KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Tim Penyusun"

Transkripsi

1

2 RENCANA (Integrated Coastal Management) KELURAHAN BUKIT HARAPAN Kota Parepare Tim Penyusun : Jimmi R. P Tampubolon, S.I.K, M.Si Ir. Muhammad Saenong, MP Ir. Sapta Putra, M.Sc., Ph.D Dr. Ir. Irwandi Idris, M.Si Project Management Office (PMO) Coastal Community Development Project

3 KATA PENGANTAR Pengelolaan Pesisir Terpadu atau dalam bahasa asing sering disebut dengan Integrated Coastal Managament (ICM) merupakan sebuah konsep pengelolaan wilayah pesisir secara terintegrasi. Integrasi yang dimaksud ialah upaya pengelolaan secara terpadu, terpadu antar ekosistem pesisir, terpadu antara ekosistem daratan dengan laut, terpadu antar instansi pemerintahan, terpadu antara pemerintah dengan pemangku kepentingan (stakeholder), dan terpadu antar multi displin ilmu. Keterpaduan tersebut dipandang perlu untuk mencegah konflik kepentingan akan laut, konflik wewenang akan laut, dan konflik penggunaan sumber daya hayati dan non-hayati yang ada di pesisir dan lautan. Keterpaduan merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan masyarakat pesisir Penyusunan dokumen rencana pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (ICM) Kelurahan Bukit Harapan merupakan salah satu kegiatan Pembangunan Masyarakat Pesisir melalui CCDP IFAD. Rencana ini diharapkan menjadi salah satu rekomendasi konstruktif, baik kepada pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) serta PMO (Project Managament Officer), dan pemerintah daerah (Dinas Perikanan) serta PIU (Project Implementation Unit) Kota Parepare ataupun pemangku kepentingan diluar pelaksana kegiatan CCDP IFAD. Dokumen ini dapat dijadikan salah satu dokumen acuan dan arahan dalam perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya sehingga dapat tercapai keseimbangan ekonomi dan ekologi dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Dokumen ICM ini disusun melalui serangkaian kegiatan antara lain pengumpulan data sekunder, survey lapangan, wawancara, FGD, analisis data dan penulisan dokumen. Dokumen Pengelolaan Wilayah Pesisir (ICM) ini masih perlu dikonsultasikan kembali kepada stakeholder terkait untuk mendapatkan masukan sehingga menjadi lebih baik. Selain itu rencana pengelolaan ini diharapkan dapat diadopsi dalam rencana kerja kelurahan atau pemerintahan daerah Kota Parepare, agar mendapatkan pengakuan dari masyarakat luas dan pemangku kepentingan lainnya dan ikut mengimplementasikannya di masa datang. Akhirnya, disampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam keseluruhan proses penyusunan dokumen ICM ini. Tim Penyusun

4 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Lingkup Tujuan Proses Penyusunan... 6 BAB II.RONA WILAYAH PESISIR 2.1. Keadaan Geografis dan Administratif Kondisi Sosial Budaya Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pesisir Potensi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Pesisir BAB III.ISU-ISU PENGELOLAAN 3.1. Isu SDA dan Lingkungan Isu Sosial-Budaya Isu Ekologi BAB IV.RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 4.1. Isu Prioritas Strategi Pengelolaan Rencana Aksi Monitoring dan Evaluasi... 24

5 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Kelurahan Bukit Harapan Peta Administrasi Kelurahan Bukit Harapan Grafik Jumlah Penduduk Kelurahan Bukit Harapan Peta Land Use Kelurahan Bukit Harapan Grafik Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Bukit Harapan Sekolah Dasar (SD) Kelurahan Bukit Harapan Peta Sarana di kelurahan Bukit Harapan Kondisi Lahan Mangrove di Kelurahan Bukit Harapan Peta Sumber Daya Alam Pesisir di Kelurahan Bukit Harapan... 15

6 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara wilayah daratan dengan karakteristik daratannya danlayah lautan dengan karakteristik lautannya danmembawa dampak yang cukup signifikan terhadapmbentukan karakterteristik wilayah sendiri yang lebih khas. Kekhasannya ini tidak hanya berlaku pada karakteristik sumberdaya alamnya saja, melainkan juga berdampak terhadap karakteristik sumberdaya manusia dan kelembagaan sosial yang terdapat di sekitarnya. Kawasan pesisir merupakan basis bagi para pelaku utama yang memanfaatkan sumberdaya laut. Laut sendiri merupakan sumberdaya yang mempunyai peranan yang sangat penting karena memiliki berbagai potensi baik sumberdaya terbaharukan (renewale resources), tidak terbaharukan (nonrenewale resources), sumber energi dan jasa-jasa lingkungan. Sumberdayasumberdaya terbaharukan di laut mencakup sumberdaya ikan laut (yang dihasilkan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya), hutan mangrove, terumbu karang. Sedangkan sumberdaya tak terbaharukan meliputi minyak bumi dan gas, serta berbagai bahan tambang mineral. Sumber energi dihasilkan melalui adanya gaya atau proses-proses kelautan berupa energi gelombang, pasang surut, angi, hingga OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Sedangkan jasa-jasa lingkungan kelautan dapat berupa lokasi-lokasi indah untuk rekreasi dan parawisata, media transportasi, pengetur iklim global, sumber plsma nutfah yang menjadi dasar kelangsungan kehidupan, serta penampung limbah. Mengingat hal di atas, laut merupakan asset yang sangat berharga dan dapat dijadikan sebagai sumberdaya andalan dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Di masa lalu, paradigma pembangunan lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan dan pertanian pedalaman, sedangkan masyarakat pesisir kurang

7 2 diperhatikan. Sudah saatnya memang paradigma tersebut dirubah dengan memberikan perhatian yang terhadap masyarakat pesisir karena mereka juga adalah warga negara Indonesia. Konsekuensinya, justru masyarakat pesisir perlu mendapatkan perhatian khusus karena ketertinggalan mereka akibat paradigma masa lampau. Yang perlu dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat pesisir. Karenanya, arah kebijakan sekarang ini untuk masyarakat, umumnya bukan lagi ditekankan pada pembangunan (development) dalam arti memberikan barang atau uang kepada masyarakat, tetapi dengan pelatihan dan pendampingan selama beberapa waktu - perlu waktu bertahun tahun agar masyarakat mempunyai kemampuan manajemen (pengelolaan). Pengelolaan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Di Indonesia Pengelolaan Sumberdaya berbasis Masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33 Undangundang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi danair dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dandipergunakan sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai. Mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki, sektor kelautan memiliki potensi yang sangat besar serta memberikan kontribusi yang signifikan pada perekonomian wilayah. Cotanza et al., (1997) memperkirakan bahwa sumberdaya kalautan berkontribusi sekitar 21 trilyun US$ per tahun perekonomian global, dari total GNP global sebesar 25 trilyun US$, dimana 60%- nya disumbangkan oleh kawasan pesisir dan sistemnya, sedangkan 40% lainnya dari laut terbuka. Secara global, sektor kelautan memiliki kontribusi 60% dari total nilai ekonomi biosphere. Tingginya potensi sumberdaya laut yang ada dan di sisi lain terdapatnya tekanan pembengunan untuk memanfaatkannya, menurut pengelolaan

8 3 sumberdaya kawasan pesisir secara seimbang dan berkelanjutan. Kasus klasik di dalam pengelolaan sumberdaya kelautan adalah adanya fenomena open access, fenomena dimana tidak berkembangnya sistem property rights yang tegas yang menyebabkan terdapat kecenderungan semua pihak terkait hanya berusaha mendapatkan manfaat tanpa satu pihakpun yang memiliki insentif untuk menjaga kelestariannya. Oleh karenanya tantangan nyata di dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah pengembangan sistem kelembagaan yang dapat lebih menjamin pengelolaan secara berkelanjutan. Permasalah spesifik lainnya di dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan adalah terdapatnya ketimpangan antara potensi sumberdaya dengan fakta lapangan bahwa masyarakat pesisir yang notabene memiliki kedekatan spasial yang tinggi untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada, ternyata tidak memiliki akses riil terhadap pengelolaan sumberdaya yang menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir yang miskin pada gilirannya akan menjadi penyebab dan sekaligus penerima dampak yang utama dari berbagai kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Kawasan pesisir sebagai ekosistem alami memberikan 4 (empat) fungsi terhadap kebutuhan dasar manusia dan pembangunan ekonomi, yaitu : (I) mendukung kegiatan sebagai sumber kehidupan; (ii) keindahan dengan keramahan; (iii) sumber bahan baku; dan (iv) penampungan limbah. Karena itu dari perspektif bio-ekologi, pembangunan sumberdaya kawasan pesisir berkelanjutan membutuhkan adanya panduan utama, yang meliputi : (I) Penataan ruang yang harmonis; (ii) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam; (iii) Pengendalian polusi/pencemaran; dan (iv) Meminimalisasi kerugian yang disebabkan oleh dampak lingkungan. Pemanfaatan kawasan pesisir untuk kegiatan sosial ekonomi dapat menimbulkan berbagai konflik kepentingan antara budidaya, pariwisata, pemukiman, pelabuhan, transportasi dan lainnya. Orientasi pembangunan dan aktifitas masyarakat untuk menjalankan roda pembangunan berspektif jangka pendek, yaitu meraih manfaat material sebanyak-banyaknya, apalagi ditambah dengan adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia beberapa tahun lalu. Pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan keberlanjutan ketersediaannya untuk jangka panjang, akan menyebabkan kerusakan habitat dan hilangnya

9 4 keanekaragaman hayati yang cenderung akan menurunkan kualitas lingkungan alam di kawasan pesisir. Keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir, sebagai suatu kawasan yang penting, hanya dapat dicapai dengan pengelolaan yang didasarkan pada pendekatan pengelolaan lingkungan secara lestari dan terpadu. Bertambahnya tekanan pembangunan di kawasan pesisir akan menyebabkan meningkatnya aktifitas eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir, yang pada akhirnya berakibat pada pemanfaatan secara berlebih terhadap jenis-jenis sumberdaya perikanan, karena dilakukan tanpa memperhatikan potensi lestari yang tersedia. Bertambahnya penduduk yang berdomisili di kawasan pesisir menyebabkan meningkatnya eksplorasi terhadap sumberdaya pesisir, selain juga over-fishing yang terjadi karena pemanfaatan secara berlebih terhadap sumberdaya perikanan tanpa memperhatikan jumlah yang tersedia, sehingga sumberdaya perikanan menjadi berkurang dan mengganggu keseimbangan ekologis kawasan pesisir. Kelebihan jumlah nelayan yang terdapat di wilayah pesisir yang telah mengalami kondisi over-fishing harus segera mendapatkan perhatian dari pelaku pembangunan, agar keseimbangan pembangunan ekonomi dapat tetap diupayakan secara berkelanjutan dengan menjaga lingkungan ekologi kawasan pesisir. Upaya pengelolaan wilayah pesisir merupakan suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian agar dapat mengubah atau membawa kondisi masyarakat pesisir yang ada pada saat ini ke suatu kondisi masyarakat pesisir yang diharapkan. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan adanya Rencana Induk atau Rencana Pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan, dengan berdasar pada kajian potensi sumberdaya alam, kondisi biogeofisik dan lingkungan, penggunaan lahan kawasan pesisi, sosial ekonomi dan budaya masyarakat di pesisir dan lautan Kota Parepare. Pemahaman yang menyeluruh tentang kondisi biogeofisik, lingkungan, dan sosial ekonomi budaya kawasan ini dapat dikembangkan untuk dijadikan pegangan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di kawasan pesisir dan laut secara berkelanjutan.

10 5 Wilayah pesisir dan laut Kota Parepare merupakan salah satu wilayah pesisir Indonesia yang mempunyai potensi besar, namun terjadi ancaman secara ekologis dan rawan terjadinya berbagai konflik sosial ekonomi, jika tidak dilakukan penataan ruang dan pengelolaan dengan baik dan bijaksana. Olehnya itu, dengan adannya Rencanapengelolaan wilayah pesisir Kota Parepare, diharapkan dapat menyusun Rencana Induk pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu berdasarkan rencana tata ruang kawasan pesisir dan laut secara terpadu di Kota Parepare Ruang Lingkup Ruang Lingkup Wilayah Wilayah Perencanaan dalam pelaksanaan kegiatan Penyusunan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (Integrated Costal Management-ICM) kelurahan Kota Parepare ini adalah seluruh wilayah pesisir Kelurahan Bukit Harapan Kota Parepare sampai batas 4 mil Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Parepare ini adalah sebagai berikut : 1. Inventarisasi berbagai data primer dan sekunder berkaitan dengan potensi sumber daya alam (pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, pertambangan dan energi, pariwisata, dll) dan jasa lingkungan di Pesisir Kota Parepare. 2. Identifikasi isu strategis yang ada, khususnya isu kerusakan ekosistem wilayah pesisir, ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan di Pesisir Kota Bukit Harapan Parepare.; 3. Identifikasi terhadap kondisi perekonomian wilayah baik berupa gambaran perekonomian masyarakat, kegiatan investasi yang berkembang, dan potensi pengembangan ekonomi untuk multi sektor yang ada di Pesisir Kelurahan Bukit Harapan Kota Parepare.; 4. Identifikasi kondisi sosial dan nilai-nilai budaya (budaya lokal) dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan kelautan; 5. Penyusunan rencana induk pengelolaan wilayah Pesisir Kota Parepare. yang antara lain berisi : isu strategis, visi dan misi, konsep kebijakan dan

11 6 strategi pengembangan wilayah pesisir dan laut, rencana struktur ruang wilayah pesisir dan laut, rencana pengembangan pusat-pusat kegiatan wilayah pesisir dan laut, rencana infrastruktur wilayah, rencana pola pemanfaatan ruang pesisir dan laut, rencana kawasan-kawasan prioritas yang layak usaha secara nasional dan regional serta sektor unggulan yang dapat dikembangkan. 6. Mengadakan pertemuan dan diskusi melalui FGD di daerah dan pusat yang melibatkan segenap pemangku kepentingan di Pesisir Kota Parepare 1.3. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk menyusun rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Kota Parepare yang menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan visi dan misi pengembangan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Parepare 20 (dua puluh) tahun ke depan Proses Penyusunan Penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan laut Desa sebagai wilayah administrasi pemerintahan yang memiliki kewenangan mengurus kepentingan masyarakatnya perlu meletakkan dasar-dasar yang kuat dengan mempertimbangkan berbagai aspek untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan wilayah pesisir dan lautnya.untuk meletakan dasar dasar pembangunan berkelanjutan tersebut maka pada setiap desa yang mendapat program CCDP IFAD diharuskan menyusun rencana pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu. Proses penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu kelurahan Labukkang terdiri dari 6 tahapan yaitu : 1. Tahapan Persiapan - Administrasi - Pembentukan tim perencana - Penyusunan rencana kerja - Personil, fasilitas dan pembiayaan - Pelatihan tenaga perencana 2. Tahapan identifikasi isu pengelolaan - Mengidentifikasi stakeholder utama dan kepentingannya. - Menilik potensi dan kondisi sumberdaya dan lingkungan pesisir.

12 7 - Mengkaji isu-isu pesisir dan kelembagaan serta implikasinya melalui FGD. - Mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara kegiatan manusia, proses alamiah dan kerusakan sumberdaya pesisir. - Memilih isu-isu penting yang akan menjadi fokus utama pengelolaan - Merumuskan arahan pengelolaan pesisir. 3. Tahapan Perencanaan Program - Melaksanakan penelitian ilmiah terhadap berbagai isu yang dipilih pada langkah pertama. - Mendokumentasikan kondisi awal wilayah pesisir yang akan dikelola. - Menyusun rencana pengelolaan dan kerangka kerja kelembagaan yang akan melaksanakan program. - Mempersiapkan SDM dan kelembagaan pelaksanaan program. - Menguji strategi pelaksanaan program dalam skala kecil. 4. Tahapan Adopsi Program dan Pendanaan - Mendapatkan persetujuan pemerintah terhadap suatu perencanaan dan proses penyusunan kebijakan. - Memperoleh pengesahan resmi terhadap kebijakan ataupun rencana yang disusun - Memperoleh pendanaan yang dibutuhkan bagi implementasi program 5. Tahapan Pelaksanaan Program - Pelaksanaan mekanisme koordinasi antar lembaga dan prosedurprosedur resolusi konflik. - Penguatan kapasitas pengelolaan program - Membangkitkan, mendorong atau meningkatkan partisipasi kelompok stakeholder utama. - Melaksanakan program pendidikan dan penyadaran bagi masyarakat (umum) dan stakeholder - Menjaga agar prioritas program tetap berada dalam agenda publik. - Memantau kinerja program dan kecenderungan yang terjadi pada lingkungan sosial. 6. Tahapan Monitoring dan Evaluasi Melakukan monitoring dan evaluasi program sebagai pembelajaran untuk program pengelolaan berikutnya: - dampak program secara ekologis, sosial dan ekonomi - proses pelaksanaan program, - desain program,

13 8 - pengembangan program Secara ringkas proses penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu kelurahan Bukit Harapan diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan W ilayah Pesisir Terpadu Kelurahan Bukit Harapan

14 BAB II RONA WILAYAH PESISIR Keadaan Geografis dan Administratif Secara administratif, kelurahan Bukit Harapan adalah bagian dari Kecamatan Soreang. Kecamatan Soreang sendiri memiliki luas 8,33 km 2 atau 8,39% dari luas wilayah kota Parepare. Kecamatan ini terbagi dalam 7 kelurahan dengan luas wilayah. Kelurahan terluas di kecamatan W atang Soreang adalah kelurahan Bukit Harapan dengan luas 5,56 km 2 (66,74%) dan terkecil adalah kelurahan Kampung Pisang yakni 0,12 km 2 atau hanya 1,44% dari luas wilayah kecamatan Watang Soreang. Gambar 2. Peta Administrasi Kelurahan Bukit Harapan

15 Batas administrasi kelurahan Bukit Harapan adalah : Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidrap : Kelurahan Lapadde Kec. Ujung : Kelurahan Bukit Indah : Kelurahan Watang Soreang 2.2. Kondisi Sosial Budaya a. Jumlah Penduduk Berdasarkan data statistik kecamatan dalam angka tahun 2012 sampai 2015 didapatkan bahwa populasi yang terbanyak di kelurahan Bukit Harapan adalah pada tahun Jumlah penduduk dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Bukit Harapan Masyarakat Kelurahan Bukit Harapan dapat dikatakan sebagai masyarakat Bugis sepenuhnya. Masyarakat Bugis sendiri secara menganut sistem patrilineal dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang banyak dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Salah satu prinsip sentral dalam merupakan warisan asli budaya Bugis adalah apa yang disebut sebagai siri. Prinsip ini dapat dikatakan memandu seluruh tindak-tanduk masyarakat Bugis. Dari laku sehari-hari, hingga ke adat-istiadat formal. Siri, jika meminjam peristilahan Pierre Bourdieu ( ), dengan kata lain dapat dikatakan sebagai habistus -nya masyarakat Bugis. Siri sendiri (secara harfiah berarti malu ), adalah semacam doktrin tentang harga diri. Ada berbagai tafsir terhadap doktrin ini. Namun tafsiran yang paling umum adalah, seperti makna harfiahnya tersebut, ketidak inginan untuk

16 11 dipermalukan. Konsep akan ketidakmauan untuk dipermalukan ini menjadi khas 11 sebab konsep tentang dipermalukan di kalangan masyarakat Bugis sendiri cukup khas. Menikahi anak gadis sebuah keluarga tanpa persetujuan dari keluarga itu adalah sebuah contoh malu besar bagi masyarakat Bugis. Dan untuk kasus berat seperti ini, penyelesaiannya seringkali, jika bukan hampir selalu, berupa pertumpahan darah. Kasus seperti ini adalah sebuah siri besar yang hanya bisa dibayar dengan darah, entah kepada mempelai perempuan, lelaki, atau keduanya. Reaksi berupa konflik hingga pertumpahan darah ini sendiri pun adalah bagian dari prinsip siri tersebut. Gambar 4. Peta Land Use Kelurahan Bukit Harapan Saat ini, jika dilihat dari aspek transformasi sosial, masyarakat Bukit Harapan secara telah menunjukkan ciri masyarakat perkotaan, atau setidaknya sedang semakin condong ke arah bentuk masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan sendiri, menurut Poplin (1972, dalam Nat, 2011) di antaranya ditandai watak individualistis di antara anggota masyarakatnya, diferesensiasi sosial yang jelas, dan mobilitas sosial yang tinggi. Ciri ini cukup mudah ditemui di antara masyarakat kelurahan Bukit Harapan, tidak terkecuali di antara para nelayannya kendati (sebagaimana masyarakat yang sedang mengalami transisi ) ciri-ciri masyarakat lama/tradisional atau pedesaan juga masih teramati.

17 b. Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Menurut data statistik parepare jumlah murid SD, SMP, SLTA pada Kecamatan Soreang adalah murid, SMP murid dan SLTA murid. Pada kelurahan bukit harapan dari segi tingkat pendidikan, terlihat bahwa fasilitas SD yang dominan pada kelurahan ini yaitu berjumlah 4 unit. Fasilitas pendidikan di kelurahan ini, terdapat fasilitas sekolah untuk orang yang mempunyai keterbelakangan fisik mulai dari SD sampai SMA yaitu sekolah luar biasa (SLB) Gambar 5. Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Bukit Harapan Saat pengumpulan data sekunder dilakukan tidak diperoleh data mengenai tingkat kesehatan warga kelurahan Bukit Harapan. Hanya diperoleh data tentang ketersediaan layanan medis di kelurahan ini. Fasilitas kesehatan, di kelurahan ini terdapat 2 rumah sakit, 1 Pustu dan 1 Poskeskel. Gambar 6. Sekolah Dasar (SD) di Kelurahan Bukit Harapan

18 2.3. Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pesisir Nelayan di kelurahan Bukit Harapan berjumlah paling banyak 50 orang atau 1,4% dari total jumlah penduduk. Ke-50 orang tersebut terdiri atas 20 orang nelayan-tangkap, 26 orang penjual ikan eceran dan 4 orang bos/pengepul. Selain ke-50 orang nelayan tersebut, ibu rumah tangga yang biasa membuat abon ikan di kelurahan ini terdapat 16 orang. Ke-16 perempuan/ibu-ibu ini tergabung dalam usaha pembuatan abon ikan yang dikoordinir oleh seorang perempuan bernama Hj. Oma dengan nama kelompok Sejatera. Saat ini jumlah tersebut bertambah dengan berjalannya kegiatan pendampingan oleh proyek CCDP-IFAD di kelurahan ini sejak tahun 2013 lalu. Lebih rinci, mata pencaharian masyakarat pesisir di kelurahan Bukit Harapan terdiri atas (1) pembudidaya ikan, (2) pemasar, (3) pembuatan abon ikan (perempuan pengolah). Jumlah pelaku kegiatan tersebut saat ini, masing- masing berjumlah 8 orang. Untuk kelompok pembudidaya pelaku usaha terdiri dari kaum laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk kelompok pemasar dan pengolah pelaku kegiatan adalah ibu-ibu/perempuan Gambar 7. Peta Sarana di Kelurahan Bukit Harapan

19 2.4. Potensi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Pesisir terumbu Hasil observasi lapangan, tidak ditemukan adanya ekosistem lamun dan karang sedangkan ekosistem mangrove masih bertahan di wilayah kelurahan Bukit Harapan. Kondisi manrove di kelurahan bukit harapan, saat ini telah tercemar oleh ban bekas milik masyarakat. Selain itu, tingginya aktivitas pelayaran akibat bersebelahan dengan pelabuhan kargo Parepare, perairan kelurahan Bukit Harapan juga menerima tekanan ekologis yang cukup besar dari besarnya limbah domestik yang masuk. Seperti dikatakan di atas, sampah tampak menumpuk di beberapa titik di daerah ini. Aktivitas pelayaran menimbulkan pengadukan pada sedimen perairan, yang menyebabkan air menjadi keruh. Keruhnya air mengahalangi masuknya cahaya matahari yang merupakan prasayarat hidup hewan karang, yakni dibutuhkan oleh hewan karang untuk melakukan proses fotosintesis. Gambar 9. Peta Sumber Daya Alam Pesisir di Kelurahan Bukit Harapan

20 15 15 BAB III ISU-ISU PENGELOLAAN 3. Isu Pengelolaan 3.1. Isu SDA dan Lingkungan 1. Rendahnya pengetahuan Sumber Daya Manusia (SDM) terkait budidaya ikan 2. Rendahnya pengetahuan masyarakat terkait penanggulangan penyakit dan kualitas air 3. Rendahnya keterampilan masyarakat terkait pembuatan kolam batu 4. Suplai air bersih yang terbatas 3.2. Isu Sosial-Budaya 1. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia terkait dengan Pengolahan Ikan 2. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menciptakan produk jenis olahan lain, 3. Belum optimalnya pemasaran produk perikanan 4. Kurangnya kerjasama usaha 5. Tidak adanya rumah produksi olahan ikan 6. Kurangnya sarana dan prasarana pengolahan 4.3. Isu Ekologi 1. Konflik batas wilayah dalam pemanfaatan ekosistem mangrove 2. Kurang optimalnya fungsi ekosistem mangrove 3. Tercemarnya lahan mangrove

21 BAB IV RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR Wilayah Kelurahan Bukit Harapan sangat potensial dalam mengembangkan usaha budidaya dan olahan ikan, karena memiliki sumber daya alam berupa sumber air yang cukup melimpah serta lahan yang cukup luas dapat di lat pada gambar Isu Prioritas Gambar 10. Peta Perencanaan Wilayah Bukit Harapan 1. Rendahnya pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan penyakit dan kualitas air 2. Belum optimalnya pemasaran produk perikanan 3. Tidak adanya rumah produksi olahan ikan 4. Konflik batas wilayah pemanfaatan ekosistem mangrove

22 Strategi Pengelolaan Rendahnya Pengetahuan Masyarakat dalam Penanggulangan Penyakit dan Kualitas air Strategi : a) Meningkatkan pengetahuan dalam penanggulangan penyakit ikan b) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam perbaikan kualitas air c) Penyuluhan budidaya ikan d) Penyedian suplai air bersih Tujuan : 1. Mengetahui teknik dan cara menanggulangi penyakit ikan 2. Mengetahui dan terampil dalam menjaga kualitas air 3. Meningkatkan kualitas masyarakat dalam budidaya ikan Indikator : a) Berkurangnya penyakit pada ikan budidaya dan tidak ada lagi bintik merah pada ikan b) Pertumbuhan ikan yang optimal dan tidak tercium bau busuk pada kolam budidaya c) Hasil produksi budidaya yang meningkat d) Suplai air bersih tercukupi Belum Optimalnya Pemasaran Produk Perikanan Strategi a) Peningkatan keterampilan dan manajemen usaha. b) Memfasilitasi pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan dengan memberdayakan pengusaha kecil, menengah, dan koperasi bermitra usaha dalam kesempatan kerja dan iklim usaha yang kondusif dan terbuka c) Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan tidur. d) Menguatkan dan mengoptimalkan fungsi lembaga ekonomi masyarakat pesisir. e) Memfasilitasi pembentukan koperasi nelayan yang berfungsi menampung dan memasarkan produk-produk perikanan.

23 Tujuan f) Memfasilitasi penyediaan skim-skim 18 kredit murah atau tanpa 18 agunan. g) Mengembangkan iklim yang kondusif bagi investor yang berminat berinvestasi di daerah. h) Pengembangan jaringan perdagangan lokal, regional, nasional dan internasional i) Penataan pasar sebagai sentra-sentra perdagangan agar layak, bersih, nyaman dan teratur. j) Melengkapi infrastruktur dan aksesibilitas yang baik dan memadai penunjang aktifitas ekonomi masyarakat. Terjadinya Peningkatan Diversifikasi Usaha, Lapangan Kerja, Akses Modal dan Pemasaran Masyarakat Pesisir. Indikator a) Meningkatnya akses modal bagi pemberdayaan masyarakat pesisir. b) Tersedianya lapangan kerja dan berkurangnya pengangguran. b) Meningkatnya akses pasar melalui koperasi nelayan (kedai pesisir) pada sentra-sentra produksi perikanan yang berfungsi menampung dan memasarkan produk-produk perikanan. c) Berfungsinya secara optimal lembaga ekonomi masyarakat dalam melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan. d) Tersedianya skim-skim kredit murah atau tanpa agunan. e) Meningkatnya minat investor untuk berinvestasi dan menanamkan modal di wilayah pesisir. f) Tersedianya infrastruktur dan aksesibilitas. TIDAK ADANYA RUMAH PRODUKSI OLAHAN IKAN Strategi : a) Pembangunan rumah produksi b) Menjalin komunikasi dengan berbagai kelompok usaha agar memanfaatkan rumah produksi c) Mengadakan kerjasama sama untuk mengadakan sarana dan prasarana di rumah produksi Tujuan a) Mengadakan rumah produksi b) Memudahkan kelompok usaha dalam produksi olahan hasil perikanan

24 19 c) Meningkatkan kerjasama berbagai kelompok usaha di kelurahan Bukit 19 Harapan d) Meningkatkan kuantitas dan kualitas produk olahan perikanan e) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir Indikator : a) Terbentuknya rumah produksi olahan ikan b) Meningkatnya volume produksi c) Meningkatnya berbagai produk olahan ikan d) Meningkatnya keuntungan masyarakat pesisir e) Adanya kerjasama dari berbagai kelompok olahan ikan di sekitar kelurahan Bukit Harapan f) Tidak adanya kelompok usaha yang bekerja di rumah pribadi KONFLIK BATAS WILAYAH PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE Strategi : a) Menyediakan papan batas wilayah kabupaten di sekitar ekosistem mangrove b) Meningkatkan pengawasan terhadap pemanfaatan ekosistem mangrove Tujuan : a) Mengetahui batas wialayah kabupaten di sekitar ekosisitem mangrove b) Mengurangi konflik antar kabupaten Indikator : a) Tersedianya batas wilayah kabupaten di sekitar ekosistem mangrove b) Tidak adanya konflik dalam pemanfaatan mangrove

25 Rencana Aksi Isu Strategi Program Kegiatan Pelaksana Rendahnya pengetahuan dan keterampilan budidaya Rendahnya Pengetahuan Masyarakat dalam Penanggulangan Penyakit dan Kualitas air Peningkatan kualitas dan kuantitas budidaya ikan 1. Penyuluhan budidaya ikan 2. Pelatihan penanggulanga n penyakit ikan 3. Pelatihan teknik dan cara menjaga kualitas air budidaya Dinas KP3K, Dinas Kebersihan Waktu Sumber Pendanaan IFAD, APBN Belum optimalnya pemasaran produk olahan hasil perikanan Mengembangkan kerjasama usaha dengan berbagai perusahaan perikanan Peningkatan hasil olahan produk perikanan 1. Mengadakan MOU dengan berbagai perusahaan dalam pemasaran produk 2. Pelatihan pembuatan kemasan produk 3. Peningkatan bahan baku Dinas KP3K, Tidak adanya Pengembangan produk kuantitas Peningkatan volume 1. Pengadaan rumah produksi

26 23 23 rumah produksi Olahan ikan Konflik batas wilayah pemanfaata n ekosistem mangrove Adanya papan batas wilayah dan pengawasan terhadap ekosistem mangrove produksi olahan hasil perikanan Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap ekosistem mangrove 2. Pengadaan sarana dan prasarana pengolahan 1. Pengadaan papan batas wilayah di sekitar ekosistem mangrove 2. Pengawasan terhadap pemanfaatan ekosistem mangrove Dinas KP3K, Dinas Pariwisata IFAD, APBD

27 Rencana Monitoring dan Evaluasi No Kegiatan Waktu Monitoring Penanggung Jawab 1 Penyuluhan budidaya ikan Dinas KP3K 2 Pelatihan penanggulangan penyakit ikan Dinas KP3K 3 Pelatihan teknik dan cara menjaga kualitas air budidaya Dinas KP3K 4 Mengadakan MOU dengan berbagai perusahaan Dinas KP3K dalam pemasaran produk 5 Pelatihan pembuatan kemasan produk Dinas KP3K 6 Peningkatan bahan baku Dinas KP3K 7 Pengadaan rumah produksi Dinas KP3K 8 Pengadaan sarana dan prasarana pengolahan Dinas KP3K 9 Pengadaan papan batas wilayah di sekitar ekosistem Dinas KP3K mangrove 10 Pengawasan terhadap pemanfaatan ekosistem mangrove Dinas KP3K

28 25 25 L A M P I R A N

29 LAMPIRAN PETA Peta Administrasi Kelurahan Bukit Harapan

30 Peta Land Use Kelurahan Bukit Harapan

31 Peta Sarana di Kelurahan Bukit Harapan

32 Peta Sumber Daya Alam Pesisir di Kelurahan Bukit Harapan

33 Peta Rencana Pengelolaan Pesisir Bukit Harapan

34 31 31 FOTO KEGIATAN FGD

35 32 32

36

RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 4.1. Isu Prioritas 1. Rendahnya pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan penyakit dan kualitas air 2. Belum optimalnya pemasaran perikanan 3. Tidak adanya rumah si

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN INFRASTRUKTUR CCDP-IFAD KELURAHAN PESISIR KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun RENCANA RENCANA (Integrated Coastal Management) KELURAHAN KAMPUNG BUYANG Kecamatan Mariso Kota Makassar Tim Penyusun : Jimmi R. P Tampubolon, S.I.K, M.Si Irfanuddin Rizaki, S.Pi Arie Mardjan, S.K.H Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi yang telah ditetapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan adalah Menjadi Fasilitator dan Penggerak Ekonomi Masyarakat Perikanan

Lebih terperinci

ISU-ISU PENGELOLAAN. pembangunan belum optimal

ISU-ISU PENGELOLAAN. pembangunan belum optimal ISU-ISU PENGELOLAAN 3.1. Isu SDA Lingkungan 1. Degradasi Habitat Lingkungan Wilayah di Sekitar Sungai 3.2. Isu Sosial Budaya 1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia terkait dengan pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

Kampung Wambi DISTRIK OKABA

Kampung Wambi DISTRIK OKABA Kampung Wambi DISTRIK OKABA KATA PENGANTAR Pengelolaan Pesisir Terpadu atau dalam bahasa asing sering disebut dengan Integrated Coastal Managament (ICM) merupakan sebuah konsep pengelolaan wilayah pesisir

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Industrialisasi. Kelautan. Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN Mata Kuliah : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kode MK : M10B.111 SKS : 3 (2-1) DOSEN : Syawaludin Alisyahbana Harahap, S.Pi.,., MSc. DASAR-DASAR PENGELOLAAN PESISIR UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Ilustrasi Organisasi 3.1.1 Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERENCANAAN WATANG BACUKI

PERENCANAAN WATANG BACUKI PERENCANAAN WATANG BACUKI Isu Prioritas Isu-isu utama 1. Isu Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2. Isu Sosial-Budaya gender Sub-sub isu a. Potensi sumberdaya alam yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal

Lebih terperinci

Kampung Kaiburse DISTRIK MALIND

Kampung Kaiburse DISTRIK MALIND Kampung Kaiburse DISTRIK MALIND KATA PENGANTAR Pengelolaan Pesisir Terpadu atau dalam bahasa asing sering disebut dengan Integrated Coastal Managament (ICM) merupakan sebuah konsep pengelolaan wilayah

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DASAR PENYUSUNAN RIK 1. UU No. 18

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun RENCANA RENCANA (Integrated Coastal Management) KELURAHAN BALANG BARU Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tim Penyusun : Jimmi R. P Tampubolon, S.I.K, M.Si Irfanuddin Rizaki, S.Kel Arie Mardjan, S.K.H Dr.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bengkulu Utara selama lima tahun, yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 Prioritas Misi Prioritas Meningkatkan infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah 2 1 jalan dan jembatan Kondisi jalan provinsi mantap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun RENCANA (Integrated Coastal Management) DESA NUSANIWE Kota Ambon Tim Penyusun : Jimmi R. P Tampubolon, S.I.K, M.Si Ir. Irene Sahertian, M.Env.Mgt, Ph.D Ahadar Tuhuteru, S.Pi, M.Si Herbeth T. Y Marpaung,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci