FENOLOGI DAN STIMULASI PERKECAMBAHAN BENIH PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) DEVI RUSMIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FENOLOGI DAN STIMULASI PERKECAMBAHAN BENIH PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) DEVI RUSMIN"

Transkripsi

1 FENOLOGI DAN STIMULASI PERKECAMBAHAN BENIH PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) DEVI RUSMIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN berjudul: Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang FENOLOGI DAN STIMULASI PERKECAMBAHAN BENIH PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) Merupakan karya saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2010 Devi Rusmin NRP: A

3 ABSTRACT DEVI RUSMIN. Phenology and Stimulation of Pruatjan s Seed Germination (Pimpinella pruatjan Molk.). Under supervision of FAIZA C. SUWARNO as the leader, IRENG DARWATI, and SATRIYAS ILYAS as the committee members The an experiment was conducted at Gunung Putri Eksperimental Station and Plant Physiology Laboratory of Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute (IMACRI), from November 2008 to December The aim of experiment was to determine the optimum germination temperature and media for seed viability testing of Pimpinella pruatjan, to determine of Pimpinella pruatjan physiological seed maturity and to study its morphological structures. and to find out the best stimulation of seed germination for increasing seed viability and vigour of Pimpinella pruatjan. Three series of experiments were conducted to find, 1) The optimal temperature and media to germinate seed of P. pruatjan, 2) Phenologycal study of P. pruatjan s seed, and 3) The Effect of stimulation treatments on the seed viability and vigour of P. pruatjan. Results of the experiment showed that: (1) The stencil paper (CD) was the best germination medium on seed viability and vigor of P. pruatjan testing, based on seed germination percentace, vigour index, and germination speed on temperature C. The stencil paper (CD) was the best germination medium on seed viability and vigour of P. pruatjan testing, based on seed germination percentace, vigour index, and germination speed on temperature C. Germination temperature C was the optimum temperature on seed viability and vigour testing of P.pruatjan, based on seed germination percentace, and germination speed, (2) The physiological seed maturity on the first and third umbell of P. Pruatjan was achieved at 7 weeks after anthesis, and physiological seed maturity on the second umbell was achieved at 8 weeks after anthesis. Seed dry weight on the physiological seed maturity on the first, second and third umbells were 166,87; 158,20, and 141,35 mg/100 pericarp, respectively. Germination percentage and germination speed on the first, second and third umbells were 5,75 % and 0,22 %/etmal; 22,75 % and 0,94 %/etmal; 10,50 % and 0,38 %/etmal, respectively, and (3) seed incubation in 50 o C for 48 hours as stimulation treatments increased seed viability and vigour of P. pruatjan. Maximum growth potencial increased from 17,5 to 51,5 %, germination percentage increased from 8,5 to 51,5 %, dry weight of normal seedling increased from 3,359 to 23,977 mg, vigour index increased from 1,4 to 2,6 %, and germination speed increased from 0,28 to 1,74 %/etmal. Keywords: phenology, Pruatjan, seed, stimulation, viability, vigour,

4 RINGKASAN DEVI RUSMIN. Fenologi dan Stimulasi Perkecambahan Benih Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.). Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO sebagai ketua, IRENG DARWATI, dan SATRIYAS ILYAS sebagai anggota komisi Purwoceng merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan banyak dicari oleh industri-industri jamu. Tanaman purwoceng berkhasiat sebagai obat afrodisiak (meningkatkan gairah seksual pria), diuretik (melancarkan saluran air seni), dan tonik (meningkatkan stamina tubuh). Berdasarkan uji praklinik, ekstrak akar purwoceng mempunyai aktivitas androgenik dan estrogenik. Permasalahan dalam pengembangan tanaman ini antara lain adalah rendahnya viabilitas benih (<25 %). Berdasarkan permasalahan tersebut dilaksanakan suatu penelitian yang berjudul Fenologi dan Stimulasi Perkecambahan Benih Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) yang bertujuan untuk: (1) Mengetahui suhu dan media perkecambahan yang tepat dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, (2) Menentukan saat masak fisiologis benih purwoceng berdasarkan perubahan fisik dan fisiologis benih serta mempelajari struktur morfologi benih purwoceng, dan (3) Mengetahui metode stimulasi perkecambahan yang tepat untuk meningkatkan viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng. Percobaan penentuan suhu dan media perkecambahan benih purwoceng terdiri atas dua percobaan terpisah dan masing-masing disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap (RAL) satu faktor, dengan tiga ulangan. Percobaan terdiri dari: (1) Perkecambahan benih pada ruangan dengan dengan suhu C dan (2) Perkecambahan benih pada ruangan dengan suhu C. Perlakuan yang diuji untuk masing-masing percobaan adalah media perkecambahan yang terdiri atas lima jenis yaitu: (1) media kertas stensil yang dikenal juga dengan kertas CD (M1), (2) media pasir (M2), (3) media tanah (M3), (4) campuran media tanah dan kompos (1:1) (M4) dan (5) campuran media tanah, pasir dan kompos (1:1:1) (M5), sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan untuk masing-masing percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap viabilitas potensial meliputi: daya berkecambah, berat kering kecambah, dan dan vigor benih meliputi: indeks vigor, kecepatan berkecambah, dan laju pertumbuhan kecambah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: (1) Kertas stensil (CD) merupakan media yang terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh pada suhu C, (2) Kertas stensil (CD) juga merupakan media yang terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh pada suhu C, (3) Suhu C merupakan suhu terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng pada media kertas CD berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh. Dalam studi fenologi dan penentuan masak fisiologis benih purwoceng, dilakukan pengamatan sejak bunga mekar, hingga terbentuk buah dan mencapai masak dengan melihat perubahan setiap stadia perkembangan baik secara fisik maupun fisiologis. Pengamatan dilakukan dengan cara memberi label

5 pada setiap bunga (kumpulan bunga) yang mekar pada setiap cabang bunga dalam satu tanaman. Pengamatan atau pengambilan sampel benih dilakukan setiap minggu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 minggu setelah antesis (MSA). Pengambilan sampel benih dipisah berdasarkan tahap muncul kelompok bunga (payung) yaitu: payung yang muncul pertama (primer), kedua (sekunder) dan ketiga (tersier). Pemisahan pengambilan sempel berdasarkan kelompok bunga (payung) bertujuan untuk mendapatkan tingkat kemasakan dan ukuran benih yang seragam. Jumlah tanaman yang diamati adalah sebanyak 100 tanaman. Setiap bunga yang mekar ditandai dan diamati sesuai dengan umur yang sudah ditetapkan. Pengamatan sampel bunga dan pemanenan benih dilakukan secara acak pada tiap tanaman, dengan 4 ulangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: Masak fisiologis benih pada tiga kelompok bunga (payung) berbeda-beda. Masak fisiologis benih dari payung pertama dan ke tiga, berada sekitar umur 7 MSA, dan pada payung ke dua berada sekitar umur 8 MSA. Berat kering benih pada saat masak fisiologis pada payung pertama, ke dua dan ke tiga berturut-turut adalah 166,87, 158,20, dan 141,35 mg/100 buah. Daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada saat masak fisiologis pada payung pertama, ke dua dan ke tiga, masing-masing sebesar 5,75 % dan 0,22 %/etmal; 22,75 % dan 0,94 %/etmal, serta 10,50 % dan 0,38 %/etmal. Percobaan Pengaruh Perlakuan Stimulasi Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Purwoceng. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor, dengan tiga ulangan. Faktor yang diuji adalah perlakuan stimulasi perkecambahan yang terdiri atas dua belas taraf yaitu: (1) T1= kontrol, (2) T2= stratifikasi suhu 5-10 C (2 minggu), (3) T3= stratifikasi suhu 10 C (4 minggu), (4) T4= simpan kering suhu ruang (2 minggu), (5) T5 = simpan kering suhu ruang (4 minggu), (6) T6 = pencucian dengan air mengalir (24 jam), (7) T7= pencucian dengan air mengalir (48 jam), (8) T8 = imbibisi dengan GA ppm (24 jam), (9) T9= imbibisi dengan GA ppm (24 jam), (10) T10= imbibisi dengan GA ppm, (24 jam), (11) T11= imbibisi dengan KNO 3 0,2 % (24 jam), (12) T12= pemanasan suhu 50 C (24 jam), dan (13) T13 = pemanasan suhu 50 C (24 jam). Pengamatan dilakukan terhadap viabilitas total dengan peubah potensi tumbuh maksimum, viabilitas potensial meliputi: daya berkecambah dan berat kering kecambah normal, dan vigor benih meliputi: indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: perlakuan stimulasi perkecambahan dengan pemanasan suhu 50 C selama 48 jam meningkatkan viabilitas total, viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng dengan nilai tertinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat dari 17,5 menjadi 51,5 %, daya berkecambah meningkat dari 8,5 menjadi 51,5 %, berat kering kecambah normal meningkat dari 3,359 menjadi 23,977 mg, indeks vigor meningkat dari 1,4 menjadi 2,6 %, dan kecepatan tumbuh benih meningkat dari 0,28 menjadi 1,74 %/etmal. Kata kunci: fenologi, Pruatjan, benih, stimulasi, viabilitas, vigor

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 FENOLOGI DAN STIMULASI PERKECAMBAHAN BENIH PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) DEVI RUSMIN Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu dan Teknologi Benih SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc.

9 Judul Tesis : Fenologi dan Stimulasi Perkecambahan Benih Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) Nama : Devi Rusmin NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. Ketua Dr. Ir. Ireng Darwati Anggota Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Anggota Diketahui Koordinator Mayor Ilmu dan Teknologi Benih Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S. Tanggal Ujian: 15 Juli 2010 Tanggal Lulus:

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanah Datar, Sumatera Barat pada tanggal 16 Mei 1967 dari pasangan Alm. R. Dt. Madjo Basa (ayah) dan Almh. Aminah (ibu). Penulis merupakan putri ke-5 dari enam bersaudara. Pada tahun 1986 penulis lulus dari SMAN I Bukittinggi, dan pada tahun yang sama penulis lulus masuk Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Program Studi Teknologi Benih melalui ujian seleksi Sipenmaru. Pada tahun 1994 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Pada tahun 1996 sampai sekarang penulis diangkat menjadi tenaga peneliti di bidang Teknologi Benih dan saat ini telah menduduki jenjang Peneliti Muda di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Pada tahun 2007 penulis ditugaskan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di Mayor ITB, Program Pascasarjana IPB.

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan izin- Nya karya ilmiah dengan judul Fenologi dan Stimulasi Perkecambahan Benih Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.), yang telah dilaksanakan sejak bulan November 2008 sampai dengan Desember 2009 berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai sebagai salah satu syarat kelulusan di Sekolah Pascasarjana IPB, yang memuat antara lain, latar belakang dilakukannya penelitian, tinjauan pustaka, bahan dan metode serta hasil dan pembahasan yang didukung oleh literatur yang terkait. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS., Dr. Ir. Ireng Darwati dan Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. selaku pembimbing dan Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis tujukan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan biaya studi, kepada Dr. Yudiwanti W, MS. sebagai penanggung jawab proyek penelitian KKP3T yang telah mendanai penelitian ini, kepada staf pengajar major ITB yang telah banyak menyumbangkan ilmunya dan staf kebun percobaan Gunung Putri yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada suami dan anakanak tercinta atas doa, dorongan dan kasih sayangnya. Semoga dengan telah tersusunnya karya penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2010 Devi Rusmin

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi vii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang. 1 Tujuan Percobaan. 3 TINJAUAN PUSTAKA... Morfologi Tanaman Purwoceng... Perkembangan dan Pemasakan Benih... Perkecambahan Benih dan Sifat Dormansi... Berbagai Perlakuan Stimulasi Perkecambahan PENENTUAN SUHU MEDIA PERKECAMBAHAN BENIH PURWOCENG Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan STUDI FENOLOGI DAN PENENTUAN MASAK FISIOLOGIS BENIH PURWOCENG Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan PENGARUH PERLAKUAN STIMULASI PERKECAMBAHAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PURWOCENG Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan... 60

13 PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA... 66

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pada percobaan pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial: daya berkecambah (DB), dan berat kering kecambah normal (BKKN); vigor: indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (K CT ), dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) benih purwoceng pada suhu C Rekapitulasi hasil sidik ragam pada percobaan pengaruh media pada suhu perkecambahan C Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial: daya berkecambah (DB), dan berat kering kecambah normal (BKKN); vigor: indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (K CT ), dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) benih purwoceng pada suhu C Hasil uji nilai tengah (uji T) pengaruh perkecambahan benih purwoceng pada suhu C dan suhu C dengan menggunakan media kertas stensil (CD) terhadap viabilitas potensial dan vigor Perkembangan bunga majemuk purwoceng Perkembangan buah purwoceng berdasarkan perubahan morfologi pada berbagai stadia Rekapitulasi hasil sidik ragam pada percobaan pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng Pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap viabilitas total: potensi tumbuh maksimum (PTM), dan viabilitas potensial: daya berkecambah (DB), dan berat kering kecambah normal (BKKN) benih purwoceng Pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap vigor: indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (K CT) dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) benih purwoceng... 57

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan Alir Penelitian Proses perkembangan kecambah benih purwoceng: (a) 0 hari, (b) hari, (c) hari, (d) hari, (e) dan (f.) hari Kriteria kecambah: (a) kecambah normal, dan (b) kecambah abnormal Grafik perkecambahan kumulatif dan pertambahan setiap hari dari benih purwoceng untuk menentukan hitungan I dan hitungan ke-ii Perkembangan bunga purwoceng : (a) tandan bunga mulai muncul pada ujung pelepah daun (stadia 1), (b) tandan bunga berumur 3-4 hari setelah muncul tandan (HSMT), (c) kuncup bunga muncul (HSMT), (d) kuncup bunga mulai membesar (14-15 HSMT), (e) bunga majemuk belum mekar (19-20 HSMT), (f) bunga majemuk mulai mekar (antesis) HSMT Bentuk dan posisi bunga purwoceng: (a) Posisi payung pertama, ke dua dan ke tiga dalam satu tandan bunga, (b.) kelompok bunga purwoceng (payung), yang terdiri dari beberapa anak payung, (b) bunga mekar tidak merata dalam anak payung Buah dan benih purwoceng: (a) posisi benih dalam bunga majemuk (b) benih purwoceng segar dan (c) benih purwoceng kering Perkembangan buah Purwoceng: (a) buah umur 1 MSA, (b) buah umur 5 MSA, dan (c) buah umur 7 MSA Grafik perubahan kadar air (KA) (%) x 4, berat basah (BB) (mg) dan berat kering benih (BK) (mg) selama perkembangan benih pada payung pertama Grafik perubahan kadar air (KA) (%) x 4, berat basah (BB) (mg) dan berat kering benih (BK) (mg) selama perkembangan benih pada payung ke dua Grafik perubahan kadar air (KA) (%) x 4, berat basah (BB) (mg) dan berat kering benih (BK) (mg) selama perkembangan benih pada payung ke tiga Daya berkecambah benih purwoceng pada berbagai stadia umur benih (%)... 44

16 13 Berat kering kecambah normal benih purwoceng pada berbagai stadia umur benih (%) Indeks vigor benih purwoceng pada berbagai stadia umur benih (%) Kecepatan tumbuh benih purwoceng pada berbagai stadia umur benih (%/etmal) Laju pertumbuhan kecambah benih purwoceng pada berbagai stadia umur benih (mg/kn) Hasil pengujian daya berkecambah benih purwoceng pada berbagai stadia umur benih... 48

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Contoh kertas stensil/cd yang digunakan Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap daya berkecambah benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap daya berkecambah benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap indeks vigor benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap kecepatan tumbuh benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap laju pertumbuhan kecambah benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap daya kecambah benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap berat kering kecambah normal benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap indeks vigor benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap kecepatan tumbuh benih purwoceng... 73

18 11 Hasil sidik ragam pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C terhadap laju pertumbuhan kecambah benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap potensi tumbuh maksimum benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap daya berkecambah benih purwoceng... Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap berat kering kecambah normal benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap indeks vigor benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap kecepatan tumbuh benih purwoceng Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan stimulasi perkecambahan terhadap laju pertumbuhan kecambah benih purwoceng... 75

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan tanaman herba tahunan dari famili Apiaceae, yang hidup secara endemik pada habitat dengan ketinggian m dari permukaan laut. Tanaman ini merupakan tanaman obat asli Indonesia yang dulunya banyak dijumpai di daerah pegunungan seperti Dataran Tinggi Dieng dan Gunung Lawu di Jawa Tengah, Gunung Pangrango dan Gunung Galunggung di Jawa Barat, serta di Pegunungan Tengger dan Iyang di Jawa Timur (Heyne 1987). Tanaman purwoceng berkhasiat sebagai obat afrodisiak (meningkatkan gairah seksual pria), diuretik (melancarkan saluran air seni), dan tonik (meningkatkan stamina tubuh). Berdasarkan uji praklinik, ekstrak akar purwoceng mempunyai aktivitas androgenik dan estrogenik (Caropeboka 1980; Kosin 1992; Taufiqqurrachman 1999; dan Juniarto 2004). Purwoceng merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan banyak dicari oleh industri-industri jamu. Selain penyediaan bahan baku jamu (segar maupun kering), bibitnya juga banyak dicari oleh berbagai instansi pemerintah, kelompok tani dan industri jamu. Permintaan rutin dari suatu industri jamu terhadap bahan baku jamu (segar maupun kering) mencapai kg/bulan, padahal kemampuan petani hanya dapat memasok sekitar 40 50kg/bulan. Belum terpenuhinya permintaan akan komoditas ini disebabkan karena langkanya sumber bibit dan keterbatasan lahan yang sesuai. Langkanya budidaya di tingkat petani disebabkan antara lain oleh sulitnya membudidayakan purwoceng di luar habitatnya karena tanaman ini membutuhkan persyaratan agroklimat tertentu (Yuhono 2004). Salah satu usaha untuk mengembangkan tanaman purwoceng adalah dengan cara membudidayakan tanaman purwoceng pada daerah-daerah yang mempunyai faktor lingkungan yang hampir sama dengan habitat aslinya. Namun demikian pengembangan tanaman tersebut sampai saat ini belum terlaksana dengan baik karena belum tersedianya teknologi budidaya yang optimal, termasuk penyediaan bahan tanaman (benih) unggul bermutu tinggi.

20 2 Tanaman purwoceng umumnya diperbanyak dengan cara generatif (benih). Pada kondisi optimal tanaman mulai berbuah pada umur 5-6 bulan setelah tanam, dan dalam satu rumpun dapat menghasilkan benih dalam jumlah ribuan dengan daya berkecambah yang sangat rendah (<20 %) dan waktu rata-rata berkecambah antara 1 2 bulan (Sukarman et al. 2006), sedangkan untuk pengembangan tanaman secara komersial, dengan skala yang luas tentu membutuhkan benih yang bermutu tinggi dan mempunyai pertumbuhan yang seragam di lapang. Menurut Sukarman et al. (2006), rendahnya daya berkecambah benih purwoceng ini diduga karena adanya fenomena dormansi pada benih purwoceng, akan tetapi faktor-faktor penyebab dormansi dari benih purwoceng belum diketahui. Benih dari tanaman famili Apiaceae pada umumnya mempunyai daya berkecambah yang rendah, dan penyebab rendahnya daya berkecambah dari famili Apiaceae tersebut berbeda-beda setiap tanaman. Pada tanaman Pimpinella anisum rendahnya daya berkecambah benih disebabkan oleh adanya inhibitor pada benih Coriandum sativum L. (Zulkarnain 1994). Pada benih Apium graveolens L., benih mempunyai embrio yang sangat kecil yang berada di ujung mikropilar benih, dan dikelilingi oleh endosperma yang relatif besar (Leubner 2005). Selanjutnya Galmes et al. (2006) mengemukakankan bahwa Pimpinella bicknelli yang merupakan tanaman herbal annual bersifat endemik mempunyai daya berkecambah yang rendah <50 % dengan lama dormansi berkisar antara hari. Sampai saat ini informasi tentang perbenihan purwoceng seperti metode pengujian benih (penentuan suhu dan media perkecambahan), penentuan masak fisiologis, dan perlakuan stimulasi perkecambahan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih purwoceng belum diketahui. Suhu merupakan salah satu syarat perkecambahan yang sangat penting di samping faktor air, cahaya dan oksigen. Pengaruh suhu terhadap perkecambahan di antaranya adalah: menentukan kapasitas dan kecepatan berkecambah, mematahkan dormansi primer dan sekunder dan mendorong terjadinya dormansi sekunder. Media perkecambahan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan. Pemilihan jenis media perkecambahan yang tepat sangat penting dalam pengembangan prosedur pengujian viabilitas benih, agar metode pengujian dapat distandarisasi.

21 3 Tingkat kemasakan benih saat panen sangat mempengaruhi keragaman viabilitas benih. Pemanenan benih sebelum masak atau lewat masak berperan menurunkan kualitas benih seperti kerusakan secara fisik maupun fisiologis. Benih yang dipanen pada umur yang berbeda akan menghasilkan viabilitas benih yang berbeda. Benih yang belum masak telah mampu berkecambah tetapi vigornya rendah dan bibit yang dihasilkan lebih pendek dan lebih lemah dari benih yang dipanen pada saat masak fisologi. Benih yang terlambat dipanen akan mengalami penurunan berat kering dan vigor karena pengaruh deraan cuaca di lapang. Metode stimulasi perkecambahan dapat dilakukan berdasarkan pada faktor penyebab rendahnya viabilitas benih. Stimulasi perkecambahan dapat dilakukan dengan penggunaan hormon diantaranyai GA 3, dan bahan kimia KNO 3. Selain penggunaan hormon dapat juga digunakan perlakuan stratifikasi benih dengan suhu tinggi, suhu rendah dan penyimpanan dalam kondisi kering (Copeland dan McDonald 1995; Khan 1977). Tujuan Percobaan Percobaan ini dilakukan dengan tujuan: (1) Mengetahui suhu dan media perkecambahan yang tepat dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, (2) Menentukan saat masak fisiologis benih purwoceng berdasarkan perubahan fisik dan fisiologis benih serta mempelajari struktur morfologi benih purwoceng dan (3) Mengetahui metode stimulasi perkecambahan yang tepat untuk meningkatkan viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng.

22 4 Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.. Percobaan I Penentuan Suhu dan Media Perkecambahan Benih Purwoceng Percobaan II Studi Fenologi dan Penentuan Masak Benih Purwoceng Percobaan III Pengaruh Perlakuan Stimulasi Perkecambahan.terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Purwoceng Pengamatan viabilitas potensial dan vigor Pengamatan - kadar air benih - berat kering benih - morfologi - viabilitas dan vigor Pengamatan viabilitas potensial dan vigor Suhu dan media perkecambahan yang terbaik untuk pengujian benih Masak fisiologis benih Metode stimulasi perkecambahan yang tepat Gambar 1 Bagan alir penelitian

23 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Purwoceng Tanaman purwoceng termasuk famili Apiaceae, marga Pimpinella dan jenis Pimpinella pruatjan Molk., sinonim Pimpinella alpina Kds. Purwoceng merupakan tanaman terna perenial dengan habitus tanaman berbentuk roset. Tajuk tanaman menutupi permukaan tanah hampir membentuk bulatan dengan diameter tajuk berkisar cm setiap tanaman. Tangkai daun tumbuh rapat menutupi batang tanaman, sehingga batang tanaman tidak terlihat. Jumlah tangkai daun berkisar antara buah/tanaman dengan jumlah tangkai daun berkisar cm. Warna pangkal tangkai daun merah kecokelatan dan merah kehijauan tergantung jenisnya (Rahardjo 2005). Apiaceae adalah famili yang tersebar dengan luas di dunia, yang terdiri dari 455 genera dengan lebih dari 3500 spesies (Baranski et al. 2005; Davila et al. 2002). Famili Apiaceae mempunyai karakter bunga dengan tingkat ketidak seragaman yang tinggi dengan bunga berbentuk kecil dan berkumpul dalam satu payung (kelompok bunga) (Davila et al. 2002). Purwoceng mempunyai daun majemuk yang menyirip ganjil, dengan anak daun tumbuh di sepanjang tangkai daun dengan kedudukan saling berhadapan. Pada ujung tangkai daun tumbuh daun tunggal. Bentuk anak daun membulat dengan pinggiran bergerigi, warna permukaan daun hijau dan permukaan bawah daun hijau keputihan (Rahardjo 2005). Tanaman purwoceng mempunyai akar tunggang, dengan akar bagian pangkal semakin lama akan bertambah ukurannya dan membentuk umbi seperti gingseng kemudian akar-akar rambut keluar di ujung-ujung akar tunggang (Rahardjo 2005). Tanaman purwoceng mulai berbunga pada umur 5 6 bulan setelah tanam, tangkai bunga keluar pada bagian ujung tanaman, dengan bunga majemuk membentuk payung. Purwoceng merupakan tanaman dataran tinggi, yaitu tumbuh pada ketinggian m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman tumbuh subur pada ketinggian sekitar 2000 m dpl dengan kondisi tanah yang subur dan gembur, RH udara berkisar

24 % serta curah hujan di atas 4000 mm/tahun. Untuk pertumbuhan selain memerlukan tanah yang gembur dan subur, juga diperlukan tanah yang kaya bahan organik dengan ph tanah 5,7 6,0. Tanaman tidak tumbuh dengan baik pada tanah yang bertekstur liat. Untuk tanah yang kurang subur perlu dilakukan pemupukan terutama pupuk organik. Dari hasil penelitian terakhir membuktikan bahwa purwoceng dapat tumbuh baik pada ketinggian hingga 1500 m dpl dengan suhu udara 15,5 25,8 ºC dan kelembaban 60 90% (Rahardjo 2005). Perkembangan dan Pemasakan Benih Secara umum perkembangan benih dimulai dari terbentuknya zigot sampai benih masak yang terdiri atas tiga fase yaitu: fase histodiferensiasi, fase akumulasi asimilat dan fase pemasakan (Goldsworthy 1984; Bewley and Black 1994). Pada fase pertama ini terjadi pembelahan sel yang giat, baik pembelahan sel zigot untuk membentuk embrio maupun pembelahan sel endorperma primer untuk membentuk endosperma. Akibat dari pembentukan sel-sel baru ini ovule mengalami pertambahan berat kering. Walaupun terjadi penambahan berat kering dalam fase ini, tetapi jumlahnya masih sedikit yaitu ±10% dari berat kering akhir dan penambahan berat kering terjadi secara lambat. Fase pertama ini berakhir setelah pembelahan sel terhenti dan diferensiasi pembentukan embrio juga sudah sempurna (matang morfologis). Kadar air benih pada fase ini berkisar 80 85%. Fase ke dua merupakan periode penumpukan cadangan makanan (asimilat) atau periode pengisian benih yang efektif. Pada fase ini terjadi pembesaran sel dan hasil-hasil fotosintesis ditranslokasikan ke dalam benih yang sedang berkembang, sehingga terjadi penambahan berat kering dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang cepat (penambahan berat kering ± 80%). Berat basah relatif stabil, laju penurunan kadar air berkurang pada saat benih mendekati berat kering maksimum (Goldsworthy 1984; Bewley dan Black 1994). Pada akhir fase ke dua ini benih mencapai berat kering maksimum, dan pada saat tersebut benih sudah mencapai matang fisiologis (physiologycal maturity) (Goldsworthy 1984). Fase ke tiga merupakan fase pemasakan benih, pada fase ini benih sudah merupakan individu bebas dimana benih pada saat tersebut sudah tidak tergantung

25 7 pada tanaman induknya. Proses yang utama pada fase ini adalah penurunan kadar air benih yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Goldsworthy 1984). Perubahan yang terjadi selama perkembangan benih adalah perkembangan secara morfologi, perubahan berat dan perubahan secara kimiawi (Copeland dan McDonald 1995). Selama perkembangan benih terutama pada saat akumulasi cadangan makanan juga terjadi perubahan terhadap kandungan kimia penting lainnya yaitu hormon atau zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin, sitokinin dan ABA. Kandungan auksin mencapai puncak pada benih yang sedang berkembang kemudian berkurang dengan jumlah yang relatif sedikit pada saat benih masak. Giberelin pada stadia awal perkembangan benih terdapat dalam bentuk aktif dan berubah menjadi bentuk tidak aktif pada benih masak. Kandungan sitokinin meningkat selama perkembangan benih, terutama pada saat jaringan benih sedang tumbuh dan kemudian jumlahnya menurun seiring dengan kemasakan benih. Seperti pada hormon lainnya, kandungan ABA mencapai puncak selama perkembangan benih dan kemudian menurun dengan cepat pada saat pengeringan benih (Bewley dan Black 1994). Hormon endogen tersebut berperan dalam perkembangan benih dan kemungkinan terlibat dalam beberapa proses seperti pertumbuhan dan perkembangan benih, akumulasi cadangan makanan, pertumbuhan dan perkembangan jaringan, dan cadangan makanan untuk perkecambahan dan pertumbuhan bibit. Indikasi kemasakan buah secara fisiologi dikenali dari perubahan morfologi, fisik dan biokimia buah. Kemasakan buah secara fisiologis seringkali digambarkan dengan ciri buah seperti warna, ukuran dan kadar air buah (Castellani dan Aquiar 2001). Penentuan kemasakan benih dapat dilakukan dengan cara memperhatikan warna buah, bau, kekerasan kulit buah atau benih, rontoknya buah atau benih dan pecahnya buah. Tolok ukur yang objektif untuk menentukan tingkat kemasakan yaitu berdasarkan berat kering dan vigor (Sadjad 1980). Menurut Suhartanto (2002) bahwa kandungan klorofil pada benih juga dapat digunakan sebagai penciri masak fisiologis pada benih tomat. Kandungan klorofil benih berkorelasi negatif dengan daya berkecambah sampai tahap akhir periode pemasakan benih

26 8 Perkecambahan Benih dan Sifat Dormansi Perkecambahan, secara morfologi didefinisikan sebagai transformasi dari bentuk embrio menjadi kecambah, secara fisiologi perkecambahan merupakan permulaan dari proses metabolisme dan pertumbuhan yang diawali dengan kondisi yang mendorong dimulainya transkripsi genom, secara biokimia perkecambahan merupakan serangkaian proses lintasan oksidatif dan sintetik (Khan 1977). Perkecambahan secara umum merupakan serangkaian kejadian yang dimulai dari proses imbibisi, aktivasi enzim, inisiasi pertumbuhan embrio, retak/pecahnya kulit benih dan terakhir munculnya kecambah (Copeland dan McDonald 1995). Menurut Bewley dan Black (1994), terdapat tiga fase pola penyerapan air selama perkecambahan benih. Fase pertama disebut fase imbibisi, pada fase ini air diserap oleh benih, baik benih dorman, benih non dorman, benih viabel dan benih non viabel. Proses ini berlangsung karena adanya perbedaan potensial air antara benih dengan air yang sangat besar. Fase ke dua atau lag phase adalah periode mulai aktifnya metabolisme sebagai persiapan untuk perkecambahan pada benih non dorman yang viabel. Fase ke tiga atau fase pertumbuhan hanya terjadi pada benih non dorman yang viabel, ditandai dengan munculnya radikula dan diikuti dengan proses pembelahan sel yang ekstensif, peningkatan laju penyerapan air dan perombakan cadangan makanan. Benih dorman secara umum digambarkan sebagai suatu kondisi dimana benih tidak mampu berkecambah sekalipun pada lingkungan yang mendukung untuk perkecambahan. Secara alamiah dormansi benih merupakan suatu mekanisme benih untuk mempertahankan viabilitasnya pada kondisi yang kurang menguntungkan. Menurut Mayer dan Mayber (1982), dormansi benih adalah suatu keadaan dimana benih tidak mampu berkecambah walaupun kondisi untuk perkecambahan (air, suhu, komposisi gas, dan cahaya) berada dalam keadaan optimum. Ellis, Hong dan Robert (1985) menyatakan bahwa dormansi benih dapat dikategorikan menjadi tujuh kelompok yaitu: (1) ecological dormancy, (2) hardseednes, (3) enforced dormancy, (4) induced dormancy, (5) water sensitivity, (6) embryo dormancy dan (7) innate dormancy. Dormansi yang diakibatkan oleh kelembaban yang kurang memenuhi syarat disebut ecological dormancy, sedangkan hardseedness disebabkan oleh kulit benih yang keras sehingga benih tidak dapat

27 9 mengimbibisi air. Enforced dormancy yaitu dormansi yang disebabkan oleh faktor lingkungan dimana benih dapat berkecambah jika faktor penghambat tersebut dihilangkan, induced dormancy yaitu dormansi karena salah satu faktor lingkungan dan apabila dikembalikan pada keadaan semula benih tetap dorman, dan innate dormancy yaitu dormansi yang terjadi sejak benih masih ada di tanaman induk. Water sensitivity yaitu benih tidak dapat berkecambah karena peka terhadap kelembaban tinggi dan tidak menunjukkan kerusakan pada kotiledon apabila diuji dengan tetrazolium sedangkan embryo dormancy yaitu dormansi yang disebabkan oleh embrio benih tidak dapat tumbuh atau berkembang karena adanya inhibitor dari kotiledon yang menghambat perkecambahan benih. Dormansi mungkin dikendalikan oleh keseimbangan antara hormon perangsang pertumbuhan dan hormon penginduksi dormansi yang ada di dalam organ yang sama. Di dalam hipotesis Khan (1977) dikemukakan bahwa terdapat keseimbangan promotor dan inhibitor dalam merangsang perkecambahan, yaitu: (1) hormon giberelin harus ada dalam semua kondisi tetapi aktivitasnya dapat dihambat oleh inhibitor, (2) hormon sitokinin dapat menutupi peran inhibitor, dan (3) jika tidak ada inhibitor sitokinin tetap berperan. Bewley dan Black (1994) mengemukakan bahwa di samping dormansi mempunyai dasar genetik, faktor lingkungan dapat menjadi pembatas terhadap derajat dormansinya. Derajat dormansi juga dipengaruhi oleh status hormonal yang disintesis selama proses perkembangan dan pemasakannya. Inhibitor dalam benih yang dibentuk pada fase pemasakan menyebabkan benih yang lebih masak mempunyai derajat dormansi yang lebih tinggi. Penelitian-penelitian tentang dormansi benih khususnya dari golongan serealea telah banyak dilakukan seperti pada tanaman padi, dan barley. Dormansi pada benih barley, dan benih sereal daerah iklim temperate lainnya, dinyatakan sebagai ketidakmampuan dari benih yang baru dipanen untuk berkecambah pada suhu >20 ºC, tetapi bisa berkecambah pada suhu yang relatif rendah (10-20 C) (Lenoir et al. 1986; Corbineau dan Come 1996). Dormansi pada benih barley juga terlihat di bawah kontrol ABA (Benech- Arnold et al. 2006). Giberelin bisa mengatasi dormansi pada sereal dan terlihat

28 10 tidak secara langsung terlibat dalam mengontrol dormansi, tetapi berperanan penting dalam menstimulir perkecambahan, dengan menurunkan level ABA (Bewley 1997). Dormansi morfologi dan fisiologi pada benih Chaerophyllum temulum (famili Apiaceae) dapat dipatahkan dengan perlakuan stratifikasi pada suhu 5 ºC, dimana benih bisa berkecambah pada rentang suhu yang luas. Peningkatan konsentrasi GA 3 dapat meningkatkan daya berkecambah, akan tetapi pemberian GA 3 tidak dapat menggantikan perlakuan stratifikasi dingin pada benih yang dikecambahkan pada suhu 23 ºC (Vandelook et al. 2007). Menurut Schutte and Knee (2005), benih Eryngium yuccifolium M. (Apiaceae) mempunyai dormansi yang disebabkan oleh embrio yang rudimenter yang tersimpan dalam endosperma, testa dan pericarp, dan perkecambahan hanya terjadi pada suhu 25 ºC. Berbagai Perlakuan Stimulasi Perkecambahan Pada prinsipnya terdapat dua metode stimulasi perkecambahan berdasarkan sifat dormansinya, yaitu dormansi eksogenus dan dormansi endogenus. Pada dormansi eksogenus umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan skarifikasi kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengampelasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan pada bagian tertentu dari benih. Perendaman benih atau perlakuan skarifikasi kimiawi biasa dilakukan dengan menggunakan air panas dan dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H 2 SO 4 dan HCl), alkohol dan H 2 O 2 yang bertujuan untuk merusakkan atau melunakkan kulit benih. Penggunaan hormon seperti GA 3, etilen dan sitokinin serta bahan kimia KNO 3 merupakan perlakuan pematahan dormansi pada kasus dormansi endogenus. Selain penggunaan hormon dapat juga digunakan perlakuan stratifikasi benih dengan suhu tinggi, suhu rendah maupun perlakuan suhu berganti. Perlakuan stratifikasi secara tidak langsung berperan dalam memperbaiki keseimbangan hormon dan mempengaruhi metabolisme benih. Potasium nitrat (KNO 3 ) merupakan bahan kimia yang umum digunakan dalam merangsang perkecambahan benih. Menurut Mayer dan Mayber (1982), larutan KNO 3 dapat merangsang perkecambahan benih yang mengalami dormansi. Rangsangan ini tergantung pada konsentrasi yang diberikan.

29 11 Giberelin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh pada tanaman (fitohormon) yang mempunyai peranan dalam mempercepat proses perkecambahan benih. Weiss dan Ori (2007) menyebutkan bahwa salah satu efek fisiologis dari giberelin adalah mendorong aktivitas enzim-enzim hirolitik pada proses perkecambahan benih. Selama proses perkecambahan benih, embrio yang sedang berkembang melepaskan giberelin ke lapisan aleuron. Giberelin tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi beberapa gen penanda enzim-enzim hidrolitik diantaranya α-amilase. Kemudian enzim tersebut masuk ke endosperma dan menghidrolisa pati dan protein sebagai sumber makanan bagi perkembangan embrio.

30 12 PENENTUAN SUHU DAN MEDIA PERKECAMBAHAN BENIH PURWOCENG ABSTRAK Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Gunug Putri dan Laboratorium Fisiologi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei Percobaan bertujuan: mengetahui suhu dan media perkecambahan yang tepat dalam pengujian daya berkecambah benih purwoceng. Percobaan disusun dalam dua percobaan dengan suhu perkecambahan yang berbeda, secara terpisah: (1) Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng pada suhu C, dan (2) Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng pada suhu C. Rancangan yang digunakan untuk masing-masing percobaan adalah rancangan acak lengkap satu faktor (RAL), dengan tiga ulangan. Faktor yang diuji untuk masing-masing percobaan adalah media perkecambahan yang terdiri dari lima jenis media. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: (1) Kertas stensil (CD) merupakan media yang terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh pada suhu C, (2) Kertas stensil (CD), juga merupakan media yang terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh pada suhu C, (3) Suhu C merupakan suhu terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng pada media kertas stensil (CD) berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh, dengan nilai masing-masing 44,0 % dan 1,94 %/etmal. Kata kunci: suhu, media, perkecambahan, Pruatjan

31 13 ABSTRACT The experiment was conducted at Gunung Putri Experimental Station and Plant Physiology Laboratory of Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute (IMACRI), from March to May The aim of the experiment was to study the optimum germination temperature and media for seed viability testing of Pimpinella pruatjan. Two experiments were carriout based on germination temperature, separately. The first experiment was effect of germination medium on seed viability and vigour of Pimpinella pruatjan s seed at germination temperature C, and the second was effect of germination media on seed viability and vigour of Pimpinella pruatjan seed at germination temperature C. Each experiments was arranged in a Completely Randomized Design with five germination media and three replications. Results of the experiment showed that: (1) The stencil paper (CD) was the best germination medium on seed viability and vigor of P.pruatjan testing, based on seed germination percentace, vigour index, and germination speed on temperature C, (2) The stencil paper (CD) was the best germination medium on seed viability and vigor of P.pruatjan testing, based on seed germination percentace, vigour index, and germination speed on temperature C, (3) Germination temperature C was the optimum temperature on testing of seed viability and vigor of P.pruatjan, based on seed germination percentace (44,0 %), and germination speed (1.94 %/etmal). Keywords: temperature, medium, germination, Pruatjan

32 14 PENDAHULUAN Suhu merupakan salah satu syarat perkecambahan yang sangat penting di samping faktor air, cahaya dan oksigen. Pengaruh suhu terhadap perkecambahan di antaranya adalah: menentukan kapasitas dan kecepatan berkecambah, mematahkan dormansi primer dan sekunder dan mendorong terjadinya dormansi sekunder. Suhu mempunyai peranan penting dalam proses perkecambahan karena suhu mempengaruhi berbagai reaksi kimia yang terjadi selama proses perkecambahan benih. Dalam hal ini suhu berfungsi dalam mengaktifkan kerja enzim yang berperan dalam proses perkecambahan. Copeland dan McDonald (1994) menyebutkan bahwa proses imbibisi, hidrolisis cadangan makanan, respirasi dan proses-proses lainnya mempunyai suhu kardinal yang berbeda-beda, sehingga respon terhadap suhu bisa berubah selama periode perkecambahan. Suhu minimum adalah suhu paling rendah benih masih bisa berkecambah, di bawah suhu tersebut benih tersebut sudah tidak bisa berkecambah. Suhu optimum adalah suhu perkecambahan terjadi paling cepat dan memberikan persentase perkecambahan tertinggi. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi benih masih berkecambah, di atas suhu maksimum benih tidak bisa berkecambah lagi. Nilai suhu kardinal ini berbeda-beda tergantung kepada spesies, varietas, daerah penanaman, umur setelah panen dan kondisi dari benih tersebut. Media perkecambahan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan. Persyaratan media perkecambahan yang baik harus mempunyai sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerab air dan bebas dari organisme penyebab penyakit. Pemilihan jenis media perkecambahan yang tepat sangat penting dalam pengembangan prosedur pengujian viabilitas benih, agar metode pengujian dapat distandarisasi. Berdasarkan hal tersebut telah dilakukan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui suhu dan media perkecambahan yang tepat dalam pengujian daya berkecambah benih purwoceng.

33 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Gunung Putri (1545m dpl) dan Laboratorium Fisiologi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor, dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei Metodologi Penelitian Rancangan Percobaan Percobaan disusun dalam dua percobaan terpisah, dan rancangan yang digunakan untuk masing-masing percobaan adalah rancangan percobaan satu faktor dalam rancangan acak lengkap (RAL), dengan tiga ulangan. Percobaan terdiri atas: (1) Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng pada suhu C, dan (2) Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng pada suhu C. Perlakuan yang diuji untuk masing-masing percobaan adalah media perkecambahan yang terdiri atas lima jenis yaitu: (1) media kertas stensil yang dikenal juga dengan kertas CD (M1), (2) media pasir (M2), (3) media tanah (M3), (4) campuran media tanah dan kompos (1:1) (M4) dan (5) campuran media tanah, pasir, dan kompos (1:1:1) (M5), sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan untuk masing-masing percobaan. Model yang digunakan adalah sebagai berikut: Y i j = µ + τ i + Є ij Keterangan: Y i j = Nilai pengamatan pada perlakuan media perkecambahan taraf ke - i, dan ulangan ke -j µ = Nilai rataan umum τ i = Pengaruh media perkecambahan ke - i E ijk = Pengaruh acak pada media perkecambahan ke-i, ulangan ke-j

34 16 Pelaksanaan Pengujian Viabilitas benih Benih diambil dari hasil panen dengan kriteria masak warna hijau kecokelatan. Benih yang baru dipanen, dikering anginkan selama 1 minggu sampai mencapai KA <15%. Benih tersebut dikecambahkan pada media kertas stensil, pasir, tanah, campuran tanah dan kompos (1:1), dan campuran pasir, tanah serta kompos (1:1:1), yang sudah disterilkan terlebih dahulu. Kertas stensil yang digunakan, mempunyai permukaan licin dan tipis atau dikenal juga dengan nama kertas CD (contoh kertas di Lampiran 1). Jumlah benih yang digunakan untuk setiap satuan percobaan adalah sebanyak 50 butir benih, sehingga total benih yang digunakan untuk ke dua percobaan adalah sebanyak 1500 butir benih. Perkecambahan benih dilakukan di dalam boks plastik ukuran 10x5 cm, setelah itu benih dikecambahkan pada suhu C, dan C. Pengamatan Peubah yang diamati di dalam penelitian ini meliputi parameter viabilitas potensial dan vigor benih yang terdiri atas: Parameter Viabilitas Potensial 1 Daya berkecambah (%) Daya berkecambah (DB) benih dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan I dan hitungan ke-ii. Hitungan I ditentukan pada waktu mempelajari struktur kecambah dengan mengamati benih yang berkecambah setiap hari sampai akhir perkecambahan melalui grafik pertambahan setiap hari. Nilai perkecambahan harian tertinggi selama pengamatan ditentukan sebagai hitungan I. Hitungan ke-ii ditentukan dengan mengamati benih yang berkecambah setiap hari sampai akhir perkecambahan melalui grafik kumulatif. Nilai pada saat tidak terjadi lagi pertambahan daya berkecambah ditentukan sebagai hari hitungan ke-ii. Daya berkecambah dihitung dengan rumus: DB KN hitung I benih KN hitung II x 100%

35 17 2 Berat kering kecambah normal (mg) Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan pada kecambah yang normal dengan cara membuang kotiledon, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kertas dan setelah itu dioven pada suhu 60ºC selama 3x24 jam. Berat kering kecambah kemudian ditimbang setelah didinginkan dalam desikator selama ± 30 menit. Parameter Vigor 1. Indeks vigor (%) Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung persentase kecambah normal yang muncul pada hitungan pertama. 2. Kecepatan tumbuh (%/etmal) Pengamatan terhadap persentase kecambah normal per etmal dilakukan setiap hari hingga pengamatan terakhir (final count) (Sadjad 1993). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Keterangan: K CT tn 0 N t t : waktu pengamatan N : % kecambah normal setiap waktu pengamatan tn : waktu akhir pengamatan 3. Laju pertumbuhan kecambah (mg/kecambah normal) Pengukuran dilakukan dengan dengan cara menimbang berat kering kecambah normal, kemudian dibagi dengan jumlah kecambah normal. Data hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95%. Uji nilai tengah dilakukan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) jika hasil uji F menunjukkan perbedaan yang nyata. Penentuan suhu perkecambahan yang terbaik pada media yang terbaik dilaksanakan dengan uji T pada taraf 0,05 %.

36 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Kecambah dan Kriteria Kecambah Normal Penelitian untuk menentukan metoda pengujian yang tepat dan saat yang tepat dalam penilaian kecambah telah banyak dilakukan dan telah ditetapkan sebagai pedoman dalam pengujian mutu benih oleh ISTA maupun BPMBTPH-Direktorat Perbenihan. Kriteria penilaian juga telah ditetapkan oleh lembaga tersebut sebagai panduan umum dalam pengujian viabilitas benih. Sampai saat ini benih purwoceng belum banyak dilakukan penelitian terutama tentang perbenihannya sehingga informasi tentang benih purwoceng masih sangat terbatas. Metode pengujian dan kriteria kecambah normal dan abnormal, penentuan hitung pertama (first count) dan hitung terakhir (final count) benih purwoceng belum ditetapkan. Oleh karena itu kriteria penilaian terhadap kecambah dan penentuan hitungan pertama dan ke dua ditetapkan terlebih dahulu dalam penelitian ini. Benih purwoceng tergolong pada kelompok benih dengan tipe perkecambahan epigeal, dimana kotiledon terangkat ke atas permukaan media perkecambahan. Awal perkecambahan kulit benih pecah dan radikel muncul dari bahagian ujung benih yang meruncing (ujung atas), kemudian hipokotil memanjang dan kotiledon terangkat ke atas sejalan dengan pemanjangan batang. Beberapa hari setelah radikel muncul (3-5 hari), kulit benih membuka dan diikuti oleh munculnya kotiledon dan aktif melakukan fotosintesa (Gambar 2). a b c d e f Gambar 2 Proses perkembangan kecambah purwoceng: (a) 0 hari, (b) hari, (c) hari, (d) hari, (e) dan (f) hari

37 19 Bagian kecambah terdiri atas akar, hipokotil dan kotiledon. Dari pengamatan terhadap stuktur kecambah, dan dibandingkan dengan stuktur kecambah pada benih adas (famili Apiaceae), maka kriteria kecambah normal dan abnormal dapat ditentukan sebagai berikut: Akar : Berkembang dengan baik, panjang 2 3 kali panjang hipokotil. Hipokotil : Tumbuh lurus, segar dan kokoh berwarna hijau muda Kotiledon : Tidak patah atau rusak, warna hijau tidak mengkerut dan terdiri dari 2 helai (Gambar 3a) Sedangkan untuk kriteria kecambah yang abnormal ditetapkan sebagai berikut: Akar : Akar tidak berkembang dengan baik: tumbuh memendek, dan bengkok. Hipokotil : Pertumbuhan tidak sempurna: batang kecil, lemah, memendek serta tumbuh bengkok. Kotiledon : Tidak berkembang sempurna: kecil dan mengkerut (Gambar 3b) Kotiledon Hipokotil Akar (a) (b) Gambar 3 Kriteria kecambah: (a) kecambah normal, dan (b) kecambah abnormal Penentuan Hitungan I dan II Daya Berkecambah Benih Purwoceng Benih purwoceng berkecambah hari setelah dikecambahkan, dari grafik perkecambahan harian yang diamati maka hitungan I ditentukan pada hari ke-23, sedangkan berdasarkan grafik pertambahan kumulatif, maka hitungan ke-ii ditentukan pada hari ke-42 setelah dikecambahkan (Gambar 4).

38 20 Dari grafik terlihat bahwa benih purwoceng cenderung mempunyai perkecambahan yang tidak serempak Perkecambahan membutuhkan rentang waktu yang cukup lama (sampai 42 hari) dengan persentase daya berkecambah yang relatif rendah (<70 %). Persentase berkecambah (%) kumulatif harian Hari Berkecam bah Gambar 4 Grafik perkecambahan kumulatif dan pertambahan setiap hari dari benih purwoceng untuk menentukan hitungan I dan hitungan ke-ii Pada umumnya apabila kebutuhan akan lingkungan perkecambahan (air, suhu, cahaya dan oksigen) terpenuhi, maka benih yang bermutu tinggi akan menghasilkan kecambah normal atau bibit yang normal (normal seedling). Kecambah normal adalah kecambah yang berpotensi tumbuh menjadi tanaman sempurna apabila ditanam di lingkungan yang optimal, sedangkan kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak berpotensi tumbuh menjadi tanaman yang sempurna walaupun ditanam di lingkungan yang optimal. Pada benih purwoceng kecambah abnormal umumnya terjadi jika benih telah terinfeksi oleh penyakit terutama yang disebabkan oleh serangan cendawan dan bakteri. Gejala serangan dapat dilihat dengan munculnya koloni jamur dan kecambah busuk dan berlendir. Benih yang telah terinfeksi jamur dan bakteri menyebabkan kecambah yang dihasilkan tidak berkembang dengan baik, kecambah lemah dan bengkok bahkan benih tidak tumbuh sama sekali (mati). Dari hasil penentuan hitungan pertama dan ke-dua dapat ditentukan bahwa benih purwoceng yang berkecambah sebelum hari ke-23 adalah benih yang mempunyai viabilitas dan vigor yang tinggi. Benih yang mempunyai viabilitas dan vigor yang lebih rendah diberi kesempatan untuk berkecambah dan tumbuh menjadi

39 21 kecambah yang normal sampai hari ke-42. Benih-benih yang masih berkecambah melewati hari ke-42 sudah tidak dihitung lagi sebagai kecambah yang normal. Pada umumnya benih purwoceng yang masih berkecambah dalam rentang waktu yang relatif lama (50-60 hari setelah dikecambahkan) akan menghasilkan kecambah dengan ukuran yang lebih kecil dan tidak normal. Penentuan Suhu dan Media Perkecambahan Benih Purwoceng 1. Pengaruh Media Perkecambahan terhadap Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Purwoceng pada Suhu C Rekapitulasi hasil sidik ragam dari pengaruh media perkecambahan pada dua percobaan suhu perkecambahan terhadap viabilitas potensial dan vigor benih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pada percobaan pengaruh media perkecambahan pada suhu perkecambahan C Tolok Ukur Viabilitas Potensial: Daya Berkecambah Berat Kering Kecambah Normal Vigor: Indeks Vigor Kecepatan Tumbuh Laju Pertumbuhan Kecambah Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata Media perkecambahan ** ** ** ** ** Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media perkecambahan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang diamati (daya berkecambah, berat kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah). Media perkecambahan kertas stensil (M1) memberikan nilai daya berkecambah tertinggi dibandingkan dengan media lainnya dengan nilai 34,0. Nilai daya berkecambah terendah diperoleh pada media tanah campur kompos (M4), dengan nilai 8,7 (Tabel 2). Berat kering kecambah normal tertingi diperoleh pada media tanah (M3) dan media pasir campur tanah dan kompos (M5) dengan nilai masing-masing 18,832

40 22 dan 20,632 mg dan diikuti oleh media kertas stensil (18,100 mg). Berat kering kecambah normal terendah diperoleh pada media tanah campur kompos (M4) dengan nilai 10,600 mg. Tabel 2 Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial: daya berkecambah (DB), dan berat kering kecambah normal (BKKN); vigor: indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (K CT ), dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) benih purwoceng pada suhu C Media Perkecambahan (M) M1 M2 M3 M4 DB (%) BKKN (mg) IV (%) K CT (%/etmal) 34,0 a 21,3 b 20,0 b 8,7 d 16,7 c 18,100 ab 15,267 b 18,832 a 10,600 c 20,632 a 16,0 a 11,3 b 8,7 bc 6,0 c 6,7 c 1,42 a 0,84 b 0,80 b 0,38 d 0,66 c LPK (mg/kn) 1,065 d 1,430 c 1,881 b 2,465 a 2,478 a M5 KK (%) 7,69 11,07 20,55 7,24 8,05 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% M1 = media kertas stensil (CD) M4 = media tanah+kompos (1:1) M2 = media pasir M5 = media pasir+tanah+kompos (1:1:1) M3 = media tanah Media perkecambahan berpengaruh sangat nyata terhadap vigor benih purwoceng dengan peubah indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah. Media kertas stensil (M1) memberikan nilai indeks vigor tertinggi, dengan nilai 16,0 %, dan nilai indeks vigor terendah diperoleh pada media tanah campur kompos (M4) dan media pasir campur tanah dan kompos (M5) dengan nilai masing-masing 6,0 dan 6,7 % (Tabel 2). Media perkecambahan kertas stensil (M1) memberikan nilai kecepatan tumbuh tertinggi dibandingkan dengan media lainnya, dengan nilai 1.42 %/etmal. Nilai kecepatan tumbuh terendah diperoleh pada media tanah campur kompos (M4), dengan nilai 0.38 %/etmal. Laju pertumbuhan kecambah tertingi diperoleh pada media tanah campur kompos (M4) dan media pasir campur tanah dan kompos (M5) dengan nilai masing-masing 2,465 dan 2,478 mg/kn. Laju pertumbuhan kecambah terendah diperoleh pada media kertas stensil/cd (M1) dengan nilai 1,065 mg/kn.

41 23 Dari percobaan pengaruh media pada suhu perkecambahan C terhadap viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng yang telah dilakukan, terbukti bahwa media kertas stensil (CD) merupakan media perkecambahan terbaik dalam pengujian daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih purwoceng dibanding media lain yang diuji. Hal ini diduga karena media kertas stensil (CD) mampu mengikat air dengan baik dan mempunyai aerase yang baik sehingga ketersediaan air dan O 2 selama perkecambahan terjamin. Menurut Suwarno dan Hapsari (2008), kertas CD yang dikenal juga dengan kertas stensil merupakan substrat perkecambahan yang dapat menyerap air lebih banyak setelah kertas merang yaitu sebanyak 28,14 g/unit media. Kertas CD memberikan daya berkecambah yang tinggi pada benih padi, jagung, dan kacang buncis baik pada lot benih viabilitas tinggi maupun viabilitas rendah. Sebelumnya Santana (2005) mengemukakan bahwa substrat kertas CD dapat dijadikan sebagai alternatif untuk pengujian benih berukuran besar berdasarkan tingkat kesamaannya dengan kertas merang. Campuran media tanah dan kompos (1:1) memberikan nilai yang paling rendah terhadap daya berkecambah, berat kering kecambah normal, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh.. Rendahnya nilai tersebut diduga karena campuran media tanah dan kompos sangat peka terhadap perkembangan cendawan, akibatnya benih yang dikecambahkan banyak yang terkena infeksi baik oleh cendawan terbawa benih maupun oleh infeksi sekunder sehingga kecambah menjadi abnormal dan banyak yang mati. Hal yang sama juga telah dikemukakan oleh Rofik dan Murniati (2008) bahwa benih aren yang dikecambahkan pada media tanah campur kompos banyak yang busuk dan mati karena serangan cendawan. Menurut Sutopo (2000), salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkecambahan adalah media perkecambahan, dengan persyaratan media tersebut harus mempunyai sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerab air dan bebas dari organisme penyebab penyakit. Pada peubah laju pertumbuhan kecambah, campuran media tanah, pasir dan kompos (1:1:1) dan campuran media tanah kompos (1:1) memberikan nilai laju pertumbuhan kecambah tertinggi. Campuran media tanah dan kompos, walaupun tidak baik untuk perkecambahan benih purwoceng, baik untuk laju pertumbuhan kecambah. Hal ini diduga karena campuran media tanah dan kompos, mengandung

42 24 unsur hara yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan tanaman. Setelah kecambah mempunyai daun dan akar yang tumbuh sempurna maka tanaman akan berfotosintesis dengan giat dan dapat memanfaatkan unsur hara pada media dengan baik. Menurut Murniati dan Suminar (2006), campuran media tanah dan kompos baik untuk meningkatkan daya berkecambah benih mengkudu maupun pertumbuhan kecambah yang dilihat dari peubah panjang epikotil dan jumlah daun. 2. Pengaruh Media Perkecambahan terhadap Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Purwoceng pada Suhu C Rekapitulasi sidik ragam dari pengaruh media perkecambahan pada dua percobaan suhu perkecambahan terhadap viabilitas potensial dan vigor benih dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rekapitulasi uji sidik ragam pada percobaan pengaruh media pada suhu perkecambahan C Tolok Ukur Viabilitas Potensial: Daya Berkecambah Berat Kering Kecambah Normal Vigor: Indeks Vigor Kecepatan Tumbuh Laju Pertumbuhan Kecambah Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata Media perkecambahan ** ** ** ** ** Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media perkecambahan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang diamati (daya berkecambah, berat kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah). Media perkecambahan kertas stensil (M1) memberikan nilai daya berkecambah tertinggi dibandingkan dengan media lainnya, dengan nilai 44,0 %. Nilai daya berkecambah terendah diperoleh pada media tanah campur kompos (M4), dengan nilai 14,7 % (Tabel 4). Berbagai jenis media perkecambahan berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering kecambah normal benih. Berat kering kecambah normal tertinggi diperoleh pada media pasir (M2) dengan nilai 23,055 mg, dan berat kering kecambah normal

43 25 terendah diperoleh pada campuran media tanah dan kompos (M4) dengan nilai 8,470 mg. Tabel 4 Pengaruh media perkecambahan terhadap viabilitas potensial: daya berkecambah (DB), dan berat kering kecambah normal (BKKN); vigor: indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (K CT ), dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) benih purwoceng pada suhu C Media Perkecambahan (M) M1 M2 M3 M4 M5 DB (%) BKKN (mg) IV (%) K CT (%/etmal) 44,0 a 35,3 b 34,0 b 14,7 d 22,7 c 17,154 b 23,055 a 16,367 b 8,470 d 12,068 c 23,3 a 6,0 b 4,7 bc 2,7 c 5,3 b 1,94 a 1,10 b 1,10 b 0,50 d 0,80 c LPK (mg/kn) 0,779 c 1,307 a 0,963 bc 1,158 ab 1,064 b KK (%) 5,14 12,73 16,27 7,06 10,96 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% M1 = media kertas stensil (CD) M4 = media tanah+kompos (1:1) M2 = media pasir M5 = media pasir+tanah+kompos (1:1:1) M3 = media tanah Berbagai jenis media perkecambahan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor benih purwoceng. Media kertas stensil (M1) memberikan nilai indeks vigor tertinggi, dengan nilai 23,3 %. Nilai indeks vigor terendah diperoleh pada campuran media tanah dan kompos (M4) dengan nilai 2,7 %. Media perkecambahan kertas stensil (M1) memberikan nilai kecepatan tumbuh tertinggi dibandingkan dengan media lainnya., dengan nilai 1,94 %/etmal. Nilai kecepatan tumbuh terendah diperoleh pada campuran media tanah dan kompos (M4), dengan nilai 0,50 %/etmal. Laju pertumbuhan kecambah tertinggi diperoleh pada media pasir (M2) dengan nilai 1,307 mg/kn dan diikuti oleh campuran media tanah dan kompos (M4). Laju pertumbuhan kecambah terendah diperoleh pada media kertas stensil (M1) dengan nilai 0,779 mg/kn. Dari percobaan pengaruh media pada suhu perkecambahan C terhadap viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng yang dilakukan, terbukti bahwa media kertas stensil (CD) juga merupakan media perkecambahan terbaik dalam pengujian daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih

44 26 purwoceng dibanding media lainnya yang diuji. Hal ini diduga karena media kertas stensil(cd) mampu mengikat air dengan baik dan mempunyai aerase yang baik sehingga ketersediaan air dan O 2 selama perkecambahan terjamin. Menurut Suwarno dan Hapsari (2008), kertas CD yang dikenal juga dengan kertas stensil merupakan substrat perkecambahan yang dapat menyerap air lebih banyak setelah kertas merang yaitu sebanyak 28,14 g/unit media. Kertas CD memberikan daya berkecambah yang tinggi pada benih padi, jagung, dan kacang buncis baik pada lot benih viabilitas tinggi maupun viabilitas rendah. Sebelumnya Santana (2005) mengemukan bahwa substrat kertas CD dapat dijadikan sebagai alternatif untuk pengujian benih berukuran besar berdasarkan tingkat kesamaannya dengan kertas merang. Media pasir memberikan nilai tertinggi terhadap peubah berat kering kecambah normal. Hal ini diduga karena media pasir selain memberikan persentase kecambah yang cukup tinggi setelah media kertas stensil (CD), juga menghasilkan kecambah yang lebih besar dan subur dibanding media kertas stensil (CD). Media pasir selain lebih steril juga mengandung hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kecambah. Campuran media tanah dan kompos (1:1) memberikan nilai yang paling rendah terhadap daya berkecambah, berat kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum, pada kedua percobaan suhu perkecambahan yang dilakukan. Rendahnya nilai tersebut diduga disebabkan oleh campuran media tanah dan kompos sangat peka terhadap perkembangan cendawan, akibatnya benih yang dikecambahkan banyak yang terkena infeksi baik oleh cendawan terbawa benih maupun oleh infeksi sekunder sehingga kecambah menjadi abnormal dan banyak yang mati. Hal yang sama juga telah dikemukakan oleh Rofik dan Murniati (2008) bahwa benih aren yang dikecambahkan pada media tanah campur kompos banyak yang busuk dan mati karena serangan cendawan. Menurut Sutopo (2000), salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkecambahan adalah media perkecambahan, dengan persyaratan media tersebut harus mempunyai sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerab air dan bebas dari organisme penyebab penyakit. Pada peubah laju pertumbuhan kecambah, campuran media tanah, pasir dan kompos (1:1:1) dan campuran media tanah kompos (1:1) memberikan nilai laju

45 27 pertumbuhan kecambah tertinggi. Campuran media tanah dan kompos, walaupun tidak baik untuk perkecambahan benih purwoceng, baik untuk laju pertumbuhan kecambah. Hal ini diduga karena campuran media tanah dan kompos, mengandung unsur hara yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan tanaman. Setelah kecambah mempunyai daun dan akar yang tumbuh sempurna maka tanaman akan berfotosintesis dengan giat dan dapat memanfaatkan unsur hara pada media dengan baik. Menurut Murniati dan Suminar (2006), campuran media tanah dan kompos baik untuk meningkatkan daya berkecambah benih mengkudu maupun pertumbuhan kecambah yang dilihat dari peubah panjang epikotil dan jumlah daun. 3. Penentuan Suhu Terbaik untuk Pengujian Benih Purwoceng pada Media Kertas Stensil Penentuan suhu terbaik untuk pengujian benih purwoceng pada media kertas stensil dari kedua suhu percobaan yang dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji nilai tengah (uji T) pengaruh perkecambahan benih purwoceng pada suhu C dan suhu C dengan menggunakan media kertas stensil (CD) terhadap viabilitas potensial dan vigor Tolok Ukur Suhu C Suhu C Nilai P Viabilitas Potensial: Daya Berkecambah (%) Berat Kering Kecambah Normal (mg) Vigor: Indeks Vigor (%) Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Laju Pertumbuhan Kecambah (mg/kn) 34,0 18,100 16,0 1,42 1,065* Keterangan: Uji beda nilai tengah (uji T) pada taraf 0,05 % * = Berbeda nyata ns = Tidak berbeda nyata 44,0 * 17,154 ns 23,3 ns 1,94* 0,779 0,038 0,356 0,053 0,045 0,023 Dari Tabel 5 terlihat bahwa nilai P pada peubah daya berkecambah dan kecepatan tumbuh menunjukkan nilai yang lebih kecil dari 0,05 %. Hal ini membuktikan bahwa suhu perkecambahan C memberikan nilai tertinggi terhadap viabilitas potensial dan vigor dengan tolok ukur daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh, dibanding dengan suhu C pada media kertas stensil

46 28 (CD), sedangkan pada peubah berat kering kecambah normal dan indeks vigor menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05 %. Pada peubah laju pertumbuhan kecambah, suhu perkecambahan C memberikan nilai laju pertumbuhan kecambah yang lebih tinggi dibanding suhu C, pada media kertas stensil (CD), hal ini dapat dibuktikan dengan nilai P yang lebih kecil dari 0,05 %. Pada kedua percobaan suhu perkecambahan yang dilakukan, maka percobaan suhu perkecambahan C dengan media kertas memberikan nilai yang lebih tinggi terhadap daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh dibanding dengan percobaan pada suhu C. Hal ini diduga karena benih purwoceng membutuhkan kisaran suhu C untuk bisa berkecambah lebih optimal. Suhu merupakan salah satu faktor syarat perkecambahan yang sangat penting di samping faktor air, cahaya dan oksigen. Pengaruh suhu terhadap perkecambahan di antaranya adalah: menentukan kapasitas dan kecepatan berkecambah, mematahkan dormansi primer dan sekunder dan mendorong terjadinya dormansi sekunder. Suhu mempunyai peranan penting dalam proses perkecambahan karena suhu mempengaruhi berbagai reaksi kimia yang terjadi selama proses perkecambahan benih. Dalam hal ini suhu berfungsi dalam mengaktifkan kerja enzim yang berperan dalam proses perkecambahan. Menurut Copeland dan McDonald (1994), proses imbibisi, hidrolisis cadangan makanan, respirasi dan proses-proses lainnya mempunyai suhu kardinal yang berbeda-beda, sehingga respon terhadap suhu bisa berubah selama periode perkecambahan. Suhu minimum adalah suhu paling rendah untuk benih masih bisa berkecambah, di bawah suhu tersebut benih tersebut sudah tidak bisa berkecambah. Suhu optimum adalah suhu pada saat perkecambahan terjadi paling cepat dan memberikan persentase perkecambahan tertinggi. Sedangkan suhu maksimum adalah suhu tertinggi untuk benih masih berkecambah, di atas suhu maksimum benih tidak bisa berkecambah lagi. Nilai suhu kardinal ini berbeda-beda tergantung kepada spesies, varietas, daerah penanaman, umur setelah panen dan kondisi dari benih tersebut. Benih purwoceng bisa berkecambah pada kisaran suhu C pada berbagai jenis media yang diuji. Benih purwoceng berasal dari tanaman dataran tinggi (1450 m dpl) yang mempunyai suhu rata-rata rendah <20 C dan belum

47 29 dibudidayakan secara intensif, membutuhkan kisaran suhu perkecambahan yang lebih rendah untuk bisa berkecambah secara optimal dibanding dengan tanaman yang berasal dari dataran rendah. Pada percobaan pendahuluan yang dilakukan benih purwoceng yang dikecambahkan pada suhu ruang di daerah Bogor dengan kisaran suhu C sudah tidak bisa berkecambah. Hal yang sama telah diteliti pada benih Lilium formosanum Wall. yang berasal dari daerah dataran tinggi (2000 m dpl), dimana pada suhu C daya berkecambah mencapai >90%, pada suhu 25 C turun menjadi 8 %, dan pada suhu 30 C benih sudah tidak berkecambah (Lee dan Yang 1999). Pada benih Actinotus helianthi (famili Apiaceae), suhu untuk perkecambahan tertinggi adalah pada suhu 15 C baik untuk benih yang baru dipanen maupun benih yang telah disimpan, akan tetapi kecepatan perkecambahan tertinggi terdapat pada suhu 20 C (Lee dan Goodwen 1994). Berbeda halnya dengan benih tanaman sebelumnya, benih Enterolobium contortisiliquum (leguminoceae) mempunyai kisaran suhu yang tinggi (40-42 C) untuk mencapai daya berkecambah tertinggi (Rodrigues de Lima et al. 1997) dan benih Brucea javanica mempunyai suhu minimum dan optimum perkecambahan sekitar 30,4 C sedangkan suhu maksimum sekitar 33,7 C (Sutarno dan Utami 2007). Berbeda dengan peubah daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh, maka pada peubah laju pertumbuhan kecambah, maka suhu perkecambahan C dengan media kertas memberikan nilai laju pertumbuhan kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu perkecambahan C. Hal ini membuktikan bahwa suhu sangat berperan dalam proses pertumbuhan kecambah selanjutnya. Hal ini diduga karena benih purwoceng berasal dari daerah dataran tinggi (1450 m dpl) membutuhkan kisaran suhu lebih rendah (hampir sama dengan habitatnya), untuk dapat tumbuh maksimal setelah proses perkecambahan awal terjadi. Setiap tanaman secara genetis membutuhkan suhu yang berbeda untuk pertumbuhan maksimalnya dan tergantung pada spesies dan varietas tanaman tersebut.

48 30 SIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: (1) Kertas stensil (CD) merupakan media yang terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh pada suhu C, (2) Kertas stensil (CD) juga merupakan media yang terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh pada suhu C, (3) Suhu C merupakan suhu terbaik dalam pengujian viabilitas potensial dan vigor benih purwoceng pada media kertas stensil berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh dengan nilai masing-masing 44,0 % dan 1,94 %/etmal.

49 31 STUDI FENOLOGI DAN PENENTUAN MASAK FISIOLOGIS BENIH PURWOCENG ABSTRAK Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Gunung Putri dan Laboratorium Fisiologi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor, dari bulan November 2008 sampai dengan bulan Juli Percobaan bertujuan: menentukan saat masak fisiologis benih purwoceng berdasarkan pada perubahan fisik dan fisiologis benih serta mempelajari struktur morfologi benih purwoceng. Jumlah tanaman yang diamati adalah sebanyak 100 tanaman. Pengambilan sampel tanaman dilakukan secara acak dengan 4 ulangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: Masak fisiologis benih pada tiga kelompok bunga (payung) berbeda-beda. Masak fisiologis benih dari payung pertama dan ke tiga, sekitar umur 7 MSA, dan masak fisiologis payung ke dua sekitar umur 8 MSA. Berat kering benih pada saat masak fisiologis pada payung pertama, ke dua dan ke tiga berturut-turut adalah 166,87, 158,20, dan 141,35 mg/100 buah. Daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada saat masak fisiologis pada payung pertama, ke dua dan ke tiga, masing-masing sebesar 5,75 % dan 0,22 %/etmal; 22,75 % dan 0,94 %/etmal, serta 10,50 % dan 0,38 %/etmal. Kata kunci: fenologi, masak fisiologis, seed, Pruatjan ABSTRACT The experiment was conducted at Gunung Putri Experimental Station and Plant Physiology Laboratory of Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute (IMACRI), from November 2008 to July The aim of the experiment was to determine physiological maturity of Pimpinella pruatjan seed and to study its morphological structures. Observation and sampling using one hundred plants with four replications. Results of the experiment showed that the physiological seed maturity on the first and third umbell of P. Pruatjan was achieved at 7 weeks after anthesis, and physiological seed maturity on the second umbell was achieved at 8 weeks after anthesis. Seed dry weight on the physiological seed maturity on first, second and third umbells were 166,87; 158,20, and 141,35 mg/100 pericarp, respectively. Germination percentage and germination speed on the first, second and third umbells were 5,75 % and 0,22 %/etmal; 22,75 % and 0,94 %/etmal; 10,50 % and 0,38 %/etmal, respectively. Keywords: phenology, physiological maturity, seed, Pruatjan

50 32 PENDAHULUAN Kemasakan benih didefinisikan sebagai segala proses yang berlangsung sejak pembuahan sampai buah atau benih siap dipanen. Kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang terjadi sejak pembuahan sampai bakal biji siap dipanen. Selama proses pemasakan benih terjadi peningkatan ukuran dan berat kering benih karena penumpukan cadangan makanan. Fase pemasakan ditandai dengan penurunan berat basah dan kadar air benih. Benih mencapai masak fisiologis (physiologycal maturity) pada saat berat kering benih sudah mencapai maksimum. Bewley dan Black (1994) menyatakan bahwa selama fase histodiferensiasi kadar air dan berat basah meningkat dengan pesat, selanjutnya pada fase pembesaran kadar air menurun sejalan dengan peningkatan berat kering dan laju penurunan kadar air tersebut berkurang saat mendekati berat kering maksimum, sedangkan pada fase pemasakan benih mencapai masak fisiologis dimana viabilitas dan vigor maksimum dan terjadi tahap pengeringan benih. Tingkat kemasakan benih saat panen sangat mempengaruhi keragaman viabilitas benih. Pemanenan benih sebelum masak atau lewat masak berperan menurunkan kualitas benih seperti kerusakan secara fisik (pecah-pecah dan mengkerut) serta kerusakan fisiologi (jaringan, sel dan fungsi membran) (McDonald 1998). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dan pemasakan benih antara lain adalah kesuburan tanah, kandungan air media tanam, suhu, cahaya dan posisi benih pada tanaman induk (Copeland and McDonald 1995). Indikasi kemasakan buah secara fisiologi dikenali dari perubahan morfologi, fisik dan biokimia buah. Kemasakan buah seringkali digambarkan dengan ciri buah seperti warna, ukuran dan kadar air buah (Castellani dan Aquiar 2001). Penentuan kemasakan benih dapat dilakukan dengan cara memperhatikan warna buah, bau, kekerasan kulit buah atau benih, rontoknya buah atau benih dan pecahnya buah. Tolok ukur yang objektif untuk menentukan tingkat kemasakan yaitu berdasarkan bobot kering dan vigor (Sadjad 1980).

51 33 Masak fisiologis benih berbeda-beda sesuai tanamannya, penentuan masak fisiologis dari famili Apiacea telah banyak dilaporkan. Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum L.) mempunyai daya berkecambah tertinggi (91%) apabila dipanen pada umur 34 hari setelah antesis (HSA) atau 10 hari sebelum masak fisiologis dengan kriteria benih telah berwarna semu kuning (Julyana 1995). Tanaman Anthriscus caucalis pemasakan benih terjadi antara minggu setelah berbunga, sedangkan Torilis nodosa pemasakan benihnya terjadi pada saat mendekati 16 minggu setelah berbunga (Rawnsley et al. 2003). Tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.) daya berkecambah tertinggi (39.8 %) tercapai dengan kriteria buah (benih) berwarna kuning (Setyaningsih 2002). Informasi tentang masak fisiologis dari benih purwoceng sampai saat ini belum banyak diketahui. Panen benih pada umumnya dilakukan berdasarkan kriteria warna hijau kecokelatan, akan tetapi dengan viabilitas benih yang masih rendah (<25 %). Berdasarkan hal tersebut maka dilaksanakan percobaan yang bertujuan untuk menentukan saat masak fisiologis benih purwoceng berdasarkan pada perubahan fisik dan fisiologis benih serta mempelajari struktur morfologi benih purwoceng. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Gunung Putri (1545m dpl) dan Laboratorium Fisologi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor dari bulan November 2008 sampai dengan bulan Juli Metodologi Penelitian Penandaan dan Pengamatan Bunga Purwoceng Pengamatan dilakukan sejak bunga mekar, hingga terbentuk buah dan mencapai masak dengan melihat perubahan setiap stadia perkembangan baik secara fisik maupun fisiologis. Pengamatan dilakukan dengan cara memberi label pada setiap kelompok bunga (payung) yang mekar pada setiap cabang bunga dalam satu tanaman.

52 34 Pengamatan atau pengambilan sampel benih dilakukan setiap minggu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 minggu setelah antesis (MSA). Pengambilan sampel benih dipisah berdasarkan tahap muncul kelompok bunga (payung) yaitu: payung yang muncul pertama (primer), kedua (sekunder) dan ketiga (tersier). Pemisahan pengambilan sempel berdasarkan kelompok bunga (payung) bertujuan untuk mendapatkan tingkat kemasakan dan ukuran benih yang seragam. Jumlah tanaman yang diamati adalah sebanyak 100 tanaman. Setiap bunga yang mekar ditandai dan diamati sesuai dengan umur yang sudah ditetapkan. Pengamatan sampel bunga dan pemanenan benih dilakukan secara acak pada tiap tanaman, dengan 4 ulangan. Pengujian Viabilitas Pengujian viabilitas benih berdasarkan tingkat kemasakan (5, 6, 7, dan 8 MSA) pada setiap payung (1, 2, dan 3), dilakukan dengan menggunakan metode pengujian UDK (uji di atas kertas). Pengujian dilakukan dengan mengecambahkan sebanyak 100 butir benih di atas cawan petri pada media perkecambahan kertas stensil yang mempunyai permukaan licin dan tipis atau dikenal juga dengan nama kertas CD (contoh kertas di Lampiran 1), dengan empat ulangan. Pengamatan 1 Pengamatan terhadap morfologi benih Pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan yang terjadi pada setiap stadia kemasakan benih, antara lain perubahan ukuran, warna, dan bentuk benih. Data perubahan morfologi secara visual untuk setiap stadia kemasakan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, sedangkan data rata-rata perubahan kuantitatif dari berat kering benih, kadar air dan daya berkecambah disajikan dalam bentuk grafik untuk tiap stadia kemasakan pada payung pertama, ke dua dan ke tiga. 2 Bobot kering benih (mg) Pengukuran terhadap bobot kering benih dilakukan mulai dari stadia buah terbentuk sampai stadia lewat masak fisiologis dengan menggunakan timbangan setelah 100 butir benih dioven pada suhu 103 ± 2 ºC selama 17 ± 2 jam.

53 35 3 Kadar air (%) Benih ditimbang sebanyak 100 butir kemudian dioven pada suhu 103±2 ºC selama 17±2 jam, kemudian berat kering ditimbang. Kadar air diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut: KA Keterangan: a b x 100% b a = berat awal benih sebelum dioven b = berat benih setelah dioven 4 Viabilitas potensial dan vigor benih Pengamatan terhadap viabilitas potensial meliputi: daya berkecambah, berat kering kecambah, dan vigor benih meliputi: indeks vigor, kecepatan berkecambah, dan laju pertumbuhan kecambah. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan bunga dan buah dapat dikelompokkan menjadi empat stadia perkembangan bunga dan delapan stadia perkembangan benih. Stadia perkembangan bunga majemuk pada tanaman purwoceng dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perkembangan bunga majemuk purwoceng Stadia Perkembangan Bunga Stadia 1 Stadia 2 Stadia 3 Stadia 4 Perkembangan Bunga Muncul primordia tandan bunga pada dasar batang, yaitu sekitar minggu setelah tanam (Gambar 5a dan 5b). Muncul kuncup bunga majemuk dari tandan bunga, kuncup bunga majemuk muncul hari setelah muncul tandan (HSMT) (Gambar 5c dan 5d). Bunga majemuk (payung) mulai membuka (19-20 HSMT) (Gambar 5e). Bunga majemuk mekar, mahkota bunga berwarna kuning kehijauan. Bunga mekar tidak merata dalam satu kelompok bunga (payung) (Gambar 5f).

54 36 Selama perkembangan terdapat perubahan-perubahan secara morfologi pada bunga majemuk dan buah purwoceng. Perkembangan bunga purwoceng pada berbagai stadia dapat dilihat pada Gambar 5. a b c d e f Gambar 5 Perkembangan bunga purwoceng : (a) tandan bunga mulai muncul pada ujung pelepah daun, (b) tandan bunga berumur 3-4 hari setelah muncul tandan (HSMT), (c) kuncup bunga muncul (HSMT), (d) kuncup bunga mulai membesar (14-15 HSMT), (e) bunga majemuk belum mekar (19-20 HSMT), (f) bunga majemuk mulai mekar (antesis) HSMT) Tanaman purwoceng mempunyai bentuk bunga majemuk, yang keluar dari tandan bunga, dengan jumlah tandan sekitar 2-6 tandan dalam satu tanaman. Bunga purwoceng dalam 1 tandan terdiri dari kelompok bunga pimer (pertama), sekunder (ke dua) dan tersier (ke tiga). Kelompok bunga yang berbentuk payung (umbell) mempunyai kelopak pada bagian dasar bunga dengan warna hijau. dimana 1 kelompok bunga yang berbentuk payung terdiri dari 6-12 buah anak payung, kemudian dalam 1 anak payung terdapat 8-15 kuntum bunga tunggal. Satu kuntum bunga tunggal akan menghasilkan buah dengan 2 butir benih.

55 37 Payung bunga yang terdiri dari beberapa anak payung bunga juga mempunyai kelopak pada bagian dasar bunganya (Gambar 6a dan 6b). Kuntum bunga tunggal mempunyai 5 mahkota bunga yang berwarna kuning kehijauan, dengan bagian pinggirnya ada semburat warna merah keunguan. Bunga mempunyai 5 benang sari dengan 2 lokul kotak sari yang berwarna keunguan. Pada saat mekar bakal buah yang terdiri dari 2 bagian sudah terlihat nyata dengan warna hijau kekuningan (Gambar 6c). Payung ke III Payung ke I Anak Payung Payung ke II a b c Gambar 6 Bentuk dan posisi bunga purwoceng: (a) posisi payung pertama, ke dua dan ke tiga dalam satu tandan bunga, (b) kelompok bunga purwoceng (payung), yang terdiri dari beberapa anak payung, (c) bunga mekar tidak merata dalam anak payung Bunga purwoceng dalam satu kelompok bunga (payung) mekar tidak merata. Dalam 1 payung yang terdiri dari 6-12 anak payung, yang pertama mulai mekar adalah anak payung bagian pinggir, kemudian setelah 3-4 hari baru diikuti oleh anak payung bagian tengah. Kuntum bunga tunggal dalam 1 anak payung juga

56 38 mekar tidak serempak. Kuntum bunga tunggal yang pertama mekar adalah bagian pinggir, kemudian setelah 1-2 hari baru diikuti oleh kuntum bunga bagian tengah. Mahkota bunga terlihat masih menempel pada bakal buah sampai 8-10 hari setelah antesis. Mahkota bunga mengering dan rontok, kemudian bakal buah akan berkembang menjadi buah dengan benih ganda. Buah purwoceng terdiri dari 2 bagian benih yang disatukan oleh penutup (tudung) buah pada bagian ujung atas. Penutup (tudung) buah pada awal perkembangan berwarna hijau kekuningan, kemudian dengan bertambahnya umur benih berubah menjadi merah keunguan. Tudung mempunyai 2 buah ujung seperti antena halus, dan pada saat masak fisiologis kelopak tersebut mengering. Buah purwoceng yang telah masak berwarna hijau kecokelatan ketika masih berada pada tanaman induknya. Buah yang terdiri dari 2 bagian akan mudah terpisah dari pusat sumbu (central axis) menjadi 2 butir benih dengan semakin mengeringnya benih. Buah purwoceng seperti pada benih famili Apiacea lainnya termasuk pada buah kering (fruit dry). Benih purwoceng mempunyai ukuran yang relatif kecil, panjang benih 2,0-2,2 mm, lebar 1,0-1,2 mm. Benih berbentuk memanjang dengan bagian pangkal membulat dan bagian ujung meruncing. Permukaan benih kasar dan berwarna cokelat sampai kehitaman apabila benih sudah kering (Gambar 7a, 7b dan 7c). 2,0-2,2 mm a b c Gambar 7 Buah dan benih purwoceng: (a) posisi benih dalam bunga majemuk (anak payung), (b) benih purwoceng segar dan (c) benih purwoceng kering

57 39 Perkembangan buah purwoceng berdasarkan perubahan morfologi pada berbagai stadia dapat dilihat pada Tabel 7: Tabel 7 Perkembangan buah purwoceng berdasarkan perubahan morfologi pada berbagai stadia Fase Perkembangan (Stadia) Stadia 1 (1 MSA) Ukuran (mm) Warna BB/100 bh BK/100 bh Lain-lain 1,0-1,2 Hijau muda P1=60,29 P2=68,97 P3=56,24 P1=15,00 P2=14,51 P3=12,78 Mahkota masih menempel pada bakal buah, tudung buah bewarna hijau kekuningan Stadia 2 (2 MSA) 1,2-1,5 Hijau muda P1=122,86 P2=125,48 P3=117,76 P1=33,36 P2=31,63 P3=30,49 Mahkota sudah lepas,tudung buah bewarna hijau kemerahan Stadia 3 (3 MSA) 1,5-2,0 Hijau muda P1=240,14 P2=151,10 P3=142,45 P1=65,82 P2=47,02 P3=37,58 Bentuk buah segitiga, lunak, tudung buah bewarna merah keunguan Stadia 4 (4 MSA) 2,0-2,2 Hijau muda P1=257,85 P2=209,00 P3=224,65 P1=72,64 P2=68,13 P3=61,80 Bentuk buah segitiga, lunak, tudung buah bewarna merah ungu Stadia 5 (5 MSA) Stadia 6 (6 MSA) 2,0-2,2 Hiaju muda P1=297,77 P2=278,74 P3=216,74 2,0-2,2 Hijau muda P1=357,67 P2=341,41 P3=222,36 P1=101,87 P2=97,00 P3=72,93 P1=138,67 P2=126,80 P3=108,93 Ukuran buah sudah maksimal, mulai bernas, bentuk segitiga, buah mulai mudah terpisah dua Buah bernas dan mulai memadat, mudah terpisah menjadi dua Stadia 7 (7 MSA) 2,0-2,2 Hijau semburat cokelat P1=377,27 P2=257,15 P3=270,17 P1=166,87 P2=140,07 P3=141,35 Buah bernas dan padat, mudah terpisah menjadi dua butir benih. Stadia 8 (8 MSA) 2,0-2,2 Hijau kecokelatan P1=223,50 P2=272,95 P3=231,78 P1=166,88 P2=158,20 P3=142,20 Buah mudah rontok dari tangkai, tudung buah mulai mengering. Keterangan: P1= payung 1, P2= payung 2, P3= payung 3 BB= berat basah, BK= berat kering

58 40 Perkembangan buah purwoceng berdasarkan pada perubahan warna dan ukuran dari umur 1 MSA sampai umur 8 MSA, tidak banyak menunjukkan perbedaan. Ukuran benih mulai dari umur 5 MSA sudah tidak bertambah (panjang dan lebar benih), akan tetapi pada umur tersebut benih sudah mulai terlihat bernas. Warna benih pada umur 7 MSA mulai menunjukkan perubahan dari hijau muda menjadi hijau muda cokelat, pada umur 8 MSA warna benih menjadi hijau kecokelatan sampai kehitaman. Pada umur 8 MSA tangkai bunga sebagian sudah mulai mengering dan buah akan berjatuhan atau rontok ke permukaan tanah apabila tidak segera di panen. Pada Gambar 8 dapat dilihat perkembangan buah pada umur 1, 5 dan 7 MSA. a b c Gambar 8 Perkembangan buah purwoceng: (a) buah umur 1 MSA (b) buah umur 5 MSA, dan (c) umur 7 MSA Perubahan Kadar Air, Berat Basah, dan Berat Kering Benih Selama Pembentukan Dan Pemasakan Benih Perubahan terhadap air, berat basah, dan berat kering benih selama periode pembentukan dan pemasakan benih pada setiap payung disajikan dalam bentuk grafik (Gambar 9, 10 dan11) dengan tujuan untuk menentukan saat matang morfologi, fase akumulasi cadangan makanan dan fase pemasakan benih purwoceng. Menurut Bewley and Black (1994), matang morfologi terjadi pada akhir fase pembelahan sel embrio dan endosperma (akhir fase histodiferensiasi), yang ditandai dengan kadar air dan berat basah yang tinggi dan berat kering yang masih rendah. Fase akumulasi cadangan makanan, ditandai dengan penambahan berat kering

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Purwoceng

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Purwoceng 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Purwoceng Tanaman purwoceng termasuk famili Apiaceae, marga Pimpinella dan jenis Pimpinella pruatjan Molk., sinonim Pimpinella alpina Kds. Purwoceng merupakan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi Menurut Byrd (1983) perkecambahan adalah berkembangnya strukturstruktur penting dari embrio benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH :

PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH : PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH : DIO TIRTA ARDI 110301215 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Asam Jawa (Tamarindus indica) Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai umur hingga 200 tahun. Akar pohon asam jawa yang dalam, juga membuat

Lebih terperinci

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PEMATAHAN DORMANSI BENIH A. Pendahuluan 1. Latar Belakang. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubi kayu: Taksonomi dan Morfologi Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Dormansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan petumbuhan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.) SKRIPSI. Oleh :

PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.) SKRIPSI. Oleh : PENGARUH PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI SECARA KIMIA TERHADAP VIABILITAS BENIH DELIMA (Punica granatum L.) SKRIPSI Oleh : SYAHRI RAMADHANI 100301210/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm,

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman delima diklasifikasikan sebagai berikut kingdom: Plantae, divisio : Spermatophyta, subdivisio : Angiospermae, kelas : Dicotyledonae, ordo : Myrtales, famili : Punicaceae,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Pepaya Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara

Lebih terperinci

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH IKKE YULIARTI E10012026 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di PPKS Marihat, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 5 bulan, dimulai tanggal 1 Maret hingga 24 Juli 2010.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

Nanda Fadila et al. (2016) J. Floratek 11 (1): 59-65

Nanda Fadila et al. (2016) J. Floratek 11 (1): 59-65 PENGARUH TINGKAT KEKERASAN BUAH DAN LETAK BENIH DALAM BUAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.) Effect of the Pod Hardness Level and Seed Position in Pod on Cocoa Seed (Theobroma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L. Pengaruh Konsentrasi dan Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Mas Khoirud Darojat, Ruri Siti Resmisari, M.Si, Ach. Nasichuddin, M.A. Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.) SKRIPSI PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.) Oleh : IrvanSwandi 10882003293 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu, Lama Perendaman dan Interaksi (suhu dan lama perendaman) terhadap Daya Kecambah (Persentase Jumlah Kecambah) Biji Ki Hujan (Samanea saman) Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGISIAN DAN PEMASAKAN BIJI

PENGISIAN DAN PEMASAKAN BIJI TUGAS MATA KULIAH FISIOLOGI BENIH PENGISIAN DAN PEMASAKAN BIJI Dewi Ma rufah Oleh : H0106006 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 I. PENDAHULUAN Biji merupakan alat untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

PENGARUH KEMATANGAN BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L).Merrill)

PENGARUH KEMATANGAN BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L).Merrill) SKRIPSI PENGARUH KEMATANGAN BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L).Merrill) Oleh: Siti Rosmiati 10982008360 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat

TINJAUAN PUSTAKA. kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat 89 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mucuna bracteata memiliki perakaran tunggang yang berwarna putih kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat banyak, pada nodul dewasa terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Kromatografi dan Analisis Tumbuhan, Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Gladiol Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis (Herlina, 1991). Tanaman gladiol berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk dapat memperbaiki sifat-sifat genetik dan fisik benih yang mencangkup

Lebih terperinci

PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI

PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI Oleh: AINUL FAHRIN SIREGAR 050301028 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Al-Qur an telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah diisyaratkan dalam Al-Qur an jauh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Keragaan Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Jarak pagar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan Nusifera 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi PENGARUH PERLAKUAN PEMECAHAN DORMANSI TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH KOPI LIBERIKA TUNGKAL JAMBI (Coffea liberica var. liberica cv. Liberika Tungkal Jambi) Sri Wira Karina 1), Elis Kartika 2), dan Sosiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan berfungsi sebagai alat perkembangbiakan. Secara agronomis biji merupakan hasil budidaya yang

Lebih terperinci

PENGUJIAN BENIH DORMAN

PENGUJIAN BENIH DORMAN PENGUJIAN BENIH DORMAN 1. Definisi Suatu kondisi dimana benih hidup tidak berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun faktor lingkungan optimum untuk perkecambahannya 2. Keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor perkebunan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini mampu meningkatkan devisa negara melalui sumbangannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Oktober 2015 sampai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI KALIUM NITRAT TERHADAP VIABILITAS BENIH KOPI ARABIKA (Coffea arabica L) DAN ROBUSTA (Coffea robusta L) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI KALIUM NITRAT TERHADAP VIABILITAS BENIH KOPI ARABIKA (Coffea arabica L) DAN ROBUSTA (Coffea robusta L) SKRIPSI OLEH : PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI KALIUM NITRAT TERHADAP VIABILITAS BENIH KOPI ARABIKA (Coffea arabica L) DAN ROBUSTA (Coffea robusta L) SKRIPSI OLEH : MUHAMMAD ADLAN ARISYI 130301278 BUDIDAYA PERTANIAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH

PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH SOAKING OF Adenanthera pavonina Linn. IN VARIOUS OF COCONUT WATER CONCENTRATION

Lebih terperinci

PENENTUAN STADIA KEMASAKAN BUAH NANGKA TOAYA MELALUI KAJIAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BENIH ABSTRAK

PENENTUAN STADIA KEMASAKAN BUAH NANGKA TOAYA MELALUI KAJIAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BENIH ABSTRAK Media Litbang Sulteng 2 (1) : 56 61, Oktober 2009 ISSN : 1979-5971 PENENTUAN STADIA KEMASAKAN BUAH NANGKA TOAYA MELALUI KAJIAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BENIH Oleh : Enny Adelina 1) ABSTRAK Dalam penyediaan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman

Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Hormon tumbuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau

Lebih terperinci