RAMPUS (Decapterus RYAN PRATAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RAMPUS (Decapterus RYAN PRATAMA"

Transkripsi

1 PENGARUH PERBEDAAN UKURAN MATA JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI RYAN PRATAMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Perbedaan Ukuran Mata Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Ryan Pratama

3 ABSTRAK RYAN PRATAMA, Pengaruh Perbedaan Ukuran Mata Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR dan ARI PURBAYANTO. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi hasil tangkapan jaring rampus yang diperoleh selama penelitian, menentukan jumlah dan ukuran serta cara tertangkap ikan layang (Decapterus kurroides) dengan menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Penelitian dilakukan dengan metode experimental fishing menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Jaring rampus yang dioperasikan menggunakan ukuran mata jaring 44,5; 50,8; 63,5; dan 76,2 mm (1,75; 2; 2,5 dan 3 inci) masing-masing sebanyak 2 lembar. Susunan jaring rampus sewaktu dioperasikan berselangseling. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang yang sama pada ikan untuk tertangkap pada jaring rampus dengan menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda. Keragaman spesies diuji menggunakan uji nilai indeks Shannon Wiener, sedangkan jumlah hasil tangkapan, ukuran panjang cagak, ukuran girth operculum, dan cara tertangkapnya ikan layang diuji dengan menggunakan uji statistik Friedman dan uji perbandingan berganda (multiple comparison). Total hasil tangkapan jaring rampus yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 529 ekor yang terdiri dari 6 spesies. Hasil tangkapan dominan pada penelitian ini adalah layang (Decapterus kurroides) dengan jumlah 351 ekor atau 66,35 % dari total hasil tangkapan, diikuti oleh biji nangka (Upeneus moluccensis) sebanyak 67 ekor atau 12,67 % dari total hasil tangkapan. Berdasarkan perbedaan ukuran mata jaring pada jaring rampus, ikan layang banyak tertangkap pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci sebanyak 161 ekor (45,87%). Ikan layang umumnya tertangkap secara entangled dengan jumlah mencapai 269 ekor (76,64 %). Rinciannya adalah pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci sebanyak 28 ekor (10,41%), mata jaring 2 inci sebanyak 70 ekor (26,02%), mata jaring 2,5 inci sebanyak 129 (47,96%), dan mata jaring 3 inci sebanyak 42 ekor (15,61%). Kata kunci : Ukuran mata jaring, jaring rampus, hasil tangkapan, ikan layang, perairan Cisolok

4 ABSTRACT RYAN PRATAMA, The effect of different mesh size of monofilament bottom gillnet to the catch of redtail scad (Decapterus kurroides) in the Cisolok waters, Palabuhanratu, Sukabumi regency. Supervited by MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR and ARI PURBAYANTO. The purpose of this research is to determine the catch composition and diversity of monofilament bottom gillnet of different mesh size, to determine the catch of redtail scad (Decapterus kurroides) by using monofilament bottom gillnet with different mesh size, and to determine the difference of capture mechanism of redtail scad (Decapterus kurroides) on the monofilament bottom gillnet with different mesh size. The research was done by experimental fishing method using monofilament bottom gillnet with different mesh size (44.5; 50.8; 63.5; and 76.2 mm (1.75; 2; 2.5 and 3 inches)). The arrangement of mesh panel on the set of monofilament bottom gillnet was alternated during fishing trials for giving equal opportunities of fish to be caught. The catch diversity is analyzed using the Shannon Wiener index. The statistical test, i.e.,friedman test and multiple comparison test are used for significantly test of the catch. The result showed that total catch of monofilament bottom gillnet 529 individuals, consisted of six species. The catch dominant was redtail scad (Decapterus kurroides) with number of 351 individuals or 66.35% of the total catch, followed by goldband goatfish (Upeneus moluccensis) with number of 67 individuals or 12.67% of the total catch. Based on the different mesh size of monofilament bottom gillnet, redtail scad was the main catch of monofilament bottom gillnet with number of mesh size 2.5 was 161 individuals (45.87%). Generally, the redtail scad caught in entangled reached in total 269 individuals (76.64%) of which mesh size 1.75 inches caught 28 individuals (10.41%), mesh size 2 inches caught 70 individuals (26.02%), mesh size 2.5 inches caught 129 individuals (47.96%), and mesh size 3 inches caught 42 individuals (15.61%). Key words : Mesh size, monofilament bottom gillnet, the catch, redtail scad, Cisolok waters

5 Hak Cipta IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan tersebut hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

6 PENGARUH PERBEDAAN UKURAN MATA JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI RYAN PRATAMA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM Program Studi : Pengaruh Perbedaan Ukuran Mata Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi : Ryan Pratama : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui: Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Ir.Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si Prof. Dr.Ir Ari Purbayanto, M.Sc. NIP NIP Diketahui Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP Tanggal Ujian : 11 Juli 2012 Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan pada bulan April 2011 ini adalah Pengaruh Perbedaan Ukuran Mata Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Ayahanda (Hesman Siswandar), Ibunda (Imas Martiningsih), Adik tercinta (Rifky Julian dan Amalia Putri Khaerunnisa) yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta doanya dalam pembuatan skripsi ini. 2) Bapak Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan bantuan, saran dan bimbingannya selama penulisan skripsi ini, Dr. Ir. Moh. Imron, M.Si. selaku ketua komisi pendidikan dan Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si sebagai penguji dalam sidang, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya; 3) Keluarga Bapak Peni selaku nelayan jaring rampus di Cisolok. 4) Dinas Kelautan dan Perikanan Palabuhanratu. 5) Yusi Fauziah, Amd,Keb, yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangatnya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 6) Ade Zamil dan keluarga yang telah membantu penulis semasa melakukan penelitian. 7) Bagan 44 (Ade Zamil, Dudi, Reza, Beni, Roisul, Anton, Gilang, Rusak), Hadasa Prabawati, serta Keluarga PSP 44 atas dukungannya selama ini. Sahabat-sahabatku (Deris, Adi, Ari, Budi, Sarwar, Ribka, Acep, Una), Caesario yang membantu mengolah data, Amandangi yang membantu dalam proses pembuatan peta. 8) Keluarga Nirvana (Willy, Baginda, Leo, Yusuf, Cecep, Harits, dll) 9) Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bogor, Juli 2012 Ryan Pratama

9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Bandung pada tanggal 7 November 1989 dari pasangan Drs. Hesman Siswandar, Apt dan Imas Martiningsih. Penulis telah lulus dari SMA Negeri 2 Kotamadya Sukabumi pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama pula penulis lulus seleksi IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah Teknologi Alat Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga aktif dalam organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Perikanan (Himafarin) sebagai staf Divisi Penelitian dan Pengembangan Keprofesian pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010. Pada tahun 2011 penulis memenangi Lomba PIMNAS tingkat IPB sebagai juara II dalam bidang penelitian dan pada tahun yang sama menjadi peserta PIMNAS XXIV yang dilaksanakan di Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir yakni penulisan skripsi, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Pengaruh Perbedaan Ukuran Mata Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Layang (Decapterus kurroides) Klasifikasi dan morfologi Biologi Habitat Sebaran Musim dan daerah penangkapan Jaring Rampus Klasifikasi dan deskripsi Konstruksi jaring rampus Metode pengoperasian Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan dengan gillnet Hasil tangkapan Nelayan Kapal METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat Penelitian Metode Pengambilan Data Jaring rampus yang digunakan Pengukuran hasil tangkapan Analisis Data i

11 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-Batas Administrasi Kecamatan Cisolok Letak dan Keadaan Geografis Unit Penangkapan Ikan Perahu Alat tangkap Nelayan Produksi Nilai Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Komposisi hasil tangkapan Keragaman spesies hasil tangkapan Jumlah hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) Distibusi ukuran hasil tangkapan ikan layang Hubungan antara girth dan fork length Pembahasan Komposisi total hasil tangkapan Jumlah ikan layang (Decapterus kurroides) Distribusi ukuran hasil tangkapan ikan layang KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Skala tingkat kematangan gonad ikan Spesifikasi jaring rampus yang digunakan dalam penelitian Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor Jumlah alat tangkap di Palabuhanratu Jumlah nelayan PPN Palabuhanratu tahun Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Komposisi total hasil tangkapan Jumlah hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Hasil uji lanjut perbandingan berganda terhadap total hasil tangkapan pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Hasil analisis keragaman nilai indeks Shannon Wiener pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Hasil uji lanjut perbandingan berganda terhadap hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda pada tiap perlakuan Hasil uji lanjut perbandingan berganda terhadap distribusi panjang cagak hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda pada tiap perlakuan Hasil uji lanjut perbandingan berganda terhadap distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda pada tiap perlakuan Jumlah ikan layang dengan cara tertangkapnya selama penelitian iii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ikan layang (Decapterus kurroides) Konstruksi jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci yang digunakan pada penelitian Desain jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Metode pemasangan jaring rampus ketika dioperasikan di perairan Metode pengukuran panjang total dan panjang cagak pada ikan Cara tertangkap ikan oleh gillnet Alat tangkap payang di Cisolok Konstruksi payang Sayap payang yang dioperasikan di Cisolok Pelampung payang yang dioperasikan di Cisolok Tali selambar pada alat tangkap payang Perahu payang di perairan Cisolok Penarikan jaring payang di Cisolok Pancing layur di perairan Cisolok Konstruksi pancing layur Penggulung pada pancing layur Perahu pancing layur di Cisolok Desain jaring rampus di Cisolok Kostruksi jaring rampus di Cisolok Badan jaring rampus yang digunakan di Cisolok Pelampung jaring rampus yang digunakan di Cisolok Pemberat jaring rampus yang digunakan di Cisolok Tali ris jaring rampus yang digunakan di Cisolok Perahu jaring rampus yang digunakan di Cisolok Perahu jaring rampus menuju fishing ground di Cisolok Proses setting pengoperasian jaring rampus di Cisolok Proses soaking pada pengoperasian jaring rampus Proses hauling pada pengoperasian jaring rampus iv

14 29 Persentase komposisi hasil tangkapan jaring rampus Komposisi hasil tangkapan jaring rampus dengan menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Proporsi jumlah hasil tangkapan ikan layang dan ikan sampingan jaring rampus selama penelitian Proporsi jumlah hasil tangkapan jaring rampus pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Proporsi jumlah hasil tangkapan ikan layang dan ikan sampingan pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan total jaring rampus tiap piece pada setiap trip selama penelitian Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan jaring rampus tiap piece pada setiap trip pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Proporsi jumlah hasil tangkapan ikan layang dengan menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang per piece pada jaring rampus setiap trip selama penelitian Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus tiap piece pada setiap trip dengan ukuran mata jaring yang berbeda Distribusi total panjang cagak ikan layang (Decapterus kurroides) yang tertangkap selama penelitian Distribusi total panjang cagak ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Distribusi total girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus selama penelitian Distribusi girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Hubungan antara panjang cagak dengan girth seluruh hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) Cara tertangkapnya ikan pada jaring rampus selama penelitian Distribusi total cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus selama penelitian Distribusi cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Distribusi cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Cara tertangkap ikan layang secara entangled v

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian Peta stasiun pengambilan data hasil tangkapan Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian Hasil tangkapan jaring rampus selama penelitian Jenis, ukuran dan cara tertangkap hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Lokasi pengambilan data dan total jumlah hasil tangkapan jaring rampus selama penelitian Jumlah dan jenis hasil tangkapan jaring rampus selama penelitian Nilai Index Shannon Wiener Nilai uji Friedman terhadap jumlah total hasil tangkapan dan total hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Nilai uji Friedman terhadap distribusi panjang cagak dan girth operculum ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Uji lanjut perbandingan berganda terhadap jumlah total hasil tangkapan dan total hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Uji lanjut perbandingan berganda terhadap sebaran panjang cagak dan girth operculum ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda vi

16 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layang merupakan salah satu hasil tangkapan utama nelayan di Cisolok. Keberadaan ikan layang di perairan Cisolok dapat ditangkap sepanjang tahun dengan puncak musim yang terjadi dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Januari-Maret dan Juli-September. Puncak musim ini dapat berubah maju dan mundur sesuai dengan perubahan musim. Ikan layang yang berada di perairan Cisolok merupakan ikan demersal yang hidup bergerombol. Ikan layang jenis ini keberadaannya hanya terbatas di lima perairan di Indonesia, yaitu tersebar di perairan Palabuhanratu, Labuhan, Muncar, Bali dan Aceh. Alat tangkap yang dominan untuk menangkap ikan layang jenis ini adalah jaring rampus. Jaring rampus adalah lembaran jaring berbentuk empat persegi panjang yang dipasang di perairan untuk menangkap ikan layang dan berbagai jenis ikan dasar lainnya. Jaring ini diklasifikasikan ke dalam jenis jaring insang dasar (bottom gillnet) karena dioperasikan di dasar perairan. Jaring rampus merupakan salah satu jenis gillnet yang banyak digunakan oleh nelayan di perairan Cisolok untuk menangkap ikan layang. Ditinjau dari konstruksinya, jaring rampus menggunakan badan jaring yang terbuat dari nylon monofilament berwarna putih bening, dengan ukuran mata jaring yang banyak digunakan oleh nelayan di perairan Cisolok adalah jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci dengan hanging ratio 0,57. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring sebesar 2 inci dengan hanging ratio 0,57 yang sering digunakan oleh nelayan di perairan Cisolok tersebut mampu menangkap berbagai jenis hasil tangkapan, yaitu berupa ikan-ikan yang berukuran besar maupun ikan-ikan yang berukuran kecil dengan hasil tangkapan utama berupa ikan layang. Ikan layang yang tertangkap menggunakan jaring rampus di perairan Cisolok memiliki ukuran yang bervariasi dengan kisaran ukuran dengan panjang cagak cm. Ukuran tersebut mencerminkan bahwa ikan layang yang tertangkap di perairan Cisolok sangat bervariasi. Beberapa penelitian mengenai pengaruh ukuran mata jaring telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia maupun di luar negeri. Beberapa peneliti di Indonesia yang meneliti mengenai pengaruh perbedaan mata jaring pada gillnet.

17 2 Abidin (2000) yang mengkaji mengenai selektivitas mata jaring rampus terhadap ikan kembung di Teluk Jakarta dengan menguji pengaruh mata jaring rampus dengan 3 ukuran mata jaring yang berbeda, yaitu 1,5, 1,75, dan 2 inci. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring 1,5, 1,75, dan 2 inci pada jaring rampus memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan ikan kembung di Teluk Jakarta. Beberapa peneliti asing juga banyak yang melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan mata jaring gillnet. Dincer and Bahar (2008) dengan judul penelitian multifilament gillnet selectivity for the red mullet (Mullus barbatus) in the Eastern Black Sea Coast of Turkey, Trabazon. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring gillnet dengan ukuran 32, 36, 40, dan 44 mm memiliki pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan ikan red mullet (Mullus barbatus) di perairan Turki. Carlson and Cortes (2003) juga melakukan penelitian mengenai gillnet selectivity of small coastal sharks off the southeastern United States. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring gillnet dengan ukuran mata jaring 8,9, 10, 11,4, 12,7, 14, dan 20,3 cm memiliki pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan hiu di perairan Amerika Serikat. Carlson and Cortes (2003), juga menyatakan bahwa panjang maksimum ikan akan selalu meningkat dengan meningkatnya ukuran mata jaring pada gillnet. Kenyataan terdahulu bahwa perbedaan mata jaring akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan gillnet, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan mata jaring rampus di perairan Cisolok. Nelayan di perairan Cisolok saat ini menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Oleh karenanya pada penelitian ini penulis bermaksud melakukan penambahan dan pengurangan terhadap ukuran mata jaring standar yang selama ini digunakan oleh nelayan di perairan Cisolok dan menganalisis pengaruhnya terhadap hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus.

18 3 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menentukan komposisi dan keragaman hasil tangkapan jaring rampus dengan menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda; 2. Menentukan jumlah hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) dengan menggunakan jaring rampus pada ukuran mata jaring yang berbeda; dan 3. Menentukan perbedaan cara tertangkap ikan layang (Decapterus kurroides) pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda. 1.3 Manfaat Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan dalam mengembangkan konstruksi jaring rampus yang efektif untuk menangkap ikan layang di perairan Cisolok.

19 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Layang (Decapterus kurroides) Klasifikasi dan morfologi Menurut Bleeker (1855) diacu dalam Saanin (1984), ikan layang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Super Kelas : Pisces Kelas : Actinopterygii Sub Kelas : Teleostei Ordo : Perciformes Famili : Carangidae Genus : Decapterus Spesies : Decapterus kurroides Sumber: Bleeker (1855) Gambar 1 Ikan layang (Decapterus kurroides) Ikan layang (Decapterus kurroides) memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut, ikan layang memiliki panjang total (TL) sekitar 45 cm, dan panjang cagak (FL) sekitar 30 cm. Ikan ini memiliki ciri khas memiliki sirip ekor (caudal) yang berwarna merah, sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat gurat sisi (lateral line) (Nontji, 2002). Ikan layang hidup di perairan lepas pantai, dan ikan ini biasa memakan plankton-plankton kecil. Decapterus kurroides memiliki ciri morfologi sebagai berikut, dua sirip punggung (dorsal), dorsal 1 memiliki 8 jari-jari keras dan dorsal 2 memiliki 1 jari-jari keras dan jari-jari lemah. Sirip dubur (anal) memiliki 3 jari-jari keras dan jari-jari lemah.

20 5 Tubuhnya memiliki warna hijau kebiruan di daerah atas dan keperakan di daerah bawah, operculum memiliki bintik-bintik hitam kecil. Insang dilindungi oleh membran halus (Saanin,1984) Biologi Dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan-perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui ikan-ikan yang melakukan reproduksi dan yang tidak. Adapun pengetahuan tahap kematangan gonad ini juga akan diperoleh keterangan bilamana ikan itu akan memijah. Dengan mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Effendi, 2002). Adapun dalam pencatatan komposisi kematangan gonad dihubungkan dengan waktu akan didapat daur perkembangan gonad tersebut, namun bergantung kepada pola dan macam pemijahannya spesies yang bersangkutan. Persentase TKG dapat dipakai untuk menduga waktu terjadinya pemijahan. Ikan yang mempuyai satu musim pemijahan panjang, akan ditandai dengan peningkatan persentase TKG yang tinggi pada setiap akan mendekati musim pemijahan. Bagi ikan yang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun, pada pengambilan contoh setiap saat akan didapatkan komposisi tingkat kematangan gonad (TKG) terdiri dari berbagai tingkat dengan persentase yang tidak sama. Persentase yang tinggi dari TKG yang besar merupakan puncak pemijahan walaupun pemijahan sepanjang tahun. Jadi dari komposisi TKG ini dapat diperoleh keterangan waktu mulai dan berakhirnya kejadian pemijahan dan puncaknya (Effendi, 2002). Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan pengamatan secara morfologi melalui bentuk, ukuran panjang dan berat warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Untuk mendapatkan gambaran tingkat kematangan gonad (TKG) digunakan skala kematangan gonad dalam Effendi (2002) pada Tabel 1.

21 6 Tabel 1 Skala Tingkat Kematangan Gonad Ikan TKG Tingkat Kematangan Deskripsi I Belum matang, dara Ovari dan testis kecil, ukuran hingga ½ dari (Immature) panjang rongga badan. Ovari berwarna kemerahan jernih (translucent), testis keputihan, dan butiran telur tidak tampak. II III Perkembangan (Maturing) Pematangan (Ripening) Ovari dan testis sekitar ½ dari panjang rongga badan. Ovari merah-orange, translucent, testis putih, kira-kira simetris. Butiran telur tidak tampak dengan mata telanjang. Ovari dan testis sekitar ⅔ dari panjang rongga badan. Ovari kuning-orange, nampak butiran telur, testis putih kream. Ovari dengan pembuluh darah di permukaan. Belum ada telur-telur yang transparan atau translucent, telur masih gelap. IV Matang, mature (Ripe) Ovari dan testis kira-kira ⅔ sampai memenuhi rongga badan. Ovari berwarna orange-pink dengan pembuluh-pembuluh darah di permukaannya. Terlihat telur-telur besar, transparan, telur-telur matang (ripe). Testis putih-kream, lunak. V Mijah, Salin (Spent) Ovari dan testis menyusut hingga ½ dari rongga badan. Dinding tebal. Di dalam ovari mungkin masih tersisa telur-telur gelap dan matang yang mengalami desintegrasi akibat penyerapan, gelap atau translucent. Testis lembek. Sumber : Effendi, 2002 TKG dapat dikaitkan dengan ukuran ikan dan dapat mengarah kepada identifikasi panjang saat pertama matang gonad (length of first maturity). Informasi ini dapat dijadikan dasar pengaturan besarnya mata jaring. Besarnya mata jaring ditetapkan sedemikian rupa sehingga paling tidak ikan yang ditangkap sudah memijah, minimal satu kali memijah, ikan layang (Decapterus kurroides) yang pertama kali memijah berkisar memiliki panjang cagak cm (Badrudin, 2004) Habitat Ikan layang yang umum terdapat di Indonesia terdiri dari lima jenis, yaitu Decapterus kurroides, Decapterus russeli, Decapterus macrosoma, Decapterus

22 7 layang, Decapterus maruadsi (FAO, 1974). Ikan layang (Decapterus kurroides) merupakan spesies ikan layang yang berada di daerah dasar perairan. Penyebaran ikan layang ini sangat menyebar di daerah perairan Indonesia, yaitu dari Pulau Seribu, P. bawean, P. Masalembo, Selat Makassar, Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali, dan Perairan Selatan Pulau Jawa. Decapterus kurroides termasuk jenis ikan layang yang agak langka yang terdapat di perairan Palabuhanratu, Labuhan, Muncar, Bali dan Aceh (Wiews et al., 1968 diacu dalam Genisa, 1988). Jenis ikan layang yang banyak di perairan Cisolok adalah jenis layang Decapterus Kurroides dan masyarakat sekitar perairan Cisolok menyebutnya ikan selayang. Penyebaran ikan layang (Decapterus kurroides) di Indonesia terdapat di perairan Pasifik barat Indonesia, perairan Afrika Timur sampai Filiphina, perairan utara sampai selatan Jepang, perairan selatan sampai barat Australia (Bleeker, 1855). Lingkungan ikan layang (Decapterus kurroides) cukup berbeda dengan jenis genus Decapterus lainnya, ikan ini berada di kedalaman m, dan biasanya berada di kedalaman m, dan biasa berinteraksi di karang (Saanin, 1984) Sebaran Ikan layang tersebar di seluruh dunia. Ikan layang tersebar dengan mendiami daerah-daerah tropis dan subtropis di Lautan Indo-pasifik dan Lautan Atlantik. Jenis ikan layang sangat beragam, setiap jenisnya memiliki daerah sebaran yang berbeda, dan juga ada yang daerah sebarannya tumpang tindih satu sama lain. Jenis ikan layang Decapterus russeli memiliki daerah sebaran yang paling luas diantara jenis layang yang lainnya. Ikan layang jenis Decapterus kurroides ini hampir tertangkap di seluruh daerah perairan Indonesia, dan sangat dominan di perairan Jawa, mulai dari Pulau Masa Lembu, Pulau Bawean, dan juga seluruh daerah Kepulauan Seribu. Jenis ikan layang lainnya yaitu Decapterus layang tersebar di perairan-perairan dangkal dan untuk jenis Decapterus macrosoma tersebar di laut Jaluk. Berdasarkan data penangkapan di Indonesia, ikan layang jenis Decapterus layang tertangkap di Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Madura dan perairan laut dangkal lainnya di Indonesia, sedangkan jenis

23 8 Decapterus macrosoma tertangkap oleh nelayan-nelayan di Laut Jeluk seperti Pulau Banda, Ambon, Sangihe, dan Selat Bali. Decapterus kurroides tergolong jenis ikan layang yang langka yang hanya tersebar di tiga daerah di Indonesia, yaitu di perairan Labuhan, perairan Selat Bali, dan juga di perairan Palabuhanratu, Jawa Barat, dalam jumlah besar pada musim-musim tertentu (Djamali, 1979). Sebaran ikan layang (Decapterus kurroides) sangat berkaitan erat dengan makanan ikan tersebut. Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan, dan sebaran ikan layang. Kebiasaan makan ikan layang dapat diketahui dengan melihat habitat ikan layang. Ikan layang merupakan pemakan plankton hewani, benthos, dan ikan-ikan kecil Musim dan daerah penangkapan Musim penangkapan ikan layang tergantung dari pola migrasinya. Pola migrasi ikan layang adalah musiman, karena kebiasaan hidupnya sangat peka terhadap salinitas rendah, juga ikan layang melakukan migrasi setiap hari yaitu migrasi harian. Migrasi ikan layang, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu yang secara tidak langsung jenis pakannya itu dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Ikan layang tinggal di lautan luas atau juga tersebar di perairan teluk. Puncak produksi ikan layang di perairan Jawa terjadi dua kali dalam setahun yang kurang lebih jatuh pada bulan Januari-Maret dan Juli-September. Puncak musim ini dapat berubah maju dan mundur sesuai dengan perubahan musim. Nelayan di perairan timur Pulau Seribu menangkap ikan layang pada akhir Juni sampai awal Juli yang memiliki ukuran kecil. Pada pekan-pekan berikutnya ikan layang tumbuh menjadi besar hingga mencapai ukuran 15 cm dan produksinya pun meningkat. Nontji (2002) mengatakan bahwa di perairan Jawa, arah ruaya ikan layang sejalan dengan arus utama. Pada saat musim timur (Juni- September), banyak sekali ikan layang di perairan Laut Jawa. Ikan layang terbagi menjadi dua populasi yaitu layang yang datang dari Selat Makassar dan juga yang datang dari Laut Flores. Pada musim barat (Januari-Maret), terdapat juga dua populasi ikan layang yang masuk ke perairan Laut Jawa, yaitu dari arah barat dan juga dari arah utara. Populasi layang dari barat melakukan pemijahan di Samudera Hindia sampai ke selatan Selat Sunda dan terbawa oleh arus laut yang

24 9 membawanya masuk ke perairan Laut Jawa. Sementara polulasi dari utara, ikan layang melakukan pemijahan di Laut Cina Selatan, dan melakukan migrasi melalui Selat Sunda dan masuk ke Laut Jawa. 2.2 Jaring Rampus Klasifikasi dan deskripsi Menurut Ayodhyoa (1981), jaring rampus merupakan jenis jaring insang dasar (bottom gillnet). Jaring rampus memiliki bentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama pada seluruh tubuh jaring. Pada sisi atas jaring diletakkan pelampung (float) dan pemberat (sinker) pada sisi bawah. Jaring akan terentang akibat dua gaya yang berlawanan arah, yaitu gaya terapung (buoyancy force) yang disebabkan oleh pelampung di sisi atas badan jaring, dan gaya tenggelam (sinking force) oleh pemberat. Berdasarkan kebiasaan renang ikan pengoperasian jaring insang dapat dibagi menjadi dua, yaitu jaring insang hanyut untuk menangkap ikan-ikan pelagis dan jaring insang dasar untuk menangkap ikan demersal. Jaring rampus merupakan jaring insang yang dioperasikan di dasar perairan. Nomura dan Yamazaki (1976) mengatakan bahwa jaring rampus merupakan jaring insang yang dioperasikan di dasar perairan. Jaring rampus merupakan klasifikasi alat tangkap yang termasuk ke dalam jaring insang dasar. Adapun menurut Brandt (1984), jaring rampus termasuk ke dalam drift gillnet atau jaring insang yang dioperasikan secara dihanyutkan Konstruksi jaring rampus Menurut Zamil (2007), jaring rampus terdiri dari tiga bagian utama, yaitu badan jaring, tali ris atas, dan tali ris bawah. 1) Badan jaring merupakan bagian utama jaring rampus. Badan jaring tersusun dari benang monofilament polyamide yang memiliki nilai kelenturan tinggi dibandingkan dengan multifilament polyamide. 2) Tali ris atas merupakan tali yang menghubungkan pelampung dengan badan jaring. Tali ris atas biasanya berbahan polyethylene dengan panjang kira-kira

25 10 mencapai 350 m per unit alat tangkap. Pada tali ris atas, tali pelampung akan diikatkan untuk memasang pelampung pada jaring. 3) Tali ris bawah merupakan tali yang menghubungkan pemberat dengan badan jaring. Tali ris bawah biasanya berbahan polyethylene dengan panjang kira-kira 450 m per unit alat tangkap. Pada tali ris bawah diikatkan tali pemberat untuk memasang pemberat pada jaring, dengan adanya perimbangan dua gaya yang berlawanan antara pelampung dan pemberat serta berat jaring itu sendiri, maka jaring akan terentang di dalam air. Zamil (2007) mengatakan bahwa spesifikasi bahan dari bagian-bagian jaring rampus adalah sebagai berikut: 1) Badan jaring tersusun dari benang monofilament polyamide yang memiliki nilai kelenturan tinggi dibandingkan dengan multifilament polyamide; 2) Tali ris atas biasanya berbahan polyethylene dengan panjang kira-kira mencapai 350 m per unit alat tangkap; 3) Tali pelampung yang terbuat dari polyethylene; 4) Pelampung yang terbuat dari styrofoam atau karet dengan jarak pemasangan antar pelampung berkisar cm tergantung hanging ratio yang akan dipakai serta disesuaikan dengan panjang badan jaringnya; 5) Tali ris bawah berbahan polyethylene; 6) Tali pemberat terbuat dari polyethylene; dan 7) Pemberat yang terbuat dari timah, baja, atau hanya berupa batu. Benang jaringnya adalah bahan nilon (polyamide) monofilament (senar) seperti halnya jaring insang lainnya. Pemilihan PA monofilamen sebagai bahan dasar terutama disebabkan karena bahan ini memiliki nilai kelenturan yang tinggi dibandingkan benang PA multifilamen untuk ukuran yang sama (Nomura dan Yamazaki, 1976) Metode Pengoperasian Brandt (1984), menyatakan bahwa ada empat metode pengoperasian gillnet, yaitu: jaring insang tetap (set gillnet), jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tarik (dragged gillnet), dan jaring insang lingkar (encircling gillnet). Secara umum pengoperasian gillnet dilakukan secara pasif, tetapi juga ada yang

26 11 dilakukan secara semi aktif pada siang hari. Pengoperasian gillnet secara pasif pada umumnya dilakukan pada malam hari, dengan atau tanpa alat bantu cahaya. kemudian gillnet dipasang di perairan yang diperkirakan akan dilewati oleh ikan atau hewan air lainnya dan dibuarkan beberapa lama sampai ikan menabrak dan terjerat memasuki mata jaring. Miranti (2007) menyatakan bahwa secara umum metode pengoperasian alat tangkap gillnet terdiri atas beberapa tahap, yaitu : 1. Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan. 2. Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi perairan. 3. Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking), dan pengangkatan jaring (hauling). 4. Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan dengan gillnet Keberhasilan penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet tergantung dari konstruksi gillnet yang meliputi bahan jaring, twine thickness, fleksibilitas benang, tekanan/gaya-gaya yang bekerja pada benang, breaking strength, elongasi, warna jaring, mesh size, dan hanging ratio (Nomura dan Yamazaki, 1976). Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa agar ikan mudah terjerat pada mesh size atau terbelit pada tubuh jaring, maka bahan yang digunakan pada waktu pembuatan tubuh jaring hendaklah memperhatikan hal-hal seperti; kekuatan dari twine, ketegangan rentangan tubuh jaring, pengerutan jaring, tinggi jaring, mesh size dan ukuran besar ikan yang menjadi tujuan penangkapan. 1. Bahan Jaring Bahan pembuat jaring dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yakni bahan dari serat alami (natural fibres) dan bahan buatan (synthetic fibres). Bahan yang terbuat dari serat alami selanjutnya bisa dikategorikan menjadi

27 12 bahan yang terbuat dari serat tumbuhan maupun hewan. Bahan yang terbuat dari serabut tumbuhan misalnya manila, henep, katun sedangkan bahan yang terbuat dari serat hewan adalah wool dan sutera. Bahan jaring yang terbuat dari serat sintetis saat ini dapat diklasifikasikan menjadi 7 kelompok yakni polyamide (PA), polyester (PES), polyethilene (PE), poly prophylene (PP), polyvinil chloride (PVC), polyvinylidene chloride (PVD), dan polyvinyl alcohol (PVA). Bahan yang paling banyak digunakan untuk gillnet adalah dari serat sintetis (Iskandar, 2009). Bahan nilon dipilih sebagai bahan dasar gillnet karena memiliki karakteristik yang sesuai sebagai bahan dasar jaring insang. Sifat nilon menurut Soeprijono et al. (1975) diacu dalam Prasetyo, 2009) sebagai berikut: Kekuatan dan daya mulur Nylon memiliki kekuatan dan daya mulur berkisar dari 8,8 gram/denier dan 18% sampai 4,3 gram/denier dan 45%. Kekuatan basahnya 80-90% kekuatan kering. Tahan gosokan dan tekukan Nylon mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan gosokan nylon kira-kira 4-5 kali tahan gosok wol. Elastisitas Nylon selain mempunyai kemuluran yang tinggi (22%). Pada penarikan 8% nylon elastis 100% dan pada penarikan sampai 16% nylon masih mempunyai elastisitas 91%. 2. Ketegangan rentangan tubuh jaring Adapun yang dimaksud dengan ketegangan rentangan adalah rentangan pada jaring yaitu rentangan ke arah lebar dan rentangan jaring ke arah panjang. Ketegangan rentangan akan mengakibatkan terjadinya tension baik pada float line ataupun pada tubuh jaring. Jaring yang terentang dengan tegang akan membuat ikan sulit tertangkap, dan ikan akan mudah lepas; 3. Hanging ratio Hanging ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang tali ris atas dengan jumlah mata jaring dan ukuran mata jaring. Hanging ratio sangat menentukan probabilitas dari seekor ikan dapat terjerat pada jaring. Hanging

28 13 ratio memberikan pengaruh pada selektivitas dan efisiensi jaring insang (Spare and Venema, 1999). Ada dua jenis rasio penggantungan, yaitu rasio primer (E 1 ) dan sekunder (E 2 ). Nilai rasio primer dihitung berdasarkan penggantungan ke samping (horizontal), sedangkan rasio sekunder tegak lurus rasio primer. Nilai rasio primer gillnet pada umumnya berkisar antara 0,5 0,7, sedangkan gillnet dasar sebesar 0,5. Beberapa gillnet menggunakan rasio penggantungan sebesar 0,3 untuk menambah daya puntal alat sewaktu dioperasikan (Fridman, 1988); 4. Shortening Shortening didefinisikan sebagai selisih antara panjang jaring dalam keadaan mata jaring tertutup (stretch length) dengan panjang tali ris dibagi panjang jaring dalam keadaan mata jaring tertutup. Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) pada mata jaring dan juga supaya ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat pada jaring tidak akan mudah terlepas, maka pada jaring perlulah diberikan shortening yang cukup (Atmadja, 1980). Shortening juga mempengaruhi efisiensi penangkapan pada gillnet, karena merupakan faktor yang mempengaruhi bentuk mata jaring; 5. Tinggi Jaring Tinggi jaring didefinisikan sebagai jarak antara tali ris atas ke tali ris bawah atau jarak antara float line ke sinker line pada saat jaring tersebut terpasang di perairan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penentuan tinggi jaring didasarkan antara lain atas lapisan renang ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan kepadatan gerombolan ikan. Sementara panjang jaring tergantung pada situasi penangkapan, dan ukuran perahu. Jumlah lembar jaring yang dipergunakan akan menentukan besar kecilnya skala usaha, juga jumlah hasil tangkapan yang mungkin diperoleh. Jadi tinggi jaring sangatlah mempengaruhi jumlah ikan yang tertangkap pada jaring insang; 6. Mesh size Mesh size didefinisikan sebagai jarak antara dua buah simpul mata jaring dalam keadaan terentang secara sempurna. Mesh size (ukuran mata jaring), sering digunakan sebagai instrumen untuk menseleksi ikan maupun crustacea berdasarkan ukuran (Fridman, 1988). Ukuran mata jaring tertentu memiliki kecenderungan menjerat ikan-ikan yang mempunyai fork length dalam selang

29 14 tertentu. Dengan perkataan lain, gillnet akan bersikap selektif terhadap besar ukuran dari hasil tangkapan yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan penentuan mesh size yang sesuai dengan keadaan daerah penangkapan, yaitu penyesuaian terhadap ukuran dan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Ukuran ikan yang tertangkap berhubungan erat dengan ukuran mata jaring. Semakin besar ukuran mata jaring, maka akan semakin besar pula ikan yang tertangkap (Manalu 2003). Penetapan ukuran mata jaring dapat berdasarkan pada ukuran jenis ikan yang dominan tertangkap. Gillnet yang dioperasikan di Indonesia umumnya memiliki ukuran mata jaring yang berkisar antara 1,5 4 inci. Mesh size sangatlah mempengaruhi selektivitas jaring insang, karena mesh size sangat menentukan ukuran ikan yang tertangkap oleh jaring insang. 7. Warna jaring Warna jaring didefinisikan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap sinar matahari, sinar bulan, kedalaman perairan dan juga tingkat kecerahan perairan. Warna akan mempunyai perbedaan derajat terlihat oleh ikan-ikan yang berbeda. Pada waktu siang hari kemungkinan terlihatnya jaring oleh ikan akan lebih besar dibandingkan dengan pada waktu malam hari. Warna jaring tidak boleh merangsang optik mata ikan, maka dari itu warna jaring harus serupa dengan warna air, untuk mengurangi kemungkinan terlihatnya jaring (Mori, 1968); 8. Extra Bouyancy Najamuddin (2009) menyebutkan bahwa extra bouyancy adalah daya apung ekstra. Besar kecilnya daya apung dan daya tenggelam akan mempengaruhi ketegangan jaring. Extra buoyancy pada gillnet berbeda-beda tergantung jenisnya, seperti extra bouyancy gillnet permukaan berkisar antara %, extra bouyancy gillnet pertengahan adalah 0 dan extra bouyancy gillnet dasar adalah negatif.

30 15 Rumus dari gillnet extra bouyancy adalah : EB (%) = ((TB S )/TB ) 100%; Keterangan : EB : Extra bouyancy (%); TB : Total bouyancy; dan S : Berat benda di air Rumus untuk menghitung luas jaring adalah 1 ; Keterangan : L : Luas jaring (m 2 ); E : Hanging ratio (%); N : Jumlah mata jaring horizontal (mata); H : Jumlah mata jaring vertikal (mata); dan α : Ukuran mata jaring dalam keadaan tegang (cm). Menghitung tinggi jaring menggunakan rumus : 1 ; Keterangan : H t(m) : Tinggi jaring; dan : Tinggi jaring dalam keadaan tegang Perhitungan jumlah mata 1) Vertikal ; 2) Horizontal E. Keterangan : M H m L E : Mesh size; : Tinggi jaring terpasang; : Panjang floatline; dan : Shortening.

31 Hasil tangkapan Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994), hasil utama tangkapan jaring rampus adalah ikan-ikan demersal, dan selebihnya adalah ikan-ikan pelagis kecil. Ikan-ikan demersal yang dominan antara lain adalah ikan tigawaja (Johnius spp), gulamah (Pseudociana spp), kuwe (Caranx spp), dan kuro (Polynemus spp). Adapun ikan-ikan pelagis kecil yang biasa tertangkap adalah selar bentong (Selaroides crumenopthalmus), japuh (Sardinella spp), lemuru (Sardinella sirm), dan tenggiri (Scomberomorous spp), sedangkan di perairan Cisolok, Palabuhanratu, ikan-ikan yang tertangkap oleh jaring rampus didominasi oleh ikan layang (Decapterus kurroides). 2.3 Nelayan Menurut Undang-Undang (UU) No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuang jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan pekerjaan penangkapan. Nelayan yang diperlukan untuk mengoperasikan alat tangkap jaring rampus ini biasanya sekitar 2-3 orang yang terdiri dari satu orang juru mudi/nahkoda, dan 1 sampai 2 orang anak buah kapal (ABK) (Subani dan Barus, 1989). Miranti (2007) mengatakan bahwa jumlah nelayan tiap kapal gillnet tidaklah sama, tergantung pada skala usaha tersebut. Jenis kapal yang berupa perahu layar tanpa motor hanya menggunakan satu atau dua orang nelayan, sedangkan kapal gillnet dengan motor tempel biasanya dioperasikan oleh tiga sampai empat orang nelayan. Adapun dalam pengoperasian alat tangkap gillnet, keahlian nelayan memegang peranan yang sangat penting, terutama saat penurunan jaring (setting) agar pelampung dan pemberat tidak melilit pada tubuh jaring serta pengaturan posisi kapal terhadap arus laut (Suwanda, 2003).

32 Kapal Berdasarkan metode pengoperasian alat tangkapnya, kapal ikan dibedakan dalam empat kelompok besar, yaitu towed gear, kapal dengan alat tangkap ikan yang ditarik; encircling gear, kapal dengan alat tangkap dilingkar; static gear, kapal dengan alat tangkap yang dioperasikan secara statis; dan multi purpose, kapal dengan lebih dari satu alat tangkap (Fyson J, 1985). Pada kapal gillnet stabilitas kapal yang tinggi lebih diperlukan agar saat pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik (Rahman 2005). Solihin (1993) mengatakan bahwa umumnya kapal gillnet mengoperasikan berbagai jenis ukuran alat tangkap. Gillnet pada awal mulanya dioperasikan menggunakan perahu-perahu kecil tanpa motor oleh nelayan tradisional. Adanya kemajuan dalam bidang motorisasi, maka penggunaan kapal gillnet di Indonesia umumnya telah menggunakan penggerak mesin motor tempel (outboard engine). Gillnet dengan usaha yang lebih besar biasanya menggunakan tenaga penggerak jenis mesin dalam (inboard engine) dan alat bantu roller untuk penarikan jaring. Kapal yang digunakan oleh alat tangkap jaring rampus di PPI Cisolok adalah jenis kapal motor tempel. Kapal motor tempel (outboard engine vessel) adalah kapal dengan mesin yang dapat dipasang atau dilepaskan secara cepat yang digunakan untuk menangkap ikan dengan alat tangkap jaring insang. Bentuk badan kapal gillnet pada bagian haluan V, bagian tengah berbentuk U dan bagian buritan cenderung mendatar (Agustina, 1996)

33 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di bulan Maret hingga bulan April Penelitian ini meliputi pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus dibuat dengan ukuran mata jaring 44,5; 50,8; 63,5; dan 76,2 mm (1,75; 2; 2,5; dan 3 inci) masing-masing sebanyak 2 lembar. Adapun pengambilan data di lapang berupa uji coba penangkapan ikan yang dilakukan selama 15 hari dimulai dari tanggal 7 April sampai dengan 21 April tahun Lokasi pengambilan data adalah di perairan Cisolok, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat (Lampiran 1). Lokasi penelitian tersebut diambil sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu dari kelima perairan di Indonesia yang menjadi wilayah sebaran ikan layang (Decapterus kurroides). 3.2 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Jaring rampus sebanyak 8 piece dengan mesh size 44,5; 50,8; 63,5; dan 76,2 mm (1,75, 2, 2,5, dan 3 inci) yang masing-masing berjumlah 2 piece. 2. Perahu dengan panjang (L), lebar (B), dan dalam (D) berturut-turut 11,8 m, 1 m, dan 1 m. 3. Penggaris dengan panjang 60 cm dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur panjang cagak (fork length), dan panjang total (total length) ikan layang (Decapterus kurroides); 4. Measuring board yang terbuat dari bahan styrofoam untuk mengukur panjang cagak ikan (fork length); 5. Kamera dengan merk canon yang digunakan untuk dokumentasi seluruh hasil penelitian dan kegiatan penelitian; 6. Alat tulis untuk mencatat hasil tangkapan; 7. GPS (Global Positioning Sistem) untuk menentukan lokasi penangkapan; 8. Coban. Gambar alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 3.

34 Metode Pengambilan data Jaring rampus yang digunakan Metode penelitian ini adalah experimental fishing yakni dengan melakukan uji coba penangkapan ikan di laut. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan jaring rampus yang memiliki ukuran mata jaring yang berbeda, yaitu dengan ukuran 44,5; 50,8; 63,5; dan 76,2 mm (1,75, 2, 2,5, dan 3 inci). Masing-masing jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda berjumlah sebanyak 2 piece, sehingga jumlah jaring rampus yang dioperasikan berjumlah 8 piece. Secara detail jaring rampus yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Spesifikasi jaring rampus yang digunakan dalam penelitian No Bagian Mesh size Spesifikasi Jaring 1,75 inci 2 inci 2,5 inci 3 inci 1. Float Line Panjang (cm) Diameter (cm) Bahan ,5 PE ,5 PE ,5 PE ,5 PE 2. Sinker Line Panjang (cm) Diameter (cm) Bahan ,3 PE ,3 PE ,3 PE ,3 PE 3. Tali ris atas Panjang (cm) Diameter (cm) Bahan ,5 PE ,5 PE ,5 PE ,5 PE 4. Tali ris bawah Panjang (cm) Diameter (cm) Bahan ,3 PE ,3 PE ,3 PE ,3 PE 3. Pelampung Panjang (cm) Diameter (cm) Berat (gram) Bahan 5 0,5 2 Styrofoam 5 0,5 2 Styrofoam 5 0,5 2 Styrofoam 5 0,5 2 Styrofoam 4. Pemberat Panjang (cm) Diameter (cm) Berat (gram) Bahan 2 0,3 12 Timah 2 0,3 12 Timah 2 0,3 12 Timah 2 0,3 12 Timah

35 20 Lanjutan Tabel 2 No Bagian Jaring 5. Badan Jaring 6. Hanging ratio Spesifikasi Jumlah mata arah horisontal Jumlah mata arah vertikal Bahan Ketebalan (mm) Float line Sinker line Mesh size 1,75 inci 2 inci 2,5 inci 3 inci PA Monofila men 0,75 0,58 0,67 75 PA Monofila men 1 0,57 0,66 55 PA Monofila men 1,25 0,56 0,66 45 PA Monofila men 2 0,56 0,65 Simpul bendera merupakan simpul yang digunakan untuk mengikat pelampung maupun pemberat. Pelampung dipasang pada tali pelampung dan digabungkan dengan tali ris atas dengan menggunakan satu pola pemasangan. Pola pemasangan mata jaring pada tali pelampung pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda akan berbeda pula. Sebagai contoh pada ukuran mata jaring 2 inci pola pemasangan yang digunakan adalah sebagai berikut, pelampung dipasang pada sisi awal dan akhir, jarak antar pelampung adalah 52,3 cm, sedangkan diantara pelampung terdapat 15 buah mata jaring, selanjutnya di bawah setiap pelampung terdapat 3 buah mata jaring. Pada ikatan pemberat pertama di pasang 2 buah pemberat di sisi awal, jarak antar pemberat adalah 31 cm, sedangkan diantara pemberat terdapat 6 buah mata jaring, selanjutnya di bawah setiap pemberat terdapat 2 buah mata jaring. Secara lebih rinci konstruksi dan desain jaring rampus yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 2, dan Gambar 3.

36 21 56 m Tali ris atas Pelampung, 3 52,3 cm. 15 Pelampung, 3 Tali pelampung Tali ris bawah 31 cm cm. 6 Tali pemberat 2 65 m 2 Gambar 2 Konstruksi jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci yang digunakan pada penelitian. Desain jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. 2 x 56 PE Ø PA Monofilament : 1,75 inci x 65 PE Ø 3 Gambar 3 Desain jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda pada penelitian.

37 22 Desain jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. 2 x 56 PE Ø PA Monofilament : 2 inci x 65 PE Ø 3 Desain jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. 2 x 56 PE Ø PA Monofilament : 2,5 inci x 65 PE Ø 3 Desain jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. 2 x 56 PE Ø PA Monofilament : 3 inci x 65 PE Ø 3 Gambar 3 Desain jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda pada penelitian.

38 23 Pada saat uji coba penangkapan ikan oleh jaring rampus dengan menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda dipasang secara beselang-seling antara jaring rampus yang menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang yang sama pada ikan untuk tertangkap pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Metode pemasangan jaring rampus ketika di operasikan di perairan disajikan pada Gambar meter 56 m 2 inci 3 inci 1,75 inci 2,5 inci 1,75 inci 2 inci 2,5 inci 3 inci Gambar 4 Metode pemasangan jaring rampus ketika dioperasikan di perairan Pengukuran hasil tangkapan Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara mengikuti secara langsung operasi penangkapan ikan layang dengan jaring rampus di perairan Cisolok, Palabuhanratu. Data primer yang dikumpulkan meliputi jumlah, jenis, cara tertangkap, dan ukuran hasil. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dihitung berdasarkan jenis spesies. Untuk data berupa ikan dilakukan perhitungan jumlah, jenis spesies, cara tertangkap dan pengukuran panjang total (TL), panjang cagak (FL) dan keliling operkulum (G). Panjang total adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan (biasanya ujung rahang terdepan) dengan ujung sirip ekor yang paling belakang. Panjang cagak adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan dengan lekuk cabang sirip ekor. Keliling operkulum adalah jarak antara kedua operkulum pada

39 24 kedua sisi kepala. Metode pengukuran panjang total (TL) dan panjang cagak (FL) disajikan pada Gambar 5. TL FL Sumber : Effendi (2002) Gambar 5 Metode pengukuran panjang total dan panjang cagak pada ikan. Ikan yang tertangkap pada gillnet dapat dibedakan berdasarkan cara tertangkapnya yang berbeda. Menurut Spare and Venema (1985) ada empat cara tertangkapnya ikan pada gillnet (Gambar 6), yakni: a) Snagged, adalah proses terjeratnya ikan pada bagian kepala atau mata jaring mengelilingi ikan di belakang mata. b) Gilled, adalah proses terjerat ikan karena tutup insang tersangkut mata jaring atau mata jaring mengelilingi ikan di belakang tutup insang. c) Wedged, adalah proses terjeratnya ikan karena badan terjerat oleh mata jaring sejauh sirip punggung. d) Entangled, adalah ikan terbelit akibat bagian tubuh yang menonjol (gigi, rahang, sirip) tanpa harus menerobos mata jaring.

40 25 Snagged Gilled Wedged Entangled Gambar 6 Cara tertangkap ikan oleh gillnet Data sekunder merupakan data pendukung dalam suatu penelitian. Data sekunder pada penelitian ini adalah data produksi hasil tangkapan, jumlah unit penangkapan dan kondisi geografis lokasi penelitian di PPI Cisolok, maupun di Palabuharatu, data tersebut diperoleh dari Dinas Perikanan Kebupaten Sukabumi. 3.4 Analisis Data Data penelitian berupa jumlah total hasil tangkapan, jumlah total ikan layang dan ukuran ikan layang diuji dengan menggunakan uji non-parametrik untuk menentukan pengaruh ukuran mata jaring terhadap parameter tersebut. Uji nonparametrik yang digunakan untuk mengolah data berdasarkan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda adalah uji Friedman. Untuk proses pengolahan data hasil penelitian digunakan software microsoft excel dan SPSS Bila hasil uji Friedman yang diperoleh berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda (multiple comparison). Rumus uji lanjut perbandingan berganda adalah sebagai berikut :

41 Keterangan : D = Harga mutlak selisih nilai total rank dari dua perlakuan z = Nilai distribusi z pada suatu nilai α tertentu b = Banyaknya blok p = Banyaknya perlakuan Selanjutnya data berupa spesies hasil tangkapan akan dianalisis dengan menggunakan indeks Shannon Wiener untuk melihat keragaman spesies. Keragaman spesies hasil tangkapan akan digunakan untuk melihat variasi hasil tangkapan jaring rampus. Keragaman spesies hasil tangkapan akan digunakan sebagai pendekatan analisis untuk melihat selektivitas jaring rampus dengan perbedaan hanging ratio terhadap spesies hasil tangkapan. Jaring rampus akan memiliki selektivitas terhadap spesies yang relatif baik apabila memiliki nilai indeks Shannon Wiener yang lebih kecil dibandingkan dengan jaring rampus lainnya. Rumus untuk mencari keragaman spesies menggunakan indeks Shannon Wiener adalah sebagai berikut (Krebs, 1989) : ln ; Keterangan : H = Index diversitas Shannon Wiener Pi = Proporsi jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu total contoh S = Jumlah spesies. Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keanekaragaman Shannon Wiener, yaitu : H < 2,30 : Keanekaragaman kecil H 2,30 6,90 : Keanekaragaman tergolong sedang H > 6,90 : Keanekaragaman tergolong tinggi.

42 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-batas Administrasi Kecamatan Cisolok Pangkalan pendaratan ikan Cisolok berada di desa Cikahuripan Kecamatan Cisolok. Kecamatan Cisolok merupakan Kecamatan pesisir yang berada di ujung barat Kabupaten Sukabumi. Luas Kecamatan Cisolok mencapai ha yang terdiri dari 10 desa. Adapun batas wilayah administratif Kecamatan Cisolok adalah 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kabandungan; 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia; 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Banten; dan 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cikakak. 4.2 Letak dan Keadaan Geografis Teluk Palabuhanratu terletak di desa Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada LS dan BT dengan luas wilayah Kecamatan Palabuhanratu adalah Ha dan ketinggian 0-50 meter dari permukaan air laut (Lampiran 1). Palabuhanratu memiliki dua musim yang sangat mempengaruhi operasi panangkapan ikan, yaitu adanya musim Barat pada bulan Desember hingga Februari dan musim Timur pada bulan Juni hingga Agustus (Nuraini et.al., 1992). Pada musim Barat sering kali terjadi hujan dengan angin yang sangat kencang disertai ombak yang besar. Menurut Hendrotomo (1989), pada saat itu umumnya kapal nelayan di Palabuhanratu yang berukuran kecil jarang pergi melaut, namun terdapat beberapa jenis kapal terutama kapal diesel, misalnya rawai cucut, pada musim ini tetap pergi ke laut. Pada musim Timur jarang turun hujan dan keadaan laut biasanya tenang. Hal ini memungkinkan nelayan turun ke laut dan biasanya pada musim ini merupakan puncak banyak ikan. Perubahan musim sangat berpengaruh terhadap kegiatan dan upaya penangkapan ikan di perairan Palabuhanratu. Upaya penangkapan terjadi pada musim Timur, dimana angin Timur terhalang oleh tanjung sehingga tidak menimbulkan gelombang besar. Pada musim Barat, angin yang bertiup tidak

43 28 terhalang oleh tanjung sehingga mengakibatkan terjadinya gelombang yang besar dan hujan lebat (Dharmayati, 1989) Wyrtki (1961) menyatakan bahwa keadaan angin di Palabuhanratu bersesuaian dengan sifat laut. Kecepatan angin tercatat sebesar 1-7,5 meter/detik selama bulan September sampai Desember dan bergerak kearah Barat. Menurut Uktolseja (1973), pada bulan September kecepatan angin di perairan lepas pantai Palabuhanratu berkisar antara 5-7 meter/detik dengan arah yang sama. Jumlah curah hujan di Palabuhanratu berkisar antara mm dalam satu tahun. Curah hujan rata-rata selama sepuluh tahun terakhir mm, dengan hari hujan rata-rata 196 hari dan kelembaban relatif udara sekitar 88% (Nuraini et.al., 1992) 4.3 Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan adalah satu kesatuan teknis dalam melakukan operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan Perahu Perahu digunakan oleh nelayan untuk mempermudah penangkapan dan merupakan transportasi nelayan ke daerah penangkapan ikan. Jenis perahu yang terdapat di Cisolok adalah perahu motor tempel. Perahu motor tempel adalah kapal atau perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor (inboard engine) yang biasanya digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap dengan perikanan skala kecil. Perahu penangkapan ikan di pangkalan pendaratan ikan Cisolok hanya satu jenis, yaitu perahu motor tempel. Perahu motor tempel adalah perahu atau kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboad engine). Perkembangan jumlah perahu/kapal motor tempel dan kapal motor setiap tahunnya ada yang meningkat dan ada pula yang menurun walaupun peningkatan dan penurunannya sedikit. Pada tahun 2007 jumlah perahu motor tempel mengalami kenaikan sebesar 3,9% dari tahun Pada tahun 2006 jumlah perahu motor tempel sebanyak 511 unit sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 531. Namun jumlah ini terus mengalami penurunan hingga menjadi 346 unit pada tahun Sebaliknya untuk kapal motor terus mengalami peningkatan

44 29 secara bertahap pada tahun 2005 jumlah perahu motor 229 unit. Jumlah ini meningkat 114,4% menjadi 491 unit pada tahun Secara detail, perkembangan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor di Palabuhanratu disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor di Palabuhanratu tahun / unit Tahun Perahu motor tempel Kapal motor Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Alat tangkap Jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu dibedakan atas perahu motor tempel dan kapal motor. Pada tahun 2005 jumlah alat tangkap mengalami kenaikan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah alat tangkap sebanyak 637 unit. Jumlah ini meningkat 693,9% menjadi unit. Secara detail jumlah alat tangkap di Palabuhanratu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah alat tangkap di Palabuhanratu (unit) Tahun Jumlah alat tangkap Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2011 Alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan PPI Cisolok, hanya tiga jenis alat tangkap yang dioperasikan setiap tahunnya yaitu payang, pancing layur dan jaring rampus. Kebiasaan dari nelayan di PPI Cisolok yaitu nelayannya tidak

45 30 hanya mempunyai satu jenis alat tangkap melainkan memiliki beberapa karena disesuaikan dengan musim ikan. 1. Payang 1) Deskripsi Payang adalah alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh nelayan Indonesia. Alat tangkap ini termasuk ke dalam kelompok pukat kantong (seine net) atau lebih dikenal dengan nama danish seine. Adapun alat tangkap ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu sayap, badan dan kantong (Subani dan Barus, 1989). Payang dioperasikan di permukaan dengan tujuan untuk menangkap ikanikan pelagis. Pada penggoperasiannya, alat tangkap ini dioperasikan dengan melingkari kawanan ikan kemudian jaring ditarik ke atas geladak kapal (Subani dan Barus, 1989). Pengoperasian payang dilakukan baik pada siang hari maupun pada malam hari. Adapun alat tangkap payang di kawasan PPI Cisolok hanya dioperasikan di dalam Teluk Palabuhanratu pada pagi hari sampai dengan sore hari. Alat tangkap payang yang dioperasikan di perairan Cisolok disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Alat tangkap payang yang dioperasikan di Cisolok

46 31 2) Konstruksi Payang termasuk ke dalam alat tangkap pukat kantong yang mempunyai tiga bagian besar yaitu sayap, badan dan kantong. Adapun bagian-bagian alat tangkap payang secara lebih rinci terdiri atas dua sayap, badan jaring, kantong, pelampung, pemberat, dua tali ris, dan tali selambar. Konstruksi payang dapat dilihat pada Gambar 8. Keterangan : 1. Kantong P = 15 m, PA multifilament, mesh size = 1-5 cm 2. Badan P = 40 m, PA multifilament, mesh size = 5-15 cm 3. Sayap P = 80 m, PA multifilament, mesh size = cm 4. Tali ris atas P = 200 m, PE multifilament, Ø = 3 mm 5. Tali ris bawah P = 150 m, PE multifilament, Ø = 5 mm 6. Tali selambar P = 140 m, PE multifilament, Ø = 15 mm 7. Pelampung bambu P = 1 m, Ø = 8-10 cm, Pelampung derigen (plastik) 9. Pemberat timah, Gambar 8 Konstruksi payang (1) Sayap Sayap pada payang digunakan untuk mengurung kawanan ikan yang akan ditangkap. Material jaring yang digunakan pada bagian sayap adalah PA (Polyamide). Panjang sayap yaitu 80 m dengan ukuran mesh size cm. Pada sayap bagian atas terdapat pelampung yang terbuat dari bambu dengan diameter 8-10 cm berjumlah buah pada satu unit payang. Pada sayap

47 32 bagian bawah terdapat pemberat sebanyak buah. Pemberat ini terbuat dari bahan timah dengan bobot 1 kg tiap pemberat. Sayap payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Sayap payang yang dioperasikan di Cisolok (2) Badan Ikan-ikan yang telah dikelilingi oleh jaring kemudian diarahkan oleh nelayan agar masuk ke badan jaring. Material jaring yang digunakan pada bagian badan sama dengan material jaring pada bagian sayap PA (polyamide) dengan ukuran mesh size 5-15 cm. Panjang badan bagian atas lebih pendek dibandingkan dengan badan jaring bagian bawah. Hal ini bertujuan agar ikanikan pelagis tidak dapat meloloskan diri melalui bagian bawah payang. Panjang bagian jaring bagian atas sebesar 10 m sedangkan panjang bagian bawah sebesar 30 m. Fungsi dari bagian badan jaring yaitu untuk mengarahkan gerak gerombolan ikan ke arah kantong; (3) Kantong Kantong merupakan bagian paling akhir atau ujung pada alat tangkap payang. Kantong ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Material jaring yang digunakan pada bagian kantong terbuat dari bahan PA (polyamide). Kantong pada payang memiliki panjang 15 m dengan ukuran mesh size yang berurutan mengecil mulai dari 1-5 cm. Ukuran mata jaring yang semakin mengecil ini bertujuan agar ikan-ikan tertangkap dan tidak dapat meloloskan diri dari kantong;

48 33 (4) Pelampung Pelampung alat tangkap payang umumnya terbuat dari potongan batang bambu sepanjang 1 m berdiameter 8-10 cm. Pelampung yang digunakan berjumah buah pada satu unit payang. Di samping pelampung bambu, terdapat pula pelampung yang terbuat dari plastik berupa jerigen minyak ukuran 30 liter. Pelampung ini diletakan di tengah bibir jaring bagian atas. Pada ujung tali selambar yang pertama kali diturunkan, terdapat pelampung tanda yang terbuat dari plastik berbentuk bola berdiameter sekitar cm. Pelampung payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Pelampung payang yang dioperasikan di Cisolok (5) Pemberat Pemberat digunakan bersama pelampung menentukan keragaan bukaan mulut jaring saat dioperasikan. Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan timah. Jumlah pemberat yang digunakan pada satu unit payang yaitu sekitar buah dengan bobot 1 kg tiap pemberat; (6) Tali ris Tali ris pada payang terletak pada bagian sayap. Tali ris ini terbagi menjadi dua jenis yaitu tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas berfungsi sebagai tempat memasang pelampung sedangkan tali ris bawah berfungsi sebagai tempat pemberat. Baik tali ris atas maupun tali ris bawah terbuat dari bahan PE multifilament dengan diameter tali ris atas 3-5 mm dan tali ris bawah 5-6 mm. Panjang tali ris atas yaitu 200 m sedangkan panjang tali ris bawah yaitu 150 m. Perbedaan panjang tali ini mengakibatkan jaring bagian atas lebih menjorok ke belakang. Hal tersebut karena tingkah laku ikan pelagis yang

49 34 merupakan target penangkapan yaitu akan berenang ke arah bawah jika terhalang atau terkurung; dan (7) Tali selambar Tali selambar pada payang berfungsi untuk menarik jaring saat sedang dioperasikan dan pada saat jaring ditarik ke atas kapal. Tali ini terbuat dari bahan polyethylene multifilament (PE) dengan diameter tali 15 mm. Panjang tali selambar di sayap kanan dan kiri payang berbeda. Panjang tali selambar yang digunakan mencapai 150 m. Tali ini berfungsi sebagai tali penarik payang ke atas kapal. Tali selambar payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Tali selambar payang yang dioperasikan di Cisolok 3) Perahu Perahu yang digunakan untuk mengoperasian payang terbuat dari bahan kayu dengan dimensi L x B x D yaitu 9-12 x 2,5-3,5 x 1,8-2,5 meter. Perahu yang digunakan pada pengoperasian payang biasanya berupa perahu motor tempel yang menggunakan mesin dengan merk Yamaha. Mesin ini memiliki umur teknis ± 5 tahun dengan kekuatan mesin sebesar 40 PK. Pengoperasian perahu dilakukan secara one day fishing yaitu pergi pada pagi hari yaitu pada pukul dan kembali pada siang atau sore hari yaitu pada pukul tergantung ikan hasil tangkapan. Jika ikan hasil tangkapan banyak dan palka sudah penuh, maka akan kembali lebih awal. Jika ikan hasil tangkapan tidak ada maka akan kembali pada pukul Perahu payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 12.

50 35 Gambar 12 Perahu payang yang dioperasikan di Cisolok 4) Nelayan Mayoritas nelayan yang ada di kawasan PPI Cisolok adalah penduduk asli setempat dan sebagian kecil merupakan nelayan pendatang yang berasal dari sekitar kabupaten Sukabumi. Nelayan payang pada umumnya merupakan penduduk asli yang menjadikan usaha penangkapan ikan sebagai pekerjaan utama atau termasuk ke dalam klasifikasi nelayan penuh. Adapun nelayan yang mengoperasikan payang di kawasan PPI Cisolok berjumlah orang nelayan. Anak buah kapal (ABK) payang memiliki peran dan tugas masing-masing, yaitu : (1) Juru mudi, bertugas memegang kemudi perahu menuju maupun kembali dari fishing ground; (2) Pengawas (fishing master), bertugas mencari gerombolan ikan dan menentukan arah operasi penangkapan ikan; (3) Petawur, bertugas untuk menurunkan jaring; (4) Juru batu, bertugas untuk menurunkan pemberat; dan (5) Anak payang, bertugas untuk berenang menakut-nakuti dan menggiring ikan ke arah mulut jaring. Walaupun memiliki peran dan tugas masing-masing, semua nelayan yang ada di atas perahu selain juru mudi membantu dalam proses penarikan jaring. 5) Metode pengoperasian Operasi penangkapan jaring payang dilakukan secara one day fishing. Proses pengoperasian payang dimulai pada pagi hari yaitu pada pukul WIB. Adapun pengoperasian payang dilakukan dalam empat tahap yaitu persiapan,

51 36 tahap pemasangan jaring (setting), tahap penarikan jaring (hauling), dan tahap pelepasan hasil tangkapan. Tahap persiapan meliputi persiapan perbekalan seperti makanan dan minuman yang biasanya para nelayan sudah membawanya masingmasing dari rumahnya, serta bahan bakar. Selain itu juga pemeriksaan terhadap kondisi mesin oleh juru mesin. Adapun untuk satu kali operasi penangkapan jaring payang diperlukan bahan bakar sebanyak 20 liter. Setelah semua tahap persiapan dilakukan, perahu diberangkatkan menuju fishing ground. Dalam menentukan fishing ground, fishing master mencari kawanan ikan dengan melihat tanda-tanda keberadan gerombolan ikan seperti adanya riak-riak di permukaan. Keahlian ini diperoleh dari kebiasaan fisihing master dalam melakukan pencarian fishing ground. Pada proses ini kecakapan seorang fishing master sangatlah menentukan keberhasilan penangkapan. Pada saat geromolan ikan ditemukan, fishing master akan menginstruksikan kepada juru mudi agar mendekati gerombolan ikan tersebut agar proses pemasangan jaring (setting) dilakukan. Pemasangan jaring dilakukan dengan melingkari gerombolan ikan dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, pelampung yang berupa bambu, tali selambar, badan jaring, dan pemberat. Ujung tali selambar yang satunya tetap berada di perahu. Proses melingkari gorombolan ikan ini memerlukan waktu 20 menit. Proses berikutnya adalah penarikan jaring. Proses ini dilakukan dengan secepat mungkin. Hal ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan lolosnya ikan yang akan ditangkap. Adapun tahap penarikan jaring umumnya menghabiskan waktu selama 30 menit. Proses penarikan dilakukan oleh ABK. Pembagian tugas adalah sebagai berikut, ada yang bertugas untuk merapihkan pelampung, pemberat dan badan jaring payang. Bagian kantong adalah proses penarikan yang terakhir. Penarikan jaring payang yang dioperasikan disajikan pada Gambar 13.

52 37 Gambar 13 Penarikan jaring payang yang dioperasikan Tahap pelepasan hasil tangkapan dilakukan dengan membuka ikatan pada kantong. Tahap pelepasan ini umumnya dilakukan selama 15 menit. Namun diketahui waktu pelepasan ini tergantung dari banyaknya hasil tangkapan. Setelah proses pelepasan selesai, kantong jaring diikat kembali dan dipersiapkan kembali untuk setting selanjutnya. Jika hasil tangkapan yang didapatkan kurang memuaskan, maka proses setting umumnya dilakukan sebanyak 8-10 kali dalam satu kali operasi penangkapan jaring payang. 1) Hasil tangkapan Jaring payang merupakan alat tangkap yang dioperasikan di permukaan perairan. Adapun target tangkapan jaring payang berupa ikan-ikan pelagis. Hasil tangkapan dari payang adalah pepetek (Leioghnatus spp), kembung (Rastrelliger sp.), tongkol komo (Euthynnus affinis). Pada waktu-waktu tertentu hasil tangkapan payang berupa ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan madidihang (Thunnus albacares) juga tertangkap. 1. Pancing layur 1) Deskripsi Pancing layur merupakan suatu pancing yang terdiri dari tali utama (main line) dan tali cabang (branch line). Tali cabang terletak di sepanjang tali utama secara berderet dengan jarak tertentu. Pada bagian ujung tali cabang terpasang mata pancing. Panjang tali utama berbanding lurus dengan banyaknya mata pancing yang digunakan. Panjang tali utama bila direntangkan secara lurus dapat

53 38 mencapai ratusan meter hingga puluhan kilometer (Subani dan Barus, 1989). Pancing layur menurut Brandt (1984) diklasifikasikan ke dalam jenis alat tangkap pancing. Pancing layur yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 Pancing layur yang dioperasikan di Cisolok 2) Konstruksi Konstruksi dari pancing layur vertikal yang biasa digunakan untuk menangkap ikan layur di Cisolok yaitu terdiri dari beberapa bagian. Pancing rawai layur terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), mata pancing (hook), pemberat, kili-kili (swivel), tali untang dan penggulung. Secara detail konstruksi dari pancing layur disajikan pada Gambar 15. Penggulung (reel) Main line (PA monofilamen No.800) 2 m 2cm 2 m Branch line (PA monofilamen 500) Panjang 1,3 m Kawat barlen 15 cm 2 m Pemberat (batu) Gambar 15 Konstruksi pancing layur

54 39 (1) Tali utama (main line) Tali utama pada pancing layur yang digunakan terbuat dari bahan monofilament nylon bernomor 1000 dengan diameter m. Tali utama berfungsi sebagai tempat terkaitnya tali cabang dimana mata pancing dipasang. Panjang tali secara keseluruhan sekitar 250 m; (2) Tali cabang (branch line) Tali cabang (branch line) merupakan tali tambahan yang dipasang pada tali utama. Tali cabang terbuat dari bahan PA monofilament dengan warna transparan. Panjang tali cabang 1,5 m. Tali cabang dipasang secara berderet dengan jarak 2,5 m. Pemasangan tali cabang pada tali utama menggunakan simpul. Pada tali cabang dipasang mata pancing; (3) Mata pancing Mata pancing berfungsi sebagai tempat memasang umpan sekaligus tempat terkaitnya ikan. Mata pancing pada pancing layur terbuat dari bahan stainless steel. Jenis mata pancing dengan bahan stainless steel ini digunakan nelayan karena harganya yang relatif murah dan cukup tahan lama. Adapun ukuran mata pancing yang biasa nelayan Cisolok gunakan adalah nomor 7 sampai 10. Jumlah mata pancing pada tiap tali cabang hanya satu sedangkan satu tali utama terdapat 100 buah mata pancing; (4) Pemberat (sinker) Pemberat pada pancing layur ini biasanya terbuat dari timah ataupun dari batu. Pemberat ini diikatkan pada tali untang yang terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua. Pemberat ini berfungsi agar tali utama tetap kebawah walaupun arus kencang; (5) Kili-kili (swivel) Kili-kili digunakan agar tali pancing tidak terbelit dan menjadi kaku akibat arus ataupun gerakan ikan pada saat meloloskan diri. Dua buah swivel dipasang dalam satu unit pancing layur yaitu pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang; (6) Tali untang atau kawat barlen Tali untang befungsi untuk mencegah agar tali cabang tidak membelit pada tali utama. Tali ini diikatkan pada swivel pertama dan kedua dengan

55 40 menggunakan tali yang ukurannya sama dengan tali utama sepanjang cm. Bagian antara tali cabang dan mata pancing dipasang tali untang sepanjang cm; dan (7) Penggulung (reel) Penggulung berfungsi untuk memudahkan pengoperasian pancing. Terbuat dari kayu atau plastik, berbentuk seperti roda dengan ukuran tertentu tergantung panjang tali pancing (Nurhayati, 2006). Penggulung pancing layur dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 16. Gambar 16 Penggulung pancing layur yang dioperasikan di Cisolok 3) Perahu Perahu yang digunakan pada pengoperasian pancing layur di Cisolok yaitu perahu congkreng yang sudah dilengkapi dengan motor tempel bermesin diesel dengan kekuatan 5-25 PK. Dimensi dari perahu tersebut yaitu : panjang (P) berkisar 6-13 meter, lebar (L) 1-3 meter dan tinggi (D) 0,8-3 meter. Perahu ini juga dilengkapi dengan alat penyeimbang pada kedua sisinya yang disebut kincang. Kincang tersebut terbuat dari bambu dengan panjang sekisar 7 meter (Nurhayati, 2006). Perahu pancing layur yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 17 Gambar 17 Perahu pancing layur yang dioperasikan di Cisolok

56 41 Perahu pancing layur dilengkapi juga dengan alat bantu untuk menunjang operasi penangkapan yaitu : (1) Lampu tekan / petromaks Petromaks digunakan sebagai penerangan pada saat pengoperasian pancing layur dilakukan pada malam hari; dan (2) Cool box Cool box digunakan untuk menyimpan ikan layur hasil tangkapan agar tersusun rapi dan tidak rusak. Ikan layur yang telah tersusun dalam cool box kemudian diberi es curah untuk menjaga kesegarannya. 4) Nelayan Nelayan yang mengoperasikan pancing layur dengan menggunakan perahu congkreng sebanyak 1-3 orang per unit penangkapan. Satu orang bertugas mengemudikan perahu sekaligus memancing dan yang lainnya sebagai pemancing dan mempersiapkan keperluan sebelum setting, seperti memasang umpan. Satu orang nelayan dalam sekali setting dapat mengoperasikan beberapa pancing sekaligus tergantung dari kemahiran masing-masing nelayan. 5) Metode pengoperasian (1) Persiapan Pada tahap ini dilakukan pemasangan motor tempel pada perahu, pemasangan alat pancing, bahan bakar, lampu petromaks, penyediaan umpan dan bekal makanan selama operasi berlangsung. Setelah semua persiapan selesai maka siap berangkat menuju fishing ground. Biasanya nelayan berangkat ke fishing ground sekitar pukul WIB tergantung jarak fishing ground dan keadaan cuaca; (2) Pemilihan fishing ground Pemilihan fishing ground dilakukan berdasarkan pengalaman nelayan dengan memperhatikan keadaan perairan seperti angin dan gelombang serta berdasarkan hasil tangkapan hari sebelumnya. Fishing ground hanya disekitar Teluk Palabuhanratu, hal ini dikarenakan perahu yang digunakan nelayan

57 42 pancing layur yang berukuran kecil dan tidak memungkinkan untuk melakukan penangkapan di luar Teluk Palabuhanratu; dan (3) Operasi penangkapan Operasi penangkapan biasanya dilakukan saat hari mulai gelap. Setelah mendapatkan lokasi yang tepat, nelayan mulai memotong umpan dan setelah itu umpan dipasang pada mata pancing kemudian rawai pancing layur mulai diturunkan. Setelah dibiarkan selama beberapa menit, kemudian pancing diangkat dan nelayan mulai melepaskan hasil tangkapan satu-persatu. Ikan layur hasil tangkapan tersebut kemudian disimpan dalam cool box dan sebagian digunakan untuk umpan setting berikutnya. Setelah operasi penangkapan selesai, nelayan kembali pulang ke tempat awal berangkat. 6) Hasil tangkapan Ikan hasil tangkapan pancing layur ini adalah ikan layur (Trichiurus sp), barrakuda (Sphyraena jello) dan ikan layang (Decapterus kurroides). Ikan hasil tangkapan yang didapat tidak semuanya di jual akan tetapi ada juga yang dijadikan umpan dan dikonsumsi sendiri oleh nelayannya. 2. Jaring rampus 1) Deskripsi Jaring rampus dikelompokkan ke dalam jaring insang hanyut dasar atau bottom gillnet. Cara pengoperasiannya dengan cara dihanyutkan di dasar perairan. Jaring rampus merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama pada seluruh tubuh jaring. Pada sisi atas jaring diletakkan pelampung (float) dan pemberat (sinker) pada sisi bawah. Jaring akan terentang akibat dua gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy force dari float yang mengarah ke atas dan sinking force dari sinker yang ditambah dengan berat jaring yang mengarah ke bawah (Ayodhyoa 1981).

58 43 2) Konstruksi Bagian-bagian dari jaring rampus terdiri atas badan jaring, tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, pelampung, tali pemberat dan pemberat. Desain dan konstruksi dari jaring rampus ditunjukkan pada Gambar 18 dan x 56 PE Ø PA Monofilament : 2 inci x 65 PE Ø 3 Gambar 18 Desain jaring rampus di perairan Cisolok Tali pelampung Pelampung Tali ris atas Badan jaring Tali ris bawah Pemberat Tali pemberat Gambar 19 Konstruksi jaring rampus di periaran Cisolok (1) Badan jaring Badan jaring merupakan bagian yang berfungsi untuk menghadang ikan secara vertikal. Bahan yang digunakan adalah PA (polyamide) monofilament berwarna putih transparan dengan ukuran jaring dengan keadaan terpasang per piece sebesar 56 x 4,8 meter. Ukuran mata jaringnya adalah 2 inci. Jaring rampus pada tiap piecenya memiliki jumlah mata 1934 mata pada arah

59 44 horizontal dan 75 mata pada arah vertikal. Panjang badan jaring dalam keadaan terentang adalah 98,25 m sedangkan dalam keadaan terpasang adalah 56 m. Hanging ratio dari jaring rampus ini adalah 0,57. Badan jaring yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 Badan jaring rampus yang digunakan di Cisolok (2) Pelampung Pelampung pada jaring rampus terbuat dari bahan styrofoam dengan berbentuk balok dengan panjang 4 cm dan lebar 2,5 m. Jumlah pelampung dalam satu piece sebanyak 107 buah dengan jarak antar pelampung 48 cm. Pelampung yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 21. P = 8 cm L = 6 cm T = 2 cm Gambar 21 Pelampung jaring rampus yang digunakan di Cisolok (3) Pemberat Pemberat pada jaring rampus terbuat dari timah dengan berat satuan 12 gram, P = 2 cm, D = 1,5 cm. Jumlah pemberat dalam satu piece sebanyak 242 buah. Karena penempatan jaring berada di dasar perairan maka pemberat memiliki

60 45 peran penting untuk menjaga kedudukan jaring agar tetap di posisinya. Hal itu menjadi penting karena pengaruh arus yang dapat menggeser kedudukan jaring dari tempat semula, dan biasa mengubah kedudukan jaring dalam menghadang ikan. Jangkar biasanya digunakan pada awal setting piece pertama dan satu jangkar lagi pada piece terakhir. Jangkar terbuat dari kayu dengan panjang 1 m dengan diameter 5 cm dan pada bagian atasnya disambungkan kayu yang berbentuk seperti mata kail pancing serta pada bagian bawahnya diikatkan beton yang terbuat dari campuran semen dan batu dengan berat 5 kg. Pemberat yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 22. P = 2,5 cm L = 1,5 cm D = 2 cm Gambar 22 Pemberat jaring rampus yang digunakan di Cisolok (4) Tali ris Tali ris pada jaring rampus terdiri dari tali ris atas dan tali ris bawah yang terbuat dari PE multifilament. Tali ris atas memiliki diameter 5 mm dan bawah memiliki diameter 3 mm. Panjang tali ris atas adalah 56 m. Tali ris atas terdiri dari dua tali. Satu utas tali digunakan sebagai tali pelampung dan satu utas lainnya digunakan sebagai penggantung badan jaring. Tali pelampung berfungsi untuk memasangkan pelampung pada jaring. Tali pelampung ini memiliki diameter 5 mm dan panjang 56 m. Jaring rampus juga dilengkapi tali ris bawah dengan diameter 5 mm untuk pengikat jaring bagian bawah dan diameter 2,5 mm untuk pengikat pemberat dengan panjang kedua tali ris bawah ini adalah 60 m. Tali ris jaring rampus yang digunakan di Cisolok disajikan pada Gambar 23.

61 46 Gambar 23 Tali ris jaring rampus yang digunakan di Cisolok 3) Perahu Perahu yang digunakan dalam pengoperasian jaring rampus yaitu jenis jukung yang terbuat dari bahan fiber dan dilengkapi dengan katir. Perahu ini memiliki dimensi ukuran L x B x D : 11 x 1 x 0,8 meter. Perahu ini menggunakan mesin tempel dengan kekuatan 5 PK dengan merk Yamaha. Perahu ini dilengkapi dengan katir di sebelah kanan dan kiri perahu. Katir berfungsi sebagai penyeimbang atau mengurangi efek gerakan oleng perahu, sehingga memudahkan nelayan dalam mengoperasikan perahu dalam operasi penangkapan ikan. Perahu yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 24. Gambar 24 Perahu jaring rampus yang digunakan di Cisolok 4) Nelayan Jumlah nelayan yang mengoperasikan jaring rampus sebanyak 2-3 orang. Masing-masing nelayan mempunyai tugas yang berbeda. Satu orang sebagai pengemudi perahu dan yang lainnya menurunkan alat, sedangkan pada saat hauling dari jumlah nelayan yang ikut secara bergantian menarik jaring sampai

62 47 semua jaring terangkat ke atas perahu. Perbaikan alat dan perahu dilakukan nelayan pada waktu sampai di darat atau pada waktu sore hari. 5) Metode pengoperasian Jaring rampus biasanya dioperasikan pada saat dini hari sampai pagi hari. Pengoperasiannya dibagi dalam lima tahap yaitu: (1) Persiapan Persiapan meliputi mengecekan kondisi mesin dan pendorongan perahu yang bersandar di pinggir pantai menuju ke kolam pangkalan pendaratan ikan sampai propeler mesin tidak menyentuh pasir, sehingga perahu dapat berjalan. Gambar 25 Perahu jaring rampus menuju fishing ground di Cisolok (2) Penentuan fishing groud Perjalanan perahu dari fishing base menuju fishing groud dimulai dari pukul WIB. Lama waktu yang ditempuh ± 40 menit sampai dengan 1 jam perjalanan dari fishing base menuju fishing groud. Penentuan fishing ground biasanya berdasarkan dari informasi nelayan lain yang mendapatkan hasil tangkapan yang banyak dan biasanya nelayan tidak pernah pindah fishing groud sebelum ikan yang didapatkan menurun atau ada informasi lain mengenai fishing groud yang ikannya lebih banyak. (3) Pemasangan jaring (setting) Proses penurunan jaring dilakukan dengan penurunan jangkar yang berupa balok dari beton, tali selambar, jaring dan terakhir jangkar yang diikatkan dengan kayu yang bebentuk seperti mata pancing. Pada saat penurunan jaring, mesin dibiarkan hidup untuk mempermudah proses penurunan jaring. Proses

63 48 ini berlangsung selama menit. Selanjutnya setelah penurunan jaring selesai, tali selambar diikat pada bagian buritan perahu. Pemasangan jaring rampus di perairan Cisolok disajikan pada Gambar 26. Gambar 26 Pemasangan jaring rampus pada saat operasi penangkapan di Cisolok (4) Perendaman jaring (soaking) Perendaman di perairan selama 1 jam. Pada saat perendaman jaring, nelayan biasanya beristirahat untuk menyiapkan tenaga untuk melakukan penarikan jaring. Proses pada saat nelayan menunggu perendaman jaring rampus di perairan Cisolok disajikan pada Gambar 27. Gambar 27 Nelayan menunggu perendaman jaring rampus di Cisolok (5) Penarikan jaring (hauling) dan pelepasan hasil tangkapan Proses hauling berlangsung selama 1,5-2 jam, satu nelayan bertugas menarik tali ris atas dengan posisi berdiri dan satu nelayan bertugas menarik tali ris bawah dan melepaskan ikan yang terjerat. Hasil tangkapan yang diperoleh disimpan di palka dan kemudian hasil tangkapan diikat satu persatu. Hasil tangkapan utama diikat terpisah dengan ikan sampingan oleh benang nilon. Satu kali trip hanya berlangsung 1 kali setting saja. Penarikan jaring rampus

64 49 pada operasi penangkapan ikan di perairan Cisolok disajikan pada Gambar 28. Gambar 28 Penarikan jaring rampus di perairan Cisolok 6) Hasil tangkapan Hasil tangkapan utama dari jaring rampus adalah ikan layang (Decapterus kurroides). Adapun hasil tangkapan sampingan dari jaring rampus adalah beloso (Saurida spp), pepetek (Leiognatus sp), sebelah (Pleuronectidae), lidah (Paraplagusia bilineata), biji nangka (Upeneus sp), barakuda (Sphyraena jello) dan simata goyang (Priacanthus tayenus) Nelayan Mayoritas nelayan di PPN Palabuhanratu merupakan penduduk asli daerah tersebut. Namun ada pula nelayan pendatang yang berasal dari Cirebon, Cilacap, Binuangen, Indramayu, dan beberapa nelayan dari luar pulau Jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi. Nelayan yang berada di PPN Palabuhanratu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan buruh adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan pemilik adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan pemilik biasanya disebut juragan. Jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu mengalami peningkatan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah nelayan sebanyak orang. Jumlah ini meningkat 27,9% menjadi 4474 orang pada tahun Secara detail perkembangan jumlah nelayan disajikan pada Tabel 5.

65 50 Tabel 5 Jumlah nelayan PPN Palabuhanratu tahun Tahun Total nelayan (orang) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Produksi Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu mengalami penurunan secara bertahap. Pada tahun 2006 jumlah produksi kg. Jumlah ini menurun 63,77% menjadi kg pada tahun Secara detail perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Produksi (kg) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Nilai Produksi Nilai Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu mengalami penurunan secara bertahap. Pada tahun 2006 nilai produksi Rp Jumlah ini menurun 27,19% menjadi Rp pada tahun Secara detail perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu disajikan pada Tabel 7.

66 51 Tabel 7 Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Nilai produksi (Rp) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2011

67 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Komposisi hasil tangkapan Total hasil tangkapan jaring rampus yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 529 ekor yang terdiri dari 7 spesies. Hasil tangkapan dominan pada penelitian ini adalah ikan layang (Decapterus kurroides) dengan jumlah 351 ekor atau 66,35 % dari total hasil tangkapan, diikuti oleh ikan biji nangkaa (Upeneus moluccensis) sebanyak 67 ekor atau 12,67 % dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang paling sedikit adalah udang jerbung dengan jumlah 3 ekor atau 0,57 % dari total hasil tangkapan. Secara lebih rinci komposisi hasil tangkapan yang diperoleh disajikan pada Gambar 29 dan Tabel 8. Adapun hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian secara rinci disajikan padaa Lampiran 4. n = 529 Biji nangkaa (12,67%) Beloso (7,18%) Layang (66,35%) Simata Goyang (5,67%) Pepetek (4,16%) Sebelah (3,40%) Udang jerbung (0,57%) Gambar 29 Persentase penelitian komposisi total hasil tangkapan jaring rampus selama

68 53 Tabel 8 Komposisi total hasil tangkapan No Nama Lokal Spesies Nama Internasional Jumlah % 1 Layang Decapterus kurroides Redtail scad ,35 2 Biji nangka Upeneus moluccensis Goldband goatfish 67 12,67 3 Beloso Saurida micropectoralis Shortfin lizardfish 38 7,18 4 Simata Priacanthus Purple-spotted goyang tayenus bigeye 30 5,67 5 Pepetek Leiognatus equulus Common ponyfish 22 4,16 6 Sebelah Psettodes erumei Indian halibut 18 3,40 7 Udang jerbung Penaeus sp Banana prawn 3 0,57 Total Hasil tangkapan utama yang menjadi target spesies penangkapan dengan menggunakan jaring rampus adalah ikan layang (Decapterus kurroides). Hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh selama penelitian mencapai 351 ekor atau 66,35 % dari total hasil tangkapan, diikuti oleh ikan biji nangka sebanyak 67 ekor atau 12,67 % dari total hasil tangkapan, dan beloso dengan jumlah hasil tangkapan 38 ekor atau 7,18 % dari total hasil tangkapan. Jumlah hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda tetap merupakan hasil tangkapan yang dominan. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci, jumlah hasil tangkapan ikan layang sebanyak 40 ekor atau 40,82 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci, diikuti oleh ikan biji nangka sebanyak 27 ekor atau 27,55 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci serta diikuti oleh ikan beloso dan simata goyang dengan jumlah masing-masing sebanyak 12 ekor atau 12,24 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Adapun hasil tangkapan yang paling sedikit adalah udang jerbung sebanyak 3 ekor atau 3,06 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci, jumlah hasil tangkapan ikan layang sebanyak 101 ekor atau 63,92 % dari total hasil tangkapan jaring rampus

69 54 dengan ukuran mata jaring 2 inci, diikuti oleh ikan biji nangka sebanyak 21 ekor atau 13,29 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci dan ikan beloso sebanyak 13 ekor atau 8,23 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Adapun hasil tangkapan yang paling sedikit adalah ikan simata goyang sebanyak 5 ekor atau 3,16 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci, jumlah hasil tangkapan ikan layang sebanyak 161 ekor atau 80,90 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci, diikuti oleh ikan beloso sebanyak 11 ekor atau 5,53 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci dan ikan biji nangka sebanyak 9 ekor atau 4,52 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Adapun hasil tangkapan yang paling sedikit adalah ikan sebelah sebanyak 3 ekor atau 1,51 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci, jumlah hasil tangkapan ikan layang sebanyak 49 ekor atau 66,22 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci, diikuti oleh ikan biji nangka sebanyak 10 ekor atau 13,51 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci dan ikan simata goyang sebanyak 6 ekor atau 8,11 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. Adapun hasil tangkapan yang paling sedikit adalah ikan beloso sebanyak 2 ekor atau 2,70 % dari total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. Secara lebih rinci hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Gambar 30 dan Tabel 9. Adapun secara keseluruhan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap total hasil tangkapan paling banyak, yaitu sebanyak 199 ekor atau 37,62 % dari keseluruhan hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian. Adapun jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci menangkap total hasil tangkapan yang paling sedikit dibandingkan dengan total jumlah hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang lainnya. Secara lebih rinci proporsi jumlah hasil tangkapan jaring rampus pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian disajikan pada Gambar 31.

70 55 Tabel 9 Jumlah hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Mata Jaring Jenis Hasil 1,75" 2" 2,5" Tangkapan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) Layang Biji nangka Beloso Simata goyang Pepetek Sebelah Udang jerbung ,40 40,30 31,58 40,00 0,00 22,22 100, ,77 31,34 34,21 16,67 50,00 38,89 0, ,87 13,43 28,95 23,33 36,36 16,67 0,00 3" Jumlah Persentase (ekor) (%) 49 13, ,93 2 5, , , ,22 0 0,00 Biji nangka 27,55% MS 1,75 inci Beloso 12,24% Simata goyang 12,24% Biji nangka 13,29% MS 2 inci Beloso 8,23% Simata goyang 3,16% Pepetek 6,96% Layang 40,82% n = 98 Sebelah 4,08% Udang jerbung 3,06% Layang 63,92% n = 158 Sebelah 4,43% Layang 80,90% MS 2,5 inci Biji nangka 4,52% Beloso 5,53% Simata goyang 3,52% Layang 66,22% MS 3 inci Biji nangka 13,51% Beloso 2,70% Simataa goyangg 8,11% Pepetek 4,05% n = 199 Pepetek 4,02% Sebelah 1,51% n = 74 Sebelah 5,41% Gambar 30 Komposisii hasil tangkapan jaring rampus dengan menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian

71 56 MS 1,75 inci (18,56%) MS 3 inci (13,99%) MS 2 inci (29,92%) MS 2,5 inci (37,62%) Gambar 31 Proporsi jumlah hasil tangkapan jaring rampus pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Jumlah hasil tangkapan utamaa ikan layang mencapai jumlah 351 ekor atau 66,35 % dari total hasil tangkapan (Gambar 32). Hasil tangkapan utama (target spesies) adalah ikan-ikann yang secara ekspisit menjadi tujuan utama penangkapan. Target spesies yang dimaksud menurut Pascoe (1997) adalah jenis ikan yang secara spesifik menjadi target dalam operasi penangkapan. Adapun hasil tangkapan sampingan adalah ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan penangkapan tetapi turut tertangkap pada kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap. Ditinjau dari proporsi antara hasil tangkapann utama dengan hasil tangkapan sampingan, ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan ukuran mataa jaring 1,75 inci sebanyak 40 ekor atau 40,,82 % dari total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran 1,75 inci, sedangkan hasil tangkapan sampingan mencapai 58 ekor atau 59,18 % dari total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran 1,75 inci. Secara lebih rinci perbandingan hasil tangkapan utama dan sampingan jaring rampus pada berbagai ukuran mata jaring disajikan pada Gambar 33.

72 57 Ikan Sampingan (33,65%) Ikan Layang (66,35%) Gambar 32 Proporsi jumlah hasil tangkapan ikan layang dan ikan sampingan jaring rampus selama penelitian MS 1,75 inci MS 2 inci n = 98 n = 158 Ikan layang (40,82%) Ikan sampingan (59,18%) Ikan layang (63,92%) Ikan sampingan (36,08%) MS 2,5 inci MS 3 inci n = 199 n = 74 Ikan layang (80,90%) Ikan sampingan (19,10%) Ikan layang (66,22%) Ikan sampingan (33,78%) Gambar 33 Proporsi jumlah hasil tangkapan ikan layang dan ikan sampingan pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian

73 58 Jumlah total hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian sebanyak 529 ekor. Hasil tangkapan tersebut diperoleh selama 15 trip penangkapan. Hasil tangkapan jaring rampus tiap trip bervariasi berkisar antara ekor. Hasil tangkapan terbesar diperoleh pada trip 14 yakni sebanyak 61 ekor atau 11,53 % dari total hasil tangkapan selama 15 trip. Hasil tangkapan terendah diperoleh pada trip 3 yakni sebanyak 14 ekor atau 2,65 % dari total hasil tangkapan selama 15 trip. Rata-rata hasil tangkapan terbesar diperoleh pada trip ke-14 yakni sebanyak 15 ekor atau 11,53 % dari rata-rata hasil tangkapan selama 15 trip. Rata-rata hasil tangkapan terendah diperoleh pada trip ke-3 yakni sebanyak 4 ekor atau 2,65 % dari rata-rata hasil tangkapan selama 15 trip. Secara lebih rinci jumlah dan ratarata hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap trip selama penelitian disajikan pada Gambar 34 Jumlah (ekor) Trip ke Jumlah hasil tangkapan pada jaring rampus Rata-rata hasil tangkapan pada jaring rampus Rata-rata hasil tangkapan (ekor) Gambar 34 Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan total jaring rampus tiap piece pada setiap trip selama penelitian

74 59 Hasil tangkapan jaring rampus yang bernilai ekonomis adalah layang. Ikan layang mempunyai nilai jual yang cukup tinggi di pasar lokal. Ikan layang yang tertangkap oleh nelayan Cisolok memiliki panjang cagak rata-rata 30 cm-40 cm. Adapun ikan layang yang layak tangkap panjang cagak yang berukuran 23 cm (Nontji, 2002). Ukuran ini adalah ukuran ikan layang yang sudah matang gonad. Nelayan Cisolok menjual ikannya tidak langsung kepada konsumen melainkan kepada pihak pengepul. Distribusi hasil tangkapan ikan layang selanjutnya dilakukan oleh pengepul kepada para pedagang atau kepada konsumen yang secara langsung datang ke angkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok. Ikan layang dijual per ekor berdasarkan ukuran panjang total. Ikan yang berukuran panjang cagak lebih dari 35 cm oleh pengepul dibeli dengan harga Rp ,-. Adapun ikan yang berukuran kecil dengan kisaran panjang cagak kurang dari 35 cm oleh pengepul dibeli dengan harga Rp 1.000,- sampai dengan Rp 8.000,-. Adapun ikan tersebut dijual kepada konsumen dengan harga Rp 2.000,- sampai dengan Rp ,- untuk ikan layang berukuran kecil dan Rp ,- sampai dengan Rp ,- untuk ikan layang berukuran besar. Ikan hasil sampingan memiliki kesamaan nilai ekonomis yaitu berkisar antara Rp Rp ,- per kg. Ikan yang memiliki nilai ekonomis berbeda adalah ikan biji nangka atau nelayan Cisolok biasa menyebutnya dengan gelang mudin yaitu berkisar antara Rp Rp per ikat. Satu ikat biasanya sekitar 1 kg. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci jumlah total hasil tangkapan sebanyak 98 ekor atau 18,56 % dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan terbesar jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci adalah 16 ekor yang diperoleh pada trip ke-14. Adapun hasil tangkapan jaring rampus paling sedikit pada ukuran mata jaring 1,75 inci diperoleh pada trip ke-2 yakni sebanyak 2 ekor. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci jumlah total hasil tangkapan sebanyak 158 ekor atau 29,92 % dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan terbesar jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci adalah 21 ekor yang diperoleh pada trip ke-5. Adapun hasil tangkapan jaring rampus paling sedikit pada ukuran mata jaring 2 inci diperoleh pada trip ke-3 yakni sebanyak 1 ekor. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci jumlah total hasil tangkapan sebanyak 199 ekor atau 37,62 % dari total hasil tangkapan. Hasil

75 60 tangkapan terbesar jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci adalah 27 ekor yang diperoleh pada trip ke-9. Adapun hasil tangkapan jaring rampus paling sedikit pada ukuran mata jaring 2,5 inci diperoleh pada trip ke-4 yakni sebanyak 5 ekor. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci jumlah total hasil tangkapan sebanyak 74 ekor atau 13,99 % dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan terbesar jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci adalah 9 ekor yang diperoleh pada trip ke-3, 6, dan 13. Adapun hasil tangkapan jaring rampus paling sedikit pada ukuran mata jaring 3 inci diperoleh pada trip ke-1 dan trip ke-8 yakni sebanyak 2 ekor. Secara keseluruhan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap total hasil tangkapan sebanyak 199 ekor atau 37,62 % dari total hasil tangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap total hasil tangkapan relatif lebih banyak dibandingkan dengan jaring rampus dengan ukuran mata jaring lainnya. Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci terbesar terdapat pada trip ke-14 sebanyak 8 ekor atau 16,33 % dari rata-rata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan terendah pada ukuran mata jaring 1,75 inci diperoleh pada trip ke-2 sebanyak 1 ekor atau 2,04 % dari rata-rata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci terbesar terdapat pada trip ke-5 sebanyak 11 ekor atau 13,29 % dari rata-rata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan terendah pada ukuran mata jaring 2 inci diperoleh pada trip ke-3 sebanyak 1 ekor atau 0,63 % dari rata-rata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Ratarata hasil tangkapan yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci terbesar terdapat pada trip ke-9 sebanyak 14 ekor atau 13,57 % dari ratarata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan terendah pada ukuran mata jaring 2,5 inci diperoleh pada trip ke-4 sebanyak 2 ekor atau 2,51 % dari rata-rata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci

76 61 terbesar terdapat pada trip ke-3, 6, dan 13 sebanyak 5 ekor atau 12,16 % dari ratarata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan terendah pada ukuran mata jaring 3 inci diperoleh pada trip ke-1 dan trip ke-8 sebanyak 1 ekor atau 2,70 % dari rata-rata total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. Secara lebih rinci jumlah dan rata-rata hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda disajikan dalam Gambar 35. Berdasarkan hasil uji Friedman pada taraf nyata 0,05 terhadap hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda diperoleh nilai Chi-square 16,184 dengan nilai probabilitas 0,001. Hal ini berarti bahwa jaring rampus rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda secara signifikan menangkap total jumlah hasil tangkapan yang berbeda. Uji lanjut terhadap total hasil tangkapan jaring rampus dilakukan untuk menentukan jenis ukuran mata jaring rampus yang memberikan kontribusi terhadap perbedaan total hasil tangkapan. Uji lanjut dengan menggunakan uji perbandingan berganda (Multiple comparison) menunjukkan bahwa total hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci vs 2 inci menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Secara lebih rinci hasil uji lanjut terhadap total hasil tangkapan jaring rampus pada ukuran mata jaring yang berbeda disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 11. Tabel 10 Hasil uji lanjut perbandingan berganda terhadap total hasil tangkapan pada ukuran mata jaring yang berbeda pada tiap perlakuan No Perlakuan Hasil 1 MS 1,75 inci vs MS 2 inci Berbeda nyata 2 MS 1,75 inci vs MS 2,5 inci Berbeda nyata 3 MS 1,75 inci vs MS 3 inci Tidak berbeda nyata 4 MS 2 inci vs MS 2,5 inci Tidak berbeda nyata 5 MS 2 inci vs MS 3 inci Berbeda nyata 6 MS 2,5 inci vs MS 3 inci Berbeda nyata

77 MS 1,75 inci MS 2 inci MS 2,5 inci MS 3 inci Trip ke Gambar 35 Total jumlah dan rata-rata hasil tangkapan jaring rampus tiap piece pada setiap trip padaa ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian

78 Keragaman spesies hasil tangkapan Berdasarkan hasil penelitian total jumlah spesies yang tertangkap sebanyak 7 spesies dengan jumlah hasil tangkapan sebanyak 529 ekor. Keragaman spesies yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Index Shannon Wiener untuk melihat variasi spesies yang tertangkap. Jaring rampus dengan Index Shannon Wiener lebih kecil merupakan jaring rampus yang menangkap ikan dengan keragaman lebih sedikit atau memiliki variasi hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dengan jaring rampus lainnya. Jaring rampus yang menangkap ikan dengan variasi spesies paling banyak adalah jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Hal ini terlihat dari nilai Index Shannon Wiener dengan nilai sebesar 1,4725. Adapun jaring rampus dengan variasi spesies yang paling sedikit atau yang paling selektif terhadap hasil tangkapan adalah jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci dengan nilai Index Shannon Wiener 0,7817. Secara rinci nilai Index Shannon Wiener yang diperoleh tiap jaring rampus dengan mata jaring yang berbeda disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 8. Tabel 11 Hasil analisis keragaman nilai Index Shannon Wiener pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda Mata jaring Jumlah spesies yang tertangkap Jumlah hasil tangkapan Nilai Index Shannon Wiener 1,75 inci , inci ,1926 2,5 inci , inci , Jumlah hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) Total hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 351 ekor. Hasil penelitian menujukkan bahwa jumlah hasil tangkapan ikan layang terbanyak diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci sebanyak 161 ekor atau 45,87 % dari total hasil tangkapan ikan layang, diikuti oleh jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci sebanyak 101 ekor atau 28,77 % dari total hasil tangkapan ikan layang, diikuti oleh jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci sebanyak 49 ekor atau 13,96 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Jumlah hasil tangkapan ikan layang

79 64 terendah diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci sebanyak 40 ekor atau 11,40 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Secara rinci disajikan dalam Gambar 36 MS 3 inci; 13,96% MS 2,5 inci; 45,87% MS 1,75 inci; 11,40% MS 2 inci; 28,77% Gambar 36 Proporsi jumlah hasil tangkapan ikan layang dengan menggunakan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Hasil tangkapan ikan layang tiap trip bervariasi berkisar antara 2-38 ekor. Hasil tangkapan terbesar diperoleh pada trip ke-8 yakni sebanyak 38 ekor atau 10,83 % dari total hasil tangkapan ikan layang selama 15 trip. Adapun hasil tangkapan terendah diperoleh pada trip ke-3 yakni sebanyak 2 ekor atau 0,57 % dari total hasil tangkapan ikan layang selama 15 trip. Rata-rata hasil tangkapan terbesar diperoleh pada trip ke-8 yakni sebanyak 10 ekor atau 10,83% dari ratarata hasil tangkapan selama 15 trip. Rata-rata hasil tangkapan terendah diperoleh pada trip ke-3 yakni sebanyak 1 ekor atau 0,57 % dari rata-rata hasil tangkapan selama 15 trip. Secara lebih rinci jumlah dan rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap trip selama penelitian disajikan pada Gambar 37.

80 65 Jumlah (ekor) Rata-rata total ikan layang per trip Trip ke Jumlah hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus Rata-rata tangkapan ikan layang pada jaring rampus Gambar 37 Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang per piece pada jaring rampus setiap trip selama penelitian Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 40 ekor atau 11,40 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci adalah 7 ekor yang diperoleh pada trip ke-12. Adapun hasil tangkapan ikan layang terendah pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci diperoleh pada trip ke-10 yakni sebanyak 2 ekor atau 5,00 % dari total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 101 ekor atau 28,77 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci adalah 14 ekor yang diperoleh pada trip ke-8. Adapun hasil tangkapan ikan layang terendah pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci diperoleh pada trip ke-1, 4, dan 15 yakni sebanyak 5 ekor atau 4,95 % dari total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 161 ekor atau 45,87 % dari total hasil tangkapan

81 66 ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci adalah 20 ekor yang diperoleh pada trip ke-14. Adapun hasil tangkapan ikan layang terendah pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci diperoleh pada trip ke-4 sebanyak 5 ekor atau 3,11 % dari total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 49 ekor atau 13,96 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci adalah 6 ekor yang diperoleh pada trip ke-7, 11, dan 15. Adapun hasil tangkapan ikan layang terendah pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci diperoleh pada trip ke-1 yakni sebanyak 1 ekor atau 2,04 % dari total hasil tangkapan pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. Secara keseluruhan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 161 ekor atau 45,87 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hal ini menunjukkan bahwa jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap total hasil tangkapan ikan layang relatif lebih banyak dibandingkan dengan jaring rampus dengan ukuran mata jaring lainnya. Rata-rata hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci terbesar terdapat pada trip ke-12 sebanyak 4 ekor atau 17,50 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan ikan layang terendah pada ukuran mata jaring 1,75 inci diperoleh pada trip ke-10 sebanyak 1 ekor atau 5,00 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Rata-rata hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci terbesar terdapat pada trip ke-8 sebanyak 7 ekor atau 13,86 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan ikan layang terendah pada ukuran mata jaring 2 inci diperoleh pada trip ke-1, 4, dan 15 sebanyak 2 ekor atau 4,95 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci. Ratarata hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci terbesar terdapat pada trip ke-14 sebanyak 10 ekor

82 67 atau 12,42 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan ikan layang terendah pada ukuran mata jaring 2,5 inci diperoleh pada trip ke-4 sebanyak 2 ekor atau 3,11 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci. Rata-rata hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci terbesar terdapat pada trip ke-7, 11, dan 15 sebanyak 3 ekor atau 12,24 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. Adapun rata-rata hasil tangkapan ikan layang terendah pada ukuran mata jaring 3 inci diperoleh pada trip ke-1 sebanyak 1 ekor atau 2,04 % dari rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci. Secara lebih rinci jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda disajikan dalam Gambar 38. Berdasarkan hasil uji Friedman pada taraf nyata 0,05 terhadap hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda diperoleh nilai Chi-square 28,2132 dengan nilai probabilitas 0,000. Hal ini berarti bahwa jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda secara signifikan menangkap jumlah hasil tangkapan ikan layang yang berbeda. Uji lanjut terhadap hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dilakukan untuk menentukan jenis ukuran mata jaring rampus yang memberikan kontribusi terhadap perbedaan hasil tangkapan ikan layang. Uji lanjut dengan menggunakan uji perbandingan berganda (Multiple comparison) menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci vs 2 inci menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Secara lebih rinci hasil uji lanjut terhadap hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda disajikan pada Tabel 12 dan Lampiran 11.

83 MS 1,75 inci MS 2 inci MS 2,5 inci MS 3 inci Trip ke Gambar 38 Jumlah dan rata-rata ikan hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus tiap piece pada setiap trip pada ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian

84 69 Tabel 12 Hasil uji lanjut perbandingan berganda terhadap hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda pada tiap perlakuan No Perlakuan Hasil 1 MS 1,75 inci vs MS 2 inci Berbeda nyata 2 MS 1,75 inci vs MS 2,5 inci Berbeda nyata 3 MS 1,75 inci vs MS 3 inci Berbeda nyata 4 MS 2 inci vs MS 2,5 inci Berbeda nyata 5 MS 2 inci vs MS 3 inci Berbeda nyata 6 MS 2,5 inci vs MS 3 inci Berbeda nyata Distribusi ukuran hasil tangkapan ikan layang 1) Distribusi panjang cagak Hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh selama penelitian memiliki panjang cagak (FL) yang beragam. Ukuran panjang cagak ikan layang dominan tersebar pada selang antara 23 cm 38 cm dengan jumlah hasil tangkapan ikan layang sebanyak 325 ekor atau 92,59 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar berada pada panjang cagak dengan selang antara 28 cm 33 cm sebanyak 129 ekor, diikuti oleh ikan layang dengan kisaran panjang cagak antara 33 cm 38 cm dengan jumlah 121 ekor. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada panjang cagak dengan selang antara 43 cm 48 cm dengan jumlah 3 ekor. Secara lebih rinci distribusi total panjang cagak hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Gambar n = 351 Jumlah (ekor) Panjang cagak (cm) Gambar 39 Distribusi total panjang cagak ikan layang (Decapterus kurroides) yang tertangkap selama penelitian

85 70 Menurut Nontji (2002) ikan layang yang layak tangkap secara biologi adalah ikan layang yang sudah matang gonad dengan panjang cagak berukuran diatas 23 cm. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 40 ekor atau 11,40 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci berada pada panjang cagak dengan selang antara cm sebanyak 12 ekor, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 11 ekor. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada panjang cagak dengan selang antara cm dengan jumlah 1 ekor. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci, jumlah ikan layang yang sudah memiliki ukuran yang layak tangkap sebanyak 31 ekor atau 77,50 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 1,75 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 101 ekor atau 28,77 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci berada pada panjang cagak dengan selang antara cm sebanyak 32 ekor, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 29 ekor. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada panjang cagak dengan selang antara cm dengan jumlah 2 ekor. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci, jumlah ikan layang yang sudah memiliki ukuran yang layak tangkap sebanyak 92 ekor atau 92,09 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 161 ekor atau 45,87 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci berada pada panjang cagak dengan selang antara cm sebanyak 71 ekor, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 63 ekor. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada panjang cagak dengan selang antara 0 13 cm dengan jumlah 1 ekor. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci, jumlah ikan layang yang sudah memiliki ukuran yang layak tangkap sebanyak 160 ekor atau 99,38 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2,5 inci.

86 71 Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 49 ekor atau 13,96 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci berada pada panjang cagak dengan selang antara cm sebanyak 18 ekor, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 9 ekor. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada panjang cagak dengan selang antara cm dengan jumlah 1 ekor. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci, jumlah ikan layang yang sudah memiliki ukuran yang layak tangkap sebanyak 46 ekor atau 93,88 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 3 inci. Secara keseluruhan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap hasil tangkapan ikan layang layak tangkap sebanyak 160 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap total hasil tangkapan ikan layang layak tangkap relatif lebih banyak dibandingkan dengan jaring rampus dengan ukuran mata jaring lainnya. Secara lebih rinci distribusi total panjang cagak hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda disajikan dalam Gambar 40. Berdasarkan hasil uji Friedman pada taraf nyata 0,05 terhadap distribusi panjang cagak hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda diperoleh nilai Chi-square 21,283 dengan nilai probabilitas 0,000. Hal ini berarti bahwa jaring rampus rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda secara signifikan memberikan perbedaan yang nyata terhadap distribusi panjang cagak hasil tangkapan ikan layang. Uji lanjut terhadap distribusi panjang cagak hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dilakukan untuk menentukan jenis ukuran mata jaring rampus yang memberikan kontribusi terhadap perbedaan distribusi panjang cagak hasil tangkapan ikan layang. Uji lanjut dengan menggunakan uji perbandingan berganda (Multiple comparison) menunjukkan bahwa distribusi panjang cagak hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci vs 2,5 inci menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Secara lebih rinci hasil uji lanjut terhadap distribusi panjang cagak hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda disajikan pada Tabel 13 dan Lampiran 12.

87 72 Tabel 13 Hasil uji lanjut perbandingan bergandaa terhadap distribusi panjang cagak ikan layang pada jaring rampus dengann ukuran mata jaring yang berbeda pada tiap perlakuan No Perlakuan 1 MS 1,75 inci vs MS 2 inci 2 MS 1,75 inci vs MS 2,5 incii 3 MS 1,75 inci vs MS 3 inci 4 MS 2 inci vs MS 2,5 inci 5 MS 2 inci vs MS 3 inci 6 MS 2,5 inci vs MS 3 inci Hasil Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata n = n = n = n = MS 1,75 inci MS 2 inci MS 2,5 inci MS 3 inci Layak tangkap 31 ekor atau 77,50% Layak tangkap 92 ekor atau 92,09% Layak tangkap 160 ekor atau 99,38% Layak tangkap 46 ekor atau 93,88% Panjang cagak (cm) Gambar 40 Distribusi total panjang cagak ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian

88 73 2) Distribusi girth operculum Hasil tangkapan ikan layang selama penelitian memiliki ukuran girth operculum yang beragam. Ukuran girth operculum ikan layang dominan tersebar pada selang antara cm dengan jumlah hasil tangkapan ikan layang sebanyak 318 ekor atau 90,60 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar berada pada girth operculum dengan selang antara cm sebanyak 181 ekor, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 137 ekor. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada girth operculum dengan selang antara cm dengan jumlah 3 ekor. Secara lebih rinci distribusi total girth operculum hasil tangkapan ikan layang selama penelitian disajikan pada Gambar 41. Jumlah ikan (ekor) Girth operculum (cm) 3 Gambar 41 Distribusi total girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus selama penelitian Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 40 ekor atau 11,40 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara cm sebanyak 29 ekor atau 72,50 % dari total hasil tangkapan

89 74 ikan layang pada mata jaring 1,75 inci, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 9 ekor atau 22,50 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 1,75 inci. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara 8 13 cm dengan jumlah 2 ekor atau 5 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 1,75 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 101 ekor atau 28,77 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2 inci berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara cm sebanyak 61 ekor atau 60,40 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2 inci, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 23 ekor atau 22,77 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2 inci. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara 3 8 cm dengan jumlah 2 ekor atau 1,98 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 161 ekor atau 45,87 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara cm sebanyak 83 ekor atau 51,55 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2,5 inci, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 64 ekor atau 39,75 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2,5 inci. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara 3 8 cm dengan jumlah 2 ekor atau 1,86 % dari total hasil tangkapan ikan layang pada mata jaring 2,5 inci. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 49 ekor atau 13,96 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Hasil tangkapan ikan layang terbesar pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 3 inci berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara cm sebanyak 28 ekor, diikuti dengan kisaran antara cm dengan jumlah 21 ekor. Adapun hasil tangkapan terendah berada pada ukuran girth operculum dengan selang antara 3 8 cm dengan jumlah 0 ekor. Secara

90 75 lebih rinci distribusi total ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda disajikan dalam Gambar n = 40 MS 1,75 inci n = 1011 MS 2 inci n = 1611 MS 2,5 inci n = 49 3 MS 3 inci Girth operculum (cm) Gambar 42 Distribusi girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian Berdasarkan hasil uji Friedman pada taraf nyata 0,,05 terhadap distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mataa jaring yang berbeda diperoleh nilai Chi-square 13,792 dengan nilai probabilitas 0,003. Hal ini berarti bahwa jaring rampus rampus dengan ukuran

91 76 mata jaring yang berbeda secara signifikan memberikan perbedaan yang nyata terhadap distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang. Uji lanjut terhadap distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dilakukan untuk menentukan jenis ukuran mata jaring rampus yang memberikan kontribusi terhadap perbedaan distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang. Uji lanjut dengan menggunakan uji perbandingan berganda (Multiple comparison) menunjukkan bahwa distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2inci vs 2,5 inci menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 0,05. Secara lebih rinci hasil uji lanjut terhadap distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda disajikan pada Tabel 14 dan Lampiran 12. Tabel 14 Hasil uji lanjut perbandingan berganda terhadap distribusi ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda pada tiap perlakuan No Perlakuan Hasil 1 MS 1,75 inci vs MS 2 inci Berbeda nyata 2 MS 1,75 inci vs MS 2,5 inci Berbeda nyata 3 MS 1,75 inci vs MS 3 inci Berbeda nyata 4 MS 2 inci vs MS 2,5 inci Berbeda nyata 5 MS 2 inci vs MS 3 inci Berbeda nyata 6 MS 2,5 inci vs MS 3 inci Tidak berbeda nyata Hubungan antara girth dan fork length Berdasarkan analisis regresi linier terhadap panjang cagak (FL) dengan girth ikan layang (Decapterus kurroides), maka diperoleh persamaan sebagai berikut: y = 0,635 x -3,098 R 2 = 0,945 r = 0,972 dimana x adalah panjang cagak (FL) dan y adalah girth ikan layang Persamaan di atas dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan panjang cagak (FL) ikan layang sebesar satu satuan akan meningkatkan keliling girth sebesar 0,635 satuan (cm). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada persamaan ini

92 77 sebesar 0,945. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara panjang cagak dengan girth ikan layang (Decapterus kurroides) sangat kuat. Sebaran data yang menunjukkan bahwa hubungan antara panjang cagak dengan girth ikan layang (Decapterus kurroides) disajikan pada Gambar 43. Girth (cm) y = 0.635x R² = r = Panjang Cagak (cm) Gambar 43 Hubungan antara panjang cagak dengan girth seluruh hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) Cara tertangkap ikan pada gillnet menurut Spere and Venema (1999) dapat dibedakan menjadi snaged, gilled, wedged dan entangled. Berdasarkan termologi tersebut maka pada penelitian ini ikan layang berdasarkan cara tertangkapnya dibedakan menjadi snaged, gilled, wedged dan entangled. Pada penelitian ini ikan yang tertangkap dengan cara entangled sebanyak 269 ekor atau 76,64 % dari total hasil tangkapan. Adapun ikan layang yang tertangkap dengan cara gilled sebanyak 27 ekor atau 7,69 % dari total hasil tangkapan, sedangkan yang tertangkap dengan cara wedged sebanyak 55 ekor atau 15,67 % dari total hasil tangkapan. Gambar cara tertangkapnya ikan pada jaring rampus selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 44. Secara detail distribusi ikan layang berdasarkan cara tertangkapnya selama penelitian disajikan pada Gambar 45.

93 78 Gambar 44 Cara tertangkapnya ikan secara entangled pada jaring rampus selama penelitian Jumlah ikan (ekor) Entangled Wedged Gilled Cara Tertangkap Gambar 45 Distribusi ikan layang berdasarkan cara tertangkapnya selama penelitian Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci memiliki jumlah total hasil tangkapan ikan layang sebanyak 40 ekor. Berdasarkan cara tertangkapnya, ikan yang tertangkap dengan cara entangled sebanyak 28 ekor atau 70 % dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci, wedged sebanyak 4 ekor atau 10 % dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci dan yang tertangkap secara gilled sebanyak 8 ekor atau 20 % dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci. Secara lebih rinci sebaran ukuran ikan yang tertangkap dan cara tertangkapnya ikan pada berbagai ukuran mata jaring rampus disajikan pada Tabel 15, Gambar 46 dan Gambar 47.

94 MS 3 inci n = MS 2,5 inci n = MS 2 inci n = MS 1,75 n = 40 inci Panjang cagak (cm) Keterangan : Entangled Wedged Gilled Frekuensi Gambar 46 Distribusi cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian

95 MS 3 inci n = MS 2,5 inci n = MS 2 inci n = MS 1,75 inci n = Girth operculum (cm) 28 0 Keterangan : Entangled Wedged Gilled Frekuensi Gambar 47 Distribusii cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda selama penelitian

96 81 Tabel 15 Jumlah ikan layang dengan cara tertangkapnya selama penelitian Ukuran mata jaring Cara tertangkap Entangled Wedged Gilled Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1,75 inci 28 70, , ,00 2 inci 70 69, , ,89 2,5 inci , ,53 7 4,35 3 inci 42 85, ,24 1 2,04 Berdasarkan uji Chi Square terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda diperoleh nilai 32,40 dengan probabilitas 0,003. Hal ini berarti bahwa perbedaan ukuran mata jaring berpengaruh sangat signifikan terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus. 5.2 Pembahasan Komposisi total hasil tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian sebanyak 529 ekor yang terdiri dari tujuh spesies. Adapun ketujuh spesies tersebut adalah ikan layang (Decapterus kurroides), biji nangka (Upeneus moluccensis), beloso (Saurida micropectoralis), simata goyang (Priacanthus tayenus), pepetek (Leiognatus equulus), sebelah (Pssettodes erumei), udang jerbung (Penaeus sp). Jumlah spesies yang tertangkap pada lokasi penelitian lebih banyak dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (1988) yang memperoleh hasil tangkapan sebanyak 5 spesies dengan menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda di Teluk Lampung, sedangkan Abidin (2000) yang juga melakukan penelitian terkait dengan studi tentang selektivitas jaring rampus di Teluk Jakarta menangkap hasil tangkapan lebih banyak dengan jumlah spesies 8 spesies. Pada saat penelitian, setting jaring rampus yang dilakukan sebanyak 15 kali, dan memperoleh hasil tangkapan yang memiliki keragaman spesies yang relatif lebih sedikit. Adapun Al Hizaz (2011) melakukan penelitian di Perairan Cisolok yang menangkap jumlah spesies lebih banyak yaitu sebanyak 9 spesies, hal ini diduga karena adanya pengaruh kondisi geografis perairan Cisolok yang berkaitan

97 82 dengan suhu perairan, salinitas, dan juga topografi di perairan Cisolok. Stergiou dan Pollard (1994) menyatakan bahwa hasil tangkapan dan keragaman hasil tangkapan ikan di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor geografis seperti kandungan nutrisi perairan, aliran air sungai ke laut, temperatur dan salinitas perairan. Perbedaan keragaman ini diduga karena adanya perbedaan lokasi penangkapan. Perbedaan jenis habitat juga berpengaruh terhadap keragaman spesies yang hidup dilokasi tersebut. Duman dan Pala (2007) juga menyatakan bahwa keragaman hasil tangkapan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh iklim dan temperatur perairan tersebut. Operasi penangkapan pada penelitian ini dilakukan pada 15 stasiun yang berbeda (Lampiran 2). Menurut nelayan setempat, ke-15 stasiun tersebut merupakan daerah penangkapan ikan terbaik. Dari kelimabelas stasiun tersebut, ada beberapa stasiun yang memiliki letak yang sama, karena nelayan setempat akan kembali ke tempat yang sama apabila mendapatkan hasil tangkapan yang banyak. Index Shannon Wiener merupakan indikator yang menunjukkan spesies yang tertangkap oleh jaring rampus dengan menggunakan kategori ukuran mata jaring yang berbeda. Apabila nilai index Shannon Wiener yang diperoleh kecil, maka berarti bahwa keragaman spesies yang tertangkap dengan kategori ukuran mata jaring tersebut relatif kecil. Semakin besar nilai index Shannon Wiener, maka keragaman spesies yang tertangkap relatif besar. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci pada penelitian ini memiliki variasi hasil tangkapan paling besar. Hal ini berarti bahwa jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci menangkap hasil tangkapan sampingan lebih besar dibanding dengan jaring rampus dengan ukuran mata jaring lainnya. Gray (2005) juga menjelaskan bahwa pada uji coba penangkapan pada gillnet dengan ukuran mata jaring 80, 89, 95, dan 100 mm diperoleh hasil bahwa mesh size terkecil yaitu mesh size 80 mm menangkap hasil tangkapan dengan variasi hasil tangkapan paling banyak. Berdasarkan uji Friedman terhadap jumlah hasil tangkapan jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda, diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,001 pada taraf nyata 0,05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring pada jaring rampus memberikan perbedaan secara nyata terhadap

98 83 jumlah hasil tangkapan jaring rampus. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 secara signifikan menangkap hasil tangkapan total hasil tangkapan selama penelitian. Faife (2003) memperoleh hasil bahwa perbedaan ukuran mata jaring memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah ikan atlantic cod (Gadus morhua) pada wilayah perairan tertentu. Begitu juga pada penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2000). Abidin (2000) menyatakan bahwa ukuran mata jaring yang berbeda pada jaring rampus berpengaruh nyata terhadap jumlah total ikan yang tertangkap. Heikinheimo, et al.(2006) menyatakan bahwa perubahan penggunaan ukuran mata jaring dari 43, 45 mm ke ukuran 50 mm akan menambah total hasil tangkapan gillnet sebanyak 21 %. Ukuran mata jaring yang berbeda juga menyebabkan perbedaan terhadap total berat kasar hasil tangkapan. Emmanuel dan Chukwu (2010) menyatakan bahwa gillnet dengan ukuran mata jaring mm dan mm menangkap total hasil tangkapan masingmasing sebesar 225,6 kg dan 386,4 kg Jumlah ikan layang (Decapterus kurroides) Hasil tangkapan utama pada penelitian ini adalah ikan layang (Decapterus kurroides) dengan jumlah 351 ekor atau 66,35 % dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan ikan layang dengan jumlah terbanyak diperoleh jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci yakni sebanyak 161 ekor atau 45,87 % dari total hasil tangkapan ikan layang sedangkan hasil tangkapan terendah diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci yakni sebanyak 40 ekor atau 11,40 % dari total hasil tangkapan ikan layang. Adapun hasil uji Friedman terhadap jumlah ikan layang yang tertangkap pada ukuran mata jaring rampus yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa perbedaan ukuran mata jaring pada jaring rampus memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah total hasil tangkapan ikan layang. Santos, et al. (2003) memperoleh hasil bahwa gillnet dengan ukuran mata jaring 70 mm menangkap jumlah ikan European hake (Merluccius merluccius) dibandingkan dengan gillnet dengan ukuran mata jaring 80 mm dan 90 mm. Walus (2001) juga menegaskan bahwa perbedaan ukuran mata jaring pada gillnet mempengaruhi jumlah hasil tangkapan. Fabi, et al. (2000) berpendapat bahwa ukuran mata jaring mempengaruhi jumlah hasil tangkapan

99 84 ikan sand steenbras (Lithognathus mormyrus), ikan annular seabream (Diplodus annularis), dan ikan red mullet (Mullus barbatus). Gillnet dengan ukuran mata jaring 45 mm menangkap ketiga spesies ikan tersebut lebih banyak dibandingkan dengan gillnet dengan ukuran mata jaring lainnya. Heikinheimo, et al. (2006) menambahkan bahwa penambahan mesh size pada gillnet menyebabkan perubahan hasil tangkapan ikan pikeperch (Sander lucioperca) sebesar 23 %. Ukuran mata jaring yang lebih kecil pada gillnet cenderung menangkap ikan dalam jumlah yang banyak karena ikan akan mudah terjerat dengan semakin kecilnya ukuran mata jaring, akan tetapi hasil tangkapan akan memiliki keragaman yang tinggi (Psuty dan Borowski, 1997). Pada penelitian ini jumlah total hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda secara signifikan menunjukkan perbedaan yang nyata (Chi-square : 28,2132 dan Probabilitas : 0,000) pada taraf nyata 0,05. Uji lanjut dengan meggunakan uji perbandingan berganda (multiple comparison) menunjukkan bahwa jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci secara signifikan juga menangkap ikan layang dengan jumlah lebih banyak dibandingkan dengan jaring rampus dengan ukuran mata jaring lainnya. Selanjutnya, Helser, et al. (1993) memperoleh hasil bahwa gillnet monofilament dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap jumlah hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan gillnet dengan ukuran mata jaring 3, 3,5, dan 4 inci. Santos, et al. (2003) menyatakan bahwa semakin kecil ukuran mata jaring pada gillnet akan menaikkan jumlah hasil tangkapan ikan, akan tetapi gillnet menjadi tidak selektif Distribusi ukuran hasil tangkapan ikan layang Panjang cagak ikan yang tertangkap selama penelitian berkisar antara cm. Adapun panjang cagak yang dominan tertangkap berkisar antara cm dengan jumlah 325 ekor. Ikan layang yang berukuran besar dengan kisaran panjang cagak cm saat tertangkap pada jaring rampus cenderung tertangkap secara terpuntal pada semua jaring rampus dengan menggunakan berbagai ukuran mata jaring. Ukuran mata jaring 1,75 inci merupakan ukuran mata jaring terkecil pada penelitian ini dibandingkan dengan ukuran mata jaring

100 85 lainnya. Holst (2000) mengatakan bahwa ukuran mata jaring merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan ukuran hasil tangkapan, semakin kecil ukuran mata jaring maka ikan yang tertangkap cenderung lebih banyak. Perbedaan ukuran mata jaring yang digunakan secara signifikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran hasil tangkapan ikan layang. Pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci ukuran ikan layang yang dominan tertangkap berada pada panjang cagak dengan kisaran cm. Adapun jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2, 2,5, dan 3 inci ukuran ikan layang yang dominan tertangkap pada masing-masing berada pada kisaran cm, cm, dan cm. Berdasarkan uji Friedman terhadap panjang cagak hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda menunjukkan nilai Asymp.Sig dengan nilai probabilitas 0,000 pada taraf nyata 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap ukuran panjang cagak ikan layang. Heikinheimo, et al. (2006) menyatakan bahwa ukuran mata jaring yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran hasil tangkapan. Park, et al. (2010) juga memperoleh hasil bahwa gillnet dengan ukuran mata jaring 6,1, 7,9, 10,1, dan 13 cm memberikan perbedaan yang nyata terhadap ukuran ikan korean flounder (Glyptocephalus stelleri). Pada penelitian ini perbedaan ukuran mata jaring mempengaruhi ukuran hasil tangkapan ikan layang. Hal ini diduga karena pada ikan layang memiliki struktur morfologi berupa dorsal fin disekeliling badan ikan yang mengakibatkan ikan layang mudah terpuntal saat tertangkap pada jaring rampus, sehingga perbedaan ukuran mata jaring dapat berakibat pada perbedaan ukuran ikan yang tertangkap. Ozekinci (2007) memperoleh hasil bahwa ukuran mata jaring berpengaruh nyata terhadap ukuran ikan european chub (Leuciscus cephalus). Struktur morfologi ikan layang dengan Leuciscus cephalus hampir mirip dimana pada keliling badan ikan memiliki sirip dorsal yang digunakan untuk berenang. Walus (2001) juga berpendapat bahwa perbedaan ukuran mata jaring mengakibatkan perbedaan yang nyata terhadap ukuran ikan cakalang, yang memiliki kondisi morfologi hampir sama dengan ikan layang, dimana ikan akan mudah terjerat pada ukuran mata jaring yang rendah.

101 86 Ikan layang yang layak tangkap pada penelitian ini berjumlah 329 ekor atau 93,73 % dari total hasil tangkapan ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus selama penelitian. Ikan layak tangkap yang dimaksud adalah ikan yang layak tangkap secara biologi, dimana ikan sudah matang gonad dengan ukuran panjang cagak mulai dari 23 cm (Nontji, 2002). Secara keseluruhan ikan layang yang tertangkap pada penelitian ini hampir semua layak tangkap. Namun jumlah ikan yang tertangkap secara keseluruhan relatif sedikit. Hal ini diduga karena penelitian dilaksanakan pada saat akhir musim puncak ikan layang di Perairan Cisolok yaitu pada bulan April Nontji (2002) mengatakan bahwa musim ikan layang dibedakan menjadi dua yaitu musim Timur dan musim Barat. Adapun pada musim Timur berlangsung mulai dari bulan Juni sampai bulan September, dan musim Barat mulai dari bulan Januari sampai bulan April. Girth operculum ikan layang yang tertangkap selama penelitian berkisar antara 3 28 cm. adapun ukuran girth operculum yang dominan tertangkap pada kisaran antara cm sebanyak 318 ekor atau 90,60 % dari total hasil tangkapan ikan layang selama penelitian. Berdasarkan uji Friedman terhadap girth operculum hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring yang berbeda menunjukkan nilai Asymp.Sig dengan nilai probabilitas 0,003 pada taraf nyata 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap ukuran girth operculum ikan layang. Reis dan Pawson (1998) menyebutkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring pada gillnet memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran girth empat spesies ikan yang berbeda yakni ikan whitemouth croaker (Micropogonias furnieri), southern kingcroaker (Menticirrhus americanus), Mugil platanus, dan argentine menhaden (Brevoortia pectinata). Menurut Spare and Venema (1999) cara tertangkap ikan pada gillnet dapat dibedakan menjadi snaged, gilled, wedged dan entangled. Pada penelitian ini ikan layang yang tertangkap secara entangled lebih dominan dibandingkan yang tertangkap dengan cara lain yaitu sebanyak 269 ekor, sedangkan yang tertangkap dengan cara wedged sebanyak 55 ekor dan yang tertangkap secara gilled sebanyak 27 ekor dari total hasil tangkapan. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci menangkap ikan layang dengan cara terpuntal (entangled) lebih banyak

102 87 dibandingkan dengan jaring rampus dengan ukuran mata jaring lainnya. Hal ini diduga karena beberapa faktor, yakni Rosmiyanti (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikan tertangkap secara terpuntal karena diduga ikan yang tertangkap memiliki tingkah laku yang apabila terhadang atau terjerat oleh jaring maka ikan akan semakin terus berusaha untuk menerobos jaring sehingga tubuhnya akan semakin terpuntal, dan faktor lainnya yaitu ketegangan rentangan jaring yang tidak terlalu tegang, sehingga pada saat terdorong oleh arus ataupun ikan yang berusaha untuk menerobos, maka jaring akan membentuk kantong. Ikan yang tertangkap dengan cara terjerat akan memiliki perbandingan yang tetap antara ukuran mata jaring gillnet dengan ukuran ikan. Apabila ukuran ikan bertambah sebesar konstanta k maka ukuran mata jaring yang diperlukan untuk dapat menangkap ikan tersebut juga bertambah sebesar konstanta k (Baranov, 1976) diacu dalam Samaranayaka, 1997). Sebaliknya ikan yang tertangkap dengan cara terpuntal seringkali tidak memiliki perbandingan yang tetap antara ukuran mata jaring dengan ukuran ikan yang tertangkap. Gambar 47 Cara tertangkap ikan layang secara entangled Berdasarkan uji Chi Square terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda diperoleh nilai 32,40 dengan probabilitas 0,003. Hal ini berarti bahwa perbedaan ukuran mata jaring berpengaruh sangat signifikan terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus. Rosmiyanti (2002) memperoleh hasil bahwa perbedaan ukuran mata jaring mempengaruhi secara nyata terhadap cara tertangkapnya ikan.

103 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Komposisi spesies hasil tangkapan pada semua ukuran mata jaring didominasi oleh ikan layang (Decapterus kurroides). Berdasarkan indeks Shannon Wiener, jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inci memiliki nilai terbesar dengan nilai 1,4725, sedangkan nilai indeks terkecil diperoleh pada jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 dengan nilai 0, Perbedaan ukuran mata jaring rampus berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah ikan layang yang tertangkap. Jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci secara signifikan menangkap ikan layang dengan jumlah paling banyak. 3. Penggunaan ukuran mata jaring rampus yang berbeda secara signifikan memberikan perbedaan ukuran ikan layang yang tertangkap. 4. Penggunaan mata jaring rampus yang berbeda memberikan pengaruh yang signifikan terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus. 6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian maka penulis menyarankan agar : 1. Nelayan disarankan menggunakan jaring rampus dengan ukuran mata jaring 2,5 inci untuk mempeoleh hasil tangkapan yang banyak dan layak tangkap dibanding dengan ukuran mata jaring lainnya; dan 2. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan kombinasi faktor warna jaring dan ketebalan benang jaring terhadap hasil tangkapan ikan layang.

104 DAFTAR PUSTAKA Abidin Z Studi tentang selektivitas jaring rampus terhadap ikan kembung (Rastrelliger spp) di Teluk Jakarta [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 76 hal. Al Hizaz AZ Perbedaan Hanging Ratio Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu. Atmadja SB Suatu Studi tentang Beberapa Faktor yang Perlu Dipertahankan dalam Menata Drift Gill Net [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Ayodhyoa AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 97 hal. Badrudin Dinamika Sumberdaya Ikan, Makalah Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Ikan (tidak dipublikasikan). Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP. Baranov FI Selected Works on Fishing Gear. Vol. 1: Commercial Fishing Techiques. Jerusalem: Keter Publishing. Bleeker.1855.Fishbase.us. sname=decapterus&speciesname=kurroides. [18 Juni 2011]. Carlson JK. and E Cortés Gillnet selectivity of small coastal sharks off the southeastern United States. Fisheries Research. No.60: Dharmayanti S Evaluasi Beberapa Faktor Oseanografi dan Musim terhadap Hasil Tangkapan di Palabuhan Ratu. Laporan Praktek Lapang (tidak dipublikasikan). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Informasi Teknologi Rawai Dasar Kakap dan Jaring Rampus (Multipurpose bottom longline and gillnet). Jakarta: Departemen Pertanian. 15 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Potensi dan Analisa Usaha Kelautan dan Perikanan. Sukabumi: Dinas Kelautan dan Perikanan. Dincer AC and M Bahar Multifilament gillnet selectivity for the Red Mullet (Mullus barbatus) in the Eastern Black Sea Coast of Turkey, Trabzon. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. No.8:

105 90 Djamali A, Sudibyo dan S Martosewojo Penelaahan Biologi Ikan Layang (Dekapterus kurroides) Bleeker dari Perairan Sekitar Palabuhan Ratu dan Labuhan. [Makalah]. Bandung. Duman E, M Pala Effect of Water Temperature on the Selectivity of Monofilament Gill Nets (PA). Pakistan Journal of Biological Science. Vol 10 (11): Effendi MI Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Emmanuel BE and Chukwu LO Evaluating the selective performance of gillnet used in a tropical low brackish lagoon south-western, Nigeria. Journal of American Science. No.6: 1 FAO Species Identification Sheets for Fishery Purpose,Volume I Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Fabi G, M Sbrana, F Biagi, I Leonori, P Santor Trammel net and Gillnet Selectivity for Lithognathus mormyrus (L., 1758), Diplodus annularis (L., 1758) and Mullus barbatus (L., 1758) in the Adratic and Ligurian seas. Fisheries Research. No. 54: Faife JR Effect of Mesh Size and Twine Type on Gillnet Selectivity of Cod (Gadus morhua) in Icelandic Coastal Waters. Institute for the Development of Small-Scale Fisheries (IDPPE), Marine research institute. Firmansyah Suatu Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Jaring Rampus dengan Ukuran Mata Jaring yang Berbeda di Teluk Lampung, Propinsi Lampung. [Karya Ilmiah]. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 78 hal. Fridman A Perhitungan dalam Merancang Alat Penangkap Ikan. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. 304 hal. Fyson J Design of Small Fishing Vessel. England: Fishing News Book Ltd. 320 hal. Gray CA, DD Johnson, MK Broadhurst, DJ Young Seasonal, spatial and gear-related influences on relationships between retained and discarded catches in a multi-species gillnet fishery. Fisheries Research. No. 75: Hamley JM Review of Gillnet Selectivity. J. Fish. Res. Board Can. 32(11): Heikinheimo O, J Setälä, K Saarni, and J Raitaniemi Impacts of Mesh-Size Regulation of Gillnet on the Pikeperch Fisheries in the Archipelago Sea, Finland. Fisheries Research. No. 77:

106 91 Helser TE, JP Geaghan, and RE Condrey Estimating Size Composition and Associated Variances of a Population from Gillnet Selectivity, With an Example for Spotted Seatrout (Cynoscion nebulosus). Fisheries Research. No. 19: Hendrotomo M Studi dan Analisis Hasil Tangkapan dengan Menggunakan Umpan yang Berbeda pada Cucut (Hiu) Permukaan di Pelabuhan Ratu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Holst R Manual For Gillnet Selectivity.DK : IPIMAR/P Iskandar MD Penuntun Praktikum Teknologi Alat Penangkapan Ikan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Karlsen L and BA Bjarnasson Small-scale fishing with driftnets. FAO. Fish. Tech. Pap. (284): 64p. Manalu M Kajian Output yang Dihasilkan Operasi Unit Penangkapan Jaring Kejer di Teluk Banten [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor hal. Martasuganda S, Matsuoka and Kawamura Effect of Hang-in Ratio on Size- Selectivity of Gillnet. Nippon Suisan Gakkaishi, 66: Martasuganda S Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan: Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Miranti Perikanan Gillnet di Palabuhanratu [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 8-9 hal. Mori K Gillnet Fishery in Japan. Misaki Internasional Fishery Training Center Overseas Technical Cooperation Agency. 65 p. Najamuddin Modul of Fishing Gear Design. Faculty of Marine Science and Fisheries, Hasanuddin University, Makassar. Unpublished. Nomura M dan T Yamazaki Fishing Technique 1. Tokyo: Japan Internasional Coorporation agancy. 206 p. Nontji A Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Nuraini T, M Imron, Darmawan, M Sulaeman, A Purbayanto, SH Wisudo, BH Iskandar, W Mawardi, dan JL Gaol Analisis Musim Penangkapan Ikan Tuna di Pantai Selatan Jawa. Laporan Akhir Penelitian (tidak dipublikasikan). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 1-8 hal.

107 92 Ozekinci U, U Altinagac, A Ayaz, O Cengiz, H Ayyildiz, H Kaya, and D Odabasi Monofilament Gillnet Selectivity Parameters for European Chub (Leuciscus cephalus L. 1758) in Atikhisar Reservoir, Canakkale, Turkey. Pakistan Journal of Biological Sciences. No. 10: Park HH, RB Millar, BS Bae, HC An, YY Chun, JH Yang, and SC Yoon Size Selectivity of Korean flounder (Glyptocephalus stelleri) by Gillnets and Trammel nets Using an Extension of Select for Experiments with Differing Mesh Sizes. Fisheries Research. No. 107: Pascoe S Bycatch Management and the Economic of Discarding. Rome: FAO Fisheries Tecnical Paper No hal. Prasetyo AP Kekuatan Putus (Breaking Streangth) Benang dan Jaring PA Multifilamen pada Penyimpanan di Ruang Terbuka dan Tertutup [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6-7 hal. Psuty I and WI Borowski The Selectivity of Gill Nets of Bream (Abramis brama L.) Fished in the Polish Part of the Vistuala Lagoon. Fisheries Research. No. 32: Purbayanto A Perikanan Trammel net, Analisis selektivitas dan fisiologi tingkah laku ikan untuk kepentingan pengelolaannya. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rahman DM Desain dan Kontruksi Kapal Gillnet Harapan Baru di Galangan Kapal Pulau Tidung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6-7 hal. Reis EG and MG Pawson Fish Morphology and Estimating Selectivity by Gillnets. Fisheries Research. No. 39: Rosmiyanti T Cara Tertangkapnya Ikan dalam Hubungannya dengan Selektivitas Trammel Net. [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 109 hal. Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipt. 245 hal. Samaranayaka A, A Engas and T Jorgensen Effecs of Hanging Ratio and Fishing Depth on the Catch Rates of Drifting Tuna Gillnets in Sri Lanka Waters. Fisheries Research: 29, 1-12.

108 93 Santos MN, M Gaspar, CC Monteiro, and K Erzini Gill net selectivity for European hake Merluccius merluccius from southern Portugal: implications for fishery management. Fisheries Science. No. 69: Soeprijono P dan Hartoyo Serat-serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil. 394 hal. Solihin I Pengaruh Perbedaan Tinggi Jaring Kejer terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Portunnus sp) di Perairan Bondet Kabupaten Cirebon [Skrispsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Spare P and SC Venema Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1- Manual. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 438 hal. Stergiou KI and Pollard A Spatial Analysis of the Commercial Fisheries Catches from the Greek Aegear Sea. Fisheires Research. Vol 20. P Subani W dan HR Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50. Jakarta: Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut. 245 hal. Suwanda RH Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tongkol Secara Berkelanjutan (Kasus Ikan yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat). [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 108 hal. Uktolseja JCN Survey Samudera Indonesia. Laporan Penelitian Perikanan Laut. No 21. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. Hal Undang-Undang Nomor tentang Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal. 35 hal. Walus S Studi Selektivitas Jaring Insang Hanyut terhadap Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Palabuhanratu. [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 58 hal. Wyrtki K Physical Oseanography of the Southest Asian Water, Naga Report. La Jolla: The University of California. Vol p. Zamil NN Sebaran Hasil Tangkapan Jaring Rampus Berdasarkan Ketinggian dan Lembar Jaring [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor hal.

109 L A M P I R A N

110 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 94

111 Lampiran 2. Peta Stasiun Pengambilan Data Hasil Tangkapan 95

112 96 Lampiran 3. Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian 1. Jaring rampus 2. Coban 3. Kapal jaring rampus 4. Penggaris dan cutter 5. GPS

113 97 Lanjutan Lampiran 3 6. Papan Ukur 7. Kamera 8. Alat tulis

114 98 Lampiran 4. Hasil tangkapan jaring rampus selama penelitian Nama Gambar Nama lokal : Layang Nama internasional : Redtail scad Nama latin : Decapterus kurroides Nama lokal : Biji nangka Nama internasional : Goldband goatfish Nama latin : Upeneus moluccensis Nama lokal : Beloso Nama internasional : Shortfin lizardfish Nama latin : Saurida micropectoralis Nama lokal : Swanggi Nama internasional : Purple-spotted bigeye Nama latin : Priacanthus tayenus Nama lokal : Pepetek Nama internasional : Common ponyfish Nama latin : Leiognatus equulus Nama lokal : Sebelah Nama internasional : Indian halibut Nama latin : Psettodes erumei Nama lokal : Udang jerbung Nama internasional : Banana prawn Nama latin : Penaeus sp

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Bleeker (1985).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Bleeker (1985). 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Layang (Decapterus kurroides) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan layang Menurut Bleeker (1855) diacu dalam Saanin (1984), ikan layang dapat diklasifikasikan sebagai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di bulan Maret hingga bulan April 011. Penelitian ini meliputi pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

PERBEDAAN HANGING RATIO JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU

PERBEDAAN HANGING RATIO JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU PERBEDAAN HANGING RATIO JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU ADE ZAMIL AL HIZAZ MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 23 3 METODE NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bulan Maret hingga bulan April tahun 2011. Penelitian ini meliputi: pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

VARIASI JUMLAH DAN JENIS HASIL TANGKAPAN JARING RAMPUS PADA UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

VARIASI JUMLAH DAN JENIS HASIL TANGKAPAN JARING RAMPUS PADA UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA MASPARI JOURNAL JANUARI 2016, 8(1):49-58 VARIASI JUMLAH DAN JENIS HASIL TANGKAPAN JARING RAMPUS PADA UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA VARIANCE OF CATCH NUMBER AND SPECIES CAUGHT

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI PENGARUH PERBEDAAN MESH SIZE JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGANN (Portunus pelagicus) DI TELUK JAKARTA, MUARA ANGKE ROSYIDDIN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan merupakan sarana untuk mengangkut nelayan beserta alat tangkap ke daerah penangkapan ikan. Kapal yang biasa

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis TINJAUAN PUSTAKA Unit Penangkapan Ikan Jaring insang Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk menjadi empat persegi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI RURI PERWITA SARI 090302004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

HASAN BASRI PROGRAM STUDI

HASAN BASRI PROGRAM STUDI PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP TAMPILAN GILLNET : UJI COBA DI FLUME TANK HASAN BASRI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP KOMPOSISI DAN KERAGAMAN HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO

PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP KOMPOSISI DAN KERAGAMAN HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP KOMPOSISI DAN KERAGAMAN HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PERAIRAN SAMPANG MADURA Guntur 1, Fuad 1, Abdul Rahem Faqih 1 1 Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 32 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-batas Administrasi Kecamatan Cisolok Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok berada di Desa Cikahuripan Kecamatan Cisolok. Kecamatan Cisolok merupakan kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PINTA PURBOWATI 141211133014 MINAT TIHP FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Perikanan Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan Fishing Methods: Gillnetting By. Ledhyane Ika Harlyan Tujuan Instruksional Khusus (Semoga) Mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan macam-macam gillnet 2. Teknis tertangkapnya ikan dengan menggunakan gillnet 3.

Lebih terperinci

KERAMAHAN GILLNET MILLENIUM INDRAMAYU TERHADAP LINGKUNGAN: ANALISIS HASIL TANGKAPAN

KERAMAHAN GILLNET MILLENIUM INDRAMAYU TERHADAP LINGKUNGAN: ANALISIS HASIL TANGKAPAN 28 KERAMAHAN GILLNET MILLENIUM INDRAMAYU TERHADAP LINGKUNGAN: ANALISIS HASIL TANGKAPAN DIMAS RAMDHAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil

Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil The Analysis on Fish Catches of Gillnet in Kuala Baru of Aceh Singkil Regency Nelci Sylvia 1*, Chaliluddin Marwan 1, Ratna Mutia

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI

STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 217 STUDI PERUBAHAN PANJANG

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

Rancang Bangun Jaring Insang Ikan Terbang di Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan *)

Rancang Bangun Jaring Insang Ikan Terbang di Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan *) 1 Rancang Bangun Jaring Insang Ikan Terbang di Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan *) Najamuddin 1), Mahfud Palo 2) dan Ahmad Affandy 3). 1) dan 2) Staf pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Lebih terperinci

STUDI TENTANG BIOLOGI REPRODUKSI BEBERAPA SPESIES IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT BANDA

STUDI TENTANG BIOLOGI REPRODUKSI BEBERAPA SPESIES IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT BANDA ABSTRAK BAWAL Vol.3 (5) Agustus 2011 : 337-344 STUDI TENTANG BIOLOGI REPRODUKSI BEBERAPA SPESIES IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT BANDA Achmad Zamroni dan Suwarso Peneliti pada Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut Jaring insang hanyut adalah salah satu bentuk umum dari jenis jaring insang dan merupakan metode penangkapan ikan tertua dan sederhana. Ikan tertangkap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun KATA PENGANTAR Buku materi penyuluhan teknologi penangkapan ikan merupakan informasi yang memuat gambaran umum, klasifikasi, rancang bangun, metode pengoperasian, daerah penangkapan, tingkah laku ikan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Sifat Jaring. Raharjo (1978) yang diacu oleh Robinson (1981) menyebutkan bahwa selama

2. TINJAUAN PUSTAKA Sifat Jaring. Raharjo (1978) yang diacu oleh Robinson (1981) menyebutkan bahwa selama 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Jaring Material yang digunakan untuk membentuk alat penangkapan ikan menghendaki persyaratan tertentu. Selwuh persyaratan ini sebaiknya diketahui, apalagi setiap material

Lebih terperinci

UKURAN MATA DAN SHORTENING YANG SESUAI UNTUK JARING INSANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN TUAL

UKURAN MATA DAN SHORTENING YANG SESUAI UNTUK JARING INSANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN TUAL Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, 2, November 2012 Hal: 141-147 UKURAN MATA DAN SHORTENING YANG SESUAI UNTUK JARING INSANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN TUAL (Appropriate of Mesh Size and Shortening

Lebih terperinci

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel. JARING TRAMMEL Trammel net (Jaring trammel) merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan terutama sejak pukat harimau dilarang penggunaannya. Di kalangan nelayan, trammel

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT PENANGKAPAN JARING INSANG SATU LEMBAR (GILLNET) DAN TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET) DI PERAIRAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI IKHWANUL CHAIR NAWAR 090302056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 89-102 SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI Oleh: Himelda 1*, Eko Sri Wiyono

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet

6 PEMBAHASAN 6.1 Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet 114 6 PEMBAHASAN 6.1 Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet Berdasarkan hasil penelitian pada Bab 5, leadernet berwarna kuning lebih efektif daripada leadernet berwarna hijau dalam menggiring ikan.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan Fishing Methods: Gillnetting By. Ledhyane Ika Harlyan Tujuan Instruksional Khusus (Semoga) Mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan macam-macam gillnet 2. Teknis tertangkapnya ikan dengan menggunakan gillnet 3.

Lebih terperinci

Aspek reproduksi ikan banyar, Rastrelliger kanagurta (Cuv. 1817) di perairan utara Aceh

Aspek reproduksi ikan banyar, Rastrelliger kanagurta (Cuv. 1817) di perairan utara Aceh Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):47-53 Aspek reproduksi ikan banyar, Rastrelliger kanagurta (Cuv. 1817) di perairan utara Aceh [Reproductive aspect of indian mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuv. 1817)

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS ALAT TANGKAP JARING KURAU YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PERAIRAN KABUPATEN BENGKALIS

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS ALAT TANGKAP JARING KURAU YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PERAIRAN KABUPATEN BENGKALIS Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2013, hlm 32 39 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.2 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS ALAT TANGKAP JARING KURAU YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PERAIRAN KABUPATEN BENGKALIS ISNANIAH 1), IRWANDY

Lebih terperinci

STUDI RANCANG BANGUN JARING INSANG DASAR (BOTTOM GILLNET) DI PERAIRAN DESA SANJAI KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

STUDI RANCANG BANGUN JARING INSANG DASAR (BOTTOM GILLNET) DI PERAIRAN DESA SANJAI KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN STUDI RANCANG BANGUN JARING INSANG DASAR (BOTTOM GILLNET) DI PERAIRAN DESA SANJAI KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN SKRIPSI UMRIANI L231 13 511 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

DESIGN AND CONSTRUCTION OF GILLNET IN THE VILLAGE NIPAH PANJANG 2 SUBDISTRICT OF NIPAH PANJANG TANJUNG JABUNG TIMUR REGENCY PROVINCE OF JAMBI

DESIGN AND CONSTRUCTION OF GILLNET IN THE VILLAGE NIPAH PANJANG 2 SUBDISTRICT OF NIPAH PANJANG TANJUNG JABUNG TIMUR REGENCY PROVINCE OF JAMBI DESIGN AND CONSTRUCTION OF GILLNET IN THE VILLAGE NIPAH PANJANG 2 SUBDISTRICT OF NIPAH PANJANG TANJUNG JABUNG TIMUR REGENCY PROVINCE OF JAMBI By : ; ; 3) Email : Taufiqurrahman.j@student.unri.ac.id ABSTRACT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

EFISIENSI PENANGKAPAN JARING INSANG LINGKAR DENGAN UKURAN MATA JARING DAN NILAI PENGERUTAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PESISIR NEGERI WAAI

EFISIENSI PENANGKAPAN JARING INSANG LINGKAR DENGAN UKURAN MATA JARING DAN NILAI PENGERUTAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PESISIR NEGERI WAAI EFISIENSI PENANGKAPAN JARING INSANG LINGKAR DENGAN UKURAN MATA JARING DAN NILAI PENGERUTAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PESISIR NEGERI WAAI Stylia Johannes 1, Hans Matakupan 2, Delly D Paulina Matrutty 2*

Lebih terperinci

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian Hand line: Pancing ulur merupakan suatu alat penangkap ikan yang terdiri dari seutas tali dengan mata pancing berbentuk seperti jangkar. Pada mata pancing diikatkan umpan. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi tiga lapis (trammel net ) induk udang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Error! Bookmark not defined. Prakata...ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci