V. GAMBARAN UMUM EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. GAMBARAN UMUM EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN"

Transkripsi

1 V. GAMBARAN UMUM EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 5.1. Gambaran Umum Ekonomi Pupuk Indonesia Ketersediaan dan kecukupan pangan dianggap penting pada masa awal pemerintahan Orde Baru. Pemerintah memberikan subsidi harga pupuk untuk mendorong petani menggunakan pupuk lebih banyak agar produksi padi meningkat dan program swasembada pangan beras dapat tercapai. Sosialisasi pupuk buatan (unorganic) dilakukan pemerintah melalui program Bimbingan Massa (Bimas) sejak awal tahun 1970-an, karena pemerintah mampu memproduksi pupuk buatan dalam volume besar dibandingkan pupuk alam (organic). Pengeluaran Pembangunan dan Subsidi Pemerintah Trilyun, 00 Milyar Tahun G(Trilyun) Subsidi (00 M) Sumber : Gambar 7. Pengeluaran Pembangunan dan Subsidi Pupuk Tahun Pupuk buatan utama adalah urea, TSP, dan KCl. Pupuk buatan tersebut banyak mendapat campur tangan pemerintah. Produksi dan distribusi pupuk

2 90 dikendalikan pemerintah. Sejak bulan Oktober tahun 1993, subsidi harga pupuk KCl yang merupakan pupuk impor dihapuskan. Subsidi harga pupuk TSP atau SP- 36 dan Urea dihapuskan pada tanggal 1 Desember Kenaikan subsidi harga pupuk yang cukup besar (Rp 2.13 triliun) terjadi pada tahun anggaran 1998/1999 pasca krisis ekonomi melanda Indonesia dan negara-negara Asia lainnya sejak pertengahan tahun Industri pupuk nasional memang jumlahnya sangat terbatas dan dikelola untuk mendukung sektor pertanian nasional. Dengan demikian walaupun mampu bertindak sebagai price setter namun industri pupuk baik dalam harga maupun pendistribusiannya berada di bawah intervensi pemerintah secara ketat. Hal ini terjadi selama periode 1979 sampai dengan periode Regulasi ini berupa penunjukkan langsung pemerintah kepada PT PUSRI untuk bertanggung jawab dalam pengadaan, pendisitribusian, dan penyaluran pupuk kepada petani. Pemerintah juga memberlakukan beberapa ketentuan untuk menjamin kelancaran pengadaan dan penyaluran pupuk sampai ke tangan petani sebagai berikut: (1) keharusan produsen pupuk untuk mengutamakan kebutuhan dalam negeri, (2) prinsip enam tepat serta ketentuan stok, (3) harga (harga penyerahan dan eceran) serta biaya (biaya distribusi) ditetapkan pemerintah, (4) pengawasan dan pelaporan, dan lainnya. Gambaran pengadaan dan penyaluran pupuk setelah 1 Desember 1998 dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pupuk menjadi komoditas bebas sama seperti barang dagangan lainnya.

3 91 2. Pengadaan dan penyaluran pupuk berlaku mekanisme supply and demand, sebagaimana kondisi pasar bebas kecuali untuk daerah yang sulit dijangkau, PT PUSRI tetap ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan pengadaan dan penyaluran pupuk. 3. Pada awal kebijakan baru pemerintah ada kesepakatan antar BUMN pupuk bahwa pengadaan dan penyaluran pupuk untuk sub-sektor pertanian tanaman pangan dilaksanakan oleh PT PUSRI dan sub-sektor perkebunan oleh masing-masing produsen sesuai lokasinya. Komitmen ini tidak berjalan lama dimana pada kenyataanya pembagian per segmen pasar tersebut tidak berlaku dan siapapun bebas menjual pupuk yang konsekuensinya adalah persaingan yang ketat antar pelaku bisnis pupuk. 4. Ketersediaan pupuk di Lini III dan IV sangat dipengaruhi oleh tingkat harga pupuk baik dalam negeri maupun internasional. Apabila tingkat harga ekspor tinggi atau menarik, pasokan untuk dalam negeri terganggu, dan sebaliknya. 5. Tingginya harga pupuk memberi peluang usaha pupuk alternatif yang tidak terjamin kualitasnya dimana pada akhirnya akan merugikan petani pemakai 6. Sinkronisasi program peningkatan produksi pangan pemerintah dengan peranan pupuk sebagai salah satu input yang penting menjadi tidak jelas. Memperhatikan terjadinya kelangkaan pupuk di Lini IV yang mengakibatkan tidak terkendalinya harga ditingkat petani, pemerintah melalui Deperindag mengeluarkan keputusan No. 93/MPP/Kep/3/2004 tanggal 14 Maret

4 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk urea untuk sektor pertanian, dimana penyaluran pupuk urea untuk petani tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat dilaksanakan oleh unit niaga PT PUSRI, produsen, distributor dan pengecer. Demikian juga terdapat pembagian wilayah kerja dan alokasi masing-masing produsen Pupuk Urea Indonesia Pupuk Nitrogen (N) untuk menambah unsur hara N yang mengandung banyak butir hijau daun yang penting untuk proses fotosintesis. Unsur N juga berguna untuk mempercepat pertumbuhan tanaman dan menambah kandungan protein tanaman. Kekurangan unsur hara N akan menyebabkan tanaman menjadi pucat, pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan kerdil, daun tua berwarna kekuning-kuningan dan pada tanaman padi warna ini dimulai dari ujung daun kemudian menjalar ke tulang daun. Kekekurangan unsur hara N juga berdampak terhadap perkembangan buah tidak sempurna dan buah cepat matang. Kekurangan unsur hara N yang kronis berdampak terhadap daun menjadi kering dan menjalar terus ke bagian atas tanaman. Indonesia mempunyai 6 perusahaan pupuk urea dengan kapasitas produksi terpasang mencapai juta ton per tahun (Tabel 1). Keenam produsen itu adalah: 1. PT Asean Aceh Fertilizer (PT AAF) di Lhok Seumawe propinsi Nangroe Aceh Darussalam yang tidak berproduksi lagi tahun PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM) di Lhok Seumawe propinsi NAD. 3. PT Petrokimia Gresik (PT Petrogres) di Gresik propinsi Jawa Timur.

5 93 4. PT Pupuk Kaltim di Bontang propinsi Kalimantan Timur. 5. PT Pupuk Kujang di Cikampek propinsi Jawa Barat. 6. PT Pupuk Sriwijaya (PT PUSRI) di Palembang propinsi Sumatera Selatan. PT AAF merupakan perusahaan kerjasama antara PT Pupuk Sriwijaya Indonesia yang mempunyai saham 60 persen, Petrolian Indonesia Berhad Malaysia mempunyai saham 13 persen, National Fertilizer Corp Singapura mempunyai saham 13 persen dan Departemen Keuangan Thailand mempunyai saham 13 persen. PT AAF didirikan pada tahun 1979 dan pembangunan pabrik diselesaikan pada tahun 1983 yang beroperasi pada kapasitas penuh juta ton urea per tahun. Sebanyak 80 persen hasil produksi PT AAF diekspor. PT AAF melakukan optimasi dari kapasitas awal sebesar ton per tahun setelah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PIM didirikan pada tanggal 24 Pebruari 1982 di bawah kendali Departemen Perindustrian. Pabrik PT PIM dibangun sejak tanggal 13 Maret 1982 dan mulai berproduksi secara komersial sejak tanggal 1 April PT PIM memproduksi urea butiran sebanyak 0.57 juta ton per tahun menggunakan proses produksi yang dirancang Mitsui-Toatsu Jepang. Tabel 6. Produsen Urea dan Kapasitas Terpasang Nama Produsen Jenis Perusahaan Lokasi Pabrik Kapasitas Ribu Ton/ Tahun Operasional AAF, PT PMA L.Seumawe Petrokimia Gresik, PT BUMN Gresik PIM, PT BUMN L. Seumawe Pupuk Kaltim, PT BUMN Bontang Pupuk Kujang, PT BUMN Cikampek Pupuk Sriwidjaja, PT BUMN Palembang Total BUMN 6006 Sumber : PT Capricorn Indonesia Consult Inc., Tahun 2005

6 94 BUMN Perusahaan Umum (Perum) Petrogres dibangun pada tahun 1971 di bawah kendali Ditjen Industri Kimia Dasar Departemen Perindustrian dan Departemen Keuangan. Badan Hukum BUMN Perum Petrogres menjadi Perseroan Terbatas (PT) pada tahun PT Petrogres memproduksi urea dengan kapasitas terpasang sebesar 0.45 juta ton per tahun dan dibangun pabrik baru dengan kapasitas 0.46 juta ton per tahun pada tahun 1994, tetapi pabrik lama ditutup. PT Petrogres semula memproduksi pupuk fosfat lebih banyak dibandingkan pupuk urea. Kapasitas produksi pupuk fosfat mencapai 1 juta ton per tahun yang dihasilkan dari 2 unit pabrik. PT Petrogres juga memproduksi pupuk Amonium Sulphate (ZA) dengan kapasitas terpasang sebesar 0.6 juta ton per tahun yang diasilkan dari 3 unit pabrik. BUMN PT Pupuk Kaltim menyelesaikan pembangunan pabrik pada awal tahun 1984 dan pada bulan April tahun 1984 beroperasi secara komersial untuk memproduksi amonia sebanyak 1.32 juta ton per tahun dan urea sebanyak 1.71 juta ton per tahun. PT Pupuk Kaltim merupakan BUMN yang paling sering melakukan diversifikasi usaha, bekerjasama dengan banyak perusahaan swasta mendirikan pabrik-babrik yang memproduksi bahan-bahan kimia, seperti hexamin, soda ash, melamin dan adhesive resin. BUMN PT Pupuk Kujang yang dirancang Pertamina menggunakan nama Proyek Pupuk Urea Jawa Barat pada tahun 1974 di bawah otoritas Ditjen Minyak dan Gas Bumi didirikan pada tahun Proyek Pupuk Urea Jawa Barat diambil alih Departemen Perindustrian dan diberi nama PT Pupuk Kujang pada tanggal 9 Juni 1975.

7 95 BUMN Perusahaan Negara (PN) Pupuk Sriwidjaja didirikan pada tahun PN Pupuk Sriwidjaja berubah menjadi PT PUSRI pada tahun PT PUSRI beroperasi dengan kapasitas 0.1 juta ton urea per tahun pada tahun Pabrik PUSRI Unit II dibangun dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 0.38 juta ton per tahun dan berhasil dioptimasi menjadi 0.57 juta ton per tahun pada tahun PUSRI Unit III dengan kapasitas terpasang 0.57 juta ton per tahun dibangun pada tahun PUSRI Unit IV dengan kapasitas terpasang 0.57 juta ton per tahun dibangun pada tahun PUSRI Unit I berhenti operasi pada tahun 1991 bersamaan dengan optimasi PUSRI Unit II, maka pabrik Unit IB dioperasikan sebagai pengganti pabrik Unit I pada tahun 1994 menggunakan konsep low energy plant yang berteknologi advance process for cost and energy saving (ACES). Kapasitas total produksi urea PT PUSRI yang dioperasikan mencapai 2.28 juta ton per tahun sejak tahun PT PUSRI memiliki sertifikasi berstandar internasional, yaitu ISO GUIDE 25 bidang laboratorium dari NATA Australia tahun 1994, ISO 9002 bidang produksi dari SGS Italia tahun 1995, ISO bidang lingkungan dari SGS-Sucofindo tahun 1997 dan ISO 9001 bidang perekayasaan dari Sucofindo tahun Produksi pupuk urea Indonesia melebihi permintaan dalam negeri dan negara tujuan ekspor utama pupuk urea ke Vietnam yang mempunyai pangsa ekspor sebesar persen, Thailand yang mempunyai pangsa ekspor sebesar persen, Taiwan yang mempunyai pangsa ekspor sebesar persen, Filipina yang mempunyai pangsa ekspor sebesar persen, dan Malaysia yang mempunyai pangsa ekspor sebesar 5.62 persen (Tabel 7). Produsen pupuk yang memberikan kontribusi ekspor utama adalah PT Pupuk Kaltim yang mempunyai

8 96 pangsa ekspor sebesar persen, PT AAF yang mempunyai pangsa ekspor sebesar persen dan PT PIM yang mempunyai pangsa ekspor sebesar persen. Ekspor pupuk urea rata-rata sebesar 1.14 juta ton per tahun dan menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar persen per tahun (Tabel 8). Ekspor pupuk urea sebesar 0.4 juta ton pada tahun 1977 meningkat persen menjadi 1.5 juta ton pada tahun 1986 karena produsen pupuk yang semula 1 menjadi 5. Kontribusi ekspor pupuk urea terbesar (48.68 persen) adalah PT PUSRI atau 0.74 juta ton pada tahun Ekspor pupuk urea kembali meningkat sebesar persen menjadi 2.36 juta ton pada tahun Ekspor pupuk urea dilakukan 6 perusahaan sejak tahun 1994 dan sejak saat itu peran ekspor pupuk urea didominasi PT AAF dengan pangsa ekspor rata-rata sebesar persen per tahun atau sebesar 0.50 juta ton per tahun. Posisi kedua ekspor pupuk urea dimiliki PT Pupuk Kaltim dengan rata-rata ekspor 0.43 juta ton per tahun. Krisis ekonomi tahun 1998 berdampak ekspor pupuk urea menurun sebesar persen. Produksi pupuk urea Indonesia melebihi permintaan pupuk dalam negeri untuk sektor pertanian dan non-pertanian. Permintaan urea pertanian rata-rata sebesar 3.34 juta ton dan tumbuh dengan laju rata-rata sebesar 1.70 persen per tahun (Gambar 8). Permintaan pupuk urea pertanian menurun sebesar persen pada tahun 1999 setelah subsidi harga pupuk dihapuskan pada tahun 1998, tetapi permintaan pupuk urea pertanian meningkat kembali menjadi 3.96 juta ton pada tahun 2000 setelah subsidi harga pupuk diberikan kepada produsen pabrik gas yang menjadi bahan baku untuk memproduksi pupuk, dan permintaan relatif stabil sampai tahun 2002.

9 96 Tabel 7. Ekspor Urea ke Berbagai Negara Tujuan Tahun 2000 Negara Tujuan PUSRI KUJANG KALTIM AAF PIM PETRO Total Pangsa (persen) Vietnam Taiwan Filiphina Thailand Malaysia Myanmar Japan Hongkong Singapura Australia Nepal Amerika Serikat Korea Selatan Korea Utara Srilangka Chili Bangladesh Selandia Baru Timor Timur Total Pangsa ( persen) Sumber : Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia,

10 97 Tabel 8. Ekspor Urea Menurut Produsen Tahun Tahun PUSRI KUJANG KALTIM AAF PIM PETRO Total Perubahan ( persen) Rata- Rata Sumber : Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia,

11 99 Permintaan Urea Pertanian T o n Tahun Permintaan Urea (000) Sumber : Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia, 2002 Gambar 8. Permintaan Urea Pertanian Tahun Harga pupuk urea eceran rata-rata sebesar Rp per kg dan meningkat rata-rata persen per tahun selama tahun (Gambar 9). Harga pupuk urea eceran meningkat secara tajam sebesar persen pada tahun 1999, setelah subsidi harga pupuk dihapuskan pada tahun Kebijakan liberalisasi harga pupuk dengan cara menghapus subsidi harga pupuk dilakukan pemerintah karena pemerintah mengikuti kesepakatan IMF untuk menanggulangi krisis ekonomi. Menurut pemikiran liberal, berbagai subsidi tidak sehat telah mendistorsi pasar, sehingga mendorong mekanisme pasar menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, pemikiran liberal menghendaki berbagai subsidi yang tidak sehat tersebut dihapuskan. Penghapusan subsidi harga pupuk dimaksudkan juga untuk mengurangi tekanan fiskal, agar keberlanjutan fiskal terjamin.

12 100 Harga Urea Eceran Harga (Rp/Kg) Tahun Sumber : Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia, 2002 Gambar 9. Perkembangan Harga Pupuk Urea Eceran Tahun Pupuk TSP Indonesia Senyawa fosfat dalam bentuk phospor digunakan sebagai pupuk agar pertumbuhan akar tanaman terpacu untuk menyerap lebih banyak unsur hara dari dalam tanah. Phospor juga untuk menambah daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit menular, serta menggiatkan titik tumbuh jaringan tanaman. Tanah yang mempunyai ph asam akan efektif menyerap phospor. Jika tanaman kekurangan phospor akan berdampak akar tanaman tidak berkembang, pembentukan buah menjadi jelek, hasil biji-bijian kurang, dan hasil bunga merosot. Pemerintah menugaskan PT Petrokimia Gresik membangun pabrik pupuk fosfat yang pertama di Indonesia pada tahun Pabrik pupuk fosfat PT

13 101 Petrokimia Gresik dibangun pada bulan Juni tahun 1976 menggunakan kontraktor utama Spie Batignolles Perancis dan selesai pada bulan April tahun Pabrik pupuk fospat PT Petrokimia Gresik mempunyai kapasitas produksi sebesar 0.33 juta ton TSP per tahun, 0.08 juta ton DAP per tahun dan 0.05 juta ton NPK per tahun. Pabrik pupuk fosfat PT Petrokimia Gresik menggunakan teknologi proses Tennesse Valley Authoriry (TVA) dari Amerika Serikat. Perluasan pabrik pupuk fospat tahap kedua dilakukan setelah penandatanganan kontrak antara PT Petrokimia Gresik dan Spie Batignolles Perancis pada tanggal 10 April tahun 1981 di Jakarta. Pabrik pupuk TSP tahap kedua berproduksi secara komersial sejak tanggal 1 Agustus tahun Perluasan pabrik pupuk fosfat tahap kedua meliputi : 1. Kapasitas pabrik 0.50 juta ton per tahun. 2. Dermaga khusus diperluas dari bentuk huruf L menjadi bentuk huruf T. 3. Penambahan fasilitas bongkar muat Kangoroo Crane dan alat muat terpadu (loading crane). 4. Pembangunan unit penjernihan air di Babat. Produksi TSP mengalami peningkatan pada tahun , namun produksi TSP mengalami penurunan pada tahun Rata-rata produksi TSP yang sebesar 0.40 juta ton per tahun secara umum mengalami peningkatan sebesar 3.01 persen per tahun selama tahun (Gambar 10).

14 102 Produksi TSP Pertanian (000 ton) Produksi TSP (000 ton) Tahun Sumber : International Fertilizer Industri Association, Tahun 2002 Gambar 10. Perkembangan Produksi TSP Tahun Permintaan TSP dalam negeri rata-rata sebesar 1.05 juta ton per tahun dan menunjukkan perkembangan menurun sebesar 7.80 persen per tahun selama tahun (Gambar 11). Produksi TSP rata-rata sebesar 0.42 juta ton per tahun menunjukkan perkembangan yang menurun sebesar persen per tahun pada tahun yang sama. Kelebihan permintaan TSP yang rata-rata sebesar 0.63 juta ton per tahun juga menunjukkan perkembangan yang menurun 3.52 persen per tahun. Produksi dan Permintaan TSP Pertanian (000 ton) Produksi TSP (000 ton) Permintaan TSP (000 ton) Tahun Sumber : IFA dan APPI, 2002 Gambar 11. Produksi dan Permintaan TSP Tahun

15 103 Harga eceran pupuk TSP menunjukkan peningkatan (Gambar 12). Harga eceran pupuk TSP tertinggi dicapai pada tahun 1999 setelah subsidi harga pupuk dihapuskan. Harga eceran Pupuk TSP yang menunjukkan peningkatan berhubungan dengan penurunan permintaan pupuk TSP dalam negeri dan penurunan kelebihan permintaan TSP dalam negeri, tetapi tidak berhubungan dengan penurunan produksi TSP. Perkembangan Harga Eceran Pupuk TSP Rp/ Kg Tahun Sumber : APPI, 2002 Gambar 12. Perkembangan Harga Eceran Pupuk TSP di Indonesia Pupuk KCl Indonesia Pupuk kalium berguna untuk memperlancar proses fotosintesis, memacu pertumbuhan awal tanaman, memperkuat ketegaran batang, mengurangi resiko rebah, mengurangi pembusukan hasil tanaman selama pengangkutan dan penyimpanan, serta menambah daya tahan tanaman terhadap serangan hama, penyakit dan kekeringan maupun memperbaiki kualitas bunga dan buah. Kekurangan kalium berdampak daun mati berbercak-bercak merah kecoklatan, buah mudah gugur, batang lemah dan pendek, tanaman mudah patah dan rebah, tanaman menjadi kerdil atau tumbuh lambat dan daun mudah rontok.

16 104 Pasokan pupuk KCl 100 persen diperoleh dari impor. Impor pupuk KCl berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat pada tahun (Gambar 13). Impor KCl mencapai 0.51 juta ton dengan nilai US $ ribu pada tahun Impor KCl menurun menjadi 0.35 juta ton pada tahun 1994 dengan nilai US $ ribu. Impor KCl meningkat kembali menjadi 0.52 juta ton dengan nilai US $ ribu pada tahun Impor KCl menurun menjadi 0.48 juta ton dengan nilai US $ ribu pada tahun Impor KCl meningkat menjadi 0.61 juta ton dengan nilai US $ pada tahun Impor pupuk KCl menurun setelah depresiasi nilai tukar rupiah yang menimbulkan penurunan daya beli konsumen ketika krisis ekonomi pada tahun Perkembangan Impor KCl Indonesia Ribu ton Tahun Sumber : IFA, APPI dan CIC, Tahun 2002 Gambar 13. Perkembangan Impor KCl Indonesia Permintaan pupuk KCl dalam negeri rata-rata sebesar 0.21 juta ton dan menunjukkan peningkatan sebesar 8.76 persen per tahun selama tahun (Gambar 14). Permintaan pupuk KCl dalam negeri di bawah 0.20 juta ton per tahun pada tahun dan tahun Permintaan pupuk KCl dalam negeri di bawah 0.30 juta ton per tahun pada tahun Permintaan pupuk KCL tinggi pada tahun 2001 dan 2002 yaitu di atas 0.3 juta ton per tahun.

17 105 Permintaan KCl Pertanian DK Tahun Sumber : International Fertilizer Association, Tahun 2002 Gambar 14. Konsumsi KCl Tahun Gambaran Umum Ekonomi Pupuk Dunia Pupuk Urea Dunia Ekspor pupuk urea di pasar internasional rata-rata sebesar 9.03 juta ton dan menunjukkan perkembangan yang meningkat sebesar 3.53 persen per tahun selama tahun (Gambar 15). Ekspor pupuk urea utama di pasar internasional dipasok Uni Sovyet (25.46 persen), Kanada (6.95 persen), Rumania (5.66 persen), Saudi Arabia (5.63 persen) dan Amerika Serikat (5.30 persen). Kelima negara pengekspor pupuk urea tersebut menyumbang 48.2 persen ekspor pupuk urea di pasar internasional. Ekspor pupuk urea Uni Sovyet sebesar 2.3 juta ton per tahun dan meningkat sebesar persen. Ekspor pupuk urea Kanada sebesar 0.63 juta ton per tahun dan meningkat sebesar 6.27 persen per tahun. Ekspor pupuk urea Rumania sebesar 0.51 juta ton per tahun dan meningkat 3.33 persen. Ekspor pupuk urea Saudi Arabia sebesar 0.51 juta ton per tahun dan meningkat persen. Ekspor pupuk urea Amerika Serikat sebesar 0.48 juta ton per tahun dan menurun 2.15 persen per tahun.

18 106 Ekspor Urea beberapa Negara Ribu Ton Tahun Indonesia Canada United States Uni Soviet Romania Saudi Arabia Sumber : International Fertilizer Association dan APPI, Tahun 2002 Gambar 15. Ekspor Pupuk Urea di Pasar Internasional Tahun Impor pupuk urea di pasar internasional rata-rata sebesar 8.94 juta ton per tahun dan menunjukkan peningkatan sebesar 4.2 persen per tahun selama tahun Negara pengimpor pupuk urea utama di pasar internasional adalah Amerika Serikat (12.91 persen), Vietnam (5.08 persen), Australia (2.6 persen) dan Thailand (2.52 persen). Impor pupuk urea keempat negara besar tersebut sebesar persen impor pupuk urea di pasar internasional. Impor pupuk urea Amerika Serikat 1.15 juta ton per tahun dan meningkat sebesar 19.7 persen per tahun. Impor pupuk urea Vietnam sebesar 0.45 juta ton per tahun dan meningkat sebesar persen. Impor pupuk Australia sebesar 0.23 juta ton per tahun dan meningkat sebesar persen per tahun. Impor pupuk Thailand sebesar 0.22 juta ton per tahun dan meningkat sebesar persen per tahun.

19 107 Impor Urea beberapa Negara Ribu Ton Tahun United States Viet Nam Australia Thailand Sumber : International Fertilizer Association, Tahun 2002 Gambar 16. Impor Pupuk Urea di Pasar Internasional Tahun Harga pupuk urea di pasar dalam negeri dan pasar internasional menunjukkan perkembangan yang menarik (Gambar 17). Kebijakan subsidi harga pupuk membuat harga pupuk urea di pasar dalam negeri tidak selalu lebih rendah dibandingkan harga pupuk urea di pasar internasional. Harga pupuk urea di pasar dalam negeri dapat lebih tinggi dibandingkan di pasar internasional seperti pada tahun 1993, tahun 1999 paska pencabutan subsidi harga pupuk tahun 1998, dan tahun 2000 dengan pemberlakuan subsidi harga gas yang digunakan sebagai bahan baku pabrik pupuk. Perkembangan Harga Urea Dalam Negeri dan Internasional 250 US $ per ton tahun Dalam Negeri Internasional Sumber : Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia, Tahun 2002 Gambar 17. Perkembangan Harga Urea Dalam Negeri dan Internasional

20 108 Harga pupuk urea di pasar dalam negeri yang lebih tinggi dibandingkan di pasar internasional merupakan sinyal terjadi dumping pasar pupuk urea di pasar internasional. Distorsi pasar dalam bentuk subsidi harga pupuk dan dumping menunjukkan pasar pupuk urea yang kelebihan penawaran tidak dapat dipandang sebagai persoalan ekonomi ekspor impor pupuk urea semata, melainkan melibatkan kepentingan masing-masing negara untuk memanfaatkan pupuk sebagai instrumen penting dalam menjamin produksi pertanian Pupuk TSP Dunia Produksi TSP dunia sebesar 4.2 juta ton per tahun dan menunjukkan penurunan sebesar 3.15 persen per tahun pada tahun (Gambar 18). Impor TSP dunia sebesar 1.53 juta ton per tahun dan menunjukkan peningkatan sebesar 0.96 persen per tahun. Ekspor TSP dunia sebesar 1.59 juta ton per tahun dan menunjukkan peningkatan 1.35 persen per tahun. Konsumsi TSP dunia sebesar 3.2 juta ton per tahun dan menunjukkan penurunan sebesar 2.44 persen per tahun. Penawaran TSP dunia adalah produksi TSP ditambah impor TSP dan dikurangi eskpor TSP sebesar 4.15 juta ton per tahun, sehingga kondisi pasar pupuk TSP dunia kelebihan penawaran sebesar 0.91 juta ton per tahun. Amerika Serikat, Tunisia dan Maroko merupakan negara pengekspor pupuk TSP utama (Tabel 9). Amerika Serikat memproduksi pupuk TSP sebesar 1.55 juta ton dan sebanyak 0.74 juta ton (50 persen) produksi TSP Amerika Serikat diekspor pada tahun Ekspor TSP Amerika Serikat menurun menjadi 0.27 juta ton pada tahun 2000.

21 109 Pasar Internasional TSP Ribu Ton Produksi Impor Ekspor Konsumsi Tahun Sumber : International Fertilizer Association, Tahun 2002 Gambar 18. Pasar Internasional TSP Tahun Tunisia memproduksi pupuk TSP sebesar 0.25 juta ton dan mengekspor sebesar 0.21 juta ton pada tahun Ekspor pupuk TSP Tunisia meningkat menjadi 0.39 juta ton pada tahun Maroko memproduksi pupuk TSP sebesar juta ton dan mengekspor 0.07 juta ton pada tahun Ekspor pupuk TSP Maroko meningkat menjadi 0.28 juta ton pada tahun Irlandia dan Brazil merupakan negara pengimpor pupuk TSP (Triple Superphosphate) utama. Impor TSP Brazil sebesar 0.12 juta ton tahun 1980 menurun menjadi juta ton pada tahun Dalam interval waktu antara tahun 1980 sampai 2000 nampak bahwa Brazil mengalami fluktuasi impor TSP yang relatif tajam dari tahun ke tahun. Sedangkan Irlandia menunjukkan volume perdagangan yang relatif stabil namun jauh di bawah volume perdagangan TSP Brazil.

22 110 Tabel 9. Perdagangan TSP di Pasar Internasional Tahun (Ribu Ton) Uraian Amerika Serikat Tunisia Moroko Irlandia Brazil Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Sumber : International Fertilizer Association, Tahun Pupuk KCl Dunia Impor KCl dunia mengalami peningkatan. Impor pupuk KCl dunia sebesar 14.8 juta ton per tahun pada tahun 1980 dan meningkat menjadi juta ton per tahun pada tahun 2000 (Tabel 10). Kanada, Jerman, dan Uni Soviet berperan besar dalam memasok pupuk KCl di pasar internasional (Tabel 10). Ketiga negara tersebut menyumbang persen produksi pupuk KCl dunia pada tahun 1980 dan meningkat menjadi persen pada tahun 1985.

23 27 Tabel 10. Perdagangan Pupuk KCl di Pasar Internasional Tahun (Ribu Ton) Tahun dan Uraian Kanada Jerman Uni Soviet China Brazil Dunia Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Ekspor Konsumsi Sumber : International Fertilizer Association, Tahun

24 112 Produksi ketiga negara produsen utama pupuk KCl sebesar juta ton per tahun dan produksi dunia sebesar juta ton per tahun. Ekspor pupuk KCl ketiga negara mencapai persen ekspor dunia. Ekspor pupuk KCl dari ketiga negara tersebut mencapai juta ton per tahun pada tahun Ekspor KCl meningkat menjadi juta ton per tahun pada tahun China dan Brasil merupakan negara pengimpor KCl utama. Impor pupuk KCl China sebesar 0.3 juta ton per tahun pada tahun Impor pupuk KCl China menurun menjadi 0.16 juta ton per tahun pada tahun Impor pupuk KCl China meningkat sekitar 100 persen menjadi 2.3 juta ton per tahun pada tahun 1995 dan tahun Impor KCl Brasil sebesar 1.26 juta ton per tahun pada tahun 1980, sebesar 1.11 juta ton per tahun pada tahun 1990 dan meningkat sekitar 100 persen menjadi sebesar 2.5 juta ton per tahun pada tahun Peran Pupuk dalam Produksi Pertanian Unsur yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal adalah C, H, O, N, P, K, S, Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, Cu, B dan Mo. Tiga unsur yang pertama yaitu C, H dan O diperoleh tanaman dari udara dan air. Unsur N, P dan K dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak dan dinamakan unsur makro primer dalam teknik budidaya pertanian. Unsur S, Ca dan Mg diperlukan dalam jumlah sedikit dibandingkan unsur makro primer dan dinamakan unsur hara makro sekunder. Unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B dan Mo dinamakan unsur mikro, karena diperlukan tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit. Unsur N diberikan dalam bentuk pupuk urea, unsur P dalam bentuk pupuk TSP atau SP36 dan unsur K dalam bentuk pupuk KCl.

25 113 Tanaman membutuhkan unsur hara dalam proporsi dan keseimbangan tertentu. Kekurangan unsur tertentu akan berdampak terhadap produksi yang menurun. Produksi tanaman mengikuti hukum mata rantai yang terlemah. Produksi tanaman dipengaruhi jumlah unsur yang tidak memenuhi standar kebutuhan yang diperlukan tanaman. Produksi tanaman akan optimal, jika seluruh unsur yaitu N, P dan K tersedia dalam proporsi yang berimbang seperti (Gambar 19 ). Gambar 19. Ilustrasi Hukum Mata Rantai Terlemah Pemupukan berimbang merupakan suatu keharusan dalam memproduksi tanaman secara optimal. Pupuk urea, TSP/SP-36 dan KCl merupakan barang komplemen, karena ketiganya akan menghasilkan produksi pertanian secara optimal jika digunakan secara bersama-sama dalam proporsi yang seimbang. Pola usahatani sebagian besar petani di Indonesia bersifat subsisten sejak tahun 1960-an, yaitu sistem usahatani yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri. Jika produksi berlebihan, maka kelebihan produksi dijual untuk menambah tingkat kesejahteraan petani. Sistem pertanian modern mendorong produktivitas dan pola usahatani petani beralih dari pola usahatani subsisten menjadi pola usahatani yang intensif.

26 Pertanian Tanaman Perkebunan Indonesia Sepanjang tahun luas areal perkebunan meningkat rata-rata 2 persen per tahun hingga total areal perkebunan pada tahun 2000 mencapai juta ha. Selama lima tahun terakhir, perkembangan produksi perkebunan juga meningkat rata-rata 4.10 persen per tahun untuk jenis tanaman tahunan dan 1.60 persen untuk tanaman semusim. Komoditas perkebunan yang mengalami peningkatan produksi paling tinggi adalah kakao sebesar persen per tahun dan kelapa sawit 7.90 persen per tahun. Peningkatan produksi terjadi selain karena meningkatnya luas areal juga adanya kenaikan produktivitas per ha dan penggunaan bibit unggul, terutama oleh perusahaan perkebunan swasta. Sayangnya, peningkatan produktivitas tersebut belum diikuti oleh perkebunan rakyat. Meskipun dalam periode dua tahun terjadi peningkatan namun masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar, baik swasta maupun milik negara, terutama jenis usaha perkebunan yang juga digarap perkebunan besar seperti karet, kelapa sawit, kopi, dan teh. Produktivitas rata-rata karet rakyat, misalnya, hanya 0.60 ton karet kering per ha dibanding perkebunan besar yang mencapai 1.10 ton per ha. Ini pun masih sangat rendah dibandingkan negara pesaing utama, seperti Thailand yang mencapai ton per ha. Walaupun juga dipengaruhi oleh keadaan pasar dan berbagai mekanisme kebijakan, rendahnya produktivitas perkebunan juga disebabkan oleh: 1. Mahalnya harga pupuk dan saprotan lain, terutama pada perkebunan sawit. 2. Perkebunan rakyat yang lemah dalam akses permodalan, teknologi dan manajemen diperankan semata-mata penyedia bahan baku bagi perusahaan

27 115 besar yang menguasai kegiatan pengolahan dan pemasaran, sehingga petani tidak mempunyai banyak pilihan dalam memasarkan produknya dan posisi tawar menawar yang lemah dalam menentukan harga. 3. Pendapatan petani yang rendah menyebabkan arus modal juga terganggu, sehingga pemeliharaan dan peremajaan tanaman juga tidak terjamin. Petani juga mengalami kesulitan berinvestasi mengembangkan usahanya. Berikut ini adalah neraca perdagangan pertanian tanaman perkebunan yang bersumber dari data BPS, sebagai berikut. Tabel 11. Keragaan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan Produk Pertanian Indonesia pada Tahun (US $ 000) Hsl Tnm Perkebunan Ekspor Impor Surplus Sumber : Data BPS, diolah (2001) Keterangan :* Data s/d Sept 2001 Berdasarkan keragaan data pada Tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa sub sektor tanaman perkebunan mengalami surplus perdagangan. Jika dicermati keragaan neraca ekspor impor produk perkebunan selama 5 (lima) tahun terakhir selalu mengalami penurunan Pertanian Tanaman Pangan Indonesia Berbagai persoalan pangan muncul dalam beberapa tahun terakhir, terutama ditandai dengan terancamnya ketahanan pangan akibat pasokan pangan dalam negeri yang tidak selalu mampu mencukupi jumlah kebutuhan yang ada. Selain persoalan klasik berupa musibah banjir ataupun kekeringan, salah satu

28 116 contoh permasalahan pangan yang serius adalah masalah masuknya beras impor melalui berbagai jalur karena tidak lagi dimonopoli Bulog, serta tarif bea masuk yang sangat rendah. Hal tersebut mengakibatkan harga beras impor lebih murah daripada harga beras lokal, sehingga beras lokal tidak mampu bersaing dengan beras impor. Selain itu, rendahnya bea masuk serta kurangnya tingkat pengawasan pemerintah dalam menangani impor ilegal juga berdampak terhadap peningkatan penyelundupan dan aktivitas manipulasi dokumen (under-invoice), baik dalam bentuk jumlah maupun harganya. Masalah tersebut menjadi sangat penting karena munculnya faktor pasokan beras dunia yang tidak menentu. Akan tetapi, faktor lain yang muncul di dalam negeri menjadi lebih penting, ditandai dengan bunga kredit usaha tani (KUT) yang cukup tinggi (10.5 persen per tahun), harga jual padi yang lebih rendah dari harga produksinya, tingkat kepemilikian lahan (land holding capacity) yang sangat rendah (kurang dari 0.25 ha), kesulitan peningkatan produktivitas, serta mekanisasi dan pola tanam yang tidak mungkin dilakukan secara serentak (Suwandi, 2002). Kondisi tersebut semakin parah, sejak diberlakukannya harga BBM yang baru pada awal tahun 2003, walaupun sejak tanggal 1 Januari 2003 pemerintah pada dasarnya telah meningkatkan harga dasar gabah dari Rp 1519 per kg menjadi Rp 1725 per kg (Inpres RI, 2002). Akan tetapi, hal tersebut tidak banyak membantu para petani, karena kenaikan harga dasar gabah tersebut tidak memberikan keuntungan yang cukup banyak bagi para petani. Selain penetapan aturan harga dasar yang terkesan terlalu lambat, harga BBM mengakibatkan peningkatan biaya produksi melalui peningkatan upah tenaga kerja dan biaya

29 117 penanganan lahan. Peningkatan harga dasar gabah juga tidak berfungsi secara optimal, karena tidak ada dukungan yang cukup dari kebijakan pasar melalui pembatasan kuantitas impor. Kecenderungan penurunan peranan sektor pertanian terhadap GDP ada kaitannya dengan menurunnya produktivitas, terutama produktivitas padi yang memang masih merupakan komoditas strategis bagi bangsa Indonesia. Khususnya padi sawah, produktivitasnya menurun tajam setelah terjadinya krisis yakni dari 4.72 ton per ha tahun 1997 menjadi 4.44 dan 4.47 ton per ha tahun 1998 dan 1999, sebelum akhirnya mengalami sedikit peningkatan ke 4.63 ton per ha tahun Dalam periode , produktivitas padi sawah menurun dengan laju 0.31 persen per tahun. Walaupun telah mengalami peningkatan (rata-rata 0.91 persen per tahun), produktivitas padi ladang masih kurang dari setengah produktivitas padi sawah. Untuk tujuan ketahanan pangan, hal ini mencerminkan perlunya meningkatkan produktivitas dan juga areal padi ladang. Kembali ke komoditas tanaman pangan, penurunan produktivitas yang terjadi, terutama untuk padi sawah, ternyata diikuti pula dengan penurunan intensitas tanam, yang tercermin pada intensitas panennya. Ternyata berbagai tanaman pangan termasuk padi mengalami penurunan intensitas panen dengan rataan penurunan berkisar 9.51 persen per tahun (untuk padi) sampai persen per tahun (untuk kacang kedele). Berdasarkan indikator ini, jelaslah bahwa ancaman ketahanan pangan tidak hanya memungkinkan terjadi pada komoditas padi semata namun juga pada berbagai tanaman pangan utama.

30 118 Di lain pihak peningkatan produksi jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, dan tanaman pangan pokok lainnya juga tidak cukup signifikan dalam mengurangi kebutuhan konsumsi akan beras, sehingga kebergantungan impor masih akan tetap terjadi. Dinamika kebijaksanaan harga pangan menunjukkan bahwa pada awal Pelita I diberlakukan kebijaksanaan harga dasar yang disertai subsidi pupuk tahun Kebijaksanaan harga dasar beras pada mulanya diberlakukan bagi komoditas padi sejak 1969 dan komoditas palawija yaitu jagung pada tahun 1978, sedangkan kedelai, kacang hijau dan kacang tanah diberlakukan pada tahun Dalam perjalanannya ternyata harga dasar palawija tidak efektif dalam arti jarang sekali terjadi harga di tingkat petani sesuai dengan harga dasar, sehingga harga dasar kacang tanah, kacang hijau, jagung, dan kedelai ditiadakan, berturut-turut tahun , 1990, 1991, dan 1992, dan saat ini hanya diberlakukan harga dasar untuk komoditas padi. Penetapan kebijaksanaan harga dasar gabah yang dilaksanakan sejak awal Pelita I, yaitu pada periode , sampai saat ini telah mengalami perubahan metode dan dasar perhitungan sejalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi. Penetapan harga dasar gabah (HDG) tahun 2000 merupakan kelanjutan dari pelaksanaan harga gabah dalam Inpres 32 tahun Pada saat itu HDG ditetapkan empat kali pertahun (biasanya 1 kali per tahun), dimana penetapan HDG dibagi dalam 3 wilayah melalui Inpres 32 tahun Pembagian wilayah HDG sebagai berikut: Wilayah I adalah Rp 1400 per kg. Wilayah II adalah Rp 1450 per kg, dan Wilayah III adalah Rp 1500 per kg. Selanjutnya, pada

31 119 awal tahun 2001 ditetapkan harga dasar gabah yang baru tanpa membedakan wilayah, yaitu Rp 1095 per kg untuk gabah kering panen (GKP) dan untuk gabah kering giling (GKG) adalah Rp 1500 per kg. Peta perdagangan beras di pasar dunia selama kurun waktu satu dekade terakhir menunjukkan peningkatan laju ekspor sebesar 9.10 persen per tahun, sedangkan laju impor 8.60 persen per tahun. Data tahun 2000 menunjukkan bahwa ekspor beras di pasar dunia sekitar 4.00 persen dari total produksi dunia dan stock beras dunia hanya sekitar 8.50 persen. Dengan demikian, sebagian besar produksi beras dunia digunakan untuk konsumsi domestik masing-masing negara produsen sehingga marketable surplus menjadi sangat terbatas. Perkembangan konsumsi dan produksi beras domestik menunjukkan bahwa laju pertumbuhan dalam satu dekade terakhir tercatat 1.10 persen, konsumsi sebesar 4.00 persen, sedangkan laju impor mencapai persen. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat tergantung pada impor, sementara upaya peningkatan produksi beras masih belum optimal. Perkembangan ekspor kedelai dalam satu dekade terakhir meningkat 5.20 persen dan laju impor 4.70 persen. Impor kedelai didominasi oleh negara Eropa dan Asia. Selama periode tersebut rata-rata ekspor kedelai dunia hanya sebesar juta ton per tahun, dan produksi dunia mencapai 126 juta ton. Sementara produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi konsumsi sekitar 70 persen, sisanya dipenuhi melalui impor. Permintaan impor kedelai selama satu dekade terakhir mengalami peningkatan 6.70 persen per tahun. Impor kedelai diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang mengingat

32 120 adanya kemudahan tataniaga impor, yaitu dihapuskannya monopoli Bulog sebagai importir tunggal dan dibebaskannya bea masuk dan pajak pertambahan nilai kedelai. Peningkatan impor kedelai yang tajam pada tahun 1999 merupakan salah satu konsekuensi dari perubahan tataniaga tersebut. Produksi jagung dunia mengalami peningkatan relatif lambat yaitu 2.90 persen per tahun. Volume ekspor jagung dunia pada kurun waktu yang sama meningkat sangat lambat yakni 0.98 persen per tahun. Laju pertumbuhan impor sekitar 0.32 persen per tahun. Jagung yang diperdagangkan di pasar dunia hampir 60 persen dipasok dari negara Amerika, sedangkan ekspor jagung dari Asia hampir sebagian besar dari Thailand. Rata-rata produksi jagung selama periode tersebut tercatat 537 juta ton per tahun, dan jagung yang diperdagangkan di pasar dunia sebesar 71.2 juta ton, yaitu 13.3 persen dari produksi dunia. Kondisi demikian mencerminkan bahwa marketable surplus jagung dunia relatif sangat kecil. Pada bulan agustus tahun 2000 harga beras dunia tercatat US $ 169 per ton atau Rp 1850 per kg, sedangkan harga beras domestik mencapai Rp 2450 per kg. Pada kuartal I tahun 2001 harga beras dunia mencapai US $ 150 per ton, dan untuk harga beras domestik Rp 2100 per kg. Volume beras yang diperdagangkan di pasar dunia hingga akhir tahun 2000 telah menurun sekitar 12 persen dibanding tahun sebelumnya. Disisi lain, pemulihan produksi beras di beberapa negara importir utama terus berlanjut, sehingga menurunkan kembali volume beras yang diperdagangkan di pasar dunia sekitar 8 persen. Tendensi menurunnya harga komoditas pertanian di pasar internasional terkait dengan siklus pasar dunia yang tengah mengalami penurunan.

33 121 Penghapusan bea masuk impor dan hambatan perdagangan telah menyebabkan penurunan harga komoditas pertanian di pasar internasional yang secara langsung ditransmisikan ke pasar domestik. Rendahnya border price, secara psikologis pasar akan membentuk ekspektasi harga yang cenderung rendah sehingga menurunkan harga ditingkat petani, dan bahkan di lapangan terjadi praktek beras oplosan yang merugikan petani. Dinamika harga jagung di tingkat produsen dan konsumen hingga Juli tahun 1996 relatif seirama, namun fenomena berbeda menjelang bulan September Desember tahun 1996 dimana penurunan harga jagung di tingkat produsen, diikuti dengan arah pergerakan harga yang berbeda di tingkat konsumen. Kecenderungan serupa juga terjadi pada bulan Maret April tahun Pada periode berikutnya, harga jagung di tingkat konsumen relatif stabil, sementara harga jagung di tingkat produsen menunjukkan fluktuasi harga yang tajam. Memasuki semester I tahun 2001 perkiraan harga jagung memperlihatkan kecenderungan yang relatif stabil baik di tingkat konsumen maupun produsen. Sampai akhir tahun 1997, perkembangan harga jagung di pasar dunia senantiasa berada di atas harga produsen maupun harga konsumen domestik. Memasuki tahun 1998 hingga bulan Juli tahun 1998 harga jagung di pasar internasional meningkat tajam diatas harga domestik, dimana pada saat itu mencapai tingkat harga tertinggi yaitu Rp 2020 per kg. Peningkatan harga tersebut erat kaitannya dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dinamika harga ini terus berlangsung dan pada bulan Agustus 2000 harga jagung internasional mengalami pelandaian yaitu Rp 770 per kg dan perkiraan ke depan menunjukkan pergerakan harga relatif stabil hingga pertengahan tahun Kecenderungan yang sama terlihat dari pergerakan harga kedelai

34 122 internasional yang mengalami peningkatan cukup tajam pada tahun 1998 sebesar Rp 1720 per kg dan sedikit menurun menjadi Rp 1375 per kg pada tahun Memasuki pertengahan tahun 2000 hingga perkiraan harga pada semester I tahun 2001 harga bergerak stabil, masing-masing tercatat Rp 1490 per kg dan Rp 1570 per kg. Fluktuasi harga komoditas pertanian di pasar domestik sangat erat terkait dengan dinamika harga produk pertanian di pasar internasional, nilai kurs rupiah, dan kebijaksanaan perdagangan. Kebijaksanaan tarif impor yang realistik, khususnya untuk komoditas beras, jagung dan kedelai dipandang sangat relevan untuk merangsang petani untuk tetap berproduksi. Namun kebijakan proteksi harga hanya akan efektif bilamana ada potensi peningkatan produktivitas, dan respon harga yang memadai serta sistem pemasaran yang efisien. Perkiraan jangka menengah-panjang produk pertanian dunia mengalami pelandaian karena sumberdaya lahan dan air yang semakin terbatas, semakin mahalnya tenaga kerja dan keterbatasan penemuan teknologi baru, yang berakibat pada makin tingginya impor di negara-negara berkembang dengan harga yang semakin tinggi. Oleh karena itu, Indonesia sepantasnya tetap memelihara dan mengembangkan produksi pertanian disertai dukungan kebijaksanaan insentif yang memadai bagi petani.

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SUBSIDI PUPUK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN YANG BERKESINAMBUNGAN DALAM APBN TAHUN 2013 Salah satu dari 11 isu strategis nasional yang akan dihadapi pada tahun 2013, sebagaimana yang disampaikan

Lebih terperinci

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN BAGIAN ANALISA PEMERIKSAAN BPK DAN PENGAWASAN DPD BEKERJASAMA DENGAN TENAGA KONSULTAN

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 Ringkasan Eksekutif 1. Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Subsidi pupuk disalurkan sebagai subsidi gas untuk produksi

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 1. Konstruksi Kebijakan Menimbulkan Dualisme Pasar dan Rawan Terhadap Penyimpangan Subsidi pupuk pertama kali diberikan kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SUBSIDI PUPUK 2004 BERDASARKAN ALTERNATIF PERHITUNGAN SUBSIDI ATAS BIAYA DISTRIBUSI

PERHITUNGAN SUBSIDI PUPUK 2004 BERDASARKAN ALTERNATIF PERHITUNGAN SUBSIDI ATAS BIAYA DISTRIBUSI PERHITUNGAN SUBSIDI PUPUK 2004 BERDASARKAN ALTERNATIF PERHITUNGAN SUBSIDI ATAS BIAYA DISTRIBUSI MOHAMAD MAULANA Pusat Analisis Sosial Ekonoi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Bogor Jl. A

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) YANG RELEVAN SERTA PERBAIKAN POLA PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA

USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) YANG RELEVAN SERTA PERBAIKAN POLA PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) YANG RELEVAN SERTA PERBAIKAN POLA PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA Ketut Kariyasa, M. Maulana, dan Sudi Mardianto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output *

ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output * ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output * A. ISU POKOK 1. Tahun 2003, pemerintah kembali menerapkan subsidi pupuk secara tidak langsung melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93/MPP/Kep/3/2001

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93/MPP/Kep/3/2001 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93/MPP/Kep/3/2001 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK UREA UNTUK SEKTOR PERTANIAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

Ketersediaan Pupuk dan Subsidi Pupuk

Ketersediaan Pupuk dan Subsidi Pupuk A R T I K E L Ketersediaan Pupuk 2010-2014 dan Subsidi Pupuk Oleh : Sutarto Alimoeso RINGKASAN Pupuk adalah salah satu input yang esensial dalam proses produksi tanaman pangan. Pupuk dapat berperan optimal

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS

GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS IV. GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS 4.1. Arti Penting Pupuk dan Beras Bagi Petani, Pemerintah dan Ketahanan Pangan Pupuk dan beras adalah dua komoditi pokok dalam sistem ketahanan pangan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produktivitas dan kualitas hasil pertanian antara lain adalah pupuk.

I. PENDAHULUAN. produktivitas dan kualitas hasil pertanian antara lain adalah pupuk. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian melalui penerapan teknologi budidaya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran Oleh : Feryanto (email: fery.william@gmail.com) Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan yang signifikan dalam pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 4 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VI Nomor 3 Tahun 2014 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH Dilihat dari segi kandungan proteksi dan kemampuan untuk mengefektifkannya, harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN Volume VII Nomor 1 Tahun 2015 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci