1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hospital Acquired Pneumonia (HAP), adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit setelah mendapat perawatan lebih dari 48 jam, yang sebelumnya tidak ada. Kondisi ini merupakan infeksi nosokomial yang perlu mendapat perhatian, karena berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, lama rawatan dan biaya perawatan di rumah sakit. Insiden HAP mencapai 5-15 kasus per 1000 pasien rawat inap dan angka mortalitasnya mencapai 20-50% (Ranes, 2005; Augustyn, 2007; Tejerina, 2009). Insiden HAP juga menjadi 6-20 kali lebih tinggi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik di Instalansi Perawatan Intensif (IPI), yang disebut Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) (Vincent, 2007; Timsit, 2011). Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik setelah > 48 jam. Bila pneumonia terjadi > 48 jam (2 hari), disebut VAP awitan dini (early onset-vap), dan bila pneumonia terjadi > 120 jam (5 hari), disebut VAP awitan lambat (late onset-vap). Kondisi ini juga mempunyai kaitan yang erat dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta menambah lama rawatan (Ibrahim, 2000; Rea-Neto, 2008). Khusus untuk negara-negara Asia, Chawla, 2008, telah melakukan survei terhadap epidemiologi, diagnosis dan penatalaksanaan HAP dan VAP di 10 negara (China, Hong Kong, India, Malaysia, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand). Insidens HAP dan VAP di negara Asia lebih tinggi dibanding di negara barat. Kondisi ini menyebabkan penambahan lama rawatan dan biaya rawat inap, dengan mortalitas sebesar 33-50%, bahkan dapat mencapai 70%. Khusus untuk VAP, insiden dan prevalennya di negara Asia mencapai 3,5-46/1000 pasien per harinya. Di Malaysia, infeksi nosokomial mencapai 14% dari jumlah rawatan dan 21% daripadanya adalah HAP (Chung, 2011); di Thailand, insidens VAP di ruang rawat IPI dewasa, mencapai angka 1

2 2 10,8/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari, dan di IPI neonati: 70,3/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari (Chawla, 2008). Di India, insidens VAP mencapai 46/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari, dengan rincian 33% VAP awitan cepat (di bawah 96 jam), dan 67% VAP awitan lambat (di atas 96 jam) (Chawla, 2008). Di Korea Selatan, insidens VAP 3,5-7,1/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari; di Hongkong 10,6/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari. Di Cina, insidens VAP 40,2%, pada pasien dengan ventilator mekanik (Song, 2008). Beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa angka mortalitas pasien VAP yang dirawat di Instalansi Perawatan Intensif (IPI) meningkat 3-10 kali dibandingkan dengan pasien tanpa VAP (Chastre, 2002, Hunter, 2006; Torres, 2008; Vardakas, 2012). Namun sangat disayangkan, angka insidens VAP di Indonesia belum ada. Pengamatan terhadap lama rawatan pasien pneumonia di beberapa negara seperti Amerika Serikat, melaporkan bahwa lama rawatan bertambah rata-rata 4-13 hari, dengan jumlah kasus kasus dalam setahun, dan menghabiskan biaya $ /kasus (Erbay, 2004), bahkan dapat meningkat hingga mencapai $ /rawat inap VAP, dan dalam setahun mencapai $ 1,2 milyar (Augustyn, 2007; Koenig, 2006). Oleh karena itu, diperlukan strategi pencegahan VAP, yang akan berhasil bila patogenesis dan epidemiologinya dipahami dengan baik (Medford, 2009). Insiden VAP ini menunjukkan peningkatan sebesar 70% pada pneumonia yang disebabkan oleh patogen Multi Drug Resistence (MDR), seperti Pseudomonas aeruginosa, atau pada kejadian sepsis. Patogen penyebab VAP, sekitar 87% adalah patogen gram negatif, terutama Acinetobacter baumanii (39%), Pseudomonas aeruginosa (31%) dan Klebsiella spp (20%) (Mai, 2007; Ahl, 2010; Liu, 2011). Angka keberhasilan terapi pada infeksi berbagai patogen masih rendah, karena sering diikuti dengan kejadian resistensi terhadap antibiotik yang digunakan (Duflo, 2002; El-Herte, 2012; Hamilton, 2012). Secara endemik, sebagian besar patogen masuk dengan cara kolonisasi 2

3 3 pada orofaring oleh flora normal, atau oleh patogen eksogen yang ada di lingkungan ruang IPI, terutama dari tangan atau pakaian petugas yang bekerja di ruang IPI. Selain itu, juga adanya kontaminasi patogen dengan alat-alat ventilator mekanik seperti pipa endotrakeal, pipa ventilator, alat pengisap dahak, air di rumah sakit atau udara pendingin ruangan. Aspirasi cairan lambung berpotensi untuk menimbulkan kolonisasi patogen gram(- ). Biofilm endotracheal tube (ETT) memberikan kontribusi terhadap kolonisasi kuman patogen pada trakea (Koerner, 2004), dan berperan penting pada VAP awitan lambat >120 jam oleh patogen resisten. Mikroaspirasi dari orofaring, lambung atau sekresi trakea sekitar balon ETT, sering menjadi penyebab endogen VAP. Kolonisasi P. aeruginosa paling sering dijumpai dan kerap berasal dari orofaring yang terdorong saat intubasi pada awal pemasagan ventilator mekanik, dan kemudian berkembang menjadi VAP setelah jam. Di samping itu, VAP endemik yang disebabkan oleh Legionella sp, Aspergillus dan virus SARS, sering terjadi akibat kontaminasi alat-alat diagnostik atau alat terapi pernapasan seperti bronkoskop, alat uap nebulizer, air atau udara (Aguald-Ohman, 2007; Jones, 2010; Restrepo, 2013). Infeksi yang terjadi pada VAP, mempunyai keterkaitan dengan sistem imunitas yang terdapat pada sistem respirasi. Secretory Immunogblobulin A (s-iga), merupakan komponen immunitas humoral yang sangat mendasar pada sistem respirasi, yang akan mengikat patogen di permukaan mukosa dan jumlahnya 65-80% lebih banyak daripada di dalam serum (sistemik). Interaksi antara s-iga dengan beberapa faktor imunitas alami (Innate Immunity) pada sekresi mukosa, dapat melindungi permukaan mukosa dari infeksi (Mayer, 2003; Bals, 2004; Noble, 2006; Gottesman, 2009). Penelitian terhadap aktivitas s-iga trakeabronkial secara in-vitro, menunjukkan bahwa aktivitas s-iga akan meningkat bila ada patogen, dan bervariasi secara kuantitas maupun kualitas. S-IgA melindungi mukosa dari patogen, karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen potensial tersebut, sehingga akan mencegah adheren dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu 3

4 4 (Diebel, 2009). Selain itu s-iga berfungsi sebagai opsonin, dan bersama neutrofil, monosit serta makrofag memiliki reseptor yang sama, untuk dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen, yang akan menetralisir toksin dan virus, sehingga mencegah kontak komponen berbahaya tersebut dengan jaringan dan sel pada sistem respirasi. S-IgA juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif (Mayer, 2003; Furst, 2008; Diebel, 2009). Pada sirkulasi mikrosistemik, neutrofil polimorfonuklear (PMN) masuk dari vaskular ke dalam jaringan yang mengalami inflamasi dan beradhesi untuk mengaktifkan sel endotel. Aktivitas transmigrasi sirkulasi neutrofil yang berlebihan memegang peranan penting terhadap kejadian acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) secara cepat. Jumlah neutrofil pada orang dewasa tidak merokok dalam keadaan normal, 3% dari jumlah total PMN. Neutrofil ini mempunyai fungsi dari dua sisi yang berbeda, yaitu sebagai komponen pertahanan tubuh bersama makrofag dan s-iga menghancurkan kuman, tetapi di sisi lain, peningkatan neutrofil secara berlebihan dapat merusak jaringan paru dan memperburuk fungsi paru, sehingga dapat menyebabkan ARDS dan memperburuk kondisi VAP (Halbertsma, 2005; Oeckler, 2007; Diebel 2009). Namun hasil pengamatan lain menyatakan bahwa, jumlah neutrofil pada cairan BAL pasien dengan ventilator mekanik adalah sekitar ± 57-63% (Barreiro,1996). Sampel s-iga dan neutrofil saluran napas bawah, serta biakan patogen, dapat diperoleh dengan melakukan bronkoskopi prosedur bilasan bronkoalveolar (BAL). Pengambilan sampel melalui BAL dipilih, karena BAL mempunyai sensitivitas 97% dan spesivisitas 100% dibandingkan pengambilan sampel trakeobronkial dan sputum (Chec h, 2006; Zaccard, 2009; Meyer, 2012; Rasmin, 2012). Penilaian adanya VAP, dilakukan dengan menggunakan Clinical Pulmonary Infection Score (skor CPIS: 0-10). Skor CPIS digunakan untuk menilai kondisi klinis pasien, dan dugaan kuat adanya VAP ditetapkan dengan menggunakan 5 variabel, yaitu: bentuk dan jumlah sputum, luas 4

5 5 konsolidasi pada foto toraks, suhu, jumlah leukosit, kebutuhan oksigen yg meningkat (American Thoracic Society/ATS, 2005). Skor CPIS > 6, dinyatakan sebagai VAP (+) (Tan, 2007; Shan, 2011; Parks, 2012; Harde, 2013;). Hasil penelitian lain melakukan penegakkan diagnosis VAP, berdasarkan pengamatan terhadap skor CPIS, dibandingkan dengan penilaian klinis lainnya. Skor CPIS, memiliki sensitivitas 93% dan spesifisitas 100%, bila biakan patogen yang diambil menggunakan cairan BAL (Pugin, 1991) Tingkat keparahan penyakit pasien yang masuk ke IPI, dapat diketahui dan diamati sejak awal dengan menggunakan skor Simplified Acute Physiology Score (SAPS). Skor SAPS diperoleh dengan menilai; umur, denyut jantung, tekanan darah, suhu, mode setting ventilator mekanik yang digunakan, oksigen darah, oksigen yang dibutuhkan, jumlah produksi urin, jumlah leukosit, elektrolit, bilirubin, Glasgow Coma Scale/ GCS, penyakit kronis sebelumnya dan pascabedah (lampiran 5). Skor SAPS banyak digunakan untuk menilai keparahan penyakit pasien yang dirawat di ruang IPI < dari 3 hari, untuk pertanda dan mengevaluasi risiko pada awal masa rawat di ruang IPI dan dihubungkan dengan adanya infeksi (Le-Gall, 2005; Prakash, 2006; Jeon, 2010), yang diprediksi dapat mempengaruhi kejadian VAP. Skor SAPS juga digunakan untuk memprediksi mortalitas yang terjadi di rumah sakit. Dinyatakan bahwa mortalitas akan mencapai 25 % bila skor SAPS mencapai angka 40, dan mortalitas akan meningkat sampai 50% bila skor SAPS mencapai angka 52 poin (Apostolopoulou, 2003; ATS, 2005,). Namun, kenyataannya sebagian pasien mengalami VAP, sedangkan yang lain tidak. Karena itu, timbul pertanyaan mengapa kondisi ini dapat terjadi?. Apa yang terjadi dengan pertahanan imunitas lokal pada saluran napas distal?. Apakah setiap patogen penyebab memberikan kontribusi tersendiri terhadap kemampuan menghancurkan imunitas lokal?. Dengan latar belakang ini, ingin dilakukan penelitian yang akan mengamati dan mengetahui serta memastikan peran s-iga dan neutrofil yang diambil dari saluran pernapasan distal dengan melakukan bronkoskpi prosedur BAL, 5

6 6 berkenaan dengan aktivitasnya sebagai pertahanan imunitas adaptive dan innate pada sistem pernapasan distal, yang selama ini diduga lebih dominan dibandingkan pertahanan humoral yang lain (65-80%), terhadap kejadian VAP akibat pemasangan ventilator mekanik. Selanjutnya ingin diketahui sejauh mana pengaruh nilai SAPS ataupun adanya infeksi dengan berbagai jenis patogen, terhadap kadar kadar s-iga dan persentase neutrofil pada kejadian VAP. Penelitian ini akan dilakukan secara kohort prospektif yang bersifat observasi analitik Rumusan Masalah (Pertanyaan Penelitian) Apakah s-iga dari saluran napas bawah (yang diekspresikan oleh kadar s-iga), berperan penting sebagai faktor penentu dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini? Apakah neutrofil dari saluran napas bawah (yang diekspresikan oleh persentase neutrofil), berperan penting sebagai faktor penentu dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini? Sejauh mana skor SAPS akan mempengaruhi kadar s-iga dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini? Sejauh mana skor SAPS akan mempengaruhi persentase neutrofil dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini? Sejauh mana infeksi oleh berbagai patogen, akan mempengaruhi kadar s-iga dari saluran napas bawah pada kejadian VAP awitan dini? Sejauh mana infeksi oleh berbagai patogen, akan mempengaruhi persentase neutrofil dari saluran napas bawah pada kejadian VAP awitan dini? 6

7 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui peran s-iga dan neutrofil dari saluran napas bawah pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik, terhadap kejadian VAP awitan dini Tujuan Khusus Untuk mengetahui peran s-iga dari saluran napas bawah yang diekspresikan oleh kadar s-iga, dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini Untuk mengetahui peran neutrofil dari saluran napas bawah, yang diekspresikan oleh persentase neutrofil dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan dini Untuk mengetahui pengaruh skor SAPS terhadap kadar s-iga dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini Untuk mengetahui pengaruh skor SAPS terhadap persentase neutrofil dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini Untuk mengetahui pengaruh infeksi berbagai jenis patogen terhadap kadar s-iga dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini Untuk mengetahui pengaruh infeksi berbagai jenis patogen terhadap persentase neutrofil dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini Manfaat Penelitian Memberikan sumbangsih keilmuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai sistem imunitas lokal respirasi dan pulmonologi, berkenaan dengan patogenesis VAP awitan dini, sehingga 7

8 8 memungkinkan penegakan diagnosis dan tindakan pencegahan yang lebih awal, serta prediksi prognosis dari VAP awitan dini Untuk pelayanan kesehatan, gambaran hubungan antara kadar s-iga, persentase neutrofil dengan skor SAPS dan jenis patogen penyebab VAP, dapat digunakan untuk lebih cepat mendiagnosa kejadian VAP awitan dini, dan melaksanakan pemilihan terapi yang adekuat, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) VAP, serta diharapkan dapat mempersingkat lama rawat, baik di IPI ataupun di rumah sakit Biakan patogen dari cairan BAL pada penelitian ini, akan memberikan pola patogen pada kejadian VAP, di unit ruang rawat IPI rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit dapat merencanakan penyediaan obat-obatan, terutama antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan, untuk penatalaksanaan VAP di unit ruang rawat IPI Memberikan dan menambah informasi untuk melanjutkan riset terhadap sistem imunitas lokal sistem respirasi, dalam upaya pencegahan VAP Orisinalitas Berdasarkan penelusuran kepustakaan, peneliti belum menemukan penelitian tentang pemeriksaan dan manfaat s-iga in-vivo sebagai komponen imunitas lokal di dalam sistem respirasi saluran napas bawah, bronkus terminal dan alveoli. Penelitian lain oleh Brandtzaeg (1974) menemukan bahwa pada BAL, s-iga lebih banyak ditemukan dibandingkan IgM. Di samping itu, hasil penelitian Steffen (1992), yang meneliti respon s-iga pada air ludah binatang (anjing) yang diberi vaksin oral yang berisi Mycoplasma pulmonis, menunjukkan adanya peningkatan jumlah s-iga air ludah dan diharapkan juga merangsang peningkatan s-iga pada alveoli. Penelitian Wiggins,1994, 8

9 9 terhadap kuantitas s-iga dari sputum, aspirasi trakea pada pasien bronkitis kronis, menyatakan bahwa s-iga sputum dan aspirasi trakea tidak dapat dijadikan acuan baku (standard). Oleh karena itu, Wiggins mengusulkan agar pengamatan terhadap kuantitas s-iga lebih baik dilakukan dengan menggunakan BAL (s-iga mencapai 97,0%). Schmekel, 1995, meneliti konsentrasi s-iga, albumin dan urea dari BAL pada orang sehat tidak merokok, dengan 150 ml NCl 0,9%, 37 o c, mendapatkan kadar s-iga sebesar 2800 ug/l. Peneliti lain Daniele,1999 meneliti kadar s-iga pada binatang (anjing), dan melaporkan komposisi imunoglobulin pada cairan BAL. Diebel sejak 2004 sampai 2009, melakukan penelitian berturut-turut, tentang peran s-iga dan sel-sel inflamasi secara in vitro di laboratorium. Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, terutama di Indonesia, kecuali yang diacu secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Berdasarkan keterangan di atas, maka diharapkan hasil penelitian ini akan mempunyai potensi hak atas kekayaan intelektual, yang mendapatkan bahwa sekretori-iga bersama-sama dengan neutrofil pada sistem respirasi, merupakan imunitas humoral yang dapat mempertahankan alveoli dan saluran napas bawah dari infeksi dan terhadap kejadian VAP awitan dini, pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik. Sekretori-IgA juga mampu menekan atau menetralisir reaksi inflamasi yang berlebihan dari peningkatan jumlah neutrofil, yang dapat memperburuk prognosis VAP awitan dini, dan peningkatan angka mortalitas 9

10 Publikasi Internasional no Judul Artikel 1 The role of neutrophils in early onset-ventilator Acquired Pneumonia (VAP), based on analysis of specimen from Broncho Alveolar Lavage (BAL) Nama Jurnal/ Simposium Nasional/ Internasional Jadwal APSR 2014 Internasional November The role of secretory Immunoglobulin A in early onset - Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) (and ARDS?) event?, based on analysis of specimen from Broncho Alveolar Lavage (BAL) APSR 2014 Internasional November The role of secretory Immunoglobulin A in earlyonset- Ventilator Acquired Pneumonia (and ARDS?), based on analysis of patogens from Broncho-Alveolar Lavage (BAL) APSR 2014 Internasional November The role of secretory International Internasional 20 April 2015 Immunoglobulin A, neutrophils and pathogens in early onset- Ventilator Acquired Pneumonia Journal of PharmTech Research (Scopus) based on analysis of specimen from Broncho-Alveolar Lavage 10

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis yang invasif di Instalasi Perawatan Intensif merupakan salah satu faktor penting yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang lama pada pasien

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang berkenaan atau berasal dari rumah sakit, digunakan untuk infeksi yang tidak ada atau mengalami masa inkubasi sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Nosokomial menjadi masalah yang cukup berdampak di negara berkembang seperti Indonesia. Infeksi nosokomial ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) 1. Pengertian VAP didefinisikan sebagai pneumonia nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 66 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik (kohort prospektif), yang akan meneliti hubungan variabel independen (kadar s-iga, dan persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ventilator associated pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien yang dilakukan ventilasi mekanik setelah pemasangan pipa endotrakea selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme atau parasit dalam jaringan tubuh (1). Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia masih menjadi penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas anak di seluruh dunia. Menurut data WHO, setiap tahunnya pneumonia menyebabkan kematian sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

2.1. Epidemiologi Ventilator Acquired Pneumonia (VAP)

2.1. Epidemiologi Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial tersering ke 2 di IPI dengan insidens 11,7 per 1000 perawatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat didefinisikan sebagai suatu infeksi yang didapat oleh pasien di rumah sakit yang diyakini sebagai penyebab

Lebih terperinci

xix same response to different pathogens, and all kinds of pathogens can increase percentage of neutrophils significantly. The data from this study ca

xix same response to different pathogens, and all kinds of pathogens can increase percentage of neutrophils significantly. The data from this study ca xviii SUMMARY Cohort, prospective observation alanalytic study has been conducted to observe the role ofs-iga and neutrophils of lower respiratory tract, toward the incidence of early onset-ventilator

Lebih terperinci

L A M P I R A N. : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 : Kristen Protestan : Jl Teh 2 No 28 P.

L A M P I R A N. : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 : Kristen Protestan : Jl Teh 2 No 28 P. L A M P I R A N Lampiran 1. Riwayat Hidup Peneliti Nama : dr. Boynardo Simamora Tempat / Tgl Lahir : Medan, 7 Februari 1982 Agama : Kristen Protestan Alamat Rumah : Jl Teh 2 No 28 P.Simalingkar Medan Nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang. parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang. parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru. Menurut Kollef et.al. (2005), selain community-acquired pneumonia (CAP) yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang menyerang jaringan paru. Pneumonia dapat diagnosis secara pasti dengan x-photo thoraks dengan terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara global, sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatorum, yaitu 40 % dari kematian balita di dunia dengan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia Nosokomial 2.1.1. Definisi Pneumonia Nosokomial Pneumonia nosokomial adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI 70 Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, PELATIHAN, KOMPETENSI DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RS. GRHA KEDOYA JAKARTA ==========================================================

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jamsetelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa inkubasi saat pasien masuk.

adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jamsetelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa inkubasi saat pasien masuk. BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DefinisiHAP ( H o s p ital acq u i r e d p n eumonia ) Hospital acquired pneumonia adalah pneumonia yang timbul dalam waktu 48 jamsetelah rawat inap dan tidak sedang dalam masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus merupakan bentuk infeksi akut di parenkim paru yang serius (Dahlan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Definisi Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, atau parasit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intensive Care Unit (ICU) 2.1.1 Definisi ICU Intensive Care Unit ( ICU ) adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi. menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi. menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi parenkim paru (Mandell Wunderink, 2012). Prevalensi pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. 35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal LATAR BELAKANG Stevens - Johnson sindrom (SJS) dan Nekrolisis epidermal (TEN) adalah reaksi obat kulit parah yang langka. Tidak ada data epidemiologi skala besar tersedia untuk penyakit ini di India. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ventilasi mekanik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 37 BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB I mengalami komplikasi karena infeksi ini (WHO, 2012). Prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi di Intensive Care Units

BAB I mengalami komplikasi karena infeksi ini (WHO, 2012). Prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi di Intensive Care Units BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa dikenal sebagai bakteri yang sering menimbulkan infeksi, khususnya pada pasien imunokomprimis, penderita HIV, dan berperan pada infeksi paru kronis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh : POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER 2014 Oleh : DASTA SENORITA GINTING 120100251 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat menyebabkan keadaan yang invasif pada pasien dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Novel Corona Virus yang berjangkit di Saudi Arabia sejak bulan maret 2012, sebelumnya tidak pernah ditemukan di dunia. Oleh karena itu berbeda karekteristik dengan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Dalam... i Pernyataan Orisinalitas... ii Persetujuan Skripsi... iii Halaman Pengesahan Tim Penguji Skripsi... iv Motto dan Dedikasi... v Kata Pengantar... vi Abstract...

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Pendahuluan Sejarah; Thn 1984 ISPA Ringan ISPA Sedang ISPA Berat Thn 1990 Titik berat PNEUMONIA BALITA Pneumonia Pneumonia Berat Bukan Pneumonia Di Indonesia Kematian bayi

Lebih terperinci

KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA

KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) PADA KLIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK MENGGUNAKAN INDIKATOR CLINICAL PULMONARY INFECTION SCORE (CPIS) (The Incident of Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Lebih terperinci

Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang

Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia Nosokomial Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit. 24 Infeksi

Lebih terperinci

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, 2,8 juta kematian neonatus terjadi secara global. Penurunan angka mortalitas neonatus menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan penyakit infeksi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat pelindung diri (APD) merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi klinis yang kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resistensi antibiotik memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, setidaknya 2 juta orang terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci