BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Mata Pelajaran PKn Pengertian PKn Secara historis-kurikuler, kemasan kurikuler pendidikan kewarganegaraan telah mengalami pasang surut. Dalam kurikulum sekolah sudah dikenal mulai Civics tahun 1962, Pendidikan Kewargaan Negara dan Kewargaan Negara tahun 1968, Pendidikan Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tahun 1994, dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun Sementara itu diperguruaan tinggi sudah dikenal Pancasila Kewiraan tahun 1985, dan Pendidikan Kewarganegaraan tahun Kemudian dalam pasal 37 ayat( 1) dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hakikat PKn dari berbagai pandangan antara lain adalah: 1) Azra: Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara, serta proses demokrasi. 2) Zamroni: Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan masyrakat bepikir kritis dan bertindak demokratis. 3) PP No. 19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan (SNP) mata pelajaran kewarganegaraan dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. 6

2 7 Dari berbagai pandangan mengenai pengertian PKn seperti tersebut diatas, disimpulkan bahwa terdapat beberapa komponen penting dalam PKn, yaitu 1) PKn merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional, 2) kajian PKn meliputi pemerintahan, konsitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara, 3) PKn merupakan alat pendidikan demokrasi, dan 4) PKn sebagai wahana pendidikan politik warga negara. Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh UUD 1945 (Permendiknas No 22 tahun 2006) Tujuan PKn Tujuan kurikuler PKn SD dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta anti kurupsi. 3) Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi Ruang Lingkup PKn Ruang lingkup mata pelajaran PKn dalam Kurikulum KTSP 2006 meliputi aspekaspek sebagai berikut: 1) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. 2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

3 8 3) Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. 4) Kebutuhan warganegara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara. 5) Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan kostitusi. 6) Kekuasaan dan Politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokarasi. 7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilainilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka Metode Bermain Peran Pengertian Metode Bermain Peran Bermain peran adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mendramasikan tingkah laku dalam hubungan sosial dengan suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan masalah sosial. Metode bermain peran bertujuan untuk menunjukan suatu perbuatan dari suatu pesan yang ingin disampaikan dari peristiwa yang dilihat (Mawardi, 2011). Metode bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang (Wina Sanjaya, 2006:161). Melalui metode ini, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubunganhubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaanperasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Dalam pembelajaran PKn, kemampuan berbicara siswa dapat direkayasa untuk ditingkatkan melalui metode bermain peran, karena bermain peran efektif dalam memberikan pemahaman konsep secara luas kepada siswa melalui pengimitasian

4 9 tokoh tertentu yang diseting dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa sosial siswa terhadap lingkungan dan orang disekitarnya. Menurut Sudjana (2011:84-85) tujuan bermain yang diharapkan dengan bermain peran antara lain ialah: a) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain. b) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab. c) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan. d) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah. Melalui metode bermain peran permainan memperluas interaksi sosial dan mengembangkan keterampilan sosial yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum. Permainan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh dan mengembangkan dan memperhalus keterampilan motorik. Permainan juga membantu anak-anak memahami tubuhnya: fungsinya dan bagaimana menggunakannnya dalam belajar. Anak-anak bisa mengetahui bahwa bermain itu menyegarkan, menyenangkan dan memberikan kepuasan. Permainan dapat membantu perkembangan kepribadian dan emosi, karena anak-anak mencoba melakukan berbagai peran, mengungkapkan perasaan, menyatakan diri dalam suasana yang tidak mengancam, dan juga memperhatikan peran orang lain. Melalui permainan anak-anak bisa belajar mematuhi aturan, menghargai hak orang lain. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran adalah suatu pola belajar kelompok yang dilakukan oleh siswa dimana mereka melakukan bermain peran sesuai dengan materi yang didapat tiap-tiap kelompok secara bergantian serta melibatkan mereka secara aktif dan dominan dalam proses pembelajaran agar tercapai proses belajar mengajar di kelas.

5 10 Menurut Sudrajad (2006:6-7) fungsi bermain terhadap kemampuan intelektual dapat dilihat pada beberapa hal berikut ini: 1) Merangsang perkembangan kognitif Dengan bermain, sensori-motor (indera-pergerakan) anak-anak dapat mengenal permukaan lembut, kasar, atau kaku. Permainan fisik akan mengajarkan anak akan batas kemampuannya sendiri. 2) Membangun struktur kognitif. Melalui permainan, anak-anak akan memperoleh informasi yang lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya akan lebih kaya dan lebih dalam. 3) Membangun kemampuan kognitif Kemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentiflkasi, mengelompokkan, mengurutkan. mengamati, membedakan, meramalkan, menentukan hubungan sebab-akibat, membandingkan, dan menarik kesimpulan. 4) Belajar memecahkan masalah. Di dalam permainan. anak-anak akan menemui berbagai masalah sehingga bermain akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengetahui bahwa ada beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah. 5) Mengembangkan rentang konsentrasi. Apabila tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang memadai, seorang anak tidak mungkin dapat bertahan lama bermain peran (pura-pura menjadi dokter, ayah-anak-ibu, guru, dll) Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran a. Kelebihan Metode Bermain Peran. Menurut Bahri (2010:87) kelebihan bermain peran antara lain: 1) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individu ataupun kelompok. 2) Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru. 3) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa. 4) Dapat mengembangkan kreativitas siswa. b.kekurangan Metode Bermain Peran adalah: 1) Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas ataukah orang lain. 2) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik. 3) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa. 4) Sering memberikan tugas yang menonton (tidak bervariasi) dapat menimbulkan kebosanan siswa.

6 Langkah-langkah Pembelajaran Model Bermain Peran. Menurut Sudjana (2011:85) petunjuk menggunakan metode bermain peran adalah sebagai berikut: 1) Tetapkan dahulu masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswa untuk dibahas. 2) Ceritakan kepada kelas mengenai isi dari masalah-masalah dalam kontek cerita tersebut. 3) Tetapkan siswa yang dapat atau bersedia untuk memainkan perannya di depan kelas. 4) Jelaskan kepada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu bermain peran sedang berlangsung. 5) Beri kesempatan kepada pelaku untuk berunding beberapa menit sebelum mereka memainkan perannya. 6) Akhiri bermain peran pada waktu situasi pembicaraan mencapai ketegangan. 7) Akhiri bermain peran dengan diskusi kelas untuk bersama-sama memecahkan masalah persoalan yang ada pada bermain peran tersebut. 8) Jangan lupa menilai hasil bermain peran tersebut sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut. Langkah-Langkah Pelaksanaan Bermain Peran menurut Sanjaya (2006:161) adalah sebagai berikut: 1) Persiapan a. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi. b. Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan. c. Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peran yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan. d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi. 2) Pelaksanaan simulasi a. Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran. b. Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian. c. Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan. d. Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.

7 12 3) Penutup a. Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi. b. Merumuskan kesimpulan. Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran bermain peran menurut para ahli, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran bermain peran yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1) Guru membagi siswa dalam kelompok yang ter diri dari 4 anak. 2) Memanggil tiap-tiap kelompok untuk melakukan bermain peran sesuai skenario yang sudah didapat pada tiap-tiap kelompok. 3) Kelompok yang belum mendapat giliran mengamati bermain peran yang dilakukan oleh kelompok lain. 4) Setelah semua mendapat giliran tiap-tiap siswa diberi lembar kerja untuk membahas hasil dari bermain peran tiap-tiap kelompok. 5) Guru dan siswa melakukan diskusi untuk membicarakan hasil bermain peran yang sudah dilakukan tiap-tiap kelompok. 6) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. 7) Guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan. 8) Evaluasi. 9) Penutup Penerapan Metode Bermain Peran sesuai Standar Proses Permendiknas Nomor 41 (2007:1) pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasarkan prosedur yang tepat dan sesuai. Sebelum proses pembelajaran dilakukan langkah pertama ialah membuat perencanaan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. RPP disusun untuk setiap KD yang akan dilakukan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru membuat RPP untuk setiap pertemuan yang sudah disesuaikan dengan jadwal dalam satuan pendidikan.

8 13 1) Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan awal pembelajaran yang diarahkan untuk menumbuhkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran (Permendiknas No.41, 2007). 2) Kegiatan Inti Sesuai dengan Permendiknas No.41 tahun 2007 bahwa kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 3) Kegiatan Akhir Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (Permendiknas No.41, 2007). Sesuai Permendiknas No.41, tahun 2007, pelaksanaan pembelajaran yang merupakan implementasi dari RPP dengan mengunakan metode bermain peran dalam pembelajaran PKn yang sesuai standar proses sebagai berikut:

9 14 Tabel 1 Penerapan Metode Bermain Peran Sesuai Standar Proses No Kegiatan Penerapan Metode Bermai Peran 1 Kegiatan Pendahuluan 1. Guru meminta kepada ketua kelas untuk memimpin doa. 2. Guru mengabsen siswa. 3. Guru menginformasikan materi pokok yang akan dipelajari. 4. Guru memberikan apersepsi. 5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2 Kegiatan Inti a. Eksplorasi Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi (bermain peran). Memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan diperankan. b. Elaborasi Guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 anak. Memanggil tiap-tiap kelompok untuk melakukan bermain peran sesuai dengan skenario yang sudah didapat pada tiap-tiap kelompok. Kelompok yang belum mendapat giliran mengamati bermain peran yang dilakukan oleh kelompok lain. Setelah semua kelompok mendapat giliran tiaptiap siswa diberi lembar kerja untuk membahas hasil dari bermain peran tiap-tiap kelompok. Guru dan siswa melakukan diskusi untuk membicarakan hasil bermain peran yang sudah dilakukan tiap-tiap kelompok. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan. c. Konfirmasi Guru memberikan kesempatan bertanya bagi siswa yang belum memahami materi pembelajaran. Guru memberikan penjelasan tentang materi yang belum dipahami oleh siswa. 3 Kegiatan Penutup 1. Guru bersama dengan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan. 2. Guru membuat rangkuman dengan melibatkan siswa. 3. Guru melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa. 4. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. 5. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.

10 Hasil Belajar Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22). Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan yang diperoleh siswa setelah siswa melakukan proses belajar. Hasil belajar dapat berupa nilai, angka, atau huruf. Semakin tinggi nilai atau angka atau huruf maka semakin tinggi juga hasil dari belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu : a. Ranah Kognitif Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan kemampuan intelektual. Ranah kognitif meliputi enam aspek, yakni: 1. Pengetahuan Pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomin Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat, sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan atau untuk diingat. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman.

11 16 2. Pemahaman Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. a) Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. b) Analisis Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. c) Sintesis Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk penyeluruhan. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan analisis dapat dipandang sebagai berfikir konsvergen yang satu tingkat lebih rendah daripada berpikir devergen. Berfikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. d) Evaluasi Evaluasi adalah menentukan nilai dari fakta dan ide. b. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar sampai tingkat yang kompleks, yaitu:

12 17 1. Reciving/attending (menerima atau memperhatikan). Merupakan kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh. 2. Responding (menanggapi) Mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi. 3. Valuing (menilai) Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan itu adalah baik, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar

13 18 efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. 4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan) Artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional. 5. Characterization by evalue complex (karakteristik dengan suatu nilai atau komplek nilai) Yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk karakteristik pola hidup tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Tuhan menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengahtengan kehidupan masyarakat. c. Ranah psikomotorik Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Tipe hasil belajar psikomotorik berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu.

14 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. a. Faktor-faktor Intern Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan factor kelelahan. 1. Faktor jasmaniah Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya. Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa: buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu. 2. Faktor psikologis Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi

15 20 kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk member renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik. 3. Faktor kelelahan Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya. b. Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.

16 21 2) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya. 3) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multimedia misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa Hubungan Metode Bermain Peran dengan Hasil belajar Bermain peran merupakan suatu cara pembelajaran yang mengibaratkan tingkah laku suatu peristiwa dalam hubungan sosial dengan suatu masalah agar peserta didik dapat memaknai masalah yang ada sehingga peserta didik lebih memahami kejadian dari pengalamannya. Melalui metode bermain peran permainan memperluas interaksi sosial dan mengembangkan keterampilan sosial yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum. Permainan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh dan mengembangkan dan memperhalus keterampilan motorik. Permainan juga

17 22 membantu anak-anak memahami tubuhnya: fungsinya dan bagaimana menggunakannnya dalam belajar. Anak-anak bisa mengetahui bahwa bermain itu menyegarkan, menyenangkan dan memberikan kepuasan. Dari peranan dalam metode bermain peran siswa termotivasi sehingga timbul semangat dan akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang semula kurang tertarik menjadi tertarik sehingga kemungkinan hasil belajar siswa menjadi meningkat. Selain itu, bermain peran membantu penalaran siswa dalam memahami materi yang dikemas didalamnya, dan meningkatkan daya ingat. Perasaan senang dalam belajar juga membuat keaktifan belajar siswa meningkat baik fisik maupun mental. Dengan begitu, siswa bisa memanfaatkan lebih banyak alat inderanya dalam belajar sehingga hasil belajarnya lebih maksimal. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang relevan 1. Qomariah (2008) melakukan penelitian yang berjudul Penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan prestasi belajar PKn kelas 4 di SDN Sepanjang 04 Gondanglegi Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Pada pembelajaran PKn siklus I dengan penerapan metode pembelajaran bermain peran, kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP mencapai skor 88 dengan presentase keberhasilan 88%, dan pada siklus II mencapai skor 97 dengan presentase keberhasilan 97%, 2) Untuk aktivitas belajar siswa secara klasikal pada siklus I mencapai nilai rata-rata kelas 71,53 dan pada siklus II mencapai nilai ratarata kelas 86,92, 3) Untuk partisipasi siswa dalam bermain peran pada siklus I mencapai nilai rata-rata kelas 78 dan pada siklus II mencapai rata-rata kelas 87, 4) Hasil belajar siswa pada waktu pra tindakan (sebelum penerapan metode pembelajaran bermain peran) mencapai rata-rata kelas 69,23 dengan ketuntasan belajar 26,92%, pada siklus I mencapai nilai rata-rata kelas 72,5 dengan ketuntasan belajar 46,15%, sedangkan pada siklus II mencapai nilai rata-rata 87,30. Meskipun terdapat 3 siswa (11,53%) yang tidak mencapai kriterian ketuntasan belajar kelas sudah tercapai 88,46%. 2. Prabawa (2010) dalam skripsinya yang berjudul Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Bermain Peran Pada Pokok Bahasan Operasi

18 23 Hitung Campuran Untuk Siswa Kelas II SDN Winong Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010, pada 37 siswa menghasilkan rata-rata kelas prasiklus 58,4, pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 65,4 dengan ketuntasan klasikal 56,7% sedangkan pada siklus II nilai rata-rata kelas adalah 75,1 dengan ketuntasan klasikal 100%, sehingga metode bermain peran tersebut berhasil meningkatkan prestasi siswa. 2.3 Kerangka Pikir Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada kelas 4 Sekolah Dasar Negeri Tirtomoyo ialah hasil belajar siswa rendah karena siswa kurang tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan kewarganegaraan siswa menggunakan metode bermain peran pada siswa kelas 4 SD Negeri Tirtomoyo, Kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen. Upaya yang di lakukan peneliti dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan tersebut adalah peneliti merancang pembelajaran yang pada akhirnya dapat membantu siswa dalam proses belajar dan mempermudah guru dalam menyampaikan materi pembelajaran karena siswa dapat terlibat langsung dalam penyampaian materi sehingga pembelajaran akan mudah dipahami oleh siswa dan dapat tercapainya tujuan pembelajaran digambarkan dalam skema dibawah ini.

19 24 Proses Belajar Mengajar Pembelajaran Konvensional Siswa pasif Pembelajaran terpusat pada guru Guru masih menggunakan metode ceramah Siswa menjadi bosan dan tidak ada semangat belajar Hasil Belajar Rendah Hasil belajar lebih meningkat Pemantapan metode bermain peran - Unsur antusiasme ditingkatkan - Pengelolaan waktu pembelajaran lebih efektif - Mempersiapkan perencanaan secara matang Penerapan metode bermain peran - Siswa menjadi lebih berani maju kedepan. - Ada interaksi antara guru dengan siswa. - Adanya kerja kelompok yang menyenangkan. - Ada persaingan antar kelompok agar menumbuhkan semangat belajar Hasil belajar meningkat Gambar 1. Skema Kerangka Pikir

20 Hipotesis Tindakan Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah: 1. Diduga melalui penggunaan metode bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar pada pelajaran PKn siswa kelas 4 SDN Tirtomoyo Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen. 2. Diduga melalui penggunaan langkah-langkah metode bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar pada pelajaran PKn siswa kelas 4 SDN Tirtomoyo kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn 2.1.1.1 Hakekat PKn Menurut Azra dalam (Mawardi dan Sulasmono, 2011: 10), Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Keaktifan Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 12) berarti giat (bekerja atau berusaha),

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Keaktifan Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 12) berarti giat (bekerja atau berusaha), BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Keaktifan Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 12) berarti giat (bekerja atau berusaha), sedangkan keaktifan diartikan sebagai hal atau dimana

Lebih terperinci

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya (Karso: 1998, 1.6).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air selalu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, menyatakkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono*

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono* STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn SMP @ Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono* PENDAHULUAN Standar Isi maupun SKL ( Lulusan) merupakan sebagian unsur yang ada dalam SNP (Standar Nasional

Lebih terperinci

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI KELAS VIII-B DI SMP NEGERI 1 BOLAANG Tjitriyanti Potabuga 1, Meyko

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas pendidikan yang baik akan melahirkan generasi muda yang dapat diandalkan untuk memajukan

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia dalam membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuan pendidikan sangat sarat dengan kompetansi sosial, personal dan

I. PENDAHULUAN. tujuan pendidikan sangat sarat dengan kompetansi sosial, personal dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemampuan bangsa dan negara. Hal ini karena pendidikan merupakan proses budaya yang bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran PKn di SD mempunyai kedudukan yang penting dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

(Analisis Semiotika Terhadap Film Garuda di Dadaku)

(Analisis Semiotika Terhadap Film Garuda di Dadaku) PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN ASPEK PRESTASI DIRI DAN NILAI OPTIMISME DALAM FILM GARUDA DI DADAKU (Analisis Semiotika Terhadap Film Garuda di Dadaku) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan kepada : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Oleh WILUDJENG HERAWATI NIM.

SKRIPSI. Diajukan kepada : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Oleh WILUDJENG HERAWATI NIM. SKRIPSI PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MATERI KEUTUHAN NKRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW SISWA KELAS VII SMPN 2 KAUMAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Diajukan kepada : Fakultas Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan UU Nomor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD Pendidikan Kewarganegaraan terbentuk dari dua kata yaitu Pendidikan dan Kewarganegaraan. Pendidikan adalah usaha

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN Pembahasan dalam bab I ini akan mengkaji tentang latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah. Penjelasan dari keenam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Cinta Tanah Air Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter merupakan nilainilai perilaku

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROUND TABLE DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROUND TABLE DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN SISWA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROUND TABLE DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN SISWA NASRUL Kepala SD Negeri 004 Domo anasrull814@gmail.com ABSTRAK Penerapan Model Pembelajaran Round Table Dalam Upaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Slameto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik. Purwanto (2009:10)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

Berikut diperlihatkan jenis-jenis pengetahuan yang terangkum dalam aras kemahiran tersebut:

Berikut diperlihatkan jenis-jenis pengetahuan yang terangkum dalam aras kemahiran tersebut: TAKSONOMI BLOOM Bidang ini merupakan satu rangka tugas untuk menentukan peringkat atau taraf pelakuan akhir yang hendak dicapai. Bidang ini adalah bidang mengenaipengetahuan seperti mengenai fakta-fakta,

Lebih terperinci

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

B. Tujuan C. Ruang Lingkup 27. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Pendidikan di diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan proses pembelajaran pada berbagai mata pelajaran di Sekolah Dasar pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu menmbuhkembangkan potensi diri, sosial, dan alam di kehidupannya. Sesuai dengan perkembangan zaman yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1. Pentingnya Minat Belajar Kata minat dalam bahasa Inggris disebut interest yang berarti menarik atau tertarik. Minat adalah keinginan jiwa terhadap sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Minat Belajar 2.1.1.1 Pengertian Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pendidikan Kewarganegaraan Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SD

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pendidikan Kewarganegaraan Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SD BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pendidikan Kewarganegaraan 2.1.1 Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri yang beragam dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia dalam menghadapi kemajuan zaman, seperti era globalisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1.Mata pelajaran PKn 2.1.1.1.Pengertian PKn SD Pendidikan kewarganegaraan SD adalah program pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai pancasila sebagai wahana

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar, prestasi berarti hasil

II. KAJIAN PUSTAKA. Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar, prestasi berarti hasil 7 II. KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar, prestasi berarti hasil yang telah dicapai dari yang dilakukan, dikerjakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

1.Identitas mata pelajaran: berisi mata pelajaran yang akan diajarkan, kelas, semester, alokasi waktu yang digunakan dan banyaknya jam pertemuan.

1.Identitas mata pelajaran: berisi mata pelajaran yang akan diajarkan, kelas, semester, alokasi waktu yang digunakan dan banyaknya jam pertemuan. KOMPONEN RANCANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN MELIPUTI: 1. Identitas mata pelajaran 2. Standar kompetensi dan Kompetensi dasar 3. Kemampuan awal dan karakteristik peserta didik 4. Indikator pencapaian 5. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana penting pengembangan ilmu dan pondasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana penting pengembangan ilmu dan pondasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting pengembangan ilmu dan pondasi pokok dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Karena itu pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.1 Pelaksanaan Tindakan Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas semester tahun pelajaran 1/13 Sekolah Dasar Negeri Tirtomoyo, Kecamatan Poncowarno, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian IPA Menurut H. W. Fowler (Trianto 2010:136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan

Lebih terperinci

Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan Perencanaan Pembelajaran: Proses pengambilan keputusan hasil berfikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu (1) informasi verbal; (2) keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

BAB II KAJIAN TEORI. dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Belajar a. Pengertian Belajar Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) a. Pengertian Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) Strategi pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu mandiri sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan

Lebih terperinci

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 3 No. 4 ISSN X. Baswan

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 3 No. 4 ISSN X. Baswan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn Pada Materi Susunan Pemerintahan Daerah Melalui Metode Bermain Peran Di Kelas IV SD DDI Siboang Baswan Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika 4 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Hakekat Pembelajaran Matematika 2.1.1. Pengertian Belajar Belajar adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana

Lebih terperinci

Nama Sekolah : Mata pelajaran : Sosiologi Kelas / semester : X/2 Tahun Ajaran :

Nama Sekolah : Mata pelajaran : Sosiologi Kelas / semester : X/2 Tahun Ajaran : Nama Sekolah : Mata pelajaran : Sosiologi Kelas / semester : X/2 Tahun Ajaran : 2014-2015 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Ranah berfikir Indikator Pencapaian Kompetensi Tahapan Berfikir Materi Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Model Pembelajaran Role Playing (model bermain peran) a Pengertian Role playing atau bermain peran menurut Zaini, dkk (2008:98) adalah suatu aktivitas pembelajaran

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu Yunius, Siti Nuryanti, dan Yusuf Kendek Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn 2.1.1.1 Hakikat PKn Menurut Azyumi Azra dalam Mawardi dan Bambang S. Sulasmono (2011:10) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat semakin meningkatkan tuntutan hidup masyarakat di segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air selalu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas dalam hal ini berarti siswa aktif dalam mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan dengan rasa senang dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Belajar Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini bangsa Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudaya demokrasi, berkeadilan dan menghormati hak-hak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan dasar, khususnya pada tingkat sekolah dasar memiliki posisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan dasar, khususnya pada tingkat sekolah dasar memiliki posisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dasar, khususnya pada tingkat sekolah dasar memiliki posisi sangat strategis karena menjadi landasan bagi pendidikan selanjutnya. Ini tercantum dalam Peratuaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah hasil akhir baik berupa perilaku, maupun pengetahuan (kognitif) yang terjadi setelah proses pembelajaran dalam rangka memperoleh suatu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. penerus di mana negara Indonesia harus menghindari sistim pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. penerus di mana negara Indonesia harus menghindari sistim pemerintahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) merupakan mata pelajaran yang bertujuan mendidik siswanya untuk membina moral dan menjadikan warga Negara yang baik, yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif Menurut E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam suatu kelas dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 secara normatif dikemukakan bahwa Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Stategi Problem Solving Strategi problem solving adalah strategi yang mengajarkan kepada siswa bagaimana cara memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Selain itu pendidikan mempunyai tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Refleksi Awal Proses Pengembangan Perangkat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V B SD Negeri 19 Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. 2

BAB II KAJIAN TEORI. penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam dua tahapan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam dua tahapan, yakni proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan dapat berlangsung dalam dua tahapan, yakni proses jangka pendek dan jangka panjang. Pencapaian tujuan pendidikan nasional memerlukan pertahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis (Zamroni dalam

Lebih terperinci

PEMETAAN SK KD. Indikator Pencapaian Kompetensi. Menjelaskan pengertian norma, kebiasaan dan adat istiadat. Menjelaskan manfaat norma

PEMETAAN SK KD. Indikator Pencapaian Kompetensi. Menjelaskan pengertian norma, kebiasaan dan adat istiadat. Menjelaskan manfaat norma Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII Semester : 1 dan 2 Ruang lingkup mata pelajaran PPKn di SMP/MTs meliputi: PEMETAAN SK 1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan,

Lebih terperinci