KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajav L.) YUSUP HARTONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajav L.) YUSUP HARTONO"

Transkripsi

1 KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajav L.) YUSUP HARTONO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajava L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Yusup Hartono NIM F

3 ABSTRAK YUSUP HARTONO. Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajav L.). Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH. Jambu kristal merupakan produk yang mudah rusak karena memiliki tingkat respirasi yang relatif tinggi setelah dipanen. Umur simpan jambu kristal dapat diperpanjang dengan menekan laju respirasi melalui pengemasan secara atmosfir termodifikasi di penyimpanan dingin. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi dan menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan berdasarkan model Arrhenius, menganalisis perubahan parameter mutu produk selama penyimpanan, dan menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu jambu kristal. Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi buah dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana laju respirasi semakin tinggi dengan semakin tingginya suhu penyimpanan. Dilihat dari pola respirasinya, buah jambu kristal termasuk golongan nonklimakterik. Model Arrhenius dapat menggambarkan hubungan laju respirasi terhadap suhu dengan nilai R 2 untuk laju konsumsi O2 sebesar dan R 2 untuk laju produksi CO2 sebesar Berdasarkan dari hasil simulasi yang telah dilakukan terhadap dua jenis kemasan yang berbeda untuk mendapatkan konsentrasi gas yang optimum, untuk stretch film diperoleh berat, tebal plastik, dan luas area kemasan berturut-turut adalah kg mm, m 2. Sedangkan kemasan LLDPE adalah kg, 0.99 mm, m 2. Kemasan yang terbaik untuk penyimpanan jambu kristal adalah kemasan stretch film yang disimpan pada suhu 5 o C. Kata kunci: Jambu kristal, Laju respirasi, Kemasan plastik, Suhu penyimpanan ABSTRACT YUSUP HARTONO. Study of Respiration Rate Arrhenius Model and Packaging Method on guava fruit (Psidium guajav L.). Supervised by ROKHANI HASBULLAH. Guava is a perishable product because it has a relatively high rate of respiration after harvest. The shelf life of the guava can be extended by depress respiration rate through the modified atmosphere packaging in cold storage. The aim of this research are to assess the effect of temperature on respiration rate and to describe its correlation based on model of Arrhenius, to analyze the changes of quality parameter product of during storage, and to determine the appropriate type of package and storage temperature to reduce the quality deterioration of product the guava during storage. It was resulted that the respiration rate was increased at high storage temperature. Based on the respiration pattern indicated that guava as non-climacteric fruit. Models Arrhenius can describe correlation between respiration rate and temperature with value R 2 for the consumption rate O2 as big as and R 2 for the production rate CO2 as big as Based on the results of simulations that have been conducted on two different types of packaging to get optimum gas, to the value stretch film weight, thickness of plastic films, and area continued is kg mm, m 2. Where as LLDPE packaging is kg, 0.99 mm, m 2. The best packaging for storage of guava is packaging stretch film stored at a temperature 5 o C. Keywords: Guava fruit, respiration rate, plastic packaging, storage temperature

4 KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) YUSUP HARTONO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

5 Judul Nama NIM : Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajav L.) : Yusup Hartono : F Disetujui oleh Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah teknik pengemasan buah, dengan judul Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajava L). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ayahanda Sujadi Ibunda Wagirah, serta semua keluarga besar atas do a dan dukungan untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh staf pengajar Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor atas semua pengetahuan yang telah diberikan. 4. Bapak Ahmad, Bapak Sulyaden, Mas Abbas, dan Mas Firman selaku penanggung jawab Laboraturium tempat penulis melaksanakan penelitian. 5. Teman bimbingan, Nurul Dwi, Hendri Taufik, Fikri, dan Muhmmad Faturrohman terima kasih atas bantuan selama penelitian berlangsung. 6. Teman-teman di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 49 (G.U.T.S.T.Y.R), terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangat untuk penulis. 7. Terima kasih kepada penulis lain yang telah memberikan referensi dalam penulisan karya tulis ini. 8. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Penulis berharap, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam kehidupan nyata dan dapat menambah pengetahuan kita serta menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya. Bogor, Agustus 2016 Yusup Hartono F

7 DAFTAR ISI DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Jambu Kristal 3 Laju Respirasi 5 Pengemasan Buah-buahan 6 Film Plastik Pengemasan 10 Pengaruh Suhu 12 METODOLOGI 12 Waktu dan Tempat 12 Alat dan Bahan 12 Metode Penelitian 13 Prosedur Analisis Data 18 Rancangan Percobaan 19 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Jambu Kristal 20 Model Arrhenius Laju Respirasi Jambu Kristal 24 Pengaruh Plastik Kemasan Terhadap Komposisi Gas 26 Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Buah Jambu Kristal 30 SIMPULAN DAN SARAN 36 Simpulan 36 Saran 37 DAFTAR PUSTAKA 37 LAMPIRAN 40 RIWAYAT HIDUP 46 DAFTAR TABEL 1 Data Produksi Jambu Biji di Indonesia 1 2 Komposisi Kimia Jambu Biji 4 3 Laju Respirasi Beberapa Produk Hortikultura pada Berbagai Suhu 6 4 Komposisi Gas Optimum Buah-buahan atau Sayuran 9 5 Nilai Permeabilitas Gas dan Energi Aktivasi beberapa Film Plastik Pada suhu 25 o C 11 6 Transmisi Uap Air Beberapa Jenis Film Kemasan 11 7 Laju Respirasi dan Nilai RQ Jambu Kristal pada Berbagai Suhu Penyimpanan 23 8 Nilai ln RCO2, ln RO2, dan 1/T Berbagai Suhu Penyimpanan 24 9 Nilai dari Eai, Roi, dan R 2 Untuk O2 dan CO2 25

8 DAFTAR GAMBAR 1 Gambar Kristal 3 2 Gambar Pertumbuhan dan Pola Respirasi Buah Selama Perkembangan 6 3 Gambar Skema Proses di dalam Kemasan 8 4 Gambar Diagram Alir Tahap Penelitian 13 5 Gambar Skematik Pengukuran Respirasi Metode Close System 14 6 Gambar Diagram Alir Pengukuran Laju Respirasi 15 7 Gambar Diagram Alir Pembuatan Model Arrhenius Laju Respirasi 16 8 Gambar Diagram Alir Pengemasan Jambu Kristal 18 9 Gambar Laju Produksi CO2 pada Berbagai Suhu Penyimpanan Gambar Laju Konsumsi O2 pada Berbagai Suhu Penyimpanan Gambar Hubungan ln R1 dengan 1/T Gambar Hubungan ln R2 dengan 1/T Gambar Perubahan Nilai Laju Respirasi dari Prediksi (O2 dan CO2) dan Observasi (O2 dan CO2) Terhadap Berbagai Suhu Penyimpanan Gambar Hasil Simulasi Kemasan Stretch Film Suhu 5 o C Gambar Hasil Simulasi Kemasan LDPE Suhu 5 o C Gambar Perubahan Konsentrasi O2 dan CO2 pada Kemasan SF dan LDPE suhu 5 o C Gambar Perubahan Konsentrasi O2 dan CO2 pada Kemasan SF dan LDPE suhu 10 o C Gambar Perubahan Persentase Susut Bobot pada Dua Jenis Kemasan Selama Peyimpanan Gambar Perubahan Kadar Air pada Dua Jenis Kemasan Selama Peyimpanan Gambar Perubahan Kekerasan pada Dua Jenis Kemasan Selama Peyimpanan Gambar Perubahan Persentase Total Padatan Terlarut Jambu Kristal pada Dua Jenis Kemasan Selama Peyimpanan Gambar Pengemasan Jambu Kristal Menggunakan Plastik LDPE dan Stretch Film 35 DAFTAR LAMPIRAN 1 Lampiran Hasil Produksi O2 Buah Jambu Kristal pada Berbagai Suhu 41 2 Lampiran Hasil Konsumsi CO2 Buah Jambu Kristal pada Berbagai Suhu 41 3 Lampiran Hasil Simulasi Kemasan Stretch Film 42 4 Lampiran Hasil Simulasi Kemasan LLDPE 43 5 Lampiran Hasil Analisis Sidik Ragam (Anova) Laju Produksi O Lampiran Hasil Analisis Sidik Ragam (Anova) Laju Konsumsi CO Lampiran Analisis Sidik Ragam (Anova) Susut Bobot pada Mutu Jambu Kristal 44 8 Lampiran Analisis Sidik Ragam (Anova) Kadar Air pada Mutu Jambu Kristal 44 9 Lampiran Analisis Sidik Ragam (Anova) Kekerasan pada Mutu Jambu Kristal Lampiran Analisis Sidik Sagam (Anova) TPT pada Mutu Lampiran Uji Beda Ducan pada Mutu Jambu Kristal 45

9 DAFTAR SIMBOL W Berat produk hortikultura (kg) R1 Laju konsumsi O2 produk (ml/kg.jam) R2 Laju produksi CO2 produk (ml/kg.jam) x1 Konsentrasi O2 di dalam kemasan (desimal) x2 Konsentrasi CO2 di dalam kemasan (desimal) y1 Konsentrasi O2 udara lingkungan (desimal) y2 Konsentrasi CO2 udara lingkungan (desimal) P1 Permeabilitas O2 film kemasn (ml.mm/m 2.hari.atm) P2 Permeabilitas CO2 film kemasn (ml.mm/m 2.hari.atm) b Tebal film kemasan (mm) V Volume dalam kemasan (ml) A Luas permukaan plastik (m 2 ) P Koefisien permeabilitas gas (ml.mm/m 2.hari.atm) Po Faktor preeksponensial (ml.mm/m 2.hari.atm) E Energi aktivasi (J/mol) R Konstanta gas (8.314 J/mol.K) T Suhu (K) Ri Laju respirasi (ml/kg.jam) Roi Faktor preeksponensial (ml/kg.jam)

10

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil berbagai jenis buah yang sangat beragam, termasuk komoditi buah jambu biji (Psidium guajava L.). Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk holtikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji, diantaranya Jepang, Malaysia, India, Taiwan, Malaysia, Brazil, dan Indonesia. Data produksi jambu biji di Indonesia disajikan pada Tabel 1 Jambu biji mengandung antioksidan primer yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jeruk, nanas, pisang, buah naga, belimbing, sarikaya, dan jambu air (Yan et al. 2006). Sari buah jambu biji dapat meningkatkan hemoglobin, trombosit, dan eritrosit pada tubuh manusia. Peningkatan hemoglobin dapat terjadi karena sari buah jambu biji mengandung asam amino glisin dan vitamin B6 (Azizahwati 2000). Tabel 1 Data produksi jambu biji di Indonesia No Tahun Produksi (Ton) , , , , ,406 Sumber : Kementerian Pertanian (2016) Beberapa varietas baru dari buah jambu biji banyak dibudidayakan. Salah satunya adalah jambu kristal. Jambu biji varietas kristal termasuk golongan buah klimaterik mempunyai biji yang sangat sedikit (seed less), presentase berbuah lebih tinggi dibandingkan buah tanpa biji lainnya, warna daging buah putih dengan tekstur renyah saat hampir matang dan empuk saat di puncak kematangan, kadar kemanisan mencapai o brix dan kadar air cukup tinggi (menyegarkan), dan tanaman berbuah sepanjang tahun secara terus-menerus (Hidayat 2012). Seiring berkembangnya sektor pertanian, hasil produk pertanian harus memiliki kualitas yang tinggi dan sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Suyanti et al. (1999), penanganan pascapanen yang tidak tepat dapat menyebabkan kehilangan hasil panen dan penurunan mutu pada buah. Karakteristik penting hasil pertanian salah satunya masih melakukan aktivitas respirasi atau produk pascapanen tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme, akan tetapi metabolismenya tidak sama dengan tanaman induknya. Aktivitas metabolismenya dicirikan dengan antara lain proses respirasi. Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya semakin pendek umur simpan hasil pertanian (Hasbullah 2008). Laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, juga dipengaruhi oleh komposisi gas, terutama O2 dan CO2 di sekitar produk. Komposisi gas di sekitar produk tersebut

12 2 dikendalikan melalui pencampuran dari dua atau lebih gas-gas seperti udara, N2, O2, dan CO2 (Hasbullah 2007). Pemakaian kemasan plastik dan penyimpanan pada suhu rendah, menjadi solusi yang dapat dipilih untuk mempertahankan mutu produk (Johansyah et al. 2014). Kemasan plastik dapat menyebabkan adanya perubahan kondisi udara lingkungan atau modifikasi atmosfer. Konsentrasi O2 akan menurun dan CO2 meningkat akibat interaksi dari respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua gas tersebut. Penggunaaan film plastik sebagai bahan kemasan buahan yang mudah rusak, akan dapat memperpanjang daya simpannya, menghambat penurunan susut bobot, meningkatkan citra produk, menghindari kerusakan saat pengangkutan, dan sebagai alat promosi (BPPHP 2002). Metode pengemasan di iklim tropis seperti Indonesia harus dikombinasikan dengan penyimpanan dingin. Hal ini disebabkan kerusakan akan berlangsung lebih cepat karena penimbunan panas dan CO2. Suhu rendah mempunyai pengaruh besar terhadap atmosfer di dalam kemasan. Suhu rendah dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri dan jamur dan memperlambat metabolisme komoditi yang dikemas. Menurut Kirwan dan Strawbridge (2011), dengan menyimpan produk pada suhu rendah akan mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologi dan perubahan kimia pada produk. Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengetahui kondisi optimum yang diperlukan dalam penyimpanan jambu kristal sehingga dengan ini dapat mempertahankan mutu dan meningkatkan daya simpannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajava L.). Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis laju respirasi dan teknik pengemasan pada jambu kristal. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi dan menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan berdasarkan model Arrhenius. 2. Menganalisis perubahan parameter mutu produk jambu kristal selama penyimpanan. 3. Menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu jambu kristal selama penyimpanan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan metode alternatif dalam memprediksi laju respirasi jambu kristal pada berbagai suhu penyimpanan yang selanjutnya dapat digunakan untuk merancang sebuah pengemasan. Manfaat lainnya yaitu dapat memberikan suatu paket teknologi dalam penanganan pascapanen jambu kristal untuk mempertahankan mutu dan

13 3 kesegarannya selama penyimpanan dengan teknik pengemasan dan suhu yang tepat. TINJAUAN PUSTAKA Jambu Kristal Tanaman jambu kristal secara botanis diklasifikaskan dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Myrtales, famili Myrtaceae, genus Psidium, dan spesies Psidium guajava L. (Gambar 1). Budidaya jambu kristal ini dikenalkan oleh ICDF (International Cooperation and Development Fund) yang bekerjasama dengan IPB. Jambu biji varietas kristal (Psidium guajava L.) merupakan mutasi dari residu Muangthai Pak, yang ditemukan pada tahun 1991 di district Kao Shiung. Diperkenalkan di Indonesia oleh Misi teknik Taiwan pada tahun 2001, di lokasi proyek Mojokerto dilakukan percontohan budidaya jambu ini (Surya 2010). Jambu biji varietas kristal mempunyai biji yang sangat sedikit (seed less), prosentase berbuah lebih tinggi dibandingkan buah tanpa biji lainnya. Bentuk buahnya bulat agak gepeng, dan pada permukaan buah ada tonjolan yang tidak merata dan daging buah renyah. Jambu kristal memiliki nutrisi yang sangat luar biasa dengan kandungan vitamin A dan C, asam lemak tak jenuh serta serat pangan, dan kandungan omega 3 dan 6. Setiap 100 g buah jambu biji mengandung 83.3 g air, 1 g protein, 0.4 g lemak, 6.8 g karbohidrat, 3.8 g serat, 337 mg vitamin C. Jumlah energi yang disajikan setiap 100 g buah jambu biji adalah kj (Verheij dan Coronel 1992). Gambar 1 Jambu kristal Parameter kandungan kimia pada jambu kristal yang dapat digunakan sebagai acuan pada penentuan mutu produk jambu kristal adalah susut bobot, kadar air, total padatan terlarut dan kekerasan. Kadar air terdiri atas ikatan O-H, total padatan terlarut yang diindikasikan dengan mengukur kandungan glukosa dan sukrosa dari jambu kristal, dan total pektin yang terdiri atas ikatan kimia

14 4 CO2H yang dapat mempengaruhi kekerasan jambu kristal. Komposisi kimia jambu biji disajikan pada Tabel 2. Jambu kristal memang sangat menarik,berikut ini adalah gambaran tentang jambu dan struktur jambu secara umum (Tiara 2011) : a) Tanaman berbuah sepanjang tahun secara terus-menerus. b) Produksi buah dalam sekali berbuah menghasilkan buah, dalam usia tanam 2 tahun per tanaman bisa menghasilkan kg selama 6 bulan. c) Bobot rata rata buah 500 gram bahkan ada yg mencapai 900 gram. d) Bentuk buah simetris sempurna. e) Kulit hijau mulus yang dilapisi lilin yang cukup tebal. Lapisan lilin membuat buah sulit ditembus hama. f) Warna daging buah putih dengan tekstur renyah saat hampir matang dan empuk saat di puncak kematangan. g) Kadar kemanisan mencapai o brix dan kadar air cukup tinggi (menyegarkan). h) Sosok tanaman dan daun relatif lebih besar dibandingkan jambu biji lain. i) Tekstur daun lebih kaku sehingga jambu kristal lebih tahan gangguan kekeringan dan hama penyakit. j) Adaptif dengan lingkungan. Tabel 2 Komposisi kimia jambu biji (Mitra 1997) Komposisi Kandungan Kadar air (%) 83.3 Kadar abu (%) 16.6 Kadar lemak (%) 0.36 Kadar protein (%) 1.06 Serat kasar (%) 3.8 Pulp (%) 86.5 Gula pereduksi (%) 4.0 Gula nonpereduksi (%) 2.9 Total gula (%) 6.8 Total padatan terlarut (%) 12.0 Rasio gula-asam 10.1 ph 4.7 Asam pektat (%) 0.51 Total pektin (%) 0.99 Calsium (mg %) 17.0 Fosfor (mg %) 28.4 Klorofil (mg %) 0.67 Vitamin A (IU) 250 Karoten (mg %) 0.69 Xantofil (mg %) 0.13 Asam askorbat (mg %) Tiamin (mg %) 0.05 Riboflavin (mg %) 0.03 Niasin (mg %) 1.18

15 5 Klimakterik merupakan suatu pola respirasi yang mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, yang ditandai dengan terjadinya proses pematangan. Menurut Ahmad (2013), berdasarkan laju dan sifat respirasinya, buah-buahan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimakterik dan non-klimakterik. Buah-buahan klimakterik mengalami perubahan laju respirasi meningkat yang mendadak sebelum mengalami proses pematangan. Buah-buahan klimakterik mengalami beberapa perubahan yang terjadi selama proses pematangan yaitu perubahan laju respirasi dan produksi etilen dan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning serta penurunan kekerasan yang terjadi karena adanya perombakan pati menjadi gula. Sementara buah non-klimakterik mengalami laju respirasi yang terus menurun. Buah non klimakterik harus dipanen tepat saat buah matang karena buah pada kelompok ini cenderung tidak bisa dilakukan pemeraman. Jambu kristal adalah contoh dari buah klimakterik sehingga diperlukan waktu panen yang tepat agar proses pemasakannya dapat lebih sempurna. Buah jambu kristal termasuk tanaman klimakterik karena tanaman yang setelah dipanen dapat menjadi matang hingga terjadi pembusukan. Umur petik buah sejak berbunga hingga masak kurang lebih 110 hari. Pemanenan buah jambu biji yang masak dilakukan dalam 2 sampai 3 bulan. Buah jambu biji pada waktu muda kulitnya berwarna hijau pekat dan bila mendekati tahap masak buahnya berwarna kekuningan. Kulit buah jambu biji ada yang licin dan ada pula yang berbintik kasar dengan sedikit berlapis lilin. Panen sebaiknya dilakukan di pagi hari, dan hindari panen sore hari. Hal ini disebabkan karena pada pagi hari dapat melihat dengan jelas warna buah, apabila matahari terlalu panas, maka dapat mempengaruhi penilaian warna buah. Buah yang dipetik jangan sampai terbentur, terluka, tertindih atau langsung kena sinar matahari (Surya 2010). Laju Respirasi Buah dan sayuran tetap melakukan respirasi setelah pemanenan, dan sebagai akibatnya pengemasan harus masuk dalam perhitungan aktivitas respirasi. Produk yang dikeluarkan dari respirasi aerobik adalah CO2 dan uap air, sedangkan produk fermentasi yaitu etanol, acetaldehyde dan asam organik juga dihasilkan selama respirasi anaerobik. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah panen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Karakteristik buah-buahan yang paling penting adalah bahan tersebut masih melakukan kegiatan metabolisme, yaitu dengan melanjutkan proses respirasi. Kelompok buah dibagi dua yaitu buah klimakterik dan nonklimakterik. Buah klimakterik mengalami peningkatan laju respirasi diikuti dengan pematangan buah setelah dipanen. Gambar 2 memperlihatkan laju respirasi buah nonklimakterik cenderung tetap, sehingga lebih baik dipanen ketika siap dikonsumsi. Sebaliknya, buah klimakterik lebih

16 6 baik segera dipanen sebelum masak penuh. Respirasi adalah proses oksidasi glukosa menggunakan oksigen (O2) dari udara sehingga menghasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi, seperti digambarkan pada persamaan berikut (Sivertsvik 2002). C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O Kcal (energi) Menurut Pantastico (1986) beberapa jenis buah-buahan memiliki sifat laju respirasi yang cenderung meningkat setelah dipanen, dan beberapa ada juga yang laju respirasinya cenderung menurun setelah dipanen. Laju respirasi dibagi tiga tingkatan yakni (a) pemecahan polisakarida menjadi guka sederhana, (b) oksidasi gula menjadi piruvat, (c) transformasi piruvat dan asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi, dimana protein dan lemak berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida. Gambar 2 Pertumbuhan dan pola respirasi buah selama perkembangan Laju respirasi dipengaruhi beberapa hal seperti faktor internal meliputi sifat dan jenis komoditas sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, etilen, dan komposisi udara (O2 dan CO2). Adanya kerusakan fisik akan meningkatkan laju respirasi produk hortikultura karena kerusakan lapisan dermal akibat luka fisik dapat melancarkan masuknya oksigen yang berakibat meningkatnya respirasi sehingga meningkatkan laju pembentukan etilen yang selanjutnya memicu proses pematangan dan penuaan. Diantara faktor luar, suhu mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi produk hortikultura yang telah dipanen. Respirasi yang merupakan serangkaian reaksi enzimatis diketahui lajunya dapat meningkat dua sampai tiga kali setiap setinggi 10 o C, selama suhu masih berada dalam kisaran yang tidak mematikan jaringan sel. Selain itu, ketersediaan oksigen juga merupakan faktor yang penting dalam proses repirasi. Penurunan konsentrasi oksigen dalam udara akan menurunkan laju respirasi, demikian pula terjadi sebaliknya. Konsentrasi karbondioksida yang sesuai dapat memperpanjang masa simpan buah-buahan dan sayur-sayuran karena konsentrasi karbondioksida menimbulkan gangguan respirasi pada produk tersebut. Proses respirasi mengakibatkan perubahan pada buah baik perubahan fisik, kimia maupun biologi. Pematangan, pembusukan, berkurangnya bobot buah, melunaknya daging buah, pembentukan aroma dan kemanisan merupakan perubahan yang terjadi pada buah selama proses respirasi. Perubahan karakteristik karena proses respirasi juga

