KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN"

Transkripsi

1 KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN SEPTANTY DIAH BAYU WITRY MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2011 Septanty Diah Bayu Witry

3 ABSTRAK SEPTANTY DIAH BAYU WITRY, C Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan THOMAS NUGROHO. PPP Muncar merupakan pelabuhan perikanan di Kabupaten Banyuwangi dengan daerah penangkapan ikan berpotensi tinggi. Sebagian besar hasil tangkapannya diolah kembali di Muncar sehingga Muncar berkembang ke dalam sektor industri pengolahan ikan, maka ketersediaan bahan bakunya harus kontinyu dan kualitasnya harus terjamin. Penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan dan pendistribusiannya, mengetahui kebutuhan bahan baku utama industri pengolahan ikan, serta mendapatkan besaran proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Muncar tahun Metode penelitian ini adalah metode kasus dengan aspek yang diteliti adalah aspek produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebagai bahan baku industri. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar cenderung meningkat masing-masing sebesar 43,86% dan 33,62% pada tahun Jenis ikan yang paling banyak dibutuhkan oleh industri pengolahan ikan di Muncar adalah lemuru, layang, dan tongkol. Bahan baku industri pengolahan di wilayah Muncar 89% berasal dari PPP Muncar. Pendistribusian hasil tangkapan langsung ditujukan kepada industri dan konsumen atau melalui perantara ke wilayah Muncar dengan menggunakan truk, sepeda motor, becak motor, dan becak, serta daerah Pulau Jawa dan Bali. Hasil proyeksi untuk volume produksi ikan lemuru dan layang menunjukkan peningkatan pada tahun , sedangkan ikan tongkol menunjukkan penurunan. Alternatif untuk ikan tongkol yang hasil proyeksi produksinya menurun dan tidak mencukupi kebutuhan industri, dapat didatangkan dari luar daerah, yaitu dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan menggunakan ikan jenis lain. Kata kunci: bahan baku, industri pengolahan ikan, produksi hasil tangkapan, proyeksi, PPP Muncar

4 Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

5 KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN SEPTANTY DIAH BAYU WITRY Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi Nama NRP Mayor : Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan : Septanty Diah Bayu Witry : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: Tanggal lulus: 14 Januari 2011

7 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2009 yang bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA dan Thomas Nugroho S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing atas segala saran dan arahan selama penelitian; 2. Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen penguji tamu atas saran dan arahannya; 3. Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si. selaku Ketua Komisi Pendidikan; 4. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. selaku Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan; 5. Kedua orang tua dan kakak yang tak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi; 6. Staf UPT PPP Muncar, staf TPI Pelabuhan, dan Staf Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi; 7. Seluruh dosen dan staf Departemen PSP yang telah memberikan arahan dan dukungan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini; 8. Teman-teman PSP 42 untuk dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa skripi ini masih jauh dari sempurna sehingga diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2011 Septanty Diah Bayu Witry

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tarakan pada tanggal 17 September 1987 dari Bapak Diyono dan Ibu Juriah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 1991 penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari Tarakan. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Batu Ampar 05 dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 49 Jakarta. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 62 Jakarta. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi, antara lain pernah menjabat sebagai anggota Departemen Kewirausahaan HIMAFARIN periode dan menjabat sebagai anggota Departemen Penelitian dan Pengembangan Keprofesian HIMAFARIN periode Pada tahun 2009, penulis melakukan penelitian yang berjudul "Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan" sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR ISTILAH... xii I II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan Pengertian pelabuhan perikanan pantai Fungsi Pelabuhan Perikanan Produksi Hasil Tangkapan Pengertian produksi hasil tangkapan Faktor-faktor produksi Distribusi/Pemasaran Industri Pengolahan Ikan III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Analisis Data Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan dan pendistribusiannya Analisis kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di dalam dan sekitar PPP Muncar Analisis proyeksi produksi hasil tangkapan selama 10 tahun ( ) IV KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi Keadaan Umum Perikanan Tangkap Muncar Letak PPP Muncar Potensi perairan laut Unit penangkapan ikan Produktivitas unit penangkapan ikan vii

10 V Aktivitas di PPP Muncar Fasilitas PPP Muncar HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Produksi Hasil Tangkapan dan Pendistribusiannya Volume dan nilai produksi hasil tangkapan Pendistribusian hasil tangkapan Kebutuhan Bahan Baku Utama Industri Pengolahan Ikan di Dalam dan di Sekitar PPP Muncar Asal bahan baku kebutuhan industri Keberlanjutan ketersediaan bahan baku Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Sepuluh Tahun ke Depan Proyeksi produksi hasil tangkapan (lemuru, layang, dan tongkol) Model proyeksi dekomposisi multiplikatif VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun Jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi tahun Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi tahun Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Banyuwangi tahun Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun Jenis dan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun Jenis fasilitas PPP Muncar Jenis, volume, dan nilai produksi ikan dominan PPP Muncar tahun Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPP Muncar tahun Volume dan nilai produksi PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun Kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di wilayah.muncar, Januari-Agustus Bahan baku yang diperoleh industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, Januari-Agustus Kontinuitas jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar selama 12 bulan tahun Proyeksi jumlah hasil tangkapan 3 jenis dominan tahun Proyeksi produksi ikan lemuru tahun Tingkat mutu ikan lemuru sebagai bahan baku industri pengolahan ikan Proyeksi produksi ikan layang tahun Proyeksi produksi ikan tongkol tahun ix

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta lokasi penelitian Peta wilayah Kecamatan Muncar tahun Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun Jumlah kapal/perahu perikanan berdasarkan jenisnya tahun Perkembangan alat tangkap dominan di PPP Muncar tahun Jumlah alat tangkap per jenis di PPP Muncar tahun (i) Pendaratan hasil tangkapan kapal purse seine tahun (ii) Pengangkutan hasil tangkapan dari kapal tahun (i) Penjualan ikan di TPI tahun (ii) Penimbangan lemuru berkualitas rendah dalam keranjang di TPI tahun (i) Alat timbangan milik pedagang di TPI tahun (ii) Becak angkut tahun Pemindahan alat tangkap purse seine tahun Pengangkutan es dengan truk tahun Struktur organisasi UPT PPP Muncar tahun (i) dan (ii) Lahan penjemuran ikan tahun Dermaga (i) di sebelah Barat tahun (ii) jetty/pier di sebelah Timur tahun (i) Pendangkalan kolam pelabuhan tahun (ii) Kapal bertambat di luar kolam tahun Breakwater tipe timbunan tahun Perbengkelan di PPP Muncar tahun Perkembangan volume dan nilai produksi PPP Muncar tahun Alur distribusi hasil tangkapan di PPP Muncar tahun Perkembangan produksi per bulan ikan lemuru di PPP Muncar tahun Perkembangan produksi per bulan ikan layang di PPP Muncar tahun Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol di PPP Muncar tahun x

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lay out PPP Muncar tahun Foto fasilitas PPP Muncar Foto aktivitas-aktivitas di PPP Muncar Data volume produksi jenis ikan dominan di PPP Muncar tahun Dekomposisi rasio terhadap rata-rata bergerak 3 bulan Penghitungan indeks musim Proyeksi volume produksi hasil tangkapan PPP Muncar tahun xi

14 DAFTAR ISTILAH Anak Buah Kapal (ABK) adalah orang yang bekerja di kapal yang bertugas mengemudikan kapal atau membantu dalam operasi, perawatan, atau pelayanan dari sebuah kapal. Ambaan atau cegatan adalah istilah di Banyuwangi yang diartikan sebagai uang jaminan yang diberikan oleh pedagang ikan atau pengelola industri pengolahan ikan kepada nelayan sebelum melaut yang bertujuan agar hasil tangkapan nelayan dijual kepada pihak yang membayar cegatan dan tidak dijual kepada pedagang lain. Belantik adalah istilah lokal bagi pedagang ikan atau pedagang kecil. Bollard adalah suatu bentuk konstruksi di dermaga yang berfungsi untuk menambatkan kapal. Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut. Cold storage adalah ruangan penyimpanan ikan yang mempunyai temperatur sekitar -30, -45, sampai -60 C sehingga ikan menjadi beku. Fishing base adalah pangkalan pendaratan tempat hasil tangkapan didaratkan. Fishing ground adalah daerah penangkapan ikan. Gillnet atau jaring insang adalah alat penangkap ikan berupa selembar jaring berbentuk empat persegi panjang, berukuran mata jaring sama di seluruh bagian jaring yang menangkap ikan dengan cara terjerat pada bagian insang. Gross tonnage (GT) adalah perhitungan volume semua ruang yang terletak di bawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak di atas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang terletak di atas geladak paling atas (superstructure). Hasil tangkapan (HT) adalah komponen ikan yang ditangkap dengan alat tangkap tertentu. Industri Kepelabuhanan Perikanan (IKP) adalah industri perikanan yang berada di wilayah pelabuhan perikanan. Indian Ocean Dipole Mode (IODM) adalah suatu pola variabilitas di Samudera Hindia, dimana suhu permukaan laut (SPL) yang lebih rendah dari biasanya ditemukan di lepas pantai barat Sumatera dan SPL yang lebih hangat terdapat di xii

15 sebagian besar barat Samudera Hindia, yang diikuti oleh anomali angin dan presipitasi. IODM positif adalah peristiwa IODM yang terjadi dengan angin zonal yang bertiup kencang dari arah timur dan kekuatan anginnya lebih tinggi daripada saat IODM negatif. Kudung adalah istilah lokal untuk keranjang besar yang terbuat dari bambu dan berkapasitas 125 kg yang digunakan sebagai wadah ikan. Manol adalah istilah lokal bagi buruh yang mengangkut hasil tangkapan, es balok, atau mesin kapal, yang bekerja di pelabuhan. Over fishing adalah kondisi dimana jumlah ikan yang tertangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan; jumlah upaya penangkapan yang melebihi upaya maksimum. Pelabuhan Perikanan (PP) adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan, serta berfungsi untuk berlabuh dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau mengisi bahan perbekalan melaut. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional dengan hasil tangkapan yang didaratkan ditujukan terutama untuk pemasaran lokal, dan memiliki kriteria tersedianya lahan seluas 10 Ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan <30 GT, melayani kapal-kapal perikanan 15 unit/hari, jumlah ikan yang didaratkan 10 ton/hari, dekat dengan pemukiman nelayan, serta tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan bagi nelayan yang beroperasi di perairan pantai, yang memiliki kriteria tersedianya lahan seluas Ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan <50 GT, melayani kapal-kapal perikanan 25 unit/hari, jumlah ikan yang didaratkan 50 ton/hari, serta tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah anggaran pendapatan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lainnya. Pengambeg adalah istilah lokal bagi pedagang perantara, pihak yang menjualkan hasil tangkapan nelayan kepada pihak industri. Pengepul adalah istilah lokal pedagang pengumpul yang menerima penjualan hasil tangkapan dari nelayan kecil atau belantik dan menjualnya kepada pihak industri. xiii

16 Pengujur atau alang-alang adalah istilah lokal yang berarti orang yang meminta sedikit hasil tangkapan kepada nelayan secara gratis atau memungut hasil tangkapan yang terjatuh. Perishable adalah barang-barang yang tidak tahan lama dapat/mudah menjadi busuk, umumnya berupa makanan. R 2 adalah kemampuan data untuk menginterpretasikan data dengan keadaan nyata di lapangan. Single Side Band (SSB) adalah salah satu unit radio telekomunikasi. Slipway adalah tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal. Trend adalah gambaran perilaku data dalam jangka panjang yang dapat bersifat menaik, menurun, atau tidak berubah. Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan di suatu wilayah. Upwelling adalah penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan permukaan yang membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) adalah jalur laut sepanjang 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal pulau terluar Indonesia. xiv

17 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan laut sangat penting untuk dikonsumsi karena merupakan sumber protein yang berguna bagi kesehatan. Ikan juga berfungsi sebagai bahan baku industri pengolahan. Peluang pasar hasil tangkapan dari laut pun masih terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus pasar global yang dapat menambah devisa negara. Menurut Bappeprop Jatim (2009), volume ekspor hasil perikanan nasional pada tahun 2007 adalah 217 ribu ton dengan nilai USD 580 juta atau memberikan kontribusi 25,7 persen dari total ekspor hasil laut nasional. Kontribusi nilai ekspor dari Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Dinas Perikanan Jatim, pada tahun 2007 sebesar Rp13 milyar (PAD) dengan volume 98 ribu ton. Pelabuhan perikanan merupakan tempat pendaratan hasil tangkapan dan awal pemasarannya. Produksi hasil tangkapan dapat mempengaruhi fungsionalisasi dari suatu pelabuhan perikanan. Kajian mengenai produksi hasil tangkapan di suatu pelabuhan juga sangat penting dilakukan untuk menentukan sejauh mana industri perikanan dapat berkembang, baik yang berlokasi di dalam pelabuhan maupun di luar/sekitar pelabuhan. Salah satu pelabuhan perikanan di Kabupaten Banyuwangi adalah PPP Muncar yang memiliki daerah penangkapan ikan yang relatif dekat, yaitu di perairan sekitar Banyuwangi. Perairan Banyuwangi masih memiliki peluang potensi perikanan yang amat besar untuk dioptimalkan. Peluang ini terlihat dari peningkatan hasil tangkapan dari beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004 perairan Banyuwangi telah berkontribusi sebesar kg dengan nilai Rp 59,3 milyar, lalu pada tahun 2006 naik menjadi kg dengan nilai 93,2 milyar (Martadi, 2009). Menurut Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut atau KNPSSDIL, perairan Banyuwangi termasuk di dalam sebagian wilayah pengelola perikanan (WPP) Samudera Hindia yang meliputi perairan selatan Jawa dan Selat Bali. Perairan Selatan Jawa dan Selat Bali memiliki potensi lestari sumber daya ikan sebesar 743,83 ribu ton per tahun (Anonymous 1998a, vide Wijaya, 2002). Daerah penangkapan nelayan Muncar berada di

18 Perairan Selat Bali yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dimana potensi sumber daya ikannya masih dapat dimanfaatkan dan berkualitas ekspor. Menurut Indrawati (2000), Perairan Selat Bali merupakan fishing ground bagi armada penangkapan ikan yang tersebar di Jawa Timur bagian Timur, dimana Selat Bali merupakan salah satu daerah penangkapan ikan di perairan Indonesia yang mempunyai potensi sumber daya yang cukup besar dalam bidang perikanan. Sebagian besar produksi ikan hasil tangkapan di Muncar diproses atau diolah kembali di daerah Muncar. Sektor perikanan laut di Muncar dapat mendukung pengembangan industri pengolahan ikan sehingga selain ketersediaan bahan bakunya harus kontinyu, kualitasnya juga harus terjamin. Muncar merupakan daerah yang mempunyai produksi perikanan terbesar di daerah Banyuwangi, dimana lebih dari 90% seluruh produksi perikanan Banyuwangi didaratkan di Muncar (Rasyid, 2008). Beberapa waktu lalu diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun Ketentuan tersebut mewajibkan semua ikan yang ditangkap di perairan Indonesia dibongkar dan diolah di wilayah negara ini. Artinya, tidak ada lagi ekspor ikan segar atau gelondongan, kecuali 14 jenis ikan, seperti tuna dan kerapu bebek, untuk keperluan sashimi (Wawa, 2007). Penelitian mengenai kajian produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Muncar belum pernah dilakukan. Penelitian lain yang pernah dilakukan antara lain tentang pendugaan hasil tangkapan ikan lemuru dan pendataan hasil tangkapan yang dilakukan saat PPP Muncar masih berstatus pangkalan pendaratan ikan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kajian produksi hasil tangkapan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. 1.2 Permasalahan Belum diketahui secara jelas mengenai produksi hasil tangkapan yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan di PPP Muncar dan sekitarnya serta pendistribusiannya.

19 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan di...ppp Muncar dan pendistribusiannya. (2) Mengetahui kebutuhan bahan baku utama industri pengolahan ikan di dalam...dan di sekitar PPP Muncar. (3) Mendapatkan besaran proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Muncar tahun Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: (1) Memberikan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan bagi...pihak-pihak yang membutuhkan, antara lain pihak pengelola pelabuhan dan... para investor industri pengolahan ikan. (2) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengembangan produksi pelabuhan perikanan bagi Ditjen Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, dan Pengelola PPP Muncar.

20 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya. Menurut Deptan dan Dephub, pelabuhan perikanan sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan (BAPPENAS, 2008). Lubis (2006) mengemukakan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan, serta berfungsi untuk berlabuh dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau mengisi bahan perbekalan melaut. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994), pelabuhan perikanan merupakan prasarana yang mendukung peningkatan pendapatan nelayan juga sekaligus mendorong investasi di bidang perikanan. Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional, maupun internasional. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994), aspek-aspek tersebut adalah: 1) Produksi, yaitu bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan melaut sampai membongkar hasil tangkapannya. 2) Pengolahan, yaitu bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya. 3) Pemasaran, yaitu bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya.

21 5 Pengembangan ekonomi perikanan tersebut hendaknya ditunjang oleh industri perikanan baik hulu maupun hilir dan pengembangan sumber daya manusia khususnya masyarakat nelayan (Lubis, 2006). Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama, yaitu PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera), PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara), PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai), dan PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan). Pelabuhan tersebut dikategorikan menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk menangani kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan (Direktorat Pelabuhan Perikanan, 2005b) Pengertian pelabuhan perikanan pantai Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukkan bagi nelayan yang beroperasi di perairan pantai, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, 2004 vide BAPPENAS, 2008). Karakteristik pelabuhan perikanan pantai berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 antara lain memiliki kriteria PP sebagai berikut: 1) Daerah operasional kapal ikan yang dilayani: perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, wilayah ZEEI. 2) Fasilitas tambat/labuh kapal: GT. 3) Panjang dermaga dan kedalaman kolam: m dan >2 m. 4) Kapasitas menampung kapal: >300 GT (ekivalen dengan 30 buah kapal berukuran 10 GT). 5) Ekspor ikan: tidak ada. 6) Luas lahan: 5-15 ha. 7) Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan: tidak ada. 8) Tata ruang (zonasi) pengolahan/pengembangan industri perikanan: ada. (Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005b).

22 6 Selanjutnya dikatakan dalam Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Pengembangan Sentra-Sentra Perikanan, DKP tahun 2002, bahwa tanggung jawab pengelolaan pelabuhan perikanan pantai (Ps. 22. UU. Desentralisasi th.1999) dipegang oleh propinsi. Peraturan untuk pelabuhan perikanan pantai ini antara lain Ijin Tonage Kapal (PP No. 141 th. 2000) sebesar GT, Ijin Mesin Kapal (PP No. 141 th. 2000) sebesar >30-90 HP, dan Ijin Daerah Tangkapan sejauh 4-12 mil laut (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, 2004 vide BAPPENAS, 2008). Menurut Lubis (2006), lokasi pelabuhan perikanan pantai dicirikan oleh kondisi: 1) Daerah yang sudah berkembang dan mempunyai daya serap tinggi terhadap jumlah ikan yang didaratkan; 2) Pelabuhan perikanan tumbuh menjadi tempat pemusatan produk ikan dari berbagai daerah sekitar perkampungan nelayan (fisheries community) untuk didistribusikan ke hinterland atau interinsuler, dalam bentuk ikan segar atau ikan olahan melalui darat atau laut; 3) Volume ikan yang didaratkan mencapai skala ekonomis bagi pengembangan usaha perikanan tangkap, perdagangan dan industri pengolahan pasca panen; 4) Kapal ikan telah menggunakan tingkat teknologi maju yang beroperasi di perairan sekitar lokasi (lebih 4 mil s/d 12 mil) atau wilayah perikanan lainnya. Karakteristik kapal akan didominasi pada ukuran yang lebih besar (>10 GT). 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan Salah satu fungsi umum pelabuhan ialah fungsi untuk menangani barangbarang yang pusat penggerak sirkulasinya ada di hinterland. Fungsi ini terbagi menjadi fungsi transit dan fungsi industri. Fungsi industri dapat terjadi karena pelabuhan memberikan pelayanan terhadap pabrik-pabrik industri yang terletak di wilayah pelabuhan. Keuntungan dari pabrik-pabrik industri yang berlokasi di pelabuhan bahwa barang-barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut bila akan didistribusikan melalui transportasi laut, pengangkutannya tidak memerlukan perantara atau biaya transportasi dari pabrik ke pelabuhan (Lubis, 2006). Menurut Lubis et al. (2010), fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya secara khusus adalah merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan

23 7 baik ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, maupun pemasaran. Aspek tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1) Aspek produksi Dalam hal ini pelabuhan perikanan lebih ditekankan sebagai pemusatan sarana dan kegiatan produksi antara lain: tempat pemusatan armada penangkapan untuk mendaratkan hasil tangkapan, menyediakan tempat berlabuh yang aman, menjamin kelancaran membongkar hasil tangkapan, menyediakan suplai logistik. 2) Aspek pengolahan Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap. 3) Aspek pemasaran Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan nelayan. Dengan demikian struktur pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Menurut Nugroho (2008), ditinjau dari aspek sosial ekonomi nelayan, keberadaan pelabuhan perikanan dan pemanfaatannya mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan. Faktor yang mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan antara lain ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas yang terjamin, peluang pasar yang ditandai oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap produk olahan perikanan, dan dukungan pemerintah. Selain itu pemanfaatan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan nelayan diindikasikan dengan adanya tempat pelelangan ikan dan pasar ikan. Tempat pelelangan ikan menjadi tempat pertemuan antara nelayan dengan calon pembeli. Melalui mekanisme pelelangan, pemasaran hasil tangkapan nelayan lebih terjamin. Pasar ikan dapat berkembang di sekitar pelabuhan perikanan yang merupakan tempat pertemuan antara nelayan, pedagang, dan calon konsumen atau calon pembeli. Fungsi pelabuhan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah tempat: 1) Tambat-labuh kapal perikanan 2) Pendaratan ikan

24 8 3) Pemasaran dan distribusi ikan 4) Pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan 5) Pengumpulan data tangkapan 6) Pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan 7) Memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan. 2.3 Produksi Hasil Tangkapan Pengertian produksi hasil tangkapan Dalam pengertian ekonomi, produksi dan distribusi (marketing) adalah kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan daripada barang dan jasa (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Menurut Lubis et al. (2010) produksi hasil tangkapan merupakan aspek penting di pelabuhan perikanan yang harus diperhatikan karena produksi sebagai salah satu indikasi tingkat fungsionalisasi suatu pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI). Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pengelola PP/PPI dari aspek produksi perikanan adalah jumlah, jenis dan ukuran, serta kualitasnya Faktor-faktor produksi Menurut Pane (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan adalah: 1) Ikan yang didaratkan, antara lain: (1) Jenis ikan, yaitu pelagis atau demersal dan ikan dikelompokkan menurut kelompok sumber daya ikan. Jenis ikan mempengaruhi penangkapan, seleksi, dan cara penanganan, harga ikan, serta kegiatan jenis pengolahan di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (pabrik yang dibangun). (2) Ukuran ikan, yang akan mempengaruhi penanganan ikan, yaitu pada seleksi, bentuk penanganan (ukuran keranjang), jumlah es dan garam yang dipakai, harga ikan, pengaturan tata ruang cool room, serta transportasi ikan (ukuran dan pengaturan ruang transportasi). (3) Volume pendaratan, yaitu mempengaruhi fasilitas, aktivitas, dan manajemen pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan.

25 9 2) Faktor kepelabuhanan perikanan, yang mempengaruhi produksi: (1) Kondisi, jumlah, dan jenis fasilitas yang ada. (2) Kemampuan pengelolaan pelabuhan perikanan, yaitu: pelabuhan perikanan (Perum, UPT); tempat pelelangan ikan (TPI); fasilitas komersial dan non komersial; serta kebijakan. (3) Pengelolaan unit-unit kegiatan dan transportasi. (4) Organisasi dan penunjang lainnya seperti perbankan, serta asosiasi buruh dan nahkoda. 3) Faktor penangkapan ikan, yang mempengaruhi produksi: (1) Kondisi kenelayanan atau usaha penangkapan ikan; (2) Kondisi armada (unit penangkapan); (3) Kondisi alam perairan; (4) Kemampuan pengelolaan operasi penangkapan: nelayan dan pengusaha atau perusahaan. 4) Persaingan antar pelabuhan perikanan (1) Harga yang lebih tinggi; (2) Pelayanan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan; (3) Kebutuhan jenis ikan tertentu di suatu pelabuhan perikanan; (4) Fasilitas yang lebih baik dan lengkap; (5) Keterkaitan hubungan dengan pemilik modal. 5) Kebijakan pemerintah tentang: (1) Peraturan sumber daya ikan; (2) Peraturan penangkapan; (3) Lain-lainnya: fasilitas pelabuhan perikanan, harga ikan, pengolahan pelabuhan perikanan dan TPI. Menurut Lubis et al. (2010), usaha-usaha pengolahan/industri perikanan akan kekurangan bahan baku ikan bila produksi sedikit atau volume produksi yang didaratkan belum mencapai target klasifikasi pelabuhan, sehingga usahausaha pengolahan/industri perikanan harus mencari ikan ke tempat lain di luar PP/PPI tersebut. Oleh karena itu pihak pengelola pelabuhan harus dapat menyediakan produksi ikan secara kontinyu untuk menarik masyarakat perikanan dalam memanfaatkan pelabuhan. Sebaliknya apabila produksi banyak/melimpah,

26 10 maka dapat terjadi ketidakseimbangan antara volume produksi dengan jumlah pembeli sehingga harga ikan turun. Hal-hal yang harus diantisipasi oleh pengelola suatu PP/PPI bila produksi hasil tangkapan yang didaratkan sedikit antara lain pihak pelabuhan harus cepat tanggap dengan cara menganalisis penyebab produksi sedikit dan/atau menurun, dari mana produk bisa didapatkan kembali, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar kapal mau datang ke PP/PPI. Sebaliknya apabila produksi hasil tangkapan yang didaratkan banyak, maka pengelola pelabuhan harus mencari ide untuk dapat memanfaatkan produksi yang melimpah dalam bentuk olahan atau menyimpannya dalam cold storage. Produksi perikanan yang didaratkan di suatu pelabuhan menurun, antara lain karena harga ikan di PP/PPI tidak layak, lokasi PP/PPI berjauhan dengan lokasi perumahan nelayan (untuk perikanan skala kecil), daerah pemasarannya jauh atau terdapat permasalahan dalam pendistribusian ikan setelah didaratkan di PP/PPI, potensi perikanan di fishing ground-nya sudah menurun, tidak terdapatnya fasilitas yang diperlukan dan atau beberapa fasilitas yang ada sudah rusak, serta tidak terdapatnya pengorganisasian aktivitas yang baik di PP/PPI (Lubis et al., 2010). Peningkatan produksi secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Hal ini tergantung pada mekanisme pasar apakah dapat mewujudkan harga yang menguntungkan bagi nelayan dan masih berada dalam jangkauan pembeli (Direktorat Jenderal Perikanan, 1981 vide Aziza, 2000). 2.4 Distribusi/Pemasaran Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang. Dengan demikian maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan. Proses pemasaran berawal dari ikanikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan dicatat hasil transaksinya.

27 11 Namun sering terjadi pada banyak pelabuhan di Indonesia, penyortiran telah dilakukan di atas kapal sehingga setelah ikan sampai di tempat pelelangan, ikan tidak perlu disortir lagi. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang telah dilelang atau dibeli secara cepat, kemudian ikan diberi es untuk mempertahankan mutunya. Selanjutnya ikan dipasarkan dalam bentuk segar dan diangkut dengan truk-truk atau mobil-mobil bak terbuka dan/atau mobil-mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam atau dilengkapi dengan sarana pendingin (Lubis, 2006). Dalam pendistribusian hasil tangkapan dari pelabuhan perikanan ke hinterland-nya dapat melalui transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi darat sendiri dapat menggunakan mobil maupun kereta api (Lubis et al., 2010). Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak (perishable), oleh karena itu pengangkutannya perlu dilaksanakan dengan alat pengangkutan yang dilengkapi dengan alat atau mesin pendingin (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Menurut Misran (1985) yang diacu dalam Aziza (2000), sistem rantai pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan di Indonesia, yaitu: 1) TPI pedagang besar pedagang lokal pengecer konsumen. 2) TPI pedagang besar pedagang lokal konsumen. 3) TPI pengecer konsumen. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) yang diacu dalam Yundari (2005), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran pemasaran atau penyaluran hasil perikanan adalah: 1) pembongkaran ikan dari perahu atau kapal tidak berjalan lancar, 2) macam-macam pungutan yang dibebankan kepada nelayan dan pedagang ikan, 3) penyampaian informasi pasar yang sangat minim, dan 4) banyaknya barang subtitusi yang relatif murah. Pemasaran produk perikanan adalah suatu kegiatan ekonomi yang memindahkan produk dari sektor produksi ke sektor konsumsi yang umumnya melibatkan berbagai lembaga pemasaran di pelabuhan perikanan. Mulai dari proses awal pemindahan ikan dari kapal ke darat yang melibatkan institusi bakul,

28 12 kemudian transaksi jual beli ikan yang dilakukan antara nelayan/pemilik kapal dengan pedagang pengumpul, distribusi ikan ke luar pelabuhan yang juga melibatkan eksportir, hingga perusahaan jasa pendukung seperti penyewaan cold storage, truk, dan sejenisnya (Direktorat Pelabuhan Perikanan, 2005a). Menurut Lubis et al. (2010), kualitas pemasaran produksi perikanan merupakan hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan karena kualitas pemasaran ini akan berkaitan dengan harga. Untuk mengetahui apakah kualitas pemasaran hasil tangkapan bagus atau tidak dibandingkan dengan rata-rata kualitas pemasaran di tingkat propinsi atau nasional, dapat dilakukan melalui pendekatan indeks relatif nilai produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks relatif nilai produksi hasil tangkapan adalah bergantung pada banyak variabel, antara lain metode penangkapan, tipe pemasaran (lokal, nasional, ekspor), tipe spesies ikan hasil tangkapan, penanganan hasil tangkapan di kapal dan di pelabuhan. 2.5 Industri Pengolahan Ikan Di dalam suatu pelabuhan perikanan yang besar umumnya terdapat aktivitas industri, yaitu industri penangkapan dan industri pengolahan ikan. Industri pengolahan terkait dengan aktivitas-aktivitas pengolahan ikan seperti pemindangan, pengasinan, pembuatan terasi, pembekuan ikan, dan aktivitasaktivitas terkait lainnya (Hanafiah dan Saefudin, 1983 vide Sumiati, 2008). Menurut Pane (2007), aktivitas-aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu: 1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, antara lain aktivitas penanganan, pendaratan, pemasaran atau pelelangan ikan dan pendistribusiannya. 2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan, antara lain aktivitas pembekuan ikan, pengolahan ikan, serta pemasaran dan distribusi hasil olahan. 3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan. 4) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut. 5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif.

29 13 Pelaku aktif di sini adalah nelayan atau pengusaha penangkapan, ABK, nahkoda, pengolah ikan, pedagang, pembeli, buruh pengangkut, dan lainnya. 6) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang pelabuhan perikanan. 7) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan. Selanjutnya dikatakan bahwa industri perikanan di pelabuhan perikanan, disebut industri kepelabuhanan perikanan (IKP), terdiri atas tiga kelompok, yaitu industri penangkapan ikan, industri pengolahan ikan, dan industri tambahan atau pendukung. Batasan dari industri pengolahan ikan adalah kelompok usaha di pelabuhan perikanan yang aktivitasnya bersifat terkait langsung dengan upaya menghasilkan produk olahan ikan (dalam arti luas: ikan, krustasea, moluska, binatang air lainnya dan tumbuhan air dari hasil tangkapan atau eksploitasi alami dan hasil budidaya) dalam jumlah besar. Aktivitas dari industri pengolahan ikan terdiri atas pembekuan ikan (ikan, udang, dan lain-lain) dan pengolahan ikan. Pengolahan ikan dalam arti luas terdiri atas: (a) pengolahan tradisional, seperti pemindangan ikan, pengeringan ikan, pengasapan ikan, fermentasi ikan (terasi, petis, kecap ikan, dan lain-lain), kerupuk ikan, dan lain-lain; (b) pengolahan semi modern, seperti pengalengan ikan, filet ikan, pembuatan makanan jadi berbahan ikan (bakso ikan, fish nugget, supi, dan lain-lain), dan lain-lain; (c) pengolahan modern, seperti surimi, industri tingkat tiga dari rumput laut (bahan kosmetik, kesehatan, obat-obatan, dan lain-lain). Jenis olahan yang umumnya terdapat di pelabuhan perikanan Indonesia kecuali Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Jakarta, masih bersifat tradisional dan kiranya belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik antara lain jenis pengolahan pengasinan dan pemindangan. Jenis industri olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan seperti pengalengan ikan, kerupuk, dan terasi (Lubis, 2006). Menurut Pane (2007), penetapan jenis industri di suatu pelabuhan perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) Bahan baku utama, antara lain ikan basah segar dan ikan basah tidak segar...(kurang sampai tidak segar).

30 14 2) Jenis ikan yang tersedia. 3) Ukuran ikan yang tersedia. 4) Prasarana atau infrastruktur serta jenis sarana yang tersedia dan yang akan dibangun di pelabuhan perikanan dan/atau di sekitar pelabuhan perikanan. 5) Bahan-bahan penunjang atau tambahan yang tersedia, seperti kaleng dan tomat (untuk industri ikan kaleng), serta es (pabrik es) untuk filet ikan. 6) Pelayanan yang tersedia di pelabuhan perikanan, mencakup jenis dan cara pelayanan bahan baku industri, jenis dan cara pelayanan fasilitas, serta pelayanan pengurusan kemudahan perijinan (ekspor dan sebagainya). Selanjutnya dikatakan bahwa penetapan jenis industri di suatu pelabuhan perikanan sangat penting karena akan berdampak kepada ketertarikan investor untuk masuk ke pelabuhan perikanan dan kepada pengembangan industri di pelabuhan perikanan. Prinsip menarik investor berinvestasi di pelabuhan perikanan antara lain menyediakan kebutuhan industri sesuai dengan kebutuhan industri, biaya-biaya sewa dan biaya-biaya pelayanan yang terjangkau dan kompetitif dengan pelabuhan lain, serta memberikan kemudahan yang keseluruhannya mampu memberikan atau menciptakan daya saing yang tinggi bagi industri di pelabuhan perikanan. Penetapan lokasi industri di dalam pelabuhan perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan jenis industri atau pabrik yang akan dibangun, luasan rata-rata atau skala per jenis industri yang akan dibangun, luas lahan pelabuhan yang tersedia, kedekatan lokasi industri dengan bahan baku utama dan tambahan, kedekatan lokasi industri dengan fasilitasfasilitas pelabuhan yang ada, serta kedekatan lokasi industri dengan pelayananpelayanan pelabuhan perikanan. Jenis industri pengolahan ikan yang sudah berkembang di Muncar adalah industri pengalengan, pindang, gaplek ikan, tepung ikan, minyak ikan, dan kerupuk ikan. Kondisi ini menunjukkan sudah berkembangnya kegiatan agroindustri pengolahan ikan hasil tangkapan baik dalam bentuk pengolahan tradisional maupun modern (Mira, Sari YD, dan Koeshendrajana S, 2007).

31 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur (Gambar 1). BT BT LS LS PPP Muncar Lokasi penelitian LS LS BT BT Gambar 1 Peta lokasi penelitian. 3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kasus dengan aspek yang diteliti yaitu aspek produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebagai bahan baku industri di dalam dan di sekitar PPP Muncar. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini data primer dikumpulkan melalui: 1) Pengamatan dan pencatatan Pengamatan dan pencatatan dilakukan di PPP Muncar yang meliputi aktivitas pendaratan, jenis dan volume produksi ikan yang didaratkan, unit-unit

32 16 penangkapan ikan, jenis dan jumlah industri pengolahan ikan, serta pemasaran ikan dan pendistribusiannya. 2) Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap sejumlah responden yang ditentukan secara purposive sampling, yaitu ditujukan kepada pihak-pihak yang mewakili tujuan penelitian dan terkait dengan produksi hasil tangkapan, antara lain: (1) Pengelola PPP Muncar Jumlah responden pengelola PPP Muncar adalah sebanyak 2 orang untuk memperoleh informasi mengenai rata-rata hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar per hari, kapasitas PPP Muncar, upaya PPP Muncar dalam meningkatkan produksi hasil tangkapan, perkembangan volume dan nilai produksi tahun , pendistribusian hasil tangkapan untuk industri pengolahan ikan di dalam dan sekitar pelabuhan, serta pelayanan yang diberikan kepada nelayan. (2) Petugas TPI Pelabuhan Responden berjumlah 2 orang untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan volume dan nilai produksi 10 tahun terakhir, tujuan dan sarana distribusi hasil tangkapan untuk luar PPP Muncar, penanganan ikan saat didistribusikan, serta fungsi dan peranan TPI dalam pendataan dan pemasaran hasil tangkapan. (3) Nelayan Jumlah responden nelayan adalah sebanyak 8 orang untuk mengetahui jenis dan ukuran alat tangkap, jenis kapal dan ukuran GT, lama trip, jenis dan jumlah ikan dominan yang didaratkan dan diperjualbelikan di setiap musim, harga ikan per kilogram untuk setiap jenis, tujuan pendistribusian, sarana dan penanganan ikan saat pendistribusian, kendala kendala dalam melakukan operasi penangkapan dan mendaratkan hasil tangkapan, serta tempat dimana nelayan mendaratkan hasil tangkapannya. (4) Pedagang ikan Jumlah responden pedagang ikan adalah sebanyak 10 orang untuk mendapatkan informasi tentang jenis dan jumlah ikan dominan yang

33 17 diperjualbelikan, harga ikan per jenis, sumber ikan diperoleh, daerah dan saluran pemasaran, serta penanganan dan sarana distribusi. (5) Pengelola industri pengolahan ikan Responden berjumlah 10 orang untuk mendapatkan informasi mengenai jenis produk, jenis olahan, jenis ikan bahan baku, kebutuhan bahan baku dan periodenya, asal bahan baku dan jumlahnya, kapasitas produksi, daerah tujuan dan sarana hasil olahan, penanganan hasil olahan selama didistribusikan, kendala dalam mendapatkan bahan baku, kendala dalam pemasaran produk dan cara mengatasinya, dan pengembangan industri, serta upaya dalam menghadapi kendala-kendala tersebut. 3) Pengambilan foto atau gambar Foto atau gambar yang diambil antara lain hasil tangkapan yang didaratkan, unit penangkapan ikan, serta fasilitas dan aktivitas di pelabuhan. Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari instansi-instansi terkait, antara lain: 1) Data dari Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, berupa: (1) Volume dan nilai produksi per bulan PPP Muncar tahun (2) Volume dan nilai produksi per jenis ikan per bulan PPP Muncar tahun (3) Jumlah hasil tangkapan PPP Muncar yang didistribusikan ke industri pengolahan ikan di sekitar pelabuhan. (4) Jenis dan jumlah kebutuhan ikan bagi industri pengolahan ikan. (5) Jenis dan jumlah industri yang ada di PPP Muncar. (6) Jumlah unit penangkapan ikan yang ada di PPP Muncar. (7) Jenis, jumlah, dan kapasitas fasilitas di PPI Muncar. 2) Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi: (1) Potensi perikanan. (2) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis lokasi penelitian (topografi, luas, dan batas wilayah), keadaan penduduk dan keadaan perikanan secara umum.

34 18 (3) Kondisi perikanan tangkap (jumlah armada penangkapan, alat tangkap, dan nelayan) di PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun (4) Kondisi perikanan tangkap di PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun (5) Data volume dan nilai produksi ikan di PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun (6) Peta lokasi penelitian. Pengelompokkan data dan informasi berdasarkan kepentingannya dibedakan menjadi data utama dan data tambahan. Data utama meliputi: 1) Data utama primer (1) Foto ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar (2) Foto-foto unit penangkapan ikan (kapal dan alat tangkap) (3) Pemasaran ikan di TPI (4) Pendistribusian ikan (sarana, tujuan, dan penanganan hasil tangkapan) (5) Jenis dan jumlah ikan kebutuhan industri (6) Jenis dan jumlah industri pengolahan ikan 2) Data utama sekunder (1) Data bulanan volume dan nilai produksi berdasarkan jenis ikan yang didaratkan selama 10 tahun terakhir (2) Jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan untuk industri pengolahan (3) Jenis dan jumlah industri pengolahan ikan Data tambahan yang dikumpulkan meliputi data tambahan sekunder dan data tambahan primer. 1) Data tambahan primer (PPP Muncar) (1) Letak geografis lokasi penelitian dan kependudukan (2) Potensi perairan laut (3) Aktivitas dan fasilitas di PPP Muncar 2) Data tambahan sekunder (Kabupaten Banyuwangi) (1) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis dan topografis daerah penelitian, keadaan iklim, serta kependudukan (2) Keadaan perikanan secara umum

35 Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik setelah dilakukan identifikasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan dan pendistribusiannya Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Muncar dilakukan untuk mengetahui perkembangan volume dan nilai produksi serta informasi lainnya berdasarkan data volume dan nilai produksi ikan tahun Analisis ini dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik. Analisis pendistribusian hasil tangkapan dilakukan dengan mengetahui tujuan atau daerah distribusi, sarana distribusi yang digunakan, serta penanganan ikan selama pendistribusian sejak ikan didaratkan. Metode yang digunakan sebagai analisis produksi hasil tangkapan adalah dengan mengetahui kualitas pemasaran ikan yang dipasarkan melalui pendekatan indeks relatif nilai produksi. Indeks tersebut membandingkan antara volume produksi dan nilai produksi perikanan dimana pelabuhan itu berada. Selanjutnya dicari persentase volume dan persentase nilai yang disajikan dalam grafik (Lubis et al., 2010). Rumus indeks relatif nilai produksi adalah: Np x 100 I = Nt N Qp x 100 Qt Keterangan: Np = nilai produksi perikanan di PPP Muncar Nt = nilai produksi perikanan Kabupaten Banyuwangi Qp = quantitas/volume produksi perikanan di PPP Muncar Qt = quantitas/volume produksi perikanan Kabupaten Banyuwangi Indeks tersebut dapat menggambarkan nilai relatif produksi PPP Muncar terhadap nilai produksi Kabupaten Banyuwangi. Bila I=1, maka nilai relatif produksi perikanan pelabuhan adalah sama dengan nilai rata-rata kabupaten. Bila I>1, maka nilai relatif produksi perikanan pelabuhan adalah lebih besar dari nilai rata-rata produksi kabupaten, yang berarti bahwa produksinya mempunyai

36 20 kualitas pemasaran baik. Bila I<1, maka nilai relatif produksi perikanan pelabuhan adalah lebih kecil dari nilai rata-rata produksi kabupaten, yang berarti bahwa produksi pelabuhan tersebut memiliki kualitas pemasaran yang kurang baik dibandingkan dengan kabupaten Analisis terhadap kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di dalam dan sekitar PPP Muncar Analisis untuk mencari informasi mengenai kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan adalah dilakukan secara deskriptif terhadap parameter-parameter sebagai berikut: 1) Jenis ikan dan volume ikan yang didaratkan di PPP Muncar Analisis terhadap jenis ikan dan volume produksi yang didaratkan di PPP Muncar dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik pada jenis-jenis ikan dominan dan volumenya yang didaratkan di PPP Muncar yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan. 2) Kebutuhan bahan baku Analisis terhadap kebutuhan bahan baku dilakukan dengan membandingkan antara produksi perikanan PPP Muncar dengan kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di sekitar PPP Muncar. Perkembangan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar disajikan selama 10 tahun terakhir. Selain itu ketersediaan bahan baku dianalisis secara deskriptif untuk jenis-jenis ikan tertentu yang selalu ada setiap tahun dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan industri pengolahan ikan. 3) Asal bahan baku Analisis terhadap asal bahan baku dilakukan secara deskriptif apakah ikanikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku olahan hanya diperoleh dari PPP Muncar saja atau juga dari tempat lain Analisis proyeksi produksi HT selama 10 tahun ( ) Proyeksi jumlah hasil tangkapan lemuru, layang, dan tongkol yang didaratkan di PPP Muncar sepuluh tahun ke depan dilakukan dengan menggunakan metode peramalan model dekomposisi multiplikatif (Gasperz, 1992). Model persamaannya adalah sebagai berikut:

37 21 Yt = It x Tt x Ct x Et dimana: Yt = Nilai deret waktu (data aktual) pada periode t It = Komponen atau indeks musiman pada periode t Tt = Komponen trend pada periode t Ct = Komponen siklik pada periode t Et = Komponen galat pada periode t Langkah-langkah untuk penyelesaian terhadap fungsi di atas berdasarkan model dekomposisi multiplikatif adalah: 1) Penggunaan metode grafik untuk mengetahui bentuk awal kurva produksi lemuru yang didaratkan, bentuk awal kecenderungan, dan model penduga produksi yang akan digunakan. 2) Pengidentifikasian pengaruh trend (Tt) sesuai dengan perilaku data deret waktu dengan metode kuadrat terkecil seperti pada model regresi. Model penduga trend produksi yang digunakan adalah trend linear: Tt = a + bt Dimana Tt = kecenderungan (trend) pada periode t t = indeks waktu (x) a, b = nilai-nilai penduga parameter model 3) Faktor musim (It) dapat ditentukan dengan cara: (1) Dari data aktual (Yt), ditentukan rata-rata bergerak (moving average) 3 bulan untuk setiap bulannya (Mt). Nilai M 2 ditempatkan pada bulan Februari 1999, M 3 pada bulan Maret 1999, dan seterusnya. Y 1 + Y 2 + Y 3 M 2 = 3 M 3 = Y 2 + Y 3 + Y 4 3 Begitu seterusnya untuk bulan-bulan berikutnya. (2) Menentukan rasio data hasil tangkapan (Yt) terhadap rata-rata bergerak (Mt) dengan cara membagi data hasil tangkapan dengan nilai rata-rata bergerak. Y 2 Misal: R 2 (%) = x 100% M 2 Begitu seterusnya untuk bulan berikutnya.

38 22 (3) Tahap penghilangan pengaruh galat rasio, yaitu merata-ratakan nilai pada bulan yang sama setiap tahun dengan menggunakan analisis rata-rata medial. Rata-rata medial adalah nilai rata-rata setelah nilai terbesar dan terkecil tidak dihitung. (4) Indeks musim produksi dapat ditentukan dari nilai rata-rata medial setelah dikalikan dengan faktor koreksi. Faktor koreksi = 1200 Total rata-rata medial 12 bulan 4) Untuk memperoleh komponen siklik (Ct), maka dilakukan penentuan rasio antara M t dan T t : Y 2 C t (%) = x 100% M 2 5) Untuk keperluan peramalan, digunakan ketiga komponen yang telah dipisahkan tersebut (It, Tt, Ct), sebagai berikut: Ŷ = It x Tt x Ct

39 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk 1) Geografis dan topografis Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur serta merupakan bagian yang paling Timur dari wilayah Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (BPS Kab. Banyuwangi, 2008): (1) sebelah utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso (2) sebelah timur : Selat Bali (3) sebelah selatan : Samudera Hindia (4) sebelah barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudera Hindia, menjadikan Kabupaten Banyuwangi daerah yang potensial di bidang perikanan dan merupakan salah satu daerah perikanan utama di Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km yang membujur sepanjang batas Selatan dan Timur Kabupaten Banyuwangi serta dengan jumlah pulau sebanyak 10 buah. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah 5.782,5 km 2 yang dibagi dalam 24 wilayah kecamatan, 28 kelurahan, 189 desa, Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT) (BPS Kab. Banyuwangi, 2008). Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian meter di atas permukaan laut yang merupakan dataran rendah dan mempunyai lereng dengan kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi terletak di bagian Barat dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso, dan Jember, sedangkan bagian Timur dan Selatan sekitar 75% merupakan dataran rendah persawahan (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).

40 24 2) Keadaan iklim Daerah Kabupaten Banyuwangi memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 25 C-30 C. Curah hujan terjadi pada bulan November sampai April. Musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Setiap tahun dijumpai periode bulan basah dan bulan kering dimana bulan basah dengan curah hujan di atas 180 mm, yaitu bulan Desember, Januari, dan Februari dengan rata-rata hari hujan 18 dan 25 hari. Bulan kering terjadi pada bulan Agustus, September, dan Oktober dimana hari hujan pada bulan kering antara 0-5 hari per bulan. Suhu maksimum tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu 29,9 C dan suhu minimum terendah terjadi pada bulan Agustus, yaitu 25,3 C (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008). 3) Keadaan penduduk Jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 adalah sebesar jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pembudidaya ikan dan nelayan adalah sebanyak jiwa atau 1,58% (Tabel 1). Tabel 1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Nelayan perairan umum ,11 2 Pembudidaya ikan ,32 3 Nelayan penangkap ikan di laut ,20 4 Lain-lain ,37 Jumlah ,00 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Kondisi penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan berada di sepuluh kecamatan berpantai, yakni Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Siliragung, Rogojampi, dan Tegaldelimo. Pembudidaya tambak (payau) dan pembenihan (hatchery) berada di delapan kecamatan, namun yang masih beroperasi hanya berada di dua kecamatan, yaitu Wongsorejo dan Kalipuro. Pembudidayaan ikan air tawar terdapat di hampir semua kecamatan wilayah Kabupaten Banyuwangi (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).

41 Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah potensi perikanan dan kelautan yang meliputi wilayah laut di Selat Bali seluas 1500 mil 2 dengan potensi lestari ton per tahun dan didominasi ikan permukaan (pelagis), serta Samudera Hindia seluas 2000 mil 2 dengan potensi lestari ton per tahun dan didominasi ikan dasar (demersal) di samping ikan pelagis. Wilayah pesisir dan pantai sepanjang 175 km juga dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, yang merupakan lahan potensial bagi budidaya air payau atau tambak dan pembenihan udang windu. Selain itu terdapat 81 sungai dengan panjang keseluruhan mencapai 735 km yang berfungsi antara lain untuk pertanian, perikanan, dan air minum. Beberapa sungai tersebut bermuara di Selat Bali, yaitu Sungai Lo, Sungai Setail, Sungai Kalibaru, Sungai Sepanjang, dan Sungai Kempit. Selain sungai juga terdapat tujuh waduk dengan luas mencapai 4 ha serta dua rawa yang luasnya mencapai 1,5 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa sesuai dengan potensi sumberdaya perikanan yang tersedia, maka peningkatan kontribusi sub sektor Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Banyuwangi dilaksanakan melalui peningkatan usaha-usaha yang meliputi usaha penangkapan di laut, budidaya air tawar, budidaya air payau, dan penangkapan di perairan umum, serta rehabilitasi hutan mangrove dan terumbu karang. Pengembangan produksi tersebut dilakukan untuk memenuhi konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, sedangkan komoditas-komoditas yang mempunyai pasaran baik di luar negeri diarahkan untuk ekspor. Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Jenis alat tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gillnet, pancing rawai, dan mini purse seine dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor. Disamping itu akan ditempuh pula usaha diversifikasi melalui perbaikan teknis penangkapan dan penggunaan beberapa jenis alat tangkap pada setiap unit penangkapan untuk meningkatkan efisiensi usaha (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).

42 26 Tabel 2 Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun No Kecamatan Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo PTM PMT PTM PMT Jumlah Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Armada perikanan Kabupaten Banyuwangi mengalami perkembangan sebesar 6,2% pada tahun 2007, yaitu bertambah 302 unit dari tahun Jumlah armada perikanan terbanyak terdapat pada Kecamatan Muncar. Jumlah perahu tanpa motor (PTM) di Muncar berkurang 25 unit, sedangkan perahu motor tempel (PMT) bertambah 327 unit. Jumlah armada untuk kecamatan lainnya di Kabupaten Banyuwangi cenderung tetap. Tabel 3 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 N o Jenis alat tangkap Kecamatan Purse Payang insang wai cing tancap lain Jaring Ra- Pan- Bagan Lain- Jumlah Sero seine Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo Jumlah Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Alat tangkap yang paling dominan di Kabupaten Banyuwangi adalah alat tangkap pancing dengan jumlah unit atau 39,1% dari jumlah keseluruhan alat tangkap. Berdasarkan hasil wawancara, pancing merupakan alat tangkap yang paling digemari oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi karena

43 27 penggunaannya yang mudah dan harganya yang relatif murah dibandingkan alat tangkap lainnya. Tabel 4 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi tahun No Kecamatan Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo Jumlah Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi secara keseluruhan mengalami perkembangan -5,4% pada tahun 2007, yaitu berkurang sebesar jiwa dari tahun Berkurangnya jumlah nelayan tersebut dijelaskan oleh petugas setempat dikarenakan berkurangnya nelayan pendatang, yaitu nelayan yang bersifat musiman dan berasal dari daerah luar Banyuwangi seperti dari Madura. Tabel 5 Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Banyuwangi tahun No Kecamatan Volume produksi (kg) Nilai Volume produksi produksi (Rp x 1000) (kg) Nilai produksi (Rp x 1000) Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0 Jumlah , ,9 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008

44 28 Nilai produksi penangkapan ikan di laut Kabupaten Banyuwangi mengalami penurunan sebesar 6,6% atau Rp Hal tersebut seiring dengan penurunan volume produksinya yang sebesar 0,6% atau kg. Menurut petugas Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, penurunan tersebut merupakan dampak dari kenaikan harga BBM yang menyebabkan biaya operasional melaut semakin tinggi. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Muncar Letak PPP Muncar Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar terletak di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Kecamatan Muncar terletak di tepi pantai (Selat Bali) pada posisi Lintang Selatan dan " " ssbujur Timur yang memiliki teluk bernama Teluk Pangpang, serta mempunyai panjang pantai yang mencapai 13 km dengan pendaratan ikan sepanjang 4,5 km (UPT PPP Muncar, 2009). Jarak PPP Muncar dengan pusat Kecamatan Muncar adalah 2 km atau sekitar 10 menit, dengan kota kabupaten Banyuwangi sejauh 37 km dengan lama perjalanan sekitar 1,5-2 jam, serta dengan ibukota propinsi adalah 332 km yang dapat ditempuh antara 8-9 jam. Kecamatan Muncar mempunyai penduduk sebanyak jiwa dan masyarakatnya terutama dari segi struktur budaya nelayan terdiri dari suku Jawa, Madura, Osing, dan Bugis (UPT PPP Muncar, 2009). Dari total penduduk di Muncar, hanya sedikit yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, yaitu jiwa (8,59%). Selebihnya penduduk Kecamatan Muncar bekerja di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya. Terdapat empat tempat pendaratan ikan (TPI) di PPP Muncar untuk membantu mendaratkan ikan dan pemasarannya, yaitu TPI Kalimoro, TPI Sampangan, TPI Tratas, dan TPI Pelabuhan (Gambar 2). Namun TPI yang masih beroperasi hingga saat ini hanya TPI Pelabuhan dan TPI Kalimoro. Tempat pelelangan ikan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah TPI Pelabuhan.

45 '38" BT ' BT 8 24' LS Kec. Srono Desa Blambangan Desa Sumbersewu Desa Tembokrejo S E L A T B A L I Desa Tapanrejo Desa Tambakrejo Desa Kedungkrejo Desa Kedungringin PPI Kalimoro PPI Sampangan PPP Muncar PPI Tratas Desa Sumberberas Kec. Tegaldelimo Desa Ringin Putih SKALA 1: '38" BT ' BT 8 30' LS Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 Gambar 2 Peta wilayah Kecamatan Muncar tahun 2008.

46 Potensi perairan laut Selat Bali memiliki potensi lestari untuk ikan pelagis yang dominan, yaitu lemuru (Sardinella lemuru) sebesar ton per tahun. Tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan dan kelautan di Selat Bali sudah dilakukan secara intensif sehingga dinyatakan padat tangkap. Dalam pengembangan produksi penangkapan ikan di laut, bagi daerah-daerah perairan pantai yang telah padat tangkap atau krisis sumberdaya diupayakan untuk tidak ada penambahan usaha baru (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008) Unit penangkapan ikan 1) Kapal/perahu penangkapan ikan Kapal/perahu penangkapan ikan yang beroperasi di PPP Muncar dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu jenis kapal motor (KM), perahu motor tempel (PMT), dan perahu tanpa motor (PTM). Kapal motor sendiri terdiri dari kapal motor kurang dari 5 GT, 5-10 GT, dan GT. Jumlah armada penangkapan ikan yang berada di PPP Muncar selama periode tahun dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 3. Tabel 6 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun Tahun PTM PMT KM Jumlah Perkembangan < Jumlah (unit) (%) GT GT GT , , , , , , , , ,0 Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali) Jumlah kapal atau perahu perikanan yang beroperasi di PPP Muncar pada kurun waktu mengalami fluktuasi dengan pertumbuhan total rata-rata

47 31 sebesar 10,6% per tahun. Jumlah kapal atau perahu penangkapan tersebut didominasi oleh jenis perahu motor tempel. Perahu motor tempel lebih diminati oleh nelayan Muncar karena dapat menempuh fishing ground yang lebih jauh daripada perahu tanpa motor dan juga harganya yang lebih murah dibandingkan dengan kapal motor. Selain itu keuntungan yang diperoleh juga lebih besar dibandingkan jenis armada lainnya. Jumlah perahu yang paling sedikit jumlahnya adalah perahu tanpa motor. Nelayan yang menggunakan perahu jenis ini biasanya merupakan nelayan kecil atau berasal dari golongan bawah. Jumlah armada (unit) Tahun PTM PMT KM Gambar 3 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar tahun Keberadaan armada kapal motor di tahun 2000 disebabkan adanya program motorisasi dari pemerintah. Selain itu, bersamaan dengan jumlah perahu tanpa motor dan perahu motor tempel yang menurun menunjukkan bahwa nelayannelayan yang mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel beralih ke kapal motor. Perkembangan perahu motor tempel pada periode tahun berfluktuasi cukup besar terutama periode tahun , , dan Pertumbuhan positif tertinggi terjadi pada periode tahun , yaitu 30,45% atau sebesar 327 unit, sedangkan pertumbuhan negatif terbesar terjadi pada periode tahun , yaitu turun sebanyak 11,42% atau sebesar 138 unit. Penurunan jumlah perahu motor tempel pada tahun 2001 dan 2004

48 32 diimbangi dengan berkurangnya jumlah nelayan, sedangkan pertambahan jumlah perahu motor tempel pada tahun 2007 diimbangi dengan bertambahnya jumlah nelayan sekitar 9% dari menjadi Pada tahun 2007 jumlah perahu motor tempel meningkat 30,93% menjadi unit. Pada tahun yang sama jumlah perahu tanpa motor berkurang 20,66% menjadi 96 unit, sedangkan jenis perahu lainnya tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan perubahan jumlah kedua perahu tersebut dapat disimpulkan bahwa nelayan Muncar mulai beralih pada perahu motor tempel. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan pendapatan para nelayan yang mampu memiliki perahu motor tempel Jumlah armada (unit) PTM PMT KM < 5 GT KM 5-10 GT KM GT Jenis kapal/perahu Gambar 4 Jumlah kapal/perahu perikanan berdasarkan jenisnya tahun Pada tahun 2008, jenis armada dengan jumlah terendah adalah jenis perahu tanpa motor, yaitu sebesar 96 unit (3,7%). Hal ini dikarenakan setelah adanya program motorisasi dari pemerintah, jumlah perahu tanpa motor menurun atau lebih sedikit dibandingkan perahu jenis lainnya. Jenis armada dengan jumlah tertinggi adalah perahu motor tempel, yaitu unit (54,5%), seperti telah dijelaskan sebelumya, karena perahu motor tempel lebih diminati oleh nelayan. Armada jenis lainnya, yakni kapal motor <5 GT memiliki jumlah sebesar 566 unit (22,0%), kapal motor 5-10 GT berjumlah 319 unit (12,4%) dan kapal motor GT sebanyak 189 unit (7,4%).

49 33 2) Alat tangkap Jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan di wilayah PPP Muncar yaitu purse seine, payang, gillnet, rawai hanyut, pancing ulur, bagan tancap, dan sero. Perkembangan jumlah alat tangkap per jenis selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 5. Tabel 7 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun Alat penangkapan ikan Perkembangan Tahun Purse Payannet hanyut ulur tancap lain (%)* Gill- Rawai Pancing Bagan Lain- Jumlah Sero seine , , , , , , , , ,03 Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali) Jumlah alat tangkap yang beroperasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya dan mengalami rata-rata perkembangan sebesar 2,41% per tahun. Jumlah alat tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak unit, sedangkan jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 2001, yaitu unit. Penurunan terbanyak jumlah alat tangkap terjadi pada tahun 2007, yaitu turun 22,39% menjadi unit. Secara keseluruhan, jenis alat tangkap yang mengalami penurunan jumlah antara lain payang, gillnet, pancing ulur, dan bagan tancap. Pada tahun yang sama jumlah alat tangkap yang mengalami pertambahan jumlah adalah purse seine. Hal ini menunjukkan bahwa banyak nelayan di Muncar yang beralih ke jenis alat tangkap purse seine karena lebih menguntungkan daripada jenis alat tangkap lainnya.

50 Jumlah (unit) Tahun Pancing ulur Gill net Purse seine Gambar 5 Perkembangan alat tangkap dominan di PPP Muncar tahun Jumlah seluruh alat tangkap yang dioperasikan di PPP Muncar pada tahun 2008 berjumlah unit dengan didominasi oleh alat tangkap pancing ulur sebanyak 395 unit (18,60%) disusul oleh gillnet sebanyak 255 unit (12,01%), dan purse seine sebanyak 185 unit (8,71%). Pancing ulur memiliki jumlah terbanyak karena harganya yang murah dibandingkan jenis alat tangkap lain. Diantara alatalat tangkap tersebut, purse seine, payang, dan gillnet adalah alat tangkap yang paling produktif terutama untuk menangkap jenis ikan dominan di Muncar seperti lemuru, layang, dan tongkol. Hal ini dapat dilihat dari jumlah hasil tangkapan ketiga alat tangkap tersebut di PPP Muncar pada tahun 2008, yaitu jumlah hasil tangkapan purse seine sebesar kg (69,35%), payang sebesar kg (3,77%) dan gillnet sebesar kg (1,51%). Jumlah (unit) Purse seine Payang Gillnet Rawai hanyut Pancing ulur Bagan tancap Sero Lain-lain Jenis alat tangkap Gambar 6 Jumlah alat tangkap per jenis di PPP Muncar tahun 2008.

51 35 Jenis armada purse seine termasuk ke dalam perahu motor tempel. Dalam melakukan operasi penangkapan, nelayan purse seine menggunakan dua buah perahu kayu yang berukuran GT. Jenis armada gillnet menggunakan kapal kayu dengan mesin tempel. Kapal tersebut memiliki ukuran sebesar 3-5 GT. Fishing ground ketiga alat tangkap tersebut antara lain perairan Bomo, Karangente, Pengambengan, Senggrong, Tanjung Pasir, Teluk Pangpang, dan Wringin. Selain itu armada purse seine dapat beroperasi ke daerah yang lebih jauh, yaitu di sebelah Utara seperti perairan Celukan Bawang, Jangkar, Pandean, dan Pondokimbo. Perkembangan ketiga jenis alat tangkap dominan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. 3) Nelayan Nelayan di PPP Muncar terdiri atas nelayan asli dan nelayan andon. Nelayan asli adalah nelayan yang bertempat tinggal di sekitar Muncar dan seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan andon adalah nelayan pendatang yang berasal dari luar Muncar dan biasanya bersifat sementara yang jumlahnya bertambah pada saat musim ikan. Biasanya nelayan andon tersebut berasal dari Jawa Timur, terutama Madura, dan Bali. Tabel 8 Jenis dan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2008 Jenis nelayan Jumlah nelayan (jiwa) Perkembangan* Tahun 2007 Tahun 2008 (%) Nelayan asli ,90 Nelayan andon ,14 Jumlah ,96 Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali) Tabel 8 di atas menunjukkan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun 2008, yaitu sebesar jiwa. Jumlah terbanyak adalah nelayan asli, yaitu sebesar jiwa (92,53%), yang merupakan penduduk asli Muncar ataupun pendatang yang telah menetap di Muncar. Nelayan sambilan berjumlah 533 jiwa (4,35%) dan yang terakhir adalah nelayan andon yang berjumlah 383 jiwa (3,12%). Jumlah nelayan asli di Muncar merupakan jumlah terbanyak di wilayah

52 36 Kabupaten Banyuwangi, yaitu sekitar 60% dari jumlah seluruh nelayan di Kabupaten Banyuwangi. Tabel 9 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun Tahun Nelayan (jiwa) Jumlah Perkembangan* (%) , , , , , , , , ,96 Sumber: UPT PPP Muncar 2009 (*diolah kembali) Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun 1999 sampai tahun 2008 sangat berfluktuatif (Tabel 9). Jumlah nelayan di PPP Muncar selama kurun waktu cenderung meningkat dengan rata-rata perkembangan total sebesar 1,89%. Penurunan yang terjadi pada tahun 2001 diiringi dengan menurunnya jumlah alat tangkap Produktivitas unit penangkapan ikan Produktivitas unit penangkapan ikan merupakan kemampuan suatu alat tangkap untuk menangkap atau menghasilkan ikan. Menurut Depdiknas (2002), produkstivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu atau daya produksi. Selain alat tangkap purse seine, payang, dan gillnet, alat tangkap bagan juga merupakan alat tangkap produktif yang menangkap ketiga jenis ikan dominan, yaitu lemuru, layang, dan tongkol. Jumlah trip alat tangkap bagan pada tahun 2008 adalah 20 trip per bulan, sama dengan jumlah trip alat tangkap payang dan gillnet, sedangkan jumlah trip alat tangkap purse seine adalah 19 kali trip per bulan. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata

53 37 12,1 ton per unit per bulan, payang 4,5 ton per unit per bulan, gillnet 0,4 ton per unit per bulan, dan bagan 0,2 ton per unit per bulan Aktivitas di PPP Muncar Aktivitas-aktivitas yang terjadi di PPP Muncar antara lain kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, pengolahan ikan, unit penangkapan ikan, penyediaan kebutuhan melaut, dan pengelolaan pelabuhan perikanan. 1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan (1) Pendaratan hasil tangkapan Proses pertama yang dilakukan dalam pendaratan hasil tangkapan adalah pembongkaran hasil tangkapan oleh anak buah kapal (ABK) masing-masing armada penangkapan. Di saat inilah dilakukan penyortiran hasil tangkapan berdasarkan jenis dan mutu ikan. Proses pembongkaran hasil tangkapan di PPP Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan. Namun ada juga yang melakukan proses tersebut di luar dermaga pelabuhan seperti di sisi luar dermaga pelabuhan, di tepi pantai sekitar pelabuhan, atau di perairan jauh dari dermaga pelabuhan, karena kolam pelabuhan mengalami pendangkalan akibat sedimentasi sehingga diperlukan biaya tambahan menyewa ojek perahu untuk mengangkut hasil tangkapan ke dermaga pelabuhan. Hasil tangkapan didaratkan antara malam sampai pagi hari dan dilakukan sesuai dengan keadaan terangnya bulan di perairan Muncar. Bila bulan purnama muncul pada malam hari, maka nelayan menghentikan operasi penangkapan dan mendaratkan hasil tangkapannya pada malam hari. Semakin pagi bulan muncul semakin pagi pula hasil tangkapan didaratkan. Pendaratan hasil tangkapan dilakukan oleh buruh angkut atau yang lebih dikenal dengan sebutan manol serta para bakul atau yang lebih dikenal dengan sebutan belantik. Para belantik tersebut membeli ikan dengan cara langsung mendatangi palkah kapal atau menunggu di dermaga. Lamanya pendaratan tergantung dari banyaknya hasil tangkapan, jumlah ABK yang membongkar hasil tangkapan, dan jumlah buruh angkut, biasanya berkisar antara satu sampai dua

54 38 jam. Semakin banyak hasil tangkapan semakin lama pula proses pembongkaran yang dilakukan dan semakin banyak tenaga kerja semakin cepat proses pembongkaran dilakukan. Keranjang-keranjang bambu yang berisi hasil tangkapan tersebut diangkut oleh para buruh ke dermaga dan langsung dinaikkan ke truk untuk selanjutnya dibawa ke pabrik industri. Alat bantu yang digunakan untuk membongkar dan mendaratkan hasil tangkapan antara lain sekop, keranjang bambu yang biasa disebut kudung, keranjang plastik, tali tambang kecil, bambu sepanjang 1,5-2 m, jembatan kayu yang berfungsi menghubungkan kapal dengan dermaga, serta ember. Kapasitas keranjang bambu adalah 125 kg dengan tingkat kebersihan rendah, sedangkan kapasitas keranjang plastik adalah 60 kg dengan kondisi kebersihan sedang, dan ember/timba berkapasitas 20 kg dengan tingkat kebersihan sedang. Kondisi kebersihan rendah adalah kondisi dimana peralatan bantu yang digunakan tersebut kotor, sedangkan kondisi kebersihan sedang adalah kondisi dimana peralatan bantu yang digunakan tidak kotor namun tidak higienis karena masih tersisa sedikit kotoran pada alat tersebut. Dalam proses pendaratan ini biasanya terdapat alang-alang atau pengujur yang sudah menunggu di darmaga untuk meminta hasil tangkapan atau memungut hasil tangkapan yang terjatuh. (i) (ii) Gambar 7 (i) Pendaratan hasil tangkapan (ii) Pengangkutan hasil tangkapan... kapal purse seine tahun dari kapal tahun (2) Pemasaran/pelelangan hasil tangkapan Pelelangan di PPP Muncar tidak berjalan, sehingga pemasaran hasil tangkapan dilakukan sendiri oleh pihak yang menjual hasil tangkapan, yaitu

55 39 nelayan kepada pedagang pengumpul, supplier, atau pihak industri langsung. Biasanya nelayan juragan atau pemilik alat tangkap yang mendapat hasil tangkapan banyak seperti pada alat tangkap purse seine, menjual hasil tangkapannya dengan melalui pihak perantara atau pengambeg. Nelayan juragan tersebut hanya menerima hasil penjualan ikannya dan memberi upah kepada pihak perantara. Pelelangan tidak berjalan karena pihak nelayan dan pihak industri yang menolak diadakannya pelelangan disebabkan hasil tangkapan yang diperoleh sangat banyak, terutama untuk jenis lemuru. Dengan adanya lelang menyebabkan hasil tangkapan yang diterima pembeli mengalami penurunan mutu karena harus antre sekian banyak untuk dilelang. (i) (ii) Gambar 8 (i) Penjualan ikan di TPI (ii) Penimbangan lemuru berkualitas rendah tahun dalam keranjang di TPI tahun Hasil tangkapan yang berjumlah banyak dapat dijual kepada pihak industri di sekitar Muncar secara langsung ataupun melalui pihak perantara, sedangkan hasil tangkapan yang berjumlah sedikit biasanya dijual kepada para bakul/belantik yang sudah menunggu di dermaga dan TPI saat hasil tangkapan didaratkan. Pedagang kecil/belantik yang menunggu di dermaga menjual hasil tangkapan langsung ke pabrik tanpa perantara atau menjual hasil tangkapan ke pedagang besar/pengumpul. Pada umumnya nelayan memiliki hubungan khusus dengan belantik atau pengusaha industri, yaitu belantik/pedagang ikan atau pengusaha industri olahan ikan memberi uang yang dikenal dengan cegatan atau ambaan kepada nelayan sebelum melaut. Besarnya cegatan yang dibayarkan berbeda-

56 40 beda, tergantung kemampuan belantik dan pemilik industri serta ukuran kapal atau keahlian nelayan dalam mendapatkan ikan. Cegatan atau ambaan ini dilakukan agar hasil tangkapan nelayan dijual kepada pihak yang membayar cegatan dan tidak dijual kepada pedagang lain. Hasil wawancara dengan pedagang besar adalah cegatan sebesar Rp50-75 juta untuk perahu besar dengan peralatan baik dan Rp5 juta untuk perahu kecil. Sedangkan pedagang kecil memperoleh hasil tangkapan dari kapal-kapal besar dengan membayar cegatan atau ambaan kepada nelayan sebesar Rp ,00. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pedagang ikan atau belantik di PPP Muncar, cukup banyak kendala yang ada dalam pemasaran, antara lain pembayaran dari pihak pabrik yang seringkali terlambat, ikan tidak habis terjual pada saat musim ikan karena kebutuhan pabrik sudah dipenuhi oleh pedagang ikan lainnya, ikan yang tidak habis terjual pada hari ikan didaratkan dibiarkan begitu saja sehingga mengalami penurunan mutu dan harga bila dijual keesokan harinya. Namun sebagian pedagang lebih memilih menjual ikan di hari yang sama pada saat ikan didaratkan dan ikan yang mutunya turun dijual ke industri penepungan dengan harga rendah, yaitu dari Rp3.000,00 per kilogram menjadi Rp1.500,00 per kilogram atau berkurang hingga 50%. Selain itu ikan yang dijual ke pabrik ditimbang kembali dan dipotong 5-7% sebagai pengganti berat air. Ada pula harga ikan yang dipotong oleh pihak industri Rp100,00 per kilogram untuk berat es. Bagi pedagang yang memperoleh ikan dari nelayan dan langsung menjual ikan dagangannya kepada konsumen, kendala dalam pemasaran adalah letak pasar yang cukup jauh sehingga memerlukan biaya transportasi, yaitu bahan bakar untuk sepeda motor pribadi, serta diperlukan es lebih banyak. (3) Pendistribusian hasil tangkapan Proses distribusi dimulai dari hasil tangkapan yang telah disortir didaratkan ke dermaga dan dibawa ke tempat pembeli yang telah menunggu di sekitar dermaga atau di TPI. Hasil tangkapan yang diperjualbelikan di dermaga tidak ditimbang terlebih dahulu, tetapi beratnya diketahui dari ukuran wadah yang sudah biasa dipakai, yaitu timba/ember cat yang berkapasitas 20 kg dan keranjang bambu/kudung yang berkapasitas kg. Sebaliknya pedagang yang berada di TPI melakukan penimbangan hasil tangkapan yang telah dibeli dari beberapa

57 41 nelayan dan pedagang kecil dengan timbangan milik mereka sendiri. Kemudian dilakukan transaksi penjualan dengan harga yang sesuai dengan mutu ikan. Ikan yang telah selesai diperdagangkan dibawa ke tempat industri. Sebelum keluar dari pelabuhan, ikan yang diangkut tersebut dicatat oleh petugas TPI di dua pos yang tersebar di pintu keluar bagi kendaraan pengangkut tersebut bila akan keluar pelabuhan. Jumlah retribusi untuk ikan yang berjumlah minimal sekitar 10 kwintal dan diangkut dengan menggunakan truk atau beberapa becak motor, ditentukan dengan cara melihat jenis ikan dan menghitung jumlah keranjang atau kudung yang diangkut tersebut. Selanjutnya dilakukan pencatatan data pemilik alat tangkap, jenis ikan, dan jumlah ikan. Pemilik dari alat tangkap atau nelayan juragan tersebut dapat diketahui dengan cara melihat tanda atau ciriciri yang terdapat di bagian luar keranjang, biasanya berupa gambar, tulisan, atau warna cat. Maka petugas TPI harus hapal dengan tanda kepemilikan tersebut agar penagihan uang retribusi tidak tertukar dengan nelayan juragan lainnya. Kesepakatan yang terjalin diantara nelayan dan petugas TPI dalam penarikan retribusi bahwa satu keranjang yang kapasitasnya penuh atau kg dianggap berisi 80 kg. Dengan demikian didapat jumlah hasil tangkapan yang dikenakan retribusi sebesar jumlah keranjang penuh dikalikan dengan 80 kg. Keranjang yang berisi ¾ ikan dihitung 60 kg, ½ keranjang dihitung sebanyak 40 kg, dan ¼ keranjang dihitung sebanyak 20 kg. Selanjutnya petugas TPI menagih uang retribusi sebesar 2% dengan cara mendatangi kediaman para nelayan juragan satu per satu. Hasil tangkapan yang berjumlah sedikit dan diangkut dengan menggunakan becak, becak motor, atau sepeda motor, besarnya retribusi ditentukan dengan cara mengambil hasil tangkapan sebanyak satu sampai dua buah piring per keranjang. Ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan dan dijual dengan harga yang layak. Hasil penjualan tersebutlah yang akan menjadi nilai retribusi. Cara pengambilan retribusi dengan menggunakan piring tersebut dapat merusak hasil tangkapan karena benturan yang terjadi antara piring dengan ikan. Untuk mengurangi kerusakan fisik pada ikan seharusnya ikan yang diambil untuk retribusi sudah dipisahkan oleh nelayan, atau petugas TPI hanya mengambil ikan retribusi dari satu wadah saja dan tidak mengambil ikan pada setiap wadah.

58 42 (i) (ii) Gambar 9 (i) Alat timbangan milik pedagang (ii) Becak angkut di TPI tahun tahun (4) Penanganan ikan Penanganan ikan dilakukan sejak ikan ditangkap dengan cara disimpan di dalam palkah kapal dan diberi es. Sebelum terisi oleh hasil tangkapan, palkah dijadikan tempat untuk menyimpan es sejak dilakukan persiapan perbekalan. Pada kapal purse seine terdapat 6 palkah untuk menyimpan es atau hasil tangkapan. Palkah-palkah tersebut diberi nomor secara berurut. Pengisian palkah dilakukan secara berurut dari nomor satu dan seterusnya. Fungsi dari tindakan ini adalah agar mutu hasil tangkapan tidak tercampur pada setiap tahap penangkapan. Semakin akhir hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan, tentu mutunya lebih bagus dibandingkan mutu hasil tangkapan pada operasi penangkapan pertama kali apabila tidak diberi penanganan yang baik. Saat hasil tangkapan didaratkan, penanganan ikan dilakukan hanya dengan menambah es bila dianggap perlu atau bila es sudah mencair. Hal tersebut hanya dilakukan oleh pedagang. Supplier atau perantara tidak melakukan penanganan khusus pada hasil tangkapan tersebut, tetapi hanya dengan segera mengantarkan hasil tangkapan ke industri begitu pendaratan selesai dilakukan. Hasil tangkapan cenderung diperlakukan dengan tidak hati-hati sehingga menyebabkan ikan rusak. Selain itu terdapat kesalahan dalam hal penanganan ikan yang dilakukan oleh pedagang, seperti menambahkan air kolam pelabuhan ke dalam wadah hasil tangkapan, membolak-balik atau mengaduk-aduk hasil tangkapan di dalam wadah, memindahkan hasil tangkapan dari wadah yang satu

59 43 ke wadah yang lainnya dengan tidak hati-hati atau sedikit dibanting, menyeret hasil tangkapan yang berukuran besar, dan lain sebagainya. Pada beberapa nelayan bagan, penanganan hasil tangkapan dilakukan dengan cara membiarkan hasil tangkapan untuk tetap hidup di dalam jaring yang masih mengapung di perairan pada saat hauling terakhir. Hasil tangkapan tersebut baru diangkat saat akan kembali menuju fishing base, sedangkan yang dilakukan nelayan gillnet dalam mempertahankan mutu hasil tangkapannya adalah dengan cara menambahkan air laut ke dalam box hasil tangkapan. 2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan Aktivitas yang termasuk kelompok ini adalah pembekuan ikan dan pengolahan ikan. Kedua aktivitas tersebut tidak dilakukan oleh pihak pelabuhan, tetapi dilakukan oleh pihak industri. Aktivitas pembekuan ikan dilakukan oleh industri yang berlokasi di luar pelabuhan, sedangkan aktivitas pengolahan ikan dilakukan oleh industri baik yang berlokasi di dalam pelabuhan, yaitu industri ubur-ubur dan pengasinan, maupun industri yang berlokasi di luar pelabuhan, seperti industri pengalengan, pemindangan, pengasinan, penepungan, dan terasi, yang berjarak paling dekat 20 meter dari gerbang pelabuhan. 3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan (1) Tambat Tambat di PPP Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan, di dermaga sisi luar pelabuhan, di tepi pantai sekitar pelabuhan, dan di luar kolam pelabuhan. Kapal yang ditambatkan di luar dermaga pelabuhan dikarenakan kolam pelabuhan yang dangkal sehingga untuk kapal motor tempel yang berukuran besar tidak dapat bertambat labuh di dalam kolam pelabuhan. Nelayan menambatkan kapalnya antara lain pada bollard, tiang listrik di dermaga, batu besar pada breakwater, dan pasak di tepi pantai. (2) Perbaikan kapal dan mesin Perbaikan kapal biasanya dilakukan di area kolam pelabuhan. Namun ada juga perahu-perahu kecil yang diperbaiki di tepi pantai. Perbaikan mesin dapat dilakukan di bengkel pelabuhan.

60 44 (3) Pembuatan kapal Proses pembuatan kapal dilakukan di lahan dock yang terletak di sebelah pom bensin pelabuhan. Dock tersebut hanya berfungsi sebagai tempat pembuatan kapal, bukan tempat untuk memperbaiki kapal. Lahan dock tersebut dapat menampung tiga buah kapal berukuran 30 GT. Lahan sekitar dock yang tidak terpakai digunakan sebagai tempat parkir truk. (4) Perbaikan alat tangkap Perbaikan alat tangkap dapat dilakukan di sebelah kantor UPT pelabuhan dan di TPI. Biasanya alat tangkap yang diperbaiki di TPI ini adalah jenis alat tangkap purse seine. Sebelum diperbaiki, nelayan memeriksa keadaan alat tangkap apakah ada kerusakan atau tidak pada saat pendaratan hasil tangkapan. Alat tangkap tersebut dipindahkan dari perahu sedikit demi sedikit ke atas truk dan dari atas truk sudah menunggu beberapa orang nelayan yang memeriksa keadaan jaring sambil menyusun jaring tersebut. Perahu disandarkan dengan sisi lambung perahu menyentuh dermaga dan truk diparkir sejajar dengan perahu di tepi dermaga untuk mempermudah proses perpindahan alat tangkap. Gambar 10 Pemindahan alat tangkap purse seine tahun ) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut (1) Penyediaan air Air bersih di PPP Muncar diperoleh dengan menggunakan enam unit alat pompa yang pengadaannya dilakukan secara berangsur sejak tahun Sebelumnya, yaitu pada tahun 1994 sudah ada pengadaan alat pompa air laut yang

61 45 berjumlah dua unit dan menara air, namun alat tersebut sudah rusak. air bersih yang digunakan di TPI bersumber dari PDAM, sedangkan air bersih yang digunakan nelayan untuk perbekalan melaut dibeli di mushola pelabuhan atau di pabrik sekitar pelabuhan dengan menggunakan dirigen seharga Rp1.000,00 per becak. Biaya tersebut masuk ke kas mushola atau pabrik untuk membayar listrik. (2) Penyediaan es Penyediaan es untuk kebutuhan melaut dilakukan oleh pihak KUD, swasta, dan pemerintah. KUD memiliki pabrik es yang terletak di luar pelabuhan yang berjarak sekitar 300 meter dari pelabuhan, sedangkan lima pabrik es milik swasta terletak di Kecamatan Muncar, serta pabrik es milik pemerintah yang terletak di luar Kecamatan Muncar. Terdapat sebuah bangunan kecil di dalam area pelabuhan yang merupakan milik pengecer dan digunakan sebagai tempat penjualan dan penyimpanan atau persediaan es untuk sementara waktu sebelum es dijual kepada nelayan. Ada pula es yang diangkut dengan menggunakan truk dan selanjutnya langsung dibawa ke perahu. Harga es per balok adalah Rp5.500,00 untuk pelanggan tetap, sedangkan harga bagi pembeli yang tidak berlangganan adalah Rp6.000,00 per balok. Besarnya kebutuhan es pada saat musim ikan dapat mencapai balok per hari, namun bila sedang tidak musim ikan bisa saja tidak ada satu pun balok yang diperlukan karena tidak ada nelayan yang melaut. Gambar 11 Pengangkutan es dengan truk tahun (3) Penyediaan BBM Di dalam PPP Muncar terdapat pom bensin milik Pertamina yang terletak di bagian utara pelabuhan. Harga solar adalah Rp4.500,00 per liter untuk pembelian

62 46 secara tunai, sedangkan harga untuk pembelian dengan hutang adalah Rp5.000,00 per liter. Satu unit tangki BBM berkapasitas liter dapat digunakan oleh pengguna pelabuhan, sedangkan persedian solar yang diberikan kepada nelayan berkisar antara ton per hari. Jumlah ini tentu saja tidak mencukupi kebutuhan seluruh nelayan Muncar untuk melaut, oleh karena itu nelayan membeli solar ke dua pom bensin yang terletak di Kecamatan Muncar. (4) Penyediaan kebutuhan konsumsi Jenis trip yang biasa dilakukan oleh nelayan di PPP Muncar adalah one day fishing, sehingga tidak memerlukan konsumsi khusus untuk perbekalan melaut dan nelayan menyiapkan persediaan makanan masing-masing. Namun di area pelabuhan juga banyak terdapat warung makanan dan perbekalan yang dapat digunakan nelayan dan pengunjung. 5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan (1) Pengelola fasilitas non komersial (UPT) Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1990 yang menetapkan Pangkalan Pendaratan Ikan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan Daerah, maka dibentuk suatu organisasi pengelola yang diberi nama Badan Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan (BPPPI). Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/MK/2004, Muncar ditingkatkan statusnya dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) (UPT PPP Muncar, 2009). Tugas pokok UPT Pelabuhan Perikanan Pantai adalah sebagai berikut: Melaksanakan teknis pengelolaan PPP, memberikan bimbingan dan pembinaan kepada nelayan atau bakul, pengolah hasil perikanan, serta menyusun statistik dengan petunjuk dan kebijaksanaan yang diberikan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melaksanakan kegiatan PPP sesuai dengan uraian tugas dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

63 47 Melaksanakan pengamanan, pengawasan, dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur. Jumlah pegawai yang bekerja di UPT pada tahun 2008 adalah sebanyak 15 orang. Sebagian besar pegawai yang bekerja tersebut menempuh pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau sederajat, yaitu berjumlah 9 orang. Dari keseluruhan karyawan, 3 orang memiliki latar belakang pendidikan Strata 1 (S1), 2 orang diantaranya berasal dari jurusan perikanan, sedangkan 1 orang lainnya berasal dari jurusan pertanian. Selanjutnya 1 orang berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 2 orang berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Struktur organisasi PPP terdiri dari tiga unsur, antara lain unsur pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas sebagai Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai; unsur pembantu pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang bertanggungjawab kepada Kepala PPP; dan unsur pelaksana, yaitu beberapa orang yang diserahi tugas sebagai Kepala Seksi, diantaranya Kepala Seksi Kenelayanan, Seksi Pengusahaan Jasa, dan Kepala Seksi Sarana, bertanggung jawab kepada Kepala PPP. Struktur organisasi UPT PPP Muncar dapat dilihat pada Gambar 12. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kepala Pelabuhan Sub Bagian Tata Usaha Seksi Kenelayanan Seksi Pengusahaan Jasa Seksi Sarana Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 Gambar 12 Struktur organisasi UPT PPP Muncar tahun 2008.

64 48 Kegiatan operasional yang dilakukan oleh UPT, yaitu: 1) Kegiatan penarikan pas masuk dan parkir Kegiatan penarikan pas masuk dilakukan di pos jaga gerbang pelabuhan. Penarikan pas masuk tersebut meliputi pas masuk untuk orang, sepeda, becak, kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat atau lebih. Sesuai dengan kondisi PPP Muncar yang terletak di antara dua dusun, yaitu Dusun Sampangan dan Dusun Kalimati, maka penarikan pas masuk dapat dilakukan apabila yang bersangkutan membawa ikan baik terhadap masyarakat luar atau pun masyarakat yang bersangkutan. Kendaraan roda empat dengan tujuan rekreasi, sales dan study tour dapat dipungut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan penarikan parkir meliputi parkir untuk kendaraan roda empat atau lebih (truk ikan) dan sepeda nelayan yang dititipkan ketika sedang melaut. Biaya untuk truk satu kali masuk adalah Rp1.500,00, untuk bus dan kendaraan roda 4 adalah Rp1.000, sedangkan untuk sepeda, becak, dan motor dikenakan biaya Rp500,00. 2) Kegiatan penarikan tambat labuh Kegiatan penarikan tambat labuh diberlakukan dua kelas tertentu, yaitu kapal berukuran GT dan >20 GT. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan dengan melakukan penarikan biaya secara door to door saat nelayan sedang tidak melaut, biasanya pada saat terang bulan. Besarnya biaya adalah sebesar Rp20.000,00 untuk kapal GT dan Rp untuk kapal >20 GT. 3) Kegiatan penarikan sewa lahan dan gedung Kegiatan penarikan sewa lahan dilakukan terhadap lahan industri di dalam pelabuhan dan lahan docking. Kegiatan sewa gedung dilakukan terhadap pemakai gedung pemerintah di PPP kecuali yang dipergunakan oleh instansi terkait, Sat POL AIR, KUD Mino Blambangan, Petugas Syahbandar, Balai Pengobatan, dan Mushola. Biaya sewa lahan yang diberlakukan adalah sebesar Rp3.000 per m 2 per bulan, sedangkan untuk sewa gedung adalah Rp per m 2 dan Rp2.500 per m 2 untuk penyewaan gedung tanpa pemakaian listrik dan air. Bila gedung digunakan untuk acara sosial maka biaya sewa ditiadakan dan hanya perlu membayar biaya kebersihan sebesar Rp

65 49 4) Kegiatan penarikan jasa terhadap penggunaan alat Kegiatan penarikan jasa ini dilakukan bila terdapat peralatan PPP yang disewakan, misalnya box untuk menyimpan hasil tangkapan dan alat-alat perbaikan mesin, serta mesin pompa. Harga sewa box adalah Rp750 per buah per hari, sedangkan alat perbaikan mesin kapal dan mesin pompa adalah Rp5.000 per bulan. 5) Kegiatan penarikan lain-lain Kegiatan lain-lain yang dikenakan fee adalah penjualan es batu yang masuk ke pelabuhan. Biaya yang diberlakukan adalah Rp50 per balok es yang dibayar oleh pihak pabrik es. (2) Pengelola TPI Penyelenggaraan pelelangan ikan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 32 Tahun Maksud dari penyelenggaraan pelelangan ikan, yaitu mendapatkan kepastian hukum, dan stabilitas harga yang layak bagi nelayan atau petani ikan maupun konsumen. Selain itu maksud dari penyelenggaraan pelelangan ikan adalah sebagai sarana pengumpulan data statistik perikanan dan sebagai pusat pembinaan nelayan atau petani ikan. Tujuan dari penyelenggaraan pelelangan ikan antara lain peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan atau petani ikan, peningkatan pengetahuan dan kemampuan nelayan atau petani ikan, pemberdayaan masyarakat nelayan atau petani ikan, serta peningkatan PAD. Ketentuan pidana untuk pelanggaran terhadap pasal 2, 4, 5, 7, dan 10 Perda 32 Tahun 2003, yaitu dikenakan pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak lima juta rupiah (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008). Rincian pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 2: Maksud dan tujuan Pasal 4: (1) Semua ikan hasil tangkapan nelayan harus dijual secara lelang di TPI. (2) Penjualan secara dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dapat diberlakukan juga terhadap hasil budidaya petani ikan. (3) Pengecualian terhadap ketentuan dimaksud pada ayat (1) pasal ini, hanya dilakukan atas izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

66 50 Pasal 5: Penyelenggara pelelangan ikan harus menolak untuk menjual ikan yang ternyata beracun dan berbahaya. Pasal 7: (1) Untuk menyelenggarakan pelelangan ikan, penyelenggaraan lelang harus mendapat izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) Izin dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberikan atas permohonan penyelenggara pelelangan ikan. Pasal 10: (1) Penyelenggara pelelangan ikan wajib melaporkan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk mengenai pelaksanaan tugasnya, baik teknis maupun administratif. (2) Tata cara dan bentuk laporan dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 33 Tahun 2003 tentang retribusi pelelangan ikan di Kabupaten Banyuwangi, retribusi TPI adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan dan atau penyediaan Tempat Pelelangan Ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Wajib retribusi TPI adalah orang pribadi atau badan yang mendapat jasa pelayanan dan atau jasa tempat pelelangan ikan. Obyek retribusi adalah pelayanan penyediaan pelelangan ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Subjek retribusi adalah orang atau badan yang menggunakan fasilitas berupa tempat pelelangan ikan. Prinsip dan sasaran penetapan struktur serta besarnya tarif retribusi didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak dan pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien berorientasi pada harga pasar. Berdasarkan Perda No.33 Tahun 2003 dan SK. Bupati No.28 Tahun 2004, besarnya tarif retribusi ditetapkan 4% dari harga transaksi penjualan hasil lelang pada saat itu, dengan rincian 2% dipungut dari nelayan atau petani ikan atau penjual dan 2% dipungut dari pedagang atau bakul atau pembeli. Rincian penggunaan hasil retribusi adalah 50% untuk Pemerintah Kabupaten (disetor ke kas daerah) dan 50% untuk penyelenggaraan, pemeliharaan, dan pembinaan pelelangan ikan. Rincian penggunaan hasil retribusi dari TPI milik propinsi diatur menurut kesepakatan kedua belah pihak (Pemkab dan Pemprop).

67 51 Selanjutnya dikatakan bahwa biaya penyelenggaraan, pemeliharaan, dan pembinaan pelelangan ikan sebesar 50% dimaksud setelah dijadikan 100% penggunaannya diatur sebagai berikut: 1) 50% untuk biaya penggajian karyawan penyelenggara lelang 2) 10% untuk biaya ongkos kantor, dengan rincian: (1) 5% untuk biaya pengadaan alat tulis kantor, pembayaran langganan listrik, telepon, dan air, serta biaya pengadaan perlengkapan kerja dan biaya perjalanan; (2) 5% untuk biaya perawatan gedung, kebersihan, keindahan, dan keamanan TPI, serta biaya biaya timbal balik jasa pemanfaatan fasilitas TPI; 3) 20% untuk biaya kesejahteraan nelayan/petani ikan dan keluarganya, meliputi biaya kematian, bantuan biaya kecelakaan, bantuan saat paceklik, biaya pendidikan anak nelayan/petani ikan, dan biaya kesehatan; 4) 5% untuk keuntungan bagi penyelenggara pelelangan ikan; 5) 10% untuk biaya pembinaan dan bimbingan nelayan; serta 6) 5% untuk biaya pembinaan dan bimbingan penyelenggaraan pelelangan ikan Fasilitas PPP Muncar Fasilitas yang terdapat di PPP Muncar terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. 1) Fasilitas pokok (1) Lahan pelabuhan Lahan PPP Muncar seluas m 2 merupakan lahan yang terdiri dari m 2 PPI lama dan m 2 tambahan lahan dari hasil reklamasi masingmasing tahun 1965 dan Penggunaan lahan oleh para pemilik industri di dalam area pelabuhan dilakukan dengan cara menyewa lahan kepada pihak pengelola pelabuhan. Di wilayah yang terpisah dari pelabuhan, terdapat sebuah TPI yang bernama TPI Kalimoro yang merupakan hasil reklamasi dengan luas 1525 m 2. Lahan yang digunakan oleh para pemilik industri di dalam pelabuhan,

68 52 yaitu pengasin dan pengolah ubur-ubur, dikenakan biaya sewa yang dibayarkan kepada pengelola pelabuhan. (i) (ii) Gambar 13 (i) dan (ii) Lahan penjemuran ikan tahun (2) Dermaga Dermaga di PPP Muncar memiliki luas sebesar 6193 m 2. Selain itu terdapat jetty atau pier, yaitu tipe dermaga yang letaknya lebih menonjol ke laut dan biasanya dibangun untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan serta kedua sisinya yang dapat digunakan kapal untuk bertambat (Lubis et al., 2010). Luas jetty/pier tersebut adalah 800 m 2. Selain di dermaga, nelayan biasa menambatkan perahu yang berukuran kecil di sepanjang pantai sebelah utara pelabuhan. Fasilitas di dermaga yang digunakan untuk tambat adalah bollard yang terbuat dari kayu dan beton, serta tiang listrik. Cara kapal merapat di dermaga PPP Muncar adalah memanjang dimana sisi kapal sejajar dengan dermaga, cara tegak dimana haluan kapal menempel pada dermaga, dan cara miring dimana sisi depan kapal yang menempel pada dermaga. Keadaan dermaga di malam hari cukup gelap karena fasilitas lampunya sudah rusak, hanya beberapa saja yang masih bisa digunakan. Proses pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan di malam hari tidak diterangi oleh lampu dermaga, melainkan dari lampu perahu yang melakukan pembongkaran, sedangkan untuk distribusi ikan dari dermaga sampai ke luar pelabuhan diterangi oleh lampu kendaraan.

69 53 (i) (ii) Gambar 14 Dermaga (i) di sebelah Barat, (ii) jetty/pier di sebelah Timur, tahun (3) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan di PPP Muncar memiliki luas sebesar m 2. Saat penelitian dilakukan, kolam tersebut tidak berfungsi secara optiimal karena terjadi pendangkalan di sebagian wilayah kolam, sehingga hanya kapal-kapal atau perahu-perahu berukuran kecil yang dapat bertambat labuh di dalam kolam pelabuhan. Kapal-kapal berukuran besar (KM GT) biasanya bertambat labuh di bagian tepi alur pelayaran atau ditambatkan di luar kolam pelabuhan dengan menggunakan jangkar. (i) (ii) Gambar 15 (i) Pendangkalan kolam (ii) Kapal bertambat di luar kolam pelabuhan tahun tahun (4) Breakwater Breakwater atau penahan gelombang di PPP Muncar memiliki panjang total sebesar 170 meter yang terdiri dari breakwater di sisi kanan sepanjang 100 meter dan sisi kiri sepanjang 70 meter. Ditinjau dari bentuk bangunannya, breakwater

70 54 di PPP Muncar termasuk tipe breakwater timbunan, yaitu breakwater yang disusun dari lapisan batu pecah yang ditempatkan secara tidak beraturan. Gambar 16 Breakwater tipe timbunan tahun (5) Turap atau revetment Turap atau revetment yang dimiliki PPP Muncar memiliki luas 500 m 2. Turap atau plengsengan tersebut berfungsi sebagai penahan tekanan air dan menahan tanah agar tidak longsor. (6) Jalan komplek pelabuhan Panjang jalan komplek dalam area pelabuhan mencapai 560 m dengan lebar bervariasi mulai dari 4 m sampai 7 m. Jalan tersebut terbuat dari konstruksi beton sehingga memudahkan lalu-lintas dalam pendistribusian hasil tangkapan dan pengoperasian pelabuhan. 2) Fasilitas Fungsional (1) Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Gedung TPI milik PPP Muncar ada tiga, yaitu TPI Pelabuhan seluas 1450 m 2, TPI Kalimoro seluas 200 m 2, dan TPI Tratas seluas 200 m 2. TPI Pelabuhan dan TPI Kalimoro masih beroperasi sampai sekarang, sedangkan TPI Tratas sudah tidak beroperasi lagi. (2) Kantor administrasi pelabuhan Kantor administrasi pelabuhan terdiri dari kantor UPT PPP Muncar, kantor KUD Mino, kantor BRI, kantor resort perikanan, kantor LPPMHP, dan syahbandar. Kantor KUD Mino dan kantor BRI memiliki luas masing-masing 34,5 m 2 dan 62 m 2.

71 55 (3) Menara air dan instalasi PPP Muncar memiliki satu unit menara air berkapasitas 35 m 3 dan dua unit pompa air laut, namun sayangnya menara dan kedua unit pompa tersebut dalam keadaan rusak. Pompa air laut berada di dalam rumah pompa seluas 30 m 2 yang berjumlah 2 unit. Sumber air bersih yang bisa diperoleh di pelabuhan saat ini dengan menggunakan empat unit mesin pompa air, satu unit pompa air merek Honda, dan tiga unit jet pump. Pada TPI, air bersih yang digunakan bersumber dari PDAM. (4) Tangki BBM Terdapat satu unit tangki BBM berkapasitas liter. Tangki tersebut masih berfungsi sampai sekarang. Selain itu terdapat 1 unit rumah tangki BBM seluas 50 m 2. (5) Listrik dan instalasi Sumber listrik di PPP Muncar bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tersedia dua unit genzet untuk mengantisipasi listrik yang padam. Genzet tersebut disimpan dalam rumah genzet seluas 36 m 2 yang berjumlah 1 unit. (6) Bengkel Satu buah unit perbengkelan seluas 110 m 2 dibangun di dekat kantor pelabuhan. Bengkel tersebut masih dapat digunakan walaupun terdapat beberapa kerusakan pada langit-langit bangunan. Gambar 17 Perbengkelan di PPP Muncar tahun 2009.

72 56 (7) Sarana komunikasi Sarana komunikasi yang dimiliki PPP Muncar antara lain satu unit alat komunikasi SSB (Single Side Band) dan telepon. SSB dan telepon tersebut masih dapat berfungsi dengan baik dan terletak di dalam kantor pelabuhan untuk digunakan oleh para pegawai pelabuhan. (8) Gedung peralatan Gedung peralatan dengan luas 300 m 2 berjumlah 1 unit terletak di sebelah TPI Pelabuhan. Selain itu juga terdapat gedung tempat keranjang yang berjumlah 10 unit seluas 56 m 2. (9) Slipway Slipway yang dimiliki PPP Muncar berjumlah 3 unit dengan luas 360 m 2. Slipway tersebut dalam kondisi kurang baik karena terdapat kerusakan di permukaan slipway, namun slipway tersebut masih dapat digunakan untuk menurunkan kapal dari lahan tempat pembuatan kapal. (10) Pabrik es Pabrik es yang memenuhi kebutuhan es bagi nelayan untuk melaut terletak di luar pelabuhan. Terdapat sebuah bangunan kecil dalam pelabuhan yang disewa oleh pengecer es untuk menyediakan es bagi nelayan agar lebih mudah dan dekat dalam pendistribusian. Bangunan berjumlah satu unit tersebut berkapasitas 60 ton per hari dan terletak di dekat dermaga sebelah timur (jetty). (11) Pagar keliling Pagar keliling yang ada di PPP Muncar berada dalam kondisi rusak, bahkan sebagian kecil telah hilang dan tidak terpasang dengan tegak. Pagar tersebut memiliki panjang 710 m. (12) Jembatan penghubung desa Terdapat satu unit jembatan seluas 82 m 2 di PPP Muncar. Jembatan tersebut menghubungkan PPP Muncar dengan Desa Kalimati yang merupakan desa tempat tinggal nelayan, bakul, dan pengolah ikan. Jembatan terbuat dari bambu dan hanya bisa dilewati oleh orang, sepeda, becak, gerobak, dan sepeda motor. Pihak yang melewati jembatan tersebut tidak dipungut bayaran, sehingga siapa saja bebas keluar masuk pelabuhan dengan atau tanpa membawa hasil tangkapan.

73 57 (13) Alat bantu navigasi Alat bantu navigasi di PPP Muncar adalah dua buah rambu navigasi berwarna hijau berbentuk kerucut dan warna merah berbentuk tabung yang digunakan sebagai tanda alur keluar masuk kolam pelabuhan pada bagian ujung breakwater. 3) Fasilitas penunjang (1) Rumah dinas Fasilitas rumah dinas PPP Muncar terdiri dari dua unit rumah dinas masingmasing seluas 122 m 2. Selain itu terdapat rumah nelayan yang berjumlah satu unit seluas 42 m 2. Rumah nelayan tersebut digunakan untuk polairud. Di wilayah pelabuhan juga terdapat rumah dinas LPPMHP dan guest house yang terletak di dekat kantor LPPMHP. Seluruh rumah dinas tersebut masih dapat dipergunakan dan dalam kondisi baik. (2) Gedung aula Aula yang dimiliki PPP Muncar berjumlah satu unit dengan luas 104,5 m 2. Aula tersebut digunakan sebagai barak nelayan. Selanjutnya terdapat satu unit kantor PPP aula gedung serba guna, yang memiliki luas m 2. (3) Balai kesehatan Balai kesehatan di PPP Muncar berjumlah satu unit dan memiliki luas 154 m 2. Kondisi bangunan balai kesehatan ini cukup baik dan masih dapat beroperasi sampai saat ini, namun balai kesehatan tersebut jarang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar karena penduduk lebih memilih pergi ke dokter, rumah sakit, atau ke puskesmas yang fasilitasnya lebih lengkap. (4) Mushola PPP Muncar memiliki fasilitas mushola seluas 56 m 2 yang berjumlah 1 unit. Mushola tersebut sering digunakan oleh nelayan sebagai tempat memperoleh air bersih untuk kebutuhan melaut. Mushola tersebut terletak di depan guest house dekat gerbang pelabuhan. (5) Pos keamanan Pos keamanan atau pos jaga di PPP Muncar berjumlah satu unit yang terletak di gerbang/pintu masuk pelabuhan. Luas pos tersebut adalah 28 m 2. Pos

74 58 tersebut digunakan oleh petugas pelabuhan sebagai tempat untuk menarik biaya bagi kendaraan yang masuk ke pelabuhan. (6) MCK PPP Muncar dilengkapi dengan dua unit fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus) dengan luas total 110 m 2. MCK tersebut terletak di sebelah gudang peralatan. Kondisi fasilitas tersebut cukup bersih dan berfungsi dengan baik. (7) Gedung saprokan Saprokan merupakan singkatan dari sarana produksi perikanan. Gedung saprokan berjumlah 28 unit. Delapan unit diantaranya berukuran 152 m 2 dan 20 unit yang lain berukuran 120 m 2. Selengkapnya ukuran, kondisi, tahun pengadaan, dan asal dana pembangunan fasilitas yang terdapat di PPP Muncar dapat dilihat pada Tabel 10.

75 59 Tabel 10 Jenis fasilitas PPP Muncar Jenis fasilitas Jumlah (unit) Ukuran Tahun Pengadaan Asal dana Pembangunan Kondisi I Fasilitas pokok Lahan pelabuhan m Pemkab Baik Lahan TPI Kalimoro m Pemkab Baik Dermaga m APBN Sedang Jetty/pier m Pemkab Sedang Kolam pelabuhan m APBN Sedang Breakwater I (kanan) m APBN Baik Breakwater II (kiri) 1 70 m APBN Baik Turap/revetment/plengsengan m APBN Baik Jalan dalam komplek pelabuhan m APBN Baik Tembok penahan tanah m APBN Baik Jembatan penghubung desa 1 82 m APBD Sedang II Fasilitas fungsional Gedung TPI Pelabuhan m APBN Baik Gedung TPI Kalimoro m APBD I Baik Gedung TPI Tratas m APBD I Baik Menara air 1 11,5 m APBN Rusak Rumah pompa 2 30 m APBN Baik Tangki BBM liter 1978 APBN Sedang Rumah tangki BBM 1 50 m APBN Baik Genset dan instalasi APBN Sedang Rumah genzet 1 36 m APBN Baik Bengkel m APBN Sedang Alat komunikasi SSB APBN Baik Gedung peralatan m APBN Baik Slipway m APBD Sedang Pabrik es 1 104,5 m APBN Sedang Pagar keliling m APBN Rusak III Fasilitas penunjang Kantor KUD Mino 1 34,5 m APBN Baik Kantor BRI 1 62 m APBN Baik Rumah dinas m APBN Baik Rumah nelayan 1 42 m APBN Baik Gedung aula 1 104,5 m APBN Sedang Balai kesehatan m APBN Sedang Mushola 1 56 m APBD Baik Pos keamanan 1 28 m APBN Baik MCK m APBN Baik Gedung saprokan m APBN Baik Gedung saprokan m APBN Baik Sumber: UPT PPP Muncar, 2009

76 60 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Produksi Hasil Tangkapan Berdasarkan data statistik PPP Muncar tahun 2008, terdapat 34 jenis ikan yang didaratkan di PPP Muncar. Tiga jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar adalah lemuru (Sardinella lemuru), layang (Decapterus spp.), dan tongkol (Euthynnus spp.). Volume dan nilai produksi dari tiga jenis ikan dominan tersebut di PPP Muncar disajikan pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Jenis, volume, dan nilai produksi ikan dominan PPP Muncar tahun 2008 Jenis ikan Volume produksi Persentase* Nilai produksi Persentase* (kg) (%) (x 1000 rupiah) (%) Lemuru/sempenit , ,0 61,5 Layang , ,5 14,1 Tongkol , ,0 10,3 Jenis lainnya , ,0 14,1 Jumlah , ,5 100,0 Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali) Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa jenis ikan lemuru atau sempenit merupakan hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar dengan jumlah terbesar. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase volumenya yang mencapai 77,84 %. Sempenit adalah sebutan lokal untuk ikan lemuru yang masih kecil. Selanjutnya disusul oleh jenis ikan layang dan tongkol yang masing-masing memiliki persentase sebesar 8,05 % dan 7,35 %. Tingginya volume produksi ketiga jenis ikan tersebut terkait dengan unit penangkapan ikan di PPP Muncar yang didominasi oleh jenis alat tangkap pancing ulur, gillnet, purse seine, dan payang. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap lemuru antara lain jenis alat tangkap purse seine, payang, gillnet, dan bagan. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap layang adalah purse seine dan payang. Selanjutnya alat tangkap yang digunakan untuk menangkap tongkol adalah purse seine, payang, dan gillnet. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa indikator harga jenis ikan lemuru adalah Rp2.491,00/kg, layang Rp5.543,00/kg, dan tongkol Rp4.400,00/kg.

77 61 Diantara ketiga jenis ikan dominan tersebut, lemuru memiliki indikator harga terendah. Namun lemuru tetap bernilai terpenting di PPP Muncar karena jumlahnya yang paling dominan dan sangat dibutuhkan dalam jumlah besar oleh industri-industri pengalengan ikan di sekitar Muncar. Selain itu lemuru menyumbangkan nilai produksi terbesar, yaitu 61,50% dari total nilai produksi PPP Muncar pada tahun PPP Muncar adalah pelabuhan perikanan yang berlokasi di pantai Timur Jawa, dimana daerah penangkapan ikannya berada di Selat Bali dan Samudera Hindia yang memiliki potensi lemuru yang sangat besar. Kondisi tersebut memberikan peluang berkembangnya industri perikanan yang berbahan baku ikan lemuru seperti industri pengalengan, pengasinan, penepungan, dan pembekuan ikan Volume dan nilai produksi hasil tangkapan Perkembangan volume dan nilai produksi suatu pelabuhan perikanan sangat penting untuk dikaji sebagai pedoman bagi industri-industri yang menggunakan bahan baku dari pelabuhan perikanan tersebut. Begitu pula dengan perkembangan volume dan produksi di PPP Muncar yang sangat mempengaruhi keberlangsungan proses produksi bagi industri-industri di sekitarnya. Tabel 12 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPP Muncar tahun Tahun Volume produksi Perkembangan Nilai produksi Perkembangan (kg) (%)* (x 1000 rupiah) (%)* , , ,7-2, , ,2-2, , ,2 31, , ,9 14, , ,9-18, , ,1-55, , ,1 309, , ,2-2, , ,5 28,8 Sumber: TPI PPP Muncar 2009 (*diolah kembali)

78 62 Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa perkembangan volume dan nilai produksi PPP Muncar pada tahun cenderung meningkat dengan ratarata pertumbuhan volume sebesar 43,86% dan nilai sebesar 33,62%. Volume produksi pada tahun 2001 sampai tahun 2003 terus mengalami peningkatan. Begitu pula volume produksi tahun 2006 yang meningkat 383,34% menjadi kg dan tahun 2007 yang meningkat lagi 1,97% menjadi kg. Volume produksi yang meningkat jauh terjadi pada tahun 2006 dan Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa produksi yang meningkat pada tahun 2006 terjadi pada bulan November, dan volume produksi tahun 2007 yang meningkat jauh terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Menurut Nababan (2009), hal ini terjadi karena adanya anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada bulan November 2006 sampai dengan Maret Peristiwa ini disebabkan oleh fenomena Indian Ocean Dipole Mode (IODM) positif yang diketahui ada selama bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan upwelling terjadi lebih intensif dan lebih lama. Perkembangan nilai produksi PPP Muncar pada tahun tidak berbeda jauh dengan volume produksinya, yaitu meningkat dengan rata-rata perkembangan sebesar 33,62%. Perbedaan yang signifikan terjadi pada tahun 2007 dan Pada tahun 2007 volume produksi di PPP Muncar sangat tinggi di antara 10 tahun terakhir, namun nilainya justru menurun. Hal ini antara lain disebabkan harga lemuru jatuh pada saat itu. Diketahui bahwa harga rata-rata lemuru tahun 2007 adalah Rp1.021,00/kg, turun 10,83% dari tahun 2006, yaitu Rp1.145,00/kg. Berdasarkan hasil wawancara kepada nelayan dan petugas TPI setempat, pada tahun 2007, banyak hasil tangkapan yang terbuang percuma akibat tidak ada lagi tempat yang bisa menampung hasil tangkapan tersebut dan tidak semua dari produksi tersebut mampu diserap oleh industri dan konsumen di sekitar Muncar, sedangkan pihak pengelola PPP Muncar tidak melakukan upaya apapun untuk mengatasi produksi yang melimpah tersebut. Oleh karena itu nilai produksi di tahun 2007 berbanding terbalik dengan volume produksi. Sesuai dengan Lubis et al. (2010) yang mengatakan bahwa apabila produksi banyak atau

79 63 melimpah, maka dapat terjadi ketidakseimbangan antara volume produksi dengan daya serap sehingga harga ikan turun. Sebaliknya pada tahun 2008, volume produksi PPP Muncar semakin menurun, berbanding terbalik dengan nilai produksinya yang semakin meningkat pada tahun Hal tersebut dikarenakan harga ikan yang melambung akibat permintaan industri yang semakin bertambah dan berkurangnya hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar. Nilai produksi tersebut sangat dipengaruhi oleh harga lemuru, layang, dan tongkol. Pada tahun 2007, harga rata-rata lemuru adalah Rp1.650,00, kemudian meningkat 68% menjadi Rp2.417,00 pada tahun Lemuru yang merupakan ikan paling dominan, walaupun produksinya menurun drastis, namun harga jualnya terus meningkat, sehingga nilai produksi ikan lemuru sangat mempengaruhi nilai produksi secara keseluruhan di PPP Muncar. Kisaran harga lemuru adalah Rp800,00-Rp2.000,00 pada tahun 2007, kemudian meningkat menjadi Rp1.900,00-Rp5.000,00 pada tahun Jenis ikan dominan yang kedua adalah ikan layang. Harga rata-rata ikan layang adalah Rp4.625,00 pada tahun 2007 dan meningkat 82% menjadi Rp5.625,00 pada tahun Kisaran harga layang Rp3.500,00-Rp5.000,00 pada tahun 2007, meningkat menjadi Rp4.000,00-Rp6.500,00 pada tahun Selain harga ikan layang yang meningkat, produksinya pun bertambah, sehingga hal tersebut mempengaruhi kenaikan nilai produksi PPP Muncar. Selanjutnya, jenis ikan dominan yang ketiga adalah ikan tongkol. Pada tahun 2007, harga rata-rata tongkol adalah Rp4.792,00, kemudian turun 1% menjadi Rp4.750,00 pada tahun Kisaran harga tongkol adalah Rp4.000,00- Rp6.000,00 pada tahun 2007, kemudian turun menjadi Rp3.000,00-Rp6.000,00 pada tahun Produksi tongkol bertambah 48% dari 1.264,1 ton menjadi 2.629,7 ton pada tahun Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun harga rata-rata dan kisaran harga tongkol turun, nilai produksinya tetap bertambah karena produki tongkol yang meningkat sebesar 48% tersebut.

80 64 Tabel 13 Volume dan nilai produksi PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun Tahun Produksi hasil tangkapan Kabupaten Banyuwangi Nilai (Nt) Volume (x1000 (Qt; kg) rupiah) Produksi hasil tangkapan PPP Muncar Nilai (Np) Volume (x1000 (Qp; kg) rupiah) Volume produksi (%)* Nilai produksi (%)* Indeks* , ,3 97,9 94,4 0, , ,0 94,8 92,8 0, , ,5 92,4 92,4 1, , ,7 92,0 92,3 1, , ,8 91,6 85,7 0, , ,7 92,7 88,3 0, , ,1 85,4 77,1 0, , ,5 94,4 92,3 0, , ,7 96,9 94,7 0, , ,5 93,5 94,3 1,01 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi 2009 (*diolah kembali) Data yang digunakan untuk penghitungan indeks relatif nilai produksi adalah data per tahun volume dan nilai produksi PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi selama 10 tahun, yaitu tahun Data tersebut diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi. Terdapat perbedaan data volume dan nilai produksi perikanan PPP Muncar antara data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi dengan data yang diperoleh dari TPI Pelabuhan PPP Muncar. Hal tersebut diindikasikan adanya data produksi yang didatangkan melalui jalur darat atau produksi yang didatangkan dari pelabuhan perikanan terdekat (Bali) melalui transportasi laut (armada penangkapan atau perahu ojek) yang tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi. Pada tahun 1999, 2000, dan (Tabel 13), indeks relatif nilai produksi yang diperoleh adalah kurang dari 1, maka pada tahun-tahun tersebut nilai relatif produksi ikan di PPP Muncar lebih kecil dari nilai relatif produksi ikan di Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut berarti bahwa produksi ikan di PPP Muncar mempunyai kualitas pemasaran yang kurang baik dibandingkan dengan kualitas pemasaran produksi ikan di Kabupaten Banyuwangi.

81 Persentase (%) Tahun Volume produksi Nilai produksi Gambar 18 Perkembangan volume dan nilai produksi PPP Muncar tahun Indeks relatif nilai produksi yang bernilai sama dengan satu terjadi pada tahun 2001 dan 2002, maka nilai relatif produksi ikan di PPP Muncar adalah sama dengan nilai relatif produksi ikan di Kabupaten Banyuwangi. Makna dari indeks yang bernilai satu tersebut adalah kualitas pemasaran ikan di PPP Muncar yang sama baiknya dengan kualitas pemasaran ikan di Kabupaten Banyuwangi. Pada tahun tersebut, PPP Muncar memberikan kontribusi yang seimbang antara volume dan nilai hasil tangkapan, yaitu 92% hasil tangkapan dan 92% nilai. Keseimbangan persentase volume dan nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 19. Indeks relatif nilai produksi yang bernilai lebih dari satu selama periode hanya terjadi pada tahun Artinya, nilai relatif produksi ikan PPP Muncar adalah lebih besar dari nilai relatif produksi ikan di Kabupaten Banyuwangi, yang berarti bahwa produksi ikan di PPP Muncar mempunyai kualitas pemasaran yang lebih baik dari kualitas pemasaran ikan di Kabupaten Banyuwangi. Pada tahun tersebut, PPP Muncar memberikan 94,3% dari total nilai untuk 93,5% volume hasil tangkapan. Indeks relatif nilai produksi ikan di PPP Muncar terhadap produksi ikan di Kabupaten Banyuwangi selama periode tahun secara keseluruhan memiliki rata-rata I<1. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pemasaran ikan yang didaratkan di PPP Muncar kurang baik dibandingkan dengan kualitas pemasaran ikan di Kabupaten Banyuwangi.

82 Pendistribusian hasil tangkapan Proses distribusi berawal dari hasil tangkapan yang telah disortir di atas kapal kemudian didaratkan ke dermaga tempat pembeli yang telah menunggu, atau dibawa ke TPI untuk dijual kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya dilakukan transaksi dengan harga yang sesuai dengan mutu ikan. Ikan yang telah terjual diberi es oleh bakul untuk mempertahankan mutunya. Ada pula pedagang yang memberi es pada ikan setelah ikan dibeli dari nelayan keesokan harinya. Terkadang para bakul menambahkan air kolam pelabuhan ke dalam wadah hasil tangkapan. Mereka berpendapat bahwa menambahkan air kolam ke dalam wadah dapat mempertahankan mutu ikan dan untuk mengambil air dari kolam tidak memerlukan waktu yang lama. Hal ini tentunya tidak benar karena menambahkan air kolam pelabuhan yang tidak bersih justru akan semakin mempercepat penurunan mutu hasil tangkapan. Di Eropa, tahap-tahap penanganan hasil tangkapan tersebut telah diatur dalam Peraturan Uni Eropa yang berisi tentang peraturan kesehatan bagi nelayan di kapal, kondisi untuk penanganan ikan di kapal, kondisi untuk penanganan saat pendaratan, serta kondisi untuk pengolahan dan pengepakan (Le Ry, 2007). Hasil tangkapan yang sudah rusak atau rendah mutunya setelah didaratkan di PPP Muncar dijual ke pabrik penepungan, baik skala modern maupun tradisional. Tidak dilakukan penanganan terhadap jenis hasil tangkapan tersebut. Bahkan terkadang pedagang tidak menggunakan wadah untuk ikan tersebut, hanya diletakkan di lantai dermaga atau langsung dimasukkan ke truk bila jumlahnya banyak. Sebaiknya hasil tangkapan yang kondisinya rusak tersebut tidak didaratkan di PPP agar tidak menimbulkan bau busuk melainkan langsung masuk ke pabrik penepungan seperti di negara-negara Eropa, misalnya Prancis (Lubis 2010, komunikasi pribadi). Proses selanjutnya, yaitu hasil tangkapan yang kualitasnya baik diangkut ke tempat industri dengan menggunakan becak, becak motor, sepeda motor, atau truk. Dalam menaikkan ikan ke truk, digunakan alat bantu tangga yang terbuat dari kayu dan menyerupai tanjakan untuk mempermudah dan mempercepat proses pemindahan hasil tangkapan. Kendaraan jenis becak dan becak motor adalah kendaraan yang banyak beroperasi dan disewa di pelabuhan. Menurut Lubis et al.

83 67 (2010), jenis angkutan yang digunakan harus memenuhi syarat antara lain tidak boleh terkena sinar matahari, sedangkan kendaraan-kendaraan di PPP Muncar yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan tidak memiliki pendingin ataupun atap sebagai pelindung hasil tangkapan agar tidak terkena cahaya matahari langsung, oleh karena itu pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan dilakukan pada malam dan pagi hari. Pendistribusian hasil tangkapan ke luar kota dilakukan dengan menggunakan truk jenis container yang berpendingin. Daerah tujuan distribusi tersebut antara lain Jakarta, Surabaya, Magelang, Madura dan Bali. Menurut Lubis et al. (2010), prasarana transportasi yang digunakan cukup menggunakan styrofoam untuk daerah distribusi yang berjarak kurang dari 50 km, sedangkan untuk tujuan nasional atau lebih jauh dari 50 km maka jenis angkutan yang digunakan adalah angkutan berpendingin agar ikan tetap segar. Salah satu karakteristik pelabuhan perikanan pantai berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 adalah tidak ada ekspor ikan. PPP Muncar tidak melakukan ekspor ikan segar, sebaliknya melakukan ekspor ikan olahan oleh industri besar yang berada di wilayah sekitar pelabuhan. Negara tujuan ekspor tersebut antara lain ke Jepang, Thailand, Korea dan Cina. Terdapat beberapa cara pendistribusian ikan di PPP Muncar, yaitu: 1) Nelayan menjual hasil tangkapan langsung ke industri tanpa melalui perantara. 2) Nelayan menjual hasil tangkapan melalui perantara atau supplier, yang kemudian dijual ke industri, selanjutnya pihak industri menjual ke konsumen yang dipasarkan baik secara lokal, nasional, maupun ekspor. 3) Nelayan menjual hasil tangkapan ke pedagang kecil atau belantik, kemudian belantik menjualnya ke konsumen, pedagang besar atau pengepul, supplier, atau langsung ke industri. 4) Nelayan menjual hasil tangkapannya langsung ke pedagang besar atau pengepul, kemudian pedagang besar menjualnya ke industri. 5) Nelayan menjual hasil tangkapannya langsung ke konsumen. Secara detail, alur distribusi hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 20.

84 68 (5) Nelayan (1) (3) (2) (2) (4) Perantara Supplier Pedagang besar/pengepul Industri/perusahaan perikanan Pedagang kecil/belantik Konsumen Gambar 19 Alur distribusi hasil tangkapan di PPP Muncar tahun Kendala yang terjadi dalam pendistribudian hasil tangkapan ke luar PPP Muncar antara lain rusaknya prasarana jalan di sekitar pelabuhan, terutama di depan gerbang pelabuhan sampai puluhan meter jaraknya. Hal ini mempersulit kendaraan yang harus melewati jalan tersebut dan proses distribusi hasil tangkapan ke luar pelabuhan menjadi kurang lancar. 5.2 Kebutuhan Bahan Baku Utama Industri Pengolahan Ikan di Dalam.dan di Sekitar PPP Muncar Jenis industri yang terdapat di dalam kompleks pelabuhan antara lain industri ubur-ubur dan pengasinan ikan. Selebihnya industri pengolahan ikan terletak di luar wilayah pelabuhan yang berjarak antara 20 meter sampai 4 km dari lokasi PPP Muncar. Industri pengolahan ikan yang berada di luar wilayah PPP Muncar adalah umumnya industri pengalengan ikan, pemindangan, penepungan, petis, terasi, pengesan ikan, dan cold storage. Sampai pada tahun 2008, jumlah industri di PPP Muncar adalah 201 unit. Kapasitas produksi perusahaan perikanan di wilayah Muncar dan bahan baku yang diperoleh pada tahun 2008 disajikan pada Tabel 14. Data yang diperoleh hanya delapan bulan saja, yaitu dari bulan Januari sampai Agustus.

85 69 Tabel 14 Kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di Wilayah.Muncar, Januari-Agustus 2008 Jumlah Kapasitas Bahan baku yang diperoleh* Jenis usaha perusahaan (unit) produksi (kg/hari) Rata-rata (kg/bulan) Jumlah (kg) Pengalengan Pemindangan Penepungan mesin Penepungan tradisional Petis Terasi Pengesan ikan Cold storage Pengasinan Jumlah Produksi PPP Muncar Sumber: TPI PPP Muncar 2009 (*diolah kembali) Jenis industri yang menggunakan bahan baku paling banyak adalah penepungan ikan (modern), sedangkan jenis industri yang memasok bahan baku paling sedikit adalah industri terasi yang hanya menggunakan udang sebagai bahan baku. Bahan baku utama industri penepungan adalah ikan lemuru, selebihnya bahan baku yang digunakan adalah potongan-potongan ikan atau ikan yang telah rusak dan hancur dari berbagai jenis ikan. Jumlah kebutuhan bahan baku industri selama delapan bulan pada tahun 2008 disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Bahan baku yang diperoleh industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, Januari-Agustus 2008 Jenis Bahan baku yang diperoleh (ton) Usaha Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Pengalengan 479,8 110,5 231,0 225,1 542,9 202,8 164,5 244,0 Pemindangan 92,3 91,2 788,5 117,0 116,4 57,7 55,8 82,3 Penepungan Mesin 1.144,5 237,3 519,6 622, ,1 434,6 345,9 537,8 Penepungan Tradisional - 12,5 27,3 32,7 64,6 22,9 10,2 16,6 Petis 112,0 72,0 95,0 87,0 134,0 50,0 41,1 61,0 Terasi 3,3 2,2 3,0 3,9 2,6 2,0 1,8 2,6 Pengesan ikan 229,6 247,2 291,0 148,2 222,0 117,8 92,8 141,4 Cold storage 812,5 101, ,6 490,1 918,7 345,8 283,1 433,6 Pengasinan 86,8 32,1 50,1 54,6 108,1 29,8 23,9 36,3 Jumlah 2.960,8 906, , , , , , ,6 Produksi PPP Muncar 2.869,5 964, , , , , , ,1 Produksi terserap* (%) 100,0 93,9 94,5 61,6 100,0 90,5 88,6 87,7 Sumber: TPI PPP Muncar 2009 (*diolah kembali)

86 70 Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa bahan baku yang diperoleh industri-industri pengolahan ikan di wilayah Kecamatan Muncar dapat terpenuhi seluruhnya dari produksi PPP Muncar seperti pada bulan Februari, Maret, April, Juni, Juli, dan Agustus tahun Ada pula saat-saat dimana produksi di PPP Muncar bernilai lebih sedikit dibandingkan bahan baku yang diperoleh industriindustri pengolahan ikan di Muncar seperti pada bulan Januari dan Mei. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola industri tersebut, bahan baku yang diperoleh dapat didatangkan dari luar daerah apabila produksi di PPP Muncar tidak mencukupi. Bahan baku tersebut dapat didatangkan dari Grajagan, Tuban, dan Puger. Selain itu, kurangnya bahan baku dapat diantisipasi oleh pihak industri dengan cara mengganti bahan baku jenis ikan tertentu dengan jenis ikan lain yang sesuai dengan kebutuhan industri tersebut. Berdasarkan data delapan bulan yang diperoleh, rata-rata sekitar 89% dari produksi PPP Muncar dapat terserap oleh industri di sekitarnya. Hal tersebut membuktikan bahwa Muncar merupakan wilayah berdaya serap tinggi terhadap jumlah hasil tangkapan yang didaratkan. Sisa produksi PPP Muncar yang tidak terserap oleh industri sekitar bulan Februari, Maret, April, Juni, Juli, dan Agustus tahun 2008, biasanya disalurkan ke konsumen di luar Kecamatan Muncar ataupun di luar Kabupaten Banyuwangi, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Bali Asal bahan baku kebutuhan industri Hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar berasal dari nelayan yang melakukan penangkapan di wilayah Selat Bali dan Samudera Hindia. Data produksi yang tercatat di TPI Pelabuhan berasal dari dua buah TPI yang masih aktif hingga sekarang, yaitu TPI Pelabuhan itu sendiri dan TPI Kalimoro. Kedua TPI tersebut masih berada dalam satu wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Muncar. Pihak pengelola PPP Muncar tidak mendatangkan hasil tangkapannya dari daerah lain, namun pihak industrilah yang mendatangkan bahan baku dari luar daerah. Berdasarkan hasil wawancara dari pengelola industri pengolahan ikan, mereka mendatangkan bahan baku dari luar daerah bila produksi di PPP Muncar tidak mencukupi, bahkan terkadang impor dari Cina atau Taiwan. Namun bila

87 71 produksi di PPP Muncar memenuhi kebutuhan bahan baku, mereka lebih mengutamakan memasok bahan baku dari PPP Muncar dengan alasan mudah didapat dan jaraknya dekat, sehingga tidak memerlukan biaya transportasi yang mahal dan waktunya relatif singkat dibandingkan mendatangkan bahan baku dari luar daerah. Muncar adalah wilayah penghasil ikan dan merupakan lokasi industri perikanan, sehingga harga ikan cukup murah dan terjangkau. Selain itu mulai dari proses penangkapan ikan (one day fishing) dan pendaratan hasil tangkapan, sampai pada pendistribusian ikan ke industri dilakukan dengan cepat sehingga kualitas ikan masih terjaga. Bagi industri pembekuan ikan, bahan baku yang diperoleh di PPP Muncar memiliki mutu yang baik dengan kadar garam rendah sehingga bagus untuk proses pembekuan. Jenis ikan yang dibekukan tersebut antara lain ikan lemuru, layang, dan tongkol. Pada saat tidak sedang musim ikan, pihak industri biasanya memasok bahan baku dari cold storage sekitar pelabuhan, sedangkan industri cold storage memperoleh bahan baku dengan cara menstok ikan pada saat musim ikan, atau dengan mendatangkan ikan dari luar daerah bila stok industri tersebut mulai menipis. Beberapa industri skala besar, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terkadang mendatangkan bahan baku dari luar Muncar, seperti dari daerah Grajagan, Tuban, Puger, dan Bali. Menurut Joesidawati MI, Purwanto, dan Asriyanto (2005), pengambeg terikat pada perusahaan untuk kebutuhan ikan lemuru selama satu tahun penuh, jika kebutuhan ikan tidak terpenuhi mereka mendatangkan ikan lemuru dalam bentuk beku dari luar daerah, seperti Madura, Bima, dan Tuban Keberlanjutan ketersediaan bahan baku Selain perkembangan volume produksi, ketersediaan yang kontinu jenis ikan di pelabuhan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan perlu diperhatikan untuk keberlanjutan industri perikanan tersebut. Kontinuitas jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar pada tahun 2008 disajikan pada Tabel 16 berikut.

88 72 Tabel 16 Kontinuitas jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar selama 12 bulan tahun 2008 No Jenis ikan Rata-rata produksi (kg) 1 Lemuru/sempenit Layang Tongkol Tuna Cucut Layur Kerang-kerangan Cakalang Pari Cumi-cumi Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 Berdasarkan volume produksi dan ketersediaan jenis ikan per bulan pada tahun 2008, sepuluh jenis ikan dominan di PPP Muncar selalu tersedia setiap bulannya, yaitu lemuru, layang, tongkol, tuna, cucut, layur, kerang-kerangan, cakalang, pari, dan cumi-cumi. Kesepuluh jenis ikan tersebut dapat dijadikan bahan baku industri pada saat musim ikan ataupun musim paceklik. Pada saat musim ikan, produksi PPP Muncar yang berlebih akan ditampung di perusahaanperusahaan cold storage. Pada saat musim paceklik yang berkisar antara satu sampai tiga bulan, industri di PPP Muncar dapat memasok bahan baku dari cold storage bila produksi dari pelabuhan tidak mencukupi. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2004 tercatat 10 unit cold storage yang berada di Kecamatan Muncar. Pada tahun 2005 jumlahnya meningkat menjadi 19 unit, kemudian meningkat lagi pada tahun 2006 dan 2007 dengan jumlah masingmasing 25 dan 30 unit. Berdasarkan jumlah cold storage yang meningkat sejak tahun 2005 hingga tahun 2007, maka dapat diketahui bahwa produksi di PPP Muncar sangat tinggi dan mampu menarik pihak-pihak yang ingin mengembangkan usaha perikanannya di wilayah Muncar. 5.3 Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Sepuluh Tahun ke Depan Sebagai pelabuhan perikanan yang menjadi sumber bahan baku utama industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar maka volume produksi ikan PPP Muncar harus selalu tersedia agar keberlanjutan industri sekitar Muncar dapat

89 73 terjamin keberlangsungannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan kepercayaan pihak industri terhadap suplai bahan baku ikan dari PPP Muncar sehingga perlu diketahui proyeksi produksi pada jangka panjang. Proyeksi produksi hasil tangkapan suatu pelabuhan diperlukan agar dapat memperkirakan jumlah hasil tangkapan yang sedikit atau berkurang jumlahnya di tahun-tahun mendatang sehingga dapat diperkirakan kondisi dan keberlanjutan suatu industri di wilayah pelabuhan tersebut Proyeksi produksi hasil tangkapan (lemuru, layang, dan tongkol) Proyeksi dilakukan pada volume produksi tiga jenis ikan dominan dengan menggunakan 120 titik data, yaitu data volume produksi per bulan selama 10 tahun ( ) yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Selanjutnya ditentukan produksi rata-rata bergerak 3 bulanan (Mt). Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dugaan dari trend (Tt) dan siklik (Ct). Tabel 17 berikut menunjukkan hasil proyeksi tiga jenis ikan dominan di PPP Muncar, yaitu lemuru, layang, dan tongkol. Tabel 17 Proyeksi jumlah hasil tangkapan 3 jenis dominan tahun Tahun Proyeksi volume hasil tangkapan (ton) Lemuru Layang Tongkol Hasil proyeksi menunjukkan bahwa ikan lemuru dan layang cenderung mengalami peningkatan di setiap tahunnya, sedangkan ikan tongkol cenderung mengalami penurunan produksi. Peningkatan jumlah lemuru dan layang, serta penurunan produksi tongkol pada hasil proyeksi dipengaruhi trend dari data aktual tahun Sumberdaya ikan pada proyeksi hasil tangkapan yang

90 74 didaratkan di PPP Muncar tersebut diasumsikan tetap. Keadaan yang terjadi di masa lalu dianggap sama dengan kondisi di masa mendatang. 1) Lemuru Ikan lemuru merupakan jenis ikan pelagis yang sangat dominan di perairan Selat Bali dengan rata-rata produksi di PPP Muncar mencapai ,8 ton per tahun. Alat tangkap yang paling produktif di PPP Muncar dalam menangkap lemuru adalah purse seine sedangkan alat tangkap lainnya yang menangkap lemuru adalah payang, gillnet, dan bagan. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per unit alat tangkap per bulan dengan komposisi jenis ikan lemuru rata-rata mencapai 83,1%, payang mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 50,7%, gillnet mampu menghasilkan 0,5 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 41,6%, serta bagan yang mampu menghasilkan 0,2 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 76,4%. Ikan lemuru yang diperdagangkan di PPP Muncar terdiri dari dua jenis antara lain lemuru segar, yaitu lemuru yang baru didaratkan dengan mutu baik dan bentuk ikan masih utuh, serta lemuru tepung, yaitu lemuru yang telah didaratkan lebih dari satu hari dengan mutu rendah atau belum lama didaratkan tetapi fisiknya telah rusak dan biasanya digunakan untuk bahan baku industri penepungan ikan. Pada tahun 2008, harga lemuru segar berkisar antara Rp1.900,00/kg-Rp5.000,00/kg sedangkan harga lemuru tepung berkisar antara Rp1.500,00/kg-Rp2.100,00/kg. Ikan lemuru di PPP Muncar didistribusikan ke industri pengalengan ikan, pemindangan, pengasinan, dan penepungan yang selanjutnya dipasarkan di sekitar Muncar, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, dan Malang dan ke wilayah Jawa Tengah seperti Pekalongan. Trend yang diperoleh untuk produksi per bulan ikan lemuru adalah semakin meningkat selama tahun dengan persamaan y = 9860,7032x ,5472 dan R 2 = 0,3402. Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks musim. Fluktuasi musiman secara khas ditemukan dalam data triwulan, bulanan, atau mingguan. Variasi musiman menunjuk pada sebuah pola perubahan yang kurang lebih stabil yang tampak dan berulang dari tahun ke tahun. Pola musiman

91 y = 9.860,7032x ,5472 R² = 0, Volume produksi (ton) Bulan Volume produksi (ton) Linear (Volume produksi (ton)) Gambar 20 Perkembangan produksi per bulan ikan lemuru di PPP Muncar tahun

92 76 terjadi karena pengaruh cuaca, atau karena peristiwa yang berhubungan dengan penanggalan seperti hari libur nasional (Hanke, 2005). Indeks musim diperlukan untuk mengetahui saat-saat dimana banyak hasil tangkapan yang didaratkan agar ketersediaannya dapat menunjang produksi industri pengolahan ikan. Dari hasil penghitungan, besarnya indeks musim ikan lemuru berkisar antara 80,64 pada bulan Juni hingga 131,66 pada bulan Mei. Nilai indeks musiman >100 terjadi pada bulan Mei, Agustus, November, dan Desember, yang berarti pada bulanbulan tersebut sedang terjadi musim puncak pendaratan. Berdasarkan proyeksi sebagaimana disajikan pada Gambar 20 dan Tabel 18 yang menunjukkan bahwa produksi lemuru di PPP Muncar pada tahun akan mengalami peningkatan dengan rata-rata persentase pertumbuhan sebesar 5,36%. Kemampuan produksi mencapai ton pada tahun 2011 dan kemudian meningkat hingga mencapai ton pada tahun Peningkatan volume produksi tersebut tentunya akan meningkatkan aktivitas di pelabuhan dan berdampak positif bagi perkembangan industri pengolahan ikan di wilayah Muncar yang menggunakan bahan baku utama berupa ikan lemuru, seperti industri pengalengan, pemindangan, pengasinan, dan penepungan. Peningkatan aktivitas tersebut sebaiknya diimbangi dengan daya dukung PPP Muncar dengan cara memperbaiki dan mengoptimalkan penggunaan fasilitas yang telah ada atau menambah kapasitas fasilitas, serta dengan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pengguna pelabuhan khususnya nelayan. Tabel 18 Proyeksi produksi ikan lemuru tahun Waktu Volume produksi (ton)* Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah *Angka pembulatan

93 77 Pada tahun 2011, hasil penghitungan jumlah produksi lemuru yang berjumlah ton per bulan tersebut dapat mencukupi kebutuhan industri pengalengan ikan di wilayah Muncar yang memiliki rata-rata kebutuhan bahan baku sekitar 275 ton per bulan (Tabel 14). Pada saat produksi lemuru diperkirakan rendah seperti pada bulan Juli, maka kebutuhan bahan baku industriindustri tersebut yang tidak dapat dipenuhi oleh PPP Muncar dapat dipasok dari perusahaan cold storage yang banyak terdapat di sekitar pelabuhan, atau mendatangkan lemuru dari tempat pendaratan ikan di wilayah Bali. Peningkatan produksi ikan lemuru sangat dipengaruhi oleh jumlah unit penangkapan purse seine yang merupakan alat tangkap paling produktif dalam menangkap lemuru. Namun untuk meningkatkan volume produksi lemuru di PPP Muncar tidak mungkin ditempuh dengan cara penambahan jumlah alat tangkap tersebut karena jumlah penggunaan alat tangkap tersebut telah dibatasi oleh Pemda I Jawa Timur dan Bali, yaitu maksimum 190 unit. Pada tahun 2008, jumlah alat tangkap purse seine di PPP Muncar adalah 185 unit yang berarti hanya bisa dilakukan penambahan sebanyak 5 unit. Langkah lain yang dapat ditempuh adalah dengan peningkatan jumlah alat tangkap selain purse seine, yaitu payang, gillnet, dan bagan. Namun demikian jumlah alat tangkap tersebut perlu upaya pembatasan seperti pada alat tangkap purse seine agar tidak terjadi over fishing. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi (2008), Selat Bali memiliki potensi penangkapan maksimum lestari untuk ikan pelagis dengan hasil ikan yang dominan, yaitu lemuru (Sardinella lemuru) sebesar ton per tahun. Sehubungan dengan peningkatan produksi lemuru tersebut, pihak PPP Muncar perlu memperhatikan potensi penangkapan maksimum lestari di Selat Bali dan perlu mengkaji kembali MSY terkini Selat Bali agar tidak terjadi over fishing seperti hasil proyeksi pada tahun Pada tahun tersebut perlu dilakukan upaya pembatasan penangkapan melalui pengurangan jumlah trip dan/atau jumlah armada yang melaut. Mutu ikan lemuru yang didaratkan beraneka ragam, mulai dari mutu baik sampai yang sudah rusak, baik mutu maupun fisiknya. Penanganan mutu ikan hanya dilakukan dengan menambahkan es pada ikan agar ikan tetap segar, namun

94 78 tidak dilakukan penanganan dalam menjaga keutuhan fisik ikan. Hal tersebut dikarenakan sangat banyaknya lemuru yang didaratkan sehingga perlu dilakukan pendistribusian dengan cepat agar kesegaran ikan tetap terjaga. Selain itu industri di sekitar Muncar sangat banyak membutuhkan bahan baku dengan mutu berbedabeda. Semua jenis mutu ikan dapat diserap di industri sekitar seperti disajikan pada Tabel 19. Oleh karena tingginya daya serap industri sekitar, perlakuan terhadap lemuru kurang diperhatikan. Hal tersebut perlu diperbaiki agar ikan lemuru yang dijual menjadi lebih layak baik dalam bentuk segar maupun olahan. Tabel 19 Tingkat mutu ikan lemuru sebagai bahan baku indutrsi pengolahan ikan No Jenis industri Mutu ikan 1 Pengalengan terbaik 2 Pemindangan baik 3 Pengasinan cukup baik 4 Penepungan rendah sampai baik Sumber: Dinas Perikanan Dati I Propinsi Jawa Timur, 2000 Menurut Sukarsa (2007), kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar, dan tidak segar. Hasil tangkapan dapat dikatakan: segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 7-9, agak segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 5-6, tidak segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 1-4. Ikan dengan mutu terbaik disalurkan ke industri pengalengan sesuai dengan jumlah permintaan industri tersebut. Pada saat produksi ikan di PPP Muncar sangat banyak, ikan yang tidak terserap oleh industri pengalengan disalurkan ke industri yang membutuhkan ikan dengan mutu setingkat di bawah industri pengalengan. Begitu pula dengan industri pengasinan dan penepungan. Ikan yang sudah tak tertampung di industri pemindangan akan disalurkan ke industri pengasinan atau penepungan walaupun mutunya masih baik. Menurut Moeljanto (1982) lemuru dapat dijadikan bahan baku pada industri pengalengan ikan, sedangkan Adawyah (2008) mengungkapkan bahwa ikan lemuru dapat digunakan sebagai bahan baku ikan pindang. Selain itu lemuru dapat dijadikan sebagai bahan baku olahan abon ikan dan dendeng ikan.

95 79 2) Layang Ikan layang merupakan jenis ikan pelagis. Ikan layang di PPP Muncar ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine dan payang. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per unit per bulan dengan komposisi jenis ikan layang 9,5%, sedangkan payang mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi layang 11,9%. Produksi ikan layang di PPP Muncar rata-rata mencapai 2.239,3 ton per tahun. Pada tahun 2008, harga ikan layang di PPP Muncar berkisar antara Rp4.000,00/kg-Rp6.500,00/kg dan didistribusikan ke industri pemindangan, pengasinan, pembekuan, dan penepungan, kemudian dipasarkan di sekitar Muncar, Jember, Malang, Surabaya, Tulungagung, Bondowoso, Semarang, Jakarta, Bandung, Bali, dan Yogyakarta. Perkembangan volume produksi per bulan ikan layang selama tahun disajikan pada Gambar 22. Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa trend yang diperoleh selama tahun untuk ikan layang adalah cenderung meningkat dengan persamaan y = 858,7805x ,7074 dan R 2 = 0,1101. Langkah-langkah penghitungan proyeksi selengkapnya disajikan pada Lampiran 5-7. Hasil proyeksi produksi layang tahun disajikan pada Tabel 20. Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks musim. Indeks musim berkisar antara 68,33 pada bulan Juli hingga 134,30 pada bulan Agustus. Musim puncak pendaratan terjadi pada bulan Januari, Maret, Mei, Agustus, dan Oktober sampai November.

96 y = 858,7805x ,7074 R² = 0, Volume produksi (ton) Bulan Volume produksi (ton) Linear (Volume produksi (ton)) Gambar 21 Perkembangan produksi per bulan ikan layang di PPP Muncar tahun

97 81 Tabel 20 Proyeksi produksi ikan layang tahun Waktu Volume produksi (ton)* Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah *Angka pembulatan Rata-rata persentase pertumbuhan ikan layang pada tahun adalah 3,79%. Pada tahun 2011, kemampuan produksi adalah ton, kemudian pada tahun 2020 meningkat sebesar ton. Peningkatan volume produksi tersebut tentunya akan memberikan dampak positif bagi produktivitas industri pengolahan ikan di wilayah Muncar yang menggunakan ikan layang sebagai bahan baku utama, seperti industri pemindangan, pengasinan, pembekuan, dan penepungan. Bagi pihak industri tersebut, peningkatan produksi ikan layang di PPP Muncar dapat berarti perluasan atau peningkatan usaha karena adanya penambahan bahan baku. Hal tersebut dapat ditempuh dengan cara penambahan jumlah produksi dan perluasan daerah pemasaran produk olahan ikan. Pada tahun 2011, hasil penghitungan proyeksi produksi layang yang berjumlah rata-rata 277,3 ton per bulan tersebut dapat mencukupi kebutuhan industri pemindangan ikan dan pengasinan di wilayah Muncar yang memiliki ratarata kebutuhan bahan baku masing-masing sekitar 175,1 ton per bulan dan 52,7 ton per bulan (Tabel 14). Menurut Adawyah (2008), industri pengolahan ikan yang dapat menggunakan ikan layang sebagai bahan baku adalah industri pemindangan. Selain itu, ikan layang juga dapat digunakan sebagai bahan baku kecap ikan layang (Cucu, 2010). Chairita (2008) mengemukakan bahwa ikan layang adalah ikan yang potensial untuk diolah menjadi surimi, yaitu bahan baku untuk produk-produk fish jelly, seperti bakso ikan.

98 82 3) Tongkol Ikan tongkol merupakan jenis ikan pelagis. Ikan tongkol di PPP Muncar ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, dan gillnet. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per unit per bulan dengan komposisi jenis ikan tongkol sebesar 7,4%, payang mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi tongkol sebesar 23,6%, dan gillnet mampu menghasilkan 0,5 ton per unit per bulan dengan komposisi tongkol sebesar 24,2%. Selama tahun , produksi rata-rata ikan tongkol di PPP Muncar mencapai 1.927,4 ton per tahun. Alat tangkap di PPP Muncar yang dominan menangkap tongkol adalah alat tangkap purse seine. Ikan tongkol di PPP Muncar memiliki harga yang berkisar antara Rp3.000,00-Rp6.000,00/kg. Ikan tongkol di PPP Muncar didistribusikan untuk kebutuhan bahan baku industri pemindangan dan pembekuan ikan, selanjutnya dipasarkan ke daerah sekitar Muncar, Jember, Malang, Surabaya, Tulungaggung, Bondowoso, Jakarta, Bali, dan Yogyakarta. Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol selama 10 tahun disajikan pada Gambar 22. Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa trend yang dihasilkan selama tahun untuk ikan tongkol adalah menurun dengan persamaan y = -625,9915x ,0008 dan R 2 = 0,2184. Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks musim. Indeks musim yang digunakan berkisar antara 83,20 pada bulan April hingga 127,31 pada bulan Maret. Musim puncak pendaratan terjadi pada bulan Maret, Mei, Juli, Oktober, dan November. Hasil proyeksi produksi tongkol disajikan pada Tabel 21.

99 y = -625,9915x ,0008 R² = 0, Volume produksi (ton) Bulan Volume Produksi (ton) Linear (Volume Produksi (ton)) Gambar 22 Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol di PPP Muncar tahun

100 84 Tabel 21 Proyeksi produksi ikan tongkol tahun Waktu Volume produksi (ton)* Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah *Angka pembulatan Berdasarkan proyeksi seperti yang telah disajikan pada Gambar 23 dan Tabel 21, dapat dilihat bahwa produksi tongkol di PPP Muncar akan mengalami penurunan produksi sebesar 18,49% pada tahun Pada tahun 2011, kemampuan produksi mencapai ton dan kemudian menurun hingga 306 ton pada tahun Penurunan volume produksi tersebut tentunya akan berpengaruh pada aktivitas dan nilai produksi di pelabuhan karena ikan tongkol merupakan jenis ikan ekonomis penting. Selain itu, penurunan produksi akan berdampak negatif bagi perkembangan industri pengolahan ikan di wilayah Muncar yang menggunakan bahan baku utama berupa ikan tongkol, seperti industri pemindangan. Pada tahun 2011, hasil penghitungan proyeksi produksi tongkol yang berjumlah rata-rata 170,5 ton per bulan tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan industri pemindangan ikan di wilayah Muncar yang memiliki rata-rata kebutuhan bahan baku sekitar 175,1 ton per bulan (Tabel 14). Sebagai pencegahan penurunan produktivitas industri, industri tersebut dapat mendatangkan ikan tongkol dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan alternatif jenis ikan lainnya sebagai pengganti ikan tongkol agar industri tersebut tidak mengalami penurunan produktivitas saat produksi ikan tongkol di PPP Muncar menurun. Industri yang dapat dikembangkan dengan menggunakan ikan tongkol antara lain pengasinan dan pemindangan (Adawyah, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa

101 85 ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengasinan antara lain ikan teri, kembung, kakap, dan tenggiri, sedangkan untuk pemindangan adalah ikan selar, layang, dan cakalang Model proyeksi dekomposisi multiplikatif Model proyeksi dekomposisi multiplikatif merupakan model peramalan yang sering digunakan selama ini. Model dekomposisi pada umumnya mencoba mengidentifikasikan tiga komponen secara terpisah sebagai pola dasar yang menggambarkan karakteristik sistem industri sepanjang waktu tertentu (Gasperz, 1992). Ketiga komponen yang digunakan dan dicari pada penghitungan data produksi hasil tangkapan untuk peramalan pertama-tama secara berurutan adalah komponen trend, selanjutnya komponen siklik, dan yang terakhir adalah komponen musim. Lalu peramalan produksi hasil tangkapan dapat dihitung. Gasperz (1992) menyatakan bahwa trend menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang yang dapat bersifat menaik, menurun, atau tidak berubah. Selanjutnya Gasperz juga menyatakan bahwa faktor siklik menggambarkan naikturunnya ekonomi atau industri, sedangkan faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik yang relatif konstan dan disebabkan oleh faktor-faktor seperti temperatur, curah hujan, bulan-bulan tertentu dalam setahun atau yang berkaitan dengan hari raya, upacara keagamaan, dan sebagainya. R 2 adalah kemampuan data untuk menginterpretasikan data dengan keadaan nyata di lapangan. Dalam penentuan model pada rata-rata bergerak 3 bulanan, digunakan R 2 yang bernilai lebih besar. Pada ketiga proyeksi jenis ikan dominan di PPP Muncar, diperoleh nilai R 2 yang kecil. Berdasarkan nilai R 2 yang kecil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kesalahan pada data volume produksi yang digunakan untuk keperluan peramalan, sehingga hasil penghitungan proyeksi mendatang tersebut kurang dapat dijadikan sebagai nilai acuan pada kondisi nyata di lapangan. Kecilnya nilai R 2 tersebut dapat terjadi karena terdapat beberapa data hasil tangkapan yang bernilai ekstrim pada tahun 2006 dan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada sub-sub bab 5.1.1, data hasil tangkapan yang bernilai

102 86 ekstrim tersebut terjadi karena adanya anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada bulan November 2006 sampai dengan Maret Peristiwa ini disebabkan oleh fenomena IODM positif yang diketahui ada selama bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan upwelling terjadi lebih intensif dan lebih lama (Nababan, 2009). Selain itu, nilai R 2 bernilai kecil disebabkan oleh data produksi yang tercatat di pelabuhan kurang sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Hal tersebut dikarenakan proses pencatatan hasil tangkapan yang tidak disertai dengan penimbangan terlebih dahulu. Pendataan hasil tangkapan dilakukan pada saat kendaraan yang membawa hasil tangkapan melewati tempat penjagaan petugas TPI. Banyaknya hasil tangkapan yang diangkut kendaraan tersebut adalah jumlah keranjang yang terdapat dalam kendaraan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada Bab Keadaan Umum, satu keranjang penuh berisi hasil tangkapan yang beratnya bisa mencapai kg dianggap berisi 80 kg. Selisih yang dihasilkan cukup besar sehingga memungkinkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai R 2. Selain itu, penyebab R 2 bernilai kecil diduga adanya perbedaan proses pencatatan data antara bulan yang satu dengan bulan yang lainnya. Produksi ikan yang jauh berbeda dibandingkan dengan bulan lainnya dapat terjadi karena ikan yang didaratkan pada bulan tersebut tidak seluruhnya murni hasil penangkapan nelayan, tetapi ikan yang didatangkan dari luar daerah yang diangkut dengan menggunakan armada penangkapan. Ikan yang didatangkan dari luar daerah tersebut umumnya berasal dari Bali. Data produksi hasil tangkapan selama sepuluh tahun terakhir yang diperoleh di PPP Muncar sangat berfluktuatif dan dapat sangat berbeda antara bulan yang satu dengan bulan berikutnya. Menurut nelayan dan petugas pelabuhan setempat, musim ikan di perairan Selat Bali mulai sulit diprediksi dan tidak menentu sejak beberapa tahun terakhir. Hal ini antara lain karena ada pengaruh perubahan iklim, seperti yang terjadi di Maluku. Di wilayah tersebut, nelayan amat sulit memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikan karena pola iklim yang berubah (Karim, 2009). Selain itu, jumlah ikan terkadang sedikit dan terkadang sangat melimpah pada saat tertentu. Petugas pelabuhan juga menambahkan bahwa jumlah ikan di perairan Selat Bali dapat melonjak tajam

103 87 setiap delapan tahun hingga sepuluh tahun sekali, namun setelah itu produksi ikan dapat menurun drastis dan belum diketahui sebabnya. Hal tersebut didukung pula oleh Dinas Perikanan Dati I Propinsi Jawa Timur (2000) yang menyatakan bahwa adanya penurunan produksi terendah pada tahun 1986 dan tahun 1996 yang berjarak 10 tahun. Hal tersebut dimungkinkan adanya faktor perubahan lokasi ruaya lemuru. Menurut Whitehead (1985) vide Muntoha (1998), ikan lemuru tersebar di lautan lndia bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali; Australia sebelah barat, dan lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Philipina, Hongkong, Pulau Taiwan sampai Jepang bagian selatan).

104 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan (1) Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar pada tahun 2008 adalah kg dan nilai produksi Rp Pendistribusian hasil tangkapan langsung ditujukan kepada industri dan konsumen atau melalui perantara dengan daerah tujuan wilayah Muncar dan Banyuwangi, serta Jakarta, Surabaya, Magelang, Madura, dan Bali. Sarana distribusi yang digunakan antara lain truk, sepeda motor, becak motor, dan becak. Penanganan ikan selama pendistribusian adalah dengan menambahkan es ke dalam wadah hasil tangkapan. (2) Kebutuhan bahan baku ikan selama 8 bulan dari industri pengolahan ikan yang berjumlah 201 unit adalah ,1 ton dengan rata-rata 1.978,9 ton pada tahun Jenis ikan dominan dan tersedia selama 12 bulan dalam setahun di PPP Muncar adalah lemuru dengan produksi kg (77,84%), layang dengan produksi kg (8,05%), dan tongkol dengan produksi kg (7,35%) pada tahun Bahan baku yang digunakan oleh industri-industri pengolahan ikan di wilayah Muncar 89% berasal dari PPP Muncar, namun pada saat pendaratan hasil tangkapan sangat sedikit, pihak industri memasok bahan baku dari cold storage di sekitar pelabuhan, mendatangkan dari luar daerah seperti Grajagan, Tuban, dan Puger, serta dengan mengimpor bahan baku ikan dari Cina dan Taiwan. (3) Besaran proyeksi untuk volume produksi ikan lemuru dan layang menunjukkan peningkatan pada tahun , sedangkan ikan tongkol menunjukkan penurunan. Alternatif untuk ikan tongkol yang hasil proyeksi produksinya menurun dan tidak mencukupi kebutuhan industri, dapat didatangkan dari luar daerah, yaitu dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan menggunakan ikan jenis lain.

105 Saran (1) Pengelola PPP Muncar perlu meningkatkan pelayanan terhadap pengguna pelabuhan (dalam hal ini nelayan, pedagang, dan pihak industri) dengan memperbaiki dan mengoptimalkan fasilitas yang ada atau meningkatkan kapasitas fasilitas agar proses distribusi hasil tangkapan menjadi lancar. (2) Bagi para investor dan pemilik industri pengolahan ikan, pengembangan usaha pengolahan ikan yang berbahan baku ikan lemuru dan layang masih dapat ditingkatkan, sedangkan jenis olahan yang belum ada seperti abon ikan dan dendeng ikan yang berbahan baku ikan lemuru dapat mulai dirintis di wilayah Muncar. (3) Dinas Perikanan dan Kelautan hendaknya lebih meningkatkan peranannya dalam pembinaan dan pengawasan pada nelayan dan industri pengolahan ikan terhadap penanganan mutu ikan di PPP Muncar.

106 90 DAFTAR PUSTAKA Adawyah R Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Aksara. 159 halaman. Aziza L Studi Perbandingan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Labuan Maringgai dan Lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 77 halaman. BAPPENAS Data Base Pembangunan Kelautan dan Perikanan. [10 Januari 2009]. Bappeprop Jawa Timur Pokok-Pokok Pikiran Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan Jawa Timur: Rangkuman Hasil Diskusi Forum Masyarakat Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Bersama Stakeholder Kelautan dan Perikanan; Auditorium Bappeda Jawa Timur, 7 Maret [15 April 2009]. [BPS Kab. Banyuwangi] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi Geografi Kabupaten Banyuwangi. geografi-kabupaten-banyuwangi/geografi-kabupaten-banyuwangi.html [2 Maret 2009]. Chairita Karakteristik Bakso Ikan dari Campuran surimi Ikan Layang (Decapterus spp) dan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) pada Penyimpanan Suhu Dingin. cha_abstract.pdf [15 Desember 2010]. Cucu R Pengaruh Lama Hidrolisis dan Jumlah Nanas terhadap Jumlah Protein Terlarut pada Pembuatan Kecap Ikan Layang (Decapterrus russelli). [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Yogyakarta. [15 Desember 2010] [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka halaman. Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur Perikanan Lemuru Selat Bali oleh Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur (Lemuru Fishery In Bali Strait by The Fisheries Service of The Province East Java). Fishcode Management. Roma:.hal ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/006/x7578e/x7578e0.pdf [7 Oktober 2009]. Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi Laporan Tahunan Tahun Banyuwangi: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi. 70 halaman. Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi Laporan Produksi Perikanan Air Laut Kabupaten Banyuwangi Tahun Banyuwangi: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi.

107 91 Direktorat Jenderal Perikanan Pelabuhan Perikanan: Wahana Penyaluran Investasi Usaha. Jakarta: Departemen Pertanian. Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005a. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan: Pemasaran dan Investasi. Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. pemasaran_investasi_index.html [4 April 2009]. Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005b. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan: Profil Pelabuhan Perikanan Indonesia. Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. [4 April 2009]. Gasperz V Analisis Sistem Terapan: Berdasarkan Pendekatan Tehnik Industri. Bandung: Tarsito. 270 halaman. Hanafiah AM dan AM Saefuddin Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: UI Press. 208 halaman. Hanke JE dan DW Wichern Business Forecasting. Internasional edition. Eight edition. United States of America: Pearson Prentice Hall. 535 hal. Indrawati A Studi Tentang Hubungan Suhu Permukaan Laut Hasil Pengukuran Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Joesidawati MI, Purwanto, dan Asriyanto Alternatif Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali. Jurnal Pasir Laut, 1 (1). pp ISSN eprints.undip.ac.id/view/year/2005.type.html [12 Mei 2010]. Karim M Perubahan Iklim Global Ancam Perikanan Kita. [12 April 2010]. Le Ry JM Cornouaille Fishing Harbours in France. Di dalam: Lubis E dan AB Pane, editor. International Seminar Proceeding Dynamic Revitalisation of Java Fishing Port and Capture Fisheries on Promoting The Indonesian Fishery Development; Auditorium Rektorat Institut Pertanian Bogor, 6-7 Juni Bogor: IPB Press. Hal 83. Lubis E Buku I: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian Pelabuhan Perikanan. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E, I Solihin, T Nugroho, R Muninggar Diktat Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

108 92 Lubis E Komunikasi Pribadi. Dosen Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Martadi RB Emas Vs Potensi Agraris Banyuwangi, Sebentuk Kanibalisasi antar-potensi. [8 Januari 2009]. Mira, YD Sari dan S Koeshendrajana Efisiensi Ekonomi dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Usaha Penangkapan Lemuru di Muncar Jawa Timur. Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Bunga Rampai Hasil-Hasil Riset. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal Muntoha, M Pola Musim dan Karakteristik Oseanografi Selat Bali serta Hubungan Produk Ikan Lemuru yang Didaratkan di PPI Muncar, Banyuwangi [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknonlogi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 141 Halaman. Moeljanto Pengalengan Ikan. Jakarta: PT Penebar Swadaya. 37 halaman. Nababan, MCMN Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella Sp.) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nugroho T Bahan Kuliah m.a. Teknik Perencanaan Pembangunan dan Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Pane AB Dasar-Dasar Industri Kepelabuhanan Perikanan (IKP). Bahan Kuliah m.a. Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Jurusan Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rasyid A Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan Lemuru (Sardinella sp). Di dalam: Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional; Pusat Penelitian Oseanografi LIPI; 3 September Jakarta. [15 April 2009]. [UPT PPP Muncar] Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Laporan Produksi Ikan Basah. Banyuwangi: UPT PPP Muncar. 12 halaman. [UPT PPP Muncar] Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Laporan Tahunan Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar. Banyuwangi: UPT PPP Muncar. 45 halaman.

109 93 Wawa JE Industri Perikanan: Perlu Terobosan untuk Bangkit. Kompas Cetak. osan.untuk.bangkit [15 April 2009]. Wijaya H Pendataan Hasil Tangkapan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muncar Kabupaten Banyuwangi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 117 halaman. Yundari D Perbandingan Produksi PPN Palabuhanratu dengan Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat Berkaitan dengan Kualitas Perdagangan Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 115 halaman.

110 LAMPIRAN

111 94 Lampiran 1 Lay out PPP Muncar tahun Keterangan: 1. Pintu gerbang 2. Pos jaga/satpam 3. Toilet umum 4. Mushola 5. Balai kesehatan 6. Syahbandar 7. Komplek KUD 8. Unit simpan pinjam 9. Pos polairud 10. Kantor resort perikanan 11. Guest house 12. BPP 13. Rumah dinas 14. Taman 15. Gedung aula 16. Kantor UPT BP PPP 17. Gedung serbaguna 18. Gedung es 19. Kantin nelayan 20. Perbengkelan 21. Tangki BBM 22. Tempat parkir 23. Tandon air tawar 24. Cold storage 25. Genzet 26. Pompa air asin 27. TPI baru 28. Gedung peralatan 29. Perkampungan nelayan 30. Aliran sungai 31. Kolam pelabuhan 32. Industri hulu 33. Breakwater 34. Selat Bali Tiang listrik Skala = 1 : 7000

112 95 Lampiran 2 Foto fasilitas PPP Muncar 1 Fasilitas fungsional a. Gedung TPI Pelabuhan, b. Ruang kantor UPT PPP Muncar, c. Kantor KUD Mino Blambangan, d. Menara air, e. Pom bensin di PPP Muncar, f. Alat bantu navigasi, g. Slipway, 2009.

113 96 Lanjutan Lampiran 2 2 Fasilitas penunjang a. Rumah dinas, c. Balai kesehatan, b. Gedung pertemuan, d. Mushola, 2009.

114 97 Lampiran 3 Foto aktivitas-aktivitas di PPP Muncar 1 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan hasil tangkapan a Pendaratan hasil tangkapan b Pengangkutan ikan lemuru dari purse seine, dermaga ke industri, c Penyusunan ikan layur dalam peti kayu dan kondisinya setelah diberi es, d Penambahan air kolam ke dalam wadah yang berisi ikan lemuru, 2009.

115 98 2 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan a Pengikatan tali kapal pada bollard dan tiang listrik ketika akan bertambat, b Perbaikan alat tangkap purse c Pembuatan kapal purse seine, seine,

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume 21 No. 1 Edisi April 2013 Hal 77-95

BULETIN PSP ISSN: X Volume 21 No. 1 Edisi April 2013 Hal 77-95 BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 21 No. 1 Edisi April 2013 Hal 77-95 PRODUKSI HASIL TANGKAPAN SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN: KASUS PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI (Catches

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS 99 6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS 6.1 PPI Pangandaran 6.1.1 Aktivitas pendaratan hasil tangkapan Sebagaimana telah dikemukakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelang hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran nelayan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Menurut UU No 45 tahun 2009, Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk 1) Geografis dan topografis Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat

Lebih terperinci

Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA. Muhammad Syahrir R, S.Pi, M.Si

Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA. Muhammad Syahrir R, S.Pi, M.Si MODEL PELELANGAN IKAN OPTIMAL DI PELABUHAN PERIKANAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si Muhammad Syahrir R, S.Pi,

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN 2.1 Profil Daerah Penelitian Sub bab ini akan membahas beberapa subjek yang berkaitan dengan karakteristik

Lebih terperinci

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini 33 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 ο 24 112 ο 11 BT dan 7 ο

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 5 HUBUNGAN AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN TERHADAP KEBUTUHAN FASILITAS DAN KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA ROBBY MULYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan PP selain menunjang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 pasal 1, Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 009. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian di Pelabuhan Perikanan Samudera

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB III DESKRIPSI AREA 32 BAB III DESKRIPSI AREA 3.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan keindahan serta menjaga kelestarian wilayah pesisir, sejak tahun 1999 Pemerintah

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG DEDE SEFTIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain LEmBRGn PEHELITinn STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR Jonny Zain ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2008 di Pelabuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I 1.1 Tinjauan Umum Indonesia adalah negara kepulauan yang mana luas wilayah perairan lebih luas dibanding luas daratan. Oleh karena itu pemerintah saat ini sedang mencoba untuk menggali potensi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun LAMPIRAN 96 97 Lampiran 1 Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 Tahun Produktivitas Produksi Pertumbuhan Ratarata per Pertumbuhan ikan yang Rata-rata didaratkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana 75% dari luas wilayahnya adalah perairan laut. Luas keseluruhan wilayah Indonesia mencapai 5.8 juta kilometer persegi dan memiliki

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA Trisnani Dwi Hapsari 1 Ringkasan Ikan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 25 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 yang bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan wilayah

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pengumpulan data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pengumpulan data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Sumatera Utara dan tangkahan-tangkahan di sekitar Pelabuhan Perikanan Samudera Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif (Umar, 2004). Desain ini bertujuan untuk menguraikan karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani,

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port

Keywords: Agam regency, contribution, fisheries sector, Tiku fishing port Contributions of Tiku Fishing Port (PPI Tiku) for fisheries sector at Agam regency, West Sumatera province, Indonesia Erly Novida Dongoran 1), Jonny Zain 2), Syaifuddin 2) 1) Student of Fisheries and Marine

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, yang terbentang di katulistiwa di antara dua benua : Asia dan Australia, dan dua samudera : Hindia dan Pasifik,

Lebih terperinci

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT ANALISIS SUPPLY CHAIN DALAM AKTIVITAS DISTRIBUSI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU (PPNP) Supply Chain Analysis on the Distribution Activity in Palabuhanratu Archipelago Fishing Port Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya yang tergolong miskin secara garis besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal di pesisir pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization. Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011) : 1-11 EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA Jonny Zain 1), Syaifuddin 1), Yudi Aditya 2) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim. Sebagai wilayah dengan dominasi lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di bidang perikanan dan kelautan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Pelabuhan Pekalongan semula merupakan pelabuhan umum. Semenjak bulan Desember 1974 pengelolaan dan asetnya diserahkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen Elemen adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik. Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa retribusi jasa usaha

Lebih terperinci

AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS FAHMI FAHRIZAL

AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS FAHMI FAHRIZAL AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS FAHMI FAHRIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km 2, perairan ZEE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna menunjang pembangunan sektor kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

PETA LOKASI PENELITIAN 105

PETA LOKASI PENELITIAN 105 91 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei - Juni 2009 bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 106 20 ' 10 6 0 '

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

6. FUNGSI PPI MUARA BATU 6. FUNGSI PPI MUARA BATU Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm 102 108 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.1 PERANAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DALAM PEMASARAN IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KEC.

Lebih terperinci