PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN EPIDEMIOLOGI SKRIPSI, JUNI 2017

Transkripsi

1 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN EPIDEMIOLOGI SKRIPSI, JUNI 2017 Ni Putu Ayu Naraswari Nesa FAKTOR RISIKO MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS DI PROVINSI BALI TAHUN 2017 ABSTRAK Streptococcus suis merupakan patogen paling dominan yang dapat menginfeksi babi dan manusia. Beberapa penelitian mengungkapkan Streptococcus suis pada manusia terjadi pada kelompok risiko tertentu yang sering melakukan kontak dengan babi seperti peternak babi, pekerja rumah potong hewan, dan pekerja pengolah daging. Selain itu memotong bangkai babi serta mengolah babi yang sakit atau mati, terutama pada peternak yang tidak menggunakan alat pelindung diri serta memakan daging babi mentah atau setengah matang seperti mengkonsumsi darah babi segar juga merupakan faktor risiko terjadinya infeksi Streptococcus suis pada manusia. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian mengenai meningitis Streptococcus suis yang bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali yaitu di Kabupaten Karangasem, Tabanan, Buleleng dan Badung sesuai dengan tempat tinggal pasien positif dan suspek meningitis Streptococcus suis. Sampel penelitian ini berjumlah 88 responden yaitu 44 responden kasus dan 44 responden kontrol. Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari tahap persiapan pada bulan Januari 2017 sampai dengan bulan Mei Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima variabel yang paling mempengaruhi kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun 2017 berdasarkan uji multivariat yaitu tingkat pendidikan (p=0,042; 95%CI 1,039-8,870; OR=3,03), tingkat pengetahuan (p=0,004; 95%CI 1,658-13,707; OR=4,76), konsumsi lawar babi merah (p=0.009; 95%CI 1,450-13,319; OR=4,39), konsumsi komoh babi (p=0,037; 95%CI 1,090-14,992; OR=4,04), dan konsumsi sate lilit babi (p=0,027; 95%CI 1,197-18,666; OR=4,72). Maka dari itu perlu dilakukan sosialisasi mengenai penyakit dan risiko penularan meningitis Streptococcus suis mengingat penyakit ini masih tergolong baru. Kata kunci : Meningitis, Streptococcus suis, Bali ix

2 SCHOOL OF PUBLIC HEALTH FACULTY OF MEDICINE UDAYANA UNIVERSITY MAINSTREAM OF EPIDEMIOLOGY MINI THESIS, JUNE 2017 Ni Putu Ayu Naraswari Nesa RISK FACTORS OF STREPTOCOCCUS SUIS MENINGITIS IN BALI PROVINCE 2017 ABSTRACT Streptococcus suis is recognized as the most dominant patogen that causes infection in pigs and humans. Previous researches have shown that Streptococcus suis in humans affect particular at-risk groups that are often in contact with pigs such as those in the pig farming industry, e.g. pig farmers themselves, slaughterhouse butchers, or meat-processing workers. In addition to cutting pig carcasses that had been sick beforehand, the fact that some farmers oftentimes do not use proper protective gears while working, and that they consume raw products such as pig s blood also contribute to the state of Streptococcus suis infection in humans. Therefore, we need to do a research in order to discover risk factors which led to the 2017 Streptococcus suis meningitis outbreak in Bali. This research is an analysis based on observation with case control study framework. Conducted in Karangasem, Tabanan, Buleleng, and Badung regencies of Bali, this research works with those who are already diagnosed with Streptococcus suis, as well as several suspects or possible cases. There are a total of 88 respondents, with 44 being case respondents and the other 44 being control respondents. This research was administered from the month of January to May From the inquiry, it was discovered that there were five variabels which caused the 2017 Streptococcus suis meningitis outbreak in Bali based on multivariate test. The five variabels are identified as follow: level of education (p=0,042; 95%CI 1,039-8,870; OR=3,03), level of knowledge (p=0,004; 95%CI 1,658-13,707; OR=4,76), lawar babi merah consumption (p=0.009; 95%CI 1,450-13,319; OR=4,39), komoh babi consumption (p=0,037; 95%CI 1,090-14,992; OR=4,04), and sate lilit babi consumption (p=0,027; 95%CI 1,197-18,666; OR=4,72). As such, there is now an urgent need to raise the level awareness of the general public about Streptococcus suis meningitis and its risks of transmission, taking into account that it is a fairly new disease. Keywords: Meningitis, Streptococcus suis, Bali x

3 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI... iii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN... iv KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR ISTILAH... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Manfaat praktis Ruang Lingkup Penelitian... 8 xi

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Streptococcus sp Epidemiologi Streptococcus suis Virulensi Streptococcus suis Sumber Penularan dan Cara Penularan Streptococcus suis Gejala Klinis Streptococcus suis Pencegahan Streptococcus suis Faktor Risiko Streptococcus suis Faktor penjamu (host) Faktor lingkungan (environment) BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Konsep Hipotesis Variabel Penelitian Definisi Operasional BAB IV METODE PENELITIAN Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian Sampel penelitian Teknik Pengambilan Sampel Besar Sampel Penelitian Sumber Data Penelitian Data primer xii

5 4.6.2 Data sekunder Alur dan Metode Pengumpulan Data Tahap Pra Penelitian Tahap Penelitian Tahap Post Penelitian Instrumen Penelitian Teknik Pengolahan Data Teknik Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Responden Analisis Bivariat Faktor Risiko Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Analisis Multivariat Faktor Risiko Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun BAB VI PEMBAHASAN Tingkat Pendidikan dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Pekerjaan dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Tingkat Pengetahuan dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Sikap Responden dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Frekuensi Konsumsi Daging Babi dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Konsumsi Lawar Babi Merah dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Konsumsi Babi Guling dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis 71 xiii

6 6.8 Konsumsi Sate Lilit Babi dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Konsumsi Komoh Babi dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Memelihara Babi di Rumah dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Memotong dan Mengolah Daging Babi dan Kejadian Meningitis Streptococcus suis Keterbatasan Penelitian BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

7 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional Tabel 4.1 Rekapitulasi Perhitungan Besar Sampel Tabel 5.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin, Umur, Tingkat Pendidikan dan Status Pekerjaan Responden Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.3 Distribusi Status Pekerjaan Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.5 Distribusi Sikap Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Konsumsi Daging Babi Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.7 Distribusi Konsumsi Lawar Babi Merah Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.8 Distribusi Konsumsi Komoh Babi Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.9 Distribusi Konsumsi Babi Guling Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.10 Distribusi Konsumsi Sate Lilit Babi Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.11 Distribusi Memelihara Babi di Rumah Terhadap Kejadian Meningitis xv

8 Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.12 Distribusi Memotong dan Mengolah Daging Babi Terhadap Kejadian Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun Tabel 5.13 Analisis Multivariat Faktor Risiko Meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali Tahun xvi

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Case Control xvii

10 DAFTAR ISTILAH Daftar Lambang < : Kurang dari > : Lebih dari : Lebih kecil sama dengan : Lebih besar sama dengan = : Sama dengan Daftar Singkatan CSF EF KLB MRP OR SD SLTP SLTA PT : Cerebrospinal Fluid : Extracellular Factor : Kejadian Luar Biasa : Muramidase Released Protein : Odds Ratio : Sekolah Dasar : Sekolah Menengah Tingkat Pertama : Sekolah Menengah Tingkat Atas : Perguruan Tinggi xviii

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Jadwal Penelitian Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent) Permohonan Menjadi Responden Kuesioner Hasil Analisis Data Surat Rekomendasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali Lampiran 7. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Tabanan, Buleleng dan Badung. Lampiran 8. Ethical Clearance Litbang Fakultas Kedokteran Universitas Udayana xix

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Streptococcus suis dapat menginfeksi babi dan manusia, dimana Streptococcus suis serotipe 2 merupakan patogen paling dominan yang dapat menginfeksi manusia. Di dunia, dilaporkan Infeksi Streptococcus suis pada babi terjadi di negara dengan tingkat populasi babi yang tinggi seperti di Negara Amerika Serikat, Kanada, Brazil, Inggris Raya, Belanda, Perancis, Denmark, Norwegia, Spanyol dan Jerman, China, Thailand, Vietnam, Jepang, Australia dan Selandia Baru (Halaby et al., 2000; Statts et al., 2007 dalam Wertheim et al., 2009). Sejak tahun 1954 pertama kali terjadi infeksi Streptococcus suis pada babi yang dilaporkan oleh dokter hewan setelah terjadinya wabah meningitis, septikemia dan purulen arthritis pada anak babi (Wertheim et al., 2009; Nguyen et al., 2008; Huang et al., 2005). Streptococcus suis dapat ditemukan di saluran pernafasan bagian atas, pada rongga hidung, tonsil, organ genital dan saluran pencernaan pada babi yang sehat terutama pada anak babi yang dapat bertindak sebagai pembawa penyakit. Infeksi Streptococcus suis pada babi menyebabkan septisemia, meningitis, arthritis, bronkopneumonia, perikardittis dan poliserositis, dapat diamati pada babi berusia lebih muda dari 16 minggu seperti terjadinya penggemukan disertai demam, kepincangan, tanda tanda neurologis, sianosis, dyspnea, inappetance, aborsi dan kematian mendadak (Wertheim et al., 2009; Padungtod et al., 2010; Bastin., 2014). Babi dianggap sebagai reservoir alami penyebab infeksi Streptococcus suis pada manusia. Infeksi Streptococcus suis pada manusia pertama kali terjadi pada tahun 1968 di Denmark (Nguyen et al., 2008; Yu et xx

13 al., 2005). Berdasarkan penelitian Huong et al., (2014) pada akhir tahun 2012, terdapat sebanyak kasus infeksi Streptococcus suis pada manusia yang dilaporkan berdasarkan 3 (tiga) hasil identifikasi kejadian wabah terutama di Thailand (36%), Vietnam (30%), dan China (22%). Lebih dari setengah (53%) berada di wilayah pasifik barat, (36%) berada di wilayah Asia Tenggara, (10,5%) di wilayah Eropa dan (0,5%) di wilayah Amerika dengan angka prevalensi kumulatif tertinggi terjadi di Thailand (8,21 kasus per penduduk), diikuti oleh Vietnam (5,40 kasus per penduduk) dan Netherlands (2,52 kasus per penduduk). Infeksi Streptococcus suis pada manusia dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti meningitis, septikemia, endokarditis, pneumonia, syok septik, arthritis, endophthalmitis dan radang sendi, umumnya disertai dengan sakit kepala, demam, muntah dan tanda tanda maningeal. Meningitis paling umum terjadi akibat infeksi Streptococcus suis. Sekuele umum dari infeksi Streptococcus suis terutama pada pasien dengan meningitis berupa gangguan pendengaran permanen atau disfungsi vestibular (Donsakul et al., 2003). Di Indonesia belum pernah ditemukan infeksi Streptococcus suis pada manusia. Namun berdasarkan hasil identifikasi ditemukan dan diisolasi wabah Streptococcus suis serotipe 2 pada cairan persendian babi yang menyebabkan kematian sekitar 600 ekor babi pada peternakan babi di daerah Jila, Kabupaten Puncak Jaya Papua pada pertengahan tahun Temuan ini merupakan indikasi yang cukup kuat terhadap keberadaan Streptococcus suis di Indonesia (Salasia et al., 2011 dalam Annafik, 2015). Tingginya tingkat konsumsi babi di Indonesia bagian timur seperti Papua, Bali, Nusa Tenggara di bandingkan dengan daerah daerah Indonesia yang lain memperbesar risiko terjadinya streptokokosis oleh Streptococcus suis. Masyarakat tradisional Papua yang tinggal satu honai atau satu rumah dengan babi merupakan salah satu penyebab xxi

14 penularan Streptococcus suis ke manusia (Salasia et al., 2011 dalam Wasissa, 2015). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Pulau Bali merupakan suatu tempat yang menarik untuk penelitian infeksi Streptococcus suis baik pada manusia dan juga pada ternak babi, dimana ternak babi berperan sebagai indikator infeksi Streptococcus suis. Di Provinsi Bali, terjadi peningkatan kasus sejak Bulan Nopember 2016 hingga Bulan Mei Ditemukan sebanyak 44 kasus positif dan klinis meningitis Streptococcus suis berdasarkan hasil pemeriksaan beberapa sampel berupa CSF dan kultur darah pasien yang telah diperiksa di Laboratorium Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dan dinyatakan positif meningitis Streptococcus suis serotipe 2 (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2017). Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai peternak. Babi merupakan salah satu ternak yang paling banyak dipelihara, tersebar di seluruh kabupaten di Bali dan tidak terlepas dari kehidupan sebagian masyarakat Bali. Peternakan babi memegang peranan penting dalam menyediakan daging babi untuk dikonsumsi masyarakat serta dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan upacara adat keagamaan (Purba, dkk 2014). Berdasarkan data Badan Statistik (Bali dalam angka 2014) jumlah populasi ternak babi di Provinsi Bali pada tahun 2013 sebanyak ekor. Keberadaan ternak babi mendorong masyarakat khususnya umat hindu di Bali untuk mengkonsumsi hasil ternak berupa daging babi yang biasanya di produksi menjadi olahan olahan makanan berupa lawar yang dibuat dengan daging babi mentah. Pengembangan pariwisata di Bali tidak terlepas dari makanan sebagai salah satu daya tarik wisata. Apalagi pangan etnik merupakan salah satu tujuan wisata kuliner yang digemari oleh masyarakat lokal dan wisatawan. Lawar merupakan salah satu pangan etnik Bali yang sudah terkenal dan populer. Lawar adalah sejenis lauk pauk yang dibuat dari campuran daging, kulit daging, sayur, kelapa dan bumbu. Lawar xxii

15 pada umumnya selalu ada pada saat dilaksanakan upacara adat Agama Hindu di Bali (Suter, 2009 dalam Saraswati, 2016). Beberapa penelitian diatas menyebutkan, tingginya populasi ternak babi dan konsumsi daging babi mentah merupakan faktor risiko infeksi Streptococcus suis pada manusia. Streptococcus suis dapat ditularkan dari babi ke manusia melalui kontak kulit, ketika kulit memiliki luka atau lecet pada saat melakukan kontak dengan babi atau daging babi yang terinfeksi Streptococcus suis. Infeksi Streptococcus suis pada manusia terjadi pada kelompok risiko tertentu yang sering melakukan kontak dengan babi seperti peternak babi, pekerja rumah potong hewan, pekerja pengolah daging, serta praktisi kedokteran hewan (Lun et al., 2007; Staats et al., 1997). Di negara maju, risiko terpapar infeksi Streptococcus suis pada pekerja rumah potong hewan dan peternak babi sebesar 3,0 kasus per lebih tinggi dibandingkan pada tukang daging yaitu sebesar 1,2 kasus per Berdasarkan data KLB Infeksi Streptococcus suis pada manusia di Provinsi Sichuan, China pada tahun 2005, menyembelih dan memotong bangkai babi serta mengolah babi yang sakit atau mati, terutama pada peternak yang tidak menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan merupakan faktor risiko penting terjadinya infeksi Streptococcus suis pada manusia. Babi merupakan sumber daging yang paling penting di Vietnam. Sebanyak 98% rumah tangga mengkonsumsi daging babi dengan lebih memilih untuk membeli daging babi segar di pasar. Disebutkan, sebanyak 6,1% Streptococcus suis diisolasi dari daging babi mentah yang dijual di pasar. Di Hongkong, ada kemungkinan bahwa selain adanya paparan terhadap babi yang masih hidup, proses mengolah daging babi dan memakan daging mentah atau memakan produk babi setengah matang seperti mengkonsumsi tonsil, usus, atau rahim babi yang matang dan darah babi segar juga merupakan faktor risiko terjadinya infeksi Streptococcus suis (Wertheim et al., 2009). xxiii

16 1.2 Rumusan Masalah Streptococcus suis masih menjadi masalah dalam industri babi diseluruh dunia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi Streptococcus suis pada manusia di negara negara maju masih tergolong tinggi. Di Indonesia khususnya Provinsi Bali belum pernah dilakukan penelitian terkait infeksi Streptococcus suis pada manusia. Berdasarkan data jumlah kasus meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali, sangat perlu data tersebut didukung dengan analisis faktor risiko yang mempengaruhi kejadian meningitis Streptococcus suis. Adanya faktor risiko yang muncul sampai terjadinya meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini sehingga dapat diketahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Pertanyaan Penelitian 1. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 2. Apakah status pekerjaan berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 3. Apakah tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 4. Apakah sikap responden berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 5. Apakah frekuensi konsumsi daging babi berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? xxiv

17 6. Apakah konsumsi lawar babi merah berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 7. Apakah konsumsi komoh babi berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 8. Apakah konsumsi babi guling berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 9. Apakah konsumsi sate lilit babi berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 10. Apakah memelihara babi di rumah berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 11. Apakah memotong dan mengolah daging babi berpengaruh terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun 2017? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara status pekerjaan terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara tingkat pengetahuan terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun xxv

18 4. Untuk mengetahui pengaruh antara sikap responden terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh frekuensi konsumsi daging babi terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara konsumsi lawar babi merah terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara konsumsi komoh babi terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara konsumsi babi guling terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara konsumsi sate lilit babi terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara memelihara babi di rumah terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Untuk mengetahui pengaruh antara memotong dan mengolah daging babi terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis 1. Bagi peneliti adalah untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam penerapan ilmu yang diperoleh mengenai pengaruh antara xxvi

19 faktor risiko kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun Data yang diperoleh dapat sebagai acuan untuk perbaikan kesehatan di masyarakat serta sebagai data awal untuk penelitian berikutnya Manfaat Praktis 1. Sebagai masukan bagi instansi kesehatan yang berwenang terutama bagi pengelola program dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap penyakit meningitis Streptococcus suis sehingga pengambil keputusan dapat menyusun rencana strategis yang efektif dalam penanganan meningitis Streptococcus suis. 2. Sebagai informasi di masyarakat mengenai bahaya infeksi meningitis Streptococcus suis dan faktor yang mempengaruhi, sehingga dapat melakukan pencegahannya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang keilmuan epidemiologi penyakit infeksi yang bersumber dari babi dengan menganalisis pengaruh antara tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat pengetahuan responden, sikap responden, frekuensi konsumsi daging babi, konsumsi lawar babi merah, konsumsi komoh babi, konsumsi babi guling, konsumsi sate lilit babi, memelihara babi di rumah dan memotong dan mengolah daging babi terhadap kejadian meningitis Streptococcus suis di Provinsi Bali tahun xxvii