17 7 mengakibatkan menurunnya nilai gizi dari buah-buahan. Laju respirasi beberapa produk hortikultura pada berbagi suhu ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Laju respirasi beberapa produk hortikultura pada berbagai suhu Komoditas Laju respirasi (mg/kg-jam) 0 o C 4-5 o C 10 o C o C Apel Asparagus Brokoli Kubis Wortel Kembang kol Jagung manis Sumber : Hasbullah (2007) Pengemasan Buah-buahan Secara umum tujuan dari pengemasan buah dan sayuran adalah untuk melindungi komoditi dari kerusakan mekanik, tidak menghambat lolosnya panas bahan dan panas pernapasan dari produk, serta mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup untuk mengatasi penanganan dan pengangkutan yang wajar. Selain itu untuk kemasan eceran diharapkan menggunakan bahan yang dapat menarik konsumen. Salah satu pengemasan yang sudah sering dilakukan adalah dengan plastik film. Penggunaan film plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dan sayuran yang mudah rusak, akan dapat memperpanjang daya simpannya. Film kemasan ini akan memberikan lingkungan yang berbeda pada buah dan sayuran yang disimpan. Hal ini disebabkan laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 ke luar kemasan sebagai akibat kegiatan respirasi bahan. Plastik film ini juga akan memberikan perlindungan terhadap kehilangan air sehingga produk yang dikemas masih terlihat segar. Teknik pengemasan buah-buahan dan sayuran di dalam kemasan biasanya yang sering digunakan adalah teknik CAS (controlled atmosphere storage) ataupun MAP (modified atmosphere packaging). Penyimpanan dengan teknik CAS atau MAP berarti menyimpan komoditi tersebut dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara normal. CAS (controlled atmosphere storage) maupun MAP (modified atmosphere packaging) merupakan teknik penyimpanan untuk memperpanjang masa simpan produk dengan mengubah secara proporsional gas-gas atmosfir disekitar produk. Umumnya komposisi gas yang digunakan mengandung O2 dibawah tingkat konsentrasi atmosfir (kurang dari 21%) dan CO2 di atas tingkat konsentrasi atmosfir (lebih dari 0.03%). Nitrogen digunakan sebagai gas pengisi inert untuk mencapai sisa volume. Ada beberapa perbedaan mendasar antara penyimpanan sistem CAS dan MAP. Pada sistem CAS komposisi gas dalam ruangan penyimpanan diukur secara terus menerus dan perlu menginjeksikan gas atau campuran gas tertentu

18 8 untuk mempertahankan komposisi gas yang diinginkan. Dalam prakteknya sistem CAS memerlukan gas-gas pengendali seperti O2, CO2 dan N2 serta sejumlah peralatan untuk pengaturan dan pengendalian komposisi gas yang secara praktis diterapkan untuk penyimpanan dalam bentuk curah. Sedangkan sistem MAP merupakan sistem statis tanpa melakukan monitoring komposisi gas selama penyimpanan (penyimpanan dalam bentuk kemasan). Komposisi gas pada penyimpanan sistem MAP ditentukan dari komposisi gas awal yang terdapat di dalam kemasan, laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 oleh produk, Sifat permeabilitas dari kemasan dan suhu penyimpanan (Hasbullah 2007). Komposisi udara di ruang penyimpanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat hortikultura segar yang disimpan. Agar tujuan penyimpanan tercapai, modifikasi komposisi udara disekitar komoditi tersebut perlu dilakukan seperti Tabel 4. Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kandungan O2 dan meningkatkan kandungan CO2. Penyimpanan dengan memodifikasi lingkungan atmosfir disekitar produk dengan pengemasan atmosfir termodifikasi (modified atmosphere packaging, MAP). Penyimpanan dengan teknik MAP berarti menyimpan komoditi tersebut dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara normal. Tahapan perancangan pengemasan sistem MAP adalah sebagai berikut: 1. Menentukan komposisi gas optimum dari produk yang akan dikemas. Pada komposisi gas yang optimum mutu produk dapat dipertahankan sehingga masa simpannya menjadi lebih lama. Konsentrasi O2 (x1) dan CO2 (x2) yang optimum berbeda-beda untuk setiap jenis komoditas. 2. Mengukur laju respirasi produk pada komposisi gas optimum tersebut, meliputi laju konsumsi O2 (R1) dan laju produksi CO2 (R2). 3. Memilih jenis plastik film kemasan yang sesuai nilai permeabilitasnya, baik permeabilitas terhadap O2 (P1) maupun terhadap CO2 (P2). 4. Menetapkan ketebalan (b) dan luas permukaan (A) dari plastik film kemasan serta berat produk yang akan dikemas (W), sedemikian rupa sehingga memenuhi persamaan model matematika sistem pengemasan MAP pada kondisi kesetimbangan. 5. Apabila data respirasi tidak tersedia maka dilakukan simulasi dengan mengubah-ubah nilai W, b dan A sehingga menghasilkan komposisi gas di dalam kemasan mendekati komposisi optimum yang direkomendasikan. Gambar 3 Skema proses di dalam kemasan

19 9 Keterangan : W = Berat produk hortikultura (kg) R1 = Laju konsumsi O2 produk (ml/kg.jam) R2 = Laju produksi CO2 produk (ml/kg.jam) x1 = Konsentrasi O2 di dalam kemasan (desimal) x2 = Konsentrasi CO2 di dalam kemasan (desimal) y1 = Konsentrasi O2 udara lingkungan (desimal) y2 = Konsentrasi CO2 udara lingkungan (desimal) P1 = Permeabilitas O2 film kemasn (ml.mm/m 2.hari.atm) P2 = Permeabilitas CO2 film kemasn (ml.mm/m 2.hari.atm) b = Tebal film kemasan (mm) V = Volume dalam kemasan (ml) A = Luas permukaan plastik (m 2 ) Gambar 3 menunjukkan proses selama di dalam kemasan. Dari Gambar tersebut dapat disusun menjadi model matematika untuk pengemasan menggunakan simulasi model matematik dengan sistem atmosfir termodifikasi dalam persamaan berikut (Hasbullah 2008): Oksigen : (1) Karbondioksida : (2) Pada kondisi kesetimbangan, maka persamaan (1) dan (2) menjadi : Oksigen : (3) Karbondioksida : (4) Persamaan (3) dan (4) dapat diintegralkan menjadi sebuah persamaan untuk mendapatkan konsentrasi gas O2 dan CO2 optimum dalam kemasan yang digunakan dalam simulasi MAP, dengan persamaan yang mempunyai fungsi hubungan dari waktu, sebagai berikut (Fonseca 2000): (5) (6) (7) Dimana : x(t) = Konsentrasi gas pada waktu tertentu (desimal) = Konsentrasi gas pada steady state (desimal) T = Waktu (jam)

20 10 V = Volume bebas (ml) P = Permeabilitas O2 film kemasn (ml.mm/m 2.hari.atm) A = Luas permukaan plastik (m 2 ) b = Tebal film kemasan (mm) Pada semua persamaan subskrip 1 dan 2 masing-masing menyatakan oksigen dan karbondioksida. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam keadaan steady state, yaitu konsentrasi tidak berubah terhadap waktu atau mencapai kesetimbangan. Film Plastik Pengemas Pengemas merupakan suatu wadah (pembungkus) untuk melindungi produk yang dikemas, baik dari penyebab kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi. Selain itu, pengemasan juga menghasilkan nilai estetika bagi konsumen, sehingga perlu dirancang sedemikian rupa agar terihat menarik. Kemasan berbahan plastik saat ini masih mendominasi, menggeser bahan lainya seperti kemasan logam dan gelas. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan menurut Rossalina (2010). Kelemahan dari plastik karena adanya zat monomer dan molekul kecil dari plastik yang mungkin bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas (Rubbi 2014). Sifat kemasan yang berbeda dan proses respirasi dari suatu produk akan memberikan lingkungan yang berbeda pada produk yang disimpan, karena adanya laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 keluar kemasan. Film plastik yang ideal untuk pengemasan buah dan sayuran segar yaitu film plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O2. Jenis kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah, cocok digunakan untuk produk segar dengan laju respirasi rendah. Film kemasan yang telah diteliti penggunaannya untuk mengemas buah segar dalam sistem MAP adalah PE, Stretch film, PP dan LDPE. Bahan pengemas dari jenis Polyethylene (PE) baik digunakan untuk penyimpanan produk segar dengan udara terkendali, karena

21 11 memiliki permeabilitas terhadap CO2 lebih besar dari O2 sehingga akumulasi CO2 disekitar bahan lebih kecil dari penyerapan O2. Polyethylene merupakan film yang lunak, transparan, harga murah dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik (Rossalina 2010). Polyethylene merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih dan mudah digunakan sebagai pelapis. Berdasarkan densitasnya, PE dapat dibagi atas : (a) Polietilen densitas rendah (LDPE: Low Density Polyethylene), (b) Polietilen densitas menengah (MDPE : Medium Density Polyethylene), (c) Polietilen densitas tinggi (HDPE : High Density Polyethylene). Menurut Sacharow dan Griffins (1980) LDPE merupakan jenis film yang murah dengan kejernihan serta daya regang yang sedang. LDPE mempunyai ketahanan terhadap kelembaban tinggi tetap bukan barrier O2 yang baik. Keuntungan utamanya adalah mempunyai kemampuan sealing yang baik. Plastik Polyethylene dengan ketebalan 0,04 mm baik digunakan untuk sistem penyimpanan dengan udara terkendali karena permeabilitas Polyethylene CO2 lebih besar dari pada O2 sehingga laju akumulasi CO2 di sekitar lebih kecil dari pada absorpsi oksigen. Polyethylene relatif lebih permeabel terhadap uap air. Pantastico (1986) mengemukakan bahwa perpanjangan umur simpan buah alpukat dalam kantung-kantung Polyethylene mungkin disebabkan oleh turunnya kandungan O2 dan naiknya kandungan CO2 di dalam kantung. Konsentrasi O2 yang rendah mempunyai pengaruh (1) menurunkan laju respirasi dan oksidasi substrat, (2) menunda kemasakan yang berakibat umur komoditas menjadi lebih panjang, (3) menunda perombakan klorofil, (4) memperlambat produksi etilen, (5) laju pembentukan asam askorbat berkurang, (6) perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah dan (7) laju degradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara. Tabel 5 Nilai permaebilitas gas dan energi aktivasi beberapa film plastik pada suhu 25 o C Jenis film plastik Selang suhu ( O C) Permaebilitas CO2 (ml.mm/m 2.d.atm) Energi aktivasi (kj/mol) O2 CO2 O2 CO2 Polipropilen Polietilen, stretch film Polietilen, densitas rendah Polivinil klorida Sumber : Hasbullah, et al Nilai permeabilitas film plastik pada berbagai tingkat suhu dapat ditemukan melalui persamaan Arrhenius dari persamaan yaitu : (8)

22 12 Dimana : P = Koefisien permeabilitas gas (ml.mm/m 2.hari.atm) Po = Faktor preeksponensial (ml.mm/m 2.hari.atm) E = Energi aktivasi (J/mol) R = Konstanta gas (8.314 J/mol. o K) T = Suhu ( o K) Tabel 6 Transmisi uap air beberapa jenis film kemasan Jenis film Transmisi uap air (g/m/hari pada 37.8 o C dan RH 90%) Cellulose acetate 2480 Polycarbonate Polyester LLDPE (Linier low density polyethylene) LDPE (Low density polyethylene) 21.7 HDPE 4.6 Polypropylene (cast) 10.8 (coated-oriented) 3.8 Polyvinyl chloride-acetate Polyvinylidene choride-vinyl chloride Stretch film 21 Sumber : Sacharow (1980) Selain sifat permeabilitas gas, untuk memberikan perlindungan terhadap kehilangan air produk, sifat transmisi uap air dari kemasan juga perlu diperhatikan. Pada Tabel 6 merupakan nilai transmisi uap air beberapa jenis plastik. Jika nilai laju transmisi uap air terlalu besar, produk akan mengalami banyak kehilangan air sehingga mempercepat proses pelayuan. Sebaliknya, jika nilainya terlalu rendah maka akan terjadi pengembunan di dalam kemasan yang akan memicu pertumbuhan mikroorganisme dan menyebabkan penampilan produk menjadi kurang menarik. Pengaruh Suhu Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran sayuran. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktivitas respirasi dan metabolisme, menunda proses penuaan, pematangan, pelunakan, perubahan warna dan tekstur, menekan kehilangan air dan pelayuan, serta mencegah kerusakan akibat aktivitas mikroba (Hasbullah 2009). Nicola et al. (2009), penyimpanan dingin (< 7 o C) dapat mempertahankan kualitas produk sayuran dan buah terolah minimal dengan memperlambat laju respirasi, proses enzimatik dan aktivitas mikroba.

23 13 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni Pengambilan data sampel dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah Continuous Gas Analyzer IRA-107 Shimadzu untuk mengukur gas CO2, Portable Oxygen Tester POT-101 Shimadzu untuk mengukur gas O2, timbangan mettler DJ-A2000 untuk mengukur bobot bahan, oven Isuzu tipe dan desikator untuk mengukur kadar air, alat uji kekerasa (rheometer), alat total padatan terlarut (Refraktometer), stoples kaca (volume 3300 ml) sebagai respiration chamber, refrigerator. Bahan yang akan digunakan adalah buah jambu kristal (Psidium guajava L.) yang diperoleh dari Agribusiness Development Station (ADS) IPB, Cikarawang, Bogor. Buah dipanen pada umur bunga 81 hari, berat buah berkisar antara gram. Bahan lainnya seperti stoples, selang plastik, jenis film plastik Stretch film dan LLDPE (Linier low density polyethylene), gas oksigen, gas karbondioksida, gas nitrogen untuk pengaturan komposisi gas. Metode Penelitian Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu pengukuran laju respirasi dan pengemasan jambu kristal yang disimpan pada suhu rendah. Setiap tahapan didahului dengan proses pemilihan buah jambu kristal. Tahapan penelitian akan diperlihatkan pada Gambar 4.

24 14 Mulai Pemilihan buah jambu kristal Pengukuran laju respirasi jambu kristal Nilai laju respirasi O2 dan CO2 Plot grafik Arrhenius Menentukan suhu penyimpanan terbaik jambu kristal Respirasi fungsi dari suhu Suhu penyimpanan terbaik jambu kristal Pengemasan dan penyimpanan jambu kristal pada suhu terbaik Pengamatan konsentrasi O2 dan CO2 serta parameter mutu : - Susut bobot - Kadar air - Kekerasan - Total padatan terlarut Analisis data Menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan mutu paling baik Selesai Gambar 4 Diagram alir penelitian Tahap 1 Pengukuran laju respirasi Jambu kristal yang telah dicuci bersih ditimbang, lalu dilakukan sortasi untuk memperoleh jambu kristal segar, baik dan seragam. Pada pengukuran laju respirasi dilakukan menggunakan metode close system (Hasbullah 2007). Buah jambu kristal ditempatkan pada toples kaca, kemudian konsentrasi O2 dan CO2 akan diukur menggunakan gas analyzer. Setiap toples akan diisi oleh 3 buah jambu kristal yang rata-rata mempunyai berat sebesar ±350 gram, lalu toples akan

25 15 disimpan pada suhu 5 o C, 10 o C, 15 o C, 20 O C dan suhu ruang. Gambar 4 memperlihatkan pengukuran laju respirasi menggunakan metode close system. Keterangan : 1. Selang gas masuk (Inlet) 2. Selang gas keluar (outlet) 3. Penutup toples 4. Toples kaca 5. Buah Gambar 5 Skematik pengukuran respirasi metode close system Penutup stoples dilubangi dengan diameter 1 cm sebanyak 2 buah. Pada lubang tersebut dimasukkan selang plastik sepanjang 30 cm. Stoples digunakan sebagai respiration chamber. Stoples ditutup rapat dengan vaselin (lilin malam) antara tutup dan ulir kaca untuk mencegah kebocoran, yakni mencegah masuknya O2 dan keluarnya CO2. Untuk mengukur konsentrasi gas dibuat dua lubang pada bagian tutup stoples yang dihubungkan dengan selang plastik yang terhubung dengan gas analyzer. Pengukuran akan dilakukan dengan sekali dalam sehari dengan interval waktu 4 jam. Pengukuran dilakukan setiap hari sampai buah jambu kristal busuk atau mengalami kerusakan terjadi bintik-bintik pada buah jambu kristal. Setelah dilakukan pengukuran, stoples dibuka untuk mengembalikkan udara ke kondisi normal dan disimpan selama satu hari. Nilai RQ (Respiratory quotient) pada laju respirasi dihitung untuk mengetahui sifat substrat yang digunakan dalam respirasi, sejauh mana respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik dan anaerobik. Data laju respirasi selanjutnya digunakan untuk pendugaan laju respirasi, metode akselerasi melalui pendekatan model Arrhenius digunakan untuk melihat konstanta laju respirasi terhadap suhu penyimpanan. Diagram alir laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 6. Laju respirasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Mannaperumma dan Singh (1990): R1 = (9) R2 (10) RQ = (11) Dimana : R = Laju respirasi (ml/kg.jam) x = Konsentrasi gas (desimal) t = Waktu (jam) V = Volume bebas respiration chamber (ml) W = Berat produk (kg) RQ = Respiratory quotient (subskrip 1,2 = masing-masing menyatakan gas O2 dan CO2)

26 16 Gambar 6 Diagram alir pengukuran laju respirasi jambu Kristal Model Arrhenius Model matematika merupakan suatu model yang memuat konsep-konsep matematika seperti konstanta, variabel, fungsi, persamaan, dan lain-lain. Tujuannya yaitu untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai objek tanpa harus mengganggu keberadaan objek. Nilai laju respirasi merupakan data yang digunakan untuk model Arrhenius. Tahapan pembuatan model Arrhenius laju respirasi jambu kristal ditampilkan pada Gambar 7. Gambar 7 Diagram alir pembuatan model Arrhenius laju respirasi

27 17 Hasil dari penyusunan model (nilai prediksi) akan dibandingkan dengan hasil pengukuran respirasi (nilai observasi). Validitas model ditentukan dari besarnya nilai koefisien determinasi (R 2 ). Dalam analisis regresi, koefisien determinasi adalah ukuran dari goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, apabila nilai mendekati 1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Adapun persamaan Arrhenius untuk laju respirasi dijelaskan oleh Persamaan 12. Ri = Roi exp ( ) (12) Dimana : Ri = Laju respirasi (ml/kg.jam) Roi = Faktor preeksponensial (ml/kg.jam) Eai = Energi aktivasi (kj/mol) T = Suhu mutlak ( o C+273) R = Konstanta gas (8.314 J/mol o K) *subskrip i = 1 menyatakan konsumsi O2; i = 2 menyatakan produksi CO2 Laju respirasi adalah peubah tak bebas, sedangkan peubah bebasnya adalah suhu. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi, dengan kata lain semakin tinggi suhu (T) maka akan semakin tinggi pula nilai laju respirasi (Ri). Hubungan ini berdasarkan pada teori aktivasi, bahwa suatu reaksi perubahan akan mulai berlangsung jika diberikan sejumlah energi minimum yang disebut sebagai energi aktivasi (Ea) (Hariyadi 2004) yang dinyatakan dalam persamaan Arrhenius. Persamaan 12 kemudian di lnkan menjadi Persamaan 13, agar dapat dicari hubungannya dengan menggunakan grafik. ln Ri = ln Roi - ( ) (13) Persamaan 13 identik dengan persamaan linier, yaitu : y = a + bx dimana y = ln Ri, a = ln Roi, bx = - ( ) Dari grafik hubungan antara ln Ri vs 1/T, nilai energi aktivasi dihitung dari nilai intercept (b) dikalikan dengan nilai konstanta gas (R = J/mol o K). Sedangkan nilai Roi merupakan anti ln dari nilai slope (a) yang diperoleh. Tahap 2 Pengemasan jambu kristal Tahap kedua adalah proses yang akan menentukan jenis kemasan dan suhu optimum untuk mempertahankan mutu jambu kristal. Diagram alir proses pengemasan jambu kristal disajikan pada Gambar 8.

28 18 Gambar 8 Diagram alir pengemasan jambu kristal Prosedur Analisis Data Pengukuran konsentrasi gas Pengukuran komposisi gas dilakukan dengan memodifikasi styrofoam dengan diberi selang untuk disalurkan ke alat pengukur konsentrasi O2 maupun CO2. Susut bobot Susut bobot dapat dicari dengan menimbang bahan-bahan yang telah diuji pada akhir pengamatan, kemudian dibandingkan dengan bobot awal sebelum penyimpanan. Alat yang digunakan adalah neraca digital. Persamaan untuk menghitung susut bobot adalah : PB = x 100% (14)

29 19 Dimana : PB = Susut bobot (%) W = Bobot bahan awal penyimpanan (g) Wa = Bobot bahan pada hari ke-t penyimpanan (g) (AOAC 1990) Kadar air Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu selama 15 menit di dalam oven pada suhu o C dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (A). Contoh sebanyak ±5 g dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang (B). Cawan yang berisi bahan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu o C sampai beratnya konstan, kemudian bahan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C) (AOAC 2000). Kadar air (%bb) = (15) Dimana : Ka = Kadar air (%) A = Berat cawan (g) B = Berat cawan dan bahan sebelum dikeringkan (g) C = Berat cawan dan bahan setelah dikeringkan (g) Uji kekerasan Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer. Alat diset pada kedalaman 20 mm dengan beban maksimum 2 kg. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda dengan dua kali pengulangan tiap tiga hari sekali hingga buah dalam keadaan tidak optimal lalu diambil rataannya. Total padatan terlarut Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer. Buah jambu kristal dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula. Pengukuran dilakukan tiga titik yang berbeda dengan dua kali pengulangan tiap tiga hari sekali terhadap masing-masing sampel. Besarnya nilai total padatan terlarut dinyatakan dalam satuan % Brix. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap 1 adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan. Faktor yang digunakan yaitu suhu penyimpanan dengan 5 taraf perlakuan. Model linear dari rancangan acak lengkap dapat dilihat pada Persamaan 16. Yij μ + αi + εij (16) i = 1,2,3,4,5 ; j = 1,2

30 20 Dimana : Yij : parameter pengamatan pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j μ : rataan umum αi : pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-i εij : pengaruh acak (galat) pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j Pengaruh jenis pengemasan dan suhu diuji dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor dan 2 ulangan. Faktor pertama yaitu 2 jenis pengemasan yang berbeda dan faktor kedua yaitu 2 suhu penyimpanan. Model linear dari rancangan acak lengkap 2 faktor yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Persamaan 17. Yijk μ + αi + βj + (αβ)ijk + εijk (17) i = 1,2,3,4; j = 1,2; k = 1,2 Dimana : Yij : parameter pengamatan pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k αi : pengaruh jenis kemasan taraf ke-i βj : pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-j (αβ)ijk : pengaruh interaksi antara jenis plastik taraf ke-i dan suhu penyimpanan εijk taraf ke-j : pengaruh acak (galat) pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh perlakuan, maka akan dilakukan pengujian lanjut dengan menggunakan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Jambu Kristal Pengukuran hasil penelitian menunjukkan bahwa jambu kristal mempunyai laju respirasi yang lumayan tinggi. Namun, pada suhu yang rendah hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi O2 yang dikonsumsi dan produksi CO2 semakin sedikit yang menunjukkan respirasi pada suhu rendah lebih lambat dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi (Lampiran 1 dan 2). Pengukuran laju respirasi jambu kristal dengan suhu yang berbeda dilakukan untuk mengetahui suhu optimal penyimpanan jambu kristal. Laju respirasi yang rendah biasanya diikuti dengan umur simpan yang panjang. Tetapi hal ini dibatasi oleh adanya suhu aman penyimpanan agar buah tidak mengalami chilling injury. Suhu di bawah 0 O C tidak cocok untuk penyimpanan buah karena pada suhu tersebut air yang terkandung di dalam buah akan membeku. Ketika buah diletakkan di suhu ruang, air yang membeku akan mencair tetapi pori buah tetap membesar akibat pembekuan air sehingga menyebabkan kerusakan pada buah. Pengukuran laju respirasi dilakukan pada lima tingkatan suhu yang berbeda yaitu

31 21 5 o C, 10 o C, 15 o C, 20 o C dan suhu ruang (28-29 o C). Pengukuran dilakukan setiap hari dengan interval waktu 4 jam sampai buah jambu kristal busuk atau mengalami kerusakan terjadi bintik-bintik pada buah. Namun khusus untuk suhu 20 o C dan suhu ruang (28-30 o C) berturut-turut hanya dapat bertahan dua belas dan Sembilan hari selama 19 hari pengukuran. Hasil pengukuran perubahan laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Gambar 9 Laju produksi CO2 pada berbagai suhu penyimpanan Gambar 10 Laju konsumsi O2 pada berbagai suhu penyimpanan Berdasarkan Gambar 9 dan 10 di atas, terlihat bahwa laju respirasi jambu kristal secara signifikan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Konsumsi O2 dan produksi CO2 yang lebih kecil terjadi pada penyimpanan suhu rendah dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Setelah dilakukan perhitungan laju konsumsi O2 dalam peyimpanan suhu 5 o C sebesar 6.40 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 2.90 ml/kg.jam pada hari pertama. Pada suhu yang lebih tinggi o C (suhu ruang) terjadi hal sebaliknya, jambu kristal yang disimpan memiliki laju respirasi paling tinggi dengan laju konsumsi O2 sebesar ml/kg.jam serta laju produksi CO2 sebesar ml/kg.jam pada hari pertama penyimpanan. Peningkatan laju respirasi yang tajam disebabkan adanya kerusakan pada buah yang ditandai dengan pembusukan. Hal ini dapat disebabkan karena

32 22 terjadinya disorganisasi sel yang ditandai dengan meningkatnya permeabelitas sel membrane seluler dan meningkatnya keempukan daging buah sehingga merangsang aktivitas enzim respiratoris (Asofi 1986). Kondisi yang demikian menyebabkan terjadinya peningkatan proses metabolism dalam jaringan, sehingga produk dapat membusuk. Berdasarkan dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5 dan 6) menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi jambu kristal. Pola respirasi dari setiap suhu penyimpanan di atas dapat digunakan untuk menduga tren atau pola respirasi jambu kristal dalam kondisi suhu penyimpanan yang tetap. Dapat dijelaskan dari pola tersebut bahwa untuk suhu penyimpanan 5 o C, 10 o C dan 15 o C menunjukkan laju respirasi yang terlihat konstan tidak terlihat kenaikan dan penurunan respirasi yang signifikan selama penyimpanan. Hal ini dapat dilihat dari pola grafik tersebut pada suhu 5 o C, 10 o C dan 15 o C yang cenderung terlihat konstan arah mendatar (searah sumbu x). Kecenderungan konstan ini dapat memberi petunjuk bahwa jambu kristal yang disimpan pada ketiga suhu tersebut menunjukkan laju respirasi yang seimbang antara konsumsi O2 dan produksi CO2. Jadi, suhu 5 o C, 10 o C dan 15 o C dapat dijadikan rekomendasi suhu optimum untuk penyimpanan jambu kristal untuk memperpanjang masa simpan produk karena laju respirasi yang rendah dan pola respirasi yang konstan. Oleh karena itu, intensitas laju respirasi dapat dijadikan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan produk hortikultura setelah dipanen karena sebagai ukuran jalannya laju metabolisme. Komoditas dengan laju respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibandingkan yang memiliki laju respirasi rendah (Saltveit 1996). Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan substrat menjadi energi yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Sebaliknya apabila laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan dan penyimpanan dingin dapat menghambat aktivitasi respirasi sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk (Rokhani 1995) dan (Pantastico 1986). Jambu kristal merupakan jenis buah-buahan yang memiliki tingkat laju respirasi yang lumayan tinggi. Perubahan konsentrasi gas didalam stoples selama penyimpanan diakibatkan oleh aktivitas respirasi jambu kristal yang dipengaruhi oleh suhu. Rata-rata laju konsumsi O2 dan produksi CO2 selama penyimpanan secara umum terlihat naik. Hal ini diduga karena meningkatnya suhu akan mengakibatkan aktivitas enzim meningkat hingga reaksi kimia berlangsung lebih cepat. Tan et al. (2007) menyatakan bahwa pada reaksi biokimia yang banyak melibatkan kerja enzim, kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu ditingkatkan (dalam batas tertentu) maka kecepatan reaksi meningkat, sementara jika suhu diturunkan maka reaksi yang berlangsung akan berjalan semakin lambat. Semua grafik laju respirasi buah jambu kristal tidak menunjukkan adanya puncak klimakterik pada saat pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa pola respirasi buah jambu kristal termasuk buah non klimakterik. Karena penurunan laju konsumsi O2 dan produksi CO2 pada semua suhu yang diujikan terjadi secara perlahan-lahan. Menurut Pantastico (1986) buah klimakterik ditandai dengan perubahan pola respirasi sebelum terjadi kelayuan yaitu pada saat kelayuan tibatiba konsumsi O2 dan produksi CO2 meningkat dan kemudian turun kembali. Sedangkan buah non klimakterik memiliki pola respirasi kenaikan produksi CO2

33 23 yang mencolok. Pada pascapanennya, buah dengan pola laju respirasi non klimakterik setelah dipetik tidak dapat dilakukan pemeraman untuk mencapai masa kematangannya. Untuk itu diperlukan pemanenan pada tingkat kematangan optimum buah. Suhu 20 o C dan o C umur simpan buah menjadi lebih pendek dikarenakan oleh tingginya nilai laju respirasi. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan rata-rata nilai dari keseluruhan laju respirasi dan Respiratory Quotient (RQ) pada semua suhu penyimpanan. Respiratory Quotient (RQ) merupakan perbandingan antara konsumsi O2 dan produksi CO2. Nilai RQ dapat digunakan untuk mendeduksi sifat substrat yang digunakan dalam proses respirasi, sejauh mana respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik dan anaerobik. Nilai RQ jambu kristal yang diamati seluruhnya pada setiap suhu penyimpanan kurang dari satu dikarenakan proses laju respirasi tidak hanya melibatkan karbohidrat dan ketersediaan oksigen yang kurang mencukupi. Pantastico (1986) mengemukakan nilai RQ yang kurang dari satu menunjukkan ada beberapa kemungkinan yaitu substratnya mempunyai perbandingan O₂ terhadap CO₂ yang lebih kecil terhadap heksosa, oksidasi belum tuntas, atau CO₂ yang dihasilkan digunakan untuk proses sintesis lain seperti pembentukan asam malat dari piruvat dan CO₂. Tabel 7 Laju respirasi dan nilai respiratory quotient (RQ) jambu kristal pada berbagai suhu penyimpanan Laju respirasi (ml/kg.jam) Suhu ( o C) RQ O2 CO ±0.78 a 2.89±0.31 a ±1.77 a 5.69±0.88 b ±0.43 b 8.19±0.42 c ±1.11 c 11.05±0.37 d 0.73 Ruang (28-30) 27.68±0.13 d 22.41±1.84 e 0.81 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 0.05 Berdasarkan hasil uji duncan menunjukkan bahwa laju konsumsi O2 pada suhu penyimpanan 5 o C dan 10 o C tidak berbeda nyata. Dapat disimpulkan bahwa laju konsumsi O2 pada suhu tersebut hampir sama. Laju konsumsi O2 pada suhu 15 O C, 20 o C dan suhu ruang berbeda nyata dengan tiga suhu lainnya. Sedangkan hasil uji duncan laju produksi CO2 pada setiap suhu penyimpanan berbeda nyata. Hal ini menunjukkan laju produksi CO2 buah jambu kristal pada suhu penyimpanan 5 o C, 10 o C, 15 o C, 20 o C dan suhu ruang tidak sama. Sehingga dengan ini membuktikan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap laju produksi CO2 buah jambu kristal. Hasil ini membuktikan bahwa tingginya laju respirasi lebih disebabkan oleh suhu simpan yang tinggi. Pada suhu 5 o C dan 10 o C merupakan suhu penyimpanan yang baik untuk buah jambu kristal, karena memiliki laju respirasi yang paling rendah.

34 24 Model Arrhenius Laju Respirasi Jambu Kristal Mahajan et al menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap laju respirasi dicari dengan persamaan Arrhenius yaitu dengan cara melihat regresi hubungan antara suhu dan laju respirasi. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi respirasi dan memiliki pengaruh sangat nyata. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Respirasi merupakan reaksi enzimatik dan setiap reaksi yang melibatkan enzim didalamnya tentu akan sangat berhubungan dengan sifat enzim yaitu akan sangat aktif pada suhu tinggi dan akan menurun keaktifannya pada suhu rendah. Data laju respirasi yang diperoleh untuk penyusunan model Arrhenius dengan menggambarkan laju respirasi fungsi dari suhu menggunakan data ratarata laju respirasi lima hari pertama pengukuran. Nilai ln Ri dan 1/T berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Tabel 8 Nilai ln R1, ln R2, dan 1/T berbagai suhu penyimpanan Laju respirasi Suhu (K) 1/T (1/K) (ml/kg.jam) ln R1 ln R2 R Keterangan: R 1 : laju konsumsi O 2 R 2 : laju produksi CO 2 R2 Gambar 11 Hubungan parameter Arrhenius ln R1 dengan 1/T

35 25 Gambar 12 Hubungan parameter Arrhenius ln R2 dengan 1/T Berdasarkan plot grafik Arrhenius menggunakan data laju respirasi pada kelima hari pertama, dapat di lihat pada Gambar 11 dan 12 dimana sumbu x adalah suhu peyimpanan inverse (1/K) dan sumbu y adalah hubungan respirasi dengan ln Ri. Gambar tersebut menunjukkan hubungan antara ln Ri dengan kebalikan suhu absolut, dimana hasil regresi linier ini digunakan untuk mencari nilai Eai dan nilai Roi (faktor preeksponensial). Grafik dari plot Arrhenius menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap laju respirasi buah jambu kristal untuk konsumsi O2 dan produksi CO2, dimana semakin tinggi suhu penyimpanan akan semakin tinggi juga laju respirasinya. Sebaliknya apabila suhu peyimpanan rendah maka laju respirasi juga semakin rendah. Garis linier yang diperoleh akan digunakan untuk menunjukkan koefisien laju respirasi konsumsi O2 dan produksi CO2. Hubungan antara ln Ri dengan 1/T memiliki tingkat korelasi yang tinggi ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ), yaitu untuk O2 dan untuk CO2. Slope dari persamaan linier (Gambar 11 dan 12) merupakan nilai Eai/R sehingga nilai Eai dapat ditentukan, sedangkan ln Roi diperoleh pada saat 1/T = 0. Hasil perhitungan nilai Eai, Roi dan R 2 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai dari Eai, Roi, dan R 2 untuk O2 dan CO2 Laju respirasi Eai (kj/mol) Roi (ml/kg jam) R 2 Konsumsi O E Produksi CO E Energi aktivasi (Eai) yang diperoleh dari kedua garis linear oksigen dan karbondioksida adalah kj/mol dan kj/mol, sedangkan untuk faktor preeksponensial (Roi) diperoleh nilai ml/kg jam untuk O2 dan ml/kg jam untuk CO2. Nilai energi aktivasi (Eai) yang didapatkan ini masih dalam batas keadaan normal yang direkomendasikan untuk energi aktivasi buah-buahan. Exama et al mengemukakan bahwa Ea normal untuk sayuran dan buahbuahan berkisar antara kj/mol. Semua nilai variabel yang diperoleh menggambarkan bahwa hubungan antara suhu dan respirasi dengan baik. Sehingga semakin tinggi suhu peyimpanan akan semakin tinggi laju respirasi ataupun sebaliknya.

36 26 Nilai Eai dan Roi yang didapat di dalam penelitian akan dibuat persamaan Arrhenius yang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi laju respirasi pada setiap suhu. Nilai laju respirasi hasil pendugaan dibandingkan dengan nilai laju respirasi hasil perhitungan digunakan untuk melihat signifikansi dari model yang telah dibuat. Grafik laju respirasi (konsumsi O2 dan produksi CO2) hasil pendugaan (prediksi) dibandingkan dengan nilai laju respirasi hasil perhitungan (observasi). Gambar 13 Perubahan nilai laju respirasi buah jambu kristal dari prediksi (O2 dan CO2) dan observasi (O2 dan CO2) terhadap berbagai suhu penyimpanan Berdasarkan dari grafik yang terdapat pada Gambar 13 menunjukkan bahwa hasil prediksi dari laju respirasi yang menggunakan model Arrhenius memiliki tingkat signifikansi yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan terlihatnya titik yang hampir berhimpitan antara nilai observasi dan prediksi. Titik yang berhimpitan ini menandakan bahwa nilai laju respirasi hasil prediksi tidak berbeda jauh dengan nilai yang dihasilkan pada pengukuran langsung (observasi) laju respirasi jambu kristal. Pengaruh Plastik Kemasan Terhadap Komposisi Gas Percobaan tahap kedua dimulai dengan jambu kristal diletakkan di atas styrofoam dan dikemas dengan menggunakan jenis plastik yang berbeda stretch film dan LLDPE (Linier low density polyethylene). Untuk menghindari kebocoran udara antara styrofoam dengan jenis plastiknya maka digunakan isolasi sebagai perekat. Pengemasan yang kurang rapat dapat menyebabkan gas O2 dan CO2 dalam kemasan terpengaruh oleh komposisi gas ruangan. Untuk kemasan stretch film digunakan mesin wrapping sebagai alat bantu membungkus sehingga pengemasan lebih cepat dan rapat. Kemasan akan dimasukkan ke suhu penyimpanan yang berbeda (5 o C dan 10 o C ) meliputi perubahan konsentrasi O2

37 27 maupun CO2 selama dalam kemasan, susut bobot, kadar air, kekerasan, dan total padatan terlarut sebagai parameter mutu yang akan diamati. Simulasi komposisi gas di dalam kemasan Simulasi ini dilakukan untuk menentukan berat (W) komoditas jambu kristal di dalam kemasan, ketebalan film plastik, dan luas area kemasan (A) sehingga diperoleh komposisi gas O2 sebesar 3-5% dan komposisi gas CO2 sebesar 8-10% (Isti 1992). Setelah dilakukan perhitungan simulasi nilai konsentrasi gas dengan menggunakan persamaan 1 sampai dengan 6 untuk setiap jenis kemasan plastik. Sehingga diperoleh nilai W, b, A untuk kemasan stretch film sebesar kg, 0.57 mm, dan m 2. Sedangkan kemasan LLDPE diperoleh nilai W, b, A sebesar kg, 0.99 mm, dan m 2. Nilai tersebut telah mewakili untuk membantu penentuan komposisi gas optimum untuk O2 dan CO2. Gambar 14 Hasil simulasi kemasan stretch film suhu 5 o C Gambar 15 Hasil simulasi kemasan LLDPE suhu 5 o C

38 28 Berdasarkan grafik pada Gambar 14 dan 15 hasil simulasi menunjukkan bahwa pada kedua kemesan tersebut terjadi kesetimbangan antara gas oksigen dengan gas karbondioksida. Kesetimbangan gas pada kemasan stretch film terjadi pada jam ke-18 dengan konsentrasi O2 dan CO2 sebesar 8.27% dan 7.94%, sedangkan kemasan LLDPE terjadi pada jam ke-30 dengan konsentrasi O2 dan CO2 sebesar 7.94% dan 7.98%. Konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan Pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan dilakukan pada buah yang masih melakukan metabolisme, sehingga dalam proses pengemasan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu kemasan tidak boleh kedap gas dan dapat memberikan efek atmosfer termodifikasi. Agar dapat mengetahui efek dari pengemasan terhadap konsentrasi O2 dan CO2 maka dilakukan pengukuran terhadap konsentarsi O2 dan CO2 didalam kemasan. Alat yang digunakan berupa continuous gas analyzer dan portable oxygen tester. Pengamatan perubahan konsentrasi gas didalam kemasan dilakukan setiap hari pada suhu 5 o C dan 10 o C. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dalam dua kemasan yang diujikan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. Gambar 16 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada kemasan SF dan LLDPE suhu 5 o C

39 29 Gambar 17 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada kemasan SF dan LLDPE suhu 10 o C Setiap kemasan untuk mengukur konsentrasi gas telah di sesuaikan dengan bobot buah, luas permukaan hasil simulasi pengukuran konsentrasi gas. Berdasarkan dari Gambar 16 dan 17 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil penguukuran dengan simulasi konsentrasi gas (Lampiran 3 dan 4). Dari Gambar 16 dan 17 menunjukkan bahwa plastik SF mengalami penurunan konsentrasi O2 sebesar 19.8% dan kenaikan CO2 sebesar 0.34% pada suhu 5 o C dan 19.5 % O2 dan 0.52% CO2 pada suhu 10 o C. Sedangkan plastik LLDPE mengalami penurunan konsentrasi O2 sebesar 20.1% dan kenaikan CO2 sebesar 0.94% pada suhu 5 o C dan 20.4 % O2 dan 0.48% CO2 pada suhu 10 o C. Berdasarkan literatur komposisi gas optimum yang di rekomendasikan (Isti 1992) menyatakan bahwa komposisi gas untuk jambu biji yang baik agar dapat memperpanjang umur simpannya pada plastik polietilen yaitu 3-5% O2 dan 8-10% CO2. Tetapi terlihat dari Gambar 16 dan 17 konsentrasi gas yang diharapkan tidak dapat tercapai. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah tidak menggunakan gas chromatography serta tidak ada injeksi gas etilen kedalam kemasan, tetapi hanya memodifikasi atmosfer dengan menggunakan dua kemasan yang berbeda untuk mendapatkan nilai konsentrasi gas O2 dan CO2. Hasbullah (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan antara lain adalah faktor produk (varietas, berat, respirasi), faktor bahan pengemas (jenis plastik, ketebalan, luas permukaan, permeabilitas) dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban). Secara umum tidak optimalnya pengukuran perubahan konsentrasi ini dapat dikarenakan terjadi kebocoran pada kemasan meskipun hal itu sudah diantisipasi. Kebocoran gas pada saat pengukuran konsentrasi gas dan kebocoran pada continues gas analyzer mengingat alat yang sudah tidak berfungsi maksimal. Namun demikian konsentrasi di dalam kemasan masih mendekati kondisi atmosfer normal, sehingga proses fisiologis produk di dalam kemasan tidak terganggu. Buah jambu kristal setelah dikemas, pada kemasan LLDPE tampak titiktitik embun (pegembunan) setelah disimpan beberapa saat dalam refrigerator. Karena kemasan stretch film memiliki sifat lebih permeabel dibandingkan dengan kemasan LLDPE. Hal ini juga dapat disebabkan oleh transmisi uap air untuk kemasan LLDPE (16 g/m 2 /hari) lebih kecil dari pada transmisi uap air kemasan stretch film (21 g/m 2 /hari) sehingga uap air sebagai hasil dari proses respirasi

40 30 tidak berhasil menebus keluar kemasan (perembesan). Hasil ini menunjukkan bahwa besarnya perembesan gas berbanding lurus dengan nilai permeabilitas. Semakin kecil permeabilitas plastik maka perembesannya semakin sedikit ataupun sebaliknya semakin tinggi permeabilitasnya maka perembesan gas semakin besar. Keadaan yang lembab ini dapat mempercepat kerusakan pada buah karena mikroorganisme. Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Buah Jambu Kristal Susut bobot Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu fisik yang menunjukkan tingkat dari kesegaran komoditi hortikultura. Semakin tinggi susut bobot, maka buah tersebut akan semakin berkurang kesegarannya. Kenaikkan susut bobot semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan buah. Selama penyimpanan, selain terjadi respirasi juga terjadi transpirasi yaitu penguapan air dari permukaan komoditi hortikultura yang menyebabkan kekeringan dan kelayuan. Proses transpirasi ini merupakan bagian dari proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan, dimana pada saat terjadinya makromolekul kompleks menghasilkan air dalam bentuk uap (iflah 2013). Susut bobot yang terjadi akan berpengaruh pada jambu kristal yang akan mereduksi keindahan penampakan dan tingkat penerimaan konsumen yang menimbulkan kerugian secara ekonomis. Grafik hasil perubahan persentase susut bobot jambu kristal selama penyimpanan disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Perubahan persentase susut bobot pada dua jenis kemasan selama peyimpanan Berdasarkan grafik 18 menunjukkan bahwa secara umum semakin lama produk disimpan maka susut bobot yang semakin besar pada setiap perlakuan kemasan atau mengalami penurunan berat bahan. Penurunan diakibatkan buah jambu kristal yang telah melakukan respirasi dengan mengubah gula menjadi CO2 dan H2O disertai dengan proses penguapan uap air. Jika dilihat dari persentase susut bobot jambu kristal yang disimpan pada suhu 10 o C mengalami peningkatan susut bobot lebih besar dibandingkan yang disimpan pada suhu 5 o C. Terbukti

41 31 pada hasil pengamatan plastik stretch film rata-rata keseluruhan susut bobot sebesar 1.32% dan LLDPE sebesar 1.33% pada suhu 5 o C dan pada suhu 10 o C plastik stretch film sebesar 5.22% dan LLDPE 3.33%. Sehingga menyebabkan semakin tinggi laju respirasi produk maka semakin besar susut bobot yang terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedibyo (1979) yang mengatakan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, akibatnya ketahanan simpannya cukup panjang dengan susut bobot minimal, mutu baik, dan pasaran tetap tinggi. Sehingga dengan adanya barier berupa kemasan plastik akan melindungi produk dari proses respirasi dan transpirasi yang lebih cepat. Berdasarkan hasil dari analisis sidik ragam dan uji duncan (Lampiran 7) suhu dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap persentase susut bobot jambu kristal selama penyimpanan. Pada plastik LLDPE uap air terlihat banyak di sekitar kemasan atau bintik-bintik seperti air. Menurut Dumadi (2001) adanya embun atau kandungan air yang tinggi di sekitar kemasan akan memacu terjadinya kerusakan buah, terutama yang disebabkan kontaminasi mikroba dan jamur. Pengembunan ini juga disebabkan karena permeabilitas O2 dan CO2 pada plastik LLDPE yang lebih kecil, dan transpirasi uap air kemasan yang kecil sehingga terjadi pengembunan pada plastik. Sedangkan hal ini berbeda dengan kemasan stretch film yang tidak terjadi pengembunan karena permeabilitas O2 dan CO2 pada plastik stretch film yang lebih besar, dan transpirasi uap air kemasan yang besar. Adanya permeabilitas pada kemasan plastik akan menekan laju keluar masuknya uap air. Permeabilitas plastik akan meningkatkan kelembaban di dalam kemasan. Apabila konsentrasi uap air di dalam kemasan tinggi maka penguapan akan berkurang. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan kemasan yang dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi sehingga tercapai susut bobot minimal pada produk selama penyimpanan. Kadar air Kadar air merupakan faktor penting dalam penyimpanan. Terutama pada penyimpanan bahan-bahan segar, karena kadar air akan berpengaruh pada konsistensi bahan dan berpengaruh terhadap keawetan buah-buahan. Kehilangan air merupakan penyebab utama kerusakan pada produk hortikultura khususnya buah-buahan selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan suhu memberikan pengaruh nyata pada kadar air jambu kristal yang dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf nyata 5% (Lampiran 11). Hasil persentase pengukuran kadar air jambu kristal selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19.

42 32 Gambar 19 Perubahan kadar air pada dua jenis kemasan selama peyimpanan Gambar 19 menunjukkan bahwa kadar air jambu kristal pada setiap perlakuan mengalami penurunan. Perlakuan pada suhu 5 o C dengan menggunakan plastik stretch film di dalam penyimpanan memiliki penurunan kadar air terkecil. Terlihat dari grafik bahwa kadar air pada suhu 5 o C dan 10 o C dengan menggunakan kemasan plastik stretch film sebesar 86.54% dan %. Sedangkan dengan menggunakan kemasan plastik LLDPE sebesar 87.64% dan 88.31% di akhir penyimpanan. Kemasan plastik stretch film menunjukkan penurunan kadar air yang lebih besar dibandingkan LLDPE. Dikarenakan kemasan plastik stretch film yang memiliki sifat lebih permeabel. Hal tersebut membuktikan adanya peran penting kemasan dalam melindungi kadar air jambu kristal selama penyimpanan. Menurut Biale dan Young (1971), kadar air buah selama penyimpanan akan mengalami penurunan. Penurunan ini sebanding dengan susut bobot yang juga disebabkan oleh transpirasi (penguapan air dari buah). Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa penurunan kadar air sebanding dengan susut bobot yang terjadi pada bahan. Jika susut bobot bahan yang terjadi relatif kecil maka penurunan kadar air yang terjadi juga relatif kecil. Banyaknya air yang hilang dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif dalam ruangan penyimpanan. Bila suhu tinggi dan kelembaban udara semakin rendah, maka transpirasi akan berlangsung lebih cepat yang menyebabkan kelayuan pada produk, penampakan yang kurang menarik, tekstur yang lunak serta penyebab utama terjadinya susut bobot. Kekerasan Pengukuran ini dilakukan sebagai salah satu indikasi terjadinya kerusakan pada buah jambu kristal. Semakin menurunnya kekerasan buah jambu kristal maka kerusakannya semakin tinggi yang akan menyebabkan menurunnya kualitas dari buah jambu kristal. Kekerasan atau perubahan tekstur merupakan salah satu parameter perubahan fisiologis yang terjadi sebagai akibat langsung dari kehilangan air pada produk hortikultura. Biasanya perubahan tekstur yang terjadi pada produk hortikultura selama penyimpanan adalah menurunnya tingkat kekerasan sehingga menjadi lunak, kecuali pada produk tertentu seperti manggis (kulit buahnya menjadi keras). Perubahan dalam tekstur produk yang semulanya keras menjadi lunak ini dikarenakan kehilangan air yang menjadikan komposisi

43 33 dinding sel berubah, sehingga menyebabkan menurunnya tekanan tugor sel dan kekerasan buah menurun. Selain itu juga terjadi perubahan secara kimiawi pada dinding sel yang tersusun dari senyawa-senyawa komplek dari golongan karbohidrat struktural, seperti selulosa, hemiselulosa, oektin dan lignin (Iflah 2013). Grafik perubahan kekerasan jambu kristal selama penyimpanan pada dua jenis kemasan dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Perubahan kekerasan pada dua jenis kemasan selama peyimpanan Berdasarkan Gambar 19 secara umum kekerasan jambu kristal mengalami perubahan secara fluktuatif selama penyimpanan dengan dua jenis kemasan dan suhu yang berbeda. Umumnya, dari grafik terlihat kekerasan mengalami peningkatan tetapi pada plastik strech film dengan suhu 10 o C mengalami penurunan. Homogenisasi merupakan faktor utama dari jambu kristal yang mempengaruhi nilai kekerasan karena meskipun dilakukan pemanenan buah pada waktu yang sama dan diberikan perlakuan yang sama tetapi dari masing-masing buah memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan nilai kekerasan ini juga dapat disebabkan jaringan penyusun pada masing-masing buah jambu kristal yang berbeda pada setiap pengujian. Selain itu perubahan kekerasan cenderung fluktuatif diduga terpengaruh oleh komposisi udara penyimpanan yang menimbulkan aktivitas respirasi secara abnormal dan mempengaruhi aktivitas enzim dan jaringan sel buah sehingga teksturpun tidak seragam. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa pengaruh jenis kemasan dan suhu terhadap kekerasan buah jambu kristal tidak memberikan pangaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi nyata yang terjadi antara suhu penyimpanan dan jenis pengemasan, dimana setiap perlakuan baik suhu maupun jenis pengemasan memberikan pengaruh yang berbeda untuk tingkat kekerasan jambu kristal. Total padatan terlarut Kandungan total padatan terlarut (TPT) pada suatu bahan menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut. Penelitian ini menggunakan buah jambu kristal pada fase mature 75-80% yang masih berwarna hijau

44 34 bertekstur keras. Proses pematangan dan pembusukan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula akan berubah dikarenakan perubahan pati yang tidak larut dalam air (sjaifullah 1996). Nilai TPT dipengaruhi oleh penyimpanan dan selama penyimpanan buah mengalami proses respirasi. Buah non-klimaterik menimbun gula selama pendewasaan sementara buah klimaterik menimbun karbohidrat selama pendewasaan dalam bentuk tepung (starch) dan saat buah mengalami pematangan, tepung dipecah menjadi gula (Rakhelia 2009). Grafik persentase perubahan total padatan terlarut pada buah jambu kristal dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Perubahan persentase total padatan terlarut jambu kristal pada dua jenis kemasan selama peyimpanan Berdasarkan Gambar 21 secara umum perubahan total padatan terlarut pada jambu kristal cenderung mengalami secara fluktuatif dengan dua jenis kemasan dan suhu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh buah yang tidak seragam sehingga aktivitas respirasi yang terjadi juga bervariasi pada setiap bahan. Selain itu diduga ada pengaruh rendahnya konsentrasi O2 dalam udara penyimpanan yang menyebabkan aktivitasi respirasi yang abnormal sehingga proses pemecahan gula sederhana bervariasi. Hal ini mengindikasikan bahwa buah jambu kristal masih dalam proses pematangan sehingga masih terjadi proses pembentukan gula. Total padatan terlarut yang terkandung dalam buah akan lebih cepat meningkat ketika buah mengalami pematangan buah namun setelah fase puncak kematangan buah maka total padatan terlarut dari buah akan menurun seiring dengan lama penyimpanan. Hal ini disebabkan gula sederhana yang terbentuk tersebut akan mengalami perubahan kimia lagi menuju tahap menurun, sehingga rasa manis pada buah akan menurun. Terbukti secara umum grafik perubahan total padatan terlarut pada seluruh perlakuan dapat diperoleh bahwa kandungan total padatan terlarut buah jambu kristal selama penyimpanan mengalami peningkatan mencapai titik maksimal kemudian menurun hingga hari terakhir buah mendekati kebusukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Biale dan Young (1971) yang menyatakan bahwa kecenderungan yang umum ialah mula-

45 35 mula terdapat kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul dengan penurunan. Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan pengaruh jenis kemasan dan suhu terhadap total padatan terlarut jambu kristal berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut sehingga kemasan dan suhu yg berbeda berpengaruh terhadap total padatan terlarut yang akan mempengaruhi mutu buah jambu kristal. Penentuan perlakuan terbaik Perubahan susut bobot di dalam penelitian ini akan dijadikan pertimbangan utama dalam memilih perlakuan yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penelitian Chace dan Pantastico (1975) yang menyatakan bahwa produk sayuran dan buah-buahan segar dianggap tidak layak dipasarkan bila mengalami susut bobot lebih dari 10%. Hasil yang sama dijelaskan oleh Ahmad (2013) bahwa kehilangan air sebesar 10% dari bobot awal akan menyebabkan susut jumlah dan kualitas pada produk. Dikarenakan Susut bobot merupakan salah satu parameter mutu fisik yang menunjukkan tingkat dari kesegaran komoditi hortikultura. Semakin tinggi susut bobot, maka buah tersebut akan semakin berkurang kesegarannya. Jika produk dijual dengan basis bobot maka terjadi kerugian secara ekonomi. Pada penelitian ini susut bobot yang disimpan pada suhu 5 o C dengan kemasan stretch film memiliki nilai susut bobot yang terkecil dengan mencapai peningkatan sebesar 2.72% diakhir penyimpanan. Dengan nilai susut bobot tersebut buah jambu kristal masih sangat layak dikonsumsi atau terbilang masih sangat bagus dalam kesegarannya. Pengembunan yang terjadi di dalam pengemasan tertutup merupakan masalah lain yang timbul yang akan beresiko merusak produk dan mengurangi nilai estetika dari pengemasan. Menurut Rangkadilok et al. (2002) adanya embun atau kandungan air yang tinggi di sekitar kemasan akan memacu terjadinya kerusakan produk, terutama yang disebabkan kontaminasi dari mikroba dan jamur. Hasil dari penelitian menunjukkan terjadi pengembunan pada plastik LLDPE. Hal ini erat kaitannya dengan karakteristik film plastik yang digunakan. Proses terjadinya pengembunan akan disajikan pada Gambar 22. (a) (b) Gambar 22 Pengemasan jambu kristal menggunakan plastik: (a) LLDPE dan (b) stretch film

46 36 Film plastik selain memiliki sifat permeabilitas gas, juga memiliki sifat transmisi uap air. Water vapor transmission rate (WVTR) merepresentasikan kemampuan suatu kemasan untuk menahan keluar masuknya uap air. Dikarenakan transmisi uap air untuk kemasan LLDPE (16 g/m 2 /hari) lebih kecil dari pada transmisi uap air kemasan stretch film (21 g/m 2 /hari) sehingga uap air sebagai hasil dari proses respirasi tidak berhasil menebus keluar kemasan (perembesan). Hasil ini menunjukkan bahwa besarnya perembesan gas berbanding lurus dengan nilai permeabilitas. Semakin kecil permeabilitas plastik maka perembesannya semakin sedikit ataupun sebaliknya semakin tinggi permeabilitasnya maka perembesan gas semakin besar. Oleh karena itu, dengan nilai permeabilitas dan WVTR yang cukup tinggi membuat transmisi gas dan uap air berjalan lancar tanpa hambatan sifat plastik. Hal tersebutlah yang menyebabkan tidak terjadinya pengembunan pada plastik stretch film. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk mendapatkan paket teknologi dalam penanganan pascapanen jambu kristal yaitu penyimpanan jambu kristal pada suhu 5 o C mampu menekan proses metabolisme produk sehingga umur simpannya dapat dipertahankan lebih lama, penggunaan plastik kemasan stretch film yang memiliki permeabilitas yang tinggi cocok digunakan untuk produk yang memiliki laju respirasi yang lumayan tinggi seperti jambu kristal, Sehingga dengan paket teknologi inilah jambu kristal dapat memiliki umur simpan yang lebih panjang dengan mutu yang dapat dipertahankan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Laju respirasi pada suhu 5 o C sebesar 6.60 ml/kg.jam dan 3.54 ml/kg.jam berturut-turut untuk O2 dan CO2. Sementara pada suhu yang lebih tinggi o C (suhu ruang) berkisar antara sebesar ml/kg.jam untuk O2 serta ml/kg.jam untuk CO2. Hal ini membuktikan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana suhu rendah secara signifikan dapat menurunkan nilai laju respirasi. Model Arrhenius memberikan nilai validasi dengan R 2 yang cukup tinggi sebesar O2 dan untuk CO2, sehingga model tersebut dapat direkomendasikan untuk memprediksi laju respirasi jambu kristal pada berbagai suhu penyimpanan. Sedangkan nilai Energi aktivasi (Eai) yang diperoleh dari kedua garis linear O2 dan CO2 adalah kj/mol dan kj/mol, sedangkan untuk faktor preeksponensial (Roi) diperoleh nilai ml/kg jam untuk O2 dan ml/kg jam untuk CO2. Berdasarkan dari hasil simulasi yang telah dilakukan terhadap dua jenis kemasan yang berbeda untuk mendapatkan konsentrasi gas yang optimum yaitu 3-5% O2 dan 8-10% CO2. Untuk stretch film pada suhu 5 o C diperoleh berat, tebal plastik, dan luas area kemasan berturut-turut adalah kg mm, m 2. Sedangkan kemasan LLDPE adalah kg, 0.99 mm, m 2.

47 37 Suhu dan kemasan yang sesuai untuk buah jambu kristal adalah yang dapat menekan laju respirasi, menghasilkan susut bobot minimal, mempertahankan kadar air, mempertahankan kekerasan dan total padatan terlarut serta tidak terjadi pengembunan di dalam kemasan atau permukaan pada plastik. Dari hasil penelitian yang dilakukan suhu dan kemasan yang mendekati kemampuan tersebut adalah kemasan stretch film yang disimpan pada suhu 5 o C. Saran 1. Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, laju respirasi perlu diukur dengan menggunakan kromatografi gas. 2. Pengujian kekerasan harus dilakukan di berbagai sisi buah agar benar-benar menunjukkan kekerasan buah yang sebenarnya. DAFTAR PUSTAKA Ahmad. U Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Asrofi, Yamis Mempelajari pola respirasi dengan cara pengeringan dari buah salak (Salacca edolis, Reinw) [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Azizahwati Manfaat sari buah jambu biji (Psidium guajava L.) dalam meningkatkan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, dan trombosit darah. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional XVII Tumbuhan Obat Indonesia; Maret 2000; Semarang; Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hlm Biale, J. B. dan R. E. Young The Avocado Pear. Dalam Hulmae, A.C. The Biochemistry of Fruit and Their Produce. Vol 2. Academic Press, London. BPPHP Penanganan pascapanen dan pengemasan sayuran. [Internet] [diunduh 2015 Agustus 13]. Tersedia pada Christianti I Pengaruh penyimpanan beberapa varietas jambu biji (Psidium guajava) dengan teknik modified atmosphere storage. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Chace W, Pantastico EB Principle of Transport and Commercial Transport Operation, in: Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Fruit and Vegetable. Westport, Connecticut (US): The Avi Co. Inc. Dumadi SR Penggunaan kombinasi adsorban untuk memperpanjang umur simpan buah pisang canvendish. Jurnal Teknol dan Industri Pangan 12 (1): Exama A, Arul J, Lencki RW, Lee LZ, Toupin C Suitablelity of plastic films for modified atmosphere packaging of fruits and vegetables. Journal Food

48 38 Science. 58(6): Fonseca C, Oliveira A, Chau V Modelling O2 and CO2 exchange for development of perforation mediated modified atmosphere packaging. Journal of Food Engineering. 43 (4): Hariyadi P Prinsip-prinsip pendugaan masa kedaluwarsa dengan metode accelerated shelf life test. Pelatihan pendugaan waktu kedaluwarsa (self life). Bogor, 1-2 Desember Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hasbullah R Disain sistem pengukuran laju transpirasi buah-buahan atau sayuran pada ruang atmosfir terkendali [Laporan Penelitian]. Bogor. Jurusan Mekanisasi Pertanian FATETA Institut Pertanian Bogor. Hasbullah R, Gardjito, Syarief A, Akinaga T Gas permeability characteristics of plastic films for packaging of fresh produce. The Journal of the society of Agricultural Structures Japan. 9 (3): Hasbullah R Teknik pengukuran laju respirasi produk hortikultura pada kondisi atmosfir terkendali dengan sistem tertutup. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol 21(4): Hasbullah R Teknik pengukuran laju respirasi produk hortikultura pada kondisi atmosfir terkendali. Jurnal Keteknikan Pertanian. 1: Hasbullah R Buah-buahan/sayuran terolah minimal dengan kemasan modified atmosphere packaging [internet]. Bogor (ID): IPB [diunduh 2015 Agustus 13]. Majalah Food Review Indonesia. 1(10): Hidayat P Budidaya Jambu Biji dan Jambu Kristal. Bandung (ID): Alphabeta. Iflah T Aplikasi Starch-Based plastics (Bioplastik) sebagai bahan kemasan produks hortikultura (tomat dan paprika) [tesis]. Bogor (ID) : Program Studi Teknologi Pascapanen, Institut Pertanian Bogor. Johansyah A, Prihastanti E, Kusdiyantini E Pengaruh plastik pengemas LDPE, HDPE, dan PP terhadap penundaan kematangan buah tomat. Bul Anatomi dan Fisiologi. 22(1): Kader A A, D Zagory and E L Kerbel Modified atmosphere packaging of fruit and vegetables. CRC Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 28, Kementerian Pertanian Data produksi holtikultura nasional. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Indonesia. Kirwan MJ, WJ Strawbridge Plastic in Food Packaging. Food Packaging Technology. London (GB): Blackwell Publishing Mahajan PV, Goswami TK Enzyme kinetics based modelling of respiration rate for apple. J. agric. Engng Res. 79: doi: /jaer Mannapperuma, J. D. and Singh, R.P Modeling of gas exchange in polymeric packages of fresh fruits and vegetables, Paper for ASAE Winter Meeting, Chicago, Desember Mitra S Post Harvest Phsyiology and Storage of Tropical and Subtropical Fruits. New York (NY): CAB Internasional.

49 Nicola S, Tibaldi G, Fontana E Fresh-cut produce quality: implications for a systems approach Pantastico, Er. B Susunan Buah-buahan dan Sayur-sayuran. Penerjemah Kamariyani. UGM Press, Yogyakarta. Rakhelia E Kajian perubahan mutu fisik buah manggis (garcinia mangostana l.) dalam kemasan keranjang plastic setelah transportasi dan penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknik Pertanian, IPB. Rangkadilok N, Tomkins B, Nicolas ME, Premier RR, Bennett RN, Eagling DR The effect of post-harvest and packaging treatments on glucoraphanin concentration in Broccoli (Brassica oleracea var. italica). Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50: Rossalina Y Teknologi pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP) menggunakan bahan pengemas LDPE antifog dengan perforasi pada penyimpanan buah rambutan [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Rubbi RT Pengemasan secara atmosfir termodifikasi pada buah papaya (Carica papaya L) terolah minimal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sacharow, S. dan R. C. Griffin Jr Food Packaging. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut. Salvelit, ME Physical and Physiological Change in Minimally Processed Fruits and Vegetables in Phytochemistry of Fruits and Vegetables. F.A. Thomas-Barberan (ed), Oxford Univ. Press. USA. Sivertsvik M, Rosnes JT, Bergslien H Modified Atmosphere Packaging. Dalam Minimal Processing Technologies in the Food Industry. England: Woodhead Publishing Limited. Soedibyo M Penanganan Pasca Panen Buah-buahan dan Sayur-sayuran. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. Suyanti, Roosmani ABST dan Sjaifullah. 1999a. Pengaruh tingkat ketuaan terhadap mutu pascapanen buah manggis selama penyimpanan. J. Hort. (9): Sjaifullah Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Tan BSC, Perth S, Haynes YS, Phillips DR Post-harvest handling of Brassica vegetables. 44/94. ISSN Tiara V Studi kelayakan bisnis tanaman buah jambu kristal pada kelompok tani desa cikarawang, kecamatan dramaga, kabupaten bogor.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Valero, A., M. Begum, A. D. Hocking, S. Marin, A. J. Ramos, and V. Sanchis Mycelial growth and ochratoxin a production by aspergillus section nigri on simulated grape medium in modified atmospheres. Journal of Applied Microbiology, 105 (2): Verheij EWM, Coronel RE Plant Resources of South-East Asia No.2: Edible Fruits and Nuts. Bogor (ID): Prosea Foundation. Hlm Yan LY, Teng LT, Jhi TJ Antioxidant properties of guava fruit: comparison with some local fruits. Sunway Academic Journal. (3):

50 40 LAMPIRAN

51 41 Lampiran 1 Hasil konsumsi O2 buah jambu kristal pada berbagai suhu Konsumsi O2 (ml/kg jam) Hari ke- Suhu 5 C Suhu 10 C Suhu 15 C Suhu 20 C Suhu Ruang (28-30 C) Lampiran 2 Hasil produksi CO2 buah jambu kristal pada berbagai suhu Produksi CO2 (ml/kg jam) Hari ke- Suhu Suhu Suhu Suhu Ruang Suhu 5 C 10 C 15 C 20 C (28-30 C)

52 42 Lampiran 3 Hasil simulasi konsentrasi gas O2 dan CO2 pada kemasan stretch film Berat produk : kg Konsentrasi awal O2 : 21% Volume Bebas : 118 ml Konsentrasi awal CO2 :0.03% Laju Konsumsi O2 : 6.60 (ml -kg/jam) Steady State O2 : 3% Laju Konsumsi CO2 : 3.54 (ml -kg/jam) Steady State CO2 : 8% Permeabilitas O2 : 181 (ml mm/m 2 -jam-atm) Permeabilitas CO2 : 712 (ml mm/m 2 -jam-atm) Ketebalan plastik : 0.57 mm Area kemasan : m 2 t (jam) X(t) (O2) X(t) (CO2) t (jam) X(t) (O2) X(t) (CO2)

53 43 Lampiran 4 Hasil simulasi konsentrasi gas O2 dan CO2 pada kemasan LLDPE Berat produk : kg Konsentrasi awal O2 :21% Volume Bebas : 95 ml Konsentrasi awal CO2 :0.03% Laju Konsumsi O2 : 6.60 (ml -kg/jam) Steady State O2 :3% Laju Konsumsi CO2 : 3.54 (ml -kg/jam) Steady State CO2 :8% Permeabilitas O2 : 160 (ml mm/m 2 -jam-atm) Permeabilitas CO2 : 715 (ml mm/m 2 -jam-atm) Ketebalan plastik : 0.99 mm Area kemasan : m 2 t (jam) X(t) (O2) X(t) (CO2) t (jam) X(t) (O2) X(t) (CO2)

54 44 Lampiran 5 Hasil analisis sidik ragam (Anova) laju konsumsi O2 Source DF Sum of Mean F Squares Square Value Pr>F Model <.0001 Error Corrected Total Coeff Root O2 R-square var MSE Mean Lampiran 6 Hasil analisis sidik ragam (Anova) laju produksi CO2 Source DF Sum of Mean Squares Square F Value Pr>F Model <.0001 Error Corrected Total Coeff Root CO2 R-square var MSE Mean Lampiran 7 Analisis sidik ragam (Anova) susut bobot pada mutu jambu kristal Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung F tabel Plastik * 7.71 Suhu ** 7.71 Plastik*Suhu * 7.71 Galat Total Lampiran 8 Analisis sidik ragam (Anova) kadar air pada mutu jambu kristal Sumber keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadran tengah F hitung F tabel Plastik ** 7.71 Suhu ** 7.71 Plastik*Suhu Galat Total

55 45 Lampiran 9 Analisis sidik ragam (Anova) kekerasan pada mutu jambu kristal Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung F tabel Plastik Suhu Plastik*Suhu Galat Total Lampiran 10 Analisis sidik ragam (Anova) total padatan terlarut pada mutu jambu kristal Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung F tabel Plastik ** 7.71 Suhu ** 7.71 Plastik*Suhu ** 7.71 Galat Total Lampiran 11 Uji Beda Ducan pada mutu jambu kristal Variabel Suhu Jenis Plastik SF LDPE Susut Bobot a 1.33 a b b Kadar Air a a b b Total Padatan Terlarut a a b b

56 46 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sei Pinang pada tanggal 11 Juli 1994 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Sujadi dan Wagira, dengan kakak yang bernama Guntoro, Tuti Murwanti, Ratna Fuji Lestari, dan Puji Rahayu. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SD Negeri 1 Tersobo Kab. Kebumen lulus pada tahun 2006, SMP Negeri 1 Prembun Kab. Kebumen lulus pada tahun 2009, SMA Negeri 1 Prembun Kab. Kebumen lulus pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pilihan pertama. Selama menempuh pendidikan di jenjang S1, penulis pernah aktif dibeberapa organisasi dan mengikuti kegiatan kepanitian. Organisasi yang pernah diikuti adalah Forum Komunikasi Mahasiswa Kebumen (OMDA). Sedangkan kepanitian yang pernah diikuti penulis seperti SAPA 2014, Agro Mechanical Fair (AMF) 2014 dan Tenis Meja Internasional. Penulis juga pernah mendapatkan beasiswa dari BUMN. Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan pada tahun 2015 di PT Madu Baru PG Madu Kismo, Kab. Bantul, Yogyakarta.

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik

I. PENDAHULUAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik berkulit tipis, memiliki rasa yang manis dan menyegarkan, juga memiliki kadar

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belimbing Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis mempunyai bentuk seperti bintang,

Lebih terperinci

PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TEROLAH MINIMAL RIZKY TRI RUBBI

PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TEROLAH MINIMAL RIZKY TRI RUBBI PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TEROLAH MINIMAL RIZKY TRI RUBBI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA RESPIRASI Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA RESPIRASI RESPIRASI AEROBIK C 6 H 12 O 6 + 6O 2 + 38 ADP

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis

Lebih terperinci

Gambar 1. Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic)

Gambar 1. Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic) Brokoli merupakan sayuran subtropik yang termasuk dalam golongan tanaman kubis-kubisan dan sering dikenal dengan nama kubis bunga hijau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012. Bahan dan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu 4 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu Pisang merupakan tanaman yang termasuk kedalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas monokotiledon (berkeping satu) ordo Zingiberales dan famili Musaseae.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr.

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. TAUFIK HIDAYATULLAH. F 27.0470. Mempelajari Penyimpanan Wortel ( Daucus carota L) dengan "Modified Atmosphere". Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. RINGKASAN Produksi sayur-sayuran dan buah-buahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada saat musim panen buah duku yaitu Januari sampai dengan Mei 2006. Tempat penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Ikan Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%)

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) memiliki ciri diameter sekitar 3,1 cm. Panen pisang Cavendish dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var Italica) TEROLAH MINIMAL NURUL IMAMAH

KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var Italica) TEROLAH MINIMAL NURUL IMAMAH KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var Italica) TEROLAH MINIMAL NURUL IMAMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 RINGKASAN NURUL

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai

I. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tomat Rampai Tomat rampai memiliki banyak sebutan nama antara lain: tomat ranti,tomat kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai sama dengan

Lebih terperinci

Nurita Agustia 1, Raida Agustina 1, Ratna 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Nurita Agustia 1, Raida Agustina 1, Ratna 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Volume 1, Nomor 1, November 2016 Pengaruh Kemasan Plastik Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Masa Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L) Effect of plastic packaging and storage temperature on the shelf

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Kebanyakan pasca panen produk hortikultura segar sangat ringkih dan mengalami penurunan mutu sangat cepat.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

42. PENGAWETAN BUAH SEGAR

42. PENGAWETAN BUAH SEGAR Sosis, Pengawetan Buah Segar, Gelatin, Pike1 Menflmun/Temng, Aneka Manisan Buah 42. PENGAWETAN BUAH SEGAR Setelah dipanen, produk hasil pertanian tetap melakukan fisiologis sehingga dapat disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

Sifat Fisiologis Pasca Panen PENYIMPANAN. a. Respirasi. a. Respirasi 12/17/2012

Sifat Fisiologis Pasca Panen PENYIMPANAN. a. Respirasi. a. Respirasi 12/17/2012 PENYIMPANAN Teknik Penanganan Pasca Panen Sifat Fisiologis Pasca Panen a. Respirasi b. Produksi Ethilen c. Transpirasi 17/12/2012 Fisiologi Pasca Panen 2011 1 d. Sensitivitas 17/12/2012 Fisiologi Pasca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999).

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis tanaman di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki nilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci