Tata cara perencanaan krib di sungai Bagian 1: Perencanaan umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tata cara perencanaan krib di sungai Bagian 1: Perencanaan umum"

Transkripsi

1 Standar Nasional Indonesia ICS ; Tata cara perencanaan krib di sungai Bagian 1: Perencanaan umum Badan Standardisasi Nasional SNI :2016

2 BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun serta dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik maupun tercetak tanpa izin tertulis dari BSN BSN Diterbitkan di Jakarta

3 BSN 2016 i Daftar isi SNI :2016 Halaman Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Kriteria penggunaan krib Pengelompokan jenis krib Perencanaan krib Tahapan perencanaan umum Laporan Lampiran A Lampiran B Bibliografi Gambar A.1 Bagan alir perencanaan umum krib di sungai Gambar B.1 Sketsa serial krib Gambar B.2 Sketsa arah/formasi krib Gambar B.3 Sketsa sungai berliku dan sungai berjalin Gambar B.4 Sketsa gabungan krib memanjang dan melintang Gambar B.5 Sketsa krib sebagai pengarah arus Gambar B.6 Sketsa krib sebagai perbaikan alinyemen sungai Gambar B.7 Sketsa krib untuk memperdalam alur Gambar B.8 Sketsa perletakan krib pada tingkungan sungai Gambar B.9 Contoh krib tiang pancang kayu Gambar B.10 Jarak antar krib Gambar B.11 Sketsa contoh krib tiang pancang beton Gambar B.12 Sketsa contoh krib tiang pancang dari kayu dolken Gambar B.14 Sketsa contoh pasangan batu kali Gambar B.13 Sketsa contoh krib bronjong kawat dengan batu Tabel 1 Hubungan jenis krib dan jenis/bagian sungai Tabel 2 Hubungan antara arah aliran dan sudut sumbu krib Tabel 3 Hubungan antara panjang dan jarak krib... 14

4 SNI :2016 BSN 2016 ii Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI :2016 tentang Tata cara perencanaan umum krib di sungai Bagian 1: Perencanaan umum, merupakan hasil revisi dari SNI Standar ini disusun untuk memberikan acuan pada praktisi bidang konstruksi, agar perencanaan dan perancangan bangunan krib sesuai dengan perencanaan pengelolaan sungai secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup. Standar tentang Tata cara perencanaan krib di sungai dibagi menjadi 5 bagian yaitu : Bagian 1: Perencanaan umum Bagian 2: Perencanaan teknik krib tiang pancang Bagian 3: Perencanaan teknik krib bronjong batu Bagian 4: Perencanaan teknik krib blok beton Bagian 5: Perencanaan teknik krib pasangan batu Standar ini dipersiapkan oleh Komite Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil pada Sub Komite Teknis Sumber Daya Air melalui Gugus Kerja Balai Sungai, dan telah dibahas dalam forum rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 22 Maret 2016 yang melibatkan para narasumber, pakar dan lembaga terkait serta telah melalui jajak pendapat pada tanggal 29 April 2016 sampai dengan 28 Juni Perlu diperhatikan bahwa kemungkinan beberapa unsur dari dokumen standar ini dapat berupa hak paten. Badan Standardisasi Nasional tidak bertanggung jawab untuk pengidentifikasian salah satu atau seluruh hak paten yang ada.

5 BSN 2016 iii Pendahuluan SNI :2016 Krib sebagai bangunan pengarah arus akan selalu berhubungan dengan sifat aliran yang tidak menentu dan dapat berubah di setiap saat. Untuk mendapatkan bangunan krib yang dapat berfungsi sesuai dengan tujuannya dalam menunjang upaya pengendalian daya rusak air, diperlukan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) yang memadai. Berkaitan dengan Peraturan Menteri PUPR, maka perencanaan dan perancangan bangunan krib harus disesuaikan dengan perencanaan pengelolaan sungai secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup. Tata cara ini merupakan hasil revisi SNI , Tata cara perencanaan umum krib di sungai. Pelaksanaan tinjauan ulang menghasilkan beberapa penyempurnaan, penambahan materi yang berkaitan dengan tahapan perencanaan bangunan krib, meliputi : 1) Penambahan materi pengertian dan definisi. 2) Penambahan materi yang bersifat memperjelas dalam hal data dan informasi berupa respon morfologi sungai, unsur tanah dasar dan tebing sungai, jenis krib, dan pengelompokannya, jenis sungai, geometri sungai, geoteknik sungai. 3) Penambahan materi dalam hal persyaratan meliputi gaya lateral dan perilaku masyarakat. 4) Perubahan dari perencanaan teknik menjadi tahapan perencanaan teknik dengan tambahan subpasal pemilihan jenis krib. 5) Penambahan materi tata letak krib di tikungan sungai pada subpasal penentuan tata letak. 6) Penambahan materi dalam subpasal perencanaan teknik struktur dan fondasi meliputi tabel posisi krib, panjang krib, jarak antara deretan krib, serta penambahan gambar guna kejelasannya. 7) Penambahan materi bagan pikir tata cara perencanaan umum krib di sungai. Tata cara ini mencakup ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, kriteria penggunaan krib, dasar perencanaan krib, tahapan perencanaan krib dan laporan perencanaan.

6

7 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan krib di sungai Bagian 1: Perencanaan umum BSN dari 23 SNI :2016 Standar ini menetapkan tata cara perencanaan umum krib di sungai yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam mempersiapkan perencanaan detail konstruksi krib di sungai untuk menanggulangi kerusakan akibat arus dan melestarikan bangunan di sungai. Tata cara ini mencakup kriteria penggunaan krib, dasar perencanaan krib serta tahapan perencanaan umum, pertimbangan pengujian model serta ketentuan tentang pelaksanaan dan pemantauan. 2 Acuan normatif SNI 1724:2015, Analisis hidrologi, hidraulik, dan kriteria desain bangunan di sungai. SNI 8066:2015, Tata cara pengukuran debit aliran sungai dan saluran terbuka menggunakan alat ukur arus dan pelampung. SNI 2415:2016, Tata cara perhitungan debit banjir rencana. 3 Istilah dan definisi 3.1 alinyemen bentuk dan arah sungai 3.2 krib bangunan menyilang atau sejajar arah aliran yang ditujukan guna mengubah pola aliran, sifat aliran untuk suatu tujuan tertentu arah krib arah yang dinyatakan dengan sudut antara as krib dan arah aliran daerah krib daerah sepanjang tebing sungai tempat serangkaian krib dipasang letak krib menunjukkan tempat sebuah krib dipasang medan krib daerah di sekitar bangunan krib yang arah dan atau besar kecepatan alirannya dipengaruhi oleh krib tersebut ukuran krib panjang dan tinggi krib

8 SNI : krib kedap air krib yang di antara bagian konstruksinya tidak dapat dilewati aliran; krib ini secara efektif mengarahkan aliran ke tengah sungai; jenis krib ini dibedakan antara yang limpas dan tidak limpas krib lulus air krib yang di antara bagian-bagian konstruksinya dapat dilewati aliran, sehingga kecepatannya akan berkurang karena terjadinya gesekan dengan bagian konstruksi krib tersebut dan memungkinkan adanya endapan angkutan muatan di tempat ini krib semi lulus air krib yang dibentuk oleh susunan pasangan batu kosong sehingga rembesan air masih dapat terjadi di antara batu-batu kosong 3.3 morfologi sungai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang geometri, jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala aspek perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu, dengan demikian menyangkut sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang saling berkaitan 3.4 panil dasar sejenis krib yang diletakkan di dasar sungai sebagai pengarah arus 3.5 pelindung dasar atau matrass bangunan yang ditempatkan pada dasar untuk melindungi terhadap gerusan yang bersifat fleksibel 3.6 pemantauan atau monitoring pengamatan keadaan setelah pelaksanaan 3.7 penggerowongan gerusan akibat aliran samping 3.8 pelindung tebing bangunan yang dimaksud untuk melindungi tebing sungai terhadap kerusakan akibat serangan arus 3.9 perencanaan teknik rangkaian proses pemikiran yang dituangkan dalam bentuk analisis dan gambar dalam hal penentuan lokasi, tipe dan ukuran bangunan dengan segala perlengkapan yang diperlukan, sehingga dapat dibangun, dioperasikan dan berfungsi sesuai dengan yang dikehendaki secara aman, kuat, stabil terhadap segala gangguan yang akan berpengaruh terhadap bangunan tersebut BSN dari 23

9 BSN dari 23 SNI : perkuatan tebing bangunan yang ditujukan untuk memperkuat tebing terhadap kerusakan akibat gerakan tanah tebing seperti longsoran tebing, runtuhan tebing 3.11 pra rencana teknik rangkaian kegiatan persiapan dan analisis terhadap data primer dan sekunder untuk menentukan jenis bangunan, pilihan lokasi, macam krib yang akan digunakan serta perlengkapan lain yang diperlukan 3.12 sungai berjalin sungai yang merupakan kombinasi gejala berliku dan pengendapan setempat yang banyak jumlahnya 3.13 sungai bermeander sungai berliku akibat adanya gerusan di tikungan luar dan endapan di tikungan dalam 3.14 uji model hidraulik suatu penyelidikan/pengujian hidraulik sebagai alat bantu yang dapat memantapkan suatu rencana atau gagasan 3.15 uji model fisik suatu penyelidikan/pengujian di laboratorium dengan peniruan secara fisik keadaan di lapangan dengan menggunakan skala tertentu 3.16 uji model numerik atau model matematik suatu penyelidikan/pengujian dengan model matematik yaitu simulasi keadaan aliran yang didasarkan pada hasil hubungan matematik dengan prinsip-prinsip hidraulik 4 Kriteria penggunaan krib 4.1 Dasar penggunaan krib Penggunaan krib dengan mempertimbangkan data dan informasi dari peta geologi permukaan yang sudah tersedia dan dilanjutkan dengan survei investigasi untuk perencanaan sungai secara terpadu yang menunjukkan hal hal sebagai berikut : a) Keadaan morfologi dan karakteristik sungai (denah serta bentuk melintang dan memanjang, debit dan kecepatan) yang menunjukkan adanya arah pergeseran sungai, adanya gejala meander dan adanya bahaya gerusan lokal dan kondisi geologi permukaan yang menunjukkan tebing sungai memerlukan perlindungan secara tidak langsung agar kecepatan arus tidak merusak tebing. b) Keadaan aliran menunjukkan adanya aliran yang tidak menentu sehingga pada lokasi tersebut perlu dilakukan perbaikan pola aliran. c) Diperlukan pemindahan/pengarahan arus sungai sesuai tujuan tertentu. d) Diperlukan upaya memperdalam alur dengan mempersempit penampang basah sungai. e) Ketersediaan bahan bangunan sesuai jenis krib yang dipilih.

10 SNI : Persyaratan penggunaan krib Penggunaan bangunan krib harus memenuhi beberapa jenis persyaratan yaitu: a) Persyaratan fungsional dengan krib sebagai pelindung tebing sungai tidak langsung, atau sebagai pengarah arus, atau untuk memperdalam alur sungai, atau untuk memperbaiki alinyemen sungai; dan khusus sebagai pelindung tebing serta sebagai pengendali pengendapan sedimen minimal harus dibuat 3 (tiga) krib tiang pancang atau ditentukan dengan uji model hidraulik dan tidak dianjurkan membuat hanya satu baris karena tidak akan efektif sebagai pelindung tebing. b) Persyaratan kesesuaian dengan perencanaan pengelolaan sungai terpadu dengan mempertimbangkan pengaruh negatifnya terhadap bangunan lain, terhadap sungai, dan terhadap lingkungan di sekitarnya. c) Persyaratan pemilihan jenis yang harus sesuai dengan tujuan pemasangan krib, kondisi geoteknik, ketersediaan material di sekitar lokasi serta kondisi alur sungai. d) Persyaratan keamanan dan kestabilan terhadap beban oleh tekanan air dan muatan sedimen serta benda padat yang terangkut aliran serta kemungkinan adanya gerusan lokal dan degradasi dasar sungai. e) Persyaratan pelaksanaan untuk kelestarian bangunan perlu dilakukan pemantauan berkala tentang gejala yang dialami bangunan krib, begitu juga gejala yang ditimbulkan oleh bangunan terhadap AMDAL morfologi sungai. 5 Pengelompokan jenis krib Pengelompokan jenis krib berdasarkan berbagai jenisnya meliputi: a) bahan pembuatan: 1) krib tiang pancang dari kayu; 2) krib tiang pancang dari beton bertulang; 3) krib bronjong batu; 4) krib blok beton; 5) krib pasangan batu; b) sifat hidraulik: 1) krib lulus air (permeabel); krib tiang pancang; 2) krib kedap air (impermeabel); krib pasangan batu, krib beton; 3) krib semi lulus air (semi permeabel); Krib bronjong batu, susunan geotekstil, susunan blok beton dan batu bongkah; c) formasi (arah pemasangan): 1) krib melintang dipasang dengan arah melintang aliran dan dibedakan menjadi: krib tajam atau condong ke hulu sering disebut repelling groyne, krib tegak serta krib tumpul atau condong ke hilir dan sering disebut attracting groyne ; 2) krib memanjang dipasang dengan arah sejajar aliran, sangat efektif untuk melindungi tebing namun kurang efektif dalam meningkatkan intensitas pengendapan, untuk itu digabung dengan krib melintang; 3) gabungan krib melintang dengan krib memanjang dengan membentuk huruf T atau L dan disebut krib T atau krib L, peningkatan intensitas pengendapan terjadi karena sedimen yang terbawa dalam aliran sungai dapat terperangkap di antara krib melintang. BSN dari 23

11 BSN dari 23 SNI :2016 d) letak pemasangan terhadap muka air : 1) krib yang mercunya setinggi batas bantaran (krib tidak tenggelam); 2) krib yang diletakkan di dasar sungai sebagai pengarah arus yang disebut panil dasar (krib tenggelam) pada debit kecil dan pengendali gerusan. e) kelanggengan pemasangan: 1) krib permanen; 2) krib semi permanen; 3) krib darurat. f) jumlah jenis material penyusun: 1) satu macam bahan penyusun, misalnya krib tiang pancang beton, krib pasangan batu, krib bronjong batu; 2) kombinasi dari beberapa macam bahan penyusun, misalnya tiang pancang kayu dikombinasikan dengan bronjong. g) tempat pembuatan: 1) dibuat di lapangan; 2) dibuat di pabrik misalnya tiang pancang. 6 Perencanaan krib 6.1 Dasar fungsional Berdasarkan pada fungsi krib sebagai pelindung tebing, atau sebagai pengarah untuk membelokkan aliran, atau sebagai pengarah untuk memperbaiki alinyemen sungai, maka dalam perencanaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Sebagai pelindung tebing tidak langsung terutama untuk tebing yang terletak pada daerah potensial seperti bangunan fasilitas umum, jalan raya, jembatan, tanggul, maka krib harus dapat membelokkan arus dan kecepatan di antara krib akan tereduksi sehingga suspended load akan mengendap dan akan membentuk garis tebing yang baru, sedangkan untuk pelindung tebing sungai langsung terhadap longsoran, akan ditanggulangi dengan konstruksi tersendiri. b) Sebagai pengarah untuk membelokkan aliran sungai agar sesuai dengan tujuannya yaitu: 1) Krib untuk mengatur debit agar masuk ke percabangan sebagai suplesi, agar aliran masuk ke bangunan pengambilan. 2) Krib untuk memperbaiki arah arus apabila di udik bangunan pengambilan (bendung, pompa air, pintu air) terjadi perubahan arah arus. 3) Krib untuk memperbaiki pola dan arah aliran pada alur sungai tidak menentu misalnya pada sungai di dataran rendah. c) Sebagai pengarah untuk memperbaiki alinyemen sungai untuk keperluan tertentu yaitu: 1) Untuk mempertahankan lebar dan kedalaman sungai yang dipakai keperluan navigasi maka krib dipasang pada tebing kiri dan kanan sungai. 2) Untuk memperbaiki alinyemen karena terjadinya longsoran tebing karena arus maka krib dipasang secara serial guna memacu terjadinya endapan pada bagian tebing tersebut.

12 SNI : Kesesuaian dengan perencanaan pengelolaan sungai terpadu Harus ditinjau perencanaan dalam satu sistem sungai yang mewujudkan konsep pengelolaan sungai secara terpadu sehingga perencanaan krib harus mempertimbangkan pengaruh negatifnya terhadap bangunan lain, terhadap sungainya sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya yaitu: a) Keamanan dan fungsi bangunan yang ada maupun yang direncanakan akan dibangun. b) Gangguan terhadap operasi dan pemeliharaan bangunan yang sudah ada. c) Kelestarian lingkungan. 6.3 Data dan informasi morfologi sungai Data dan informasi yang diperoleh dari peta geologi permukaan yang telah tersedia dan dilanjutkan dengan survei dan investigasi untuk lokasi yang terindikasi memerlukan bangunan krib, yang meliputi jenis sungai, geometri, geoteknik, hidrolika termasuk juga hidrograf sungai serta lingkungan sungai, kesemuanya merupakan unsur penting dalam perencanaan krib Jenis sungai Sungai perlu dibedakan sesuai jenisnya dengan memperhatikan aspek-aspek: 1) ukuran: alur, palung, dan lembah; sungai lebar untuk lebar sungai > 15 m, sungai kecil dengan lebar sungai < 15 m dan kedalaman < 1 m; 2) kemiringan dasar sungai: sungai terjal dengan kemiringan dasar sungai i antara 1/50-1/500 dan landai dimana kemiringan dasar sungai i < 1/1000; 3) lokasi daerah aliran (rezim): hulu, tengah, hilir; 4) perubahan geometri badan sungai ke arah vertikal: sungai beragradasi, sungai berdegradasi, sungai seimbang; 5) perubahan geometri badan sungai ke arah horisontal: sungai-sungai berliku, relatif lurus, berjalin Geometri sungai Alur, palung, dan lembah sungai diukur secara vertikal dan horisontal untuk pembuatan peta situasi, penampang melintang dan memanjang. Parameter yang diperlukan adalah: panjang, lebar, kemiringan, ketinggian (elevasi). Parameter geometri dapat juga diperoleh dengan cara penginderaan jauh untuk peta situasi Geoteknik sungai Data geoteknik sungai yang diperlukan adalah data tentang keadaan tanah dan batuan dalam kaitannya dengan perubahan morfologi sungai antara lain potensi angkutan sedimen, gerakan tanah di tebing alur, palung, atau lembah sungai dan medan di sekitar bangunan yang saling mempengaruhi. Parameter penting yang perlu diketahui adalah: a) Data daya dukung tanah yang diperoleh dari pemboran dan uji lapangan dengan sondir dan atau pengeboran inti termasuk Standar Penetrasi Tes (SPT) yang harus dilakukan pada lokasi pemancangan untuk memperkirakan jenis, pelapisan tanah atau batuan serta kemungkinan dapat dilaksanakannya pemancangan. BSN dari 23

13 BSN dari 23 SNI :2016 b) Data uji laboratorium berupa sifat-sifat fisik seperti berat jenis, berat isi, kepadatan maupun sifat teknis seperti sudut geser dalam, kohesi, kompresibilitas dari material tebing dan dasar sungai. c) Data uji lapangan lainnya meliputi data: tekstur tanah dan struktur tanah Hidrograf sungai Hidrograf sungai yang diperlukan berupa hidrograf debit dan hidrograf muka air. Hidrograf debit merupakan luaran hidrologi di dalam daerah pengaliran sungai meliputi: a) Aliran besar/banjir, diperlukan untuk keamanan struktur terhadap bahaya pelimpasan, tekanan statik dan tekanan dinamik aliran, sedangkan faktor-faktor aliran besar yang perlu diketahui adalah: 1) debit puncak; 2) selang waktu untuk mencapai puncak aliran; 3) kecepatan naik turunnya aliran, volume aliran/banjir; 4) tinggi muka air. b) Aliran kecil atau sedang diperlukan untuk mempelajari pengaruh aliran terhadap geometri sungai yang berkaitan dengan keberadaan bangunan krib. c) Frekuensi kejadian debit dan muka air sungai, baik untuk debit besar maupun kecil dan dua hal yang lazim dipergunakan untuk memperoleh data debit adalah: 1) Analisis data aliran sungai berdasarkan hasil pengukuran hidrometri dan atau hasil perhitungan hidraulika sungai. 2) Analisis data hujan yang harus dilakukan secara saksama mengingat banyaknya anggapan yang digunakan di dalam model hidrologi, dalam hal ini biasanya diperlukan kalibrasi dan pengecekan kejadian di lapangan Hidraulika sungai Kekasaran dasar dan tebing sungai dapat ditetapkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan hasil pengukuran keadaan material dasar sungai, penyelidikan hidraulik khusus atau dengan menggunakan referensi yang sudah ada. Data hidraulik yang dikaitkan dengan perubahan morfologi sungai meliputi parameter geometri, aliran dan angkutan sedimen dalam dimensi ruang dan waktu antara lain: debit, tinggi air, kecepatan aliran, kekasaran, tekanan, gaya seret, arah aliran dan jenis aliran yang berkaitan dengan keadaan geometri sungai (profil basah, keliling basah, dan jari-jari hidraulik). Besaran parameter ini diperoleh berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran dan perhitungan hidraulik Angkutan sedimen Data angkutan sedimen yang diperlukan adalah data yang ada kaitannya dengan gejala, parameter dan ukuran dalam dimensi ruang dan waktu. Beberapa hal angkutan sedimen yang sangat penting diketahui dalam mendesain krib adalah: a) Laju angkutan sedimen layang dan sedimen dasar sebagai fungsi ruang dan waktu. b) Jenis dan gradasi material sungai dasar sungai termasuk keberadaan lapisan perisai di dasar sungai. c) Aktifitas penambangan material dasar sungai.

14 SNI :2016 d) Karakteristik pokok ruas sungai untuk jenis berjalin, ruas hulu dengan kecenderungan degradasi sangat dominan atau ruas hilir dengan kecendurungan agradasi sangat dominan penggerusan lokal atau penggerowongan tebing atau berlikunya sungai. Data tersebut di atas akan sangat mempengaruhi tata letak dan jenis krib yang optimum Hidraulika bangunan air di sungai Data bangunan air meliputi tempat dan jenis semua bangunan umum lainnya yang dibangun di dalam sungai yang mempunyai dampak terhadap perubahan morfologi sungai yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh krib yang dirancang. Data hidraulika bangunan air di sungai memegang peran yang cukup penting seperti: a) Dampak bangunan yang ada terhadap fluktuasi debit dan arah aliran sungai dan muka air di lokasi krib yang dirancang. b) Dampak timbal balik respon morfologi sungai antara bangunan air yang ada dan rencana krib. Beberapa hal yang dapat saling mempengaruhi adalah laju dan besar degradasi/agradasi dasar sungai, perubahan tebing sungai berupa gerusan atau pengedapan yang sangat mempengaruhi kondisi aliran. Perkiraan respon morfologi sungai perlu diperhatikan dalam hal penentuan tata letak dan kedalaman fondasi bangunan yang dirancang Data lingkungan sungai Data lingkungan sungai yang diperlukan, antara lain: a) Tempat dan jenis/tipe semua bangunan persungaian yang mempengaruhi atau yang akan terpengaruh oleh krib. b) Pengaruh lingkungan terhadap fungsi krib seperti: penambangan material dasar sungai, pekerjaan pengerukan, perbaikan alur sungai. c) Pengaruh muara berupa kegaraman, sedimentasi dan erosi akibat gelombang arus atau pasang surut. d) Perilaku penduduk yang membuat aktifitas pada alur sungai yang mengganggu keberadaan alur tersebut Data bahan bangunan Bahan yang akan dipakai baik untuk bangunan utama maupun bangunan pelengkap lainnya perlu diperhatikan mengenai kualitas dan kuantitas bahan yang tersedia, sumber bahan serta bahan tambahan yang diperlukan, sesuai ketentuan yang berlaku. 6.4 Persyaratan keamanan dan kestabilan a) Keamanan hidraulik meliputi: 1) Keamanan terhadap gerusan lokal, degradasi dasar sungai dan penggerowongan tebing. 2) Keamanan terhadap benturan dan abrasi oleh muatan dan benda padat lain yang terangkut aliran, pemilihan jenis krib yang sesuai perlu dipertimbangkan terhadap arus sungai yang membawa muatan dan atau benda padat lainnya yang dapat merusak. 3) Tekanan air (gaya dorong dan atau seret dari arus). 4) Bahaya longsoran tebing dan tekanan sedimen yang mungkin terjadi. BSN dari 23

15 BSN dari 23 SNI :2016 b) Keamanan struktural Keamanan yang ada hubungannya dengan kekuatan dan kestabilan struktural secara bagian perbagian maupun menyeluruh meliputi: 1) Kestabilan terhadap gaya guling, gaya geser, patah dan penurunan. 2) Kekuatan: (1) Aman terhadap regangan. dan tegangan yang terjadi sebagai akibat gaya lateral seperti kecepatan arus, beban endapan. (2) Aman terhadap deformasi yang diizinkan. c) Keamanan lingkungan meliputi: (1) Keamanan lingkungan yaitu keamanan terhadap gangguan angkutan sedimen dan benda padat lain (sampah, kayu-kayu dan sebagainya), serta terhadap bahan kimia dan air asin. (2) Terhadap perilaku masyarakat yang biasa membuat aktifitas di sungai seperti pompa air dan penambangan material dasar sungai. 7 Tahapan perencanaan umum Awal dari tahapan ini adalah pra rencana teknik yang merupakan analisis data primer dan sekunder sebagai hasil survei dan investigasi morfologi sungai dengan luaran karakteristik aliran, debit rencana, jenis krib yang dipilih serta dimensi dan tata letak sementara. Berikutnya dilakukan uji model hidraulik untuk memantapkan pra rencana teknik dengan luaran daerah krib, jumlah dan jarak optimal, serta fenomena yang terjadi akibat dipasang krib pada sungai. Akhirnya dilakukan perencanaan teknik yang meliputi perencanaan teknik hidraulik dan perencanaan teknik struktur dan fondasi. Secara garis besar langkah desain bangunan pengendali perubahan morfologi sungai arah horisontal adalah sebagai berikut: a) Perkuatan tebing langsung Gunakan perkuatan tebing langsung jika palung sungai belum terlanjur berpindah ke kondisi yang tidak menguntungkan dan lahan di sisi luar palung diharapkan sama sekali tidak boleh tergerus oleh aliran sungai. Dalam desain perkuatan tebing langsung perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Terapkan tata letak struktur sedemikian sehingga tetap serasi dengan arah aliran sungai, pengaturan arah dan kondisi aliran harus dilakukan secara bertahap. 2) Pada bagian kaki struktur perkuatan tebing langsung akan terjadi gerusan lokal, berkaitan dengan hal ini maka perancangan perlu memperhatikan: (1) penambahan bagian struktur pencegah gerusan lokal berupa rip-rap batu atau panel dasar sungai; (2) fondasi struktur perlu dibuat cukup dalam dan stabilitas struktur perlu dianalisis dengan memperhitungkan dalam gerusan lokal dan kemungkinan degradasi dasar sungai; 3) Struktur perlindungan sungai perlu dibagi dalam beberapa segmen yang dihubungkan dan dibatasi dengan sekat lentur penahan air (water stop). 4) Untuk mengurangi tekanan aktif air, pada struktur pelindung tebing kaku perlu dipasang pipa suling pematus air yang dilengkapi dengan filter. 5) Struktur bronjong kurang sesuai diterapkan pada sungai dengan angkutan batu gelundung, benturan batu dapat memutuskan kawat bronjong, pada kondisi sungai ini struktur pelindung tebing langsung jenis lentur dari susunan blok beton terkunci akan sesuai.

16 SNI :2016 b) Perkuatan tebing tidak langsung Gunakan perkuatan tebing tidak langsung jika palung sungai sudah terlanjur pada kondisi yang kurang menguntungkan dan perlu diubah/dikendalikan ke kondisi yang lebih baik. Dalam disain perkuatan tebing tak langsung perlu diperhatikan langkah berikut: 1) Gunakan struktur dengan bahan yang mudah diperoleh di sekitar lokasi. 2) Krib tiang pancang kurang sesuai untuk ruas sungai dengan kecepatan aliran tinggi, mengangkut muatan sedimen batu gelundung atau dasar sungai terdiri atas lapisan yang keras atau lapisan kerikil yang cukup tebal, pada kondisi seperti ini krib bronjong batu atau susunan blok beton terkunci akan sesuai. 3) Untuk mendapatkan kondisi aliran dan palung sungai yang digunakan beberapa buah krib yang dipasang secara berurutan. 4) Arahkan aliran secara bertahap mulai dari hulu menggunakan serangkaian krib ke kondisi yang diinginkan, terapkan tata letak krib yang tegak lurus garis aliran yang diinginkan. 5) Tempatkan krib mulai dari hulu, krib ke dua dan selanjutnya dipasang pada jarak yang memadai agar pada ruang antar krib-krib terjadi pusaran aliran sekunder yang lemah sehingga terjadi proses pengendapan sedimen. 6) Jika jarak antar krib terlalu jauh, tebing sungai di antara krib tersebut akan tergerus dan kondisi ini perlu dihindari. 7) Pada ujung krib akan terjadi gerusan yang dalam dan dapat memicu keruntuhan krib, untuk menanggulangi masalah ini dapat diterapkan cara sebagai berikut : (1) Hindari pemasangan krib yang dipaksakan langsung menjorok ke tengah alur sungai. (2) Letakkan fondasi krib cukup dalam dengan memperhatikan kemungkinan terjadinya gerusan lokal dan degradasi dasar sungai. (3) Lindungi bagian ujung krib dengan struktur rip-rap atau lidah krib yang cukup lentur sehingga dapat mengikuti perubahan dasar sungai. 7.1 Pra rencana teknik Penentuan karakteristik aliran Karakteristik aliran perlu ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a) Debit rencana yang digunakan untuk merencanakan krib. b) Pola dan kecepatan aliran sungai terutama di tikungan perlu diketahui untuk menentukan letak dan jenis krib. c) Degradasi penurunan dasar alur dan atau palung sungai dengan parameter panjang, lebar dan dalam. d) Agradasi/sedimentasi dengan parameter: panjang, lebar, dan tinggi/tebal. e) Penggerusan lokal akibat gangguan aliran. f) Penggerowongan tebing akibat aliran helicoidal, spiral dan atau pusaran air. g) Gejala berlikunya sungai. h) Kecepatan ijin yaitu kecepatan aliran maksimum yang tidak menggerus bahan dasar dan atau tebing sungai Penentuan debit rencana Debit rencana ditentukan berdasarkan: a) Perhitungan banjir rencana yang harus diperiksa/dikontrol terhadap data morfologi sungai, informasi historis di lokasi rencana krib, keamanan/kestabilan, resiko/konsekuensi dan ekonomi. BSN dari 23

17 BSN dari 23 SNI :2016 b) Cara perhitungan debit banjir rencana, dapat dilihat pada SNI , Tata cara pengukuran debit sungai dan saluran terbuka menggunakan alat ukur arus dan pelampung dan SNI , Tata cara perhitungan debit banjir Pemilihan jenis krib Jenis krib yang sesuai untuk suatu lokasi harus ditentukan berdasarkan rezim sungai pada lokasi tersebut dengan memperhatikan tujuan pembuatan, tingkat kesulitan dan jangka waktu pelaksanaan yang diperlukan (lihat Tabel 1). Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan jenis krib adalah sebagai berikut. a) Tujuan pemasangan krib 1) Melindungi tebing pada tikungan luar secara tidak langsung dan untuk mempertahankan alur bagi navigasi digunakan serial krib permeabel dari tiang pancang. 2) Melindungi tebing secara tidak langsung dan atau pengaturan alur sungai yang memerlukan faktor estetika seperti pengaturan sungai dalam kota digunakan serial krib dari pasangan batu. 3) Melindungi tebing yang bersifat sementara digunakan krib dari kayu. 4) Mengarahkan aliran ke tengah sungai digunakan krib impermeable. Jenis tanah pada dasar dan tebing sungai 1) Tebing yang mudah longsor digunakan krib tiang pancang; crucuk kayu/bambu. 2) Dasar sungai yang lunak digunakan krib tiang pancang; dengan kedalaman pemancangan disesuaikan dengan kondisi tersebut. 3) Dasar sungai yang cukup padat menggunakan krib bronjong, pasangan batu kali atau juga blok beton. 4) Tebing sungai yang tinggi dipakai krib tiang pancang dengan pertimbangan kemudahan pelaksanaan. 5) Tebing yang rendah atau alur sungai tidak dalam dapat digunakan krib pasangan batu dan krib bronjong batu. b) Jenis sungai 1) Sungai lebar dengan arus tidak deras pada kemiringan dasar sungai < 1/1000 dipakai krib tiang pancang atau krib permeabel bercelah besar. 2) Sungai lebar dengan arus deras pada kemiringan dasar sungai antara 1/50 sampai 1/500 dipakai krib tipe rangka dengan digabung blok beton. 3) Sungai-sungai kecil atau alur sempit tidak perlu dipasang krib karena tidak dapat berfungsi dengan baik. Tabel 1 Hubungan jenis krib dan jenis/bagian sungai Jenis krib Bahan pokok Jenis/bagian sungai Keterangan pasangan batu batu kali setempat sungai sedang & kecil sesuai untuk lokasi agar mudah blok beton tiang pancang blok beton cetak di tempat blok beton pra cetak kayu/bambu dan beton Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1990 bagian berarus deras bagian berarus deras bagian berarus tidak deras didapat batu pecah jika lokasi pekerjaan memungkinkan terbatas pada lokasi-lokasi yang memungkinkan pemancangan

18 SNI : Penentuan tata letak Penentuan tata letak krib dengan mengacu pada standar Tata cara analisis hidrologi dan hidraulik untuk desain bangunan di sungai (SNI-1724), dengan meninjau hal-hal sebagai berikut: a) Pemasangan konstruksi krib baik untuk perlindungan tebing maupun perbaikan arah aliran pada suatu daerah krib, harus mempertimbangkan perencanaan sungai secara keseluruhan, dalam rangka mewujudkan konsep pengelolaan sungai secara terpadu. b) Daerah krib harus ditentukan berdasar ketentuan dan dipilih sesuai dengan fungsinya. 1) Di tikungan luar sungai untuk melindungi tebing dari perkembangan sungai arah mendatar. 2) Di tempat longsoran atau gerusan tebing untuk mengembalikan stabilitas tebing dan kondisi aliran. 3) Di alur sungai pada debit kecil untuk mengarahkan aliran, umpamanya agar aliran dapat mengalir menuju dan masuk ke bangunan pengambil. c) Letak krib di daerah krib 1) Krib dipasang dengan jarak optimal. 2) Letak krib dengan arah tegak lurus paling efektif untuk menciptakan medan krib, sehingga krib tegak lurus paling sesuai untuk pelindung tebing dan pengatur alinyemen horisontal alur sungai. 3) Pangkal krib diletakkan pada tebing yang mantap untuk menghindari terobosan arus di belakang krib dan agar tahan terhadap longsoran tebing, sedangkan untuk tebing dengan tanah yang tidak mantap harus dipertimbangkan berdasar kekuatan sesuai karakteristik butiran tanah. 4) Ujung krib diletakkan pada garis sejajar aliran sepanjang daerah krib atau ditentukan dengan uji model hidraulik. 5) Krib untuk pendalaman alur bagi navigasi diletakkan pada kedua tebing sungai sepanjang alur yang dikehendaki dengan arah tegak lurus (dapat ditambah krib memanjang pada ujung krib) atau arah tajam. 6) Peletakan krib sepanjang daerah krib, diambil berdasarkan panjang tebing yang perlu dilindungi dengan memperhitungkan kemungkinan perubahan arus pada keadaan krib terpasang. 7.2 Pengujian model (Uji Model Hidraulik) Manfaat pengujian model hidraulik Uji Model Hidraulik (UMH) dilakukan apabila rumus-rumus hidraulik dengan koefisiennya tidak dapat memberi gambaran yang jelas mengenai masalah hidrauliknya. UMH dapat dilakukan dengan model numerik maupun dengan model fisik di suatu laboratorium hidraulika dengan besaran skala tergantung dari jenis dan lingkup masalah yang dihadapi. Uji model hidraulik dilakukan sesudah pra rencana teknik sebelum melangkah lebih lanjut ke rencana detail Kegunaan pengujian model hidraulik Kegunaan UMH dalam pembuatan krib di sungai adalah sebagai berikut: a) Menguji kesempurnaan pra rencana teknik bangunan krib yang direncanakan dengan analisis secara teoritis maupun dengan pengamatan dan pengukuran langsung pada kejadian kejadian alam yang ditirukan dalam suatu model. BSN dari 23

19 BSN dari 23 SNI :2016 b) Mencari rencana tipikal bangunan krib yang secara hidraulik dianggap lebih baik sesuai dengan maksud dan tujuan pembangunan krib. c) Mencari hubungan antara parameter aliran, sedimen/morfologi sungai, posisi/lokasi deretan krib, jumlah bangunan krib, serta jarak antara deretan krib yang optimal. d) Mencari/menentukan metoda perbaikan pada kerusakan krib UMH numerik UMH Numerik atau uji model matematik mempunyai tujuan sama dengan UMH fisik, yaitu untuk mempelajari dan atau menghitung kondisi aliran dan angkutan sedimen dengan menggunakan korelasi matematika aliran dan angkutan muatan sedimen yang koefisiennya ditentukan melalui proses kalibrasi, verifikasi dan analisis kepekaan antara model dan prototip. UMH Numerik mempunyai kelebihan dibanding UMH fisik yaitu dalam mempelajari permasalahan mempunyai cakupan ruang dan waktu yang panjang, namun juga mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat untuk mempelajari masalah-masalah hidraulika detil seperti problem gerusan lokal UMH fisik Hal-hal yang perlu diketahui: a) UMH Fisik merupakan kegiatan penyelidikan/pengujian di laboratorium dengan peniruan secara fisik keadaan di lapangan dengan skala tertentu, untuk mempelajari berbagai masalah detail hidraulik dengan cakupan ruang yang tidak terlalu besar yang mungkin timbul karena didirikannya suatu bangunan di sungai dan pengaruh timbal balik perubahan morfologi sungai terhadap masalah hidraulik yang erat kaitannya dengan fungsi dan keamanan bangunan. b) Untuk pelaksanaan UMH Fisik bangunan krib diperlukan data survai lapangan guna menunjang kesamaan antara model dengan prototip. c) Masalah-masalah hidraulik yang timbul akibat dipasang bangunan krib yang dapat dipelajari dalam UMH Fisik antara lain sebagai berikut. 1) gejala aliran yang terjadi dengan parameter berupa tinggi muka air, kecepatan, debit, macam arus, arah aliran, tekanan, dan lain-lain; 2) penggerusan lokal/setempat; 3) pengaruh degradasi, agradasi, dan gejala angkutan serta pengendalian muatan yang lain; 4) kinerja model fisik untuk mensimulasikan kondisi lapangan; 5) problem pengoperasian dan pemeliharaan; 6) beberapa parameter dan verifikasi koefisien rumus aliran dan muatan sedimen untuk perhitungan teoritis. 7.3 Perencanaan teknik hidraulik Merupakan hasil penyempurnaan pra rencana hidraulik yang dilaksanakan dengan bantuan uji model hidraulik fisik dalam pemilihan jenis dan ukuran hidraulik krib. 7.4 Perencanaan teknik struktur dan fondasi a) Perhitungan rencana teknik struktur dibedakan dua bagian, yaitu perhitungan rencana teknik struktur bangunannya sendiri dan struktur tanah dasar fondasi. b) Berdasarkan gambar rencana hidraulik apabila dipandang perlu dilakukan penyelidikan geoteknik lengkap dan detil untuk menunjang perhitungan kestabilan susunan krib dan bagian-bagiannya.

20 SNI : Dimensi krib Dimensi krib yang perlu diperhatikan: a) Arah krib didasarkan pertimbangan gejala perilaku sungai dan sesuai dengan fungsi yang hendak dicapai, formasi krib dapat dibuat tegak lurus atau menyudut terhadap arah arus yaitu condong ke hilir, condong ke hulu dan kombinasi antara condong dan tegak lurus (lihat Tabel 2). Tabel 2 Hubungan antara arah aliran dan sudut sumbu krib Lokasi pembuatan Sudut sumbu krib (θ) krib di sungai θ bagian lurus 10 º - 15 º belokan luar 5 º - 15 º belokan dalam 0 º - 10 º arah Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1990 b) Panjang krib; hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan panjang adalah: 1) Keadaan dan posisi tebing sungai yang ada dan tebing yang dikehendaki serta lebar sungai dan jarak antara krib yang dikehendaki. 2) Jika L = panjang krib dan B = lebar sungai, maka L/B pada umumnya 10%. 3) Panjang krib untuk pengarah arus ditentukan sedemikian rupa sehingga didapatkan pola aliran baru sesuai dengan yang diharapkan; umumnya krib yang terlalu panjang akan berakibat kurang baik terhadap kestabilan sungai, sehingga harus ditentukan dengan sangat hati-hati. 4) Perbandingan panjang krib dan jarak krib dibuat sedemikian rupa sehingga kecepatan arus di tepi tebing cukup aman untuk kestabilan tebing. 5) Untuk krib yang berfungsi memperdalam alur bagi navigasi, panjang krib ditentukan oleh faktor lebar dan kedalaman alur yang diperlukan untuk navigasi, material sedimen dan sifat aliran sungai. c) Jarak krib ditentukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) Dibuat sedemikian rupa sehingga susunan krib menghasilkan suatu pengarah arus krib yang paling efektif dan untuk memastikan hal ini digunakan uji model hidraulik. 2) Jarak krib juga didasarkan kepada: lebar sungai, panjang krib, keadaan arus dan sudut belokan sungai, serta bentuk daerah krib. 3) Jarak krib ditentukan juga dengan cara empiris yang didasarkan pada pengamatan dan pengalaman dan Tabel 3 adalah rumusan secara empiris yang dapat dipakai sebagai acuan. Tabel 3 Hubungan antara panjang dan jarak krib Lokasi pembuatan krib di sungai Hubungan antara jarak (d) dan panjang (L) bagian lurus d = 1,7 2,3 L belokan luar d = 1,4 1,8 L belokan dalam d = 2,8 3,6 L Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1990 d) Elevasi mercu krib, dapat dibuat. 1) Sama tinggi dengan elevasi muka air pada debit alur penuh (bank full discharge) dan atau dapat juga tinggi krib (h) setinggi 0,2 hingga 0,3 x tinggi banjir (H). 2) Miring kearah ujung dengan kemiringan 1/20 1/100. 3) Jika panjang tiang terbatas, misalnya tiang pancang kayu, mercu krib, dapat dibuat bertingkat. BSN dari 23

21 BSN dari 23 SNI :2016 e) Kedalaman fondasi ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 1) Sesuai kebutuhan stabilitas dan diletakkan di bawah elevasi kemungkinan gerusan lokal dan degradasi terdalam yang akan terjadi. 2) Diperhitungkan terhadap bidang gelincir keruntuhan tebing sungai. 3) Untuk mengatasi masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai dapat dipasang lantai atau pelindung dasar sungai fleksibel. f) Dimensi tiang; ditentukan berdasarkan persyaratan hidraulik krib dan persyaratan stabilitas konstruksi; biasanya dipakai diameter 15 cm s.d. 30 cm untuk tiang kayu dan beton. g) Jarak antar tiang; dari pangkal krib, tengah sampai ke ujung, susunan tiang dibuat lebih rapat dan makin jarang ke arah ujung, dan jarak antar tiang biasanya dipakai antara 1 m sampai dengan 2 m. h) Panjang tiang; ditentukan berdasarkan elevasi mercu krib dan kedalaman pemancangan tiang tergantung lapisan tanah dasar dan menurut persyaratan keamanan dan stabilitas Stabilitas dan kekuatan krib Konstruksi krib disebut stabil, jika mampu menahan sernua beban atau gaya yang bekerja pada krib, sehingga tidak mengalami perubahan fungsi karena perubahan posisi maupun deformasi. a) Macam-macam pembebanan atau gaya yang bekerja pada krib yang harus diperhitungkan adalah sebagai berikut. 1) Tekanan pada krib; diperhitungkan sebagai tekanan tanah aktif atau tekanan akibat longsoran dari material endapan baru. 2) Tekanan arus air; terjadi akibat kecepatan aliran pada debit alur penuh. 3) Untuk krib tiang pancang harus diperhitungkan adanya tambahan tekanan akibat penumpukan sampah yang menyumbat di sela-sela tiang. 4) Untuk menentukan dimensi tiang beton, selain diperhitungkan pembebanan akibat berat sendiri dan tekanan-tekanan pada krib, juga dipertimbangkan pada saat pengangkutan dan pemancangan. 5) Perlu dipertimbangkan pula gaya-gaya dinamis lainnya seperti gaya karena gelombang, karena kondisi sudden draw dawn dan lainnya. b) Stabilitas dan kekuatan krib tiang pancang harus ditinjau untuk masing masing tiang (single of pile) maupun secara kesatuan (group of piles): 1) Tiang pancang dan kelengkapannya harus memenuhi persyaratan kestabilan terhadap gaya statis dan dinamis berupa guling, geser, patah dan penurunan. 2) Tiang-tiang pancang pada krib dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut. (1) Tiang penahan, yaitu tiang-tiang yang seluruhnya tertanam dan dipancang pada tebing berfungsi untuk menahan krib agar tidak miring ke arah as sungai, biasanya dipakai jarak antar tiang 1 m sampai dengan 1,2 m. (2) Tiang luar, yaitu tiang yang dipancang pada daerah panjang efektif krib, berfungsi untuk memecah arus, biasanya jarak antar tiang 1,5 m sampai dengan 2 m. (3) Tiang antara, yaitu tiang yang dipancang di antara tiang penahan dan tiang luar, berfungsi sebagai tempat pengendapan, biasanya jarak antar tiang 1 m sampai dengan 1,5 m. 3) Untuk menambah stabilitas tiang luar terhadap tekanan arus pada ujung krib ditambah satu atau beberapa tiang dengan arah tegak lurus as krib.

22 SNI :2016 4) Untuk menambah kekakuan konstruksi dan agar tiang-tiang dapat bekerja bersama sebagai satu kesatuan maka puncak-puncak tiang dihubungkan dengan pelat penghubung; 5) Pada tiang penahan dan tiang antara dianggap hanya bekerja muatan tanah dengan arah tegak lurus tebing, pada tiang luar dianggap hanya bekerja gaya tekanan arus air dan tekanan akibat sampah dengan arah sejajar as sungai. 6) Tiang pancang dianggap didukung dengan sendi pada puncak (kecuali tiang luar yang tanpa tambahan tiang arah tegak lurus as krib, didukung bebas pada puncak) dan jepit pada tanah dasar sungai sedalam faktor kestabilan tiang. c) Stabilitas dan kekuatan krib pasangan batu. 1) Sebagai krib kedap air (impermeabel) maka harus aman terhadap gaya guling, geser, penurunan dan deformasi lainnya. 2) Agar tidak terjadi penurunan atau sejenisnya maka tegangan yang terjadi akibat berat sendiri krib tidak boleh melampaui daya dukung tanah fondasi. 3) Stabilitas terhadap longsoran tebing ke arah alur sungai harus diperhitungkan begitu juga terhadap tekanan yang terjadi akibat kondisi sudden draw dawn. d) Stabilitas dan kekuatan krib bronjong batu. 1) Susunan dibuat sedemikian sehingga tumpukan bronjong batu merupakan suatu kesatuan timbunan batu yang stabil terhadap gaya geser, guling, penurunan serta gaya lainnya yang dapat merusak susunan tumpukan bronjong batu. 2) Kawat bronjong yang digunakan harus mengikuti standar yang berlaku. 3) Anyaman dibuat dengan lilitan ganda dan lilitan pada kawat sisi dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menahan gaya-gaya dari segala jurusan. 4) Ukuran batu pengisi harus lebih besar dari ukuran anyaman. 5) Krib bronjong harus dilengkapi pelindung dasar yang lentur dan kalu perlu diperkuat dengan tiang pancang agar tidak hanyut. 6) Pada sungai dengan air tawar bronjong dapat tahan 10 tahun tapi pada sungai dengan air yang asam akan cepat berkarat dan bronjong akan hancur dalam waktu yang singkat Stabilitas tanah dasar fondasi Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. a) Tanah dasar fondasi harus mampu menahan beban yang diteruskan oleh krib kepada tanah fondasi. Adapun beban yang harus dipikul berupa beban berat sendiri, tekanan tanah tebing, tekanan arus, tekanan sampah, tekanan endapan baru yang terjadi di antara tiang dan diperhitungkan juga keadaan sudden draw dawn. b) Kedalaman dasar fondasi harus sedemikian sehingga jika terjadi gerusan lokal akibat penyempitan alur oleh penempatan krib, akibat adanya tiang pancang dan akibat penurunan sungai secara menyeluruh, namun tanah dasar fondasi masih dibawah gerusan terdalam. c) Kedalaman fondasi tiang pancang harus memenuhi syarat kestabilan, harus di bawah gerusan rencana terdalam dan harus di bawah bidang longsor. d) Perkiraan gerusan dan besarnya rip-rap sebagai pelindung dasar dengan menggunakan rumus yang berlaku. e) Lokasi gerusan yang terjadi akibat penempatan krib, baik gerusan lokal pada rangkaian krib maupun gerusan. akibat degradasi, dapat diketahui dengan uji model hidraulik fisik di laboratorium hidraulik. BSN dari 23

23 8 Laporan 8.1 Maksud dan tujuan pembuatan laporan BSN dari 23 SNI :2016 Sebagai pertanggung jawaban suatu pekerjaan perencanaan serta untuk menelusuri kronologis sistem perencanaan, diperlukan suatu laporan yang memuat perencanaan krib secara lengkap dari awal hingga akhir. 8.2 Penanggung jawab laporan Perencana bertanggung jawab atas laporan perencanaan kepada pemilik pekerjaan. 8.3 Bentuk dan isi laporan Laporan perencanaan terdiri atas: a) Ringkasan perencanaan berupa keterangan selengkapnya mengenai perencanaan yang ditulis secara ringkas dan jelas sehingga dapat menggambarkan keseluruhan perencanaan. b) Laporan utama terdiri atas: 1) Kriteria perencanaan yang memuat metoda perencanaan, rumus-rumus serta pendekatan yang dilakukan. 2) Perencanaan umum yaitu perencanaan penentuan jenis dan penempatan krib yang dihubungkan dengan perencanaan bangunan persungaian secara terpadu, serta mencakup pula skala prioritas pernbangunannya. 3) Nota perhitungan berupa rincian perhitungan lengkap meliputi; dimensi, stabilitas krib, perhitungan konstruksi dan sebagainya. c) Laporan penunjang dapat berupa: 1) laporan penyelidikan lapangan; 2) laporan data parameter perencanaan; 3) laporan penyelidikan uji model hidraulik; 4) gambar-gambar konstruksi; 5) spesifikasi teknik pelaksanaan; 6) rencana anggaran biaya serta jadwal pelaksanaan.

24 SNI :2016 Survei dan Investigasi Morfologi Sungai Data Hidraulika Sungai Data Hidraulika Bang. Air Data Angkutan Sedimen Data Geometri Data Geoteknik Data Hidrograf Sungai Data Unsur Lingkungan Data Bahan Bangunan Lampiran A (normatif) Bagan alir perencanaan umum krib di sungai Gambar A.1 Mulai Pengumpulan Data (Peta Geologi) Data kecenderungan meandering Data lokasi kerusakan tebing karena arus Data lokasi yang perlu pengarah arus Data lokasi yang perlu perbaikan alinyemen sungai Penentuan lokasi sementara rencana pemasangan krib Penentuan : Jenis dan ukuran sungai Tekstur dan struktur tanah Daerah krib Pra Rencana Teknik Uji Model Hidraulik Perencanaan Teknik Laporan Perencanaan Selesai BSN dari 23 Bagan alir perencanaan umum krib di sungai Survei Awal Identifikasi permasalahan perlunya pembuatan krib Skala prioritas serta penyesuaian dengan rencana pengelolaan sungai terpadu

25 Lampiran B (informatif) Sketsa pemasangan krib di sungai BSN dari 23 Gambar B.1 Sketsa serial krib Gambar B.2 Sketsa arah/formasi krib Gambar B.3 Sketsa sungai berliku dan sungai berjalin SNI :2016

26 SNI :2016 Gambar B.4 Sketsa gabungan krib memanjang dan melintang Gambar B.5 Sketsa krib sebagai pengarah arus Gambar B.6 Sketsa krib sebagai perbaikan alinyemen sungai Gambar B.7 Sketsa krib untuk memperdalam alur BSN dari 23

27 SNI :2016 Gambar B.8 Sketsa perletakan krib pada tingkungan sungai Gambar B.9 Contoh krib tiang pancang kayu BSN dari 23

28 SNI :2016 Gambar B.10 Jarak antar krib Gambar B.11 Sketsa contoh krib tiang pancang beton Gambar B.12 Sketsa contoh krib tiang pancang dari kayu dolken Gambar B.13 Sketsa contoh krib bronjong kawat dengan batu Gambar B.14 Sketsa contoh pasangan batu kali BSN dari 23

29 Bibliografi BSN dari 23 SNI :2016 Suyono Sosrodarsono dan Kazuto Nakazawa, 1980, Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi, PT. Pradnya Paramita. Okimichi and Suzuki, Introduction of case Studies on Preventionof Scour and Meandering in River, 1989, Institute of Hydaulic Engineering, Agency for Research and Development. R.J. Garde and K.G. Ranga Raju, Mechanics of Sediment Transportation and Alluvial Stream Problems, 1990, Wiley Eastern Limited. Suyono Sosrodarsono dan Masateru Tominaga, 1990, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, PT Pradnya Paramita. S. Legowo, Pengkajian Pendangkalan Muara Sungai di Pantai Utara Jawa Barat dan Rekayasa Pemecahannya, 1998, Lembaga Penelitian Institut Teknologi Bandung, Bandung.

30

31 Informasi pendukung terkait perumus standar 1) Komtek/ SubKomtek perumus SNI SubKomite Teknis S1 Sumber Daya Air 2) Susunan kenggotaan Komtek perumus SNI Ketua : Dr. Ir. William M. Putuhena,, M.Eng Sekretaris : Ir Nur Fizili, MT Anggota : Dr. Ir. Suardi Natasaputra, M.Eng Doddy Yulianto, Ph.D Dendy Harry Utama, ST,MT Prof. Dr. Iwan Kridasantausa Hadihardjaja, M.Sc, Ph.D Ir Nana Nasuha, Sp1 Ir. Iskandar A Yusuf,, M.Sc DR. Ir. Hadi U. Moeno,, M.Sc CATATAN: Susunan keanggotaan Sub Komtek S1 diatas adalah pada saat Standar ini ditetapkan. Anggota Komtek yang juga turut menyusun sebelum perubahan keanggotaan, adalah: 1. Dr. Ir. Winskayati, Sp1 2. Ir. Sampudjo Komarawinata, M.Eng 3. Drs. Pradah Dwiatmanta, M.Si 4. Adenan Rasyid, ST, MT 5. Dr. Ir. Sri Legowo 3) Konseptor rancangan SNI Ir. Rukiyati, Dipl.HE. 4) Sekretariat pengelola Komtek perumus SNI Gugus Kerja Balai Sungai Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap Standar Nasional Indonesia Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap ICS 93.025; 17.120.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling Standar Nasional Indonesia SNI 3408:2015 Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling ICS 93.160 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Papan nama sungai ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air

Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air Kegiatan Pengembangan Sumber Daya Air Struktural: Pemanfaatan air Pengendalian daya rusak air Pengaturan badan air (sungai, situ, danau) Non-struktural: Penyusunan

Lebih terperinci

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL Standar Nasional Indonesia Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL ICS 93.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 Sunaryo 1, Darwizal Daoed 2, Febby Laila Sari 3 ABSTRAK Sungai merupakan saluran alamiah yang berfungsi mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI KONDISI WILAYAH STUDI 6 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.1 Tinjauan Umum Kondisi wilayah studi dari Kali Babon meliputi kondisi morfologi Kali Babon, data debit banjir, geoteknik, kondisi Bendung Pucang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

Metode uji kuat geser langsung tanah tidak terkonsolidasi dan tidak terdrainase

Metode uji kuat geser langsung tanah tidak terkonsolidasi dan tidak terdrainase Standar Nasional Indonesia ICS 93.020 Metode uji kuat geser langsung tanah tidak terkonsolidasi dan tidak terdrainase Badan Standardisasi Nasional SNI 3420:2016 BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper

Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper Standar Nasional Indonesia Tata cara analisis dan evaluasi data uji pemompaan dengan metode Papadopulos Cooper ICS 13.060.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Analisis hidrologi, hidraulik, dan kriteria desain bangunan di sungai

Analisis hidrologi, hidraulik, dan kriteria desain bangunan di sungai Standar Nasional Indonesia SNI 1724:2015 Analisis hidrologi, hidraulik, dan kriteria desain bangunan di sungai ICS 93.160 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Tebing Sungai Erosi adalah perpindahan dan pengikisan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang diakibatkan oleh media alami. Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande

Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande Standar Nasional Indonesia Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional i BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Tata cara pengambilan contoh muatan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit

Tata cara pengambilan contoh muatan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit Standar Nasional Indonesia Tata cara pengambilan contoh muatan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi

Lebih terperinci

Cara uji geser langsung batu

Cara uji geser langsung batu Standar Nasional Indonesia Cara uji geser langsung batu ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana banjir seakan telah dan akan tetap menjadi persoalan yang tidak memiliki akhir bagi umat manusia di seluruh dunia sejak dulu, saat ini dan bahkan sampai di masa

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik dengan tabung pitot

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik dengan tabung pitot Standar Nasional Indonesia Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik dengan tabung pitot ICS 17.120.01; 91.220 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak ANALISIS REVETMENT SEBAGAI PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR (STUDI KASUS PADA SUNGAI BATANG MANGOR DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN) Oleh : Maizir Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 6 BAB III LANDASAN TEORI A. Prasarana Sungai Prasarana adalah prasarana yang dibangun untuk keperluan pengelolaan. Prasarana yang ada terdiri dari : 1. Bendung Bendung adalah pembatas yang dibangun melintasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERANAN KONSTRUKSI PELINDUNG TEBING DAN DASAR SUNGAI PADA PERBAIKAN ALUR SUNGAI

PERANAN KONSTRUKSI PELINDUNG TEBING DAN DASAR SUNGAI PADA PERBAIKAN ALUR SUNGAI PERANAN KONSTRUKSI PELINDUNG TEBING DAN DASAR SUNGAI PADA PERBAIKAN ALUR SUNGAI Yuliman Ziliwu Abstrak Defenisi dari siklus hidrolologi yaitu hujan yang turun ke permukaan tanah, sebagian ada yang meresap

Lebih terperinci

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan uraian tentang beberapa cara pengukuran data unsur aliran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Konstruksi dan Bangunan Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium

Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium Standar Nasional Indonesia Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal

Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal Konstruksi dan Bangunan Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI

PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI PENELITIAN KARAKTERISTIK BLOK BETON TERKUNCI UNTUK PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DAN DEGRADASI DASAR SUNGAI 1. PENDAHULUAN Kegiatan penelitian dan pengembangan ini termasuk dalam Kelompok Pengendalian Daya

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB V RENCANA PENANGANAN BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

SDA RPT0. Konsep. Pedoman Penyusunan Spesifikasi Teknis Volume I : Umum Bagian 7 : Pekerjaan Dewatering

SDA RPT0. Konsep. Pedoman Penyusunan Spesifikasi Teknis Volume I : Umum Bagian 7 : Pekerjaan Dewatering RPT0 RANCANGAN PEDOMAN TEKNIS BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL Konsep Pedoman Penyusunan Spesifikasi Teknis Volume I : Umum Bagian 7 : Pekerjaan Dewatering ICS 93.010 BIDANG SUMBER DAYA AIR

Lebih terperinci

Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri

Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri Standar Nasional Indonesia SNI 8283:2016 Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa

STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa STUDI PENGARUH KRIB HULU TIPE IMPERMEABEL PADA GERUSAN DI BELOKAN SUNGAI (STUDI KASUS PANJANG KRIB 1/10 DAN 1/5 LEBAR SUNGAI) Jeni Paresa Email : kirana_firsty@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

Metode uji penentuan kadar pasir dalam slari bentonit

Metode uji penentuan kadar pasir dalam slari bentonit Standar Nasional Indonesia Metode uji penentuan kadar pasir dalam slari bentonit ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI Contents BAB III... 48 METODOLOGI... 48 3.1 Lingkup Perencanaan... 48 3.2 Metode Pengumpulan Data... 49 3.3 Uraian Kegiatan... 50 3.4 Metode Perencanaan... 51 BAB III METODOLOGI 3.1 Lingkup Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai

Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai Konstruksi dan Bangunan Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

Pengendalian Banjir Sungai

Pengendalian Banjir Sungai Pengendalian Banjir Sungai Bahan Kuliah Teknik Sungai Dr. Ir. Istiarto, M.Eng. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Sungai Saluran drainasi alam tempat penampung dan penyalur alamiah air dari mata

Lebih terperinci

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (214), Hal. 99-15 ISSN : 2337-824 Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. Ishak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai

Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai BAB III LANDASAN TEORI A. Morfologi Sungai Morfologi (Morpologie) berasal dari kata yunani yaitu morpe yang berarti bentuk dan logos yang berarti ilmu, dengan demikian maka morfologi berarti ilmu yang

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

Cara uji kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan

Cara uji kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan Standar Nasional Indonesia ICS 91.100.30 Cara uji kuat lentur beton normal dengan dua titik pembebanan Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

Spesifikasi kereb beton untuk jalan

Spesifikasi kereb beton untuk jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi kereb beton untuk jalan ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... iii Pendahuluan...iv 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN vii DAFTAR ISI vi Halaman Judul i Pengesahan ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii DEDIKASI iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki

Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki Standar Nasional Indonesia ICS 93.080.20 Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis yang dilakukan, diambil kesimpulan : Bangunan Pengaman Dasar Sungai 1 (PDS1) Dari analisis pengukuran situasi sungai yang dilakukan, pada

Lebih terperinci

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan ICS 93.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning Standar Nasional Indonesia Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran pola aliran pada model fisik

Tata cara pengukuran pola aliran pada model fisik Standar Nasional Indonesia Tata cara pengukuran pola aliran pada model fisik ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar 40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN BAB III METODOLOGI 3.1. PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.1. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi, terlebih dahulu harus diketahui kondisi existing dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

Tata cara analisis data pengujian surutan bertahap pada sumur uji atau sumur produksi dengan metode Hantush-Bierschenk

Tata cara analisis data pengujian surutan bertahap pada sumur uji atau sumur produksi dengan metode Hantush-Bierschenk Standar Nasional Indonesia SNI 8061:2015 Tata cara analisis data pengujian surutan bertahap pada sumur uji atau sumur produksi dengan metode Hantush-Bierschenk ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pada penelitian ini dimodelkan dengan menggunakan Software iric: Nays2DH 1.0 yang dibuat oleh Dr. Yasuyuki Shimizu dan Hiroshi Takebayashi di Hokkaido University,

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : RISANG RUKMANTORO 0753010039 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Menurut Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No.38 Tahun 2011, Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Banjir merupakan salah satu masalah lingkungan yang sering terjadi di lingkungan daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian. Diakibatkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( ) PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO Oleh : Dyah Riza Suryani (3107100701) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Fifi Sofia 2. Mahendra Andiek M., ST.,MT. BAB I Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993). BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan dengan perencanaan

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron

Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron Standar Nasional Indonesia Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron ICS 13.080.40; 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL Joni Ardianto 1)., Stefanus Barlian S 2)., Eko Yulianto, 2) Abstrak Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering membawa kerugian baik harta

Lebih terperinci

KINERJA PERKUATAN TEBING SALURAN DENGAN BRONJONG DI BELOKAN 120 O AKIBAT BANJIR BANDANG (UJI EKSPERIMENTAL DI LABORATORIUM) ABSTRAK

KINERJA PERKUATAN TEBING SALURAN DENGAN BRONJONG DI BELOKAN 120 O AKIBAT BANJIR BANDANG (UJI EKSPERIMENTAL DI LABORATORIUM) ABSTRAK VOLUME 11 NO. 1, FEBRUARI 215 KINERJA PERKUATAN TEBING SALURAN DENGAN BRONJONG DI BELOKAN 12 O AKIBAT BANJIR BANDANG (UJI EKSPERIMENTAL DI LABORATORIUM) Darwizal Daoed 1, Sunaryo 2, Bambang Istijono 3

Lebih terperinci

PENGARUH SUNGAI PADA KERUSAKAN JALAN DAN JEMBATAN

PENGARUH SUNGAI PADA KERUSAKAN JALAN DAN JEMBATAN Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PENGARUH SUNGAI PADA KERUSAKAN JALAN DAN JEMBATAN Siti Fatimah Prodi Teknik Sipil, Fakultas TeknikUniversitas Atma Jaya Yogyakarta Jln.

Lebih terperinci

Ach. Lailatul Qomar, As ad Munawir, Yulvi Zaika ABSTRAK Pendahuluan

Ach. Lailatul Qomar, As ad Munawir, Yulvi Zaika ABSTRAK Pendahuluan Pengaruh Variasi Jarak Celah pada Konstruksi Dinding Pasangan Bata Beton Bertulang Penahan Tanah Terhadap Deformasi Lateral dan Butiran Yang Lolos Celah dari Lereng Pasir + 20% Kerikil Ach. Lailatul Qomar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan tanggul pemecah gelombang secara umum dapat diartikan suatu bangunan yang bertujuan melindungi pantai, kolam pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TAHAP PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Pada tahap ini disusun hal-hal penting yang harus

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI 50 PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI Tugiran 1) Subari 2) Isman Suhadi 3) 1) Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Islam

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Dukung Pondasi Tiang Pondasi tiang adalah pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu

Lebih terperinci