengan pupuk P. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kondisi lahan (belum jenuh dan sudah jenuh pupuk P), faktor kedua adalah pemberian pupuk hayati (tanpa, jamur pelarut P, mikoriza, dan campuran), dan faktor ketiga adalah pemberian pupuk P (tanpa, rock P, and TSP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan lahan dengan pemberian pupuk phosphat menunjukkan hasil yang nyata dan sangat nyata dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, yang tercermin pada semua variabel yang diamati. Pupuk hayati yang digunakan meningkatkan berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P-tersedia tanah. Pupuk hayati mikoriza (Glomus spp) dan campuran antara jamur pelarut phosphat dengan mikoriza merupakan pupuk hayati yang baik digunakan pada tanah Ultisol ini, di samping menggunakan rock phosphat, akan mengimbangi kondisi tanah yang telah jenuh dengan pupuk P. Kata kunci: Mikroba pelarut fosfat, mikoriza, jenuh pupuk phosphat. PENDAHULUAN Mikroba pelarut phosphat dan mikoriza adalah pupuk hayati (biofertilizer) yang merupakan hasil dari rekayasa bioteknologidi bidang ilmu tanah. Penggunaan pupuk hayati phosphat ini merupakan salah satu bagian dari Sistem Perharaan Tanaman Terpadu (Integrated Plant Nutrition System) yang dikembangkan dalam Sistem Pertanian Organik (Organic Farming System) di Indonesia saat ini. Sebagai salah satu unsur hara makro utama bagi tanaman, fosfor (P) berperan penting pada berbagai proses kehidupan, seperti fotosintesa, metabolisme karbohidrat, dan proses transfer energi dalam tubuh tanaman. Permasalahan utama fosfor adalah JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 :

2 ketersediaannya yang rendah bagi tanaman karena adanya fiksasi oleh lansir penjerap P di dalam tanah seperti Al 3+, Fe 2+ dan Mn 2+. Pemupukan yang dilakukan setiap musim tanam menyebabkan timbunan P yang semakin banyak sebagai residu P tanah. Pupuk hayati phosphat dapat berupa mikroorganisme pelarut phosphat (golongan bakteri, jamur ataupun aktinomisetes) ataupun mikoriza diketahui mampu meningkatkan efisiensi pemupukan P terutama pada lahan-lahan yang telah jenuh dengan pemupukan (lahan yang telah dipupuk berat) dengan cara menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengkhelat logam seperti Al 3+, Fe 2+ dan Mn 2+. Lahan yang telah jenuh dengan pemupukan dicirikan dengan tingginya kandungan P-total tanah tetapi kandungan P- tersedia yang rendah sampai sangat rendah. Lahan seperti ini tidak tanggap/respon lagi dengan pemupukan P. Tingginya kandungan P-total tanah terjadi akibat pemupukan yang terus menerus dan tidak dilakukan secara rasional (berimbang) sehingga residu pupuk semakin bertimbun. Plester, E.J. (1982), menyatakan bahwa efisiensi pemupukan P yang diberikan ke dalam tanah relatif sangat rendah, berkisar antara 10 hingga 30% saja diambil tanaman, selebihnya akan terakumulasi dan berubah bentuk menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Phosphat yang terakumulasi sebagai residu ini terjadi karena phosphat bersifat immobil sehingga tidak mudah tercuci di dalam tanah (Soepardi, 1983). Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah sentra produksi pertanian di Propinsi Sumatera Utara. Selain penghasil tanaman palawija yang dibutuhkan sehari-hari oleh masyarakat, daerah ini juga merupakan sentra perkebunan, seperti tanaman kelapa sawit, karet, tebu, tembakau dan lain sebagainya. Lahan-lahan di daerah ini umumnya didominasi oleh tanaman Ultisol atau tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut. Tanah Ultisol tersebar cukup luas di Indonesia, yaitu sekitar 47,5 juta hektar (Hardjowigeno, 1986). Ultisol termasuk lahan marginal dengan produktivitas yang rendah karena secara kimiawi derajat kemasaman tanah (ph)-nya adalah rendah serta kelarutan unsur Al, Fe dan Mn yang tinggi menyebab unsur P menjadi tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Walaupun lahan ini tidak subur akan tetapi karena penyebarannya yang cukup luas menyebabkan lahan ini menjadi salah satu target pemerintah dalam sasaran pengem-bangan pertanian. Tanah ini masih berpo-tensi untuk dikembangkan bagi perluasan areal pertanian bila dikelola secara tepat. Dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan ini, para petani dan pekebun secara rutin menggunakan pupuk-pupuk kimia seperti pupuk TSP yang terbukti telah banyak menunjukkan peningkatan hasil tanaman secara cepat. Bila dilihat dalam skala nasional kebutuhan akan pupuk TSP pada tahun 1986 telah mencapai juta ton, dan pada tahun-tahun berikutnya meningkat dengan tingkat pertumbuhan 6% per tahun (Kusartuti, 1987). Dosis pupuk yang digunakan juga sering tidak rasional sehingga lahan menjadi jenuh dengan pemupukan. Hal ini terbukti dengan tingginya kandungan P-total tanah tetapi kandungan P- tersedia sangat rendah. Selain itu penggunaan pupuk kimia ini di masa mendatang menyebabkan permasalahan yang cukup serius terhadap pencemaran 47

3 lingkungan. Dalam proses pembuatannya pupuk buatan memerlukan energi yang tinggi. (Harjanto, 1986). Dalam situasi krisis moneter saat ini, mahalnya harga pupuk-pupuk buatan seperti TSP yang umumnya masih kita impor, menjadi faktor pembatas dalam meningkatkan produksi pertanian. Sebagai alternatif, maka penggunaan pupuk alam seperti rock phosphate merupakan cara yang tepat karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pupuk TSP. Akan tetapi karena rendahnya kelarutan pupuk alam ini (bersifat slow release) menyebabkan lambatnya ketersediaan P bagi tanaman terutama pada tanaman musiman. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mempercepat ketersediaan pupuk alam ini dengan memanfaatkan bakteri pelarut P dan mikoriza yang mampu menghasilkan asam-asam organik sehingga ketersediaan P menjadi lebih cepat. Tujuan Penelitian. Untuk mengetahui kemampuan pupuk hayati dalam menggantikan pupuk TSP dan Rock Phospha dalam meningkatkan ketersediaan phosphat tanah Ultisol yang telah dan belum dipupuk berat di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Manfaat Penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu alternatif/terobosan baru di bidang bioteknologi dalam memanfaatkan pupuk phosphat secara lebih efisien terutama pada tanah Ultisol yang telah dipupuk berat (umumnya) dan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara (khususnya). METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Desa Pertampilen Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dimulai dari bulan April hingga bulan Agustus Adapun bahan yang dibutuhkan antara lain adalah: - Tanah yang digunakan adalah jenis Ultisol yang diambil dari Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari dua jenis, yaitu tanah yang belum dipupuk atau masih sedikit dipupuk, dan tanah yang sering dipupuk atau telah dipupuk berat. Kondisi ini dapat diketahui dari sejarah pemupukannya, dan juga dari hasil analisis tanah awal terhadap kandungan hara P- tersedia tanah dan kandungan hara P-total tanah. Kedua jenis tanah ini diambil secara acak (random) dari bagian top soil, yaitu hingga kedalaman tanah 20 cm dari permukaan. Kemudian tanah ini dikering udarakan dan dihaluskan. Lalu tanah ini diayak dengan ayakan, dan dimasukkan ke dalam polibag. Lalu tanah ini diayak dengan ayakan, dan dimasukkan ke dalam polibag, masing-masing dengan berat 15 kg BTKO. Sebelumnya dihitung terlebih dahulu kadar airnya untuk memperhitungkan banyaknya jumlah air yang ditambahkan agar tanah mencapai kondisi kadar air kapasitas lapang. - Benih yang digunakan adalah benih tanaman jagung (Zea mays) varietas Arjuna. - Insektisida yang digunakan adalah jenis Basudin 60 EC. - Pupuk yang digunakan sebagai perlakuan adalah: Tripel Super Phosphate atau TSP (46% P 2O5) dengan dosis yang setara dengan 100 kg P2O5/ha. Rock Phosphate, dengan dosis yang setara dengan 100 kg P2O5/ha 48

4 Inokulan mikroba pelarut phosphat yang digunakan adalah dari kelompok jamur yaitu isolat KL-3 yang diisolasi di Lab. Biologi FP Universitas Sumatera Utara. Inokulan mikoriza yang digunakan adalah berasal campuran rajangan akar yang telah terinfeksi mikoriza dengan tanahdari spesies VAM Glomus spp. Pada perlakuan campuran jamur pelaurt phosphat dan mikoriza, maka dosis yang diberikan masing-masing adalah separuh dari sosis perlakuan tunggal. Alat yang digunakan antara lain cangkul, ember, timbangan, ayakan, plastik/goni, sekop, serta alat-alat laboratorium yang dibutuhkan. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama adalah pemberian pupuk hayati P, terdiri dari: H0 = tanpa/kontrol ; H1 = diberi jamur pelarut P ; H2 = diberi mikoriza ; H3 = diberi campuran jamur pelarut P dan mikoriza. Faktor kedua adalah kondisi tanah Ultisol Kabupaten Langkat, terdiri dari: L1 = telah dipupuk berat/jenuh P ; L2 = sedikit/tanpa dipupuk/belum jenuh P. Faktor ketiga adalah pemberian pupuk phosphat, terdiri dari P0 = tanpa/kontrol ; P1 = diberi Rock Phosphat ; P2 = diberi TSP (Tripel Super Phosphate). Keseluruhan terdiri dari 3 x 4 x 2 x 3 = 72 satuan percobaan. PROSEDUR PENELITIAN Percobaan dilakukan di dalam wadah polibag dengan berat tanah masing-masing dari lahan yang telah dipupuk berat dan lahan yang belum dipupuk berat masing-masing adalah 15 kg BTKO. Perlakuan pemberian jamur pelarut P yaitu isolat KL-3 sebanyak 5 ml/polibag dan VAM (Vesikular-Arbuskular Mikoriza) dari jenis Glomus spp sebanyak 10 g/polibag yang diletakkan 5 cm di bawah permukaan tanah. Sedangkan perlakuan pemberian pupuk TSP dan Rock Phosphate masing-masing setara dengan 100 kg P2O5/ha. Pupuk dasar yang diberikan adalah KCL setara dengan 75 kg K2O/ha dan Urea sebanyak 200 kg N/ha. Selanjutnya benih jagung ditanam 2 biji/polibag. Perawatan tanaman mencakup penyiraman, pemberantasan hama dan penyakit. Variabel yang diamati adalah berat kering tajuk tanaman (g/pot), berat kering akar tanaman (g/pot), serapan P- tanaman (Bray II) (mg/pot), P- tersedia tanah (ppm) dan berat 100 biji tanaman. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian pengaruh pemberian pupuk hayati dan pupuk P pada dua jenis tanah Ultisol Langkat yaitu tanah yang belum jenuh dengan pupuk P dan tanah yang telah jenuh dengan pupuk P, telah dilakukan pengamatan terhadap seluruh variabel yang diamati, disajikan dan dire-kapitulasi seperti pada Lampiran Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada perlakuan dua lahan Ultisol yang bereda, yaitu lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dengan lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P berbeda nyata dan sangat nyata pada variabel berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P- 49

5 tersedia tanah. Sedangkan variabel berat kering akar tanaman dan berat 100 biji tidak nyata pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat seperti pada Lampiran Tabel 2, Lampiran Tabel 3 dan Lampiran Tabel 4, masing-masing untuk variabel berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P- tersedia tanah. Dari hasil uji beda rataan menurut Duncan s Multiple Range Test (DMRT), terlihat lahan Ultisol yang telah jenuh dengan pupuk P nyata meningkatkan berat kering tajuk tanaman sebesar 6,32% dibandingkandengan lahan yang belum jenuh dengan pupuk P. Sedangkan untuk variabel serapan P tanaman jagung terlihat bahwa lahan Ultisol yang telah jenuh dengan pupuk P secara sangat nyata meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 15,54% dibandingkan dengan lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dan pada variabel P- tersedia tanah terlihat bahwa lahan Ultisol yang telah jenuh dengan pupuk P nyata meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 16,61%. Dibandingkan dengan lahan yang belum jenuh dengan P. Hal ini diakibatkan karena lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P masih menyisakan residu pupuk P pada saat tanah digunakan dalam penelitian ini sehingga respon ini tergambar dari variabel berat kering tanaman, serapan P tanaman dan P-tersedia tanahnya. Pada tanah yang belum jenuh dengan pupuk P hasil dari berbagai variabel yang diamati masih lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang sudah jenuh pupuk P, karena sedikitnya ketersediaan phosphat di dalam tanah pada akhirnya membatasi perkembangan tanaman yang tercermin dari variabel yang diamati. Akibat perlakuan pemberian pupuk P menunjukkan hasil yang hampir sama dengan perlakuan lahan Ultisol yang berbeda, hanya pada variabel berat kering tajuk tanaman yang tidak nyata pengaruhnya. Bila dilihat dari hasil uji rataan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) seperti pada Lampiran Tabel 4 dan Lampiran Tabel 5, untuk variabel serapan P tanaman dan P- tersedia tanah, terlihat bahwa pengaurh pemberian perlakuan pupuk P rata-rata meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 6,06% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk P). Pemberian pupuk TSP menunjukkan hasil serapan P tanaman jagung yang paling tinggi (7,65% dibandingkan kontrol) dan pemberian pupuk rock phosphat meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 4,47% dibandingkan dengan kontrol. Pada variabel P- tersedia tanah, pengaurh pemberian perlakuan pupuk P ratarata meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 8,45% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk P). Pemberian pupuk TSP menunjukkan hasil P- tersedia tanah yang paling tinggi (13,73% dibandingkan kontrol), sedangkan pemberian pupuk rock phosphat tidak berbeda dengan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, akan tetapi terlihat peningkatan P- tersedia tanah sebesar 3,17% dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terjadi karena pupuk phosphat yang diberikan ke dalam tanah meningkatkan kadar P pada tanaman sehingga serapan P- tanaman semakin bertambah besar. Perlakuan pemberian pupuk hayati P menunjukkan hasil yang hampir sama dengan perlakuan lahan Ultisol, yaitu secara nyata mempengaruhi variabel berat kering tajuk tanaman dan serapan P tanaman sedangkan variabel P- tersedia tanah dipengaruhi secara sangat nyata. Bila dilihat dari hasil uji rataan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) seperti pada Lampiran 2, Lampiran Tabel 4 dan 50

6 Lampiran Tabel 5, untuk variabel berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P- tersedia tanah, terlihat bahwa pengaruh pemberian perlakuan pupuk hayati rata-rata meningkatkan berat kering tajuk tanaman sebesar 9,55% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk hayati). Pemberian pupuk hayati mikoriza menunjukkan hasil berat kering tajuk tanaman yang paling tinggi (12,84% dibandingkan kontrol) di antara pemberian pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati jamur pelarut phosphat dan mikoriza (9,85% dibandingkan kontrol). Sedangkan pemberian pupuk hayati jamur pelarut phosphat saja meningkatkan berat kering tajuk tanaman sebesar 5,97% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Terhadap variabel serapan P tanaman terlihat bahwa pengaruh pemberian perlakuan pupuk hayati rata-rata meningkatkan serapan P tanaman sebesar 7,83% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk hayati). Pemberian pupuk hayati mikoriza menunjukkan hasil serapan P tanaman jagung yang paling tinggi (9,1% dibandingkan kontrol) di antara pemberian pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati jamur pelarut phosphat dan mikoriza (7,78% dibandingkan kontrol). Sedangkan pemberian pupuk hayati jamur pelarut phosphat saja meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 6,61% dibanding-kan dengan perlakuan kontrol. Pengaruh pemberian perlakuan pupuk hayati rata-rata meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 5,20% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk hayati). Pemberian pupuk hayati campuran jamur pelarut phosphat dengan mikoriza menunjukkan P- tersedia tanah yang paling tinggi (18,22% dibandingkan kontrol) di antara pemberian pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati mikoriza (17,1% dibandingkan kontrol). Sedangkan pemberian pupuk hayati jamur pelarut phosphat saja meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 10,41% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Dari interaksi seluruh perlakuan yang diteliti, hanyalah interaksi perlakuan antara lahan dengan pemberian pupuk P yang secara nyata dan sangat nyata mempengaruhi seluruh variabel yang diamati. Hal ini dapat dilihat dari Lampiran Tabel 2 hingga Lampiran Tabel 6 di atas. Pada Lampiran Tabel 2, terlihat bahwa interaksi perlakuan lahan dengan pemberian pupuk P meningkatkan berat kering tajuk tanaman. Peningkatan tertinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, peningkatan terjadi sebesar 27,5% bila dibandingkandengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa dipupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh pupuk dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 13,44%), TSP (peningkatan sebesar 12,81%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk TSP (peningkatan sebesar 10,94%). Sedangkan kombinasi antara perlakuan pada lahan yang sudah jenuh dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh 51

7 dengan pupuk P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali. Walaupun demikian terlihat peningkatan sebesar 8,1% dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali. Dari hasil uji beda rataan menurut Duncan s Multiple Range Test (DMRT), seperti pada Lampiran Tabel 3 di atas, terlihat bahwa pengaruh interaksi perlakuan lahan dan pemberian pupuk P secara sangat nyata meningkatkan berat kering akar tanaman. Peningkatan yang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, peningkatan terjadi sebesar 28,97% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa dipupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh pupuk P dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 12,15%), TSP (peningkatan sebesar 14,02%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 8,41%) dan TSP (peningkatan sebesar 9,34%). Akan halnya dengan serapan P tanaman jagung, seperti pada Lampiran Tabel 4 terlihat bahwa peningkatan serapan P tanaman yang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P dan diberi pupuk TSP, dimana peningkatan serapan P tanama nyang terjadi sebesar 28,20% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa diberi pupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang sudah jenuh pupuk P dan diberi pupuk rock phosphat dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, yang masing-masing meningkatkan serapan P sebesar 24,75% dan 27,21%. Pada lahan yang belum jenuh pupuk P tetapi diberi pupuk TSP dan rock phosphat, masing-masing meningkatkan serapan P tanaman sebesar 16,56% dan 12,46% bila dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk P sama sekali. Terhadap variabel P- tersedia tanah, interaksi perlakuan lahan dan pemberian pupuk P seperti pada Lampiran Tabel 5, menunjukkan bahwa peningkatan P- tersedia tanah yang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dan diberi pupuk hayati TSP, peningkatan terjadi sebesar 26,69% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa diberi pupuk P. Hal ini tidak berbda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 23,68%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk TSP (peningkatan sebesar 16,17%). Sedangkan kombinasi antara perlakuan pada lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P dengan pemberian puupk rock phosphat tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dan tanpa diberi pupuk P sama sekali. Dari hasil uji beda rataan menurut Duncan s Multiple Range Test (DMRT), seperti pada Lampiran Tabel 6 di atas, terlihat bahwa interaksi perlakuan yang diteliti yaitu interaksi perlakuan lahan dengan pemberian pupuk P secara sangat nyata meningkatkan berat 100 biji tanaman. Peningkatan 52

8 berat 100 biji tanama nyang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, peningkatan terjadi sebesar 11,79% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dan tanpa dipupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 1,42%), TSP (peningkatan sebesar 2,83%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk TSP dan pupuk rock phosphat yang masing-masing mengalami peningkatan berat 100 biji tanaman sebesar 4,72% dan 7,1%. KESIMPULAN Penggunaan campuran antara mikoriza (Glomus spp) dan jamur pelarut fosfat bersama dengan pupuk rock phosphat merupakan alternatif dalam penggunaan pupuk phosphat yang baik digunakan pada tanah Ultisol Kabupaten Langkat Sumatera Utara untuk mengimbangi kondisi tanah yang telah jenuh dengan pupuk phosphat. DAFTAR PUSTAKA Hardjowigeno, S Genesis dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, IPB. Kucey, R.M.N Phosphate Solubilizing Bacteria and Fungi in Various Cultivated and Virgin Alberta Soil. Canadian Journal of soil Science. 63(4): Kusartuti Sumber Pupuk Phosphat serta Penyediaan dan Kebutuhannya di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk Phosphat. Pusat Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Plaster, E.J Soil Science and Management. Delmar Publisher Inc., New York. 514p. Rochdjatun, I.S Sudi Rekayasa Teknologi Pupuk Hayati Mikoriza. Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V, pada tanggal September 1995 di Jakarta, hal Thomas, G.V., M.V. Shantaram, and N. Saraswathy Occurrence and Activity of Phosphate Solubilizing Fungi from Coconut Plantation Soils. Plant and Soil J. 87: Pemanfaatan Mikroba Pelarut Phosphat dan Mikoriza Sebagai Alternatif Pengganti Pupuk Phosphat pada Tanah Ultisol Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Ernita) 53

9 Lampiran Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pengamatan terhadap Seluruh Variabel yang Diteliti Variabel yang Diamati Perlakuan L P H LxP LxH PxH LxPxH Keterangan Berat Kering Tajuk * tn * ** tn tn tn L = Lahan Berat Kering Akar tn tn tn ** tn tn tn P = Pupuk P Serapan P ** * * * tn tn tn H = Pupuk Hayati P-Tersedia Tanah ** ** ** * tn tn tn * = nyata Berat 100 Biji tn tn tn ** tn tn tn ** = sangat nyata tn = tidak nyata Tabel 2. Berat Kering Tajuk Tanaman (g/pot) Lahan Pupuk Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP Belum Jenuh P Tanpa B Rock P AB TSP AB Sudah Jenuh P Tanpa A Rock P B TSP AB Lahan Ultisol (L) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L Belum Jenuh P b Sudah Jenuh P a Pupuk (P) Tanpa Rock P. TSP H Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P b 35.5 ab 37.8 a 36.8 a 35.9 Tabel 3. Berat Kering Akar Tanaman (g/pot) Lahan Pupuk Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP Belum Jenuh P Tanpa B Rock P AB TSP AB Sudah Jenuh P Tanpa A Rock P AB TSP AB Lahan Ultisol (L) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L Belum Jenuh P Sudah Jenuh P Pupuk (P) Tanpa Rock P. TSP H Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 : 45-55

10 Tabel 4. Serapan P Tanaman Jagung (mg/pot) Lahan Pupuk Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP Belum Jenuh P Tanpa d Rock P c TSP bc Sudah Jenuh P Tanpa a Rock P ab TSP a Lahan Ultisol (L) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L Belum Jenuh P B Sudah Jenuh P A Pupuk (P) Tanpa Rock P. TSP H Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P b ab a 68.1 b 72.6 a 74.3 a 73.4 a 72.1 Tabel 5. P- Tersedia Tanah (ppm) Lahan Pupuk Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP Belum Jenuh P Tanpa c Rock P c TSP ab Sudah Jenuh P Tanpa b Rock P ab TSP a Lahan Ultisol (L) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L Belum Jenuh P B Sudah Jenuh P A Pupuk (P) Tanpa Rock P. TSP H Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P B B A 26.9 B 29.7 AB 31.5 A 31.8 A 30.0 Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada variabel yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan taraf 1% (huruf besar) menurut DMRT. Pemanfaatan Mikroba Pelarut Phosphat dan Mikoriza Sebagai Alternatif Pengganti Pupuk Phosphat pada Tanah Ultisol Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Ernita) 55

11 Tabel 6. Berat 100 Biji Tanaman Jagung (g) Lahan Pupuk Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP Belum Jenuh P Tanpa b Rock P ab TSP ab Sudah Jenuh P Tanpa a Rock P ab TSP ab Lahan Ultisol (L) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L Belum Jenuh P Sudah Jenuh P Pupuk (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P Tanpa Rock P TSP H Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada variabel yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan taraf 1% (huruf besar) menurut DMRT. JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 2, Nomor 3, Desember 2004 :

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan BAHAN DAN METODE Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah serta balai penelitian dan riset Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Agrium ISSN 082-1077(Print) ISSN 2442-7306 (Online) April 2017 Volume 20 No. 3 PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Erlita 1 dan Farida Hariani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3, No.2: , Maret 2015

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3, No.2: , Maret 2015 Ketersediaan Hara Fosfor dan Logam Berat Kadmium Pada Tanah Ultisol Akibat Pemberian Fosfat Alam dan Pupuk Kandang Kambing Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang termasuk ke dalam kelompok legum merambat (cover crop). Legum pakan

I. PENDAHULUAN. yang termasuk ke dalam kelompok legum merambat (cover crop). Legum pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Centrocema pubescens merupakan salah satu sumber hijauan tanaman pakan yang termasuk ke dalam kelompok legum merambat (cover crop). Legum pakan merupakan sumber protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.

PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Sari et al.: Pengaruh Dosis dan Ukuran Pupuk Fosfat Super yang Diasidilasi 81 Vol. 4, No. 1: 81 85, Januari 2016 PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Unsur fosfor (P) merupakan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

Campuran Tulang Sapi Dengan Asam Organik Untuk Meningkatkan P- Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol

Campuran Tulang Sapi Dengan Asam Organik Untuk Meningkatkan P- Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol Campuran Tulang Sapi Dengan Asam Organik Untuk Meningkatkan P- Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol Mixture of Cow Bone Ash With Organic Acids to Improve the P-Available and Growth of

Lebih terperinci

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.2, No.2 : , Maret 2014

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.2, No.2 : , Maret 2014 PERBAIKAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH ULTISOL SIMALINGKAR B KECAMATAN PANCUR BATU DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SUPERNASA DAN ROCKPHOSPHIT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

Pemberian Bahan Organik Kompos Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung

Pemberian Bahan Organik Kompos Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Pemberian Bahan Organik Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Application of Organic Rice Straw Compost and Rice Ash to Improve Chemical

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.3, Juli 2017 (81):

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.3, Juli 2017 (81): Dampak Pemberian Pupuk TSP dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala The effect of Fertilizer TSP and Chicken Manure

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, sebagai bahan makanan ternak dan bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Laboratorium Analitik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Penelitian ini

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Laboratorium Analitik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Penelitian ini BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian USU dan di Laboratorium Analitik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Penelitian ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan

PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (22):

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (22): Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of SP-36 and Cow Manure on the Availability of Phosporus and Phosphorus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak digunakan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan yang lebih berorientasi pada penyediaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) MUSIM TANAM KEDUA DI TANAH ULTISOL GEDUNGMENENG Dermiyati 1), Jamalam Lumbanraja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap pemupukan. Pemberian pupuk merupakan faktor yang penting dalam budidaya jagung manis

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau yang lebih dikenal dengan nama

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau yang lebih dikenal dengan nama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau yang lebih dikenal dengan nama sweet corn mulai dikembangkan di Indonesia pada awal tahun 1980, diusahakan secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga bulan Maret 2016. Pengambilan sampel tanah untuk budidaya dilaksanakan di Desa Kemuning RT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam

Lebih terperinci

PENGARUH AGEN HAYATI TERHADAP SERAPAN HARA NITROGEN (N) dan KALIUM (K) TITONIA (Tithonia diversifolia) PADA ULTISOL

PENGARUH AGEN HAYATI TERHADAP SERAPAN HARA NITROGEN (N) dan KALIUM (K) TITONIA (Tithonia diversifolia) PADA ULTISOL PENGARUH AGEN HAYATI TERHADAP SERAPAN HARA NITROGEN (N) dan KALIUM (K) TITONIA (Tithonia diversifolia) PADA ULTISOL OLEH RIO NO. BP 05113038 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur. Analisis sifat kimia tanah dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber protein di Indonesia (Sumarno, 1983). Peningkatan produksi kedelai di Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. sumber protein di Indonesia (Sumarno, 1983). Peningkatan produksi kedelai di Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang digunakan sebagai sumber protein di Indonesia (Sumarno, 1983). Peningkatan produksi kedelai di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Kimia Tanah Masam Lampung. Tabel 1: Ringkasan hasil analisis kimia tanah masam Lampung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Kimia Tanah Masam Lampung. Tabel 1: Ringkasan hasil analisis kimia tanah masam Lampung BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Kimia Tanah Masam Lampung Hasil analisis kimia tanah masam Lampung dapat ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini: Tabel 1: Ringkasan hasil analisis kimia tanah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, saat ini alih fungsi lahan di tanah air hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan luas lahan pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir et al.: Keragaan Pertumbuhan Jagung Dengan. KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir Marsuni 1), St. Subaedah 1), dan Fauziah Koes 2) 1) Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang tinggi seperti vitamin,

Lebih terperinci

570. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No

570. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No 570. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 KETERSEDIAAN NITROGEN AKIBAT PEMBERIAN BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA TIGA JENIS TANAH DAN EFEKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH Dotti Suryati Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering)

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Hingga saat ini di sebagian besar wilayah, rekomendasi pemupukan untuk tanaman pangan lahan kering masih bersifat umum baik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

JURNAL SAINS AGRO

JURNAL SAINS AGRO JURNAL SAINS AGRO http://ojs.umb-bungo.ac.id/index.php/saingro/index e-issn 2580-0744 KOMPONEN HASIL DAN HASIL KACANG TANAH TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DAN DOLOMIT DI TANAH MASAM JENIS ULTISOL

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

EFEK INTERAKSI PEMBERIAN SILIKAT DAN MIKORIZA PADA ANDISOL TERHADAP P-TERSEDIA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG

EFEK INTERAKSI PEMBERIAN SILIKAT DAN MIKORIZA PADA ANDISOL TERHADAP P-TERSEDIA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG EFEK INTERAKSI PEMBERIAN SILIKAT DAN MIKORIZA PADA ANDISOL TERHADAP P-TERSEDIA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) Nurmaya Ginting 1 *, Lahuddin Musa 2, Bintang Sitorus 2 1 Alumnus Program Studi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gula tebu merupakan komoditi penting yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Pada akhir dua dekade ini kebutuhan gula nasional maupun per kapita dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada decade 1930-40 an.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan secara intensif. Permintaan kacang hijau dalam

Lebih terperinci

PENINGKATAN SERAPAN P TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DI TANAH ANDISOL MELALUI PEMBERIAN TANAH LAPISAN ATAS HUTAN PINUS DAN PUPUK P

PENINGKATAN SERAPAN P TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DI TANAH ANDISOL MELALUI PEMBERIAN TANAH LAPISAN ATAS HUTAN PINUS DAN PUPUK P PENINGKATAN SERAPAN P TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DI TANAH ANDISOL MELALUI PEMBERIAN TANAH LAPISAN ATAS HUTAN PINUS DAN PUPUK P Martana 1, Djoko Purnomo 2, Samanhudi 3 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.2, April 2017 (33):

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.2, April 2017 (33): Aplikasi Pupuk Organik Cair dari Sabut Kelapa dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan dan Serapan Kalium serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala The application of liquid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi, diameter, berat kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

Jurnal Online Agroekoteaknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015

Jurnal Online Agroekoteaknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015 Aplikasi Pupuk KCl dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan dan Serapan Kalium Serta PertumbuhanTanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Tanah Inseptisol Kwala Bekala Application of KCl fertilizer and hen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari daratan Afrika. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan *Coressponding Author :

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan *Coressponding Author : PENGUJIAN MEDIA TANAM KOMPOS DAN RESIDU SAMPAH RUMAH TANGGA TERHADAP BASA TUKAR, KTK, KB DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L. Czern) DI LAHAN PEKARANGAN KEC. SUNGGAL Media Testing Of Planting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu Kabupaten Nias dengan luas 190 ha dan ketinggian tempat ± 18 m di atas permukaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MIKROBIA PELARUT FOSFAT DAN MIKORIZA UNTUK PERBAIKAN FOSFOR TERSEDIA, SERAPAN FOSFOR TANAH (ULTISOL) DAN HASIL JAGUNG (PADA ULTISOL)

PEMANFAATAN MIKROBIA PELARUT FOSFAT DAN MIKORIZA UNTUK PERBAIKAN FOSFOR TERSEDIA, SERAPAN FOSFOR TANAH (ULTISOL) DAN HASIL JAGUNG (PADA ULTISOL) ISSN 1411 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6, No. 1, 2004, Hlm. 8-13 8 PEMANFAATAN MIKROBIA PELARUT FOSFAT DAN MIKORIZA UNTUK PERBAIKAN FOSFOR TERSEDIA, SERAPAN FOSFOR TANAH (ULTISOL)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mentimun merupakan suatu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan

I. PENDAHULUAN. Mentimun merupakan suatu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mentimun merupakan suatu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan (Cucurbitacae) yang sudah popular di seluruh dunia. Siemonsma dan Piluek (1994), menyatakan

Lebih terperinci

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI 1 Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI Bidang Teknik Invensi Invensi ini secara umum berhubungan dengan formula pupuk hayati, khususnya pupuk hayati untuk tanaman kedelai, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 19 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Potensi lahan kering di Bali masih cukup luas. Usahatani lahan kering sering kali mendapat berbagai kendala terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unsur fosfor (P) adalah unsur esensial kedua setelah nitrogen (N) yang ber peran penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Pada tanah masam fosfat akan berikatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Oktober 212 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. Oleh: Meizal Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK Universitas Islam Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci