TINJAUAN PUSTAKA Karateristik Tanaman Nenas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Karateristik Tanaman Nenas"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Karateristik Tanaman Nenas Tanaman nenas merupakan tanaman monokotil yang bersifat perenial. Tanaman ini mempunyai rangkaian bunga dan buah yang terdapat pada ujung batang. Tanaman masih bisa melanjutkan pertumbuhannya melalui beberapa tunas yang tumbuh di batang. Tunas baru tersebut selanjutnya dapat menghasilkan rangkaian bunga dan buah. Bagian tanaman nenas meliputi akar, batang, daun, tangkai buah, buah, mahkota dan anakan yaitu tunas tangkai buah (slips), tunas yang muncul dari ketiak daun (shoots) dan tunas yang muncul dari batang bawah (suckers) (Collins 1968). Tanaman nenas berupa herba tahunan atau dua tahunan, tingginya 50 sampai 100 cm. Daunnya berbentuk pedang, panjangnya dapat mecapai 1 m atau lebih, dengan lebar 5 sampai 8 cm, pinggirnya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama (Wee dan Thongtham 1997). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman nenas membentuk suatu roset, yang lambat laun daun-daunnya yang lebih besar mencapai ukuran yang mencerminkan keadaan pertumbuhan normal. Setelah itu ukuran daun konstan dan jika meristem pucuknya telah menghasilkan 70 sampai 80 lembar daun, dengan kecepatan satu lembar daun per minggu, selama periode pertumbuhannya yang cepat itu, meristem pucuk itu berubah menjadi bongkol bunga dan bongkol tanaman, yaitu poros tengah yang memanjang ke bunga dan buah. Buahnya berupa senokarp (caenocarpium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros pembungaan dan peleburan dari masing-masing bunga yang kecil; buah itu berbentuk buah buni; kulit buahnya yang keras terbentuk dari kelopakkelopak dan braktea yang tidak rontok, yang kurang lebih melebur; buah itu kirakira berbentuk silinder, panjang ± 20 cm, diamater ± 14 cm, beratnya 1 sampai 2.5 kg, dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral, yang disebut mahkota; daging buahnya kuning pucat sampai kuning keemasan, umumnya tidak berbiji (Wee dan Thongtham 1997). Nenas adalah tanaman serofit. Tanaman ini mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism = Metabolisme Asam Crassulaceae).

2 10 Karbon dioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur metabolisme ini memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Karena stomata membuka pada malam hari maka transpirasi yang terjadi sangat kecil, sehingga tanaman ini sangat tahan terhadap kekeringan. Meskipun demikian, karena sistem perakarannya yang dangkal, maka pada keadaan kering pertumbuhannya segera tertahan (Deptan 1994; Wee dan Thongtham 1997). Kisaran curah hujan untuk tanaman nenas adalah sekitar 600 mm sampai mm per tahun, namun demikian untuk pertumbuhan tanaman nenas yang optimum adalah sampai mm per tahun (Collins 1968). Nenas masih bisa dibudidayakan di daerah dengan curah hujan kurang dari mm per tahun. Di daerah dengan curah hujan rendah tetapi mempunyai kelembaban udara cukup tinggi terutama pada malam hari, tanaman nenas dapat memanfaatkan embun sebagai sumber air. Meskipun demikian, karena perakaran nenas cukup dangkal maka bila curah hujan sangat rendah hasil yang diperoleh akan kurang memuaskan (Deptan 1994). Tanaman nenas dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Tanaman nenas di daerah tropis banyak ditemukan di tanah latosol coklat kemerahan atau merah. Di Hawai tumbuh di tanah vulkanik berwarna merah gelap, di Malaysia dan Indonesia dapat tumbuh dengan baik di daerah gambut. Persyaratan penting lainnya adalah drainase baik. Tanah berat (kandungan fraksi lempung tinggi) dan tanah yang mengandung kapur tinggi (ph tinggi) tidak cocok untuk nenas (Deptan 1994). Tanah liat berpasir yang dapat dikeringkan dengan baik dan mengandung bahan organik tinggi dengan ph 4.5 sampai 6.5 merupakan tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman nenas. Akan tetapi tanaman nenas dapat dipelihara pula pada tipe tanah yang sangat bervariasi, seperti tanah gambut yang asam (ph 3 sampai 5) di Malaysia. Drainase hendaknya sebaik-baiknya, sebab tanaman yang terendam akan sangat mudah terserang busuk akar (Wee dan Thongtham 1997). Tanaman nenas dibudidayakan antara 25 o LU dan LS dengan kisaran suhu 23 sampai 32 o C. Walaupun tanaman ini dapat dipelihara di lahan yang suhunya dapat turun sampai 10 o C, akan tetapi tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju, dan buahnya sensitif terhadap terik matahari. Di dalam batas distribusinya,

3 11 cahaya matahari rata-rata tahunannya bervariasi kira-kira 33 sampai 71% dari kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000 jam (Wee dan Thongtham 1997). Temperatur optimum untuk nenas mendekati temperatur daerah tropika basah. Temperatur untuk pertumbuhan optimum 21 o C sampai 27 o C (Deptan 1994). Di Malaysia tanaman nenas ditanam pada daerah dengan temperatur berkisar antara 25.9 sampai 26.3 o C, di Hawai 10 sampai 32 o C dan Australia 11.6 sampai 31.7 o C (Collins 1968). Temperatur optimum untuk Indonesia adalah 32 o C (Deptan 1994). Di daerah tropis tanaman nenas memberikan hasil yang baik apabila ditanam di daerah pada ketinggian antara 100 sampai 800 m di atas permukaan laut. Di daerah dengan ketinggian lebih dari 760 m di atas permukaan laut, tanaman nenas menjadi lebih pendek, daun lebih pendek dan menyebar, nenas lebih ringan dan fruitlet menonjol keluar, sehingga permukaan buah lebih kasar. Bentuk buah lebih mendekati bentuk silinder serta produksi buah mempunyai mutu yang lebih rendah; warna daging kuning pucat, flavour rendah dan asam yang tinggi (Collins 1968). Penanaman Nenas Perbanyakan dan penanaman nenas diperbanyak dengan bagian mahkota, tunas batang, atau tunas ketiak daunnya. Tetapi yang paling banyak disenangi orang adalah perbanyakan dengan tunas batang. Tunas ketiak daun terutama digunakan jika menanam Smooth Cayenne (Wee dan Thongtham 1997). Tunas batang yang besar mempuyai tendensi yang tinggi untuk berproduksi lebih cepat, khususnya jika ukuran tunas batang lebih besar dari 600 gram (Nakasone dan Paull 1999). Py et al. (1987) mengelompokan ukuran bahan tanaman sebagai berikut: mahkota ukuran kecil 100 sampai 200 g dan mahkota ukuran sedang 200 sampai 300 g; Tunas ukuran kecil 200 sampai 300 g, 300 sampai 400 g sedang, dan 400 sampai 600 g adalah besar. Tanaman nenas biasanya ditanam dalam barisan ganda dengan lebar alur yang cukup antara barisan ganda tersebut, untuk memudahkan pengerjaan lapangan. Jadi jarak tanam yang dianjurkan ialah ( ) cm x 30 cm untuk kultivar Singapore Spanish, ini berarti bahwa lorongnya selebar 90 cm, kedua barisan ganda itu berjarak 60 cm, dan masing-masing tanaman pada

4 12 setiap barisannya berjarak 30 cm. Untuk kultivar yang perawakannya lebih besar, misalnya Masmerah, jarak tanam yang dianjurkan adalah ( ) cm x 30 cm. Di Thailand, Smooth Cayenne ditanam oleh petani dengan jarak tanam ( ) cm x 30 cm, dan diperkebunan dengan jarak ( ) cm x 25 cm. Hasil panen akan meningkat jika jarak tanam lebih rapat, tetapi ukuran buahnya mengecil (Deptan 1994; Wee dan Thongtham 1997). Percobaan-percobaan jarak tanam di Malaysia menunjukkan hasil maksimum 60 ton per hektar untuk jumlah tanaman per hektar, dengan menggunakan kultivar Singapore Spanish (Wee dan Thongtham, 1997). Di Hawaii menggunakan jarak tanam 30 cm antar tanaman dalam dua barisan tanaman yang berjarak 60 cm, jarak antar lorong adalah 90 sampai 120 cm, dengan jarak tanam tersebut diperoleh kepadatan tanaman sampai tanaman per hektar. Kepadatan tanaman setinggi tanaman per hektar digunakan bilamana buah yang lebih kecil diinginkan (Nakasone dan Paull 1999). Pemupukan pada Tanaman Nenas Manfaat pupuk, terutama nitrogen dan kalium pada pembudidayaan nenas telah banyak diketahui. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan tanaman agar subur, tetapi bukan pada saat rangsangan bunga diperlukan, sebab pertumbuhan yang subur akan mengurangi reaksi pembungaan. Fosfor diperlukan selama beberapa bulan pada awal pertumbuhan, sedangkan kalium diperlukan untuk perkembangan buah. Di tanah gambut yang miskin hara di Malaysia, dosis pupuk yang dianjurkan ialah 14 g N, 0.7 g P 2 O 5, dan 23 g K 2 O per tanaman, diberikan dengan cara disebarkan pada jangka waktu 3 bulan setelah tanam, dan 2 kali penyemprotan di daun pada umur 6 dan 9 bulan. Untuk tanaman sirung, dua per tiga dari jumlah di atas digunakan per tahun. Di Thailand, tanaman nenas ditanam pada tanah liat berpasir dengan dosis pupuk sebesar 9 g N, 2.4 g P 2 O 5, dan 7 g K 2 O per tanaman untuk tanaman pokok (Wee dan Thongtham 1997). Berbagai laporan publikasi tentang hara tanaman nenas menunjukkan bahwa jumlah nitrogen berkisar dari 225 sampai 350 kg N per hektar dan kalium dari 225 sampai 450 kg K 2 O per hektar. Tanaman nenas membutuhkan sedikit untuk hara fosfor dan banyak laporan yang mengabaikan jumlah P yang diaplikasikan, tetapi biasanya adalah antara 150 dan 225 kg P 2 O 5 per hektar, (Nakasone dan

5 13 Paull 1999). Selanjutnya Hiraoka dan Umemia (2000) mengemukakan bahwa, standar rata-rata pemberian pupuk untuk tanaman nenas adalah 350 kg N per hektar, 115 kg P 2 O 5 per hektar, dan 310 kg K 2 O per hektar. Dengan dosis tersebut tanaman nenas menghasilkan buah sebanyak 52 ton per hektar. Tabel 1 Hara yang diimobilisasi atau yang diangkut oleh tanaman nenas pada kepadatan tanaman per hektar (Nakasone dan Paull 1999) Bagian Tanaman Jumlah (kg ha -1 ) N P K Ca Mg Plant Fruit Slip Total Berdasarkan analisis hara yang terdapat pada berbagai bagian tanaman nenas (Tabel 1), bisa dijadikan sebagai dasar acuan untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman nenas (Nakasone dan Paull 1999). Untuk menentukan jumlah hara yang akan diberikan ke dalam tanah, dapat dilakukan setelah diketahui kadar hara tanah yang tersedia bagi tanaman, dan jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal. Nitrogen dalam Tanah Amonium merupakan salah satu bentuk kation nitrogen anorganik yang dapat diserap oleh tanaman. Bentuk ini lebih banyak terdapat pada kondisi anaerobik, sedangkan pada kondisi aerobik (oksidasi) sebahagian dari amonium dijerap oleh komplek jerapan ataupun difiksasi oleh mineral liat vermikulit dan smektit, dan sebahagian lagi dioksidasi menjadi nitrat dengan bantuan bakteri autotrof Nitrosomonas dan Nitrobacter (Tisdale et al. 1985). Lebih dari 50% NH + 4 yang diberikan akan mengalami nitrifikasi dalam waktu 28 hari dengan kadar air sekitar titik layu permanen, sedangkan pada tegangan air diturunkan sekitar 7 bar, dalam waktu 21 hari semua NH + 4 akan berubah menjadi nitrit. Sedangkan Mengel dan Kirkby (1987) melaporkan bahwa semua dari ammonium yang diberikan ke dalam tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari. Amonium dapat menurunkan kapasitas fiksasi K karena kation ini akan memenuhi ruang interlayer sehingga mencegah fiksasi K dari larutan tanah.

6 14 Menurut Nommik dan Vahtras (1982), pemberian kalium dan amonium bersamaan dapat menurunkan persentase K yang terfiksasi. Sedangkan penyerapan pupuk fosfor meningkat terutama ketika NH + 4 tersedia (Olson dan Kurtz 1985). Total masa akar dan kedalaman perakaran meningkat pada tingkat ketersediaan N optimal. Perluasan akar ini akan memfasilitasi penyerapan air dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Pengambilan NO - 3 merangsang pengambilan kation, sedangkan anion klorid (Cl - ) dan hidroksil (OH - ) membatasi pengambilan anion NO - 3. Status karbohidrat tinggi meningkatkan pengambilan amonium (NH ), dan pengambilan NH 4 membatasi kation, yang mana dapat mendorong ke arah kekurangan Ca, seperti halnya mengurangi taraf K di dalam tanaman (Jones 1998). Proses pengambilan N oleh tanaman memerlukan pergerakan bentuk-bentuk ion N ke permukaan akar untuk penyerapan. Sebahagian besar pergerakan N - terjadi seperti NO 3 dalam aliran konvektiv air tanah ke akar-akar tanaman dipengaruhi oleh transpirasi tanaman pada bagian atas tanah. Karena daya tarik antara NO dan koloid tanah dapat diabaikan, NO 3 adalah mobil dan dengan mudah terangkut ke akar-akar tanaman melalui aliran massa. Sebaliknya, daya tarik antara NH + 4 dan koloid tanah adalah kuat dan pergerakannya dalam air tanah banyak yang hilang. Ketika potensial pengambilan melebihi suplai dari aliran massa, maka konsentrasi bentuk-bentuk N pada permukaan akar berkurang dan proses difusi dimulai. Walaupun difusi kurang penting dalam banyak situasi pertamanan pada tanah-tanah yang berdrainase baik, kecuali terjadi sesuatu yang khusus. Suatu keadaan dimana difusi sangat penting terjadi adalah pada budidaya padi sawah (Olson dan Kurtz 1985). Peranan Nitrogen bagi Tanaman Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik di dalam tumbuhan, dan bergabung dengan C, H, O dan kadang-kadang S untuk membentuk asam amino, enzim-enzim amino, asam nukleat, klorofil, alkaloid, dan basa purin. Walaupun N anorganik dapat terakumulasi dalam tumbuhan, terutama dalam batang dan penyokong jaringan dalam bentuk nitrat (NO - 3 ), N organik terutama seperti protein berat molekul tinggi dalam tanaman (Jones 1998).

7 15 Kebanyakan tanaman mengandung nitrogen 1.50 sampai 6.00% dari berat kering tanaman dengan nilai kecukupan 2.50 sampai 3.50% dalam jaringan daun. Suatu rentan yang lebih rendah 1.80 sampai 2.20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4.80 sampai 5.50% ditemukan pada jenis legum. Tanaman yang daya hasilnya tinggi akan mengandung 50 sampai 500 lbs N/A (56 sampai 560 kg N/ha). Nilai kritis sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan, dan bagian tanaman (Jones 1998). Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap penebalan dinding sel, membantasi pembentukan protoplasma, sukulensi berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro molekul dari precusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis bahan-bahan lainnya diseluruh bahagian tanaman. Karier dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengadung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz 1985). Peranan utama dari nitrogen dalam pertumbuhan tanaman meliputi: (1) komponen molekul klorofil, (2) komponen asam-asam amino, membangun gugus protein, (3) esensial untuk penggunaan karbohidrat, (4) sebagai komponen enzim, (5) merangsang aktivitas dan perkembangan akar, dan (6) membantu penyerapan unsur-unsur hara lainnya (Olson dan Kurtz 1985). Tanaman nenas yang kekurangan N akan menghambat pertumbuhan akar dan tidak menghasilkan buah, tunas tangkai (slips) atau anakan (suckers). Kekurangan N juga sebagai penyebab hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun daun yang kecil dan hijau pucat dengan nekrotik pada ujung daun. Daun tua berwarna hijau pucat dan nekrotik berkembang pada pinggir daun. Tanaman yang kekurangan N juga menunjukkan rendahnya kandungan klorofil dan protein. Sedangkan apabila terjadi kelebihan N akan menunjukkan (a) perkembangan daun yang terlalu pesat sehingga mengorbankan pembentukan buah; (b) kerebahan buah; dan (c) pertumbuhan mahkota ( crown ) yang berlebihan (Albrigo 1966).

8 16 Fosfor dalam Tanah Secara garis besar P tanah dibedakan atas P anorganik dan P organik. Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dari P organik, kecuali pada tanah organik. Pada lapisan olah, kadar P organik pada tanah mineral selalu lebih tinggi, karena adanya penimbunan bahan organik. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman berasal dari P larutan tanah (Tisdale et al. 1985). Sumber cadangan fosfor banyak terdapat dalam kerak bumi. Hampir semua senyawa P yang dijumpai di alam, rendah daya larutnya. Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaannya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan. Bentuk fosfor di dalam tanah secara garis besar dibagi dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-anorganik. Jumlah dari kedua bentuk P tersebut disebut P-total (Brady 1990). Fosfor dalam bentuk organik terdapat dalam tumbuhan hidup dan hasil pelapukan binatang atau tumbuhan mati. Fosfor dalam bentuk organik terdiri dari asam nukleat dan fosfolipid (Soepardi 1983). Sedangkan P-anorganik digolongkan dalam dua kelompok, yaitu P-anorganik yang mengandung Ca dan P-anorganik yang mengandung Al dan Fe (Brady 1990). Pada reaksi tanah masam, P biasanya difiksasi oleh Al dan Fe sehingga ketersediaannya rendah bagi tanaman dan pada tanah netral biasanya P difiksasi oleh kation Ca dan Mg menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy 1988). Pada umumnya ketersediaan P terdapat pada kisaran ph 5.5 sampai 7.0. Ketersediaan P menurun di bawah ph 5.5 karena terfiksasi oleh Al, Fe, hidroksida, dan liat. Di atas ph 7.0 P difiksasi oleh Ca dan Mg (Tisdale et al. 1985). Fosfor larut berada dalam keseimbangan dengan P tererap (P labil), P mineral sekunder dan primer (P non labil), dan P organik. Fosfor labil dan P non labil biasanya disebut sebagai P terfiksasi atau retensi P, sedangkan prosesnya disebut sebagai fiksasi atau retensi. Fiksasi P di dalam tanah tergantung kepada: (1) jumlah dan jenis mineral tanah, (2) ph tanah, (3) pengaruh kation, (7) waktu dan suhu, dan (8) penggenangan (Havlin et al. 1999).

9 17 Peranan Fosfor bagi Tanaman Tanaman biasanya mengabsorbsi fosfor dalam bentuk ion bervalensi satu (H 2 PO - 4 ) dan sebagian kecil dalam bentuk ion bervalensi dua (HPO = 4 ). ph tanah mengendalikan perimbangan kedua bentuk ini. H 2 PO - 4 tersedia pada ph di bawah 7, dan HPO = 4 di atas ph 7. Banyak fosfat diubah menjadi bentuk organik ketika masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem menuju tajuk. Berbeda dengan nitrogen dan belerang, fosfor tidak pernah direduksi dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat, baik dalam bentuk bebas maupun terikat pada senyawa organik sebagai ester (Salisbury dan Ross 1992). Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup seperti: fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses alih energi di dalam tubuh tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH dan senyawa sistem imformasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985; Marschner 1995), juga merupakan bahan penyusun fosfolipid seperti lesitin dan kolin yang berperan penting dalam integritas membran (Gardner et al. 1985). Fosfor merupakan unsur hara yang mobil dalam tubuh tanaman, dapat diretribusikan dari bagian yang tua ke bagian yang lebih muda. Daun muda atau buah yang sedang berkembang dapat memperoleh suplai fosfat dari jaringan tanaman yang lebih tua dan mengandung fosfat labil walaupun sumber dari tanah terganggu (Gardner et al. 1985). Kecepatan perubahan antara Pi dan ikatan P-ester dan pirofosfat sangat tinggi, sebagai contoh dalam beberapa menit setelah Pi diserap tanaman akan segera ditransfer kedalam bentuk P-organik, dan setelah itu dibebaskan kembali kedalam xilem sebagai Pi (Idris 1996). Fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Thompson dan Troeh 1978). Menurut Marschner (1995), kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum tanaman adalah berkisar antara 0.3% hingga 0.5% dari berat kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif. Kemungkinan keracunan fosfor pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bahan kering tanaman. Suplai fosfor

10 18 terutama pada periode pengaturan ratio pati/gula di daun sebagai sumber serta distribusi fotosintat antara daun dan organ-organ reproduktif. Pada keadaan kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terhambat dari pada pembentukan khlorofil, oleh karena itu kandungan khlorofil per unit luas daun sangat banyak. Tetapi efisiensi fotosintesis per unit khlorofil sangat rendah. Karena fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor akan menampakan gejala-gejala sebagai berikut: Pertumbuhan lambat, lemah dan kerdil, berwarna hijau gelap, terjadi peningkatan pembentukan antosianin, proses pematangan buah dan biji lambat, tanaman selalu hijau, pembentukan buah dan biji kurang sempurna, jumlah buah berkurang dan hasil rendah (Marschner 1995). Pada tanaman nenas yang kekurangan P tidak menunjukkan klorosis pada daun. Warna daun muda adalah hijau ungu tua. Daun-daun muda lebih sempit dan hijau lebih tua daripada daun tuanya. Dengan tidak adanya P dalam larutan hara, pertumbuhan tanaman kerdil dan tidak memproduksi buah, tunas tangkai (slips) atau anakan (suckers). Dalam kultur pasir, tanpa P menghasilkan daun hijau tua, keunguan; buah asam dan berair. Pengaruh kelebihan P dapat menekan pertumbuhan dan hasil, mempercepat pembuahan dan meningkatkan jumlah buah sisihan. Fenomena berkurangnya hasil oleh kelebihan P diindikasikan karena kurangnya serapan N (Albrigo 1966). Kalium dalam Tanah Secara umum kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk: (1) Kalium dalam mineral primer, (2) Kalium terfiksasi oleh mineral sekunder, (3) Kalium dapat dipertukarkan dan (4) Kalium dalam larutan. Sedangkan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongkan kedalam: (1) Kalium relatif tidak tersedia, (2) Kalium lambat tersedia, dan (3) Kalium segera tersedia (Helmke dan Sparks 1996).

11 19 Kalium dalam mineral primer merupakan kalium yang relatif tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Tisdale et al. (1985) bahwa sebahagian besar dari kalium yaitu sekitar 90 sampai 98% dari total K atau sekitar sampai ppm K yang ada di dalam tanah terdapat dalam bentuk relatif tidak tersedia bagi tanaman. Kalium ini sebagai komponen struktur kristal mineral seperti K-feldspar dan mika. Mineral ini agak tahan terhadap hancuran iklim dan mensuplai sejumlah kecil kalium selama satu musim (Soepardi 1983). Kalium yang tidak dapat dipertukarkan (terfiksasi) pada mineral sekunder merupakan kalium yang lambat tersedia. Jumlahnya sekitar 1 sampai 10% dari total K atau sekitar 50 sampai 750 ppm K yang terdapat dalam tanah. Kation K umumnya terfiksasi pada mineral liat 2:1 antara lembar silikat pada interlayer dan terfiksasi sangat kuat pada kondisi kekurangan air (Liu et al. 1997). Kalium dalam bentuk terfiksasi ini tidak segera tersedia bagi tanaman, tetapi berada dalam bentuk keseimbangan dengan bentuk tersedia dan selanjutnya merupakan cadangan bentuk kalium lambat tersedia. Kalium yang terdapat dalam bentuk dapat dipertukarkan dan terdapat dalam larutan tanah merupakan kalium yang segera tersedia. Jumlahnya sangat kecil yaitu hanya sekitar 1 sampai 2% dari total K yang ada dalam tanah. Kalium dalam bentuk ini akan mudah mengalami pencucian sehingga yang dapat diserap oleh tanaman juga rendah (Soepardi 1983; Tisdale et al. 1985). Kalium yang dapat dipertukarkan terdapat pada permukaan liat, dan akan tersedia ke dalam larutan melalui proses pertukaran kation. Kalium dalam bentuk ini berkorelasi dengan penyerapan dan produksi tanaman, tetapi tidak semua K yang terdapat dalam larutan dapat diambil oleh tanaman tergantung kepada daya jerap permukaan tanah. Kalium dalam tanah berada dalam empat bentuk : (1) kation K + dalam larutan tanah, (2) K + yang dapat dipertukarkan dalam koloid tanah, (3) K + yang terikat dalam kisi-kisi lempung (clay), dan (4) sebagai komponen mineral yang mengandung K. Antara K dalam larutan tanah, K yang dapat dipertukarkan, dan K yang terikat terdapat suatu keseimbangan. Ketika pupuk K diaplikasikasikan pada tanah, keseimbangan bergeser ke arah K yang dapat dipertukarkan dan yang terikat, suatu pergeseran yang merupakan kebalikan karena K berpindah dari

12 20 larutan tanah akibat penyerapan akar. Karena konsentrasi anion meningkat dalam larutan tanah, level K juga meningkat. Walaupun keseimbangan Ca dan Mg terhadap K dalam tanaman sangat penting, penyerapan K tidak secara nyata dipengaruhi oleh level Ca tanah, karena Ca diserap tanaman melalui aliran massa, sedangkan K melalui difusi. Tetapi konsentrasi K yang tinggi akan menghambat serapan Mg dan Ca sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi Mg dan Ca (Jones 1998). Peranan Kalium bagi Tanaman Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K + (Ahn 1993). Pengangkutan kalium dari larutan tanah ke akar tanaman terutama adalah melalui difusi dan aliran massa (Tisdale et al. 1985). Hanya sebagian kecil (6 sampai 10%) dari total kalium yang diperlukan tanaman diserap melalui kontak langsung antara akar dengan partikel tanah. Jumlah K tersedia yang tinggi dalam larutan tanah atau kompleks permukaan liat menyebabkan tanaman dapat menyerap kalium dalam jumlah berlebih atau terjadi konsumsi mewah. Kalium dalam larutan sebahagian besar berada dalam cairan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan garam, air dan mengatur tekanan osmotik sel tanaman, dan yang paling penting adalah untuk membantu proses pembentukan dan translokasi karbohidrat. Disamping itu K juga berfungsi meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, merangsang perkembangan akar, dan mengatur serapan hara lainnya. Kekurangan K pada tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman cenderung menunjukkan gejala klorosis, pinggiran daun mengering akibat rendahnya kandungan air dalam daun, produksi daun berkurang, bentuk daun abnormal dan gula pereduksi meningkat, fotosintesis terganggu dan pembentukan karbohidart berkurang (Brady 1990). Tanaman yang kekurangan unsur hara K akan mudah rebah sehingga produksi menurun, dan mengurangi kualitas buah (Tisdale et al. 1985). Kalium merupakan nutrisi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak kemudian didistribusikan ke berbagai sel seluruh organ (Banuelos et al. 2002) dan memegang beberapa peranan penting dalam fungsi sel termasuk pengaturan: (1) turgor, (2) keseimbangan muatan, dan (3) potensial membran dan aktivitas

13 21 membran sitosol. Kalium juga diperlukan untuk akumulasi dan translokasi karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis. Selain itu, ion K + memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran (Elumalai et al. 2002). Kalium merupakan kation yang paling berlimpah di dalam sitoplasma sehingga menjadi penentu utama potensial tekanan turgor, tetapi tidak dimetabolismekan, hanya membentuk kompleks yang lemah yang siap dipertukarkan. Karena konsentrasinya yang sangat tinggi dalam sitosol dan kloroplast, kation ini dapat menetralisir molekul yang terlarut (anion-anion asam organik dan anorganik) dan anion-anion makromolekul yang tidak larut, serta menstabilkan ph antara 7 sampai 8, dimana reaksi-reaksi enzim dapat berlangsung optimal. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi, juga mengaktifkan enzim yang diperlukan untuk pembentukan pati dan protein (Marschner 1995). Kandungan K pada tanaman berkisar 1 sampai 5% dari berat kering jaringan daun dengan nilai kecukupan yang berkisar 1.5 sampai 3% pada jaringan daun dewasa yang baru terbentuk. Kandungan kalium dikatakan kurang atau berlebih dengan nilai kritikal kurang dari 1.5%. Kandungan K yang berlebih dapat melampaui 2 sampai 3 kali lipat dari nilai kesesuaian. Konsentrasi tertinggi ada pada daun baru, tangkai daun dan batang tanaman. Kandungan K pada daun berkurang seiring dengan bertambahnya umur (Jones 1998). Pada kondisi di bawah kekurangan K, awalnya daun-daun tanaman nenas tetap hijau, tetapi mengering pada ujung daun dan terbentuk spot-spot nekrotik muncul pada permukaan daun, dan ukuran daun menjadi lebih kecil. Pertumbuhan tanaman normal pada awal pertumbuhan tetapi setelah 9 bulan mulai menjadi lambat. Dengan kekurangan K, buah-buah kecil, lambat matang, dan kandungan asam dan padatan terlarut total rendah (Albrigo 1966). Minus One Test Percobaan minus one test merupakan salah satu metode evaluasi hara di lapangan yang paling sederhana, dengan cara melakukan percobaan sederhana agar dapat teramati secara langsung permasalahan yang terdapat pada tanah yang bersangkutan. Percobaan yang demikian ditujukan untuk mengidentifikasi unsur

14 22 yang menjadi pembatas paling berat serta urutan selanjutnya dari deretan unsur yang dicobakan. Percobaan ini dilakukan dengan membandingkan perlakuan lengkap dengan perlakuan lengkap minus satu hara tertentu. Perlakuan yang mengalami penurunan pertumbuhan atau produksi yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lengkap menunjukkan unsur yang paling kahat. Percobaan ini dapat dilakukan dalam pot di rumah kaca maupun langsung di lapangan (Nugroho 1996, Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Data yang digunakan dalam percobaan minus one test dapat berupa pertumbuhan (tinggi tanaman, berat brangkasan tanaman dsb.) atau data produksi tanaman, yang dihitung sebagai persentase dari produksi perlakuan lengkap. Dengan demikian produksi pada perlakuan lengkap diperhitungkan sebagai produksi yang bernilai 100 persen. Dengan menggambarkan data-data tersebut dalam diagram batang atau diagram lain dapat dengan jelas disimpulkan urutan kekahatan hara yang dipunyai tanah bersangkutan (Nugroho 1996). Berdasarkan pengujian ini dapatlah disusun prioritas pemupukan suatu tanaman maupun prioritas penelitiannya (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah Uji tanah merupakan metode kimia untuk menilai kemampuan suplai hara atau ketersediaan hara dari suatu tanah. Metode ini sifatnya tidak langsung, sehingga untuk memperoleh nilai agronomis dari metode ini diperlukan studi kalibrasi dengan produksi tanaman di lapangan melalui percobaan pemupukan. Demikian juga, larutan kimia ini harus bersifat selektif artinya larutan tersebut hanya mengekstraksi bentuk-bentuk unsur yang tersedia saja bagi suatu tanaman, sedangkan yang tidak tersedia sedapat mungkin tidak turut terekstrak. Oleh karena itu, setiap metode ekstraksi harus dinilai melalui studi korelasi dengan serapan hara oleh tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Tujuan dasar pengujian tanah adalah untuk menduga status hara, dengan demikian mengidentifikasi status hara sekarang dan potensi keperluan untuk pemupukan, memonitor pengaruh dari praktek budidaya terhadap kesuburan tanah, dan membantu dalam mengembangkan rekomendasi pemupukan. Penggunaan uji tanah adalah untuk membantu mengidentifikasi pembatas produksi tanaman seperti defisiensi hara, juga digunakan untuk mengidentifikasi

15 23 tingkat keracunan hara tertentu dan unsur-unsur yang lainnya atau garam dapat larut secara umum. Pengujian tanah, juga digunakan untuk menentukan ph tanah, kebutuhan kapur, dan bahan organik (Dahnke and Olson 1990). Pelaksanan program uji tanah dibagi dalam tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) korelasi, (2) kalibrasi, dan (3) interprestasi data untuk menghasilkan rekomendasi. Korelasi uji tanah Uji korelasi adalah suatu proses untuk menilai keeratan hubungan antara kadar unsur dalam tanah yang terekstrak oleh suatu metode ekstraksi dengan jumlah hara yang diserap tanaman (Corey 1987). Keeratan ini terlihat dari nilai koefisien korelasinya. Semakin tinggi nilainya maka akan semakin erat pula hubungan antara variabel tersebut, sehingga serapan hara dapat diprediksi dari nilai yang diperoleh dari metode ekstraksi. Jadi korelasi uji tanah bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi yang paling baik untuk mengukur jumlah suatu hara yang tersedia bagi tanaman. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu metode ekstraksi dapat dikembangkan untuk program uji tanah ialah: (1) bersifat selektif artinya larutan kimia ini hanya melarutkan unsur hara yang terdapat dalam bentuk tersedia, (2) sederhana, mudah, dan cepat, serta (3) bahan-bahan kimia yang diperlukan mudah didapat (Sri Rochyati 1996). Metode ekstraksi untuk menentukan kadar hara tanah harus sesuai untuk tanah dan tanaman yang dikehendaki. Banyak bahan pengekstrak yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kemampuan tanah menyediakan N, P dan K bagi tanaman, tetapi tidak selalu sesuai dengan jenis tanah, macam tanaman, tingkat budidaya, dan keadaan iklim. Dengan demikian perlu dilakukan pemilihan metode ekstraksi pada setiap sistem tanah-tanaman-iklim. Pemilihan metode ekstraksi dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasil analisis kadar hara dalam tanah dengan tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut dari percobaan rumah kaca atau lapangan. Tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut biasanya diduga dengan parameter bobot kering tanaman atau serapan hara yang bersangkutan (Nursyamsi 2002). Konsentrasi hara dalam tanah yang diektraksi bisa langsung dikorelasikan dengan serapan hara, tetapi biasanya hasil koefisien korelasinya rendah jika tanah-tanah yang digunakan mempunyai karakteristik yang sangat berbeda.

16 24 Untuk mengatasinya biasanya contoh-contoh tanah tersebut dikelompokan menurut sifat yang sama baru kemudian dilakukan pengujian korelasi. Alternatif lain yang dapat dikembangkan adalah dengan menggunakan multiple regresi dimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi serapan unsur diikutsertakan seperti ph, bahan organik dan tekstur (Corey 1987). Penelitian korelasi uji tanah untuk berbagai komoditas pada berbagai jenis tanah telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian maupun oleh Perguruan Tinggi. Widjaja-Adhi dan Widjik (1984) melaporkan bahwa pengekstrak Bray-1 merupakan pengekstrak terbaik untuk menetapkan status P tanah Hydric Dystrandepts untuk tanaman kentang dari pada pengeksrtrak Bray-2, Double Acid, Truog, Air, dan 0.01 M CaCl 2. Pengekstrak HCl 25% merupakan pengekstrak terbaik yang ditunjukkan oleh tingginya korelasi antara persentase hasil jagung (Santoso dan Al-Jabri 1977) dan padi sawah (Nursyamsi, et al. 1994). Al-Jabri et al. (1984) melaporkan bahwa pengekstrak Truog dimodifikasi, HCl 25% dan Bray-1 merupakan pengekstrak cukup baik untuk padi gogo pada tanah masam, dari 6 pengekstrak yang diteliti, yakni; HCl 25%, Truog dimodifikasi, Bray-1, Bray-2, Olsen dan Air. Penelitian berbagai metode ekstraksi K untuk lahan kering belum banyak dilakukan dibandingkan lahan sawah. Dua metode uji hara K yang digunakan untuk padi sawah adalah HCl 25% dan NH 4 OAc 1 N ph 7.0. Penilaian Sri Adiningsih dan Sudjadi (1983) pada 25 tanah sawah di Indonesia menunjukkan bahwa pengekstrak Olsen, Bray-1, Bray-2, dan NH 4 OAc 1 N ph 7.0 memberikan korelasi cukup tinggi dengan tanggapan pemupukan K. Hasil penelitian pemilihan metode ekstraksi K menunjukkan bahwa pengekstrak NH 4 OAc 1 N ph 7.0 merupakan pengekstrak terbaik untuk analisis K tanah sawah di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Puslittanak 1992a) serta Jawa Timur (Puslittanak 1992b). Nursyamsi (2002) melaporkan bahwa pengekstrak Mehlic, HCl 25%, NH 4 OAc ph 4.8 dan NH 4 OAc ph 7.0 merupakan pengekstrak terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman jagung pada Oxisols Palairi. Sedangkan pengekstrak Mehlich, HCl 25%, Bray-1, Bray-2, NH 4 OAc ph 4.8 dan NH 4 OAc ph 7.0 merupakan pengekstrak terpilih dalam menduga kebutuhan pupuk K untuk tanaman jagung pada Inceptisol Sukabumi. Hasil penelitian

17 25 pemilihan metode ekstraksi K untuk tanaman kedelai menunjukkan bahwa diantara pengekstrak: Mehlich, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Bray-2, NH 4 OAc ph 4.8 dan NH 4 OAc ph 7.0, ternyata pengekstrak HCl 25% merupakan pengekstrak terbaik untuk tanah Ultisol Deli Serdang, Sumut; pengekstrak Bray-1 dan Bray-2 untuk tanah Inseptisol Subang, Jabar; dan pengekstrak Olsen untuk tanah Vertisols Madiun, Jatim (Sutriadi dan Nursyamsi 2002). Metode Morgan juga merupakan metode yang sering digunakan, karena selain dapat menetapkan ketersediaan NH 4, dan NO 3, juga dapat menetapkan ketersediaan hara P, K, Ca, S serta unsur-unsur mikro seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan B dari tanah. Metode uji N adalah yang paling sulit dikembangkan karena mobilitas N-NO 3 sangat tinggi sehingga mudah berubah dari waktu ke waktu. Metode Kjeldahl adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kapasitas N tanah sebagai dasar menentukan ketersediaan N tanah bagi tanaman (Leiwakabessy 1996). Kalibrasi uji tanah Barangkali tantangan yang terbesar di dalam suatu program pengujian tanah adalah pengkalibrasian uji tanah. Ini penting bahwa uji tanah dikalibrasi lagi terhadap respon tanaman untuk aplikasi hara dalam penelitian lapangan yang dilakukan pada suatu rentang tanah yang luas. Respons hasil dari berbagai tingkat hara yang diaplikasikan kemudian dapat dihubungkan dengan jumlah hara tersedia dalam tanah yang ditunjukkan oleh uji tanah. Keakuratan kalibrasi uji tanah adalah (1) dengan tepat mengidentifikasi derajat tingkat kecukupan atau kekurangan dari hara, dan (2) memberikan suatu perkiraan jumlah hara yang diperlukan untuk mengeliminasi defisiensi (Evans 1987; Havlin et al. 1999). Percobaan yang terkendali pada awalnya dilakukan di rumah kaca untuk menyediakan informasi tentang kemampuan dari suatu ekstraktan uji tanah untuk mengekstraksi suatu hara dalam jumlah yang berhubungan dengan jumlah yang diserap oleh tanaman (yaitu untuk mengindentifikasi ekstraktan yang terbaik). Setelah studi dalam rumah kaca selesai, percobaan kalibrasi dilakukan di lapangan pada seri tanah dan tanaman yang utama pada daerah tersebut, karena nilai uji tanah dengan berbagai metode uji tanah tidak mempunyai nilai agronomis selama metode uji tanah tersebut belum dikalibrasikan dengan produksi yang

18 26 bernilai ekonomis. Studi untuk memperoleh bobot agronomis terhadap suatu nilai uji tanah, dikenal dengan studi kalibrasi dan dilakukan di lapangan. Studi akan menentukan hubungan antar uji tanah dengan respon tanaman di lapangan. Dengan demikian dapat ditentukan apakah suatu angka tergolong tinggi, sedang, rendah ataupun dengan istilah cukup atau tidak. Hanya melalui studi kalibrasi uji tanah ini saja, maka nilai-nilai uji tanah dari laboratorium memiliki arti yaitu mengidentifikasi tingkat defisiensi atau tingkat kecukupan unsur hara tersebut, dan mengidentifikasi berapa yang harus ditambahkan apabila unsur tersebut kurang (Evans 1987). Kalibrasi uji tanah merupakan proses untuk menentukan arti dari uji tanah yang terukur dalam hubungannya dengannya respon tanaman di lapangan (Corey 1987). Selanjutnya Dhanke dan Olson (1990) menjelaskan bahwa, kalibrasi uji tanah adalah proses untuk menentukan tingkat pembatas pada pertumbuhan tanaman atau peluang memperoleh respon pertumbuhan pada pemberian hara pada berbagai nilai uji tanah. Tujuan dari kalibrasi uji tanah adalah untuk memberikan arti dari suatu data uji tanah dalam istilah yang lebih mudah dimengerti dan untuk memudahkan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut kategori kadar hara dalam tanah. Jumlah hara yang terekstrak umumnya dinyatakan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi atau sebagi batas konsentrasi kritis. Penelitian kalibrasi uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu; (1) banyak lokasi yang mempunyai rentang status hara yang lebar (rendah, sedang, tinggi), (2) lokasi bekas percobaan pemupukan, dan (3) lokasi tunggal (Widjaja-Adhi 1996). Dalam menggunakan pendekatan banyak lokasi, biaya pelaksanaan menjadi lebih mahal. Namun, percobaan tersebut dapat langsung memberikan rekomendasi pemupukan. Faktor yang berpengaruh terhadap respon pemupukan, seperti faktor lokasi yang terkait dengan iklim, status hara, dan sering penelitian dilakukan pada banyak macam jenis tanah yang mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga hasil penelitian kalibrasi sering tidak dapat dialihkan dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Pada pendekatan lokasi tunggal dan lokasi bekas percobaan pemupukan, keragaman hara yang dipelajari merupakan keragaman buatan, sehingga perlu waktu antara

19 27 pemberian pupuk dan pelaksanaan percobaan kalibrasi untuk membuat status hara tanah beragam lebar. Kalibrasi uji tanah dapat dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya dengan metode grafik Cate-Nelson (Widjaja-Adhi 1996) dan persentase hasil relatif (Evans 1987). Dalam kalibrasi uji tanah berdasarkan metode grafik Cate-Nelson akan diperoleh nilai batas kritis uji tanah, yaitu nilai uji tanah yang menunjukkan bahwa tanaman pada tanah-tanah yang nilainya berada di sebelah kiri batas kritis akan memberikan respon terhadap pemupukan. Sebaliknya, bila nilai uji tanah berada di sebelah kanan nilai batas kritis maka tanaman tidak respon terhadap pemupukan. Metode grafik Cate-Nelson hanya memberikan dua kelas (kategori) uji tanah, yaitu respon dan tidak respon. Sedangkan kalibrasi uji tanah dengan menggunakan persentase hasil relatif akan memberikan kategori nilai uji tanah lebih dari dua kelas. Kidder (1993) menjelaskan bahwa, nilai uji tanah dibagi atas lima kategori berdasarkan persentase hasil, yaitu: (1) sangat rendah (lebih rendah dari 50 persen), (2) rendah (50 sampai 75 persen), (3) sedang (75 sampai 100 persen), (4) tinggi (100 persen), dan sangat tinggi (kurang dari 100 persen). Kalibrasi uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu: (1) berdasarkan kurva kontinyu, dan (2) berdasarkan pendekatan peluang. Pada metode pertama, kategori uji tanah diperoleh dengan memplot hasil relatif dengan nilai uji tanah, selanjutnya melalui titik-titik tersebut dibuat kurva. Pada metode kedua, yaitu pendekatan peluang prinsipnya sama dengan metode Cate-Nelson dalam menentukan batas kritis. Pendekatan ini memisahkan data uji tanah atas dua kategori, yaitu yang mempunyai peluang respon (daerah di sebelah kiri batas kritis), dan yang tidak mempunyai peluang respon (daerah di sebelah kanan batas kritis). Dalam menggunakan metode grafik Cate-Nelson, maka kategori sedang dapat digolongkan sebagai batas kritis (Dahnke dan Olson 1990). Rekomendasi Pemupukan Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan pemupukan yang meliputi jenis pupuk, dosis pupuk, cara pemupukan dan waktu pemupukan untuk suatu tanaman pada suatu areal tertentu (Sutandi 1996). Yang diharapkan dari suatu rekomendasi pemupukan adalah tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat

20 28 waktu. Metode pendekatan tersebut dapat berupa metode uji tanah, analisis tanaman ataupun percobaan pemupukan. Pemberian satu hara ke dalam tanah akan merubah keseimbangan hara lainnya, sehingga walaupun dosis pupuk yang dihasilkan dari percobaan pemupukan, bila diterapkan pada tanah yang sama, peluang terjadinya penyimpangan akan tetap ada. Penyimpangan tentunya akan semakin kecil dengan tingkat rekomendasi yang semakin detail, dimana tingkatan rekomendasi diklasifikasikan oleh Corey (1972) dalam (Sutandi 1996) sebagai berikut: (1) Rekomendasi umum ditujukan untuk seluruh areal yang luas tanpa mempertimbangkan perbedaan tanah. (2) Rekomendasi umum yang ditujukan untuk masing-masing zona, didasarkan zona iklim dan/atau kelompok tanah. (3) Rekomendasi didasarkan pada uji tanah dengan satu kalibrasi untuk seluruh tanah. (4) Rekomendasi didasarkan pada uji tanah dengan kalibrasi yang dilakukan pada tiap sistim tanah-iklim-tanaman. (5) Rekomendasi didasarkan pada uji tanah dan analisis tanaman dengan kalibrasi yang dilakukan pada tiap sistim tanah-iklimtanaman. Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah sangat disarankan karena lebih rasional serta sifatnya yang kuantitatif dan lebih ilmiah. Namun perlu disadari bahwa kualitasnya sangat ditentukan oleh penelitian kalibrasi yang baik dengan data yang baik dan banyak, agar hubungan antara hasil uji tanah dengan dosis pupuk dapat dikembangkan. Demikian juga dapat dilakukan usaha pendugaan produksi sebagai akibat penambahan dosis pupuk tersebut (Melsted dan Peck 1973). Selama tidak tersedia data penelitian kalibrasi ini maka data analisis tanah dari laboratorium sukar untuk dimanfaatkan dalam membuat rekomendasi pemupukan apalagi untuk menduga produksi tanaman (Leiwakabessy 1996). Dalam pembuatan rekomendasi pemupukan, ada enam kriteria yang harus diketahui. Keenam kriteria tersebut adalah: (1) keadaan status hara dalam tanah, (2) tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam dan luasan yang digunakan,

21 29 (4) kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya, (5) peningkatan laju pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk, dan (6) metode pemberian pupuk (Melsted dan Peck 1973). Penyusunan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, salah satu diantaranya adalah dengan kurva respon pemupukan untuk masing-masing kelas uji tanah. Dari sekian lokasi percobaan dibuat kurva umum untuk setiap kelas uji tanah. Berdasarkan kurva tersebut disusun takaran optimum pemupukan untuk setiap kelas uji tanah (Widjaja-Adhi 1996). Batas Kritis Batas kritis adalah kadar hara dalam contoh tanaman dimana kecepatan tumbuh, produksi atau kualitas hasil menurun (Sutandi 1996). Pengertian batas kritis juga mencakup pengertian keadaan defisiensi hara bagi pertumbuhan maksimum, yaitu konsentrasi hara dimana pertumbuhan tanaman menurun dan kadar hara terkecil yang ditemukan untuk menghasilkan produksi tinggi ( Tisdale et al. 1985). Munson dan Nelson (1990) menyatakan bahwa batasan batas kritis mempunyai beberapa pengertian yaitu: (1) kadar hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (2) kadar hara tanaman dimana cukup untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (3) titik dimana kadar hara tanaman berada 10 % lebih rendah dari pertumbuhan maksimum, (4) kadar hara tanaman dimana pertumbuhan tanaman mulai berkurang, dan (5) jumlah terendah dari suatu unsur dalam tanaman untuk menyertai produksi tertinggi. Munson dan Nelson (1990) telah menunjukkan bagaimana menetapkan batas kritis yaitu pada pusat daerah transisi sebelum terjadinya penurunan produksi atau pertumbuhan (biasanya dipakai titik belok 5 sampai 10% dari pertumbuhan atau produksi maksimum). Metode lain untuk penetapan batas kritis adalah dengan metode Cate dan Nelson. Metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan produksi atau pertumbuhan relatif. Kumpulan data tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah dari pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman.

22 EVALUASI KESUBURAN TANAH INCEPTISOL, ULTISOL, DAN ANDISOL UNTUK TANAMAN NENAS DENGAN MINUS ONE TEST ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa hara N, P, K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus. Disamping itu, juga untuk membuktikan adanya perbedaan pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Inceptisol Darmaga, Inceptisol Ciawi, Ultisol Jasinga, dan Andisol Ciapus. Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak utama terdiri atas empat perlakuan: J = Tanah Ultisol Jasinga, C = Tanah Andisol Ciapus, D = Tanah Inceptisol Darmaga, dan T = Tanah Inceptisol Ciawi. Sebagai anak petak adalah perlakuan minus one test hara N, P, K yang terdiri atas lima perlakuan: TP = Tanpa pupuk (kontrol), PK = Pupuk lengkap kurang N, NK = Pupuk lengkap kurang P, NP = Pupuk lengkap kurang K, NPK = Pupuk lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara N, P, K merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman nenas pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, sedangkan pada Inceptisol Ciawi adalah hara N. Tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga dan Inceptisol Ciawi membutuhkan dosis pupuk N, P, K yang berbeda untuk pertumbuhan tanaman nenas yang optimal. Tanaman nenas menunjukkan pertumbuhan yang berbeda pada tanah Ultisol Jasinga, Andisol Ciapus, Inceptisol Darmaga, dan Inceptisol Ciawi. Kata kunci : minus-one test, Inceptisol, Ultisol, Andisol. SOIL FERTILITY EVALUATION OF INCEPTISOL, ULTISOL AND ANDISOL FOR PINEAPPLE WITH MINUS ONE TEST ABSTRACT The objetives of this research was to prove the potential of N, P, K nutrients as limiting factors in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus on pineapple. Besides, it will be proved the potential differences of pineapple growth in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus. The research was conducted using split plot randomized blocked design with four main plots: J = Ultisol-Jasinga, C = Andisol-Ciapus, D = Inceptisol-Darmaga, and T = Inceptisol-Ciawi. While sub plot that Minus-One Test of N-P-K fertilizer apllied consisted of five treatments : TP = no fertilizer (control), PK = complete fertilizer without N, NK = complete fertilizer without P, NP = complete fertilizer without K, and NPK = complete fertilizer. The results showed that N, P and K nutrients were limited pineapple growth in Inceptisol- Darmaga, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus, but in Inceptisol-Ciawi was N. They were required different dosage of N-P-K fertilizer for obtaining the optimal growth of pineapple. Moreover, the pineapple growth in Inceptisol-Darmaga, Inceptisol-Ciawi, Ultisol-Jasinga, and Andisol-Ciapus was different. Key words: minus-one test, Inceptisol, Ultisol, Andisol.

23 31 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol adalah merupakan tanah-tanah pertanian utama di Indonesia (Subagyo et al. 2000). Tanah Ultisol mempunyai kemasaman tanah yang kurang dari 5.5 dan berkadar bahan organik rendah hingga sedang, kejenuhan basa kurang dari 35 persen dan kadar unsur hara terutama Ca, Mg, K, N dan P rendah. Permeabilitas rendah hingga baik, kapasitas tukar kation liat kurang dari 24 me/100 g, dan tanah peka terhadap erosi (Soepardi 1983). Inceptisol adalah tanah-tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, dengan kandungan mineral primer dan unsur hara rendah dan ph tanah antara 4.5 dan 5.5 serta mempunyai kandungan bahan organik yang relatif rendah (Dudal dan Soepraptohardjo 1957). Namun demikian, menurut Williams dan Yoseph (1974) sifat tanah Inceptisol umumnya baik, dengan agregasi yang stabil, struktur yang baik, dan solum yang dalam sebagai akibat intensitas hancuran iklim yang tinggi di daerah tropik, sehingga baik bagi perakaran tanaman. Tetapi hancuran iklim yang intensif ini, menyebabkan sifat kimia tanah Inceptisol kurang baik sehubungan dengan daya dukungnya terhadap pertumbuhan tanaman. Rendahnya basa-basa yang dapat dipertukarkan seperti Ca, Mg, K dan Na, tanah bersifat masam, rendahnya kadar bahan organik karena cepat terdekomposisi serta melepaskan basa-basa dalam senyawa organik yang merangsang pelarutan silikat, sedangkan pelarutan Fe, Al, dan Mn dapat mengakibatkan keracunan bagi tanaman (Soepardi 1983). Selanjutnya Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa tanah-tanah Inceptisol umumnya memerlukan pemupukan N, P, K, Ca, Mg dan mungkin beberapa unsur mikro tertentu. Andisol merupakan tanah yang kaya akan bahan organik, umumnya dapat mencapai lebih dari 10 sampai 25% terutama pada horizon permukaan. Bahan ini umumnya berperan dalam hal antara lain genesis tanah dan stabilitas struktur tanah (Van Djik 1971), meningkatkan kapasitas tukar kation dan daya menahan air, mengkelat logam-logam (reaksi kompleks, misalnya dengan Fe, Al, Cu, Zn, Mn dan lain-lain) dan membantu translokasi bahan dalam solum tanah (Alexander 1977). Kandungan unsur hara P dan K potensial tanah Andisol bervariasi,

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Tebu termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae dan ordo Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Karakterisitik Benih Kedelai Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji berkisar 18 g/ 100 biji. Warna kulit biji kuning muda dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

PENYUSUNAN REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P DAN K PADA TANAMAN NENAS (Ananas comosus (L) Merr.) SMOOTH CAYENNE BERDASARKAN STATUS HARA TANAH LA ODE SAFUAN

PENYUSUNAN REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P DAN K PADA TANAMAN NENAS (Ananas comosus (L) Merr.) SMOOTH CAYENNE BERDASARKAN STATUS HARA TANAH LA ODE SAFUAN PENYUSUNAN REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P DAN K PADA TANAMAN NENAS (Ananas comosus (L) Merr.) SMOOTH CAYENNE BERDASARKAN STATUS HARA TANAH LA ODE SAFUAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku

PEMBAHASAN UMUM Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Cara membangun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada TINJAUAN PUSTAKA Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada suatu wilayah atau daerah yang memang dalam pewilayahannya diperuntukkan sebagai areal utama pertanaman kedelai,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit menjadi pemimpin dalam penghasil minyak nabati dunia (2006), dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3 juta ton dari kernel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman dalam pot. Dari ribuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kolesom merupakan salah satu tanaman obat dari divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyftales, family Portulacaceae, genus Talinum dan spesies triangulare.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agronomis Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat ternyata budidayanya di Indonesia telah berkembang sangat pesat dan sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322

Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322 Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322 Esensialitas Hara bagi Tanaman Hara Esensial: Tanpa kehadiran hara tersebut maka tanaman tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapat digantikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biochar (Arang hayati) Istilah Biochar pertama kali di kemukakan oleh Peter Read untuk menyebut charcoal yang digunakan untuk bahan pembenah tanah. Biochar adalah bentuk stabil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions).

1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions). Hara esensial : 1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions). 2. Tanaman tidak akan sempurna siklus hidupnya tanpa adanya unsur tersebut (plant can not

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan suatu komoditas hortikultura yang

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan suatu komoditas hortikultura yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan suatu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi serta memiliki prospek yang cerah untuk dapat dikembangkan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci