BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi hal yang lazim ditemukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Baik itu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi hal yang lazim ditemukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Baik itu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kekerasan yang terjadi di berbagai belahan dunia seolah menjadi hal yang lazim ditemukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Baik itu dalam skala kecil maupun besar, kekerasan tidak dapat dipisahkan dari sejarah manusia. Bahkan bagi sebagian kelompok, kekerasan telah mengakar menjadi budaya (culture of violence). Kekerasan direkonstruksi sebagai bentuk penyelesaian (Schmidt, 2001:7), sehingga dapat dikatakan bahwa kekerasan yang terjadi adalah sebagai bentuk dialektika manusia terhadap lingkungannya. Kekerasan dalam segala macam bentuknya terwujud dalam berbagai dimensi kehidupan. Baik dimensi biologis, psikologis, ekonomis, sosial, politis bahkan agama (Poerwandari, 2013:272). Kenyataan tersebut kemudian menimbulkan beragam pertanyaan-pertanyaan penting terkait dengan kemungkinan-kemungkinan menghapus kekerasan dari muka bumi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kekerasan sebagai (n) 1 perihal (yang bersifat, berciri) keras; 2 perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; 3 paksaan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:677). Membaca definisi di atas, pada poin kedua telah dipertegas bahwa kekerasan terjadi sebagai konsekuensi atas pertemuan dua subjek, yang dalam pertemuan tersebut selalu melibatkan manusia. Tentu tidak dapat dibayangkan 1

2 2 bagaimana kekerasan terjadi tanpa adanya manusia sebagai makhluk yang bereksistensi. Berdasarkan pengandaian tersebut dapat dilihat bahwa upaya menyusun strategi menanggulangi terjadinya kekerasan akan menjadi pekerjaan yang rumit bagi para ilmuwan, mengingat bahwa manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial yang masing-masing memiliki eksistensinya sebagai yang otonom. Menanggapi persoalan demikian muncullah pertanyaan di mana kontribusi ilmu dan filsafat. Menentukan bagaimana kerangka kekerasan dipahami, dapat ditarik benang merah bahwa persoalan kekerasan sebetulnya adalah persoalan eksistensi. Kesalahan dalam memahami kekerasan merupakan kegagalan memahami eksistensi manusia. Untuk itu dalam melihat setiap persoalan, filsafat kembali menitikberatkan pembahasannya pada manusia, khususnya dalam pokok bahasan eksistensialisme. Manusia dijadikan tolok ukur yang final dalam eksistensialisme. Berdasarkan pengandaian tersebut lantas dapat diajukan pokok soal bahwa segala persoalan kehidupan dapat ditelusuri akarnya dari titik keberadaan manusia. Adalah Sartre yang secara lantang menyebut dirinya seorang eksistensialis dalam kajian eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia pour soi (ada untuk dirinya) selalu bersifat ko-eksistensial atau ada-bersama (Driyarkara, 1978:83). Bentuk hubungan ko-eksistensial Sartre adalah relasi subjek-objek antara manusia dengan manusia lain ketika seseorang selalu memandang orang lain sebagai objek bagi yang lain pula.

3 3 Hal tersebut berkaitan erat dengan pandangannya tentang kesadaran manusia. Ciri khas kesadaran manusia adalah menidak atau menafikan yang lain. Setiap kali ada pertemuan dengan kesadaran atau kesadaran-kesadaran lain, kegiatan menidak itu selalu berlangsung. Artinya, setiap kesadaran mempertahankan subjektivitas dan dunianya sendiri. Kesadaran-ku juga bertindak demikian terhadap kesadaran yang lain. Namun, kesadaran yang lain juga bertindak dengan cara yang sama terhadap kesadaran-ku. Dengan demikian setiap pertemuan antara kesadaran-kesadaran merupakan suatu dialektika antara subjek dan objek. Pada proses dialektika tersebut yang satu berusaha mengobjekkan yang lain dan sebaliknya juga yang lain berusaha untuk mengobjekkan yang satu (Lanur, 2011:74-75). Memahami konsep Sartre tentang hubungan ko-eksistensi diperlukan sebuah pemaknaan baru. Teori tersebut seharusnya dapat digunakan untuk menjawab persoalan dalam kehidupan manusia. Sesuai dengan pengandaian eksistensialisme bahwa manusia adalah ukuran segala hal. Selain itu, teori tersebut juga harus dipahami sebagai kerangka pikir yang dapat digunakan dalam menjelaskan pokok soal kemanusiaan, termasuk pokok soal akar kekerasan. Dengan kerangka pikir tersebut penting kiranya bagi penulis mengungkap akar kekerasan melalui pendekatan konsep ko-eksistensi dalam eksistensialisme, yang dalam pemahaman ini menggunakan pemahaman eksistensialisme Sartre. Pendekatan tersebut diharapkan akan melengkapi telaah-telaah tentang kekerasan yang sebelumnya dilakukan hanya pada tataran praktis. Pendekatan teoritis yang mendasar penting untuk mengetahui akar kekerasan, dan kemudian

4 4 menentukan strategi penanggulangannya, yang mana hal tersebut menjadi tanggung jawab ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, antropologi dan sebagainya. Berdasar pada beberapa problem tersebut kemudian peneliti tertarik untuk mengkaji tentang akar kekerasan. Dengan sebuah pendekatan baru yaitu melalui manusia sebagai eksistensi yang juga ko-eksisten menurut pemikiran J.P. Sartre. 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut: a. Apa konsep eksistensialisme Jean-Paul Sartre tentang hubungan koeksistensi manusia? b. Apa hakikat kekerasan? c. Bagaimana implikasi konsep hubungan ko-eksistensi Jean-Paul Sartre bagi munculnya kekerasan pada manusia? 2. Keaslian Penelitian Setelah melakukan beberapa penelitian, penulis belum menemukan penelitian yang membahas mengenai asal-usul kekerasan yang dilihat dari sudut ko-eksistensi manusia dalam eksistensialisme Sartre. Akan tetapi, setidaknya terdapat beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dalam upaya melakukan telaah filosofis tentang kekerasan. Berikut beberapa penelitian terkait: a. Skripsi tahun 1998 berjudul Kekerasan Dalam Konsep Karl Marx karya Firadus Zamany Fakultas Filsafat UGM. Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus Zamany ini adalah usaha reinterpretasi terhadap teks-teks karya

5 5 Marx dalam menganalisis tentang apa, mengapa dan bagaimana kekerasan itu terjadi. Secara inheren dalam konsep sejarah Karl Marx ditemukan bahwa kekerasan merupakan sebuah fenomena yang niscaya terjadi dalam konteks ruang dan waktu proses sejarah. Kekerasan merupakan kenyataan sejarah dari hubungan-hubungan kontradiksi kelas dimana kontradiksi menjadidaya dorong perubahan sosial yang dapat bersifat halus maupun keras. b. Skripsi tahun 2005 berjudul Kekerasan Massa Dalam Perspektif Filsafat Eksistensialisme Gabriel Marcel karya Rynaldi Darmawan, Fakultas Filsafat UGM. Telaah yang dilakukan Rynaldi adalah dengan menggunakan konsep relasi antar subjek Gabriel Marcel dalam melakukan analisis penyebab kekerasan massa. Kekerasan terjadi akibat kegagalan dalam memahami cara ber-adanya manusia. Bahwa esse (ada) menurut Marcel selalu bersifat co-esse, ada untuk yang lain. Subjek dipahami tidak sebagai yang terpisah sebagaimana aku dan dia, tetapi sebagai sebuah kesatuan menjadi kita. c. Skripsi tahun 2009 berjudul Pandangan Teori Agresi Sigmund Freud dalam Menelaah Akar Kekerasan Massal (tinjauan Filsafat manusia) karya Arif Saputro, Fakultas Filsafat UGM. Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk memahami dan mengungkap bagaimana seorang individu dapat memiliki tingkat agresivitas yang bersifat destruktif. Serta bagaimana sifat agresif tersebut dapat terakumulasi sehingga terjadi kekerasan massal. Kekerasan terbagi dalam tiga gejala yaitu

6 6 Crowd, Mob, dan Riot. Kekerasan missal terjadi ketika organisasi social deviant dan masyarakat mengalami overlapping moress sehingga menimbulkan konflik sosial. d. Buku tahun 2010 berjudul Dominasi Penuh Muslihat: Akar Kekerasan dan Diskriminasi, karya Haryatmoko Gramedia. Penelitian tersebut berusaha mencari akar kekerasan yang terjadi dalam kehidupan manusia secara komunal dengan cara membongkar dominasi kekuasaan yang menyelubungi setiap tindak kekerasan. e. Skripsi tahun 2015 berjudul Terorisme di Indonesia dalam Perspektif Jean-Paul Sartre karya Achmad Fazlurrahman, Fakultas Filsafat UGM. Karya tersebut menununjukkan bahwa terorisme merupakan kesimpulan yang prematur dari refleksi kesadaran pelaku teror sebagai akibat dari absurditas dunia pengalaman. Sehingga terorisme justru tampil sebagai negasi dari kehidupan dan harapan manusia. Penelitian ini berusaha melakukan analisis terkait dengan akar penyebab persoalan terorisme di Indonesia sekaligus melakukan evaluasi pemikiran Sartre dan menemukan maksud terdalam persoalan terorisme dari sudut pandang keberadaan manusia. Sekian dari penelitian yang telah disebutkan di atas, secara umum menyoroti soal kekerasan hanya dalam sebuah konteks peristiwa, yang kemudian direfleksikan secara filosofis. Hanya pada penelitian yang dilakukan oleh Arif Saputro dan Firdaus Zamany yang membahas kekerasan secara genealogis.

7 7 Kekerasan belum disoroti dari sisi diri manusia sebagai eksistensi yang juga berko-eksistensi dengan manusia. 3. Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapakan dalam penelitian ini adalah: a. Bagi ilmu pengetahuan, peneliti berharap penelitian ini mampu memberikan kontribusi posistif bagi perkembangan disiplin-disiplin ilmu kemanusiaan. Baik yang terkait secara langsung maupun tidak dengan pembahasan soal manusia dan kekerasan. Misal, psikologi yang banyak bergelut dengan pokok soal strategi menyelamatkan psikis korban-korban kekerasan. Sosiologi, yang banyak membahas soal hubungan sosial manusia. b. Bagi filsafat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk studi-studi filsafat manusia, khususnya tentang tema eksistensialisme. c. Bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kekerasan antara manusia ataupun masyarakat dapat terjadi. Tentu dengan gambaran tersebut, selanjutnya dapat ditentukan strategi penanggulangan kekerasan secara lebih tepat.

8 8 B. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian adalah menjawab pertanyaan yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah, yaitu: 1. Menganalisis konsep kunci tentang hubungan ko-eksistensi manusia menurut eksistensialisme J.P.Sartre. 2. Memahami apa hakikat kekerasan sebagai persoalan kemanusiaan. 3. Mengetahui implikasi konsep hubungan ko-eksistensi J.P. Sartre bagi munculnya kekerasan pada manusia. C. Tinjauan Pustaka Perihal kekerasan telah lama menjadi sorotan banyak ilmuwan dari berbagai bidang ilmu. Telaah mengenai kekerasan sering menimbulkan kerancuan karena istilah kekerasan secara bersamaan dipahami sebagai sinonim dari agresi. Untuk membatasi penelitian ini agar tidak meluas maka digunakan istilah kekerasan. Apa yang tercakup dalam istilah kekerasan? Pemahaman umum bahwa kekerasan menyangkut segala tindakan fisik yang bersifat agresif: pemukulan, menghancurkan rumah orang lain, membunuh orang lain, melukai baik dengan senjata maupun tangan kosong. Kekerasan sebenarnya tidak hanya bernuansa fisik, ketika fisik diserang jiwa pun sebenarnya mengalami kekerasan. Penghayatan psikis seseorang dapat juga mengalami kekerasan (Poerwandari, 2004:10). Dari keterangan tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa perihal kekerasan selalu dapat didekati melalui pemahaman interaksi manusia (eksistensi kesadaran) dengan manusia yang lain.

9 9 Istilah kekerasan digunakan dalam alur pemahaman bahwa cakupan kekerasan lebih luas daripada argresi, agresi sangat mungkin ada dalam tindakan kekerasan (Poerwandari, 2004:11). Namun konteks dari agresi lebih menekankan pada dorongan yang adaptif secara biologis untuk pertahanan diri (Erich Fromm, 2001: xii). Berikut akan diuraikan telaah yang telah dilakukan para peneliti maupun filsuf terdahulu tentang kekerasan. Para ilmuwan dalam kajian disiplin ilmu biologi memahami kekerasan sebagai konsekuensi dari manusia untuk survival of the fittest. Menurut teori Darwin manusia dalam proses evolusi harus mengalami seleksi alam untuk mempertahankan keberlangsungan hidup jenisnya (Peursen, 1991:199). Berdasarkan kerangka pemahaman seleksi alam tersebut, kemudian timbullah persaingan antara individu untuk mempertahankan hidup (Struggle of the life). Lebih lanjut dalam persaingan tersebut dapat terjadi kekerasan sehingga individu yang paling kuat yang akan menang (Glinka, 1985:40). Argumentasi Darwin kemudian dilanjutkan oleh Konrad Lorenz, dengan suatu pendekatan empirik, melalui sebuah buku hasil penelitianya: On Agression. Konrad Lorenz seorang ahli di bidang perilaku binatang, menggunakan hasil pengamatannya tentang perilaku burung dan ikan untuk dibawa pada konteks pemahaman akan manusia. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemahaman awal evolusi Darwinian bahwa manusia adalah satu spesies dengan hewan mamalia- yang berhasil mencapai perkembangan jenis lebih tinggi. Menurut Lorenz, perilaku manusia yang agresif dan menimbulkan kekerasan, ditimbulkan oleh insting bawaan yang telah terprogram secara

10 10 filogenetik. Insting tersebut berusaha mencari konteks yang tepat untuk pelampiasan. Akhirnya kekerasan dipahami sebagi khas perilaku manusia (Erich Fromm, 2001: xvi-xvii). Sementara itu dalam kajian sosial, umumnya kekerasan dipahami dalam konteks kejadian dan struktur masyarakat (sosiologi, kriminologi). Telaah umumnya dilakukan secara objektif untuk mengetahui siapa pelaku kekerasan, siapa korban, bagaimana karakteristik masing-masing kasus. Telaah objektif dilakukan dalam bingkai di luar pemahaman individu. Misalnya bagaimana pemukiman miskin dalam suatu kota mendorong terjadinya kekerasan. Sementara dari kajian politik kekerasan dilihat sebagai bentuk tak terhindarkan dari konskuensi konflik, dalam pertarungan antar kelompok untuk merebut dominasi kekuasaan. Adanya hasrat untuk lebih unggul terhadap yang lain (Haryatmoko, 2020:50). Power dianggap sebagai sesuatu yang memicu kekerasan. Power atau kekuasaan pada hakikatnya terbagi tidak merata, ketidak merataan tersebutlah yang menimbulkan ketimpangan, hingga akhirnya terjadi kekerasan (Turner, 2012:131). Kemudian jika melihat bagaimana kekerasan dipahami secara filosofis, ada bebarapa pandangan. Misal Marxisme memandang kekerasan sebagai konskuensi dari sebuah gerakan revolusi pembebasan masyarakat tanpa kelas, sebuah perkembangan yang akan menyudahi kekerasan dengan kekerasan dan berakhir di dalam bentuk masyarakat komunis (Campbell, 1994:134). Erich Fromm dengan menggunakan pendekatan pembedaan insting dan karakter, atau dorongan yang berakar dari kebutuhan fisiologis, dan hasrat

11 11 manusia yang berasal dari karakternya. Mengungkapkan bahwa kekerasan merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan eksistensial manusia. Kebutuhan eksistensial yang dikendalikan oleh dorongan insting sebagai jawaban atas kebutuhan fisiologis manusia, juga oleh hasrat sebagai bentuk eksistensi pribadinya (Fromm, 2001:xx-xxi). Beberapa telaah mengenai kekerasan yang telah diuraikan, perlu diajukan pendekatan yang mempersoalkan kekerasan dari sudut diri manusia sendiri. Singkatnya pembahasan kekerasan yang dilakukan manusia bagaimana jika dilihat dari eksistensi manusia. Bagaimana kekerasan dikaitkan dengan kesadaran dan eksistensi? Bagaimana manusia sebagai pelaku kekerasan melihat orang lain sebagai subjek lain, di luar eksistensinya. Pokok soal tersebut kemudian mengharuskan telaah dari sudut filsafat eksistensialisme. Aliran filsafat J.P. Sartre yang membahas eksistensi manusia dengan keniscayaan ko-eksistensinya. Eksistensi manusia menurut Sartre dipahami dengan pembedaan, ada untuk diri dan ada dalam diri. Ada dalam diri, adalah sebuah cara bereksistensi yang tertutup. Sebuah keniscayaan eksistensial yang sudah ada sejak awal. Jenis ini adalah adanya benda-benda yang begitu saja. Jadi dapat dikatakan bahwa dia ada, lain tidak, misal adanya benda-benda. Ada dalam diri tidak membutuhkan keterangan dari yang lain. Sementara ada untuk diri, menunjuk cara ber-adanya manusia, yaitu pada kesadaran manusia, yang sifatnya melebar dengan kesadaran yang berada diluar dirinya. Berdasarkan pengandaian kesadaran berada tersebutlah baru muncul adanya subjek-objek (Siswanto, 1998:141). Menurut kerangka eksistensialisme Sartre tersebut

12 12 kemudian persoalan kekerasan yang dibahas dalam penelitian ini akan berusaha dipahami, dengan berpijak pada hakikat kesadaran eksistensi yang melebar (koeksistensi: subjek-objek). D. Landasan Teori Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala-galanya dengan berpangkalan pada eksistensi. Menurut asal kata eks berarti keluar dan sistensi berarti menempatkan, berdiri. Atau dapat dikatakan juga bahwa yang dimaksud dengan eksistensi adalah cara manusia berada di dunia ini. Cara itu hanya khusus bagi manusia, jadi yang bereksistensi itu hanya manusia (Driyarkara, 1978:55). Sebagai sebuah aliran filsafat yang pokok pembahasannya bertolak dari manusia sebagai satu-satunya makhluk yang dapat ber-ada. Jejak eksistensialisme dapat ditelusuri mulai dari karya-karya Soren Kiekergard, Albert Camus, Sartre, Heidegger, dan Merleau Ponty. Akan tetapi dari nama-nama filsuf tersebut, yang menyebut dirinya sebagai seorang eksistensialis hanyalah. J.P Sartre. Nama Sartre penting dalam pembahasan eksistensialisme, karena melalui Sartrelah eksistensialisme mendapatkan orientasi sebagai filsafat praktis. Pada Sartrelah eksistensialisme benar-benar mempunyai daya pikat yang mampu mempengaruhi orang banyak, tidak terbatas pada filsuf dan para akademisi saja (Ito, 2011:190). Eksistensialisme Sartre berkembang dilandasi dengan bantuan fenomenologi yang dirintis oleh Husserl. Dari fenomenologi kemudian keberadaan manusia di dunia berusaha diungkap aspek batiniahnya (Delfgaauw,

13 :140). Fenomenologi pada Husserl yang berakhir dengan reduksi eidetik bagi Sartre kurang radikal, karena harus kembali pada soal kesadaran sebagai titik awal dan akhir pengalaman. Eksistensialisme Sartre ditopang oleh pengandaian bahwa cara berfikir fenomenologi Husserl harus diradikalkan hingga taraf eksistensi manusia. (Ito, 2011:194). Menurut Sartre, seorang eksistensialis adalah orang yang percaya dan bertindak berdasarkan dalil berikut, yang berlaku untuk semua umat manusia yaitu eksistensi mendahului esensi. Akan tetapi sebelum itu perlu dibahas mengenai pandangan sebaliknya esensi mendahului eksistensi. Esensi berarti hakikat dari suatu hal, definisi dari suatu hal, ide mengenai suatu hal, sifat dasar atau kodrat, fungsi, dan program. Artinya bahwa dalam benda buatan manusia esensi benar-benar mendahului eksistensi (Palmer, 2007:21). Jika eksistensi dipahami selalu mendahului esensi, filsafat ini harus diterapkan dalam hidup supaya menjadi jelas kebenarannya (Sartre, 2002:111), begitulah seruan Sartre. Pemahaman tersebut membuat eksistensialisme menjadi sebuah filsafat yang mempunyai orientasi praktis. Tentu orientasi praktis yang dimaksud dalam hal menentukan pedoman eksistensi manusia, sikap yang harus diambil, penyadaran tentang kebebasan manusia, juga tentang bagaimana seharusnya ko-eksistensi, hubungan antar manuia dijalin sesuai dengan pandangan eksitensialisme. Eksistensialisme Sartre hendak menjadikan manusia sebagai satu-satunya tolok ukur segala persoalan. Manusia sebagai subjek, yang kemudian menegaskan keberadaannya. Konsekuensi pemahaman ini tentu bahwa pada akhirnya segala

14 14 permasalahan yang timbul dalam kehidupan manusia, dapat dicari asal-usulnya dari diri manusia itu sendiri, termasuk dengan soal kekerasan. Untuk mengungkap konsep ko-eksistensi manusia dalam pandangan eksistensialisme Sartre, terlebih dahulu perlu dijelaskan beberapa term yang menjadi landasan ontologi eksistensialisme. Penjelasan tersebut penting karena dengan penjelasan dasar ontologi eksistensialisme Sartre, dapat didapat gambaran tentang konsep manusianya, yang kemudian menentukan konsep hubungan antar manusia ko-eksistensi. Menurut buku yang ditulis Sartre Being and Nothingness, dapat dilihat landasan ontologi Sartre dalam membangun filsafat yang menggunakan metode fenomenologi. Akan tetapi dengan dasar-dasar yang sama dalam metode tersebut, Sartre mendapatkan kesimpulan yang cukup berbeda dari Husserl maupun Heidegger sebagai guru fenomenologinya. Sebagai landasan ontologinya, Sartre pertama menyuguhkan konsep l étre-en-soi, apa itu l étre-en-soi? secara arti, l étre-en-soi berarti being-in-itself atau berada dalam dirinya sendiri. L étre-en-soi menunjuk suatu cara bereksistensi yang tertutup, apa yang ada sepenuhnya identik dengan dirinya sendiri. Ia bersifat tertutup rapat, tanpa lobang, tanpa celah, dan tanpa gerak sedikitpun untuk keluar dari dirinya. Di situ tidak terdapatsubjek-objek, sama sekali tidak mempunyai relasi. Oleh Sartre L étre-en-soi disebut ada yang tidak berkesadaran. Boleh dikatakan ada jenis ini adalah adanya benda-benda, yang berada begitu saja (Siswanto, 1998 :40).

15 15 L étre-pour-soi atau ada untuk diri menunjuk cara beradanya manusia yaitu pada kesadaran manusia; sifatnya melebar (extensif) dengan dunia kesadaran dan sifat kesadaran yang berada di luar diri sesuatu atau seseorang. Dalam kesadaran barulah muncul adanya subjek dan objek. Ada yang sadar menjadi subjek, tetapi dia juga dapat menjadi objek. Jadi seolah-olah di situ ada keduaannya; subjek berhadapan dengan objek. Yang berupa subjek adalah pengada yang sadar. Yang berupa objek ialah dia sendiri, sekedar disadari. (Siswanto, 1998:141). Ko-eksistensi, atau hubungan antar manusia sebagai sama-sama eksistensi, dalam kacamata Sartre berbentuk relasi subjek-objek yang saling meniadakan. Kesadaran ada untuk diri, selalu bertentangan dengan kesadaran yang sama yang dimiliki subjek lain. Dalam pertentangan tersebutlah tiap-tiap manusia berusaha saling mengobjekkan. Saling meniadakan yang lain. Thus it is true that at least one of the modalities of the Other s presence to me is object-ness (Sartre, 1992:340). Others is hell, begitulah kata Sartre, orang lain adalah neraka. Pada pemahman tersebutlah segala persoalan dalam kehidupan bersama manusia, timbul, termasuk juga kekerasan yang kemudian dalam penelitian ini hendak dilihat asal-usulnya melalui eksistensialisme Sartre. E. Metode Penelitian 1. Materi Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah riset yang berbasis pada studi kepustakaan yang diambil dari beberapa studi yang terkait dengan materi penelitian. Pustaka yang dugunakan yaitu:

16 16 a. Pustaka Primer: Data primer yaitu data yang digunakan sebagai rujukan utama dalam penelitian, data primer dalam peneilitian ini adalah yang membahas tentang pemikiran eksistensialisme Sartre, dan tentang kekerasan. Literatur yang menjadi sumber primer dalam penelitian ini antara lain: 1) Sartre, Jean-Paul, 1956, Being and Nothingness, New York, Philosophical Library. 2) Sartre, Jean-Paul, 2002, Eksistensialism and Humanism, terj. Yudhi Murtanto, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 3) Poerwandari, Kristi, 2004, Mengungkap Selubung Kekerasan, Eja Insani, Bandung. 4) Santoso, Thomas, 2002, Teori-Teori Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta. 5) Schmidt, Bettina E.& Schoder, Ingo W, 2001, Anthropology of Violence and Conflict, Routledge, London. b. Data Sekunder Selain buku-buku tersebut, sumber pustaka sekunder dalam penelitian ini adalah data pendukung yang diperoleh dari studi-studi terdahulu. Pemilihan data sekunder tetap didasarkan pada keterkaitan dengan objek formal tentang eksistensialisme Sartre, khususnya pembahasan tentang koeksistensi. Juga objek material khususnya pembahasan tentang kekerasan. Data tersebut berupa buku, artikel ataupun tulisan-tulisan lain sebagai bahan pendukung yang berhubungan dengan tema penelitian ini.

17 17 2. Prosedur Jalannya Penelitian Penulis dalam penelitian ini mencoba untuk memahami objek materi baik secara tekstual maupun kontekstual, kemudian penulis akan menganalisisnya menggunakan objek formal. Langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarkan tahap demi tahap yaitu sebagai berikut: a. Inventarisir data: mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian tentang asal-usul kekerasan, juga tentang hubungan ko-eksistensi manusia dalam eksistensialisme Sartre, baik berupa buku, jurnal, dan artikel terkait untuk dikaji lebih dalam. b. Klasifikasi data: memilah data yang telah diperoleh menjadi data primer dan data sekunder. Pemisahan dan klasifikasi dilakukan pada sumber seperti buku, jurnal, dan artikel yang memiliki keterkaitan dengan objek formal dan objek material penelitian. Data primer digunakan sebagai acuan utama, sementara data sekunder sebagai penunjang jalannya penelitian. c. Analisis data: dengan melakukan analisis terhadap data yang diperoleh dengan metode yang dipilih untuk melakukan penelitian. Data yang dianalisis mencakup data primer dan data sekunder tentang masalah yang terkait dengan tema penelitian ini. d. Penyusunan hasil: merupakan penulisan yang akan dilakukan secara sistematis dan koreksi terhadap penelitian.

18 18 3. Analisis Penelitian Penelitian ini merupakan kajian pustaka dengan menggunakan model penelitian deduktif dengan menggunakan metode hermeneutika-filosofis (Bakker, 1990: 41-50), dengan unsur metodisnya berupa: inventarisasi, deskripsi, analisis dan interpretasi: a. Inventarisasi, mengumpulkan bahan pertimbangan historis yang dapat ditemukan dalam kepustakaan tentang konsep kekerasan dan eksistensialisme b. Deskripsi, data yang terkait dengan kekerasan dipaparkan seakurat mungkin sehingga memperoleh pemahaman yang cukup jelas. c. Analisis, penulis melakukan pemeriksaan secara konsepsional atas makna yang terkandung dalam istilah atau konsep-konsep serta permasalahan yang timbul terkait objek kajian kekerasan dan eksistensialisme d. Interpretasi, semua bahan dari data yang sudah ada kemudian dianalisis dan dipahami untuk menemukan arti dan makna sejelas mungkin. Langkah ini dimaksudkan untuk menafsirkan secara filosofis tentang konsep eksistensialisme dalam memandang fenomena kekerasan. F. Hasil yang Dicapai Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mampu memperoleh jawaban dari persoalan yang telah disampaikan dalam rumusan masalah, yaitu: 1. Mengungkapkan konsep tentang hubungan ko-eksistensi manusia menurut eksistensialisme J.P Sartre.

19 19 2. Memahami apa hakikat kekerasan. 3. Mendapatkan gambaran dan pemahaman tentang Implikasi konsep hubungan ko-eksistensisartre bagi munculnya kekerasan pada manusia. G. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disusun dalam lima bab sebagai berikut: 1. BAB I memuat pendahuluan yang berisi latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang digunakan, hasil yang dicapai, dan sistematika penulisan. 2. BAB II berisi tentang pembahasan hubungan ko-eksitensi manusia dalam eksistensialisme sartre. Pembahasan akan disusun berdasarkan point-point sebagai upaya kajian sistematis. 3. BAB III memuat pembahasan tentang hakikat kekerasan. Meliputi a) Pembahasan kekerasan dalam pandangan ilmu-ilmu b) Ruang lingkup dan batasan konsep tentang kekerasan dan c) kekerasan sebagai problem filsafat manusia 4. BAB IV berisi tentang analisis mengenai implikasi gagasan ko-eksistensi manusia menurut sartre bagi terciptanya kekerasan. 5. BAB V memuat kesimpulan dan saran dalam karya tulis ini.

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kelam kehidupan manusia pernah dialami di dunia barat hingga mendapat sebuatan dark age 1. Kebebasan di dunia barat pernah mendapat belenggu yang teramat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hakikat tubuh menurut Merleau-Ponty: Berangkat dari tradisi fenomenologi, Maurice Merleau-Ponty mengonstruksi pandangan tubuh-subjek yang secara serius menggugat berbagai

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai induk dari segala ilmu, filsafat telah berjasa dalam kelahiran sebuah disiplin ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran sampai ideologi, hingga saat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil riset dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Defenisi Eksistensialisme Secara etimologis eksistensialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman modern sangat sulit untuk menemukan sebuah kehadiran dan relasi yang bermakna. Karena, perjumpaan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm.

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm. Filsafat Antropologi 1 Filsafat antropologi merupakan salah satu cabang dari filsafat teoritika. Selain itu filsafat antropologi juga dapat disebut sebagai ilmu. Palmquis memahami bahwa filsafat mengalami

Lebih terperinci

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 12 Shely Fakultas PSIKOLOGI Materi Penutup Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Rangkuman Perkuliahan Filsafat Manusia Kompetensi Mahasiswa dapat memahami mengenai manusia

Lebih terperinci

RESPONS - DESEMBER 2009

RESPONS - DESEMBER 2009 Judul : Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme Penulis : Kasdin Sihotang Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2009 Tebal : 166 halaman Harga : Rp 35.000 Tiada makhluk yang lebih paradoksal selain

Lebih terperinci

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor Pokok Persoalan Apakah filsafat manusia itu? Apa perbedaan filsafat manusia dengan ilmu lain (dalam hal ini psikologi klinis)? Apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan manusia dengan segala permasalahannya. Begitu juga filsafat, secara khusus membicarakan

Lebih terperinci

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI Kematian Shely Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara Sekilas tentang filsafat Hendri Koeswara Pengertian ilmu filsafat 1. Etimologi Falsafah (arab),philosophy (inggris), berasal dari bahasa yunani philo-sophia, philein:cinta(love) dan sophia: kebijaksanaan(wisdom)

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang bertujuan untuk

BAB VI PENUTUP. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang bertujuan untuk 173 BAB VI PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam rumusan masalah. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA JIWA DAN BADAN. Firman Alamsyah, MA. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA JIWA DAN BADAN. Firman Alamsyah, MA. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA JIWA DAN BADAN Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Jiwa dan Badan Manusia merupakan makhluk yang bisa disebut monodualis

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id EKSISTENSIALISME Template Modul https://www.youtube.com/watch?v=3fvwtuojuso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,

Lebih terperinci

Filsafat eksistensialisme

Filsafat eksistensialisme Filsafat eksistensialisme Sejarah munculnya eksistensialisme Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976) Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kematian Manusia Kematian merupakan batas historisitas manusia yang telah dimengerti

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini membahas penggunaan leksikon Arab dalam bahasa Sunda yang dituturkan masyarakat adat Kampung Dukuh dengan menggunakan perspektif etnolinguistik.. Temuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi, keamanan, kehormatan bahkan nyawa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi, keamanan, kehormatan bahkan nyawa. ` BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Manusia sejak pertama kali memutuskan membentuk koloni, menjadikan perang sebagai sebuah kegiatan rutin yang sulit dihindari. Perang menjadi

Lebih terperinci

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2 DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Berhubungan dengan ilmuwan Perancis bernama Auguste Comte (1789-1857) yang dengan kreatif menyusun

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang 209 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang memuat nilai luhur bangsa diringkas Soekarno ke dalam nilai gotong-royong. Fakta bahwa masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dilihat dari sudut pandang spiritual, dunia ini terbagi ke dalam dua karakter kehidupan spiritual, yaitu: Bangsa-bangsa barat yang sekuler dalam arti memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia melibatkan serta membutuhkan orang lain dalam kegiatan apapun. Relasi dengan orang lain di

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Seiring dengan perkembangan paradigma interpretivisme dan metodologi penelitian lapangan (f ield

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keilmuan modern telah berkembang sedemikian rupa di bawah hegemoni paham sekularisme. Akibat sangat lamanya paham ini mendominasi sejarah peradaban modern akibatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) Konsep merupakan (1)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah Analisis Penelitian ini dilakukan pada beberapa wilayah kajian analisis. Kajian utama yang dilakukan adalah mencoba melihat bagaimana respon pesantren terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER

HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER RUANG KAJIAN HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER Fadhilah Abstrak Perkembangan teknologi dalam 10 tahun terakhir menunjukkan berbagai fenomena yang secara esensial

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu, ia senantiasa

BAB V PENUTUP. 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu, ia senantiasa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan penelusuran ini, akhirnya penulis menarik beberapa poin penting untuk disimpulkan, yakni: 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia secara kodrati memiliki dua dimensi yaitu dimensi personal dan sosial. Dimensi personal pada manusia menyatakan sisi rohani atau kualitas dalam diri. Sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini berangkat dari sikap afirmasi penulis terhadap kebutuhan akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua model pemikiran

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan suatu ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman. Ungkapan-ungkapan tersebut di dalam sastra dapat berwujud lisan maupun tulisan. Tulisan adalah

Lebih terperinci

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra tidak luput dari pandangan pengarang terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya, seperti sejarah, budaya, agama, filsafat, politik dan sebagainya.

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id HUBUNGAN ANTARSUBJEKTIF DAN HUBUNGAN DENGAN DUNIA INFRAHUMAN Template

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

Rancang Bangun Metode Penelitian Fenomenologi. Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Rancang Bangun Metode Penelitian Fenomenologi. Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Rancang Bangun Metode Penelitian Fenomenologi Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Paradigma dan Desain Riset Paradigma merupakan seperangkat keyakinan

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. alkohol, guna mendalami fokus tersebutmaka penelitian ini akan

BAB III METODE PENELITIAN. alkohol, guna mendalami fokus tersebutmaka penelitian ini akan 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah makna hidup mantan pecandu alkohol, guna mendalami fokus tersebutmaka penelitian ini akan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah 174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan penggambaran pengalaman dan pemahaman berdasarkan hasil pemaknaan sebagai bentuk pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak demi pengembangan sepenuhnya dan keharmonisan dari kepribadiannya, harus tumbuh dalam lingkungan keluarga, dalam iklim kebahagiaan, cinta kasih,

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PRAGMATISME Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya kehidupan dewasa ini disemaraki oleh banyaknya kegagalan dalam membina rumah tangga yang utuh. Seringkali banyak keluarga memilih untuk berpisah dari hubungan

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebebasan adalah salah satu tema yang sering muncul dalam sejarah filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing tentang kebebasan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain.

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERKAWINAN Manusia pertama-tama ada, berjumpa dengan dirinya, muncul di dunia dan setelah itu menentukan dirinya. (Jean-Paul Sartre) A. MANUSIA DAN KESADARAN DIRI Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu daerah otonomi setingkat provinsi yang berada di Indonesia. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Keharusan dan kebebasan manusia Template Modul Kebebasan manusia Pengantar

Lebih terperinci

BAB III: METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) penelitian adalah

BAB III: METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) penelitian adalah BAB III: METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Kegiatan dan Penyebaban manusia berkomunikasi Template Modul FILSAFAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Partisipasi merupakan aspek yang sangat penting bagi perkembangan koperasi. Dengan kata lain partisipasi menjadi alat bagi anggota koperasi untuk bekerja dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainya. Manusia sebagai mahluk social didunia

Lebih terperinci

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI Fitri Dwi Lestari ASAL USUL SOSIOLOGI Dari bukti peninggalan bersejarah, manusia prasejarah hidup secara berkelompok. ASAL USUL SOSIOLOGI Aristoteles mengatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

i Universitas Kristen Maranatha A b s t r a k

i Universitas Kristen Maranatha A b s t r a k A b s t r a k Penelitian ini hendak mengetahui gambaran pengembangan ilnu psikologi dalam perpektif Islam terkait kesehatan mental. Seperti telah diketahui, abad XXI ditandai semangat untuk kembali pada

Lebih terperinci

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo repository.uin-malang.ac.id/2412 Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo Setelah sebelumnya dipaparkan sejarah ringkas penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id . Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Beberapa

Lebih terperinci

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada

Lebih terperinci