BAB V RENCANA PENANGANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V RENCANA PENANGANAN"

Transkripsi

1 BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap lingkungan, biaya operasi dan pemeliharaan, ketersediaan bahan bangunan, dan sebagainya. Untuk menemukan solusi yang tepat, langkah penanganan dilakukan berdasarkan skema berikut ini. Obsevasi di Lapangan Analisa Permasalahan yang ada Solusi Penanganan Penanganan Sungai Penanganan Muara Sungai Gambar 5.. Skema Rencana Penanganan Berdasarkan observasi dilapangan, diperoleh kondisi eksisting muara Sungai Silandak seperti ditunjukkan dalam gambar 5.. berikut ini. 90

2 ARAH DATANG GELOMBANG DOMINAN LAUT SEDIMEN PASIR PANTAI PANTAI TAMBAK T A N G G U L SUNGAI T A N G G U L TAMBAK SEDIMEN LUMPUR Gambar 5.. Kondisi Eksisting Muara Sungai Silandak Permasalahan yang terjadi pada muara Sungai Silandak adalah pengendapan yang di mulut muara yang berdasarkan pengamatan di lapangan adalah berupa pasir yang menutupi mulut sungai, pengendapan ini terjadi sebagai akibat dari pengaruh gelombang dominan yang berasal dari Barat Laut. Sedimen pasir yang menutupi mulut sungai mengakibatkan terjadinya penumpukan sedimen lumpur yang berasal dari aliran sungai. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya pembuangan air ke laut, sehingga mengakibatkan terjadinya luapan air pada saat debit air besar. Hal ini dapat mengakibatkan tergenangnya wilayah di sekitar aliran sungai dimana daerah terdekatnya adalah Kompleks Bandar Udara Ahmad Yani. Oleh karenanya diperlukan penanganan yang meliputi alur sungai dari hulu hingga hilir, dan juga di daerah muara itu sendiri. 9

3 5.. PENANGANAN SUNGAI Penanganan sungai dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, diantaranya adalah sebagai berikut :. Pengaturan Tata Guna Lahan Pengaturan tata guna tanah di daerah aliran sungai, ditujukan untuk mengatur penggunaan lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang wilayah yang ada. Hal ini untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kerusakan daerah aliran sungai yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan di daerah aliran sungai dimaksudkan untuk: Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Untuk menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir. Penataan tiap - tiap kawasan, proporsi masing - masing luas penggunaan lahan dan cara pengelolaan masing - masing kawasan perlu mendapat perhatian yang baik. Daerah atas dari daerah aliran sungai yang merupakan daerah penyangga, yang berfungsi sebagai recharge atau pengisian kembali air tanah, perlu diperhatikan luasan masing-masing kawasan. Sedangkan untuk mencegah adanya laju erosi daerah aliran sungai yang tinggi perlu adanya cara pengelolaan yang tepat, untuk masing - masing kawasan. Pengelolaan lahan tersebut dapat meliputi, sistem pengelolaan, pola tanam dan jenis tanaman yang disesuaikan jenis tanah, kemampuan tanah, elevasi dan kelerengan lahan. Karena dengan adanya erosi lahan yang tinggi akan menentukan besarnya angkutan sedimen di sungai dan mempercepat laju sedimentasi di sungai, terutama di bagian hilir. Dengan adanya sedimentasi di sungai akan merubah penampang sungai dan memperkecil kapasitas pengaliran sungai. 9

4 . Pengelolaan DAS Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan peraturan, perencanaan, pelaksanaan dan pelatihan. Kegiatan pengelolaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah. Pengelolaan DAS mencakup aktifitas - aktifitas berikut ini: Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS. Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air & erosi tanah. Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat, sepanjang tanggul drainase, saluran - saluran dan daerah lain untuk pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah. Pembangunan secara khusus bangunan - bangunan pengendali banjir (misal Chek Dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi. Pengaturan kontur dan cara - cara pengolahan lahan. Pengelolaan khusus untuk mengantisipasi aliran sedimen yang dihasilkan dari kegiatan gunung berapi. Sasaran penting dari kegiatan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai keadaan -keadaan berikut: Mengurangi debit banjir di daerah hilir. Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai. Meningkatkan lingkungan di daerah DAS dan badan sungai.. Normalisasi Alur Sungai Pada alur sungai yang memiliki kemiringan dasar kecil akan cenderung terjadi sedimentasi. Akibat adanya sedimen ini maka alur sungai akan menjadi sempit dan dangkal sehingga mengganggu aliran air dan akan terjadi kenaikan muka air banjir. Oleh karena itu, diperlukan pengerukan dan pelebaran saluran Sistem pengerukan dan pelebaran saluran adalah bertujuan memperbesar kapasitas tampung sungai dan memperlancar aliran. Analisis yang harus diperhitungkan adalah analisis hidrologi, hidraulika dan analisis sedimentasi. Analisis perhitungan perlu dilakukan dengan cermat 9

5 mengingat kemungkinan kembalinya sungai ke bentuk semula sangat besar 4. Pembuatan Tanggul Tangkis / Krib (Groyne) Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah tengah guna mengatur arus sungai, dan tujuan utamanya adalah sebagai berikut : Mengatur arah arus sungai. Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat sedimentasi, dan menjamin keamanan tanggul / tebing terhadap gerusan. Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai. Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan. 5. Pembuatan Dinding Kendali (Training Wall) Dinding kendali / pengarah ini biasanya digunakan untuk pengarah aliran, pembetulan belokan - belokan sungai dan penyempitan alur sungai. Dinding kendali ini sering dibangun bersama - sama dengan tanggul tangkis terutama pada belokan - belokan tajam. 5.. PENANGANAN MUARA SUNGAI Ada beberapa pilihan dalam penanganan muara sungai, diantaranya adalah berupa pembangunan konstruksi Jetty, baik berupa jetty pendek, jetty sedang, jetty panjang, atau pembuatan bangunan pada salah satu sisi muara sunga, atau dapat pula dilakukan pengerukan biasa secara berkala. Dengan melihat letak daripada lokasi muara sungai, dapat disimpulkan bahwa daerah muara sungai Silandak memiliki peranan penting dalam jaringan sistem drainase pada areal Bandar Udara Ahmad Yani. Mengingat bahwa Bandar Udara Ahmad Yani merupakan bandar udara bertaraf internasional, maka muara sungai harus berfungsi optimal sebagai sistem pembuangan air yang berasal dari aliran sungai dan tidak boleh terjadi penutupan oleh sedimentasi yang dapat mengakibatkan terhambatnya aliran sungai. Sehingga dibutuhkan konstruksi pengaman muara sungai yang mampu mencegah terjadinya 94

6 sedimentasi pada muara sungai yang berasal dari sungai maupun dari laut. Oleh sebab itu, maka konstruksi yang digunakan pada muara Sungai Silandak adalah konstruksi jetty panjang PERENCANAAN ALTERNATIF TERPILIH Untuk mengatasi masalah penutupan mulut sungai, maka direncanakan konstruksi jetty panjang pada muara sungai Silandak sebagai penahan sedimen. Konstruksi jetty panjang menggunakan tipe bangunan pantai bersisi miring. Kelebihan dari bangunan pantai sisi miring adalah mempunyai sifat fleksibel serta mampu meredam serangan gelombang. Konstruksi jetty dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Direncanakan konstruksi Jetty menggunakan tetrapod sebagai lapisan pelindung karena material batu alam dengan ukuran berat tertentu dalam jumlah yang banyak sukar didapat disekitar lokasi muara. Untuk lapisan pelindung digunakan tetrapod, sedangkan untuk bagian inti ( core ) konstruksi jetty menggunakan material batu alam Perhitungan Elevasi Puncak Bangunan Elevasi puncak jetty ditetapkan dengan menggunakan persamaan di bawah ini. El puncak = DWL + R u + Fb ( 5. ) Dengan : El puncak R u DWL Fb = Elevasi puncak jetty rencana (m) = Run Up gelombang (m) = Design Water Level (m) = Tinggi jagaan, antara 0,5 s/d,00 meter Perhitungan Run Up Gelombang adalah sebagai berikut : Kemiringan sisi jetty direncanakan : Panjang gelombang di laut dalam : 95

7 Diketahui : T = 7,6 detik Lo =,56 x T =,56 x 7,6 = 8,9 meter Bilangan Irribaren didapatkan dengan menggunakan rumus : Ir = Tg θ / (H/Lo) 0,5 ( 5. ) Dimana : Ir : bilangan Irribaren Tg θ : kemiringan dasar bangunan H : tinggi gelombang di lokasi bangunan L 0 : panjang gelombang di laut dalam Diketahui dari hasil perhitungan pada Bab IV kedalaman gelombang pecah adalah 4,06 meter dibawah permukaan air laut. Konstruksi jetty akan dibangun hingga kedalaman 4,5 meter dibawah permukaan air laut. Diketahui tinggi gelombang saat belum pecah adalah,580 meter untuk periode ulang 5 tahun dan tinggi gelombang pecah adalah,4 meter. Perhitungan run up gelombang berdasarkan persamaan 5. : Ir = ( / ) / (,580 / 8,9 ) 0,5 =,4 96

8 ( Sumber : Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai ) Gambar 5.. Grafik Run-up Gelombang Dari Grafik run up gelombang ( gambar 5. ) untuk lapis lindung dari tetrapod pada Ir =,4 didapatkan nilai run up : Ru / H = 0,75 maka Ru = 0,75 x,580 =,685 meter Sehingga elevasi puncak bangunan dapat dihitung berdasarkan persamaan ( 5. ) El puncak =.98 m +,685m + 0,5 m = 5,65 m 5, meter Tinggi Bangunan Tinggi bangunan jetty pada kedalaman 4,5 meter dibawah permukaan air laut : H Bangunan = Elevasi Puncak Bangunan Elevasi Dasar laut = 5, ( - 4,5 ) = 9,7 meter 97

9 5.4.. Berat Butir Lapis Pelindung Berat butir batu pelindung dengan menggunakan Rumus Hudson (Bambang Triatmodjo, 999) adalah sebagai berikut : γ r H W = ( 5. ) K ( S ) cotθ D r Dimana : W = berat butir batu pelindung ( ton ) γr = berat jenis batu ( ton/m ) γa = berat jenis air laut ( ton/m ) H = tinggi gelombang rencana ( m ) θ K D = sudut kemiringan sisi = koefisien stabilitas bentuk batu pelindung Dari perhitungan pada Bab IV diperoleh nilai H =,580 meter untuk kondisi gelombang belum pecah dan Hb =,4 meter. Nilai nilai koefisien yang dibutuhkan dalam perhitungan dapat dilihat pada tabel 5. dan tabel

10 Tabel 5.. Daftar Harga K ( Koefisien Lapis ) Porositas Batu Pelindung n Penempatan K P (%) Batu alam (halus) Random (acak) 8,0 Batu alam (kasar) Random (acak) 7,5 Batu alam (kasar) > Random (acak) 40,0 Kubus Random (acak) 47,0 Tetrapoda Random (acak) 50,04 Quadripod Random (acak) 49 0,95 Hexapoda Random (acak) 47,5 Tribard Random (acak) 54,0 Dolos Random (acak) 6,00 Tribar Seragam 47, Batu alam Random (acak) 7 ( Sumber : Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai ) Lapis lindung Batu Pecah Bulat halus Bulat halus Bersudut kasar Bersudut kasar Bersudut kasar Bersudut kasar Parallel epiped Tetrapoda Dan Quadripod Tribar Tabel 5.. Koefisien Stabilitas K D Untuk Berbagai Jenis Butir n Penempatan > Acak Acak Acak Lengan Bangunan Ujung Bangunan K D K D Kemiringan Gelombang Gelombang Pecah Tdk pecah Pecah Tdk Pecah Cot θ,,6 *,4,,9 Acak,0 4,0 > Acak Khusus * Khusus Acak 7,0 8,0 Acak 9,0 0,0 Dolos Acak 5,8,8,,4 *,9,,,5-,0 * *,9,6,,,8,,5,0,0, 4,5, 4, * 5,8 7,0 5, 6,4 * 7,0-0 8, ,0 6,0,5 4,5 5,5,0,5 4,0,0 8, 9,0,5 7,8 8,5,0 6,0 6,5,0 8,0 6,0,0 7,0 4,0,0 ( Sumber : Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai ) Dari tabel 5. dan 5. diperoleh nilai nilai koefisien yang dibutuhkan dalam perhitungan jetty. Nilai koefisien tersebut adalah sebagai berikut. 99

11 n = K D = Tetrapod = 6 ( ujung bangunan ); 7 ( lengan bangunan ) = Batu alam =,9 ( ujung bangunan );, ( lengan bangunan ) K =,04 ( tetrapod );,0 ( batu halus ) Porositas P (%) = 50 ( tetrapod ); 7 ( batu halus ) Cot θ = γ a = berat jenis air laut (,05 t/m ) γ r = berat jenis batu (,65 t/m ), untuk beton =,4 t/m Perhitungan berat lapis lindung :. Jetty Bagian Kepala W,4x,580 = =,8 ton,4 6x x,05 Digunakan tetrapod dengan berat butir,8 ton Berat batu lapisan inti ( core ) : W 00, 8 = 00 = 0,09 ton 0,0 ton = 0 kilogram Digunakan batu belah dengan berat 0 kilogram.. Jetty Bagian Lengan Dikarenakan kedalaman pada bagian lengan gelombang sudah pecah, maka tinggi gelombang rencana yang digunakan adalah Hb =,4 meter. 00

12 W,4x,4 = =,845 ton ton,4 7x x,05 Digunakan tetrapod dengan berat butir ton Berat batu lapisan inti ( core ) : W 00 = 00 = 0,05 ton 0,0 ton = 0 kilogram Digunakan batu belah dengan berat 0 kilogram Menghitung Tebal Lapis Pelindung Perhitungan tebal lapis pelindung dinyatakan dengan rumus : W t =nk γ r ( 5.4 ) dengan : W = berat butir batu pelindung ( ton ) t = tebal lapis pelindung ( m ) n = jumlah lapis batu dalam lapis lindung ( n minimum = ) k = koefisien lapis ( tabel 5. ) γr = berat jenis batu ( ton/m ) Bagian Kepala W t =nk γ r = x,04 x (,8 /,4 ) / =,44 meter,5 meter 0

13 Bagian Lengan W t =nk γ r = x,04 x ( /,4 ) / =,4 meter,5 meter Lebar Puncak Bangunan Lebar puncak jetty dapat dicari dengan persamaan di bawah ini : W B = nk γ r ( 5.5 ) Dimana : B = lebar puncak ( m ) n = jumlah butir batu ( n minimum = ) k = koefisien lapis ( tabel 5. ) W = berat butir batu pelindung ( ton ) γr = berat jenis batu pelindung ( ton/m ) Bagian Kepala : W B = nk γ r = x,04 x (,8 /,4 ) / =,66 m, digunakan 4 meter Bagian Lengan : W B = nk γ r 0

14 = x,04 x ( /,4 ) / =,6 m,5 meter Pelindung Kaki Bangunan pantai yang terbuka terhadap serangan gelombang pecah perlu dilengkapi dengan pelindung kaki. Fungsi pelindung kaki adalah untuk melindungi tanah pondasi terhadap erosi yang ditimbulkan oleh serangan gelombang besar. Menurut Bambang Triatmodjo dalam Teknik Pantai halaman 66, untuk perencanaan awal, batu pelindung kaki terdiri dari batu pecah dengan berat sebesar W/0, besarnya berat ( W ) dapat dihitung dengan persamaan ( 5. ). Untuk pelindung kaki, digunakan batu pecah bersudut kasar, diketahui dari perhitungan sebelumnya diperoleh berat lapis pelindung utama pada bagian badan dan lengan masing masing,8 ton dan ton. Berat batu pelindung kaki untuk bagian kepala : W, 8 = 0 0 = 0,8 ton = 80 kg Sedangkan untuk bagian lengan : W = 0 0 = 0, ton = 00 kg Lebar pelindung kaki dapat dihitung dengan persamaan ( 5.5 ). Bagian Kepala : W B = nk γ r B = x,5 x 0,8,65 =,8 meter meter Bagian Lengan : W B = nk γ r 0

15 B = x,5 x 0,,65 =,67meter meter Tinggi pelindung kaki dapat dihitung dengan persamaan ( 5.4 ). Bagian Kepala : W t =nk γ r t = x,5 x 0,8,65 / =,0 meter,5 meter Bagian Lengan : W t =nk γ r t = x,5 x 0,,65 / =, meter,5 meter Jumlah Butir Per satuan Luas ( N ) Jumlah butir tiap satuan luas dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : N = AnK γ r P 00 x W ( 5.6 ) Dimana : t = tebal lapis pelindung ( m ) n = jumlah butir batu k = koefisien lapis ( tabel 5. ) =,04 04

16 W = berat butir batu pelindung ( ton ) =,6 ton P = porositas rata rata dari lapis pelindung ( % ) γr = berat jenis batu pelindung ( ton/m ) Bagian Kepala : N = AnK γ r P 00 x W = 0 x x,04 x ( ( 50/00 ) ) x (,4 /,8 ) / = 7,656 8 butir untuk setiap 0 m Bagian Lengan : N AnK = γ r P 00 x W = 0 x x,04 x ( ( 50/00 ) ) x (,4 / ) / = 8,96 9 butir untuk setiap 0 m 05

17 400 Tumpukkan ton (lapis) Tumpukkan 0 kg Tinggi air rencana Tumpukkan 80 kg 50 Geotextile Matras bambu Crucuk bambu Gambar 5.4. Potongan Melintang Jetty Bagian Kepala 06

18 Tumpukkan ton (lapis) Tumpukkan 0 kg Tumpukkan 00kg 50 Geotextile Matras bambu Crucuk bambu Gambar 5.5. Potongan Melintang Jetty Bagian Badan 07

19 Spesifikasi Tetrapod Berdasarkan data hasil perhitungan berat butir lapis pelindung pada bagunan jetty, dapat dihitung spesifikasi tetrapod yang akan digunakan. Dari nilai berat butir dapat dihitung besarnya volume berdasarkan rumus dasar berat jenis. W γ = ( 5.7 ) V W V = γ Dimana : γ = berat jenis ( ton/m ) W = berat ( ton ) V = volume ( m ) Diketahui W =,8 ton untuk bagian kepala dan W = ton untuk bagian badan, maka : V =,8 =,58 m ; sedangkan bagian badan :,4 V = =,5 m,4 Perhitungan volume untuk tetrapod dapat dihitung dengan rumus berikut ini. V = 0,80H ( 5.8 ) Bagian kepala :,58 = 0,80.H ( Shore Protection Manual Vol., hal. 7-8 ) H = 5,654; H =,78 m 08

20 Bagian lengan :,5 = 0,80.H H = 4,464; H =,65 m Berdasarkan nilai H yang telah diperoleh, dapat dihitung spesifikasi tetrapod yang akan digunakan. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan spesifikasi tetrapod antara lain sebagai berikut : A = 0,0 H B = 0,5 H G = 0,5 H H = H C = 0,477 H I = 0,606 H D = 0,470 H J = 0,0 H E = 0,5 H F = 0,644 H K =,09 H L =,0 H ( Shore Protection Manual Vol. II, hal. 7-8 ) A B F E D C A A H L G I J Tampak Atas K Potongan A - A Tampak Bawah Gambar 5.6. Dimensi Tetrapod 09

21 Tabel 5.. Spesifikasi Tetrapod untuk Bangunan Jetty No. Spesifikasi Kepala Badan ( meter ) ( meter ) A B C D E F.. 7 G H I..0 0 J K.9.8 L PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI Telah disampaikan sebelumnya dalam Bab II bahwa dengan dibangunnya konstruksi jetty pada muara sungai akan menimbulkan dampak terhadap pantai disekitarnya. Dengan dibangunnya konstruksi jetty panjang maka transport sedimen sepanjang pantai yang dipengaruhi oleh gelombang datang yang membentuk sudut terhadap garis pantai akan terhalang dibagian sebelah kiri muara, sedangkan disebelah kanan muara akan terjadi erosi. Gambar 5.7. Sedimentasi dan Erosi yang Terjadi pada Muara Sungai 0

22 Untuk melindungi pantai disebelah kanan muara terhadap erosi, perlu dibuat bangunan pelindung pantai. Maka direncanakan bangunan pelindung pantai menggunakan revetmen. Rencananya revetment akan dibangun pada elevasi - 0,0 meter dengan menggunakan batu belah sebagai lapis pelindung. Dari tabel 5. dan 5. diperoleh nilai nilai koefisien yang dibutuhkan dalam perhitungan jetty. Nilai koefisien tersebut adalah sebagai berikut. n = K D = K =,5 Porositas P (%) = 7 Cot θ = γ a = berat jenis air laut (,05 t/m ) γ r = berat jenis batu (,65 t/m ) Perhitungan Elevasi Puncak Bangunan Elevasi puncak revetmen ditetapkan dengan menggunakan persamaan di bawah ini. El puncak = DWL + R u + Fb Dengan : El puncak R u DWL Fb = Elevasi puncak jetty rencana (m) = Run Up gelombang (m) = Design Water Level (m) = Tinggi jagaan, antara 0,5 s/d,00 meter

23 Perhitungan Run Up Gelombang adalah sebagai berikut : Kemiringan sisi bangunan direncanakan : Tinggi gelombang rencana di lokasi bangunan dapat dihitung dengan menggunakan grafik pada gambar 5.8. ( Sumber : Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai ) Gambar 5.8. Grafik Penentuan Gelombang Pecah Rencana di Kaki Bangunan ds =,98 ( - 0, ) =,8 meter ds,8 = = 0,0044 gt 9,8x7,6 Dari gambar 5. diperoleh nilai Hb/ds = 0,95 Hb = 0,95 x ds = 0,95 x,8 =,66 meter Perhitungan panjang gelombang di laut dalam adalah sebagai berikut : T = 7,6 detik Lo =,56 x T =,56 x 7,6 = 8,9 meter

24 Bilangan Irribaren didapatkan dengan menggunakan rumus : Ir = Tg θ / (H/Lo) 0,5 Dimana : Ir : bilangan Irribaren Tg θ : kemiringan dasar bangunan H : tinggi gelombang di lokasi bangunan L 0 : panjang gelombang di laut dalam Ir = ( / ) / (,66 / 8,9 ) 0,5 =, ( Sumber : Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai ) Gambar 5.9. Grafik Run-up Gelombang Dari Grafik run up gelombang ( gambar 5.9 ) untuk lapis lindung dari tetrapod pada Ir =, didapatkan nilai run up : Ru / H = 0,8 maka Ru = 0,8 x,66 =,7 meter Sehingga elevasi puncak bangunan dapat dihitung berdasarkan persamaan ( 5. ) El puncak =.98 m +,7 m + 0,5 m

25 = 4, meter Tinggi Bangunan Tinggi bangunan revetmen pada kedalaman 0, meter dibawah permukaan air laut : H Bangunan = Elevasi Puncak Bangunan Elevasi Dasar laut = 4, ( - 0, ) = 4,5 meter Berat Butir Lapis Pelindung Berat butir batu pelindung dengan menggunakan Rumus Hudson : W = K D ( S γ H r r ) cotθ Dimana : W = berat butir batu pelindung ( ton ) γr = berat jenis batu ( ton/m ) γa = berat jenis air laut ( ton/m ) H = tinggi gelombang rencana ( m ) θ K D = sudut kemiringan sisi = koefisien stabilitas bentuk batu pelindung Untuk perhitungan digunakan batu belah bersudut kasar dengan koefisien stabilitas K D =, dan K =,5. Berat batu lapis pelindung luar :,65x,66 W = =,689 ton,7 ton,65 x x,05 4

26 Berat batu lapis pelindung kedua : W/0 =,7 / 0 = 0,7 ton = 70 kilogram Menghitung Tebal Lapis Pelindung Perhitungan tebal lapis pelindung dinyatakan dengan rumus pada persamaan 5.4 : W t =nk γ r dengan : W = berat butir batu pelindung ( ton ) t = tebal lapis pelindung ( m ) n = jumlah lapis batu dalam lapis lindung ( n minimum = ) k = koefisien lapis ( tabel 5. ) γr = berat jenis batu ( ton/m ) Tebal lapis pelindung luar : W t =nk γ r = x,5 x (,7 /,4 ) / =,98 meter meter Tebal lapis pelindung kedua : W t =nk γ r = x,5 x ( 0,7 /,4 ) / = 0,95 meter meter 5

27 Lebar Puncak Bangunan Lebar puncak revetmen dapat dicari dengan persamaan ( 5.5 ) : W B = nk γ r Dimana : B = lebar puncak ( m ) n = jumlah butir batu ( n minimum = ) k = koefisien lapis ( tabel 5. ) W = berat butir batu pelindung ( ton ) γr = berat jenis batu pelindung ( ton/m ) W B = nk γ r = x,5 x (,7 /,4 ) / =,975 m meter Pelindung Kaki Direncanakan pelindung kaki menggunakan tipe pelindung seperti pada gambar berikut ini. Gambar 5.0. Pelindung Kaki Bangunan 6

28 Tebal toe protection Tebal toe protection direncanakan setebal H =, meter, dengan tebal batu pelindung kaki sebesar r = t = meter. Pada bagian permukaan dari lapis pelindung akan diisi pasir dengan tebal bidang isian sebesar :H r =, =, meter. Lebar toe protection B = H = x, = 4,4 m Berat butir Berat butir batu untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan diberikan oleh persamaan berikut : W = N γ H s r ( S ) r ( 5.6 ) Dimana : W : berat rata rata butir batu ( ton ) γr : berat jenis batu ( ton/m ) H : tinggi gelombang rencana ( m ) Sr : perbandingan antara berat jenis batu dan berat jenis air laut Ns : angka stabilitas rencana untuk pelindung kaki bangunan ( lihat gambar 5. ) 7

29 Gambar 5.. Angka stabilitas N s untuk Pondasi Pelindung Kaki Elevasi dasar revetmen direncanakan pada elevasi - 0, meter ds =,98 ( -0, ) =,8 d =,8,88 = 0,4 meter di/ds = 0,75 dari Gambar 5.. di peroleh N s = 0 W = N γ H s r ( S ) r =,65, = 0,55 ton 0,8 ton = 80 kilogram,65 0( ),05 8

30 Jumlah Butir tiap Satuan Luas ( N ) Jumlah butir tiap satuan luas dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : N = AnK γ r P 00 x W Dimana : t = tebal lapis pelindung ( m ) n = jumlah butir batu k = koefisien lapis ( tabel 5. ) =,04 W = berat butir batu pelindung ( ton ) =,6 ton P = porositas rata rata dari lapis pelindung ( % ) γr = berat jenis batu pelindung ( ton/m ) N = AnK γ r P 00 x W = 0 x x,5 x ( ( 7/00 ) ) x (,65 /,7 ) / = 9,48 0 butir 9

31 Tumpukan batu 70 kg 00 Tumpukan batu.7 ton Tumpukan batu 80 kg Isian pasir Matras bambu Geotextile Crucuk bambu O Gambar 5.. Sketsa Penampang Melintang Revetmen 0

BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN

BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 117 BAB VII PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 7.1 ANALISA MASALAH PENUTUPAN MUARA Permasalahan yang banyak di jumpai di muara sungai adalah pendangkalan/penutupan mulut sungai oleh transport sedimen sepanjang

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan tanggul pemecah gelombang secara umum dapat diartikan suatu bangunan yang bertujuan melindungi pantai, kolam pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 96 BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 6.1 Perlindungan Muara Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai

Lebih terperinci

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR VI - BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR 6. Tinjauan Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan struktur bangunan pantai yang direncanakan dalam hal ini bangunan pengaman pantai

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

Prakata. Penulisan pedoman ini mengacu pada Pedoman BSN No. 8 Tahun 2000 dan ketentuan terkait lainnya yang berlaku.

Prakata. Penulisan pedoman ini mengacu pada Pedoman BSN No. 8 Tahun 2000 dan ketentuan terkait lainnya yang berlaku. Prakata Pedoman perencanaan jeti tipe rubble mound untuk penanggulangan penutupan muara sungai oleh sedimen ini dibahas dalam Gugus Kerja Irigasi, Sabo, Rawa dan Pantai, Danau dan Sungai, Sub Panitia Teknik

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG Fathu Rofi 1 dan Dr.Ir. Syawaluddin Hutahaean, MT. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Perencanaan muara sungai diawali dengan melakukan survey dan investigasi di lokasi yang bersangkutan untuk memperoleh data perencanaan yang lengkap dan teliti. Metodologi

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI)

BAB VI PERENCANAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) BAB VI PERENCANAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) 6.. TINJAUAN UU Berdasarkan data yang telah diperoleh sementara, untuk kondisi saat ini Tempat Pelelangan Ikan (TPI) enganti Kebumen kurang memenuhi syarat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan peristiwa alam yang tidak bisa dicegah namun bisa dikendalikan. Secara umum banjir disebabkan karena kurangnya resapan air di daerah hulu, sementara

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI SEDIMEN DI WADUK SELOREJO DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA

BAB IV EVALUASI SEDIMEN DI WADUK SELOREJO DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA 50 BAB IV DAN ALTERNATIF PENANGANANNYA 4.1. Tinjauan Umum Sedimentasi adalah mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat dari adanya erosi. (Ir. CD. Soemarto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : RISANG RUKMANTORO 0753010039 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2. Maksud dan Tujuan...

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II STUDI PUSTAKA. TINJAUAN UMUM Studi pustaka diperlukan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Adapun metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound.

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound. ABSTRAK Pulau Bali yang memiliki panjang pantai 438 km, mengalami erosi sekitar 181,7 km atau setara dengan 41,5% panjang pantai. Upaya penanganan pantai yang dilakukan umumnya berupa revretment yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekalongan dibagi menjadi dua wilayah administratif yaitu wilayah Kabupaten Pekalongan dan wilayah Kotamadya Pekalongan. Di Kabupaten Pekalongan mengalir beberapa sungai

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Batasan Pantai (Triatmodjo B, 1999)

Gambar 2.1 Batasan Pantai (Triatmodjo B, 1999) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Analisa sistem drainase dan penangulangan banjir Kota Semarang sebenarnya telah menjadi perhatian sejak zaman kolonial Belanda, dengan dibangunnya dua banjir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah penjelasan mengenai bangunan pantai dan beberapa contohnya.

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah penjelasan mengenai bangunan pantai dan beberapa contohnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius perubahan garis pantai. Selain proses alami, seperti angin, arus, dan gelombang, aktivitas manusia menjadi penyebab

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi DIY mempunyai pantai sepanjang kurang lebih 110 km yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan sangat besar. Potensi lestari sumberdaya ikan di Samudra Indonesia

Lebih terperinci

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI Nurdiyana NRP: 1121022 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Pemecah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar 40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 87 BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 6.1 Perlindungan Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum PPI Logending Pantai Ayah Kabupaten Kebumen menggunakan bangunan pengaman berupa pemecah gelombang dengan bentuk batuan buatan hexapod (Gambar 2.1). Pemecah gelombang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan curah hujan berkisar antara 700 s.d. 7.000 m setahun, atau rata-rata 2.800 m pertahun, termasuk salah satu jumlah yang tertinggi di dunia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Diketahui data data lapangan sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Diketahui data data lapangan sebagai berikut : BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN.. Perhitungan Perencanaan (Review Design) Diketahui data data lapangan sebagai berikut : Ho.08 Armor Kd KΔ T 5.50 Rock.8.5 H 5.50 Tetrapod 5.5.0 HWL.60 Cube 5.0.0 LWL 0.00

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang)

LEMBAR PENGESAHAN. PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang) ii LEMBAR PENGESAHAN PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang) Disusun Oleh : BASRINDU BURHAN UTOMO L2A 003 034 DWI PRASETYO

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 0 BAB 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Kota Semarang terletak di pantai utara Jawa Tengah, terbentang antara garis 06 o 50 07 o 10 Lintang Selatan dan garis 110 o 35 Bujur Timur. Sedang

Lebih terperinci

Pengendalian Banjir Sungai

Pengendalian Banjir Sungai Pengendalian Banjir Sungai Bahan Kuliah Teknik Sungai Dr. Ir. Istiarto, M.Eng. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Sungai Saluran drainasi alam tempat penampung dan penyalur alamiah air dari mata

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI 6.1. Pemilihan Jenis Pelindung Pantai Perlindungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat

Lebih terperinci

(Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal)

(Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PELINDUNG PANTAI MUARAREJA, TEGAL (Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal) Disusun Oleh : BRAMUDYA ERSA M L2A 003 036 SASMITO WIHANTORO L2A 003 131

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN. Disusun oleh : LEONARDUS LOAN RAH UTOMO L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : Oktober 2010

HALAMAN PENGESAHAN. Disusun oleh : LEONARDUS LOAN RAH UTOMO L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : Oktober 2010 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MARON KOTA SEMARANG (The Evaluation and Design of Maron Shore Protection Structure, Semarang) Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI 4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG Kota Semarang secara geografis terletak pada koordinat 6 0 50-7 0 10 Lintang Selatan dan garis 109 0 35-110 0 50 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi manusia. Di samping disebabkan oleh faktor alam, seringkali disebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum A I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki potensi wilayah pantai yang sangat besar. agi masyarakat Indonesia pantai sudah tidak asing karena sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Disusun oleh : DHANANG SAMATHA PUTRA L2A DWI RETNO ANGGRAENI L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : November 2009

LEMBAR PENGESAHAN. Disusun oleh : DHANANG SAMATHA PUTRA L2A DWI RETNO ANGGRAENI L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : November 2009 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PANTAI DENGAN MEMPERHATIKAN PERUBAHAN GARIS PANTAI STUDI KASUS PANTAI MUARAREJA TEGAL (Design of Shore Construction Base on Shoreline Change Case

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI BIOFISIK DAS LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI SUNGAI Air yang mengalir di sungai berasal dari : ALIRAN PERMUKAAN ( (surface runoff) ) ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ( (interflow = subsurface flow) ALIRAN AIR TANAH

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Tania Edna Bhakty 1 dan Nur Yuwono 2 1Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Janabadra, Yogyakarta Email: taniaednab@yahoo.com 2

Lebih terperinci

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak ANALISIS REVETMENT SEBAGAI PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR (STUDI KASUS PADA SUNGAI BATANG MANGOR DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN) Oleh : Maizir Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA Urgensi Rehabilitasi Groundsill Istiarto 1 PENGANTAR Pada 25 Juni 2007, groundsill pengaman Jembatan Kretek yang melintasi S. Opak di Kabupaten Bantul mengalami

Lebih terperinci

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana banjir yang terjadi di beberapa wilayah Brebes dirasakan semakin meningkat. Salah satu penyebab terjadinya banjir adalah karena tidak lancarnya aliran

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.1. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi, terlebih dahulu harus diketahui kondisi existing dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG Ariestides K. T. Dundu Dosen Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Batu Putih terletak di paling utara dari

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dengan luas daratan ± 1.900. 000 km 2 dan lautan ± 3.270.000 km 2.Garis

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Erni Yulianti PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA Erni Yulianti Dosen Program Studi Teknik Sipil Sumberdaya Air

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 80 LU dan 110 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1 LATAR BELAKANG Sebagian besar air hujan yang turun ke permukan tanah, mengalir ke tempattempat yang lebih rendah dan bermuara ke danau atau ke laut, sebagian lagi diserap oleh tanah untuk kemudian

Lebih terperinci

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG )

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG ) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG ) Disusun oleh : Haspriyaldi L2A 000 081

Lebih terperinci

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan saluran berarti menentukan dimensi saluran dengan mempertimbangkan sifat-sifat bahan pembentuk tubuh saluran serta kondisi medan sedemikian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci