BAB II LANDASAN TEORI. yang membaca karya sastra berdasarkan sudut pandang perempuan. Fakih (2007: 8)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. yang membaca karya sastra berdasarkan sudut pandang perempuan. Fakih (2007: 8)"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian Gender Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah gender sebagai suatu disiplin yang membaca karya sastra berdasarkan sudut pandang perempuan. Fakih (2007: 8) mengatakan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruki secara sosial maupun kultural. Nugroho (2008: 1-2) mengatakan kata gender berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender, istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Robert Stoller (1968). Adapun menurut Mundaris (2009: 236) mengatakan bahwa gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan lakilaki dan perempuan dari segi sosial budaya. Dengan demikian, gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada konstruk sosial dan budaya, bukan secara biologis. Pembedaan antara lakilaki dan perempuan dikaitkan dengan kekuatan yang melekat, misal perempuan identik dengan kelembutan dan laki-laki identik dengan keperkasaan. Kondisi ini menyebabkan adanya ketidakadilan perlakuan antara perempuan dan laki-laki. Perempuan yang berada pada wilayah domestik dan laki-laki bekerja di luar rumah terjadi karena adanya konstruk dari masyarakat sehingga wacana itu menjadi hal yang wajar. Laki-laki dengan sifat maskulin yang melekat di tubuhnya terus mewacanakan sebagai diri yang kuat sehingga layak untuk berada di luar. Sementara itu, perempuan dengan feminim yang melekat dicitrakan sebagai pribadi yang hanya mampu berada di

2 dapur, kamar, dan sumur. Dengan kata lain, perempuan cukup berada di rumah saja dengan melakukan pekerjaan yang ringan seperti memasak dan mencuci. Padahal perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri dalam masyarakat tempat ia tinggal, bukan sebagai individu yang menjalankan fungsinya dalam lingkup rumah tangga saja. Akan tetapi, lebih dari itu perempuan memerlukan sarana dalam pergaulan sosial tetapi memperhitungkan adanya perbedaan seperti agama, ras, etnis, dan sebagainya. Peran tersebut tidak dapat dilaksanakan karena sudah terlebih dahulu dilakukan oleh pihak laki-laki (Sugihastuti dan Saptiawan, 2007: 84). Dalam sudut pandang gender, perempuan dikatakan sebagai orang yang lemah dan tidak dapat merombak struktur yang telah dikonstruk oleh laki-laki. Semua aturan-aturan yang telah dibuat oleh laki-laki selalu dituruti oleh perempuan. Perempuan menerima semua aturan-aturan yang telah diterapkan tersebut. Hal seperti itu memberikan dampak marginal bagi seorang perempuan karena tidak dapat memunculkan kreativitas dan potensi kekuatan yang lain. Menurut Sugihastuti dan Saptiawan (2007: 82) perempuan memiliki ketergantungan kepada laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki memiliki kekuasaan untuk mengontrol perempuan dalam berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas, sistem pembagian kerja, dan sebagainya. Konstruk sosial yang membedakan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan sebenarnya juga telah dimunculkan sejak kecil. Nugroho (2008: 21) mengatakan identitas gender ini mulai berkembang pada saat bayi berinteraksi dengan orang-orang tertentu yang berada di sekitarnya, baik ayah, ibu, maupun pengasuh. Perilaku orang dewasa dalam

3 berinteraksi dengan seorang bayi secara tidak disadari sepenuhnya akan mempengaruhi pemikiran dan perilaku yang akan menjadi pola di dalam hidupnya. Bayi perempuan sudah diarahkan untuk menyukai boneka, sedangkan bayi laki-laki sudah diarahkan untuk menyukai mobil-mobilan. Pola hidup ini akan mendorang inisiatif dan kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku-perilaku yang tidak jauh berbeda. Pola seorang perempuan yang sudah diarahkan dari bermain boneka, rumah-rumahan, dan masakmasakan akan mendorong dirinya untuk hidup di dalam rumah saja. Pembedaan antara laki-laki dan perempuan dapat juga muncul melalui etika. Perempuan yang memiliki sifat seperti laki-laki akan dianggap tidak selaras dengan etika. Cara duduk perempuan yang bersila dianggap tidak etis karena tidak sesuai dengan perilaku perempuan pada umumnya. Bersila menjadi cara duduk laki-laki dalam kesehariannya. Perempuan yang melanggar etika akan dianggap sebagai perempuan yang memiliki tingkah laku yang buruk dan dilecehkan dalam pergaulannya. Dalam praktik keseharian, pembedaan antara laki-laki dan perempuan sering memicu adanya ketidakadilan kepada perempuan melalui bentuk kekerasan (violence). Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa perempuan karena kekuasaan lakilaki yang sangat dominan. Perempuan yang diianggap sebagai makhluk yang lemah sering menjadi objek kekerasan oleh laki-laki. Laki-laki yang mengalami frustasi dengan lingkungan kerja di luar menjadi mudah melampiaskan kemarahan pada istri. Selain kasus di dalam rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di mana-mana. Perempuan menjadi target dari para penjahat untuk melakukan modus operasi seperti kasus pencopetan di keramaian sering menimpa perempuan, kasus perampokan terhadap keluarga yang ditinggal ayah bekerja, maupun kasus pemerkosaan terhadap

4 perempuan yang lewat tempat sepi di malam hari. Dengan adanya seperti kasus di atas, kaum perempuan yang terkalahkan dengan laki-laki sebab perempuan tidak dapat melawannya. 2. Dominasi Laki-laki Simon (2004: 19-21) mengatakan istilah dominasi banyak disebut oleh Antonio Gramsci. Namun, arti dari kata dominasi tersebut berbeda dengan arti dari kata hegemoni. Jika hegemoni merupakan suatu persetujuan untuk memimpin secara politik dan ideologis, namun dominasi itu mengarah pada satu kekuasaan yang diterima dengan adanya pengaruh suatu kekuatan. McClelland (dalam Sugihastuti dan Saptiawan, 2007: 280) mengatakan kemunculan kekuasaan laki-laki salah satunya berakar pada anggapan bahwa laki-laki adalah manusia yang besar, kuat, keras, dan berat, sedangkan perempuan merupakan manusia yang kecil, lemah, lembut, dan ringan. Sebagai pihak yang lebih kuat, laki-laki dengan demikian dianggap sebagai pihak yang lebih berkuasa dibandingkan dengan perempuan. Kekuasaan yang dimiliki tersebut membuat laki-laki cenderung memandang rendah perempuan. Munculnya dominasi terkait juga dengan sumber kekuasaan. Menurut Haris (2006: 35-37) bahwa sumber kekuasaan itu terjadi melalui pemerintahan sebagai perkumpulan individu (pemerintahan), adanya hubungan individu dengan individu (keluarga), politisasi sebuah aturan (politik), serta karena sebuah pengetahuan yang dipercaya oleh masyarakat (mitos).

5 a. Pusat Pemerintahan sebagai Perkumpulan Individu (Pemerintahan) Dominasi laki-laki dapat dilihat di dalam suatu pemerintahan, yang memiliki kedudukan lebih tinggi yakni laki-laki. Kekuatan laki-laki yang dianggap mampu melindungi sehingga menjadi diandalkan untuk menjadi pemimpin. Potensi kekuatan laki-laki ini tidak dimiliki oleh perempuan sehingga dalam banyak peristiwa, perempuan sering dianggap tidak layak memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Laki-laki dengan kekuatan fisik dan rasionya dapat menguasai perempuan. Kemampuan laki-laki dengan tenaga yang lebih kuat daripada perempuan membuat dirinya dapat lebih unggul sehingga dijadikan pemimpin dalam suatu pemerintahan. Selain itu, laki-laki juga memiliki rasio (sebagai kekuatan) yang sering digunakan untuk menipu dan memperdaya perempuan untuk selalu tunduk di dalam suatu pemerintahan. Sementara itu, perempuan hanya memiliki rasa yang membuatnya sabar dan menerima perlakuan dari laki-laki atas kekuatan yang dimilikinya. Perempuan dengan mengedepankan rasa tidak berdaya menghadapi kekuatan laki-laki. Dalam keseharian, banyak laki-laki yang lebih memilih melakukan kekerasan agar perintahnya dituruti oleh perempuan. Dengan demikian, dominasi laki-laki atas perempuan adalah suatu kekuatan laki-laki yang ditunjukkan pada perempuan untuk menjadikan beberapa keinginan terwujud. b. Hubungan Individu dengan Individu (Keluarga) Dominannya laki-laki dalam suatu masyarakat dapat dilihat juga pada silsilah keluarga. Dalam hal ini, garis keturunan berdasarkan laki-laki digunakan sebagai pemerjelas status sosial seseorang di masyarakat, sementara perempuan hanya

6 mengikuti laki-laki saja. Laki-laki menempati penentuan garis keturunan yang menjadikannya terus berkuasa dalam tataran keluarga. Kondisi ini akan menguntungkan laki-laki tetap aktif dan memainkan peran dan fungsinya sebagai pemegang kekuasaan di dalam keluarga. Memang, pembagian kerja perempuan berada pada wilayah domestik dan lakilaki di luar semula dilatarbelakangi oleh peperangan, yang mana perempuan lebih banyak menjadi kurban ketika dia mengangkat senjata menjadikan perempuan lebih ditempatkan di wilayah domestik. Akan tetapi, alasan tersebut hanyalah alasan secara umum saja, yang memilih dan menjadikan perempuan cukup berada pada wilayah domestik. Dalam pembagian kerja antara seorang perempuan dan laki-laki juga berbeda. Tidak semua pekerjaan laki-laki diberikan kepada seorang perempuan. Oleh karena itu, peran antara laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja berkaitan dengan kesepakatan antara pantas atau tidaknya seorang perempuan menempati posisi itu. Perempuan yang banyak beraktivitas di luar sebagai pekerja kasar dianggap tidak pantas karena tidak sesuai dengan citra feminim yang dimilikinya. Bentuk penekanan (kekerasan) sering terjadi pada hubungan keluarga dengan istri sebagai kurbannya. Laki-laki telah terbiasa melakukan aktivitas berat di luar berusaha menunjukkan keperkasaan melalui kekerasan. Dominasi biasanya dilakukan dengan kekerasan untuk menunjukkan suatu kekuatan yang lebih unggul daripada yang lainnya. Kekerasan ini berjalan dengan paksa dan selalunya menindas untuk melakukan penguasaan. Menurut Mathahhari (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2002: 253) penindasan tersebut lebih ditujukan kepada seorang perempuan.

7 c. Politisasi Pembagian Kerja (Politik) Politik terkait dengan cara laki-laki untuk untuk memarginalkan perempuan. Dalam hal ini, laki-laki memiliki berberapa strategi untuk melakukan pembagian peran sehingga dapat menempatkan perempuan berada dalam ketertindasan. Politik laki-laki dilakukan dengan cara membuat pembagian kerja sehingga dapat dengan mudah untuk mengondisikan keadaan perempuan. Adapun praktik dari laki-laki dalam menempatkan perempuan untuk termarginal selalu disertai dengan adanya kekerasan agar perempuan benar-benar tunduk kepada laki-laki. Penentuan dari kebijakan-kebijakan selalu dipenuhi dengan kepentingan laki-laki untuk menundukkan perempuan. Kepentingan-kepentingan itu biasanya bersifat pribadi, bahkan hanya nafsu dari laki-laki. Namun, karena laki-laki pandai dalam memunculkan kekuatan, dan pernyataan sehingga dia ditaati dan dipatuhi oleh perempuan. d. Pengetahuan yang Dipercaya Masyarakat (Mitos) Adapun bentuk wacana hadir melalui seperangkat moral, etika dan aturan yang ditransformasikan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan bersama. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan mengenai hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh perempuan etika, dan kebiasaan-kebiasaan. Biasanya pengetahuan itu muncul melalui mitos yang dipercaya sebagai asal-usul suatu tempat. Mitos diyakini sepenuh hati sebagai pembentuk moral, etika dan aturan dalam kepercayaan bersama. Alasan-alasan tersebut merupakan wacana yang terus dipercaya oleh masyarakat. Dari adanya sumber kekuasaan di atas disebabkan oleh struktur masyarakat patriarkhi yang memiliki beberapa asumsi dasar. Pertama, manusia pertama adalah

8 laki-laki, dan perempuan diciptakan darinya sehingga ia adalah makhluk sekunder. Kedua, walaupun perempuan adalah makhluk kedua dalam proses penciptaan, ia adalah makhluk penggoda Adam sehingga akhirnya terusir dari surga. Ketiga, hidup seorang perempuan bukan saja dari laki-laki, tetapi juga untuk laki-laki. Asumsi ketiga ini berimplikasi pada munculnya anggapan bahwa perempuan tidak mempunyai hak untuk mendefinisikan status, hak dan martabatnya, kecuali apa yang telah disediakan kaum laki-laki untuknya. Kehadiran perempuan di dunia ini bersifat instrumental bagi kepentingan laki-laki bukan fundamental (Mundaris, 2009: 35). Dengan mengacu pada asumsi tersebut, telah jelas bahwa adanya kekuasaan yang dimiliki oleh laki-laki, yang menjadikan perempuan tidak berdaya dan menempati posisi pinggir untuk berpendapat, beraktivitas, dan untuk mendapatkan hak-hak sejajar. 3. Marginalisasi Perempuan Marginalisasi perempuan adalah suatu proses pemiskinan (peminggiran) atas satu jenis kelamin perempuan disebabkan oleh perbedaan gender (Rini, Ketertindasan Perempuan: 2002). Adanya pemisahan antara laki-laki dan perempuan telah menyebabkan adanya marginalisasi terhadap perempuan. Ada batas-batas tersendiri yang selalu diidentikkan dengan perempuan sehingga posisi perempuan menjadi terpinggir. Marginalisasi terhadap perempuan ini menjadikan perempuan tidak lagi mendapatkan hak-haknya, sebagaimana laki-laki dalam struktur sosial (Brooks, 2010: xv). Dengan kata lain, perempuan menjadi kehilangan eksistensinya dari waktu ke waktu karena adanya dominasi laki-laki. Menurut Fakih (2007: 15), marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan negara.

9 Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Bentuk marginalisasi yang paling dominan terjadi terhadap kaum perempuan yang disebabkan oleh gender, yakni dalam bentuk marginalisasi perempuan yang disebabkan oleh gender inequalities (ketidakadilan gender) dan gender differences (perbedaan gender) (Nugroho, 2008: 10). Alasan ketidakmampuan perempuan dalam melakukan aktivitas berat selalu dijadikan cara untuk menempatkan perempuan berada pada wilayah domestik: suatu wilayah yang jarang disoroti oleh publik. Perempuan yang dianggap tidak memiliki kemampuan bertarung di dunia kerja cukup berada di wilayah domestik dengan melakukan pekerjaan yang ringan saja. Dengan adanya pemarginalisasian tersebut, maka perempuan menjadi tidak berkembang, baik secara wawasan, pengetahuan, maupun kemampuan yang dimilikinya karena berkutat pada wilayah domestik saja, apalagi bagi perempuan yang miskin yang pada akhirnya ia menjadi pembantu rumah tangga (domestic workers) sehingga memikul beban kerja ganda. Sebenarnya, kaum perempuan ini merupakan kurban dari bias gender di masyarakat. Sayangnya pekerjaan domestik yang sebenarnya berat untuk dijalankan setiap hari oleh seorang perempuan, dianggap oleh kaum laki-laki sebagai pekerjaan yang rendah dan tidak menguntungkan. Dengan ini jelas bahwa laki-laki berada pada wilayah publik, yang menyebabkan perempuan selalu berada pada wilayah inferior di bawah kekuasaan laki-laki. Dalam sisi yang lain, perempuan dalam sudut pandang laki-laki diharuskan memiliki kelembutan, dan kecantikan. Identitas tersebut merupakan suatu keidentikan tersendiri bagi perempuan untuk diakui eksistensinya oleh laki-laki sehingga dirinya akan dihargai.

10 Kecantikan yang dimiliki oleh seorang perempuan sesungguhnya dinilai dari segi fisik. Namun demikian, sifat itu senyatanya belum mampu mengubah posisi perempuan yang hanya sebatas objek seksual bagi laki-laki. Ketika laki-laki tidak mampu mendapatkan perempuan dengan kelembutan dan kecantikan, mereka akan menghalalkan segala cara, yakni dengan paksa dan kekerasan. Oleh karena itu, perempuan yang lembut dan cantik sering mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Eksistensi perempuan yang rentan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual menjadi cara laki-laki untuk menempatkan perempuan dalam wilayah pinggir. Perempuan yang diangap lemah hanya menjadi objek sehingga tidak heran jika banyak perempuan yang menjadi kurban pemerkosaan. Anehnya, dalam kasus kekerasan dan pelecehan seksual seperti ini, justru kadang-kadang perempuan yang disalahkan karena tidak mampu melawan laki-laki dan memiliki penampilan yang menggoda laki-laki. Perempuan dengan citra feminim dianggap menggoda nafsu laki-laki sehingga secara tidak sadar mereka melakukan pemerkosaan (Brooks, 2010: 81). Kecantikan yang melekat pada diri perempuan justru menjadi penyebab terjadinya perkosaan, dan yang disalahkan adalah perempuan. Dalam hal ini, seolah-olah perempuanlah yang salah karena lembut dan cantik menggoda laki-laki. Dari uraian-uraian tersebut, telah jelas bahwa perempuan menempati posisi yang serba salah. Keharusan-keharusan yang sangat politis, yang diciptakan oleh laki-laki justru memunculkan akibat dan resiko yang harus diterima oleh perempuan untuk menempati posisi marginal. Perempuan dalam hidupnya selalu terkekang oleh adanya arahan-arahan dari laki-laki dengan berbagai hasrat dan kehendak. Hal ini karena teori gender yang memahami karya sastra dengan meninjau ranah kehidupan perempuan dan laki-laki

11 memang menarik perhatian. Karya sastra sebagai representasi mengungkapkan beberapa realitas yang mewujud secara fiktif. B. Peta Konsep Untuk membaca arah penelitian ini, maka penulis membuat peta konsep di bawah ini. Novel Dominasi laki-laki terhadap marginalisasi perempuan Cina Pemerintahan Politik Mitos Raja Selir Dewa Dewi aturan penekanan Gender Dominasi Laki-laki terhadap Marginalisasi Perempuan Cina dalam Novel Putri Cina Karya Sindhunata Kesimpulan Gambar Alur Pikir Penelitian Dominasi Laki-laki terhadap Marginalisasi Perempuan Cina dalam novel Putri Cina karya Sindhunata

12 C. Penelitian Sebelumnya Setidaknya, ada beberapa penelitian di Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah menggunakan teori gender untuk menganalisis karya sastra. Pertama, skripsi berjudul Dimensi Gender dalam Kumpulan Cerpen Tawanan Karya Parakitri T. Simbolon oleh Desi Rahmawati, pada tahun Penelitian ini mengungkap ketimpangan sosial yang terjadi di dalam kumpulan cerpen Tawanan karya Parakitri T. Simbolon. Namun, analisis dari penelitian ini hanya menunjukan ranah gender dengan identifikasi yang masih terlalu teorities. Kedua, skripsi berjudul Analisis Gender dalam Novel Matinya Seorang Laki-laki Karya Nawa el-sadawi oleh Panca Bayu Kunhartati pada tahun Penelitian ini menjadikan gender sebagai pisau analisis dengan mengungkap seorang perempuan yang mulai mendapatkan kekuatan dalam ranah intelektualitas. Penelitian ini mampu menunjukan kehebatan seorang perempuan dalam menghadapi laki-laki, namun sayangnya penelitian ini hanya menunjukkan kehebatan perempuan dan tidak mengarah pada praktikpraktik keterkekangan perempuan dan usaha untuk mengatasinya sehingga dapat memberikan arahan lebih kepada khalayak. Ketiga, skripsi berjudul Analisis Gender pada Peran Tokoh Utama Novel Amina Karya Mohammed Umar oleh Surya Widhi Prakosa pada tahun Analisis dalam penelitian ini sayangnya hanya mengarahkan perhatian pada tokoh utama yang berjuang menghadapi ketimpangan sosial, yang menerpa dirinya. Dalam hal ini, suatu penelitian yang tidak hanya mengarahkan pada tokoh utama di dalamnya karena karya sastra sangatlah kompleks sehingga terhubung berbagai kemungkinan makna untuk dapat diungkap.

13 Keempat, skripsi berjudul Gender dan Emansipasi Perempuan pada Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah el Khalieqy oleh Gayuh Cendiya Perdhanani pada tahun Penelitian ini mengungkapkan mengenai seorang perempuan dari pondok pesantren yang ingin mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki. Analisis penelitian ini sudah membuka beberapa hal yang membuat Perempuan terbelenggu seperti adanya keterkekangan berdasarkan moral dan agama. Penelitian di dalam karya sastra yang mengarahkan pada moral dan agama banyak terjebak pada moral dan agama masa sekarang, tidak mengarah pada proses terbentuknya secara sosiologis maupun kultural. Padahal, dua ranah itulah yang sangat penting di dalam penelitian gender untuk mengungkapkan relasi-relasinya. Adapun kelima, yakni skripsi dengan judul Relasi Konsep Gender dalam Perspektif Islam dengan Konsep Gender Novel Maghligai Cinta Firdaus Karya Moon el-faqir: Kajian Intertektualitas, oleh Miftahudin yang ditulis pada tahun Penelitian ini hanya menghubungkan wacana gender menurut Islam dengan wacana gender yang ada di dalam novel Maghligai Cinta Firdaus karya Moon el-faqir. Dalam menghubungkan dua wacana tersebut, selalulah akan menemukan kesamaan dan perbedaan, hanya saja analisisnya tidak mengarahkan pada substansi yang mengiringi persamaan dan perbedaan wacana. Dari beberapa uraian mengenai penelitian dengan teori gender yang telah peneliti sebutkan tersebut, belum menemukan suatu penelitian secara utuh mengenai ketermarginalan perempuan atas dominasi laki-laki. Hal ini menjadi menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian terhadap novel Putri Cina dengan kajian gender, yang memang secara ilmiah belum pernah dilakukan. Novel itu, hanya pernah dikritik oleh beberapa kriktikus di media massa. Sulitnya novel ini didapatkan oleh pembaca dan kentalnya bahasa filsafat di dalamnya menjadi

14 faktor keengganan dari pembaca untuk menganalisis secara ilmiah. Namun demikian, hal itu bukanlah faktor penghambat bagi peneliti untuk melakukan sebuah penelitian mengenai adanya dominasi laki-laki terhadap marginalisasi perempuan Cina yang terkandung di dalamnya. Novel Putri Cina karya Sindhunata banyak menyoroti ketimpangan yang menyebabkan perempuan Cina termarginal karena adanya dominasi laki-laki. Apabila diteliti secara lebih dalam mengenai novel ini, memang agaknya penelitian ini mengarah pada pengungkapan dari termarginalnya perempuan Cina, namun sejatinya akan menjadikan hubungan antara laki-laki dan perempuan Cina tidak lagi diskriminatif.

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY. Oleh NURNA

KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY. Oleh NURNA KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY Oleh NURNA Email: nurna9225@yahoo.com Abstrak Penelitian ini berjudul Ketidakadilan Gender Dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif seorang pengarang. Hal ini sesuai dengan ungkapan Wallek dan Austin Warren (1989:3) bahwa karya sastra adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LatarBelakang Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum perempuan, sebagian besar masyarakat tentu lebih mengenal R.A Kartini. Memang, banyak tokoh perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut fakih (1996) dalam memahami konsep gender maka harus dibedakan pada kata gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia anak sering diidentikkan dengan dunia bermain, sebuah dunia

BAB I PENDAHULUAN. Dunia anak sering diidentikkan dengan dunia bermain, sebuah dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia anak sering diidentikkan dengan dunia bermain, sebuah dunia yang membahagiakan bagi anak (Christiyati Ariani, 2006: 40). Anak-anak akan memainkan permainannya

Lebih terperinci

Sedangkan bumi adalah penerima atau penampung sumber yang diturunkan. Secara kualitatif langit adalah sesuatu yang tinggi dan bumi adalah sesuatu

Sedangkan bumi adalah penerima atau penampung sumber yang diturunkan. Secara kualitatif langit adalah sesuatu yang tinggi dan bumi adalah sesuatu BAB V A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan analisis di atas (masalahmasalah yang penulis rumuskan), yaitu terkait dengan judul Keseimbangan Dualitas Sifat Ilahi Menurut Sachiko Murata (Kajian Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh : Rahmah Marsinah, SH, MM ----------------------------------------- Abstract : Perbedaan jender pada dasarnya merupakan hal yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi laki-laki sebagai pemilik otoritas lebih tinggi daripada perempuan. Karena laki-laki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang gender bukan hanya sekedar sebuah upaya memahami perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan keduanya dalam konteks

Lebih terperinci

Tim Penyusun. Pengarah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan

Tim Penyusun. Pengarah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Tim Penyusun Pengarah Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Penanggungjawab Kepala Bidang Keluarga Sejahtera Ketua Panitia Kepala Sub Bidang Penguatan Advokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini mengenai kepemilikan tubuh perempuan yang dikaji dengan menggunakan teori yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pemberian hak pada anak yang tidak mengistimewakan pada jenis kelamin

BAB V PENUTUP. pemberian hak pada anak yang tidak mengistimewakan pada jenis kelamin BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian mengungkapkan bahwa masyarakat di Desa Sikumpul dalam pola sosialisasi telah mampu menerapkan kesetaraan gender dengan cukup baik di beberapa aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abidah El Khalieqy (AEK) adalah pengarang yang kreatif, memiliki daya imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak pembacanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perilaku 1. Definisi Perilaku Menurut Skinner dalam Notoatmojo (2003), perilaku merupakan respon berdasarkan stimulus yang diterima dari luar maupun dari dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah perempuan memiliki berbagai peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran-peran tersebut diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

HANIFAH MUYASSARAH FAK. DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHAZALI CILACAP

HANIFAH MUYASSARAH FAK. DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHAZALI CILACAP HANIFAH MUYASSARAH FAK. DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHAZALI CILACAP WACANA GENDER Wacana gender dalam masyarakat pesantren sangat kontradiktif disamping memang tidak diketemukan dalam kitab-kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Feminisme merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN BEDAH BUKU PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN Setyoningsih *) Judul buku : Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi Perjuangan Penulis : Anang Santoso Penerbit : PT Bumi Aksara Jakarta, Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 242 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Berdasarkan rumusan dan hasil pembahasan yang telah dilakukan terhadap persoalan representasi perempuan Tionghoa dalam novel Kancing yang Terlepas

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci