BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan sesuatu hal (mata pelajaran) Manfaat Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni: a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam diri mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subyek sudah mulai timbul.

2 6 c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial (percobaan), sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adaption (penyesuaian), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau diadopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. 2.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : 1. Tahu (Know) Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau dirangsang yang telah diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan. 2. Memahami (Comprehension) Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. 3. Aplikasi (Application) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.

3 7 4. Analisis (Analysis) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainnya. 5. Sintesis (Synthesis) Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian penelitian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada. 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2007): 1. Sosial ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak. 2. Kultur (budaya, agama) Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahauan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agam yang dianut.

4 8 3. Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. 4. Pengalaman Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi maka pengalaman semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak. 2.4 Kegawatdaruratan Definisi Kegawatdaruratan Kegawatdaruratan merupakan keadaan yang bermanifestasikan gejalagejala akut akan adanya suatu keparahan pada tingkatan tertentu, dimana apabila pada keadaan tersebut tidak diberikan perhatian medis yang memadai, dapat membahayakan keselamatan individu bersangkutan, menyebabkan timbulnya gangguan serius fungsi tubuh ataupun terjadinya disfungsi organ atau kecacatan.(acep, 2013). Menurut The American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007) pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-requires immediate medical attention. This condition continues until a determination has been made by a health care professional that the patient s life or well-being is not threatened. Akan tetapi, ternyata dalam praktek nyatanya, banyak keadaan yang dianggap gawat darurat, pada akhirnya setelah melalui proses observasi dan evaluasi yang memadai, dianggap bukan suatu keadaan gawat darurat. Maka perlu dibedakan keadaan false emergency dengan true emergency. A true emergency is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those that are

5 9 diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and observation Keadaan-keadaan kegawatdaruratan Kegawatdaruratan dalam bidang medis dapat bermanifestasikan berbagai gejala dan tampilan yang beragam. Keadaan-keadaan gawat darurat yang dapat kita temukan sehari-hari adalah seperti (American College of Emergency Physicians, 2004) : a. Nyeri dada b. Sindroma Koroner Akut c. Diseksi Aorta d. Nyeri Abdomen e. Aneurisma Aorta Akut f. Apendisitis Akut g. Perdarahan subarahnoid h. Demam pediatrik i. Meningitis j. Masalah airway k. Trauma l. Cedera Kepala m. Cedera Spinal n. Luka o. Fraktur p. Torsi Testikular q. Kehamilan Ektopik r. Sepsis

6 Penanganan Awal Kegawatdaruratan Pengertian Penanganan Awal Kegawatdaruratan Penanganan awal ataupun sering disebut pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu di tempat kejadian. (Nasution, 2009) Tujuan Penanganan Awal Kegawatdaruratan Tujuan yang penting dari penanganan awal kegawatdaruratan adalah memberikan perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut. Dalam penanganan pasienpasien trauma, waktu menjadi hal yang sangat penting, maka diperlukan suatu cara penilaian yang cepat untuk menentukan tindakan perawatan yang harus diberikan sesegera mungkin dalam rangka menyelamatkan nyawa seseorang. Terdapat suatu pendekatan yang dikenal dengan Initial Assesment (Penilaian Awal) yang meliputi (ATLS, 2009) : 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan 9. Penanganan definitif

7 11 Tahapan-tahapan penilaian awal ini merupakan suatu urutan kejadian progresif yang berjalan secara linier ataupun longitudinal. Dalam situasi klinis sesungguhnya, pelaksanaannya dapat berjalan secara paralel ataupun bersamaan. Prinsip dasar dalam ATLS adalah membantu dalam penilaian dan pemberian resusitasi pasien-pasien gawat darurat. Penilaian dibutuhkan untuk mengetahui prosedur mana saja yang perlu dilakukan, karena tidak semua pasien membutuhkan seluruh prosedur ini. Primary Survey yang meliputi ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure/Environmental) adalah bagian awal dari penanganan suatu kegawatdaruratan. Dalam proses ini, fungsi vital pasien gawat harus dinilai secara cepat dan segera diberikan perawatan untuk pertolongannya Primary Survey Penanganan awal dalam Primary Survey membantu mengidentifikasi keadaan-keadaan yang mengancam nyawa, yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut : A : Airway, pemeliharaan airway dengan proteksi servikal B : Breathing, pernapasan dengan ventilasi C : Circulation, kontrol perdarahan D : Disability, status neurologis E : Exposure/Environmental control, membuka seluruh baju penderita, tetapi cegah hipotermia Airway Keadaan kurangnya darah yang teroksigenasi ke otak dan organ vital lainnya merupakan pembunuh pasien-pasien trauma yang paling cepat. Obstruksi airway akan menyebabkan kematian dalam hitungan beberapa menit. Gangguan pernapasan biasanya membutuhkan beberapa menit lebih lama untuk menyebabkan kematian dan masalah sirkulasi biasanya lebih memakan waktu

8 12 yang lebih lama lagi. Maka dari itu, penilaian airway harus dilakukan dengan cepat begitu memulai penilaian awal. (Greaves, 2006) Menurut ATLS 2009, kematian-kematian dini yang disebabkan masalah airway, dan yang masih dapat dicegah, sering disebabkan oleh : 1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway 2. Ketidakmampuan untuk membuka airway 3. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru 4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang 5. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi 6. Aspirasi isi lambung Tecapainya patensi airway merupakan hal yang sangat esensial dalam penanganan awal pasien-pasien gawat darurat. Penilaian tentang mampu atau tidaknya seseorang bernapas secara spontan harus dilakukan secara cepat. Menurut Bersten dan Soni (2009) dalam Higginson dan Parry (2013), untuk menilai patensi airway secara cepat dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien. Respon verbal yang normal menandakan dengan cepat kepada penolong bahwa pasien memiliki airway yang paten, sudah bernapas, dan otaknya sudah dalam keadaan diperfusi. Namun begitu, penilaian airway tetap penting untuk dilakukan. Apabila pasien hanya dapat berbicara sepatah dua patah kata ataupun tidak respon, pasien kemungkinan dalam keadaan distress nafas dan membutuhkan pertolongan bantuan napas secara cepat. Dalam mengatasi obstruksi airway, terlebih dahulu dilakukan suctioning untuk mengeluarkan cairan saliva berlebih yang mungkin timbul akibat pangkal lidah yang terjatuh. (American College of Surgeons, 2009) Tindakan suctioning yang tepat dalam pemeliharaan airway dapat secara signifikan menurunkan kejadian aspirasi dan lebih banyak lagi hasil positif yang didapatkan. (Walter, 2002) Pada keadaan tidak sadarkan diri, penyebab tersering terhambatnya airway adalah pangkal lidah yang jatuh. Selain itu, penolong juga harus melakukan

9 13 inspeksi tentang ada tidaknya benda-benda asing yang menghambat airway ataupun kemungkinan terjadinya fraktur fasial, mandibular ataupun trakeal/laringeal yang juga dapat menghambat bebasnya airway. Pasien-pasien dalam keadaan penurunan kesadaran ataupun GCS (Glasgow Coma Score) yang nilainya 8 ke bawah perlu diberikan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan-gerakan motorik tidak bertujuan juga biasanya mengindikasikan perlunya pemasangan airway definitif. (American College of Surgeons, 2009) Tanda obstruksi jalan nafas antara lain : Suara berkumur Suara nafas abnormal (stridor, dsb) Pasien gelisah karena hipoksia Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks Sianosis Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Berbagai bentuk sumbatan pada airway dapat dengan segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin lift maneuver) dan memiringkan kepala (head tilt) maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharingeal airway). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Adanya suspek cedera pada spinal mengindikasikan dilakukannya tindakan imobilisasi spinal (in-line immobilization) (Haskell, 2006). A. Teknik-teknik mempertahankan airway : 1. Head-tilt Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan airway dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher

10 14 pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermitten. (Alkatri, 2007) 2. Chin-lift Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara hati hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal. (Nasution, 2009) Gambar 2.1. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber : European Resusciation Council Guidelines for Resuscitation 2010). 3. Jaw-thrust Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada

11 15 pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012). Gambar 2.2 Jaw-thrust maneuver dengan in-line immobilization (sumber : Advance Trauma Life Support Student Course Manual, 2009) 4. Oropharyngeal Airway Indikasi : Membebaskan sumbatan airway atas, mencegah pangkal lidah menyumbat airway, dan berfungsi sebagai bite-block pada penanganan jalan nafas yang lebih advance yakni proteksi pipa endotrakeal dan memfasilitasi suctioning oral dan faringeal. (Gausche- Hill, 2007) Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 derajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah,

12 16 terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012) Gambar 2.3 : Oropharyngeal Airway (Sumber : Advance Trauma Life Support Students Course Manual, 2009) 5. Nasopharyngeal Airway Indikasi : Penggunaan nasopharyngeal airway optimal untuk pemeliharaan airway pada pasien-pasien setengah sadar ataupun tidak sadarkan diri. Alat ini lebih tidak mudah menyebabkan stimulasi gag reflex dan juga muntah pada pasien dibandingkan dengan penggunaan

13 17 oropharyngeal airway dan tepat digunakan pada pasien yang giginya menggertak ataupun tidak mau membuka mulutunya. (Wilson, 2013) Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa nasofaring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) ( Arifin, 2012). Gambar 2.4 : Nasopharyngeal Airway (Sumber : The McGraw-Hill Companies, Inc. 2006) B. Airway definitif Terdapat tiga macam airway definitif, yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgikal (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuanpenemuan klinis antara lain (Americann College of Surgeons, 2009) : Masalah-masalah Airway - Ketidakmampuan untuk memelihara patensi jalan napas dengan cara lain, dengan

14 18 bahaya yang potensial terjadi pada airway (mis : setelah cedera inhalasi, fraktur fasial, atau hematoma retrofaringeal). Masalah-masalah Pernapasan Ketidakmampuan untuk memperthanakan oksigenasi yang adekuat dengan dukungan sungkup oksigen, dan adanya apnea. Masalah-masalah Disabilitas Adanya cedera kepala tertutup yang membutuhkan ventilasi bantuan (Skala Koma Glasgow bernilai 8 atau kurang), perlu melindungi bagian bawah airway dari terjadinya aspirasi darah ataupun muntahan, atau adanya aktivitas kejang yang menetap. Penilaian dari status klinis pasien dan penggunaan pulse oxymeter dapat membantu menentukan perlu atau tidaknya tindakan airway definitif. Dalam memberi tindakan orotrakeal ataupun nasotrakeal, harus selalu diperkirakan adanya cedera pada c-spine maka in-line mobilisation harus tetap dikerjakan saat memberikan tindakan. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikator jelas untuk melakukan airway surgical Breathing Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang baik terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. (American College of Surgeons, 2009) Ventilasi adalah pergerakan dari udara yang dihirup kedalam dengan yang dihembuskan ke luar dari paru. Pada awalnya, dalam keadaan gawat darurat, apabila teknik-teknik sederhana seperti head-tilt maneuver dan chin-lift maneuver tidak berhasil mengembalikan ventilasi yang spontan, maka penggunaan bagvalve mask adalah yang paling efektif untuk membantu ventilasi (Higginson dan Parry, 2013). Teknik ini efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu penolong dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik

15 19 (American College of Surgeons, 2009). Berikut adalah cara melakukan pemasangan bag-valve mask (Arifin, 2012) : 1. Posisikan kepala lurus dengan tubuh 2.Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran) 3.Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut) 4.Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka. 5.Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien 6.Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan 7.Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama) 8.Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa) 9.Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag). Penilaian ventilasi yang adekuat atau tidak dapat dilakukan dengan melakukan metode berikut (American College of Surgeons, 2009) : - Look : Lihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimeteri menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita. - Listen : Dengar adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara nafas pada satu atau kedua

16 20 hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernafasan yang cepat takipnea mungkin menunjukkan kekurangan oksigen. - Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat. Pada saat penilaian sebelumnya dilakukan, penolong harus mengetahui dan mengenal ciri-ciri gejala dari keadaan-keadaan yang sering muncul dalam masalah ventilasi pasien gawat darurat seperti tension pneumothorax, massive hemothorax, dan open pneumothorax (Arifin, 2012). Tabel 2.1. Ciri-ciri Gejala yang sering muncul pada Pemeriksaan Masalah Ventilasi Pasien Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 1.Tension pneumothorax -ICR flat -Sesak nafas -Dilatasi vena jugularis -Deviasi trakea Stem fremitus menurun Hipersonor Suara pernafasan menurun 2.Massive -ICR flat Stem Beda Suara hemothorax -Sesak nafas fremitus pernafasan -Pucat meningkat menurun 3.Open -ICR normal Suara Hipersonor Suara pneumothorax -Sesak nafas fremitus pernafasan -Luka menurun menurun berlubang dinding toraks (sucking chest wound)

17 21 Penanganan yang dapat dilakukan adalah : a. Memberi oksigen dengan kecepatan liter/menit b. Tension pneumothorax : Needle Insertion (IV Cath No.14) di ICR II-Linea midclavicularis c. Massive haemothorax : Pemasangan Chest Tube d. Open pneumothorax : Luka ditutup dengan kain kasa yang diplester pada tiga sisi (flutter-type voice effect) Circulation Masalah sirkulasi pada pasien-pasien trauma dapat diakibatkan oleh banyak jenis perlukaan. Volume darah, cardiac outptut, dan perdarahan adalah masalah sirkulasi utama yang perlu dipertimbangkan. (American College of Surgeons, 2009) Dalam menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi tentang ini : a. Tingkat Kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar belum tentu normovolemik). b. Warna Kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia.

18 22 c. Nadi Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralis atau a. Karotis (kirikanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia (bila penderita tidak minum obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan tanda diperlukannya resusitasi segera. Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan bila ditemukan dengan cara menekan pada sumber perdarahan baik secara manual maupun dengan menggunakan perban elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya dua IV line, yang berukuran besar. Kemudian lakukan pemberian larutan Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin (American College of Surgeons, 2009). Tabel 2.2. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentase Penderita Semula Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kehilangan Darah Sampai >2000 (ml) Kehilangan Darah Sampai 15% 15% 30% 30% 40% >40% (% volume darah) Denyut Nadi <100 >100 >120 >140 Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun Tekanan Nadi Normal atau Naik Menurun Menurun Menurun (mmhg) Frekuensi >35 Pernafasan Produksi Urin > Tidak berarti (ml/jam) CNS/Status Mental Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu (lethargic) Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah Kristaloid dan darah

19 Disability Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat. Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat cedera korda spinalis. (American College of Surgeons, 2009) Tingkat kesadaran yang abnormal dapat menggambarkan suatau spektrum keadaan yang luas mulai dari letargi sampai status koma. Perubahan apapun yang mengganggu jaras asending sistem aktivasi retikular dan sambungannya yang sangat banyak dapat menyebabkan gangguan tingkat kesadaran. (Smith, 2010) Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder. AVPU, yaitu: A : Alert V : Respon to verbal P : Respon to pain U : Unrespon GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai tingkat kesadaran pasien. 1. Menilai eye opening penderita (skor 4-1) Perhatikan apakah penderita : a. Membuka mata spontan b. Membuka mata jika dipanggil, diperintah atau dibangunkan c. Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan)

20 24 d. Tidak memberikan respon 2. Menilai best verbal response penderita (skor 5-1) Perhatikan apakah penderita : a. Orientasi baik dan mampu berkomunikasi b. Disorientasi atau bingung c. Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat d. Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya) e. Tidak memberikan respon 3. Menilai best motor respon penderita (skor 6-1) Perhatikan apakah penderita : a. Melakukan gerakan sesuai perintah b. Dapat melokalisasi rangsangan nyeri c. Menghindar terhadap rangsangan nyeri d. Fleksi abnormal (decorticated) e. Ektensi abnormal (decerebrate) f. Tidak memberikan respon Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadaran) Exposure Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan

21 25 diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi. (Nasution, 2009) 2.6 Peran Perawat dan Bidan dalam Penanganan Awal Kegawatdaruratan Peran Perawat Berdasarkan data dalam daftar dan unit kodifikasi mengenai standar kompetensi seorang perawat di dalam Standar Kompetensi Perawat Indonesia, dikatakan bahwa seorang perawat baik perawat vokasional, ners, ners spesialis, maupun ners konsultan, semuanya harus mampu mengidentifikasi dan melaporkan situasi perubahan ayng tidak diharapkan, meminta bantuan cepat dan tepat dalam situasi gawat darurat/bencana dan menerapkan keterampilan bantuan hidup dasar sampai bantuan tiba. Tambahan lain bagi seorang ners spesialis adalah berkemampuan mengambil peran kepemimpinan dalam triage dan koordinasi asuhan klien sesuai kebutuhan asuhan khusus. Sedangkan untuk sseorang ners konsultan harus juga mampu memobilisasi dan mengkoordinasikan sumber daya dan mengambil peran kepemimpinan dalam situasi gawat darurat dan/atau bencana Peran Bidan Dalam Standar Kompetensi Bidan Indonesia, seorang bidan dituntut untuk mememiliki keterampilan dalam memberikan asuhan kegawatdaruratan terutama dalam kegawatdaruratan kebidanan, seperti prolaps tali pusat, distosia bahu, malpresentasi,dan keadaan gawat janin. Akan tetapi disebutkan juga bahwa bidan harus berkompetensi dalam memberikan pertolongan kegawatdaruratan terus menerus sesuai kebutuhan seperti melakukan resusitasi bayi baru lahir, kegawatdaruratan maternal seperti perdarahan, resusitasi jantung paru maupun keadaan gawat napas.

22 Aspek Hukum dan Medikolegal dalam Penanganan Awal Kegawatdaruratan Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu: - Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat - Perubahan klinis yang mendadak - Mobilitas petugas yang tinggi Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Situasi emosional dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan. (Herkutanto, 2007) Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko. Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UU No.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk

23 27 melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari Tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN... Definisi Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yang terjadi pada

Lebih terperinci

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 KELOMPOK 9 Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 kali/menit suara ngorok dan seperti ada cairan

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bantuan Hidup Dasar (Basic life support) 2.1.1. Definisi Istilah basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi. Basic life support ini terdiri

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Tahapan-tahapan BHD tindakan BHD dilakukan secara berurutan dimulai dengan penilaian dan dilanjutkan dengan tindakan. urutan tahapan BHD adalah

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia.sebagian

Lebih terperinci

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* )

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* ) ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* ) *) Executive Summary oleh : dr. Maya Setyawati, MKK, Sp.Ok Advanced Trauma Life Support (ATLS) merupakan pelatihan/training yang dikembangkan oleh American College

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) 1 MINI SIMPOSIUM EMERGENCY IN FIELD ACTIVITIES HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM PADANG, SUMATRA BARAT MINGGU, 7 APRIL 2013 Curiculum vitae

Lebih terperinci

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA 2015 BAB I DEFINISI Skrining merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari orang yang memiliki keadaan fatologis yang tidak terdiagnosis

Lebih terperinci

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT I. PENGERTIAN Triase (Triage) adalah tindakan untuk memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR Apa yang akan Anda lakukan jika Anda menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernafas spontan? Apakah Anda

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT Klinik Pratama 24 Jam Firdaus Pendahuluan serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan seseorang dari kematian

Lebih terperinci

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN HUBUNGN PENGETAHUAN TENTANG TRAUMA KEPALA DENGAN PERAN PERAWAT (PELAKSANA) DALAM PENANGANAN PASIEN TRAUMA KEPALA DI UNIT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT QADR TANGERANG

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK KOORDINATOR SKILLS LAB SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATAOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG 14.41 No comments BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh

Lebih terperinci

RJPO. Definisi. Indikasi

RJPO. Definisi. Indikasi Algoritma ACLS RJPO Definisi Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkankembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatue pisode henti jantung berlanjut menjadi

Lebih terperinci

Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga kesehatan.

Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga kesehatan dengan pasien dan antara sesama

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 162 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM KESIAPSIAGAAN TRIASE DAN KEGAWATDARURATAN PADA KORBAN BENCANA MASSAL DI PUSKESMAS LANGSA BARO TAHUN 2013 NO. RESPONDEN : I. PETUNJUK

Lebih terperinci

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital *

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital * Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital * PENILAIAN AWAL (PRIMARY SURVEY) HARTONO** *dibacakan pada acara workshop "Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital IndoHCF, Bidakara Hotel,

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah RESUSITASI JANTUNG PARU Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis. Dalam

Lebih terperinci

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi

BAB I PENDAHULUAN. Definisi BAB I PENDAHULUAN Definisi Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritaspenanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yangterjadi pada pasien. Triase di IGD adalah Pemilahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI. PEMINDAHAN PASIEN Adalah pemindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap yang dilaksanakan atas perintah dokter jaga di IGD, yang ditulis dalam surat perintah mondok/ dirawat, setelah mendapatkan persetujuan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PRIMARY SURVEY PADA PENANGANAN KEGAWATDARURATAN DI IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PRIMARY SURVEY PADA PENANGANAN KEGAWATDARURATAN DI IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PRIMARY SURVEY PADA PENANGANAN KEGAWATDARURATAN DI IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Galih Jati Kurniawan

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp No. Urut Sikap Total Skor Kategori Umur Pendidikan Lama Kerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 41 Positif 25 BIDAN 5 Tahun 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 22 Negatif

Lebih terperinci

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR Status Revisi : 00 Halaman : 1 dari 6 Disiapkan Oleh: Diperiksa Oleh: Disetujui Oleh: Ka. Laboratorium Gugus Kendali Mutu Ka. Prodi Pengertian : Usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan Perawat 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui: kepandaian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Menurut Notoatmodjo (2007)

Lebih terperinci

Universita Sumatera Utara

Universita Sumatera Utara PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth, Bapak/Ibu.. Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

By Ns. Yoani M.V.B.Aty

By Ns. Yoani M.V.B.Aty By Ns. Yoani M.V.B.Aty DATA PRIMER prinsip A B C DATA SEKUNDER Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look, listen and feel. Look berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada Listen

Lebih terperinci

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan..

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan.. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KETEPATAN KOMPRESI DADA DAN VENTILASI MENURUT AHA GUIDELINES 2015 DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RSUD. dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN or Khalilati, Supinah,

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER A. Pengertian Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk

Lebih terperinci

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA Pilih jawaban yang paling benar 1. Pada cardiac arrest yang bukan karena asphiksia dilakukan tindakan: a. Pijat jantung b. DC shock c. Pijat jantung nafas buatan

Lebih terperinci

PenanggulanganGawatDarurat PreHospital& Hospital *

PenanggulanganGawatDarurat PreHospital& Hospital * PenanggulanganGawatDarurat PreHospital& Hospital * PENILAIAN AWAL (PRIMARY SURVEY) HARTONO** *dibacakan pada acara workshop "Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital IndoHCF, Bidakara Hotel,

Lebih terperinci

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD PUSKESMAS / RUMAH SAKIT

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD PUSKESMAS / RUMAH SAKIT PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD PUSKESMAS / RUMAH SAKIT I. PENGERTIAN Triase (Triage) adalah tindakan untuk memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup,

Lebih terperinci

BLOK EMERGENCY MEDICINE

BLOK EMERGENCY MEDICINE MODUL KETERAMPILAN KLINIK BLOK EMERGENCY MEDICINE PENYUSUN : Adril Arsyad Hakim Emir Taris Pasaribu Ronald Sitohang Soejat Harto M. Rusda Cut Aria Arina M.Fidel Ganis Siregar Hasanul Arifin Halomoan H

Lebih terperinci

Adult Basic Life Support

Adult Basic Life Support Adult Basic Life Support Bantuan hidup dasar (BHD) merupakan pondasi untuk menyelamatkan hidup seseorang dengan henti jantung. Aspek mendasar dari BHD adalah immediate recognition of sudden cardiac arrest

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawas Kolam Renang 2.1.1. Definisi Pengawas Kolam Renang Lifeguard adalah suatu profesi dalam bentuk keterampilan khusus sebagai pertolongan terhadap kecelakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.

Lebih terperinci

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 Pendahulan Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat

Lebih terperinci

Ditetapkan Tanggal Terbit

Ditetapkan Tanggal Terbit ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR APA YANG HARUS DILAKUKAN? 2 Kategori penolong (TMRC) (dokter/perawat) (penolong awam) BANTUAN HIDUP DASAR Bantuan hidup dasar (BHD)

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi

Lebih terperinci

sistem monitoring dengan skoring INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

sistem monitoring dengan skoring INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 sistem monitoring dengan skoring INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian Pengertian Suction adalah : Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut. Kebijakan : Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, melonggarkan jalan nafas.

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Gawat Darurat Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kegawatan

Lebih terperinci

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. BATASAN Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah

Lebih terperinci

REKOMENDASI RJP AHA 2015

REKOMENDASI RJP AHA 2015 REKOMENDASI RJP AHA 2015 Ivan Laurentius NIM 112014309 Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA Periode 26 Oktober 14 November 2015 Rumah Sakit Bhakti Yudha Depol Pembimbing: dr. Amelia,

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : No. 1. 2. 3. 4. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap baik dan sopan, serta menunjukkan

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I 1. PENDAHULUAN Puskesmas rawat inap merupakan organisasi fungsional dalam upaya kesehatan yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki seorang individu yang

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 Identitas Pasien Nama : Tn.MS Umur : 80 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Tidak bekerja Agama : Hindu

Lebih terperinci

13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara SUBSTANSI MATERI

13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara SUBSTANSI MATERI 13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara Modul Diklat Basic PKP-PK 13.1 Kecelakaan pesawat udara 13.1.1 Terjadinya kecelakaan pesawat udara a. Kecelakaan pesawat udara diketahui sebelumnya;

Lebih terperinci

BANTUAN VENTILASI PADA KEGAWATDARURATAN

BANTUAN VENTILASI PADA KEGAWATDARURATAN BANTUAN VENTILASI PADA KEGAWATDARURATAN Diana Christine Lalenoh Bagian Anestesiologi FK UNSRAT / RSU Prof. R.D. Kandou Simposium Kegawatdaruratan Medis & P2KB IDI Hotel Peninsula, 26 Januari 2010 Latar

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM By Yoani Maria V.B.Aty Tenggelam (drowning) merupakan cedera oleh karena perendaman (submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 24

Lebih terperinci

PANDUAN ASESMEN PASIEN

PANDUAN ASESMEN PASIEN PANDUAN ASESMEN PASIEN BAB I : PENDAHULUAN Semua pasien yang datang ke rumah sakit akan dilakukan asesmen atau pengkajian yaitu asesmen informasi (yang berisi tentang asesmen medis, riwayat sakit dahulu),

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). Bunuh diri adalah

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN KLINIK BLOK REPRODUKSI

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN KLINIK BLOK REPRODUKSI BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN KLINIK BLOK REPRODUKSI RESUSITASI NEONATUS Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2015 PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN RESUSITASI

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Pathway Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Kurang

Lebih terperinci

KONSEP KEGAWATDARURATAN I

KONSEP KEGAWATDARURATAN I KONSEP KEGAWATDARURATAN I BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Chintya Pratiwi Putri Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 23 Juli 1992 Jenis Kelamin Agama Alamat : Perempuan : Islam : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas

Lebih terperinci

(electric shock) adalah sebuah fenomena dalam kehidupan. Secara. tubuh manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat

(electric shock) adalah sebuah fenomena dalam kehidupan. Secara. tubuh manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat SENGATAN LISTRIK A. Definisi Sengatan Listrik Kesetrum atau dalam bahasa ilmiah disebut sengatan listrik (electric shock) adalah sebuah fenomena dalam kehidupan. Secara sederhana kesetrum dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kota Yogyakarta a. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kota Yogyakarta a. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kota Yogyakarta a. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Kecelakaan lalu lintas adalah suatu

Lebih terperinci

PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS)

PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS) PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS) Nurul Hidayah 1 *, Muhammad Khoirul Amin 2 1 Program Studi Profesi Ners/Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Renang merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup populer di Indonesia. Pada kenyataannya aktivitas berenang ini diikuti oleh banyak orang mulai anak-anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yangharus diberikan perhatian penting oleh setiap orang (Depkes RI, 2004). Pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Lebih terperinci

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan orofaringeal atau nasofaringeal digunakan bila klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan.

Lebih terperinci

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE TUJUAN: Setelah menyelesaikan topik ini, mahasiswa mampu melakukan pemasangan pipa lambung/ngt. Tujuan pemasangan pipa lambung adalah Dekompresi lambung Mengambil sekret lambung

Lebih terperinci