BAB I PENDAHULUAN. bangunan buatan manusia, berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya
|
|
- Iwan Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya, bahwa bangunan cagar budaya adalah bangunan buatan manusia, berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Seluruh bangunan cagar budaya dilindungi hukum dalam pengelolaan mencakup segala proses perlindungan, pelestarian, pemeliharaan dan pemanfaatan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya, agar makna budaya yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Setiap kota terbentuk dari perkembangan wilayah atau kawasan yang meliputi kawasan historis yang di dalamnya terdapat bangunan cagar budaya. Kota-kota di Indonesia khususnya pada umumnya terbentuk dari kolonialisme Belanda, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kolonialisme Belanda memberikan citra bangunan yang hingga kini telah mencapai usia yang lebih dari 50 (lima puluh) tahun dan layak mendapat perlindungan dari nilai yang dikandungnya Di Kota Medan, salah satu kawasan cagar budaya yang dilindungi dalam
2 Perda Nomor 2 Tahun 2012 ini adalah kawasan kota lama di Kesawan. Berawal dari kampung, Belanda memperoleh konsesi dari Kesultanan Deli untuk membuka lahan perkebunan di sekitar kampung Kesawan, hingga Belanda memindahkan pusat administrasi dekat dengan daerah Kesawan. Sejak saat itu aktivitas dan perkembangan fisik, sosial, dan ekonomi bertumbuh dengan cepat. Sekarang, Kesawan mengalami permasalahan yang serius ditandai dengan identitas kawasan bersejarah yang terkikis. Banyak warisan dan bangunan pusaka yang memiliki nilai signifikan sudah berganti menjadi bentuk dan tampilan bangunan yang baru yang tidak tanggap terhadap nilai kesejarahannya. Perubahan yang tidak mengacu kepada Perda Nomor 2 Tahun 2012 ini belum mendapat perhatian serius dari pemangku kepentingan di dalamnya mengingat posisi yang strategis di inti Kota Medan. Akibatnya, banyak terjadi erosi identitas lingkungan dan kota, karena elemen-elemen khas yang menciptakan wajah kota yang berpribadi, yang seharusnya dilindungi dan dikembangkan, sedikit demi sedikit keropos, tergusur, dan hancur terlanda tekanan pembangunan yang luar biasa kuatnya (Budihardjo, 2004). Perlindungan dan pengembangan tersebut memberi kesan persepsi bahwa pemangku kepentingan bangunan cagar budaya tidak ingin melestarikan kesejarahannya. Banyak sekali bangunan yang fasadenya berubah. Sebagian tidak memenuhi kaidah preservasi yang benar dalam merenovasi bangunan. Sebagian dihancurkan dan diganti dengan tipologi bangunan yang berbeda dengan gedung di sekelilingnya. Masalah internal kawasan Kesawan cukup pelik mengingat banyak bangunan dimiliki oleh perseorangan. Sampai saat ini, masih banyak pemangku kepentingan bangunan
3 yang berpersepsi kegiatan pelestarian semata-mata dari sisi pengawetan bangunan kuno secara terpisah, individual, lepas-lepas, dalam wujud semacam benda-musium. (Budihardjo, 1993). Sedangkan pasal-pasal dalam Perda telah mengikat peran pemangku kepentingan untuk memahami tindakan pelestarian. Masalah eksternal dapat diamati pula melalui peta investasi pembangunan yang terjadi dalam kurun waktu satu dekade belakangan. Dalam analisis pengamatan di lapangan, dilihat dari radius 500 meter dari titik pusat kawasan Kesawan, terdapat banyak bangunan komersil baru yang mengepung Kesawan seperti Merdeka Walk, Aston Hotel, dan lain sebagainya. Dalam radius 1000 meter, ditemukan lebih banyak lagi pembangunan superblok, retail, hotel, office tower dan apartemen. Dalam radius 1500 meter hingga 2500 meter ditandai dengan rencana pengembangan CBD Polonia. Pemerintah Kota Medan telah menyadari perlunya melestarikan jumlah bangunan cagar budaya. Pernah diterbitkannya Perda Nomor 6 Tahun 1988 tentang Pelestarian Bangunan dan Lingkungan yang Bernilai Sejarah Arsitektur Kepurbakalaan serta Penghijauan dalam Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, justru menuai hasil yang tidak tepat sasaran. Hal ini disimpulkan dengan meninjau perkembangan bangunan cagar budaya hingga saat sebelum diperbaharuinya Perda tersebut, banyak pemangku kepentingan bangunan yang merasa tidak perlu bertanggung jawab dengan status cagar budaya terhadap bangunan dan lingkungannya. Persepsi ini tentu tidak terjadi secara merata, namun perbedaan keinginan dan tindakan yang terwujud menyiratkan masih belum ada persamaan persepsi terhadap Perda yang berlaku. Walaupun secara yuridis, kawasan Kesawan
4 memiliki kekuatan hukum sejak tahun 1988, namun hingga tahun 2010 ditemukan banyak penyimpangan dari kebijakan tersebut. Hasti Tarekat (2002) dalam penelitiannya menemukan bahwa sosialisasi Perda No. 6 Tahun 1988 dalam bentuk penyuluhan baik kepada pemangku kepentingan dan pengelola bangunan cagar budaya termasuk dalam kategori rendah, dan pelaksanaan Perda ini dalam upaya menciptakan kelestarian bangunan cagar budaya di kota Medan belum efektif. Akibatnya, regulasi menjadi barang baru yang membuat pemangku kepentingan tidak ingin memikirkan dan mempertimbangkan substansi peraturannya. Sedangkan status sebagai orang yang memiliki bangunan tersebut adalah pelaku utama yang menjadi objek peraturan agar dapat dimengerti keinginan dan pemahaman akan suatu peraturan. Persepsi masyarakat lokal (first person perception) dalam hal ini adalah prediksi yang paling kuat untuk mengetahui apakah peraturan tersebut dapat berlaku dan terlaksana, dibandingkan persepsi pengunjung (third person perception) di luar pemangku kepentingan, karena pengunjung tidak mengalami kerugian material pada diri mereka apakah itu tindakan legal maupun ilegal. Untuk dapat mengetahui apakah pemangku kepentingan bangunan cagar budaya ini mendukung kebijakan pemerintah hanya dapat dilihat dari apakah produk hukum itu sendiri mendukung kegiatan dan persepsi pemangku kepentingan bangunan (Yang, 2005). Henry Iskandar Ong (2004) memaparkan industri real estate saat ini mendorong pemangku kepentingan bangunan cagar budaya untuk selalu menukarkan rumah bermukim dengan sesuatu yang lebih impresif dan berada di lingkungan yang prestisius. Persepsinya bangunan cagar budaya hanya seperti sepatu tua yang perlu
5 diganti dengan yang lebih baru. Faktor pendorongnya karena menurut persepsi pemangku kepentingan, lahan tersebut lebih produktif dalam memberikan pendapatan ekonomi yang lebih besar jika dibandingkan hanya berupa kondisi eksisting yang pasif. Kecenderungan sisi komersial telah menuntun persepsi masyarakat tentang makna tanah sebagai komoditas komersil daripada sumber yang memiliki makna. Henry mengamati kawasan Kesawan juga mengalami perubahan drastis padahal identitasnya kuat. Bangunan lama berarsitektur unik dibongkar dan digantikan dengan ruko atau bangunan burung walet tanpa merujuk kepada karakter lingkungan yang sudah lebih dulu terbentuk. Perkembangan sejak tahun menurutnya memperlihatkan bahwa pembangunan ruko dan bangunan baru sering tidak mengacu kepada tempat (place) yang sudah terbentuk, yang amat diperlukan manusia secara emosional dan kultural. Henry merekomendasikan pentingnya persepsi yang benar terhadap partisipasi yang kreatif mengingat bangunan cagar budaya di Kesawan juga adalah tempat manusia bermukim dan merupakan suatu lingkungan bersama. Kehidupan komunal yang partisipatif dapat memanifestasikan makna sejarah akan bangunan dan lingkungan tersebut. Peran Perda dalam hal ini adalah memberikan tuntunan bagi pemangku kepentingan untuk dapat berpikir dan bertindak dalam konteks perkembangan yang sangat cepat dewasa ini. Henry meneliti dalam konteks roh tempat itu sendiri (spirit of place) dengan pendekatan genius loci fisik, belum ditemukan bagaimana pola persepsi pemangku kepentingan bangunan di kawasan Kesawan sehingga dapat menjadi landasan menciptakan terwujudnya sasaran Perda Nomor 2 Tahun 2012 dengan pemangku kepentingan yang lain dalam memaknai
6 ruang tersebut. Kevin Lynch dalam bukunya What Time is This Place? (MIT Press 1972) mengatakan bahwa identitas kota adalah persepsi yang terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu (sense of time), yang ditumbuhkan dari dalam secara mengakar oleh aktivitas sosial-ekonomi-budaya masyarakat kota itu sendiri (Budihardjo, 2004). Kurangnya koordinasi antara sejumlah lembaga administrasi yang bertanggung jawab untuk bangunan cagar budaya di Kesawan sering mengalami tumpang tindih antara Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan dengan kepentingan pemangku kepentingan bangunan cagar budaya. Masih kurangnya persamaan persepsi tentang pengertian bangunan cagar budaya sehingga perlu dilakukan upaya pengembangan kerja sama dan kejelasan pembagian wewenang dan kerja sesuai yang telah dirumuskan dalam Perda. Hal lainnya yang menjadi masalah kelembagaan yakni belum tersedianya data pokok atau pusat informasi yang dapat mengidentifikasi, memberikan panduan, dan mengawasi pelestarian bangunan cagar budaya padahal sudah terdapat arahan dalam petunjuk teknis kelembagaan dalam Perda. Adanya kebijakan yang dirasakan pemangku kepentingan cagar budaya yang ambivalen. Di satu sisi pemerintah mengakui kepentingan pelestarian cagar budaya namun di sisi lainnya membiarkan perubahan dengan memberikan izin pada pembangunan terjadi tanpa adanya tindakan hukum. Dapat disepakati pula bahwa usaha revitalisasi kawasan Kesawan hingga saat sekarang gagal karena tidak melibatkan pemangku kepentingan bangunan. Nurlisa Ginting (2012) juga menerangkan bagaimana kegagalan proyek Kesawan Square sebagai pusat penjajaan makanan terbesar di kota
7 Medan karena kurangnya keterlibatan pemangku kepentingan bangunan. Kedai-kedai kecil lain menutup fungsi komersial bangunan di belakangnya. Bila pemangku kepentingan bangunan tidak dilibatkan dalam perencanaan preservasi kawasan maka citra kawasan akan hilang. Tragedi semacam ini banyak terjadi di kota-kota besar, akibat kurang pekanya para penentu kebijaksanaan tentang aspek konservasi dalam pembangunan kota. Yang banyak dikejar adalah peningkatan pembangunan fisik semata, yang memang harus diakui lebih potensial untuk memamerkan hasil pembangunan yang dicapainya. Hal-hal yang menyangkut citra, psikologi ruang, persepsi warga kota, dan lain-lain harus cukup puas diperlakukan sebagai anak tiri, bahkan mungkin anak haram (Budihardjo, 2004). Namun dengan adanya Perda Nomor 2 Tahun 2012 (dan Perda sebelumnya), yang memberikan gambaran pentingnya dan tindakan pelestarian cagar budaya, patut dicermati apa yang menjadi hambatan dan kegagalan pelaksanaan Perda tersebut dari sisi persepsi pemangku kepentingan. Karena bila memang persepsi pemangku kepentingan menganggap Perda Nomor 2 Tahun 2012 tersebut tidak melibatkan aspirasi mereka, maka perlu ditinjau kembali kebijakan tersebut. Namun ada kemungkinan Perda ini sudah lengkap dan jelas, tetapi pemangku kepentingan bangunan tidak mengetahui isi dari Perda tersebut, atau salah kaprah dalam memaknasi aturan yang ditetapkan. Laporan dari Arthur Skeffington dalam bukunya People and Planning (MoHLG, London, July 1969) tentang persyaratan dalam penyusunan rencana kota: (i) penduduk harus diberitahu tentang adanya persiapan pembuatan rencana kota. (ii) penduduk harus dirangsang dan diminta untuk berperan serta dalam proses perencanaan, antara lain
8 dengan memberikan komentar dan pendapatnya. (iii) produk rencana kota harus dipublikasikan, terutama bagi penduduk kota yang bersangkutan (yang banyak kemungkinan akan menjadi sasaran program dan kebijakan yang digariskan). Bahkan secara legal pun dituntut dan diharuskan adanya publisitas tentang perencanaan kota, adanya pemeriksaan oleh publik, dan adanya diskusi/konsultasi dengan masyarakat. Itu semua tercantum dalam Planning Law. Tanpa bukti adanya aspirasi penduduk (persepsi pemangku kepentingan), rencana kota belum dapat disahkan. Jadi, peran serta penduduk secara aktif bukan lagi sekedar unsur pelengkap dalam proses perencanaan kota tetapi sudah menjadi suatu unsur fundamental (Budihardjo, 2004). Mengamati perkembangan bangunan dan lingkungan cagar budaya di Kawasan Kesawan dalam hubungannya dengan pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2012, ada kemungkinan tidak ditemukan konsensus bersama antar pemangku kepentingan bangunan. Beberapa bangunan diganti dan diubah, namun tetangga pemangku kepentingan tidak menghiraukan apapun. Persepsi yang membutuhkan aspirasi dan pemikiran bersama antara pemangku kepentingan di lingkungan itu sendiri sangat diperlukan agar tumbuh rasa kepemangku kepentinganan bersama, mampu melaksanakan, dan saling menjaga sesuai tujuan Perda. Kekuatan persepsi bersama ini adalah jaringan yang paling terpercaya dalam mewujudkan kesepakatan (Kangwa, 2004). Pemangku kepentingan di luar lingkungan seperti pemerintah kota, organisasi lembaga swadaya masyarakat, universitas akademik, yang umumnya prokonservasi dengan investor modal, developer, dan kaum kapitalisme yang kontrakonservasi, dinilai sebagai kubu sekunder yang dapat mempengaruhi keputusan
9 pemangku kepentingan. Namun pun demikian, keputusan tersebut pada akhirnya dikeluarkan oleh pemangku kepentingan. Wisatawan dan turis sebagai kaum netral, adalah pihak yang akan menilai performance dari keputusan tersebut (Arnaboldi & Spiller, 2011). Pada kenyataannya, masyarakat memahami potensi bangunan bersejarah sebagai aset ekonomi yang bisa memberikan dampak sosial yang positif. Namun tindakan yang tidak memiliki kejelasan dalam perangkat masyarakat akan menyebabkan akibat yang negatif bagi aspek ekonomi dan sosial tersebut (Mohammadi, Khalifah, Hosseini; 2010). Sehingga, persepsi pemangku kepentingan adalah komponen yang utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran Perda Nomor 2 Tahun Melihat fenomena yang terjadi di kawasan Kesawan hingga tahun 2013, sangat penting untuk memahami pemangku kepentingan yang utama dan menjadi kunci untuk menemukan solusi yang tepat bagi pengembangan Kesawan yang baik di masa depan. Penting sekali untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap pasal-pasal Perda tersebut. Apakah persepsi pemangku kepentingan tidak dilibatkan dalam Perda atau pemangku kepentingan memiliki persepsi yang berbeda atau salah kaprah dalam memahami aturan Perda tersebut. Pentingnya memahami latar belakang fenomena dan urgensi pencapaian Perda terhadap upaya pelestarian bangunan bersejarah di Kesawan pada khususnya dan kota Medan pada umumnya, maka penelitian "Kajian Persepsi Pemangku Kepentingan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012 terhadap Upaya Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kesawan" dilakukan guna menemukan gambaran yang aktual dan empiris dari setiap pemangku kepentingan upaya pelestarian ini.
10 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana persepsi pemangku kepentingan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012 terhadap upaya pelestarian bangunan bersejarah di Kesawan? 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji persepsi para pemangku kepentingan bangunan. Dengan pendekatan persepsi kepentingan dan kepuasan pemangku kepentingan, penelitian ini tidak berada dalam ranah pembahasan pola perilaku manusia dan ruang (personal space, teritori, crowd, dan lain sebagainya). Penelitian ini tidak melibatkan kajian langgam ornamen dan dekorasi fisik fasade, analisis wajah kota, dan garis langit. Kajian persepsi dinilai berdasarkan pada substansi Perda No. 2 Tahun 2012 tentang upaya pelestarian dan bukan merupakan uji publik terhadap pasal per pasal dari perda. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Menemukan persepsi pemangku kepentingan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012 terhadap upaya pelestarian bangunan bersejarah di Kesawan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
11 1. Mengembangkan konsep pengembangan wisata sejarah yang memberi dampak ekonomi yang positif bagi pendapatan asli daerah dan masyarakat. 2. Menumbuhkan kesadaran pemangku kepentingan bangunan cagar budaya untuk berpartisipasi dalam program pelestarian kawasan cagar budaya, dan mendorong pemerintah untuk memberikan insentif kepada pemangku kepentingan bangunan cagar budaya (keringanan PBB, subsidi, dsb). 3. Memberikan rekomendasi bagi perencana dan perancang kota untuk memberikan pendekatan edukatif dan pentingnya nilai/makna sejarah kepada para pemangku kepentingan/pengelola bangunan terkait pentingnya preservasi cagar budaya Jalan Ahmad Yani kawasan Kesawan. 4. Memberikan usulan untuk pemerintah kota dalam penyusunan regulasi peraturan daerah yang baru dengan lebih tegas dan melibatkan partisipasi pemangku kepentingan/pengelola bangunan. 5. Memberikan masukan bagi penyusunan RTBL Kelurahan Kesawan. 6. Menjadi acuan untuk penelitian yang lebih lanjut mengenai preservasi kawasan Kesawan pada khususnya dan kawasan bersejarah di Kota Medan pada umumnya. 1.6 Kerangka Berpikir Mengamati perwujudan Perda Nomor 6 Tahun 1988 yang bertujuan untuk menjaga kelestarian bangunan dan lingkungan cagar budaya, khususnya di Kawasan Kesawan sebagai lingkungan yang di dalamnya terdapat bangunan cagar budaya,
12 ditemukan bahwa implementasi kebijakan ini tidak efektif. Pelaksanaan yang tidak tepat sasaran dan yang mengancam keberadaan Kawasan Kesawan menuntut diperbaharuinya Perda Nomor 6 Tahun 1988 menjadi Perda Nomor 2 Tahun Meskipun demikian masih ditemukan permasalahan yang timbul dari dua hal, pertama, permasalahan internal kawasan, ditemukan perubahan bangunan cagar budaya yang tidak sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2012 terus berlangsung hingga sekarang. kedua, permasalahan eksternal yang menjadi faktor pendorong perubahan diperkirakan akibat potensi ekonomi dan investasi mengingat lokasi berada di posisi wilayah yang strategis. Pertanyaan yang timbul adalah apakah persepsi pemangku kepentingan tidak diikutsertakan dalam merumuskan Perda Nomor 2 Tahun 2012, atau pemangku kepentingan memiliki persepsi sendiri tentang aturan yang dikandung Perda tersebut. Sehingga masalah penelitian ini adalah bagaimana sesungguhnya persepsi pemangku kepentingan bangunan terhadap Perda Nomor 2 Tahun Melalui studi literatur dan kebijakan yang ada, kajian persepsi pemangku kepentingan bangunan terhadap Perda ini dilakukan dengan tujuan menemukan persepsi aktual. Banyaknya pemangku kepentingan bangunan di Kawasan Kesawan mendorong dilakukan analisis sehingga dapat ditemukan persepsi yang aktual dalam keseluruhan rata-rata. hasil analisis menjadi kesimpulan dan rekomendasi yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan dan memberikan masukan untuk tindakan yang lebih lanjut baik kepada pemangku kepentingan bangunan maupun pemerintah kota. Secara ringkas kerangka berpikir dapat dirumuskan dalam bagan sebagai berikut (Gambar 1.1).
13 Perda Nomor 6 Tahun 1988 Kawasan Kesawan Bangunan Cagar Budaya Implementasi Kebijakan Tidak Efektif Perda Nomor 2 T h 2012 Perkembangan K K Permasalahan Internal Perubahan bangunan cagar budaya Permasalahan Eksternal Potensi ekonomi dan investasi, Pertanyaan Penelitian Bagaimana persepsi pemangku kepentingan terhadap upaya pelestarian Kajian Literatur Kebijakan Tujuan Penelitian Mengkaji persepsi pemangku kepentingan dalam Perda 2/2012 hd l i Analisis Persepsi pemangku kepentingan dalam Perda 2/ 2012 terhadap l i Persepsi Pemangku Kepentingan dalam Perda 2/2012 terhadap upaya pelestarian Kesimpulan dan Rekomendasi Gambar 1.1 Skema kerangka berpikir Sumber: Interpretasi peneliti
14 1.7 Sistematika Penelitian Sebagai sebuah penelitian, struktur tesis ini dijabarkan dalam bagian-bagian yang runtut dalam bab-bab yang menjadi isi tesis, yakni sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, memuat dasar dan alasan serta argumentasi pentingnya dilakukan penelitian yang dijabarkan dengan jelas. Bab II Tinjauan Pustaka, memuat tentang kajian kepustakaan yang menimbulkan gagasan atau mendasari kegiatan yang dilaksakanan. Bab III Metoda Penelitian, memuat tentang teknik dan cara urutan pelaksanaan penelitian. Bab IV Kawasan Penelitian, memuat tentang gambaran khusus dan detail tentang kawasan yang diteliti. Bab V Hasil dan Pembahasan, memuat tentang analisis data tentang persepsi pemangku kepentingan bangunan cagar budaya terhadap upaya pelestarian dalam regulasi. Bab VI Penutup, memuat tentang kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi yang diberikan.
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota pastinya memiliki nilai sejarah tersendiri, dimana nilai sejarah ini yang menjadi kebanggaan dari kota tersebut. Peristiwa peristiwa yang telah terjadi
Lebih terperincilib.archiplan.ugm.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciBAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran
BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I - 1
Bab I Pendahuluan I.1 LATAR BELAKANG Upaya revitalisasi pusat kota seringkali menjadi permasalahan apabila kawasan revitalisasi tersebut memiliki bangunan cagar budaya, khususnya pada negara berkembang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam beraktivitas di ruang kota pasti akan disajikan pemandangan yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan menjadi bagian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Pemerintah telah berperan sebagai Koordinator, Regulator, dan Dinamisator. Diamana Pemerintah selalu bekerja bersama dengan lembaga budaya yang lain di Kotagede
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciBAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI
BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Merumuskan konsep penataan koridor Kalimas berdasar roh lokasi (spirit of place) bertujuan untuk menghidupkan kembali roh lokasi (spirit of place) kawasan tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 ANGKET PENELITIAN
LAMPIRAN 1 ANGKET PENELITIAN TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PERDA NOMOR 2 TAHUN 2012 TERHADAP UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN BERSEJARAH DI KESAWAN Angket
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Permasalahan yang ditimbulkan dari perkembangan kota adalah banyaknya bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan ekonomi maupun modernisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Indonesia sebagai negara berkembang terus menerus berusaha untuk meningkatkan hasil yang maksimal di segala bidang pembangunan, salah
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta dan Badan
Lebih terperincilib.archiplan.ugm.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. : Kelurahan Pulo Brayan Lama (Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat dan Kecamatan Medan Deli)
BAB I PENDAHULUAN Kota Medan merupakan kota yang berada di posisi strategis IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle) dari keadaan itu pula kota Medan menjadi salah satu Kawasan Strategis Nasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tengah dengan Pemerintah Kota Surakarta. dengan keinginan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang akan membangun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alih fungsi lahan eks Pabrik Es PT. Saripetojo menciptakan kondisi yang pelik penuh dengan syarat kepentingan antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BINTANG EMPAT
BINNG EMPAT HOTEL BISNIS DI KO MEDAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan yang terletak dibagian utara pulau Sumatera, tepatnya terletak di provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciUpaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI
Lebih terperinci6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL
69 6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL Rancangan Program Berdasarkan alternatif strategi yang didapat dari proses analisis AHP, maka diperlukan penjabaran dari strategi berupa program yang dapat menjadi bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Menurut sejarah yang diceritakan K.R.T. Darmodipuro, dahulu di tepi sungai
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Menurut sejarah yang diceritakan K.R.T. Darmodipuro, dahulu di tepi sungai Kabanaran, dibagian timur sungai Premulung, terdapat sebuah pasar yang besar yang termasuk
Lebih terperinciBAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN
BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN 7.1. Manajemen Kota Pusaka Dalam melaksanakan pengelolaan kota pusaka, saat ini dilakukan secara sinergis dan bekerjasama antara berbagai stakeholder, baik
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang memiliki banyak keindahan dari kekayaan laut yang dimiliki. Bahkan bukan hanya sekedar negara maritim, Indonesia juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Fenomena Elemen Elemen Kawasan terhadap kawasan Tugu Pal Putih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seolah mengaburkan kota Jogja sebagai kota budaya, keberadan elemen - elemen kawasan secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas visual kota Yogyakarta sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek-aspek pengaturan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek-aspek pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan, dimana untuk masing-masing aspek tersebut merupakan suatu rangkaian
Lebih terperinciPERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR
PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : YUNIKE ELVIRA SARI L2D 002 444 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PROYEK GAMBARAN UMUM PROYEK DATA FISIK BANGUNAN : Peningkatan Kuantitas Komplek Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
BAB II TINJAUAN PROYEK 2.1. GAMBARAN UMUM PROYEK 2.1.1 DATA FISIK BANGUNAN Nama proyek : Peningkatan Kuantitas Komplek Perpustakaan Nasional Sifat proyek : Fiktif Pemilik : Pemerintah Luas lahan : 11.920
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Beberapa hal yang ditemukan dalam studi ini adalah antara lain: Semua bangunan pusaka yang terdapat di kawasan militer tidak ada yang mengalami perubahan dalam gaya arsitektur
Lebih terperinciPerkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta Augustinus Madyana Putra (1), Andi Prasetiyo Wibowo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar tradisional merupakan salah satu tempat untuk melakukan transaksi jual beli dengan masih menggunakan sistem secara
Lebih terperinciPENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Lebih terperinciKriteria PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PENELEH KOTA SURABAYA
TUGAS AKHIR (PW 09-1328) Kriteria PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PENELEH KOTA SURABAYA Dosen pembimbing: Dr. Ir. RIMADEWI SUPRIHARJO, MIP OLEH: NINDYA ROSITA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN PASAR DAN SEKITARNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin ketat dan terbuka. Kondisi ini menuntut perusahaan-perusahaan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, persaingan di dalam dunia usaha menjadi semakin ketat dan terbuka. Kondisi ini menuntut perusahaan-perusahaan untuk mengelola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REVITALISASI EKS KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN PEKALONGAN SEBAGAI CITY HOTEL BINTANG TIGA DI KOTPEKALONGAN Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil analisis, selanjutnya terdapat rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil dari kesimpulan tersebut.
Lebih terperinci- BAB I - PENDAHULUAN
- BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mal salah satu obyek rekreasi yang banyak dinikmati oleh masyarakat sebagai tempat hiburan untuk merelaksasikan diri, karena tuntutan aktifitas kesibukan sehari-hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki beranekaragam sejarah dan kebudayaan. Salah satu bentuk peninggalan sejarah yang masih ada sampai sekarang dan beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena dalam aktivitas perkotaan yang terjadi secara terus menerus. Urbanisasi akan membawa pembangunan perkotaan sebagai tanggapan dari bertambahnya
Lebih terperinciGigih Juangdita
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identitas kota merupakan salah satu unsur penting yang dapat menggambarkan jati diri dari suatu kota. Namun globalisasi turut memberikan dampak pada perkembangan kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum (public policy) dan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total sebaikbaiknya secara
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH
BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan
Lebih terperinciBAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN
BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN Untuk memperoleh hasil pemrograman yang maksimal, proses analisa yang dilakukan sebaiknya bersumber pada data yang tersusun dengan sempurna. Data yang sudah terkumpul kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang cukup potensial bagi Indonesia. Akselerasi globalisasi yang terjadi sejak tahun 1980-an semakin membuka peluang bagi kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR CITY HOTEL DI BENTENG VASTENBURG SURABAYA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR CITY HOTEL DI BENTENG VASTENBURG SURABAYA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik DIAJUKAN OLEH : Wiwit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan satu hal. Maka dari itu pada perancangan ini menerapkan konsep pelangi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tumbuh kembang pada usia balita sangatlah menentukan kepribadian mereka di usia mendatang, sehingga sangat dibutuhkan pendampingan dalam proses belajarnya terutama dalam
Lebih terperinciM E M U T U S K A N :
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.2/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN FORMULASI, IMPLEMENTASI, EVALUASI KINERJA DAN REVISI KEBIJAKAN PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,
BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal
Lebih terperinciRENTAL OFFICE DI DEPOK
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RENTAL OFFICE DI DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : Devy Renita Aninda L2B
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki
Lebih terperinciPanduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Komentar atas draf ini dapat diberikan sampai dengan tanggal 10 Desember
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan yang memiliki m nilai arti kesejarahan ataupun aupun nilai seni arsitektur, pada dasarnya harus dilihat sebagai obyek cagar budaya. Obyek cagar
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di kawasan teluk Ciletuh yang berada pada bagian selatan Jawa Barat dan terletak Di Desa Taman Jaya, Kecamatan Ciemas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bandara kualanamu adalah sebuah Bandar udara internasional yang melayani kota medan dan sekitarnya. Bandara ini terletak 39 km dari kota medan. Bandara ini adalah bandara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).
Lebih terperinciKomunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:
Kepada Yth Wali Kota Semarang di tempat Perihal: Informasi mengenai kajian cagar budaya bangunan kuno Pasar Peterongan Semarang oleh BPCB Jateng Dengan hormat, Bersama surat ini kami menginformasikan bahwa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011
SOSIALISASI MAKASSAR, 10-12 MEI 2011 PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 1. Landasan Hukum dan Teori 2. Peraturan Menteri PU 3. Kegiatan Revitalisasi Kawasan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.2/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN FORMULASI, IMPLEMENTASI, EVALUASI KINERJA DAN REVISI KEBIJAKAN PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
Lebih terperinciMedan Culinary Center Arsitektur Rekreatif
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Perkembangan dunia kuliner semakin lama semakin berkembang. Banyaknya media cetak, media elektronik yang menyajikan informasi kuliner semakin lama semakin berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arsitektur kolonial yang ada di Indonesia, tersebar di berbagai wilayah kota-kota besar termasuk di kota Medan. Tidak semua arsitektur kolonial dibangun oleh arsitektur
Lebih terperinciHOTEL DAN CONVENTION CENTER BAB I PENDAHULUAN
BAB I 1.1. Latar Belakang Jakarta adalah sebagai kota nomor satu di Indonesia, yang mengalami kemajuan diberbagai bidang, diantaranya dalam bidang ekonomi, dengan kemajuan ekonomi yang tinggi harus diikuti
Lebih terperinciGambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta
11 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai pengaruh konsep lanskap Keraton terhadap lanskap Kota ini dilakukan pada kawasan Keraton Kesunanan dan kawasan Kota. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinci