PERBEDAAN HANGING RATIO JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN HANGING RATIO JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU"

Transkripsi

1 PERBEDAAN HANGING RATIO JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU ADE ZAMIL AL HIZAZ MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK ADE ZAMIL AL HIZAZ, Perbedaan Hanging Ratio Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu. Dibimbing oleh MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR dan GONDO PUSPITO. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi hasil tangkapan jaring rampus yang diperoleh selama penelitian, menentukan jumlah dan ukuran serta cara tertangkap ikan layang (Decapterus kurroides) dengan menggunakan jaring rampus pada hanging ratio yang berbeda. Jaring rampus yang dioperasikan menggunakan hanging ratio 0,45, 0,57, dan 0,65 masing-masing sebanyak 2 lembar. Susunan jaring rampus sewaktu dioperasikan berselang-seling. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang yang sama pada ikan untuk tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda. Keragaman spesies diuji menggunakan uji Shannon Wiener, sedangkan jumlah hasil tangkapan, ukuran panjang cagak dan cara tertangkap ikan layang diuji dengan ANOVA dan BNT. Jumlah ikan hasil tangkapan selama penelitian sebanyak 351 ekor yang terdiri atas 9 spesies. Jumlah ikan yang menjadi tangkapan dominan adalah layang (Decapterus kurroides) sebanyak 209 ekor (59,45%). Berdasarkan perbedaan hanging ratio pada jaring rampus, ikan layang banyak tertangkap pada hanging ratio 0,45 sebanyak 95 ekor (45,46%). Ikan layang umumnya tertangkap secara entangled dengan jumlah mencapai 152 ekor (72,73%). Rinciannya adalah pada hanging ratio 0,45 sebanyak 74 ekor (48,68%), hanging ratio 0,57 sebanyak 35 ekor (22,00%), dan hanging ratio 0.65 sebanyak 43 ekor (27,32%). Kata kunci : Hanging ratio, jaring rampus, hasil tangkapan, ikan layang, Perairan Cisolok

3 Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk tanpa seizin IPB.

4 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perbedaan Hanging Ratio Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Ade Zamil Al Hizaz

5 PERBEDAAN HANGING RATIO JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU ADE ZAMIL AL HIZAZ C Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi Nama : Ade Zamil Al Hizaz NRP : C Mayor Program Studi : Perbedaan Hanging Ratio Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Disetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Ir.Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc NIP NIP Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP Tanggal Lulus : 11 November 2011

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meemperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Adapun judul skripsi ini adalah Perbedaan Hanging Ratio Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1) Bapak Ir. M Dahri Iskandar, M.Si sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini; 2) Kedua orangtua, Bapak BS. Bukhori, S.Ag dan Ibu AS. Rohanah yang setiap saat mendoakan dan memberikan yang terbaik. Kedua kakakku, Duddy Arisyandi, SH dan Ade Irma Mariawati, SPd atas doa dan dukungannya; 3) Bapak Peni selaku nelayan dan keluarga yang telah banyak membantu dalam penelitian ini; 4) Teman-teman PSP 44 yang telah berjuang bersama dalam kurun waktu empat tahun ini, khususnya BAGAN PSP 44 dan Ryan Pratama yang menemani dalam penelitian dan proses penulisan skripsi ini; dan 5) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang memerlukannya. Bogor, Juni 2011 Ade Zamil Al Hizaz

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 21 Juli 1988 dari pasangan BS. Bukhori, S.Ag dan AS. Rohanah. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Cisolok tahun 2007, penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Teknologi Alat Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis mendapatkan beasiswa Perkumpulan Orangtua Mahasiswa (POM) tahun Selain itu pada tahun 2011 mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Penulis juga aktif dalam organisasi seperti Badan Ekskekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB IPB) sebagai kepala Departemen Sosial Kesejahteraan Mahasiswa pada tahun ajaran 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) sebagai staf Divisi Penelitian dan Pengembangan Keprofesian pada tahun ajaran 2008/2009 dan kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan Keprofesian pada tahun ajaran 2009/2010. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Perbedaan Hanging Ratio Jaring Rampus terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus kurroides) di Perairan Cisolok, Palabuhanratu.

9 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Layang (Decapterus kurroides) Klasifikasi dan morfologi ikan layang Biologi Habitat Sebaran Musim dan daerah penangkapan ikan Jaring Rampus Klasifikasi dan deskripsi Konstruksi jaring rampus Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan ikan dengan gillnet Metode pengoperasian Musim dan daerah pengoperasian jaring rampus Hasil tangkapan Kapal Nelayan METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat Penelitian Metode Pengambilan Data Jaring rampus yang digunakan Pengukuran hasil tangkapan Rancangan Percobaan Analisis Data... 29

10 ii 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-batas Administrasi Kecamatan Cisolok Letak dan Keadaan Geografis Unit Penangkapan Ikan Perahu Alat tangkap Nelayan Produksi Nilai Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Komposisi hasil tangkapan total Jumlah hasil tangkapan total jaring rampus per trip Keragaman spesies hasil tangkapan Jumlah hasil tangkapan ikan layang Distribusi ukuran hasil tangkapan ikan layang Pembahasan Komposisi hasil tangkapan total Jumlah hasil tangkapan ikan layang Distribusi ukuran hasil tangkapan ikan layang KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 92

11 iii DAFTAR TABEL Halaman 1 Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) di lapangan Skala tingkat kematangan gonad ikan Spesifikasi jaring rampus yang digunakan pada penelitian Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor tahun /unit Jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi Jumlah nelayan PPN Palabuhanratu tahun Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah hasil tangkapan pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda Hasil uji BNT terhadap ukuran panjang cagak ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda... 73

12 iv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Beberapa ukuran mata jaring dengan nilai hanging ratio berbeda Lay out jaring rampus yang digunakan pada penelitian Desain dan konstruksi jaring rampus dengan hanging ratio 0, Pemasangan jaring rampus ketika dioperasikan di perairan Panjang kerapas pada udang Panjang total dan panjang cagak pada ikan Cara tertangkap ikan pada jaring Alat tangkap payang yang di operasikan di Cisolok Konstruksi payang Sayap payang yang dioperasikan di Cisolok Pelampung payang yang dioperasikan di Cisolok Tali selambar payang yang dioperasikan di Cisolok Perahu payang yang dioperasikan di Cisolok Penarikan jaring payang yang dioperasikan di Cisolok Pancing rawai layur yang dioperasikan di Cisolok Konstruksi pancing rawai layur Penggulung pancing rawai layur yang dioperasikan di Cisolok Kapal pancing rawai layur yang dioperasikan di Cisolok Desain jaring rampus Konstruksi jaring rampus Badan jaring rampus yang digunakan di Cisolok Pelampung jaring rampus yang dioperasikan di Cisolok Pemberat jaring rampus yang digunakan di Cisolok Tali ris jaring rampus yang digunakan di Cisolok Perahu jaring rampus yang digunakan di Cisolok Persiapan perahu jaring rampus menuju fishing ground di Perairan Cisolok Pemasangan jaring rampus pada saat operasi penangkapan di Perairan Cisolok... 53

13 v 28 Proses nelayan menunggu perendaman jaring rampus di Perairan Cisolok Penarikan jaring rampus di Perairan Cisolok Persentase komposisi jenis dan total hasil tangkapan jaring rampus selama penelitian Persentase jumlah hasil tangkapan ikan layang dan ikan sampingan jaring rampus selama penelitian Persentase jumlah ikan layang pada jaring rampus berdasarkan perbedaan hanging ratio dari total hasil tangkapan Jumlah hasil tangkapan total dan rata-rata hasil tangkapan jaring rampus per trip selama penelitian Jumlah hasil tangkapan total jaring rampus berdasarkan hanging ratio yang berbeda per trip selama penelitian Komposisi hasil tangkapan total jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio yang berbeda Persentase jumlah hasil tangkapan ikan layang berdasarkan perbedaan hanging ratio Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang tiap jaring rampus per trip Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda per trip selama penelitian Distribusi total panjang cagak ikan layang yang tertangkap selama penelitian Distribusi panjang cagak ikan layang hasil tangkapan jaring rampus dengan hanging ratio berbeda Distribusi total girth operculum ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio berbeda selama penelitian Ditribusi girth operculum ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio berbeda selama penelitian Distribusi total cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus selama penelitian Distribusi cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda selama penelitian Ikan layang tertangkap secara engtangled pada penelitian... 85

14 vi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lokasi penelitian Peralatan yang digunakan untuk penelitian Nama ikan yang tertangkan pada jaring rampus selama penelitian berdasarkan hanging ratio Jumlah ikan hasil tangkapan per trip pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda Jumlah dan jenis spesies ikan yang tertangkap pada jaring rampus dengan perbedaan hanging ratio selama penelitian Hasil perhitungan nilai Index Shannon Wiener

15 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layang merupakan salah satu komoditas sumberdaya ikan unggulan yang didaratkan di Cisolok. Ikan layang termasuk ikan demersal yang hidup secara bergerombol di perairan. Alat tangkap yang dominan untuk menangkap ikan layang adalah jaring rampus. Jaring rampus adalah lembaran jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dipasang di perairan untuk menangkap ikan layang dan berbagai jenis ikan dasar lainnya. Jaring rampus, menurut Brandt (1984), di klasifikasikan ke dalam jenis bottom gillnet. Jaring rampus yang digunakan untuk menangkap ikan layang mempunyai mesh size 2 inchi dan hanging ratio 0,57. Berdasarkan pengamatan, jaring rampus banyak menangkap ikan dengan cara terpuntal. Apabila alat tangkap banyak menangkap ikan dengan cara terpuntal, maka fungsi mata jaring sebagai penjerat tidak dapat berfungsi dengan baik. Ikan-ikan yang berukuran lebih besar maupun lebih kecil dari mata jaring dapat tertangkap pada gillnet tersebut tanpa harus melakukan proses penetrasi ke dalam mata jaring. Salah satu daerah penangkapan ikan dengan gillnet adalah Cisolok. Nelayan di daerah ini menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0,57. Penentuan hanging ratio ini hanya berdasarkan pada kebiasaan. Hanging ratio yang lebih kecil akan mengakibatkan bukaan mata jaring menjadi semakin rendah dengan tingkat kekenduran yang semakin tinggi. Adapun hanging ratio yang semakin tinggi mengakibatkan bukaan mata jaring yang semakin lebar. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hamley, 1976; Duman et al., (2006) dan Ayaz et al., (2010) menyatakan bahwa hanging ratio berpengaruh terhadap jumlah tangkapan yang diperoleh. Oleh karena itu, hanging ratio yang paling optimum untuk menangkap ikan layang perlu diketahui. Beberapa penelitian mengenai hanging ratio telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia maupun di luar negeri. Beberapa peneliti di Indonesia yang meneliti mengenai hanging ratio. Setiawan (2004) yang mengkaji mengenai perbedaan hang-in ratio 0,40, 0,46 dan 0,52 pada jaring kejer terhadap hasil

16 2 tangkapan di perairan Bondet kabupaten Cirebon. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan hang in ratio 0,40, 0,46 dan 0,52 pada jaring kejer tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan rajungan. Radianto (1992) mengkaji mengenai pengaruh hanging ratio trammel net terhadap hasil tangkapan udang di Perairan Cirebon. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan hanging ratio memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan udang. Beberapa peneliti asing juga banyak yang meneliti mengenai hanging ratio. Samaranayaka (1997) dengan judul penelitian effects of hanging ratio and fishing depth on the catch rates of drifting tuna gillnet in Sri Lanka waters. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hanging ratio yang berbeda berpengaruh nyata pada ukuran hasil tangkapan. Ayaz et, al. (2010) juga meneliti mengenai effetcts of hanging ratio on gillnet selectivity for annular sea bream (Diplodus annularis) in the Northern Aegean sea, Turkey. Hasil yang diperoleh menunjukkan hanging ratio tidak berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan, dan hanging ratio yang rendah akan mengakibatkan ikan tertangkap secara entangle. Duman et al., (2006) mengenai Selection of Efficience Hanging ratios of Gillnet on Fish Catch in Lake Kainji, Nigeria. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda. Hanging ratio yang lebih baik adalah 0,5 diikuti 0,4. Kenyataan terdahulu bahwa hanging ratio berpengaruh terhadap hasil tangkapan gillnet, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan hanging ratio terhadap hasil tangkapan jaring rampus di Perairan Cisolok. Nelayan di Perairan Cisolok saat ini menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0,57. Oleh karenanya pada penelitian ini penulis bermaksud melakukan penambahan dan pengurangan terhadap hanging ratio standar yang selama ini digunakan oleh nelayan di Perairan Cisolok dan menganalisis pengaruhnya terhadap hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus.

17 3 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menentukan komposisi hasil tangkapan jaring rampus yang diperoleh selama penelitian; 2) Menentukan jumlah hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) dengan menggunakan jaring rampus pada hanging ratio yang berbeda; dan 3) Menentukan perbedaan cara tertangkap ikan layang (Decapterus kurroides) pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda. 1.3 Manfaat Manfaat penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan layang dengan menggunakan jaring rampus di perairan Cisolok.

18 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Layang (Decapterus kurroides) Klasifikasi dan morfologi ikan layang Menurut Bleeker (1855) diacu dalam Saanin (1984), ikan layang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Super Kelas : Pisces Kelas : Actinopterygii Sub Kelas : Teleostei Ordo : Perciformes Famili : Carangidae Genus : Decapterus Spesies : Decapterus kurroides Sumber: Bleeker (1985). Ikan layang (Decapterus kurroides) memiliki ciri morfologi sebagai berikut, ikan layang memiliki panjang total (TL) sekitar 45 cm, dan panjang cagak (FL) sekitar 30 cm. Ikan layang memiliki ciri khas yaitu sirip ekor (caudal) yang berwarna merah, sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat gurat sisi (lateral line) (Nontji, 2002). Ikan layang hidup di perairan lepas, dan ikan ini biasa memakan plankton-plankton kecil. Decapterus kurroides memiliki ciri morfologi sebagai berikut, ikan ini memiliki dua sirip punggung (dorsal), dorsal 1 memiliki 8 jari-jari keras dan dorsal 2 memiliki 1 jari-jari keras dan jari-jari lemah. Sirip dubur (anal) memiliki 3 jari-jari keras dan jari-jari lemah. Tubuhnya memiliki warna hijau kebiruan di daerah atas dan

19 5 keperakan di daerah bawah, operculum memiliki bintik-bintik hitam kecil. Insang dilindungi oleh membran halus Biologi Dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan-perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui ikan-ikan yang melakukan reproduksi dan yang tidak. Pengetahuan mengenai tahap kematangan gonad ini juga akan diperoleh keterangan bila ikan itu akan memijah. Dengan mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali matang gonad, ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Effendi, 2002). Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan pengamatan secara morfologi melalui bentuk, ukuran panjang, berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Beberapa tanda yang dapat dilakukan untuk membedakan kelompok dalam penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) di lapangan antara lain adalah (Tabel 1) : Tabel 1 Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) di lapangan. No. Ikan betina Ikan jantan Bentuk ovarium Besar kecilnya ovarium Bentuk testes Besar kecilnya testes 3. Pengisian ovarium dalam rongga Pengisian testes dalam rongga tubuh tubuh Warna ovarium Halus tidaknya ovarium Warna testes Keluar tidaknya cairan dari testes Sumber : Effendi, 2002 Untuk mendapatkan gambaran Tingkat Kematangan Gonad digunakan skala Kematangan Gonad dalam Effendi (2002) sebagaimana Tabel 2 berikut :

20 6 Tabel 2 Skala tingkat kematangan gonad ikan TKG Tingkat kematangan Deskripsi 1. Belum matang, dara Ovari dan testis kecil, ukuran hingga ½ dari (Immature) panjang rongga badan. Ovari berwarna kemerahan jernih (translucent), testis keputihan, dan butiran telur tidak nampak. 2. Perkembangan (Maturing) Ovari dan testis sekitar ½ dari panjang rongga badan. Ovari merah-orange, translucent, testis putih, kira-kira simetris. Butiran telur tidak Nampak dengan mata telanjang. 3. Pematangan (Ripening) Ovari dan testis sekitar 2/3 dari panjang rongga badan. Ovari kuning-orange, nampak butiran telur, testis putih kream. Ovari dengan pembuluh darah di permukaan. Belum ada telur-telur yang transparan atau translucent, telur masih gelap. 4. Matang, mature (Ripe) Ovari dan testis kira-kira 2/3 sampai memenuhi rongga badan. Ovari berwarna orange-pink dengan pembuluh-pembuluh darah dipermukaannya. Terlihat telur-telur besar, transparan, telur-telur matang (ripe). Testis putih-kream, lunak. 5. Mijah, Salin (Spent) Ovari dan testis menyusut hingga ½ dari rongga badan. Dinding tebal, di dalam ovari mungkin masih tersisa telur-telur gelap dan matang yang mengalami desintegrasi akibat penyerapan, gelap atau translucent. Testis lembek. Sumber : Effendi, 2002 Adapun Dalam pencatatan komposisi kematangan gonad dihubungkan dengan waktu akan didapat daur perkembangan gonad tersebut, namun bergantung kepada pola dan macam pemijahannya spesies yang bersangkutan. Prosentase TKG dapat dipakai untuk menduga waktu terjadinya pemijahan.

21 7 Ikan yang mempuyai satu musim pemijahan panjang, akan ditandai dengan peningkatan prosentase TKG yang tinggi pada saat akan mendekati musim pemijahan. Bagi ikan yang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun, pada pengambilan contoh setiap saat akan didapatkan komposisi tingkat kematangan gonad (TKG) terdiri dari berbagai tingkat dengan prosentase yang tidak sama. Prosentase yang tinggi dari TKG yang besar merupakan puncak pemijahan walaupun pemijahan sepanjang tahun. Jadi dari komposisi TKG ini dapat diperoleh keterangan waktu mulai dan berakhirnya kejadian pemijahan dan puncaknya (Effendi, 2002). TKG, dapat dikaitkan dengan ukuran ikan dan dapat mengarah kepada identifikasi panjang saat pertama matang gonad (length of first maturity). Informasi ini dapat dijadikan dasar pengaturan besarnya mata jaring. Besarnya mata jaring ditetapkan sedemikian rupa sehingga paling tidak ikan yang ditangkap sudah memijah, minimal satu kali memijah (Badrudin, 2004) Habitat Ikan layang di perairan Indonesia terdapat lima jenis layang yang umum yakni Decapterus kurroides, Decapterus russelli, Decapterus macrosoma, Decapterus layang, dan Decapterus maruadsi (FAO,1974). Penyebaran ikan layang ini sangat menyebar di daerah Perairan Indonesia, yaitu dari Pulau Seribu, P. bawean, P. Masalembo, Selat Makassar, Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali, dan Perairan Selatan Pulau Jawa. Decapterus kurroides termasuk jenis ikan layang yang agak langka yang terdapat di perairan Palabuhanratu, Labuhan, Muncar, Bali dan Aceh (Wiews et al., 1968 diacu dalam Genisa, 1988). Jenis ikan layang yang banyak di perairan Cisolok adalah jenis layang Decapterus Kurroides dan masyarakat sekitar perairan Cisolok menyebutnya ikan selayang. Penyebaran ikan layang (Decapterus kurroides) di dunia antara lain menyebar di perairan Pasifik Barat Indonesia, Perairan Afrika Timur sampai Filiphina, Perairan Utara sampai selatan Jepang, Perairan Selatan sampai Barat Australia (Bleeker, 1855 diacu dalam Saanin, 1984). Lingkungan ikan layang (Decapterus kurroides) cukup berbeda dengan jenis genus decapterus lainnya,

22 8 ikan layang ini berada di kedalaman m, dan biasanya berada di kedalaman m, dan biasa berinteraksi di karang (Bleeker, 1855 diacu dalam Saanin, 1984). Ikan layang merupakan jenis ikan yang hidup dalam air laut yang jernih dengan salinitas tinggi. Ikan layang bersifat stenohalin hidup di air laut yang bersalinitas tertentu yaitu antara 32-33%, sehingga dalam kehidupannya dipengaruhi oleh musim dan ikan ini selalu bermigrasi (Handenberg, 1937 diacu dalam Nontji, 2002) Sebaran Ikan layang tersebar diseluruh dunia. Mereka mendiami perairan tropis dan subtropis di Indo-Pasifik dan Lautan Atlantik. Meskipun ikan layang hidup di wilayah yang luas, setiap jenis mempunyai sebaran tertentu dan ada juga yang daerah sebarannya tumpang tindih satu sama lain. Dari berbagai jenis ikan layang di perairan Indonesia hanya Decapterus russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas. Ikan ini hampir tertangkap di seluruh perairan Indonesia dan di laut Jawa sangat dominan di dalam hasil tangkapan nelayan, mulai dari Pulau Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masa Lembu. Decapterus lajang senang hidup di perairan dangkal dan Decapterus macrosoma di laut Jaluk. Anggapan ini hanya berdasarkan data penangkapan. Decapterus lajang tertangkap di Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Madura dan perairan laut dangkal, sedangkan Decapterus macrosoma tertangkap di Laut Jeluk seperti Pulau Banda, Ambon, Sangihe, dan Selat Bali. Decapterus kurroides tergolong ikan yang langka tetapi di Gilimanuk dan Bali Barat ikan ini cukup banyak tertangkap karena dijual dalam bentuk cue. Jenis ini tertangkap juga di Labuhan dan Palabuhanratu, Jawa Barat, dalam jumlah besar pada musim tertentu (Djamali, 1979) Musim dan daerah penangkapan Puncak produksi layang di Laut Jawa terjadi dua kali dalam setahun yang kurang lebih jatuh pada bulan Januari-Maret dan Juli-September. Puncak musim ini dapat berubah maju mundur sesuai dengan perubahan musim. Pada perairan sebelah Timur Pulau Seribu layang tertangkap pada akhir Juni atau sampai awal

23 9 Juli berukuran kecil. Pada pekan-pekan berikutnya ikan layang menjadi besar hingga mencapai ukuran 15 cm dan produksinya pun meningkat. Menurut (Mubarak, 1972) telah melakukan penelitian layang di perairan Tegal dan mendapatkan jenis Decapterus russelli sebanyak 88% dan Decapterus macrosoma 12%. Adapun Puncak musim penangkapan terjadi pada bulan April Mei dan bulan Oktober-November. Produksi pada bulan Oktober-November lebih besar daripada bulan April-Mei. Hardenberg (1937) diacu dalam Nontji (2002) mengatakan bahwa ruaya ikan layang di laut Jawa dan sekitarnya dengan arah gerakan ruayanya yang sejalan dengan gerakan arus utama yang berkembang di laut Jawa pada musim tersebut sebagai berikut : 1) Pada musim Timur : bulan Juni-September banyak ikan layang di Laut Jawa. Ikan layang ini adalah ikan layang Timur yang terdiri dari 2 populasi, yakni yang datang dari Selat Makassar dan yang datang dari laut Flores. Pada saat itu, dengan salinitas tinggi menyebar dari laut Flores masuk ke laut Jawa dan keluar melalui Selat Karimata dan Selat Sunda; dan 2) Pada musim Barat : bulan Januari-April. Pada musim ini terdapat 2 ( dua) populasi yang masuk ke Laut Jawa yaitu ikan layang barat dan ikan layang utara. Populasi layang Barat memijah di Samudera Hindia sampai ke Selatan Selat Sunda dan sekitarnya selanjutnya bermigrasi atau terbawa arus masuk ke Laut Jawa. Sementara itu populasi layang Utara memijah di Laut Cina Selatan, pada musim Barat sebagian bermigrasi ke Selatan melalui Selat Sunda masuk ke Laut Jawa dan sebagian lagi ke Timur sampai ke Pulau Bawean, Pulau Masalembo dan sebagian lagi membelok kearah Selatan Selat Bali. Pola ruaya ini sejalan dengan pola arus yang berkembang saat itu. 2.2 Jaring Rampus Klasifikasi dan deskripsi Menurut Martasuganda (2008), jaring insang diklasifikasikan menjadi 2 yaitu klasifikasi berdasarkan konstruksi dan klasifikasi berdasarkan metode pengoperasian. Klasifikasi berdasarkan konstruksi, jaring insang diklasifikasikan

24 10 lagi berdasarkan jumlah lembar badan jaring dan berdasarkan pemasangan tali ris pada badan jaring. 1) Klasifikasi berdasarkan jumlah lembar badan jaring, jaring insang dibedakan ke dalam 3 jenis yaitu: (1) Jaring insang satu lembar (Gillnet); (2) Jaring insang dua lembar (semi tramel net / double gillnet); dan (3) Jaring insang tiga lembar (tramel net). 2) Klasifikasi berdasarkan pemasangan tali ris, jaring insang dapat dibagi lagi kedalam empat jenis yaitu: (1) Pemasangan tali ris atas dan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring; (2) Pemasangan tali ris atas disambungkan langsung dengan badan jaring, sedangkan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine); (3) Pemasangan tali ris atas disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine), sedangkan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring; dan (4) Pemasangan tali ris atas dan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui penggantungan (hanging twine) 3) Klasifikasi berdasarkan metode pengoperasian Berdasarkan metode pengoperasiannya, jaring insang diklasifikasikan kedalam lima jenis, yaitu: (1) Jaring insang menetap (set gillnet); (2) Jaring insang hanyut (drift gillnet); (3) Jaring insang lingkar (encircling gillnet); (4) Jaring insang giring (frightening gillnet / drive gillnet); dan (5) Jaring insang sapu (rowed gillnet). Jaring insang satu lembar adalah jaring insang yang badan jaringnya hanya terdiri atas satu lembar jaring, jumlah mata jaring ke arah mesh length dan ke arah mesh depth disesuaikan dengan ikan yang akan dijadikan target tangkapan, daerah penangkapan, metode pengoperasian dan kebiasaan nelayan yang

25 11 mengoperasikannya. Pengoperasian dari jenis ini, ada yang dioperasikan dipermukaan, kolom perairan dengan cara diset atau dihanyutkan (Martasuganda, 2008). Menurut Ayodhyoa (1981) jaring insang adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama pada seluruh tubuh jaring. Pada sisi atas jaring diletakkan pelampung (float) dan pemberat (sinker) pada sisi bawah. Jaring akan terentang akibat dua gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy force dari float yang mengarah ke atas dan sinking force dari sinkerditambah dengan berat jaring yang mengarah ke bawah. Sadhori (1985) menyebutkan bahwa gillnet bila diartikan secara harfiah berarti jaring insang. Gillnet disebut jaring insang karena ikan yang tertangkap oleh gillnet umumnya tersangkut pada tutup insangnya. Cara tertangkap ikan-ikan yang berukuran besar biasanya tergulung. Sementara jenis organisme air lainnya, seperti udang, kepiting dan lobster, tertangkap secara tersangkut pada bagian capit atau sungutnya. Penamaan gillnet di Indonesia beraneka ragam. Ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap. Ada pula yang menyebutnya sesuai dengan posisi pemasangannya di dalam laut (Ayodhyoa, 1981). Jaring rampus merupakan salah satu nama lokal untuk gillnet di Palabuhanratu (Firmansyah, 1988; Ditjen Perikanan, 1994; Zarochman et al., 1996). Menurut Subani dan Barus (1989), jaring rampus dikelompokkan ke dalam jaring insang hanyut dasar atau bottom gillnet. Cara pengoperasiannya dengan cara dihanyutkan di dasar perairan Konstruksi jaring rampus Bahan dan bagian jaring rampus, menurut (Sainsbury, 1971), terdiri dari badan jaring, tali ris atas, pelampung, tali ris bawah, pemberat dan tali selambar. 1) Badan jaring Badan jaring merupakan susunan dari mata jaring yang memiliki ukuran yang homogen. Badan jaring umumnya dibuat dari bahan sintetis seperti nylon, amilon. Bahan sintetis sengaja digunakan karena bersifat fleksibel dan kekuatan putus yang cukup tinggi, sehingga menyulitkan ikan yang sudah

26 12 terjerat untuk melepaskan diri. Warna benang disesuaikan dengan perairan untuk mengaburkan penglihatan ikan terhadap jaring rampus. Warna jaring yang biasa digunakan adalah transparan, coklat dan biru (Nomura dan Yamazaki, 1976). Pemakaian benang yang lebih lembut akan meningkatkan daya tangkap jaring rampus; 2) Tali ris atas Tali ris atas terbagi 2, yaitu tali pelampung untuk menggantungkan pelampung dan tali jaring untuk menggantungkan jaring bagian atas. Arah pintalan kedua tali ini harus berbeda, yaitu arah S dan Z. Hal ini dimaksudkan agar tali ris atas tidak terbelit sewaktu jaring rampus dioperasikan. Bahan tali ris atas yang digunakan adalah nilon polyethylene multifilamen; 3) Pelampung Pelampung biasanya terbuat dari berbagai bahan, seperti styrofoam, polyvinyl choloride, plastik atau karet. Jumlah pelampung yang digunakan tergantung pada panjang jaring yang dioperasikan. Pelampung berguna untuk kesempurnaan rentangan tubuh dan bentuk jaring selama operasi. Banyaknya pelampung erat hubungannya dengan daya apung (bouyancy), sedangkan daya apung sendiri dipengaruhi oleh bentuk pelampung dan jenis bahan yang digunakan. Adapun untuk menjaga kesempurnaan daya apung maka pelampung yang digunakan harus sejenis atau seragam, mempunyai specific gravity yang kecil dan mempunyai tahanan yang cukup terhadap air (Atmadja, 1980). Nukundan dan Narayanan (1975) diacu dalam Paryono, 1980), mengemukakan bahwa pelampung yang biasa digunakan untuk alat penangkapan ikan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : (1) Low density material, misalnya kayu, bambu, cork, sponge plastik, dan thermocol; dan (2) High density material, misalnya glass spheres, steel spheres, aluminium spheres dan polyethelene spheres. 4) Tali ris bawah Tali ris bawah berjumlah 2 buah, yaitu tali pemberat untuk menggantungkan pemberat dan tali jaring untuk menggantungkan jaring bagian atas. Arah

27 13 pilinan kedua tali ini juga harus berlawanan untuk menghindari jaring terbelit sewaktu dioperasikan. Pilinannya adalah S dan Z; 5) Pemberat Pemberat pada jaring rampus berfungsi untuk memberi gaya berat pada jaring. Jumlah pemberat akan mempengaruhi kekenduran badan jaring. Bahan pemberat umumnya timah. Bahan lain yang terkadang digunakan adalah batu atau baja; dan 6) Tali selambar Tali selambar adalah tali yang dipasang pada kedua ujung alat tangkap jaring rampus. Pada saat jaring dioperasikan, salah satu ujung tali selambar diikatkan pelampung tanda, sedangkan ujung lainnya diikatkan ke perahu. Panjang tali selambar sekitar m, atau tergantung pada panjang jaring dan ukuran perahu yang yang digunakan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan ikan dengan gillnet Nomura dan Yamazaki (1976), menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan efisiensi gillnet adalah material jaring, fleksibilitas benang, tekanan atau gaya-gaya yang bekerja pada benang, breaking strength, elongasi, warna jaring, mesh size dan hanging ratio. Hamley (1975) menyebutkan bahwa seleksi jaring insang tergantung dari sejumlah faktor selain ukuran mata jaring: yakni konstruksi jaring, visibilitas dan kerentangan jaring, bahan jaring dan bentuk serta tingkah laku ikan. Adapun Ayodhyoa (1981) mengatakan supaya ikan-ikan mudah terjerat pada mesh size atau terbelit pada tubuh jaring, maka bahan yang digunakan pada waktu pembuatan tubuh jaring hendaklah memperhatikan hal-hal seperti: kekuatan dari twine, ketegangan rentangan tubuh jaring, pengerutan jaring, tinggi jaring, mesh size dan ukuran besar ikan yang menjadi tujuan penangkapan. 1) Bahan Jaring Bahan jaring yang mempengaruhi hasil tangkapan gillnet. Pada dasarnya bahan jaring ada dua golongan besar yaitu bahan alami (naturral fibres) dan bahan buatan (syntetis fibres). Bahan atau twine yang paling banyak

28 14 digunakan adalah yang terbuat dari syntetis. Beberapa jenis bahan jaring yang umum dan sesuai untuk pembuatan gillnet adalah polyamide, polypropylene, polyester, cotton dan silk (Bambang, 1975). Dewasa ini penggunaan bahan alami terdesak oleh bahan sintenis yang mempunyai sifat lebih baik dan lebih efisien penggunaan waktu dan tenaga. Adapun untuk mendapatkan twine yang lembut, ditempuh cara yang antara lain dengan memperkecil diameter twine ataupun jumlah pilin per-satuan panjang dikurangi, ataupun bahanbahan celup pemberi warna ditiadakan. Bahan nylon dipilih sebagai bahan dasar gillnet karena memiliki karakteristik yang sesuai sebagai bahan dasar gillnet. Gillnet menangkap ikan dengan cara menjerat/ memuntal. Oleh karenanya diperlukan bahan yang terbuat dan memiliki daya lentur dan daya tahan putus yang tinggi. Sifat-sifat dari nylon menurut Soeprijono et al. (1975) diacu dalam Prasetyo, 2009) sebagai berikut: (1) Kekuatan dan daya mulur Nylon memiliki kekuatan dan daya mulur berkisar dari 8,8 gram/denier dan 18% sampai 4,3 gram/diener dan 45%. Kekuatan basahnya 80-90% kekuatan kering; (2) Tahan gosokan dan tekukan Nylon mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan gosokan nylon kira-kira 4-5 kali tahan gosok wol; dan (3) Elastisitas Nylon selain mempunyai kemuluran yang tinggi (22%). Pada penarikan 8% nylon elastis 100%, dan pada penarikan sampai 16% nylon masih mempunyai elastisitas 91%. 2) Ketegangan rentangan tubuh jaring Rentangan yang dimaksud disini adalah baik rentangan ke arah lebar demikian pula rentangan ke arah panjang. Ketegangan rentangan ini, akan mengakibatkan terjadinya tension baik pada float line ataupun pada tubuh jaring. Jika jaring direntang terlalu tegang maka ikan akan sukar terjerat, dan ikan yang telah terjeratpun akan mudah lepas. Ketegangan rentangan tubuh jaring akan ditentukan terutama oleh bouyancy dari float, berat tubuh jaring, tali temali, sinking force dari sinker dan juga shortening yang digunakan.

29 15 Adapun sebaliknya bila jaring terlalu kendur maka ikan sulit untuk melakukan penetrasi ke dalam mata jaring (Ayodhyoa, 1981); 3) Shortening Shortening mempengaruhi efisiensi penangkapan pada gillnet, karena merupakan faktor yang mempengaruhi bentuk mata jaring. Shortening yang dimaksud disini adalah selisih antara panjang jaring dalam keadaan mata jaring tertutup (stretch length) dengan panjang tali ris dibagi panjang jaring dalam keadaan mata jaring tertutup. Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) pada mata jaring dan juga supaya ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat pada jaring tidak akan mudah terlepas, maka pada jaring perlulah diberikan shortening yang cukup (Atmadja, 1980). Nomura dan Yamazaki (1976) mengatakan bahwa untuk gillnet yang ikannya tertangkap secara gilled maka nilai shortening bergerak sekitar 30-40% dan untuk yang tertangkapnya ikan secara entangle maka nilai shortening bergerak sekitar 35-60%; 4) Hanging ratio Probabilitas dari seekor ikan dapat terjerat pada jaring diyakini tergantung dari apa yang dinamakan dengan hanging ratio. Hanging ratio didefinisikan perbandingan antara panjang tali ris atas dengan jumlah mata jaring dan ukuran mata jaring (Sparre dan Venema, 1999). Adapun untuk menangkap ikan diperlukan hanging ratio sebesar 30% sudah cukup, tetapi jika menginginkan ikan tertangkap secara entangled maka hanging ratio harus diantara 40-50% atau lebih, dan jika ikan tertangkap secara gilled dan entangled pada waktu bersamaan, maka hanging ratio harus dimiliki sebesar 40% (Nomura dan Yamazaki, 1976). Menurut Fridman (1988), hanging ratio dibagi menjadi dua, yaitu hanging ratio primer ( ) dan hanging ratio sekunder ( ). Hanging ratio primer ( ) adalah perbandingan panjang tergantung dari jaring pada tali rangka (L) dengan panjang jaring tersebut bila direntangkan penuh ( ) dengan rumus : E 1 = L/L 0 ;

30 16 Hanging ratio sekunder adalah perbandingan tinggi (depth) tergantung (H) dari jaring dengan tinggi jaring bila diratik tegang ( ) dengan rumus: E 2 = H/H 0 ; Untuk mencari dan menggunakan rumus : L 0 = 2 m s M = m 1 M dan H 0 = 2 m s N = m 1 N; Dimana M adalah jumlah mata menurut panjang jaring, N jumlah menurut tingginya, ms adalah panjang kaki (bar) dan m 1 panjang mata jaring. Hubungan antara dan adalah seperti rumus berikut : E E 2 2 = 1; Rumus ini berlaku untuk jaring berbentuk rhombic. Adapun untuk jaring berbentuk persegi, rumus ini tidak berlaku. Tinggi jaring secara geometris tergantung pada hanging ratio primer yang dipilih. Sebaliknya bila hanging ratio sekunder yang dipilih terlebih dahulu, maka hanging ratio primer akan menyesuaikan. Nilai shringkage akan mempengaruhi bentuk mata jaring. Untuk bottom gillnet atau jaring rampus memerlukan shringkage yang tinggi, khususnya untuk menangkap ikan dengan memuntal sekitar %. Pengukuran hanging ratio dilakukan dengan mengukur shringkage (Nomura dan Yamazaki, 1976). Hanging ratio drift gillnet berkisar 0,4-0,6 dan hanging ratio bottom gillnet adalah 0,3-0,5. Nilai hanging ratio terendah 0,3 akan menambah daya puntal. Jika E > 0,5, maka gillnet cenderung selektif (Prado, 1990). Secara detail beberapa ukuran hanging ratio yang berbeda pada jaring gillnet disajikan pada Gambar 1.

31 E = 0,4 E = 0,5 E = 0,71 E = 0,8 Sumber : Prado (1990) Gambar 1 Beberapa ukuran mata jaring dengan nilai hanging ratio berbeda. 5) Tinggi Jaring Tinggi jaring merupakan jarak antara float line ke sinker line pada saat jaring tersebut terpasang di perairan. Hal ini tergantung pada swimming layer dari jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, selain itu kondisi dari fishing ground perlu menjadi pertimbangan (Ayodhyoa, 1981). Ayodhyoa (1981) mengungkapkan bahwa penentuan tinggi jaring didasarkan antara lain atas lapisan renang ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan kepadatan gerombolan ikan. Sementara panjang jaring tergantung pada situasi penangkapan, dan ukuran perahu. Jumlah lembar jaring yang dipergunakan akan menentukan besar kecilnya skala usaha, juga jumlah hasil tangkapan yang mungkin diperoleh; 6) Mesh size Pemilihan mesh size merupakan faktor yang penting karena besar mesh size pada gillnet akan menentukan ukuran ikan yang tertangkap secara terjerat (Mori, 1968). Selanjutnya dikatakan pula terdapat kecenderungan bahwa mesh size tertentu hanya menjerat ikan-ikan yang mempunyai fork length dalam selang tertentu. Dengan perkataan lain, gillnet akan bersikap selektif terhadap besar ukuran dari hasil tangkapan yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan penentuan mesh size yang sesuai dengan keadaan daerah penangkapan, yaitu penyesuaian terhadap ukuran dan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Ukuran ikan yang tertangkap berhubungan erat

32 18 dengan ukuran mata jaring. Semakin besar ukuran mata jaring, maka akan semakin bersar pula ikan yang tertangkap (Manalu 2003). Penetapan ukuran mata jaring dapat berdasarkan pada ukuran jenis ikan yang dominan tertangkap. Gillnet yang dioperasikan di Indonesia umumnya memiliki ukuran mata jaring yang berkisar antara 1,5-4 ; 7) Warna jaring Warna jaring di dalam air dipengaruhi oleh faktor-faktor kedalaman perairan, kecerahan, sinar matahari dan sinar bulan. Warna akan mempunyai perbedaan derajat terlihat oleh ikan-ikan yang berbeda. Pada waktu siang hari kemungkinan terlihatnya jaring oleh ikan akan lebih besar dibandingkan dengan pada waktu malam hari. Mori (1968) mangatakan bahwa warna jaring tidak boleh merangsang optik mata ikan. Maka dari itu warna jaring harus serupa dengan warna air, untuk mengurangi kemungkinan terlihatnya jaring; 8) Extra bouyancy Extra bouyancy pada gillnet berbeda-berda tergantung jenisnya, seperti extra bouyancy gillnet permukaan berkisar antara %, gillnet extra bouyancy pertengahan adalah 0 dan extra bouyancy gillnet dasar adalah negatif. Rumus dari gillnet extra bouyancy adalah : EB (%) = ((TB S )/TB ) 100%; Keterangan : EB : Extra bouyancy (%); TB : Total bouyancy; dan S : Berat benda di air Rumus untuk menghitung luas jaring adalah Keterangan : L : Luas jaring (m 2 ); E : Hanging ratio (%); N : Jumlah mata jaring horizontal (mata); H : Jumlah mata jaring vertikal (mata); dan α : Ukuran mata jaring dalam keadaan tegang (cm). ;

33 19 Menghitung tinggi jaring menggunakan rumus : ; Keterangan : H : Tinggi jaring; dan t(m) : Tinggi jaring dalam keadaan tegang Perhitungan jumlah mata 1) Vertikal ; 2) Horizontal. Keterangan : M H m L E : Mesh size; : Tinggi jaring terpasang; : Panjang foatline; dan : Shortening Metode pengoperasian Nomura dan Yamazaki (1976) mengemukakan bahwa umumnya gillnet dioperasikan dalam rangkaian yang panjang hingga mencapai ribuan meter. Kadang kala dioperasikan secara terhanyut bersama-sama kapal atau ditetapkan kedudukan jaring dengan bantuan jangkar membentang sepanjang dasar perairan maupun pada kedalaman tertentu. Ikan yang menjadi tujuan penangkapannya ialah jenis-jenis yang bermigrasi horizontal dan vertikal (Ayodhyoa 1981). Menurut Miranti (2007) secara umum metode pengoperasian alat tangkap gillnet terdiri atas beberapa tahap, yaitu : 1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemerikasaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan; 2) Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati

34 20 kondisi perairan seperti banyaknya gelembung-gelembung udara dipermukaan perairan, warna perairan, serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengindikasikan adanya schooling ikan; 3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling); dan 4) Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat. Pengoperasian jaring rampus pada umumnya sama dengan jaring insang lainnya yaitu terbagi atas setting dan hauling. Pada waktu setting dilakukan penurunan jangkar, tali pemberat, jaring, tali ris atas dan tali pelampung. Adapun ketika hauling dilakukan pengangkatan jangkar, tali ris atas, tali pemberat dan hasil tangkapan. Direktorat Jendral Perikanan (1994) mengungkapkan hal yang sama dengan urutan sebagai berikut: 1) Jaring diturunkan lembar demi lembar dengan memperhatikan arah arus dan angin; 2) Ujung tali pelampung lembar jaring pertama yang diturunkan kedalam air diberi tali berpelampung tanda dan ujung tali pemberatnya diberi pemberat batu; 3) Ujung tali pelampung lembar jaring terakhir diberi tali selambar berpelampung tanda dan ujung tali pemberatnya diberi pemberat batu; 4) Kapal labuh jangkar didekat lokasi penawuran atau mencari tempat lain yang aman; 5) Pengangkatan jaring dilakukan lembar demi lembar yang dimulai dengan lembar jaring yang paling dekat ke kapal sampai dengan lembar pertama yang diturunkan; 6) Pengambilan ikan yang terjerat pada mata jaring dilakukan bersamaan dengan pengangkatan jaring; dan 7) Jaring disusun kembali secara teratur untuk penawuran berikutnya setelah semua ikan yang terjerat pada mata jaring dilepas.

35 Musim dan daerah penangkapan jaring rampus Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian jaring rampus adalah waktu penangkapan, daerah penangkapan, dan jaring. Adapun fishing ground yang umum adalah daerah-daerah Teluk, pantai dan muara sungai (Ayodhyoa, 1981). Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994), jaring rampus dioperasikan pada perairan yang mempunyai substrat lumpur, pasir, atau pasir bercampur lumpur dengan kedalaman sekitar 50 m Hasil tangkapan Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994), hasil tangkapan utama jaring rampus adalah jenis-jenis ikan demersal, dan selebihnya ikan-ikan pelagis kecil. Ikan demersal yang dominan antara lain adalah tiga jawa (Johnius spp.), gulamah (Pseudociana spp.), kuwe (Caranx spp.), layang (decapterus spp), dan kuro (Polynemus spp). Adapun ikan pelagis yang biasa tertangkap adalah selar bentong (Selaroides crumenopthalmus), japuh (Sardinella spp.), lemuru (Sardinella sirm), dan tenggiri (Scomberomerous spp.) 2.3 Kapal Berdasarkan metode pengoperasian alat tangkapnya, kapal ikan dibedakan dalam empat kelompok besar, yaitu towed gear, kapal dengan alat tangkap ikan yang ditarik; encircling gear, kapal dengan alat tangkap dilingkar; static gear, kapal dengan alat tangkap yang dioperasikan secara statis; dan multi purpose, kapal dengan lebih dari satu alat tangkap (Fyson J 1985). Kapal gillnet termasuk kedalam kelompok kapal dengan metode static gear, sehingga kecepatan kapal bukanlah suatu faktor yang penting karena alat tangkap ini bekerja secara statis. Pada kapal gillnet stabilitas kapal yang tinggi lebih diperlukan agar saaat pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik (Rahman 2005). Menurut Solihin (1993), umumnya kapal gillnet mengoperasikan berbagai jenis ukuran alat tangkap. Gillnet pada mulanya dioperasikan menggunakan kapal-kapal kecil tanpa motor oleh nelayan tradisional. Adanya kemajuan dalam bidang motorisasi, maka penggunaan kapal gillnet di Indonesia umumnya telah menggunakan penggerak mesin motor tempel (outboard engine). Gillnet dengan skala usaha yang lebih

36 22 besar biasanya menggunakan tenaga penggerak jenis mesin dalam (inboard engine) dan alat bantu roller untuk proses penarikan jaring. Kapal motor tempel (outboard) adalah kapal dengan mesin yang dapat dipasang atau dilepaskan secara cepat yang digunakan untuk menangkap ikan dengan alat tangkap gillnet. Bentuk badan kapal gillnet pada bagian haluan V, bagian tengah berbentuk U dan bagian buritan cenderung mendatar (Agustina, 1996). 2.4 Nelayan Menurut Solihin (1993), jumlah nelayan tiap perahu gillnet tidaklah sama, bergantung pada skala usaha tersebut. Jenis kapal yang berupa perahu layar tanpa motor hanya menngunakan satu atau dua orang nelayan, sedangkan perahu gillnet dengan motor tempel biasanya dioperasikan oleh tiga sampai empat orang nelayan. Dalam pengoperasian gillnet, keahlian nelayan memegang peranan penting terutama pada saat penurunan jaring (setting) dan pengaturan posisi kapal terhadap arus laut. Saat penurunan jaring, nelayan sedemikian rupa menjaga agar pelampung dan pemberat tidak melilit pada tubuh jaring, dengan cara menurunkan pemberat terlebih dahulu, tubuh jaring kemudian pelampung (Sultan, 1986).

37 23 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bulan Maret hingga bulan April tahun Penelitian ini meliputi: pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus dibuat dengan hanging ratio 0,45, 0,57, dan 0,65 masing-masing sebanyak 2 lembar. Adapun pengambilan data di lapang berupa uji coba penangkapan ikan dilakukan selama 15 hari dimulai dari tanggal 7 April sampai dengan 21 April tahun Lokasi pengambilan data adalah di perairan Cisolok, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat (Lampiran 1). Lokasi penelitian tersebut diambil sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu dari kelima perairan di Indonesia yang menjadi wilayah sebaran ikan layang (Decapterus kurroides). 3.2 Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) Perahu dengan panjang (L), lebar (B) dan dalam (D) berturut-turut 11,8 m, 1 m dan 1 m; 2) Penggaris dengan panjang 60 cm dengan tingkat ketelitian 1mm; 3) Measuring board yang terbuat dari bahan steroform untuk mengukur panjang cagak ikan (Fork Length); 4) GPS (Global Positioning Sistem) untuk menentukan posisi penangkapan; 5) Alat tulis untuk mencatat hasil tangkapan; 6) Kamera dengan merk canon untuk mendokumentasikan seluruh hasil dan kegiatan penelitian; 7) Coban. Gambar alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 2.

38 Metode Pengembalian Data Jaring rampus yang digunakan Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan jaring rampus yang memilikiki tiga ukuran hanging ratio yang berbeda. Ketiga ukuran hanging ratio tersebut adalah 0,45, 0,57 dan 0,65. Masing-masing jaring rampus dengan hanging ratio berbeda tersebut sebanyak 2 piece. Jaring rampus tersebut dioperasikan secara langsung di perairan Cisolok dengan menggunakan perahu nelayan untuk memperoleh data yang diinginkan. Jaring rampus yang digunakan untuk pengambilan data memiliki panjang tali pelampung (float line) 65 meter dan panjang tali pemberat (sinker line) 65 meter dengan ukuran mata jaring 2 inchi. Jaring rampus ini menggunakan pelampung yang terbuat dari Steroform dengan panjang 5 cm berbentuk balok dengan panjang 5 cm. Pemberat pada jaring ini adalah timah dengan berat 12 gram, panjang 2 cm dan diameter 5 mm. Secara umum spesifikasi jaring rampus yang digunakan pada penelitian bisa dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Spesifikasi jaring rampus yang digunakan dalam penelitian No. Bahan Jaring Spesifikasi 1. Foat Line - Panjang - Diameter - Bahan 2. Sinker Line - Panjang - Diameter - Bahan 3. Pelampung - Panjang - Diameter - Berat - Bahan 4. Pemberat - Panjang - Diameter - Berat - Bahan 5. Badan Jaring - Mesh Horizontal - Mesh Vertikal - Bahan 5600 cm 0,5 cm PE 6000 cm 0,3 cm Hanging ratio 0,45 0,57 0, cm 5600 cm 0,5 cm 0,5 cm PE PE PE 5 cm 0,5 cm 2 gram Steroform 2 cm 0,3 cm 12 gram Timah PA Monofilamen 6000 cm 0,3 cm PE 5 cm 0,5 cm 2 gram Steroform 2 cm 0,3 cm 12 gram Timah PA Monofilamen 6000 cm 0,3 cm PE 5 cm 0,5 cm 2 gram Steroform 2 cm 0,3 cm 12 gram Timah PA Monofilamen

39 25 Jaring rampus pada penelitian ini menggunakan simpul bendera baik untuk mengikat pelampung ataupun pemberat. Pelampung dipasang pada tali pelampung dan digabungkan dengan tali ris atas dengan menggunakan satu pola pemasangan. Dalam satu pola pemasangan pelampung terdapat 25 mata dan 2 buah pelampung dengan jarak tali ris atas 48 cm. Pelampung dipasang pada sisi awal dan akhir, disetiap pelampung ada 3 buah mata jaring dan 19 buah mata jaring di antara pelampung yang satu dengan yang lainnya. Adapun untuk satu pola pemasangan pemberat terdapat 6 buah pemberat dan 49 buah mata dengan jarak tali ris bawah 120 cm. Pada sisi pertama dipasang 2 buah pemberat tanpa jarak dengan masingmasing 2 buah mata jaring pada setiap pemberat, kemudian berurutan satu pemberat dengan jarak 28 cm dengan 9 buah mata jaring, satu pemberat dengan jarak 29 cm dan 10 buah mata jaring, satu pemberat dengan jarak 29 cm dengan 9 buah mata jaring dan terakhir satu pemberat dengan jarak 28 cm dan 9 buah mata jaring. Secara rinci pola pemasangan pelampung dan pemberat disajikan pada Gambar 2. Pelampung, 3 48 cm, 19 Pelampung, 3 Tali ris atas Tali ris bawah 28 cm, 9 29 cm, cm, 9 28 cm, cm, 49 Tali pemberat Gambar 2 Lay out pola pemasangan pelampung dan pemberat jaring rampus yang digunakan pada penelitian.

40 26 Secara rinci desain dan konstruksi jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 disajikan pada Gambar PE Ø 5 56 PE Ø PA Monofilament : 2 inchi PE Ø 5 56 PE Ø 3 Tali pelampung Pelampung Tali ris atas Badan jaring Tali ris bawah Pemberat Tali pemberat Gambar 3 Desain dan konstruksi jaring rampus dengan hanging ratio 0,45. Pada saat uji coba penangkapan jaring rampus dengan hanging ratio berbeda dipasang secara berselang-seling. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang yang sama pada ikan untuk tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda. Metode pemasangan jaring rampus ketika di operasikan di perairan disajikan pada Gambar meter 56 m HR 0,45 HR 0,57 HR 0,65 HR 0,45 HR 0,65 HR 0,57 Gambar 4 Pemasangan jaring rampus ketika di operasikan di perairan.

41 Pengukuran hasil tangkapan Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dikelompokkan atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi jumlah, jenis, cara tertangkap dan ukuran hasil tangkapan. Untuk hasil tangkapan berupa udang dilakukan perhitungan jumlah, cara tertangkap dan pengukuran panjang kerapas (CL). Carapace length (panjang kerapas/cl) adalah jarak dari tulang kerapas kepala sampai dengan tulang ujung mata. Metode pengukuran panjang kerapas disajikan pada Gambar 5. CL Sumber : Farmed (2009) Gambar 5 Panjang kerapas pada udang. Adapun untuk hasil tangkapan berupa ikan dilakukan perhitungan jumlah, jenis spesies, cara tertangkap dan pengukuran panjang total (TL), panjang cagak (FL) dan keliling operkulum (G). Panjang total adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan (biasanya ujung rahang terdepan) dengan ujung sirip ekor yang paling belakang. Panjang cagak adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan dengan lekuk cabang sirip ekor. Keliling operkulum adalah jarak antara kedua operkulum pada kedua sisi kepala. Metode pengukuran panjang total (TL) dan panjang cagak (FL) disajikan pada Gambar 6.

42 28 TL FL Sumber : Brojo dan setiawan (2004) Gambar 6 Panjang total dan panjang cagak pada ikan. Cara tertangkapnya hasil tangkapan dibedakan menjadi 4 yakni snagged, gilled, wedged dan entangled. Snagged yaitu di mana mata jaring mengelilingi ikan tepat dibelakang mata, gilled yaitu di mana mata jaring mengelilingi ikan tepat di belakang tutup insang, wedged yaitu di mana mata jaring mengelilingi badan sejauh sirip punggung dan entangled adalah bila ikan terjerat di jaring melalui gigi, tulang rahang, sirip atau bagian tubuh yang menonjol lainnya, tanpa masuk kedalam mata jaring (Per Spare and Venema 1985). Adapun gambaran mempunyai cara tertangkapnya ikan layang pada gillnet disajikan pada Gambar 7. Wedged Gilled Snagged Entanggle Gambar 7 Cara tertangkap ikan pada jaring. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi produksi, jumlah unit penangkapan dan kondisi geografis lokasi penelitian. Data tersebut di peroleh dari Dinas Perikanan Kebupaten Sukabumi.

43 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Secara sistematis model RAL menurut Gasperz (1991) adalah sebagai berikut : Yij = µ + τ i + E ij Keterangan : Y ij : Data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j; µ : Nilai rataan; τ 1 : Pengaruh perlakuan ke-i; dan ɛ : Sisaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j. Asumsi yang digunakan untuk RAL adalah: 1) ɛ i menyebar normal dengan nilai tengah dan ragam kuadrat mendekati nol; 2) ɛ j bersifat bebas satu sama lain; dan 3) t bersifat tetap. Hipotesis yang akan diuji melaui model analisis ini adalah H 0 H 1 : t 1 : t 2... t 10 = 0; berarti tidak ada pengaruh perlakuan hanging ratio terhadap jumlah hasil tangkapan ikan layang; dan : minimal ada satu t 1 0 (I = 1, 2, 3,..., 10), artinya minimal ada satu perlakuan hanging ratio yang mempengaruhi jumlah hasil tangkapan ikan layang. Kesimpulannya adalah bila F hit > F tab maka tolak H 0 tetapi jika F hit < F tab maka gagal tolak H 0. Beberapa keuntungan dari penggunaan Rancangan Acak Lengkap yaitu : 1) Daerah rancangan percobaan menjadi lebih mudah; 2) Analisis statistik terhadap subjek percobaan lebih mudah; 3) Fleksibel dalam penggunaan jumlah perlakuan dan jumlah ulangan; dan 4) Kehilangan informasi relatif sedikit dalam hal data hilang dibandingkan rancangan lain. 3.5 Analisis Data Data berupa total jumlah hasil tangkapan dan jumlah hasil tangkapan ikan layang dianalisis kenormalannya dengan menggunakan uji Kolmogorof-smirnov.

44 30 Apabila data menyebar normal maka data mengenai hasil tangkapan, jumlah maupun ukuran ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda diuji dengan uji ANOVA. Apabila hasil uji ANOVA terhadap hasil tangkapan jaring rampus dengan perlakuan yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda maka dilakukan uji lanjut BNT. Uji BNT merupakan prosedur pengujian perbedaan diantara rata-rata perlakuan yang paling sederhana dan paling umum digunakan. Metode ini diperkenalkan oleh Fisher (1935), sehingga dikenal pula dengan Metoda Fisher s LSD (Least Significant Difference). Formula untuk menghitung nilai LSD adalah sebagai berikut: LSD = = ; Apabila jumlah ulangan tidak sama : LSD =. Keterangan r : Jumlah banyaknya ulangan KTG : Kuadrat Tengah Galat yang diperoleh dari analisis ragam; α : Taraf nyata; dfe : Derajat bebas galat; dan t : Nilai yang diperoleh dari tabel t-student. Dalam uji LSD, untuk menilai apakah dua nilai rata-rata perlakuan berbeda secara statistik, maka bandingkan nilai LSD yang telah dihitung dengan selisih mutlak kedua rata-rata tersebut. Apabila selisih lebih besar dibandingkan dengan nilai LSD, maka dikatakan kedua rata-rata tersebut berbeda nyata pada taraf α. Secara sistematis, pernyataan tersebut dapat diringkas; Uji LSD menyatakan µ i dan µ j berbeda pada taraf nyata α jika: μ i µ j > LSD Dalam menentukan adanya perbedaan keragaman spesies yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio yang yang berbeda maka dilakukan analisis keragaman spesies dengan menggunakan Indeks Shannon Wiener. Keragaman spesies hasil tangkapan akan digunakan sebagai pendekatan analisis

45 31 untuk melihat selektivitas jaring rampus dengan perbedaan hanging ratio terhadap spesies hasil tangkapan. Jaring rampus akan memiliki selektivitas terhadap spesies yang relatif baik apabila memiliki nilai indeks Shannon Wiener yang lebih kecil dibandingkan dengan jaring rampus lainnya. Rumus untuk mencari keragaman spesies menggunakan indeks Shannon Wiener adalah sebagai berikut (Krebs, 1989) : ; Keterangan : H : Index diversitas Shannon Wiener; Pi : Proporsi jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu total contoh; dan S : Jumlah spesies. Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keanekaragaman Shannon Wiener, yaitu : H < 2,30 : Keanekaragaman kecil; H 2,30 6,90 : Keanekaragaman tergolong sedang; dan H > 6,90 : Keanekaragaman tergolong tinggi.

46 32 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-batas Administrasi Kecamatan Cisolok Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok berada di Desa Cikahuripan Kecamatan Cisolok. Kecamatan Cisolok merupakan kecamatan pesisir yang berada di ujung Barat Kabupaten Sukabumi. Luas Kecamatan Cisolok mencapai ha yang terdiri dari 10 desa. Adapun batas wilayah administratif kecamatan Cisolok adalah 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kabandungan; 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia; 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Banten; dan 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cikakak. 4.2 Letak dan Keadaan Geografis Teluk Palabuhanratu terletak di desa Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada LS dan BT dengan luas wilayah kecamatan Palabuhanratu adalah Ha dan ketinggian 0-50 meter dari permukaan air laut. Palabuhanratu memiliki dua musim yang sangat mempengaruhi operasi panangkapan ikan, yaitu adanya musim Barat pada bulan Desember hingga Februari dan musim Timur pada bulan Juni hingga Agustus (Nuraini et.al., 1992). Pada musim Barat sering kali terjadi hujan dengan angin yang sangat kencang disertai ombak yang besar. Menurut Hendrotomo (1989), pada saat itu umumnya kapal nelayan di Palabuhanratu yang berukuran kecil jarang pergi melaut, namun terdapat beberapa jenis kapal terutama kapal diesel, misalnya rawai cucut, pada musim ini tetap pergi ke laut. Pada musim Timur jarang turun hujan dan keadaan laut biasanya tenang. Hal ini memungkinkan nelayan turun ke laut dan biasanya pada musim ini merupakan puncak banyak ikan. Perubahan musim sangat berpengaruh terhadap kegiatan dan upaya penangkapan ikan di Perairan Palabuhanratu. Upaya penangkapan terjadi pada musim Timur, dimana angin Timur terhalang oleh tanjung sehingga tidak menimbulkan gelombang besar. Pada musim Barat, angin yang bertiup tidak

47 33 terhalang oleh tanjung sehingga mengakibatkan terjadinya gelombang yang besar dan hujan lebat (Dharmayati, 1989) Wyrtki (1961) menyatakan bahwa keadaan angin di Palabuhanratu bersesuaian dengan sifat laut. Kecetapatan angin tercatat sebesar 1-7,5 meter/detik selama bulan September sampai Desember dan bergerak kearah Barat. Menurut Uktolseja (1973), pada bulan September kecepatan angin di perairan Lepas Pantai Palabuhanratu berkisar antara 5-7 meter/detik dengan arah yang sama. Jumlah curah hujan di Palabuahanratu berkisar antara mm dalam satu tahun. Curah hujan rata-rata selama sepuluh tahun terakhir mm, dengan hari hujan rata-rata 196 hari dan kelembaban relatif udara sekitar 88% (Nuraini et.al., 1992) 4.3 Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan adalah satu kesatuan teknis dalam melakukan operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan Perahu Perahu digunakan oleh nelayan untuk mempermudah penangkapan dan merupaakan transportasi nelayan ke daerah penangkapan ikan. Jenis perahu yang terdapat di Cisolok adalah perahu motor tempel. Perahu motor tempel adalah kapal atau perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor (inboard engine) yang biasanya digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap dengan perikanan skala kecil. Perahu penangkapan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok hanya satu jenis, yaitu perahu motor tempel. Perahu motor tempel adalah perahu atau kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboad engine). Perkembangan jumlah perahu/kapal motor tempel dan kapal motor setiap tahunnya ada yang meningkat dan ada pula yang menurun walaupun peningkatan dan penurunannya sedikit. Pada tahun 2007 jumlah perahu motor tempel mengalami kenaikan sebesar 3,9% dari tahun Pada tahun 2005 jumlah perahu motor tempel sebanyak 511 unit sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 531. Namun jumlah ini terus mengalami penurunan hingga menjadi 346

48 34 unit pada tahun Sebaliknya untuk kapal motor terus mengalami peningkatan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah perahu motor 229 unit. Jumlah ini meningkat 114,4% menjadi 491 unit pada tahun Secara detail Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor tahun / unit Tahun Perahu motor tempel Kapal motor Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Alat tangkap Jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu dibedakan atas perahu motor tempel dan kapal motor. Pada tahun 2005 jumlah alat tangkap mengalami kenaikan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah alat tangkap sebanyak 637 unit. Jumlah ini meningkat 693,9% menjadi unit. Secara detail jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi (unit) Tahun Jumlah alat tangkap Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2011

49 35 Alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan PPI Cisolok, hanya 3 jenis alat tangkap yang dioperasikan setiap tahunnya yaitu payang, pancing layur dan jaring rampus. Kebiasaan dari nelayan di PPI Cisolok yaitu nelayannya tidak hanya mempunyai 1 jenis alat tangkap melainkan memiliki beberapa karena disesuaikan dengan musim ikan. 1) Payang (1) Deskripsi Payang adalah alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh nelayan Indonesia. Alat tangkap ini termasuk ke dalam kelompok pukat kantong (sene net) atau lebih dikenal dengan nama danish seine. Adapun alat tangkap ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu sayap, badan dan kantong (Subani dan Barus, 1989). Payang dioperasikan di permukaan dengan tujuan untuk menangkap ikanikan pelagis. Pada penggoperasiannya, alat tangkap ini dioperasikan dengan melingkari kawanan ikan kemudian jaring ditarik ke atas geladak kapal (Subani dan Barus, 1989). Pengoperasian payang dilakukan baik pada siang hari maupun pada malam hari. Adapun alat tangkap payang di kawasan PPI Cisolok hanya dioperasikan di dalam Teluk Palabuhanratu pada pagi hari sampai dengan sore hari. Alat tangkap payang yang dioperasikan di perairan Cisolok disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Alat tangkap payang yang dioperasikan di Cisolok.

50 36 (2) Konstruksi Payang termasuk ke dalam alat tangkap pukat kantong yang mempunyai tiga bagian besar yaitu sayap, badan dan kantong. Adapun bagian-bagian alat tangkap payang secara lebih rinci terdiri atas dua sayap, badan jaring, kantong, pelampung, pemberat, dua tali ris, dan tali selambar. Konstruksi payang dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Konstruksi payang. (a) Sayap Sayap pada payang digunakan untuk mengurung kawanan ikan yang akan ditangkap. Material jaring yang digunakan pada bagian sayap adalah PA (Polyamide). Panjang sayap yaitu 100 m dengan ukuran mesh size cm. Pada sayap bagian atas terdapat pelampung yang terbuat dari bambu dengan diameter 8-12 cm berjumlah buah pada satu unit payang. Pada sayap bagian bawah terdapat pemberat sebanyak buah. Pemberat ini terbuat dari bahan timah dengan bobot 1 kg tiap pemberat. Sayap payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 10.

51 37 Gambar 10 Sayap payang yang dioperasikan di Cisolok. (b) Badan Ikan-ikan yang telah dikelilingi oleh jaring kemudian diarahkan oleh nelayan agar masuk ke badan jaring. Material jaring yang digunakan pada bagian badan sama dengan material jaring pada bagian sayap PA (Polyamide) dengan ukuran mesh size cm. Panjang badan bagian atas lebih pendek dibandingkan dengan badan jaring bagian bawah. Hal ini bertujuan agar ikanikan pelagis tidak dapat meloloskan diri melalui bagian bawah payang. Panjang bagian jaring bagian atas sebesar 10 m sedangkan panjang bagian bawah sebesar 30 m. Fungsi dari bagian badan jaring yaitu untuk mengarahkan gerak geromboan ikan ke arah kantong; (c) Kantong Kantong merupakan bagian paling akhir atau ujung pada alat tangkap payang. Kantong ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Material jaring yang digunakan pada bagian kantong terbuat dari bahan PA (Polyamide). Kantong pada payang memiliki panjang 20 m dengan ukuran mesh size yang berurutan mengecil mulai dari 2-10 cm. Ukuran mata jaring yang semakin mengecil ini bertujuan agar ikan-ikan tertangkap dan tidak dapat meloloskan diri dari kantong; (d) Pelampung Pelampung alat tangkap payang umumnya terbuat dari potongan batang bambu sepanjang 1 m berdiameter 8-12 cm. Pelampung yang digunakan berjumah buah pada satu unit payang. Di samping pelampung bambu, terdapat pula pelampung yang terbuat dari plastik berupa jerigen minyak

52 38 ukuran 30 liter. Pelampung ini diletakan di tengah bibir jaring bagian atas. Pada ujung tali selambar yang pertama kali diturunkan, terdapat pelampung tanda yang terbuat dari plastik berbentuk bola berdiameter sekitar cm. Pelampung payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Pelampung payang yang dioperasikan di Cisolok. (e) Pemberat Pemberat digunakan bersama pelampung menentukan keragaan bukaan mulut jaring saat dioperasikan. Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan timah. Jumlah pemberat yang digunakan pada satu unit payang yaitu sekitar buah dengan bobot 1 kg tiap pemberat; (f) Tali ris Tali ris pada payang terletak pada bagian sayap. Tali ris ini terbagi menjadi dua jenis yaitu tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas berfungsi sebagai tempat memasang pelampung sedangkan tali ris bawah berfungsi sebagai tempat pemberat. Baik tali ris atas maupun tali ris bawah terbuat dari bahan PE multifilament dengan diameter tali ris atas 3-4 mm dan tali ris bawah 5-6 mm. Panjang tali ris atas yaitu m sedangkan panjang tali ris bawah yaitu m. Perbedaan panjang tali ini mengakibatkan jaring bagian atas lebih menjorok ke belakang. Hal tersebut karena tingkah laku ikan pelagis yang merupakan target penangkapan yaitu akan berenang ke arah bawah jika terhalang atau terkurung; dan (g) Tali selambar Tali selambar pada payang berfungsi untuk menarik jaring saat sedang dioperasikan dan pada saat jaring ditarik ke atas kapal. Tali ini terbuat dari bahan Polyethylene (PE) multifilament dengan diameter tali 16 mm. Panjang

53 39 tali selambar di sayap kanan dan kiri payang berbeda. Panjang tali selambar yang digunakan mencapai 200 m. Tali ini berfungsi sebagai tali penarik payang ke atas kapal. Tali selambar payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 Tali selambar payang yang dioperasikan di Cisolok. (3) Perahu Perahu yang digunakan untuk mengoperasian payang terbuat dari bahan kayu dengan dimensi L x B x D yaitu 9-12 x 2,5-3,5 x 1,8-2,5 meter. Perahu yang digunakan pada pengoperasian payang biasanya berupa perahu motor tempel yang menggunakan mesin dengan merk Yamaha. Mesin ini memiliki umur teknis ± 5 tahun dengan kekuatan mesin sebesar 40 PK. Pengoperasin perahu dilakukan secara one day fishing yaitu pergi pada pagi hari yaitu pada pukul dan kembali pada siang atau sore hari yaitu pada pukul tergantung ikan hasil tangkapan. Jika ikan hasil tangkapan banyak dan palkah sudah penuh, maka akan kembali lebih awal. Jika ikan hasil tangkapan tidak ada maka akan kembali pada pukul Perahu payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 Perahu payang yang dioperasikan di Cisolok.

54 40 (4) Nelayan Mayoritas nelayan yang ada di kawasan PPI Cisolok adalah penduduk asli setempat dan sebagian kecil merupakan nelayan pendatang yang berasal dari sekitar kabupaten Sukabumi. Nelayan payang pada umumnya merupakan penduduk asli yang menjadikan usaha penangkapan ikan sebagai pekerjaan utama atau termasuk ke dalam klasifikasi nelayan penuh. Adapun nelayan yang mengoperasikan payang di kawasan PPI Cisolok berjumlah orang nelayan. Anak buah kapal (ABK) payang memiliki peran dan tugas masing-masing, yaitu : (a) Juru mudi, bertugas memegang kemudi perahu menuju maupun kembali dari fishing ground; (b) Pengawas (fishing master), bertugas mencari gerombolan ikan dan menentukan arah operasi penangkapan ikan; (c) Petawur, bertugas untuk menurunkan jaring; (d) Juru batu, bertugas untuk menurunkan pemberat; dan (e) Anak payang, bertugas untuk berenang menakut-nakuti dan menggiring ikan ke arah mulut jaring. Walaupun memiliki peran dan tugas masing-masing, semua nelayan yang ada di atas perahu selain juru mudi membantu dalam proses penarikan jaring. (5) Metode pengoperasian Operasi penangkapan jaring payang dilakukan secara one day fishing. Proses pengoperasian payang dimulai pada pagi hari yaitu pada pukul WIB. Adapun pengoperasian payang dilakukan dalam empat tahap yaitu persiapan, tahap pemasangan jaring (setting), tahap penarikan jaring (hauling), dan tahap pelepasan hasil tangkapan. Tahap persiapan meliputi persiapan perbekalan seperti makanan dan minuman yang biasanya para nelayan sudah membawanya masingmasing dari rumahnya, serta bahan bakar. Selain itu juga pemeriksaan terhadap kondisi mesin oleh juru mesin. Adapun untuk satu kali operasi penangkapan jaring payang diperlukan bahan bakar sebanyak 20 liter. Setelah semua tahap persiapan dilakukan, perahu diberangkatkan menuju fishing ground. Dalam menentukan fishing ground, fishing master mencari kawanan ikan dengan melihat

55 41 tanda-tanda keberadan gerombolan ikan seperti adanya riak-riak di permukaan. Keahlian ini diperoleh dari kebiasaan fisihing master dalam melakuakan mencarian fishing ground. Pada proses ini kecakapan seorang fishing master sangatlah menentukan keberhasilan penangkapan. Pada saat geromolan ikan ditemukan, fishing master akan menginstruksikan kepada juru mudi agar mendekati gerombolan ikan tersebut agar proses pemasangan jaring (setting) dilakukan. Pemasangan jaring dilakukan dengan melingkari gerombolan ikan dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, pelampung yang berupa bambu, tali selambar, badan jaring, dan pemberat. Ujung tali selambar yang satunya tetap berada di perahu. Proses melingkari gorombolan ikan ini memerlukan waktu 20 menit. Proses berikutnya adalah penarikan jaring. Proses ini dilakukan dengan secepat mungkin. Hal ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan lolosnya ikan yang akan ditangkap. Adapun tahap penarikan jaring umumnya menghabiskan waktu selama 30 menit. Proses penarikan dilakukan oleh ABK. Pembagian tugas adalah sebagai berikut, ada yang bertugas untuk merapihkan pelampung, pemberat dan badan jaring payang. Bagian kantong adalah proses penarikan yang terakhir. Penarikan jaring payang yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 Penarikan jaring payang yang dioperasikan di Cisolok. Tahap pelepasan hasil tangkapan dilakukan dengan membuka ikatan pada kantong. Tahap pelepasan ini umumnya dilakukan selama 15 menit. Namun diketahui waktu pelepasan ini tergantung dari banyaknya hasil tangkapan. Setelah

56 42 proses pelepasan selesai, kantong jaring diikat kembali dan dipersiapkan kembali untuk setting selanjutnya. Jika hasil tangkapan yang didapatkan kurang memuaskan, maka proses setting umumnya dilakukan sebanyak 8-10 kali dalam satu kali operasi penangkapan jaring payang. (6) Hasil tangkapan Jaring payang merupakan alat tangkap yang dioperasikan di permukaan perairan. Adapun target tangkapan jaring payang berupa ikan-ikan pelagis. Hasil Tangkapan dari payang adalah pepetek (Leioghnatus spp.), kembung (Rastrelliger sp.), tongkol komo (Euthynnus affinis). Pada waktu-waktu tertentu hasil tangkapan payang berupa ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan madidihang (Thunnus albacares) juga tertangkap. (h) Pancing layur (1) Deskripsi Pancing layur merupakan suatu pancing yang terdiri dari tali utama (main line) dan tali cabang (branch line). Tali cabang terletak di sepanjang tali utama secara berderet dengan jarak tertentu. Pada bagian ujung tali cabang terpasang mata pancing. Panjang tali utama berbanding lurus dengan banyaknya mata pancing yang digunakan. Panjang tali utama bila direntangkan secara lurus dapat mencapai ratusan meter hinnga puluhan kilometer (Subani dan Barus, 1989). Pancing layur menurut Brandt (1984) dikalisifikasikan ke dalam jenis alat tangkap pancing. Pancing layur yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 15. Gambar 15 Pancing layur yang dioperasikan di Cisolok.

57 43 (2) Konstruksi Konstruksi dari pancing layur vertikal yang biasa digunakan untuk menangkap ikan layur di Cisolok yaitu terdiri dari beberapa bagian. Pancing rawai layur terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), mata pancing (hook), pemberat, kili-kili (swivel), tali untang dan penggulung. Secara detail konstruksi dari pancing layur disajikan pada Gambar 16. Penggulung (reel) Main line (PA monofilamen No.800) 2 m 2 cm 2 m Branch line (PA monofilamen no 500) Panjang 1,3 m Kawat barlen 15 cm 2 m 2 m Pemberat (batu) Gambar 16 Konstruksi pancing layur. (a) Tali utama (main line) Tali utama pada pancing layur yang digunakan terbuat dari bahan monofilament nylon bernomor 1000 dengan diameter m. Tali utama

58 44 berfungsi sebagai tempat terkaitnya tali cabang dimana mata pancing dipasang. Panjang tali secara keseluruhan sekitar 250 m; (b) Tali cabang (branch line) Tali cabang (branch line) merupakan tali tambahan yang disapang pada tali utama. Tali cabang terbuat dari bahan PA monofilament dengan warna transparan. Panjang tali cabang 1,5 m. Tali cabang dipasang secara berderet dengan jarak 2,5 m. Pemasangan tali cabang pada tali utama menggunakan simpul. Pada tali cabang dipasang mata pancing; (c) Mata pancing Mata pancing berfungsi sebagai tempat memasang umpan sekaligus tempat terkaitnya ikan. Mata pancing pada pancing layur terbuat dari bahan stainless steel. Jenis mata pancing dengan bahan stainless steel ini digunakan nelayan karena harganya yang relatif murah dan cukup tahan lama. Adapun ukuran mata pancing yang biasa nelayan Cisolok gunakan adalah nomor 7 sampai 10. Jumlah mata pancing pada tiap tali cabang hanya satu sedangkkan satu tali utama terdapat 100 buah mata pancing; (d) Pemberat (sinker) Pemberat pada pancing layur ini biasanya terbuat dari timah ataupun dari batu. Pemberat ini diikatkan pada tali untang yang terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua. Pemberat ini berfungsi agar tali utama tetap kebawah walaupun arus kencang; (e) Kili-kili (swivel) Kili-kili digunakan agar tali pancing tidak terbelit dan menjadi kaku akibat arus ataupun gerakan ikan pada saat meloloskan diri. Dua buah swivel dipasang dalam satu unit pancing layur yaitu pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang.; (f) Tali untang atau kawat barlen Tali untang befungsi untuk mencegah agar tali cabang tidak membelit pada tali utama. Tali ini diikatkan pada swivel pertama dan kedua dengan menggunakan tali yang ukurannya sama dengan tali utama sepanjang cm. Bagian antara tali cabang dan mata pancing dipasang tali untang sepanjang cm; dan

59 45 (g) Penggulung (reel) Penggulung berfungsi untuk memudahkan pengoperasian pancing. Terbuat dari kayu atau plastik, berbentuk seperti roda dengan ukuran tertentu tergantung panjang tali pancing (Nurhayati, 2006). Penggulung pancing layur dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 17. Gambar 17 Penggulung pancing layur yang dioperasikan di Cisolok. (3) Perahu Perahu yang digunakan pada penggoperasian pancing layur di Cisolok yaitu perahu congkreng yang sudah dilengkapi dengan motor tempel bermesin diesel dengan kekuatan 5-25 PK. Dimensi dari perahu tersebut yaitu : panjang (P) berkisar 6-13 meter, lebar (L) 1-3 meter dan tinggi (D) 0,8-3 meter. Perahu ini juga dilengkapi dengan alat penyeimbang pada kedua sisinya yang disebut kincang. Kincang tersebut terbuat dari bambu dengan panjang sekisar 7 meter (Nurhayati, 2006). Perahu pancing layur yang dioperasikan di Cisolok disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Perahu pancing layur yang dioperasikan di Cisolok.

60 46 Perahu pancing layur dilengkapi juga dengan alat bantu untuk menunjang operasi penangkapan yaitu : (a) Lampu tekan / petromaks Petromaks digunakan sebagai penerangan pada saat pengoperaian pancing layur dilakukan pada malam hari; dan (b) Cool box Cool box digunakan untuk menyimpan ikan layur hasil tangkapan agar tersusun rapi dan tidak rusak. Ikan layur yang telah tersusun dalam Cool box kemudian diberi es curah untuk menjaga kesegarannya. (4) Nelayan Nelayan yang mengoperasikan pancing layur dengan menggunakan perahu congkreng sebanyak 1-3 orang per unit penangkapan. Satu orang bertugas mengemudikan perahu sekaligus memancing dan yang lainnya sebagai pemancing dan mempersiapkan keperluan sebelum setting, seperti memasang umpan. Satu orang nelayan dalam sekali setting dapat mengoperasikan beberapa pancing sekaligus tergantung dari kemahiran masing-masing nelayan. (5) Metode pengoperasian (a) Persiapan Pada tahap ini dilakukan pemasangan motor tempel pada perahu, pemasangan alat pancing, bahan bakar, lampu petromaks, penyediaan umpan dan bekal makanan selama operasi berlangsung. Setelah semua persiapan selesai maka siap berangkat menuju fishing ground. Biasanya nelayan berangkat ke fishing ground sekitar pukul WIB tergantung jarak fishing ground dan keadaan cuaca; (b) Pemilihan fishing ground Pemilihan fishing ground dilakukan berdasarkan pengalaman nelayan dengan memperhatikan keadaan perairan seperti angin dan gelombang serta berdasarkan hasil tangkapan hari sebelumnya. Fishing groundnya hanya disekitar Teluk Palabuhanratu. Hal ini dikarenakan perahu yang digunakan

61 47 nelayan pancing layur yang berukuran kecil dan tidak memungkinkan untuk melakukan penangkapan di luar Taluk Palabuhanratu; dan (c) Operasi panangkapan Operasi panangkapan biasanya dilakukan saat hari mulai gelap. Setelah mendapatkan lokasi yang tepat, nelayan mulai memotong umpan dan setelah itu umpan dipasang pada mata pancing kemudian rawai pancing layur mulai diturunkan. Setelah dibiarkan selama beberapa menit, kemudian pancing diangkat dan nelayan mulai melepaskan hasil tangkapan satu-persatu. Ikan layur hasil tangkapan tersebut kemudian disimpan dalam cool box dan sebagian digunakan untuk umpan setting berikutnya. Setelah operasi penangkapan selesai, nelayan kembali pulang ke tempat awal berangkat. (6) Hasil tangkapan Ikan hasil tangkapan pancing layur ini adalah ikan layur (Trichiurus sp), barrakuda (Sphyraena jello) dan ikan layang (Decapterus kurroides). Ikan hasil tangkapan yang didapat tidak semuanya di jual akan tetapi ada juga yang dijadikan umpan dan dikonsumsi sendiri oleh nelayannya. 3) Jaring rampus (1) Deskripsi Jaring rampus dikelompokkan ke dalam jaring insang hanyut dasar atau bottom gillnet. Cara pengoperasiannya dengan cara dihanyutkan di dasar perairan. Jaring rampus merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama pada seluruh tubuh jaring. Pada sisi atas jaring diletakkan pelampung (float) dan pemberat (sinker) pada sisi bawah. Jaring akan terentang akibat dua gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy force dari float yang mengarah ke atas dan sinking force dari sinker yang ditambah dengan berat jaring yang mengarah ke bawah (Ayodhyoa 1981).

62 48 (2) Konstruksi Bagian-bagian dari jaring rampus terdiri atas badan jaring, tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, pelampung, tali pemberat dan pemberat. Desain dan konstruksi dari jaring rampus ditunjukkan pada Gambar 19 dan PE Ø 5 56 PE Ø PA Monofilamen : 2 inchi PE Ø 5 56 PE Ø 3 Gambar 19 Desain jaring rampus. Tali pelampung Pelampung Tali ris atas Badan Tali ris bawah Pemberat Tali pemberat Gambar 20 Konstruksi jaring rampus. (a) Badan jaring Badan jaring merupakan bagian yang berfungsi untuk menghadang ikan secara vertikal. Bahan yang digunakan adalah PA (Plyamide) monofilament berwarna putih transparan dengan ukuran jaring dengan keadaan terpasang per piece sebesar 56 x 4,8 meter. Ukuran mata jaringnya adalah 2 inch. Jaring rampus pada tiap piecenya memiliki jumlah mata 1934 mata pada arah

63 49 horizontal dan 75 mata pada arah vertikal. Panjang badan jaring dalam keadaan terentang adalah 98,25 m sedangkan dalam keadaan terpasang adalah 56 m. Hanging ratio dari jaring rampus ini adalah 0,57. Badan jaring yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 21. Gambar 21 Badan jaring rampus yang digunakan di Cisolok. (b) Pelampung Pelampung pada jaring rampus terbuat dari bahan styrofoam dengan berbentuk balok dengan panjang 4 cm dan lebar 2,5 m. Jumlah pelampung dalam satu piece sebanyak 107 buah dengan jarak antar pelampung 48 cm. Pelampung yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 22. Gambar 22 Pelampung jaring rampus yang digunakan di Cisolok. (c) Pemberat Pemberat pada jaring rampus terbuat dari timah dengan berat satuan 12 gram. Jumlah pemberat dalam satu piece sebanyak 242 buah. Karena penempatan jaring berada didasar perairan maka pemberat memiliki peran penting untuk

64 50 menjaga kedudukan jaring agar tetap di posisinya. Hal itu menjadi penting karena pengaruh arus yang dapat menggeser kedudukan jaring dari tempat semula, dan biasa mengubah kedudukan jaring dalam menghadang ikan; Jangkar biasanya digunakan pada awal setting piece pertama dan satu jangkar lagi pada piece terakhir. Jangkar terbuat dari kayu dengan panjang 1 m dengan diameter 5 cm dan pada bagian atasnya disambungkan kayu yang berbentuk seperti mata kail pancing serta pada bagian bawahnya diikatkan beton yang terbuat dari campuran semen dan batu dengan berat 5 kg. Pemberat yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 23. Gambar 23 Pemberat jaring rampus yang digunakan di Cisolok. (d) Tali ris Tali ris pada jaring rampus terdiri dari tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas dan bawah terbuat dari PE multifilament dengan diameter 5 mm. Panjang tali ris atas adalah 56 m. Tali ris atas terdiri dari dua tali. Satu utas tali digunakan sebagai tali pelampung dan satu utas lainnya digunakan sebagai penggantung badan jaring. Tali pelampung berfungsi untuk memasangkan pelampung pada jaring. Tali pelampung ini memiliki diameter 5 mm dan panjang 56 m. Jaring rampus juga dilengkapi tali ris bawah dengan diameter 5 mm untuk pengikat jaring bagian bawah dan diameter 2,5 mm untuk pengikat pemberat dengan panjang kedua tali ris bawah ini adalah 60 m. Tali ris jaring rampus yang digunakan di Cisolok disajikan pada Gambar 24.

65 51 Gambar 24 Tali ris jaring rampus yang digunakan di Cisolok. (3) Perahu Perahu yang digunakan dalam pengoperasian jaring rampus yaitu jenis jukung yang terbuat dari bahan fiber dan dilengkapi dengan katir. Perahu ini memiliki dimensi ukuran L x B x D : 11 x 1 x 0,8 meter. Perahu ini menggunakan mesin tempel dengan kekuatan 5 PK dengan merk yamaha. Perahu ini dilengkapi dengan katir di sebelah kanan dan kiri Perahu. Katir berfungsi sebagai penyeimbang atau mengurangi efek gerakan oleng perahu, sehingga memudahkan nelayan dalam mengoperasikan perahu dalam operasi penangkapan ikan. Perahu yang digunakan pada jaring rampus di Cisolok disajikan pada Gambar 25. Gambar 25 Perahu jaring rampus yang digunakan di Cisolok. (4) Nelayan Jumlah nelayan yang mengoperasikan jaring rampus sebanyak 2-3 orang. Masing-masing nelayan mempunyai tugas yang berberda. Satu orang sebagai pengemudi perahu dan yang lainnya menurunkan alat, sedangkan pada saat hauling dari jumlah nelayan yang ikut secara bergantian menarik jaring sampai

66 52 semua jaring terangkat ke atas perahu. Perbaikan alat dan perahu dilakukan nelayan pada waktu sampai di darat atau pada waktu sore hari. (5) Metode pengoperasian Jaring rampus biasanya dioperasikan pada saat dini hari sampai pagi hari. Pengoperasiannya dibagi dalam lima tahap yaitu: (a) Persiapan Persiapan meliputi mengecekan kondisi mesin dan pendorongan perahu yang bersandar di pinggir pantai menuju ke kolam pangkalan pendaratan ikan sampai propeler mesin tidak menyentuh pasir, sehingga perahu dapat berjalan. Persiapan perahu jaring rampus menuju fishing groud di Perairan Cisolok disajikan pada Gambar 26. Gambar 26 Perahu jaring rampus menuju fishing ground di Perairan Cisolok. (b) Penentuan fishing groud Perjalanan perahu dari fishing base menuju fishing groud dimulai dari pukul WIB. Lama waktu yang ditempuh ± 40 menit sampai dengan 1 jam perjalanan dari fishing base menuju fishing groud. Penentuan fishing ground biasanya berdasarkan dari informasi nelayan lain yang mendapatkan hasil tangkapan yang banyak dan biasanya nelayan tidak pernah pindah fishing

67 53 groud sebelum ikan yang didapatkan menurun atau ada informasi lain mengenai fishing groud yang ikannya lebih banyak; (c) Pemasangan jaring (setting) Proses penurunan jaring dilakukan dengan penurunan jangkar yang berupa balok dari beton, tali selambar, jaring dan terakhir jarkar yang diikatkan dengan kayu yang bebentuk seperti mata pancing. Pada saat penurunan jaring, mesin dibiarkan hidup untuk mempermudah proses penuruanan jaring. Proses ini berlangsung selama menit. Selanjutnya setelah penurunan jaring selesai, tali selambar diikat pada bagian buritan perahu. Pemasangan jaring rampus di Perairan Cisolok disajikan pada Gambar 27. Gambar 27 Pemasangan jaring rampus pada saat operasi penangkapan di Perairan Cisolok. (d) Perendaman jaring (soaking) Perendaman di perairan selama 1 jam. Pada saat perendaman jaring, nelayan biasanya beristirahat untuk menyiapkan tenaga untuk melakukan penarikan jaring. Proses pada saat nelayan menunggu perendaman jaring rampus di Perairan Cisolok disajikan pada Gambar 28. Gambar 28 Nelayan menunggu perendaman jaring rampus di Perairan Cisolok.

68 54 (e) Penarikan jaring (hauling) dan pelepasan hasil tangkapan Proses hauling berlangsung selama 1,5-2 jam, satu nelayan bertugas menarik tali ris atas dengan posisi beridiri dan satu nelayan bertugas menarik tali ris bawah dan melepaskan ikan yang terjerat. Hasil tangkapan yang diperoleh disimpan di palka dan kemudian hasil tangkapan diikat satu persatu. Hasil tangkapan utama diikat terpisah dengan ikan sampingan oleh benang nilon. Satu kali trip hanya berlangsung 1 kali setting saja. Penarikan jaring rampus pada operasi penangkapan ikan di Perairan Cisolok disajikan pada Gambar 29. Gambar 29 Penarikan jaring rampus di Perairan Cisolok. (6) Hasil tangkapan Hasil tangkapan utama dari jaring rampus adalah ikan layang (Decapterus kurroides). Adapun hasil tangkapan sampingan dari jaring rampus adalah beloso (Saurida spp), pepetek (Leiognatus sp), sebelah (Pleuronectidae), lidah (Paraplagusia bilineata), biji nangka (Upeneus sp), barakuda (Sphyraena jello) dan simata goyang (Priacanthus tayenus) Nelayan Mayoritas nelayan di PPN Palabuhanratu merupakan penduduk asli daerah tersebut. Namun ada pula nelayan pendatang yang berasal dari Cirebon, Cilacap, Binuangen, Indramayu, dan beberapa nelayan dari luar pulau Jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi. Nelayan yang berada di PPN Palabuhanratu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan buruh adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan

69 55 pemilik adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan pemilik biasanya disebut juragan. Jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu mengalami peningkatan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah nelayan sebanyak orang. Jumlah ini meningkat 27,9% menjadi 4474 orang pada tahun Secara detail Perkembangan jumlah nelayan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah nelayan PPN Palabuhanratu tahun Tahun Total nelayan (orang) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Produksi Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu mengalami penurunan secara bertahap. Pada tahun 2006 jumlah produksi kg. Jumlah ini menurun 63,77% menjadi kg pada tahun Secara detail Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Produksi (kg) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2011

70 Nilai Produksi Nilai Produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu mengalami penurunan secara bertahap. Pada tahun 2006 nilai produksi Rp Jumlah ini menurun 27,19% menjadi Rp pada tahun Secara detail Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Nilai produksi (Rp) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2011

71 57 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Komposisi hasil tangkapan Komposisi jenis hasil tangkapan jaring rampus selama penelitian terdiri atas 9 spesies dengan jumlah 351 ekor (Gambar 30). Hasil tangkapan dominan pada penelitian ini adalah ikan layang (Decapterus kurroides) dengan jumlah 209 ekor atau 59,54% dari total hasil tangkapan, diikuti oleh beloso (Saurida micropectoralis) 36 ekor atau 10,26% dari total hasil tangkapan, pepetek (Leiognatus equulus) 31 ekor atau 8,83% dari total hasil tangkapan, biji nangka (Upeneus mullocensin) 25 ekor atau 7,12% dari total hasil tangkapan, udang jerbung (Penaeus sp) 256 ekor atau 7,12% dari total hasil tangkapan, sebelah (Psettodes erumei) 8 ekor atau 2,28% dari total hasil tangkapan, lidah (Paraplagusia bilineata) 7 ekor atau 1,99%, simata goyang (Priacanthus tayenus) 6 ekor atau 1,71% dari total hasil tangkapan, dan barrakuda (Sphyraena jello) 4 ekor atau 1,14% dari hasil tangkapan. Secara keseluruhan jumlah hasil tangkapan jaring rampus yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 9. n = 351 Udang Jerbung; 7,12% Sebelah; 2,28% Lidah; 1,99% Simata Goyang; 1,71% Barrakuda; 1,41% Biji Nangka; 7,12% Layang; 59,54% Pepetek; 8,83% Beloso; 10,26% Gambar 30 Persentase komposisi jenis total hasil tangkapan jaring rampus selama penelitian.

72 58 Adapun hasil tangkapan utama (target spesies) berupa ikan layang mencapai 59,54% atau 209 ekor dari total hasil tangkapan (Gambar 31). Target spesies yang dimaksud menurut Pascoe (1997) adalah jenis ikan yang secara spesifik menjadi target dalam operasi penangkapan. Layang tertangkap menyebar pada setiap hanging ratio jaring rampus. Pada jaring dengan hanging ratio 0,45 tertangkap 95 ekor atau 22,57% dari total hasil tangkapan, hanging ratio 0,57 tertangkap 58 ekor atau 16,52% dari total hasil tangkapan, dan hanging ratio 0,65 tertangkap 56 ekor atau 15,95% dari total hasil tangkapan. Pada Gambar 32 disajikan komposisi ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45, 0,57, dan 0,65. Tabel 9 Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian No. Nama internasional Spesies Nama inggris Jumlah % 1. Layang Decapterus Redtail scad ,54 kurroides 2. Beloso Saurida tumbil Greater lizardfish 36 10,26 3. Pepetek Leiognatus 31 8,83 Common ponyfish equulus 4. Biji nangka Upeneus 25 7,12 Mulucen goldfish mullocensin 5. Udang 25 7,12 Penaeus sp Banana prawn jerbung 6. Sebelah Psettodes Indian halibut 8 2,28 erumei 7. Lidah Paraplagusia bilineata Doubleline tonguesole 7 1,99 8. Simata Priacanthus 6 1,71 Purple-spotted bigeye goyang tayenus 9. Barrakuda Sphyraena jello Pickhandle barracuda 4 1,14 Total

73 59 n= 351 Ikan Sampingan; 40,46% Ikan Layang; 59,54% Gambar 31 Persentase jumlah hasil tangkapan ikan layang dan ikan sampingan jaring rampus selama penelitian. HR 0,65; 15,95% n = 351 HR 0,57; 16,52% HR 0,45; 27,07% Gambar 32 Persentase jumlah ikan layang pada jaring rampus berdasarkan perbedaan hanging ratio dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan jaring rampus yang bernilai ekonomis adalah layang. Ikan layang mempunyai nilai jual yang cukup tinggi di pasar lokal. Ikan layang yang tertangkap oleh nelayan Cisolok memiliki panjang cagak rata-rata 30 cm-40 cm. Adapun ikan layang yang layak tangkap panjang cagak yang berukuran 23 cm

74 60 (Nontji, 2002). Ukuran ini adalah ukuran ikan layang yang sudah matang gonad. Nelayan Cisolok menjual ikannya tidak langsung kepada konsumen melainkan kepada pihak pengepul. Pendisrtibusian ikan layang selanjutnya dilakukan oleh pengepul kepada para pedagang atau kepada konsumen yang secara langsung datang ke Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok. Ikan layang dijual per ekor berdasarkan ukuran panjang total. Ikan yang berukuran panjang cagak lebih dari 35 cm oleh pengepul dibeli dengan harga Rp ,-. Adapun ikan yang berukuran kecil dengan kisaran panjang cagak kurang dari 35 cm oleh pengepul dibeli dengan harga Rp 1.000,- sampai dengan Rp 8.000,-. Adapun ikan tersebut dijual kepada konsumen dengan harga Rp 2.000,- sampai dengan Rp ,- untuk ikan layang berukuran kecil dan Rp ,- sampai dengan Rp ,- untuk ikan layang berukuran besar. Ikan hasil sampingan memiliki kesamaan nilai ekonomis yaitu berkisar antara Rp Rp ,- per kg. Ikan yang memiliki nilai ekonomis berbeda adalah ikan biji nangka atau nelayan Cisolok biasa menyebutnya dengan gelang mudin yaitu berkisar antara Rp Rp per ikat. Satu ikat biasanya sekitar 1 kg. Total hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap piece jaring selama penelitian berkisar antara 15 ekor-32 ekor pada tiap trip penangkapan ikan. Total hasil tangkapan tertinggi terjadi pada trip ke 6 sebanyak 32 ekor. Adapun total hasil tangkapan terendah terjadi pada trip ke 15 yaitu sebanyak 17 ekor. Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap kali trip penangkapan adalah 23 ekor. Secara rinci jumlah dan rata-rata hasil tangkapan pada tiap jaring rampus per trip disajikan pada Gambar 33.

75 ,0 Jumlah Ikan (ekor) Trip ke Jumlah hasil tangkapan jaring rampus Rata-rata total hasil tangkapan jaring rampus 12,0 9,0 6,0 3,0 0,0 Rata-rata Total Hasil Tangkapan per trip Gambar 33 Jumlah hasil tangkapan total dan jumlah rata-rata hasil tangkapan jaring rampus per trip selama penelitian Komposisi hasil tangkapan total jaring rampus Total hasil tangkapan jaring rampus yang diperoleh selama penelitian sebanyak 351 ekor. Jumlah hasil tangkapan terbesar diperoleh pada jaring rampus dengan hanging ratio sebesar 0,45 sebanyak 141 ekor dengan rata-rata 9 ekor. Secara rinci jumlah hasil tangkapan jaring rampus pada hanging ratio yang berbeda selama 15 kali ulangan dapat dilihat pada Lampiran 4. Total hasil tangkapan tertinggi terjadi pada hanging ratio 0,45 yaitu sebanyak 15 ekor. Adapun total hasil tangkapan terendah terjadi pada hanging ratio 0,57 yaitu sebanyak 2 ekor. Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap hanging ratio adalah 8 ekor. Secara rinci jumlah dan rata-rata hasil tangkapan pada setiap hanging ratio per trip disajikan pada Gambar 34.

76 62 Jumlah Ikan (ekor) Tip ke HR 0,45 HR 0,57 HR 0,65 Gambar 34 Jumlah hasil tangkapan total jaring rampus berdasarkan hanging ratio yang berbeda per trip selama penelitian. Total jumlah hasil tangkapan yang diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 selama penelitian sebanyak 141 ekor atau setara dengan 40,17%. Total hasil tangkapan yang diperoleh jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio 0,45 didominasi oleh ikan layang sebanyak 95 ekor atau setara dengan 67,38% dari hasil tangkapan. Adapun jumlah hasil tangkapan paling sedikit diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 adalah simata goyang 2 ekor atau setara dengan 1,42% dari hasil tangkapan. Jumlah hasil tangkapan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 memiliki proporsi beloso 10 ekor atau setara dengan 7,09% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,45, biji nangka 9 ekor atau setara dengan 6,38% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,45, udang jerbung 9 ekor atau setara dengan 6,38% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,45, pepetek 8 ekor atau setara dengan 5,67% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,45, sebelah 6 ekor atau setara dengan 4,26% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,45 dan lidah 2 ekor atau setara dengan 1,42% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,45. Secara rinci disajikan dalam Gambar 35. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 selama penelitian sebanyak 117 ekor atau setara dengan 33,33%. Total hasil tangkapan yang diperoleh jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio 0,57

77 63 didominasi oleh ikan layang sebanyak 58 ekor atau setara dengan 49,57% dari hasil tangkapan. Adapun jumlah hasil tangkapan paling sedikit diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 adalah barrakuda 2 ekor atau setara dengan 1,71% dari hasil tangkapan. Jumlah hasil tangkapan jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 memiliki proporsi beloso 17 ekor atau setara dengan 14,53% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,57, pepetek 12 ekor atau setara dengan 10,26% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,57, biji nangka 11 ekor atau setara dengan 9,40% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,57, udang jerbung 11 ekor atau setara dengan 9,40% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,57, simata goyang 3 ekor atau setara dengan 2,56% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,57 dan lidah 3 ekor atau setara dengan 2,56% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,57. Secara rinci disajikan dalam Gambar 35. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 selama penelitian sebanyak 93 ekor atau setara dengan 26,50%. Total hasil tangkapan yang diperoleh jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio 0,65 didominasi oleh ikan layang sebanyak 56 ekor atau setara dengan 60,22% dari hasil tangkapan. Adapun jumlah hasil tangkapan paling sedikit diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 adalah simata goyang 1 ekor atau setara dengan 1,08% dari hasil tangkapan. Jumlah hasil tangkapan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 memiliki proporsi pepetek 11 ekor atau setara dengan 11,83% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65, beloso 9 ekor atau 9,68% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65, biji nangka 5 ekor atau setara dengan 5,38% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65, udang jerbung 5 ekor atau 5,58% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65, lidah 2 ekor atau setara dengan 2,15% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65, barrakuda 2 ekor atau setara dengan 1,15% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65, sebelah 2 ekor atau setara dengan 2,15% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65, simata goyang 1 ekor atau setara dengan 1,08% dari total hasil tangkapan dengan hanging ratio 0,65. Secara rinci disajikan dalam Gambar 35. Berdasarkan uji Anova terhadap total jumlah hasil tangkapan yang diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda diperoleh nilai F hitung 4,85 dan

78 64 nilai probabilitas sbesar 0,01. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada jumlah hasil tangkapan yang nyata pada jumlah hasil tangkapan pada jaring rampus yang menggunakan hanging ratio yang berbeda. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan uji BNT untuk menentukan perlakuan yang memberikan perlakuan yang nyata terhadap hasil tangkapan. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 dengan 0,65 sebesar 0,00. Secara rinci hasil uji BNT terhadap jumlah hasil tangkapan pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah hasil tangkapan pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda No. Perlakuan Probabilitas Keterangan 1. 0,45-0,57 0,13 Tidak berbeda nyata 2. 0,45-0,65 0,00 Berbeda nyata 3. 0,57-0,65 0,13 Tidak berbeda nyata

79 65 Petek 5,67% Sebelah 4,26% HR 0,45 Lidah 1,42% Udang 6,38% Biji Nangka 6,38% Beloso 7,09% Simata Goyang 1,41% n = 141 Layang 67,38% Udang 9,40% Simata goyang 5,67% Lidah 4,26% HR 0,57 Barrakuda Barrak uda 1,71% 1,71% Biji Nangka 6,38% Petek 10,26% n =117 Lidah 4,26% Udang 5,67% Biji Nangk a Beloso 9,68% Beloso 14,53% HR 0,65 Barrakuda 1,71% Layang 49,57% Sebelah 2,15% Simata Goyang 1,08% Petek 11,83 Layang 60,22% n = 93 Gambar 35 Komposisi hasil tangkapan jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio yang berbeda.

80 Keragaman spesies hasil tangkapan Jumlah spesies yang tertangkap pada jaring rampus selama penelitian sebanyak 9 spesies. Jaring rampus dengan hasil tangkapan dengan keragaman spesies terendah diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 dan hanging ratio 0,57 dengan jumlah spesies yang tertangkap sebanyak 8 spesies. Adapun jaring rampus dengan keragaman spesies hasil tangkapan tertinggi yaitu sebanyak 9 spesies diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,65. Secara rinci jumlah dan jenis spesies yang tertangkap selama penelitian disajikan pada Lampiran 5. Hasil analisis keragaman spesies dengan menggunakan Index Shannon Wiener untuk jaring rampus dengan hanging ratio 0,45, 0,57, dan 0,65 diperoleh nilai Index Shannon Wiener masing-masing sebesar 1,22, 1,56 dan 1,39 (Lampiran 6). Hal ini berarti bahwa H < 2,30, maka dapat dikatakan keanekaragaman Perairan Cisolok tergolong rendah. Adapun Jaring rampus dengan nilai Index Shannon Wiener lebih kecil merupakan jaring rampus yang menangkap ikan dengan keragaman lebih sedikit sehingga relatif lebih selektif terhadap spesies dibandingkan dengan jaring rampus lainnya. Hal ini berarti jika dilihat dari selektivitas terhadap spesies, jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 relatif lebih baik dibandingkan dengan jaring rampus dengan hanging ratio lainnya ditinjau dari keragaman spesies yang tertangkap Jumlah hasil tangkapan ikan layang Secara keseluruhan hasil tangkapan ikan layang yang diperoleh selama penelitian adalah 209 ekor. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jumlah hasil tangkapan ikan layang terbanyak diperoleh pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 yaitu sebanyak 95 ekor atau setara dengan 45,46% dari total hasil tangkapan ikan layang, diikuti oleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 yaitu sebanyak 58 ekor atau setara dengan 27,75% dari total hasil tangkapan ikan layang. Jumlah hasil tangkapan ikan layang terendah diperoleh pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 yaitu sebanyak 56 ekor atau setara dengan 26,79% dari total hasil tangkapan ikan layang (Gambar 36).

81 67 n = 209 HR 0,65; 26,79% HR 0,45; 45,46% HR 0,57; 27,75% Gambar 36 Persentase jumlah hasil tangkapan ikan layang berdasarkan perbedaan hanging ratio. Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan layang pada tiap piece jaring rampus per trip berkisar 1-12 ekor. Hasil tangkapan ikan layang tertinggi pada trip ke 5 yaitu sebanyak 24 ekor, sedangkan hasil tangkapan ikan terendah terjadi pada trip ke 1 yaitu sebanyak 8 ekor per piece. Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang (Decapterus kurroides) tiap jaring rampus per trip disajikan pada Gambar ,0 Jumlah Ikan (ekor) ,0 9,0 6,0 3,0 Rata-rata total hasil tangkapan per trip 0 0, Trip ke Jumlah hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus Rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus Gambar 37 Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang tiap jaring rampus per trip selama penelitian.

82 68 Total hasil tangkapan tertinggi terjadi pada hanging ratio 0,45 yaitu sebanyak 12 ekor. Adapun total hasil tangkapan terendah terjadi pada hanging ratio 0,57 yaitu sebanyak 1 ekor. Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh pada hanging ratio 0,45, 0,57 dan 0,65 berturut-turut 8, 4 dan 4 ekor. Secara rinci jumlah dan rata-rata hasil tangkapan pada setiap hanging ratio per trip disajikan pada Gambar 38. Jumlah Ikan (ekor) HR 0,45 HR 0,57 HR 0, Trip ke Gambar 38 Jumlah dan rata-rata hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda per trip selama penelitian. Berdasarkan uji ANOVA terhadap jumlah hasil tangkapan ikan layang dengan menggunakan hanging ratio yang berbeda diperoleh nilai F hitung sebesar 6,14 dengan nilai probabilitas sebesar 0,01. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan ikan layang yang tertangkap oleh jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio yang berbeda. Selanjutnya untuk mengetahui jenis perlakuan yang memberikan perlakuan yang berbeda maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji BNT. Hasil uji BNT terhadap jumlah hasil tangkapan ikan layang yang tertangkap oleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 dan 0,65 sebesar 0,00. Secara detail hasil uji BNT terhadap jumlah hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda disajikan pada Tabel 11.

83 69 Tabel 11 Hasil uji Beda Nyata Terkecil BNT terhadap jumlah hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda No. Perlakuan Probabilitas Keterangan 1. 0,45-0,57 0,00 Berbeda nyata 2. 0,45-0,65 0,00 Berbeda nyata 3. 0,57-0,65 0,85 Tidak berbeda nyata Distribusi ukuran hasil tangkapan ikan layang Panjang cagak ikan layang yang tertangkap selama penelitian berkisar antara 13 cm-48 cm. Ukuran panjang cagak ikan layang yang dominan tertangkap berada pada selang 33 cm-38 cm dengan jumlah 96 ekor atau setara dengan 45,93% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian, sedangkan terendah tertangkap berkisar antara 18 cm-23 cm sebanyak 2 ekor atau setara dengan 0,96% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian. Distribusi total panjang cagak ikan layang yang tertangkap selama penelitian disajikan pada Gambar 39. Jumlah Ikan (ekor) Panjang Cagak (cm) n = 209 Gambar 39 Distribusi total panjang cagak ikan layang yang tertangkap selama penelitian.

84 70 Panjang cagak ikan layang yang tertangkap pada jaring dengan hanging ratio 0,45 berada pada kisaran 13 cm-48 cm. Ukuran panjang cagak ikan layang yang dominan tertangkap berada pada selang 33 cm-38 cm dengan jumlah 46 ekor atau setara dengan 48,42% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,45 selama penelitian, sedangkan terendah tertangkap berkisar antara 13 cm-18 cm sebanyak 2 ekor atau setara dengan 2,11% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,45 selama penelitian. Distribusi panjang cagak ikan layang yang tertangkap selama penelitian pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 disajikan pada Gambar 40. Panjang cagak ikan layang yang tertangkap pada jaring dengan hanging ratio 0,57 berada pada kisaran 13 cm-48 cm. Ukuran panjang cagak ikan layang yang dominan tertangkap berada pada selang 33 cm-38 cm dengan jumlah 19 ekor atau setara dengan 33,76% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,57 selama penelitian, sedangkan terendah tertangkap berkisar antara 13 cm-18 cm dan 43 cm-48 cm sebanyak 2 ekor atau setara dengan 3,45% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,57 selama penelitian. Distribusi panjang cagak ikan layang yang tertangkap selama penelitian pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 disajikan pada Gambar 40. Panjang cagak ikan layang yang tertangkap pada jaring dengan hanging ratio 0,65 berada pada kisaran 13 cm-48 cm. Ukuran panjang cagak ikan layang yang dominan tertangkap berada pada selang 33 cm-38 cm dengan jumlah 31 ekor atau setara dengan 55,36% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,65 selama penelitian, sedangkan terendah tertangkap berkisar antara 43 cm-48 cm sebanyak 1 ekor atau setara dengan 1,79% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,65 selama penelitian. Distribusi panjang cagak ikan layang yang tertangkap selama penelitian pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 disajikan pada Gambar 40.

85 71 Jumlah Ikan (ekor) n = HR 0,45 HR 0,57 HR 0,65 Layak tangkap 93 ekor atau 97,89% Jumlah Ikan (ekor) n = Layak tangkap 56 ekor atau 96,55% Jumlah Ikan (ekor) n = Panjang Cagak (cm) Gambar 40 Distribusi panjang cagak ikan layang hasil tangkapan jaring rampus dengan hanging ratio berbeda. 4 1 Layak tangkap 52 ekor atau 92,86%

86 72 Menurut Nontji (2002) ikan layang yang layak tangkap secara biologi adalah ikan layang yang sudah matang gonad dengan panjang cagak berukuran diatas 23 cm. Berdasarkan Gambar 39 ukuran ikan layang yang layak tangkap secara biologi selama penelitian dari ketiga perlakuan sebanyak 201 ekor atau setara dengan 96,17% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan jaring rampus. Pada Gambar 40 ukuran ikan layang yang layak tangkap secara biologi pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 sebanyak 93 ekor atau setara dengan 97,89% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,45 selama penelitian. Pada jaring ramus dengan hanging ratio 0,57 ikan layang yang layak tangkap secara biologi sebanyak 56 ekor atau setara dengan 96,55% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,57 selama penelitian. Adapun ikan layang yang layak tangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 sebanyak 52 ekor atau setara dengan 92,86% dari total hasil tangkapan ikan layang pada hanging ratio 0,65 selama penelitian. Berdasarkan uji ANOVA terhadap ukuran panjang cagak yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda diperoleh nilai F hitung sebesar 3,93 dengan nilai probabilitas sebesar 0,04. Hal ini berarti bahwa perbedaan hanging ratio yang digunakan pada jaring rampus menggambarkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap ukuran panjang cagak hasil tangkapan ikan layang. Berikutnya uji lanjut menggunakan uji BNT dilakukan untuk menentukan jenis hanging ratio yang mengakibatkan perbedaan yang nyata terhadap ukuran panjang cagak ikan layang yang tertangkap. Berdasarkan uji BNT yang dilakukan terhadap ukuran panjang cagak ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 dan 0,65 diperoleh nilai 5,68 dan nilai probabilitas sebesar 0,01. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 dan 0,65 terhadap panjang cagak ikan layang. Secara lebih rinci hasil uji BNT antara jaring rampus dengan perlakuan hanging ratio yang berbeda terhadap ukuran panjang cagak ikan layang disajikan pada Tabel 12.

87 73 Tabel 12 Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap ukuran panjang cagak ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda No. Perlakuan Probabilitas Keterangan 1. 0,45 0,57 0,17 Tidak berbeda nyata 2. 0,45 0,65 0,25 Tidak berbeda nyata 3. 0,57 0,65 0,01 Berbeda nyata Girth operculum ikan layang yang tertangkap selama penelitian berkisar antara 3 cm-23 cm. Ukuran girth operculum yang dominan tertangkap berada pada selang 13 cm-18 cm dengan jumlah 116 ekor atau setara dengan 55,50% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian, sedangkan terendah berkisar antara 3 cm-8 cm dengan jumlah 2 ekor atau setara dengan 0,96% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian. Disrtibusi total girth operculum ikan layang yang tertangkap selama penelitian disajikan pada Gambar Jumlah Ikan (ekor) n = Girth operculum (cm) Gambar 41 Distribusi total girth operculum ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio berbeda selama penelitian. Girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 berada pada kisaran 13 cm-23 cm. Ukuran girth operculum yang dominan tertangkap berada pada selang 13 cm-18 cm dengan jumlah 49 ekor

88 74 atau setara dengan 51,58% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian, sedangkan terendah berkisar antara 3 cm-8 cm dengan jumlah 2 ekor atau setara dengan 2,11% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian. Disrtibusi total girth operculum ikan layang yang tertangkap selama penelitian disajikan pada Gambar 42. Girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 berada pada kisaran 13 cm-23 cm. Ukuran girth operculum yang dominan tertangkap berada pada selang 13 cm-18 cm dengan jumlah 29 ekor atau setara dengan 50,00% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian, sedangkan terendah berkisar antara 3 cm-8 cm dengan jumlah 2 ekor atau setara dengan 3,45% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian. Disrtibusi total girth operculum ikan layang yang tertangkap selama penelitian disajikan pada Gambar 42. Girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 berada pada kisaran 13 cm-23 cm. Ukuran girth operculum yang dominan tertangkap berada pada selang 13 cm-18 cm dengan jumlah 38 ekor atau setara dengan 67,86% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian, sedangkan terendah berkisar antara 3 cm-8 cm dengan jumlah 1 ekor atau setara dengan 1,79% dari total hasil tangkapan ikan layang pada semua perlakuan selama penelitian. Disrtibusi total girth operculum ikan layang yang tertangkap selama penelitian disajikan pada Gambar 42.

89 75 Jumlah Ikan (ekor) n = 95 HR 0,45 HR 0,57 HR 0,65 Jumlah Ikan (ekor) n = 58 Jumlah Ikan (ekor) n = Girth operculum (cm) Gambar 42 Distribusi girth operculum ikan layang hasil tangkapan jaring rampus dengan hanging ratio berbeda.

90 76 Berdasarkan Gambar 42 terlihat bahwa ukuran dominan girth operculum ikan layang yang tertangkap jaring rampus dengan hanging ratio berbeda berada pada kisaran 13 cm-18 cm. Jumlah ikan layang terbanyak pada ukuran girth operculum 13 cm-18 cm adalah jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 sebanyak 38 ekor atau setara dengan 67,86% dari 56 ekor ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65. Adapun jumlah ikan layang terkecil pada ukuran girth operculum 13 cm-18 cm adalah jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 sebanyak 49 ekor atau setara dengan 51,58% dari 95 ekor ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45. Berdasarkan uji ANOVA terhadap ukuran girth operculum ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio berbeda diperoleh nilai F hitung sebesar 0,88 dengan nilai probabilitas sebesar 0,42. Hal ini berarti bahwa perbedaan hanging ratio yang digunakan pada jaring rampus menggambarkan tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap ukuran girth operculum hasil tangkapan ikan layang. Cara tertangkap ikan pada gillnet menurut Spere and Venema (1999) dapat dibedakan menjadi snaged, gilled, wedged dan entangled. Berdasarkan termologi tersebut maka pada penelitian ini ikan layang berdasarkan cara tertangkapnya dibedakan menjadi snaged, gilled, wedged dan entangled. Pada penelitian ini ikan yang tertangkap dengan cara entangled sebanyak 152 ekor atau setara dengan 72,73% dari total hasil tangkapan, sedangkan yang tertangkap dengan cara gilled sebanyak 23 ekor atau setara dengan 11,00% dari total hasil tangkapan. Secara detail disrtibusi total ikan yang tertangkap selama penelitian berdasarkan cara tertangkapnya disajikan pada Gambar 43.

91 77 Jumlah Ikan (ekor) Gilled Wedged Entangle Cara Tertangkap Gambar 43 Distribusi total cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus selama penelitian. Pada jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio 0,45 jumlah total ikan yang tertangkap sebanyak 95 ekor. Berdasarkan cara tertangkapnya, ikan yang tertangkap dengan cara gilled sebanyak 8 ekor atau setara dengan 8,42% dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45, wedged sebanyak 13 ekor atau setara dengan 13,68% dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 dan yang tertangkap secara entangled sebanyak 74 ekor atau setara dengan 77,89% dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45. Secara lebih detail distribusi ikan yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda disajikan pada Gambar 44. Total jumlah ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 sebanyak 58 ekor. Ikan layang pada hanging ratio 0,57 tertangkap secara terjerat dan terpuntal. Ikan layang yang terjerat secara gilled sebanyak 7 ekor atau setara dengan 12,07%, wedged sebanyak 16 ekor atau setara dengan 27,59% dan secara entangled sebanyak 35 ekor atau setara 60,34% dari total hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 selama penelitian. Secara detail komposisi cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 disajikan pada Gambar 44.

92 78 Total jumlah ikan layang yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 sebanyak 56 ekor. Ikan layang pada hanging ratio 0,65 tertangkap secara terjerat dan terpuntal. Ikan layang yang terjerat secara gilled sebanyak 8 ekor atau setara dengan 14,29%, wedged sebanyak 5 ekor atau setara dengan 8,93% dan secara entangled sebanyak 43 ekor atau setara 76,79% dari total hasil tangkapan ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 selama penelitian. Secara detail komposisi cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 disajikan pada Gambar 44. Berdasarkan uji Chi Square terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda diperoleh nilai 40,77 dengan probabilitas 0,00. Hal ini berarti bahwa perbedaan hanging ratio berpengaruh sangat signifikan terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus. Hasil ini berarti bahwa perbedaan hanging ratio berpengaruh sangat signifikan terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus.

93 79 Jumlah Ikan (ekor) HR 0,45 n = Frekuensi (%) Jumlah Ikan (ekor) HR 0,57 n = Frekuensi (%) Jumlah Ikan (ekor) HR 0,65 n = Frekuensi (%) Panjang cagak (cm) 0 Wedged Gilled Entangle Frekuensi Gambar 44 Distribusi cara tertangkap ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda selama penelitian.

94 Pembahasan Komposisi total hasil tangkapan Total hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian dengan menggunakan jaring rampus sebanyak 351 ekor yang terdiri atas 9 spesies. Ditinjau dari keragaman spesies yang tertangkap di Perairan Cisolok keberagaman spesies yang diperoleh relatif kecil. Keragaman spesies yang diperoleh disuatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gradient in the relative eutrophy, aliran air sungai ke laut, temperatur dan salinitas (Stergiou dan Pollard, 1994). Zamil (2007) pada penelitian dengan menggunakan jaring rampus diperairan Cisolok memperoleh 17 spesies. Pada penelitian ini hanya diperoleh 9 spesies karena jaring cenderung dioperasikan di dasar perairan sehingga cenderung terjadi perbedaan entrophy (kesesuaian perairan) antara dasar perairan dan permukaan dasar air. Adapun penelitian lain oleh Duman et al., (2006) mengenai perbedaan hanging ratio gillnet di perairan Turki memperoleh 4 spesies. Pada penelitian Duman et al., (2006) gillnet dioperasikan di Danau Keban Dam, Turki. Stergiou dan Pollard (1994) melakukan penelitian mengenai perbedaan komposisi hasil tangkapan di perairan Samudera Atlantik dan Pantai Utara Afrika. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan geografis seperti perbedaan kedalaman perairan pada saat operasi penangkapan maupun perbedaan kondisi oseanografi seperti perbedaan salinitas dan terperatur. Perbedaan jenis habitat juga berpengaruh terhadap keragaman spesies yang hidup dilokasi tersebut. Habitat dengan dasar perairan berkarang memiliki keragaman yang lebih tinggi daripada dengan habitat dengan dasar perairan yang berpasir (Ellsa et al., 2011). Selanjutnya Forster dan Smith (2010) mengatakan bahwa daerah penangkapan ikan dan waktu penangkapan mengakibatkan pengaruh yang besar terhadap komposisi hasil tangkapan dibandingkan dengan perbedaan spesifikasi dan konstruksi alat tangkap. Berdasarkan nilai Indeks Shannon Wiener yang diperoleh sebagai indikator keragaman spesies yang diperoleh selama penelitian jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 menangkap ikan dengan nilai keragaman Indeks Shanoon Wiener terbesar yakni 1,56, sedangkan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 memiliki nilai Indeks Shannon Wiener terkecil yakni 1,23. Hal ini berarti bahwa

95 81 keragaman spesies yang diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 lebih tinggi di banding dengan jaring rampus lainnya. Jaring rampus dengan hanging ratio yang memiliki tingkat kekenduran yang tinggi. Akibat dari kekenduran jaring yang lebih tinggi akan menambah daya puntal jaring tersebut terhadap hasil tangkapan (Prado, 1990). Daya puntal yang lebih tinggi pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 berdampak pada total jumlah ikan yang tertangkap pada jaring rampus tersebut. Berdasarkan uji ANOVA terbukti secara signifikan total jumlah ikan yang tertangkap pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 lebih tinggi dibandingkan dengan jaring rampus yang menggunakan hanging ratio lebih tinggi Jumlah hasil tangkapan ikan layang Hasil tangkapan ikan layang dengan jumlah terbanyak diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 yakni sebanyak 95 ekor dari total hasil tangkapan sedangkan hasil tangkapan terendah diperoleh jaring rampus dengan hanging ratio 0,65 yakni 56 ekor. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan hanging ratio secara signifikan mengakibatkan perbedaan hasil tangkapan ikan layang. Hasil yang diperoleh Samaranayaka et al., (1997) ketika menguji drift gillnet dengan hanging ratio 0,5 dan o,6 untuk menangkap tuna memperoleh hasil bahwa drift gillnet dengan hanging ratio 0,5 menangkap dengan jumlah 40% lebih tinggi dibandingkan drift gillnet dengan hanging ratio 0,6. Hamley (1975) juga menegaskan bahwa perbedaan hanging ratio pada gillnet lebih banyak berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan dibandingkan terhadap ukuran ikan yang tertangkap. Selanjutnya Forster dan Smith (2010) berpendapat bahwa hanging ratio tidak berpengaruh terhadap selektivitas ikan red mullet yang tertangkapan pada gillnet tapi berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan red mullet pada gillnet. Duman et al., (2006) juga memperoleh hasil bahwa perbedaan hanging ratio berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan spesies Capota trutta. Gillnet dengan hanging ratio 0,67 menangkap ikan spesies Capota trutta dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan hanging ratio lainnya. Demikian pula Ayodhyoa (1981) dan Nomura and Yamazaki (1976) juga

96 82 berpendapat bahwa hanging ratio merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan efisiensi penangkapan dengan gillnet. Sebaliknya Ayaz et al., (2010) tidak memperoleh adanya perbedaan yang nyata karena adanya perbedaan hanging ratio ketika digunakan untuk menangkap ikan sea bream. Hal ini karena perbedaan hanging ratio hanya mengakibatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan ikan sea bream. Hanging ratio yang rendah pada gillnet cenderung menangkap ikan dalam jumlah yang banyak karena adanya interaksi antara konstruksi gillnet terhadap ikan yang tertangkap. Bila hanging ratio berkurang maka tegangan jaring menjadi berkurang dan kendor sehingga peluang ikan untuk tertangkap semakin besar (Martasuganda, 2000 diacu dalam Ayaz, et al., (2010). Jumlah total ikan yang tertangkap pada jaring rampus dengan menggunakan hanging ratio yang berbeda secara signifikan juga menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung : 4,85 dan Probabilitas: 0,01). Uji lanjut dengan menggunakan uji BNT menunjukkan bahwa jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 secara signifikan juga menangkap ikan layang dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaring rampus dengan hanging ratio 0,65. Duman et al., (2006) pada penelitian studi mengenai pengaruh hanging ratio dari gillnet di perairan Turki, memperoleh hasil bahwa hanging ratio 0,50 menangkap ikan lebih banyak dibandingkan dengan hanging ratio lainnya (0,60, 0,67, dan 0,75). Hal ini berarti semakin kecil ukuran hanging ratio gillnet dasar, maka ikan hasil tangkapan akan semakin banyak Distribusi ukuran hasil tangkapan ikan layang Panjang cagak ikan yang tertangkap selama penelitian berkisar antara 13 cm-43 cm. Adapun panjang cagak yang dominan tertangkap berkisar 33 cm-38 cm sebanyak 96 ekor. Ikan layang yang berukuran besar dengan kisaran panjang cagak 23 cm-43 cm saat tertangkap pada jaring rampus cenderung tertangkap secara terpuntal pada semua jaring rampus dengan menggunakan berbagai hanging ratio. Hanging ratio 0,45 adalah hanging ratio terkecil dari penelitian ini dibandingkan dengan hanging ratio lainnya. Nomura dan Yamazaki (1976) mengatakan bahwa jaring rampus dengan hanging ratio kecil memiliki daya puntal yang tinggi dibandingkan dengan hanging ratio lainnya. Perbedaan

97 83 hanging ratio yang digunakan secara signifikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran hasil tangkapan ikan layang. Pada jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 ukuran ikan layang yang dominan tertangkap berada pada kisaran panjang cagak 33 cm-38 cm. Adapun jaring rampus dengan hanging ratio 0,57 dan 0,65 ukuran ikan layang yang dominan tertangkap masing-masing berada pada kisaran 33 cm-38 cm dan 33 cm- 38 cm. Berdasarkan uji ANOVA terhadap panjang cagak yang tertangkap pada hanging ratio yang berbeda diperoleh nilai F hitung sebesar 3,93 dengan nilai probabilitas 0,00. Hal ini berarti bahwa perbedaan hanging ratio memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran hasil tangkapan. Samaranayaka et al.,(1997) juga memperoleh hasil bahwa gillnet dengan hanging ratio 0,5 memberikan perbedaan yang nyata terhadap ukuran tuna dan skipjack yang tertangkap pada drift gillnet. Duman et al., (2006) juga memperoleh hasil bahwa hanging ratio sebesar 0,5, 0,6, 0,67 dan 0,75 tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap ukuran ikan capoeta trutta yang tertangkap pada gillnet. Pada penelitian ini perbedaan hanging ratio mengakibatkan adanya perbedaan ukuran hasil tangkapan. Hal ini diduga karena pada ikan layang memiliki struktur morfologi berupa dorsal fin disekeliling badan ikan yang mengakibatkannya mudah untuk terpuntal pada jaring rampus, sehingga perbedaan hanging ratio dapat berakibat pada perbedaan ukuran ikan yang tertangkap. Rudle (1963) diacu dalam Hamley (1975) juga memperoleh hasil bahwa hanging ratio berpengaruh nyata terhadap ukuran ikan tilapia yang tertangkap. Struktur morfologi ikan layang dengan tilapia hampir mirip dimana pada keliling badan ikan memiliki sirip dorsal yang digunakan untuk berenang. Ayaz et al., (2010) juga berpendapat bahwa perbedaan hanging ratio akan mengakibatkan perbedaan yang nyata apabila kondisi morfologi ikan menunjang kondisi ikan untuk mudah terjerat pada kondisi hanging rtaio yang rendah. Hanging ratio yang rendah pada gillnet mengakibatkan mata jaring tidak dapat terbuka secara sempurna karena gillnet kendur (Prado, 1990). Akibat dari kondisi gillnet yang lebih kendur maka ikan dengan ukuran yang bervariasi lebih mudah tertangkap pada gillnet. Ikan layang yang layak tangkap pada penelitian ini berjumlah 201 ekor atau 96,17% dari 209 ekor ikan layang yang tertangkap selama penelitian. Ikan layak tangkap yang dimaksud adalah layak tangkap secara biologi, dimana ikan sudah

98 84 matang gonad dengan ukuran panjang cagak mulai dari 20 cm (Nontji, 2002). Secara keseluruhan ikan layang yang tertangkap pada penelitian ini hampir semua layak tangkap, namun jumlah ikan layang yang tertangkap secara keseluruhan relatif sedikit. Hal ini diduga karena pada penelitian ini merupakan akhir musim puncaknya ikan layang di Perairan Cisolok yaitu pada bulan April Hardenberg (1937) diacu dalam nontji (2002) mengatakan bahwa musim ikan layang dibedakan menjadi dua yaitu musim Timur dan musim Barat. Adapun pada musim Timur berlangsung mulai dari bulan Juni sampai bulan September, dan musim Barat mulai dari bulan Januari sampai bulan April. Girth operculum ikan layang yang tertangkap selama penelitian berkisar antara 3 cm-8 cm. Adapun ukuran girth operculum yang dominan tertangkap berkisar 13 cm-18 cm sebanyak 116 ekor atau setara dengan 55,50% dari total hasil tangkapan ikan layang selama penelitian. Perbedaan hanging ratio pada jaring rampus tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran girth operculum. Duman et al., (2006) menyebutkan bahwa perbedaan hanging ratio gillnet tidak berpengaruh secara signifikan pada girth ikan Capoeta trutta, Capoeta capoeta umbla, Barbus esocinus dan barbus rajanorum mystaceus. Menurut Spere and Venema (1999) cara tertangkap ikan pada gillnet dapat dibedakan menjadi snaged, gilled, wedged dan entangled. Pada penelitian ini ikan layang yang tertangkap secara entangled lebih dominan dibandingkan yang tertangkap dengan cara lain yaitu sebanyak 152 ekor, sedangkan yang tertangkap dengan cara gilled sebanyak 23 ekor dan yang tertangkap secara wedged sebanyak 34 ekor dari total hasil tangkapan. Jaring rampus dengan hanging ratio 0,45 menangkap ikan layang dengan cara terpuntal lebih banyak dibandingkan dengan jaring rampus dengan hanging ratio lainnya. Nomura dan Yamazaki (1976) berpendapat bahwa gillnet dengan hanging ratio 40-50% akan menyebabkan ikan tertangkap secara entangled. Hamley (1975) menyebutkan bahwa gillnet dengan hanging ratio rendah akan menyebabkan ikan tertangkap secara entangled lebih banyak dibandingkan cara tertangkap yang lain (Gambar 45).

99 85 Gambar 45 ikan layang tertangkap secara entangled. Ikan yang tertangkap dengan cara terjerat akan memiliki perbandingan yang tetap antara mesh size gillnet dengan ukuran ikan. Apabila ukuran ikan bertambah sebesar konstanta k maka mesh size yang diperlukan untuk dapat menangkap ikan tersebut juga bertambah sebesar konstanta k (Baranov, 1976) diacu dalam Samaranyana, 1996). Sebaliknya ikan yang tertangkap dengan cara terpuntal seringkali tidak memiliki perbandingan yang tetap antara ukuran mata jaring dengan ukuran ikan yang tertangkap. Ikan yang berukuran jauh lebih besar maupun lebih kecil dibandingkan dengan ukuran mesh perimeter (keliling mata jaring) gillnet dapat tertangkap dengan menggunakan gillnet tersebut. Akibatnya ukuran ikan yang tertangkap pada gillnet dengan hanging ratio rendah memiliki kisaran ukuran yang lebih besar (Hamley, 1975). Samaranayaka et al., (1997) mengatakan bahwa terdapat korelasi yang negatif pada gillnet dengan hanging ratio berbeda. Walaupun demikian, gillnet dengan hanging ratio 0,4 lebih baik dibandingkan dengan hanging ratio lainnya. Ayaz (2010) mengatakan bawha hanging ratio tidak efektif dalam selektivitas gillnet. Akan tetatapi diduga jika hanging ratio semakin kecil, maka akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan dan hal ini tergantung dari morfologi ikan hasil tangkapan itu sendiri. Nuhu dan Yaro (2005) pada penelitian dengan menggunakan gillnet di perairan Nigeria mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara hanging ratio yang berbeda. Hanging ratio 0,40 dan 0,50 lebih banyak menangkap ikan dengan cara terpuntal. Hal ini dapat dikaitkan dengan bentuk tubuh atau morfologi ikan dan tingkah laku renang ikan. Berdasarkan uji Chi Square terhadap cara tertangkapnya ikan layang pada jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda diperoleh nilai 40,76 dengan

100 86 probabilitas 0,00. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap cara tertangkap ikan layang dapa jaring rampus dengan hanging ratio yang berbeda.

101 87 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Hasil tangkapan jaring rampus didominasi oleh ikan layang (Decaptrus kurroides) dengan jumlah 209 ekor atau 59,54% dari total hasil tangkapan; 2. Perbedaan hanging ratio pada jaring rampus berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah ikan layang yang tertangkap, yaitu jaring rampus dengan hanging ratio 0,45, 0,57 dan 0,65 masing-masing menangkap ikan layang sebanyak 95 ekor, 58 ekor dan 56 ekor; dan 3. Komposisi cara tertangkapnya ikan layang oleh jaring rampus yang menggunakan ketiga hanging ratio sangat berbeda. Hanging ratio 0,45 menangkap ikan layang secara entangled sebanyak 74 ekor atau setara dengan 77,89% diikuti wedged sebanyak 13 ekor atau setara dengan 13,68% dan gilled sebanyak 8 ekor atau setara dengan 8,42% dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0,45. Hanging ratio 0,57 menangkapan ikan layang secara entangled sebanyak 35 ekor atau setara dengan 60,34% diikuti wedged sebanyak 16 ekor atau setara dengan 27,59% dan gilled sebanyak 7 ekor atau setara dengan 12,07% dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0,57. Hanging ratio 0,65 menangkapan ikan layang secara entangled sebanyak 43 ekor atau setara dengan 76,65% diikuti gilled sebanyak 8 ekor atau setara dengan 14,29% dan wedged sebanyak 5 ekor atau setara dengan 8,93% dari total hasil tangkapan menggunakan jaring rampus dengan hanging ratio 0, Saran Saran yang dapat dikemukakan untuk perbaikan penelitian ini, yaitu: 1. Interval hanging ratio lebih diperbanyak baik dibawah maupun diatas hanging ratio yang digunakan nelayan; dan 2. Jumlah ulangan dalam penelitian ini diperbanyak agar jumlah hasil tangkapan lebih banyak.

102 88 DAFTAR PUSTAKA Astuti P Studi Daerah Penangkapan Ikan Layang (Decapterus spp) di Perairan Utara Jawa dengan Citra Satelit NOAA/AVHRR serta Parameter Oceanografi dan Data Hasil Tangkapan pada Musim Timur dan Musim Peralihan II Tahun [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor hal. Atmadja SB Suatu Studi tentang Beberapa Faktor yang Perlu Dipertahankan dalam Menata Drift Gill Net [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Ayaz A, U Altinagac, U Ozekinci, O Cengiz and A Oztekin Effects of Hanging Ratio on Gill Net Selectivity for Annular Sea Bream (Diplodus annularis) in the Northern Aegean Sea, Turkey. Journal of Animal and Veterinary Advances 9 (7): Ayodhyoa AU Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 97 hal. Badrudin Dinamika Sumberdaya Ikan, Makalah Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Ikan (tidak dipublikasikan). Jakarta: Direktorat Jendral Perikanan Tangkap DKP. Bagozzi RP Advanced Methods of Marketing Research. Oxford: Blackwell Publishers ltd. Balik I and H Cubuk Effect of Net Colours on Efficiency of Monofilament Gillnet for Catching Some Fish Species in Lake Beysehir. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 1: Baranov FI Selected Works on Fishing Gear. Vol. 1: Commercial Fishing Techiques. Jerusalem: Keter Publishing. Bleeker.1985.Fishbase.us. usname=decapterus&speciesname=kurroides. [16 Juni 2011]. Brandt AV. (1984). Fish Catching Methods of the World. Surrey (United Kingdom): Fishing News Books. Brojo MS dan W Setiawan Penuntun Praktikum Ikhtiologi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor hal. Dharmayanti S Evaluasi Beberapa Faktor Oseanografi dan Musim terhadap Hasil Tangkapan di Palabuhan Ratu. Laporan Praktek Lapang (tidak dipublikasikan). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Direktorat Jendral Perikanan Informasi Teknologi Rawai Dasar Kakap dan Jaring Rampus (Multipurpose bottom longline and gillnet). Jakarta: Departemen Pertanian. 15 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Potensi dan Analisa Usaha Kelautan dan Perikanan. Sukabumi: Dinas Kelautan dan Perikanan.

103 89 Djamali A, Sudibyo dan S Martosewojo Penelaahan Biologi Ikan Layang (Dekapterus kurroides) Bleeker dari Perairan Sekitar Palabuhan Ratu dan Labuhan. [Makalah]. Bandung. Duman E, M Pala dan F Yuksel Study on the Effect of Hanging Ratio in Gill Nets. Indian Veterinary Journal. Vol 83 : hal. Effendi, MI Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Ellsa, Loknari, Gamba dan Tunesi Marine Ecology. Vol 32. P FAO Species Identification Sheets for Fishery Purpose,Volume I Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome Farmed Sustainable Sushi. Ebi Shirmp. [ 16 Juni 2011]. Firmansyah Suatu Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Jaring Rampus dengan Ukuran Mata yang Berbeda di Teluk Lampung, Provinsi Lampung [Skrispsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Forster R, S Samantha Selectivity of Gillnets used in the Cornish Red Mullet Fishery. Fisheries Science Partnership. Fridman A Perhitungan dalam Merancang Alat Penangkap Ikan. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. 304 hal. Fyson J Design of Small Fishing Vessel. England: Fishing News Book Ltd. 320 hal. Gasperz V Metode Perancangan Percobaan. Bandung: Penerbit CV Armico hal. Gray CA, Jones, MV Rotherham, D Broadhurst, MK Johnson and DD Barner Utility and Efficiency of Multi-Mesh Gill Nets and Trammel Nets for Sampling Assembleges and Populations of Estuarine Fish. Mar Freshwater Res., 56: Hamley JM Review of Gillnet Selectivity. J. Fish. Res. Board Can. 32(11): Handenberg JDF Premilinary Report on a Migration of Fish in the Java Sea. Treubia 16 (2) : Hansen RG Effect of Different Filament Diameters on the Selective Action of Monofilament Gill Nets. Trans. Am. Fish. Soc;103: Hendrotomo M Studi dan Analisis Hasil Tangkapan dengan Menggunakan Umpan yang Berbeda pada Cucut (Hiu) Permukaan di Pelabuhan Ratu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Karlsen L and BA Bjarnasson Small-scale Fishing with Driftnets. FAO. Fish. Tech. Pap. (284): 64p. Krebs CJ Ecological Methodology. New York: Harper Collins Publisher. 654p.

104 90 Manalu M Kajian Output yang Dihasilkan Operasi Unit Penangkapan Jaring Kejer di Teluk Banten [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor hal. Martasuganda S, Matsuoka and Kawamura Effect of Hang-in Ratio on Size-Selectivity of Gillnet. Nippon Suisan Gakkaishi, 66: Martasuganda S Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan: Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Miranti Perikanan Gillnet di Palabuhanratu [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 8-9 hal. Mori K Gillnet Fishery in Japan. Misaki Internasional Fishery Training Center Overseas Technical Cooperation Agency. 65 p. Mubarak H Beberapa Aspek Biologi Ikan Layang, Decapterus spp dan Perikanan Payang di Perairan Tegal [Thesis]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian. 80 hal. Murdiyanto B Suatu Pengenalan tentang Fishing Gear Material (Diktat Kuliah Fishing Gear 1). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 117 hal. Nashimoto K. Selectivity of gillnet. Kouseisya-kouseikaku, Tokyo: In Japanese Society of Fisheries Science (ed). Selectivity of Gears ; Nasoetion AH dan Barizi Metode Statistika untuk Perikanan Kesimpulan. Jakarta : Gramedia hal. Nomura M dan T Yamazaki Fishing Technique 1. Tokyo: Japan Internasional Coorporation agancy. 206 p. Nontji A Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Nuhu MB dan I Yaro Selection of Efficienct Hanging Ratios of Gillnet on Fish Catch in Lake Kainji, as Means of Alleviating Poverty among Artisanal Fishermen in Nigeria. Fisheries Society of Nigeria: Nuraini T, M Imron, Darmawan, M Sulaeman, A Purbayanto, SH Wisudo, BH Iskandar, W Mawardi, dan JL Gaol Analisis Musim Penangkapan Ikan Tuna di Pantai Selatan Jawa. Laporan Akhir Penelitian (tidak dipublikasikan). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 1-8 hal. Nurhayati Y Pengaruh Kedalaman terhadap Komposisi Hasil Tangkapan Pancing Ulur (Handline) Pada Perikanan Layur di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor hal. Pascoe, S Bycatch Management and the Economic of Discarding. Rome: FAO Fisheries Tecnical Paper No hal. Petrakis G and KL Stergiou Gillnet Selectivity for Four Fish Species (Mullus barbatus, Pagellus erythrinus, Pagellus acarne and Spicara flexuosa). Greek Waters: Fish. Res. 27:

105 91 Prado J. Fishermen s workbook Food and Agricultural Organization of the United Nations. England: Fishing News Books Ltd. 180p. Prasetyo AP Kekuatan Putus (Breaking Streangth) Benang dan Jaring PA Multifilamen pada Penyimpanan di Ruang Terbuka dan Tertutup [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6-7 hal. Prihartini A Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus spp) Hasil Tangkapan Purse Seine yang didaratkan di PPN Pekalongan [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. 106 hal. Radianto M Pengaruh Hanging Ratio Trammel Net terhadap Hasil Tangkapan Udang di Perairan Cirebon, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Rahman DM Desain dan Kontruksi Kapal Gillnet Harapan Baru di Galangan Kapal Pulau Tidung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 6-7 hal. Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipt. 245 hal. Sadhori N Teknologi Penangkapan Ikan. Bandung: Penerbit Angkasa hal. Sainsbury JC Commercial Fishing Method. Introduction to Vessel and Gear. London : Fishing News Book Ltd. 285 hal. Samaranayaka A, A Engas and T Jorgensen Effecs of Hanging Ratio and Fishing Depth on the Catch Rates of Drifting Tuna Gillnets in Sri Lanka Waters. Fisheries Research: 29, Setyawan K Perbedaan Hang-in Ratio 0,40, 0,46, dan 0,52 pada Jaring Kejer terhadap Hasil Tangkapan di Perairan Bondet Kabupaten Cirebon [Skrispsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor hal. Soeprijono P dan Hartoyo Serat-serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil. 394 hal. Solihin I Pengaruh Perbedaan Tinggi Jaring Kejer terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Portunnus sp) di Perairan Bondet Kabupaten Cirebon [Skrispsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Spare P and SC Venema Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1- Manual. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 438 hal. Subani W dan HR Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50. Jakarta: Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut. 245 hal. Sugandi E dan Sugiarto Rancangan Percobaan. Yogyakarta : Penerbit Andi Offest.75 hal.

106 92 Sultan M Pengenalan Beberapa Jenis Alat Tangkap dan Metode Penangkapan Ikan di Indonesia [Diktat]. Bogor: Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Pertanian Minat Perikanan Laut, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor hal. Stergiou KI and Pollard A Spatial Analysis of the Commercial Fisheries Catches from the Greek Aegear Sea. Fisheires Research. Vol 20. P Uktolseja JCN Survey Samudera Indonesia. Laporan Penelitian Perikanan Laut. No 21. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. Hal Unit Pelaksana Teknis Daerah Tempat Pelelangan Ikan Data Statistik Produksi dan Nilai Produksi PP/PPI Kabupaten Sukabumi: Dinas Kelautan dan Perikanan. Wyrtki K Physical Oseanography of the Southest Asian Water, Naga Report. La Jolla: The University of California. Vol p. Zamil NN Sebaran Hasil Tangkapan Jaring Rampus Berdasarkan Ketinggian dan Lembar Jaring [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor hal. Zarochman, Fauzi dan Siregar Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan yang Disesuaikan untuk Perairan Indonesia, Edisi ke-2. Bagian Proyek Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan, Semarang. 27 hal.

107 L A M P I R A N

108 94 Lampiran 1 Lokasi penelitian Panglesehan Karang Payung Guhagede Cisolok Cimaja Cimaja Citepus Palabuhanratu S. Cimar Tg. Kemb Gedogan Ug. Karangbentang TI. Ciletuh TI. Bedog TI. Cikepuh Ug. Sodongparat TI. Amuran Ug. Penarikan Uj. Genteng Kota Fishing Ground DPI Sumbe Peta : Peta Bathymetri, DIHIDROS

109 95 Lampiran 2 Alat-alat yang digunakan untuk penelitian GPS Coban Papan Ukur Penggaris Perahu Kamera

110 96 Lampiran 3 Nama ikan yang tertangkan pada jaring rampus selama penelitian berdasarkan hanging ratio No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 1 Barrakuda (Sphyraena jello) G ,57 2 Barrakuda (Sphyraena jello) G 41,5 37,9 14,2 0,57 3 Barrak uda (Sphyraena jello) G 42,3 37,4 14 0,65 4 Barrakuda (Sphyraena jello) G 42,3 37,4 14 0,65 5 Beloso (Saurida micropectoralis) E 16, ,45 6 Beloso (Saurida micropectoralis) G 27, ,45 7 Beloso (Saurida micropectoralis) E 39, ,45 8 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,45 9 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,45 10 Beloso (Saurida micropectoralis) G 35,2 30,3 11 0,45 11 Beloso (Saurida micropectoralis) E 18,5 16,5 7 0,45 12 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,45 13 Beloso (Saurida micropectoralis) W 20, ,5 0,45 14 Beloso (Saurida micropectoralis) W 20, ,5 0,45 15 Beloso (Saurida micropectoralis) W 20, ,5 0,57 16 Beloso (Saurida micropectoralis) W 20, ,5 0,57 17 Beloso (Saurida micropectoralis) E 11 9,5 3 0,57 18 Beloso (Saurida micropectoralis) G 23 19,5 10 0,57 19 Beloso (Saurida micropectoralis) W ,57 20 Beloso (Saurida micropectoralis) E 16, ,57 21 Beloso (Saurida micropectoralis) G 15 12,5 10 0,57 22 Beloso (Saurida micropectoralis) G 27, ,57 23 Beloso (Saurida micropectoralis) G 27, ,57 24 Beloso (Saurida micropectoralis) G 23 19,5 12 0,57 25 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,57 26 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,57 27 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,57 28 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,57 29 Beloso (Saurida micropectoralis) W 21,5 19,5 7,3 0,57 30 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,57 31 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,57 32 Beloso (Saurida micropectoralis) W 18,5 15,5 7 0,56 33 Beloso (Saurida micropectoralis) W 20, ,56 34 Beloso (Saurida micropectoralis) E ,56 35 Beloso (Saurida micropectoralis) E ,56 36 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,56 37 Beloso (Saurida micropectoralis) G 33 28,6 9 0,56

111 97 No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 38 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,1 0,56 39 Beloso (Saurida micropectoralis) G 28,8 26,3 9,5 0,56 40 Beloso (Saurida micropectoralis) G ,5 0,56 41 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 23, ,45 42 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 23, ,45 43 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 23, ,45 44 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 15, ,45 45 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 10 8,5 6 0,45 46 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 19,5 17,5 12 0,45 47 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E ,45 48 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G ,45 49 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 23, ,45 50 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 10, ,57 51 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 13,5 11,5 9 0,57 52 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G ,5 0,57 53 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 20 18,5 12 0,57 54 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E ,57 55 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 15, ,57 56 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 14 12,5 7,4 0,57 57 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E ,57 58 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G ,5 0,57 59 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 20 18,7 13 0,57 60 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) S ,57 61 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E 16, ,5 0,65 62 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) E ,65 63 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 15, ,65 64 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 14,5 12,5 11 0,65 65 Biji Nangka (Upeneus mullocensin) G 13,5 12,5 11 0,65 66 Layang (Decapterus kurroides) E ,45 67 Layang (Decapterus kurroides) G ,45 68 Layang (Decapterus kurroides) E ,45 69 Layang (Decapterus kurroides) E 35 31,7 15 0,45 70 Layang (Decapterus kurroides) E 37 34,6 17 0,45 71 Layang (Decapterus kurroides) E 37 34,6 17 0,45 72 Layang (Decapterus kurroides) E ,7 0,45 73 Layang (Decapterus kurroides) E 34, ,5 0,45 74 Layang (Decapterus kurroides) E 34, ,5 0,45 75 Layang (Decapterus kurroides) E ,7 0,45 76 Layang (Decapterus kurroides) E 35 31,7 15 0,45 77 Layang (Decapterus kurroides) E 37 34,6 17 0,45

112 98 No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 78 Layang (Decapterus kurroides) E 35 31,7 15 0,45 79 Layang (Decapterus kurroides) E 36,5 30,5 16 0,45 80 Layang (Decapterus kurroides) E 36,5 30,5 16 0,45 81 Layang (Decapterus kurroides) E 34,2 30,5 15 0,45 82 Layang (Decapterus kurroides) E 36,5 30,5 16 0,45 83 Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,4 0,45 84 Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,4 0,45 85 Layang (Decapterus kurroides) G ,45 86 Layang (Decapterus kurroides) E 24,3 20,8 10,5 0,45 87 Layang (Decapterus kurroides) G 24,3 20,8 10,5 0,45 88 Layang (Decapterus kurroides) G 24,3 20,8 10,5 0,45 89 Layang (Decapterus kurroides) G 24,3 20,8 10,5 0,45 90 Layang (Decapterus kurroides) G ,45 91 Layang (Decapterus kurroides) G 28,2 25,5 12,7 0,45 92 Layang (Decapterus kurroides) G 28,2 25,5 12,7 0,45 93 Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0,45 94 Layang (Decapterus kurroides) G ,45 95 Layang (Decapterus kurroides) G 28,2 25,5 12,7 0,45 96 Layang (Decapterus kurroides) E ,45 97 Layang (Decapterus kurroides) E ,45 98 Layang (Decapterus kurroides) E 38 33,6 21,4 0,45 99 Layang (Decapterus kurroides) E 38 33,6 21,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 31,3 20,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 31,3 20,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 33 29,2 17,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 33,4 28,9 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,5 33,4 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 32,5 18,2 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,5 33,4 19,2 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,5 33,4 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 32,5 18,2 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 35,5 32,5 16 0, Layang (Decapterus kurroides) E 26 23,5 14 0, Layang (Decapterus kurroides) E ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38 34,5 16 0, Layang (Decapterus kurroides) E 31, , Layang (Decapterus kurroides) G 25 22,5 11 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37, ,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,5 33,5 16,8 0, Layang (Decapterus kurroides) E 44,3 40,5 20,5 0,45

113 99 No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 119 Layang (Decapterus kurroides) E 37,5 34,5 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37,5 34,5 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37,5 34,5 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 46,8 42,8 21,8 0, Layang (Decapterus kurroides) E 44,3 40,5 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E 44,3 40,5 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37,5 34,5 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37,5 34,5 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 25,5 22,1 13,8 0, Layang (Decapterus kurroides) E 46 42,4 21,1 0, Layang (Decapterus kurroides) E 25,5 22,1 13,8 0, Layang (Decapterus kurroides) G 25 22,7 12,9 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,7 36,8 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,7 36,8 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E 42,5 38,5 21,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,7 36,8 20 0, Layang (Decapterus kurroides) G 16,5 15 8,5 0, Layang (Decapterus kurroides) G 15,8 13,5 8 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E ,1 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,7 35,3 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,7 35,3 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 43,5 38,4 20,2 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 34,4 16,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 38,7 35,3 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 42,5 38,5 20,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 42,5 38,5 20,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,5 35,2 19 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,5 35,2 19 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 34,4 16,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,5 37,2 20,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,5 35,2 19 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37, ,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,5 37,2 20,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 42,5 38,5 20,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 42,5 38,5 20,4 0,45

114 100 No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 160 Layang (Decapterus kurroides) E 36,5 32,8 15 0, Layang (Decapterus kurroides) E 24, , Layang (Decapterus kurroides) E 28,2 25,5 12,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30 27,3 17 0, Layang (Decapterus kurroides) E 28, ,2 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 34,4 16,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 35 31,7 15 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 34,4 16,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 34,2 30,5 15 0, Layang (Decapterus kurroides) G 15,5 13,5 7 0, Layang (Decapterus kurroides) G 16,5 14,5 7,8 0, Layang (Decapterus kurroides) G 28,2 25,5 12,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0, Layang (Decapterus kurroides) G , Layang (Decapterus kurroides) G , Layang (Decapterus kurroides) G 24,7 20,5 11 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 31,3 20,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 31,3 20,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 33 29,2 17,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38 34,5 16 0, Layang (Decapterus kurroides) E 35,5 32,5 16 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 26 23,5 14 0, Layang (Decapterus kurroides) G ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 41,3 37,4 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 37,5 34,5 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 37 36,7 18 0, Layang (Decapterus kurroides) E 46,8 42,8 21,8 0, Layang (Decapterus kurroides) E 44,3 40,5 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E 42,5 38,5 21,5 0,57

115 101 No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 201 Layang (Decapterus kurroides) E 43,3 39,7 21,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,7 35,3 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,7 35,3 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 42,5 38,5 21,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E ,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,7 35,3 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,5 37,2 20,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,7 35,3 19,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,5 37,2 20,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38,5 35,2 19 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 43,5 38,4 21,2 0, Layang (Decapterus kurroides) E 39, , Layang (Decapterus kurroides) E 39, , Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E ,8 0, Layang (Decapterus kurroides) E ,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E ,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 34,4 16,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,2 13,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37 34,6 17 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 37 34,6 17 0, Layang (Decapterus kurroides) E 35 33,4 15 0, Layang (Decapterus kurroides) E 30 27,2 14 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,5 30,5 16 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,5 30,5 16 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 30,5 27,8 14,2 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38 33,6 21,4 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 31,3 20,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 33 29,2 17,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 31,3 20,5 0,65

116 102 No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 242 Layang (Decapterus kurroides) E 33 29,2 17,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 33,4 28,9 16,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38 34,5 16 0, Layang (Decapterus kurroides) E 31, , Layang (Decapterus kurroides) E 30 27,5 15 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 39, , Layang (Decapterus kurroides) E 44 40,5 21 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36, ,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E 37 34,2 18 0, Layang (Decapterus kurroides) E 41,3 37,4 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) G 13,5 21,5 12 0, Layang (Decapterus kurroides) G 13,5 21,5 12 0, Layang (Decapterus kurroides) G 17,5 15,5 9 0, Layang (Decapterus kurroides) E 27,5 25,5 14 0, Layang (Decapterus kurroides) E 38, ,5 0, Layang (Decapterus kurroides) E 40,7 36,8 20 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E 42,9 38,4 21 0, Layang (Decapterus kurroides) E ,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E 33,5 30,2 17,6 0, Layang (Decapterus kurroides) E 28,8 25,7 14,8 0, Layang (Decapterus kurroides) E 36,8 34,4 16,7 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) E ,3 0, Layang (Decapterus kurroides) E , Layang (Decapterus kurroides) G 19, , Lidah (Paraplagusia bilineata) E , Lidah (Paraplagusia bilineata) E 12,3 9 0, Lidah (Paraplagusia bilineata) E , Lidah (Paraplagusia bilineata) E , Lidah (Paraplagusia bilineata) E 6,8 4 0, Lidah (Paraplagusia bilineata) E 11 11,5 0, Lidah (Paraplagusia bilineata) E 12,3 12 0,65

117 103 No Nama Ikan Cara Ukuran Hanging Tertangkap TL FL Girth Ratio 282 Pepetek (Leognatus equulus) G 14 11,5 10 0, Pepetek (Leognatus equulus) W 13,5 11,2 11 0, Pepetek (Leognatus equulus) G , Pepetek (Leognatus equulus) W , Pepetek (Leognatus equulus) G , Pepetek (Leognatus equulus) G 15,3 12,4 10,2 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 14,5 12,5 7 0, Pepetek (Leognatus equulus) G ,9 0, Pepetek (Leognatus equulus) W 12,5 10,5 9,5 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 14 11,5 10 0, Pepetek (Leognatus equulus) W , Pepetek (Leognatus equulus) W 15 12,5 11 0, Pepetek (Leognatus equulus) W 14 11,5 10 0, Pepetek (Leognatus equulus) G , Pepetek (Leognatus equulus) G , Pepetek (Leognatus equulus) G 15,3 12,4 10,2 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 15,3 12,4 10,2 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 15,3 12,4 10,2 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 15 12,8 7,5 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 14,5 12 9,5 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 15 12,5 11 0, Pepetek (Leognatus equulus) G 14, , Pepetek (Leognatus equulus) W 12,5 10,5 2 0, Pepetek (Leognatus equulus) W 15 12,5 2 0, Pepetek (Leognatus equulus) W 13,5 11,2 2 0, Pepetek (Leognatus equulus) W 14 11,2 2 0, Pepetek (Leognatus equulus) W , Pepetek (Leognatus equulus) G 14,5 12,5 6 0, Pepetek (Leognatus equulus) W , Pepetek (Leognatus equulus) G 10 8,8 7 0, Pepetek (Leognatus equulus) W 13, , Sebelah (Psettodes erumei) E , Sebelah (Psettodes erumei) E , Sebelah (Psettodes erumei) E , Sebelah (Psettodes erumei) E , Sebelah (Psettodes erumei) E , Sebelah (Psettodes erumei) E , Sebelah (Psettodes erumei) E 15 12,5 0, Sebelah (Psettodes erumei) E 28,5 13 0,65

118 104 Cara Ukuran Hanging No Nama Ikan Tertangkap TL FL Girth Ratio 321 Simata Goyang (Priacanthus tayenus) E 25,5 13 0, Simata Goyang (Priacanthus tayenus) E 23,7 12 0, Simata Goyang (Priacanthus tayenus) E 25,5 13 0, Simata Goyang (Priacanthus tayenus) E 25,5 13 0, Simata Goyang (Priacanthus tayenus) E 25,5 13 0, Simata Goyang (Priacanthus tayenus) E 25,5 13 0,65 No Nama Ikan Cara Hanging CL Tertangkap Ratio 327 Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 3 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 3 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 3 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 3 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 3 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 3 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0, Udang Jerbung (Penaeus sp) E 2 0,65

119 105 Lanjutan Lampiran 3 Layang (Decapterus kurroides) Simata Goyang (Priacanthus tayenus) Biji Nangka Udang Jerbung (Upeneus sp) (Penaeus sp) Lidah (Paraplagusia bilineata) Barra kuda (Sphyraena jello) Sebelah (Psettodes erumei) Pepetek (Leiognatus equulus)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Bleeker (1985).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Bleeker (1985). 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Layang (Decapterus kurroides) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan layang Menurut Bleeker (1855) diacu dalam Saanin (1984), ikan layang dapat diklasifikasikan sebagai

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

RAMPUS (Decapterus RYAN PRATAMA

RAMPUS (Decapterus RYAN PRATAMA PENGARUH PERBEDAAN UKURAN MATA JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN CISOLOK, PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI RYAN PRATAMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di bulan Maret hingga bulan April 011. Penelitian ini meliputi pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 23 3 METODE NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bulan Maret hingga bulan April tahun 2011. Penelitian ini meliputi: pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PINTA PURBOWATI 141211133014 MINAT TIHP FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis TINJAUAN PUSTAKA Unit Penangkapan Ikan Jaring insang Menurut martasuganda (2004), jaring insang (gillnet) adalah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk menjadi empat persegi

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI PENGARUH PERBEDAAN MESH SIZE JARING RAMPUS TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGANN (Portunus pelagicus) DI TELUK JAKARTA, MUARA ANGKE ROSYIDDIN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASAN BASRI PROGRAM STUDI

HASAN BASRI PROGRAM STUDI PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP TAMPILAN GILLNET : UJI COBA DI FLUME TANK HASAN BASRI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN HANGING RATIO

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN HANGING RATIO Volume III, Edisi 1 ISN.2301 7163 Juli 2014 ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN HANGING RATIO PADA JARING INSANG (GILLNET) TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN Abu D. Razak*, Sepri*, Mustasim*, Muhfizar* *) Dosen Program

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan merupakan sarana untuk mengangkut nelayan beserta alat tangkap ke daerah penangkapan ikan. Kapal yang biasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Perikanan Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun KATA PENGANTAR Buku materi penyuluhan teknologi penangkapan ikan merupakan informasi yang memuat gambaran umum, klasifikasi, rancang bangun, metode pengoperasian, daerah penangkapan, tingkah laku ikan

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel. JARING TRAMMEL Trammel net (Jaring trammel) merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan terutama sejak pukat harimau dilarang penggunaannya. Di kalangan nelayan, trammel

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

VARIASI JUMLAH DAN JENIS HASIL TANGKAPAN JARING RAMPUS PADA UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

VARIASI JUMLAH DAN JENIS HASIL TANGKAPAN JARING RAMPUS PADA UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA MASPARI JOURNAL JANUARI 2016, 8(1):49-58 VARIASI JUMLAH DAN JENIS HASIL TANGKAPAN JARING RAMPUS PADA UKURAN MATA JARING YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK JAKARTA VARIANCE OF CATCH NUMBER AND SPECIES CAUGHT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut Jaring insang hanyut adalah salah satu bentuk umum dari jenis jaring insang dan merupakan metode penangkapan ikan tertua dan sederhana. Ikan tertangkap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi tiga lapis (trammel net ) induk udang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Error! Bookmark not defined. Prakata...ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP KOMPOSISI DAN KERAGAMAN HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO

PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP KOMPOSISI DAN KERAGAMAN HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO PEMBAGIAN KEKENDURAN PADA TRAMMEL NET: PENGARUHNYA TERHADAP KOMPOSISI DAN KERAGAMAN HASIL TANGKAPAN SUGENG HARTONO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PERAIRAN SAMPANG MADURA Guntur 1, Fuad 1, Abdul Rahem Faqih 1 1 Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

Diterima : 2 Maret 2010 Disetujui : 19 Maret 2010 ABSTRAK

Diterima : 2 Maret 2010 Disetujui : 19 Maret 2010 ABSTRAK STUDI KOMPARATIF ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (drift gillnet) BAWAL TAHUN 1999 DENGAN TAHUN 2007 DI DESA MESKOM KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU Irwandy Syofyan S.Pi. M.Si 1),

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan Fishing Methods: Gillnetting By. Ledhyane Ika Harlyan Tujuan Instruksional Khusus (Semoga) Mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan macam-macam gillnet 2. Teknis tertangkapnya ikan dengan menggunakan gillnet 3.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN GILL NET

ALAT PENANGKAPAN IKAN GILL NET ALAT PENANGKAPAN IKAN GILL NET 1. A. PENDAHULUAN 1. Definisi Alat Tangkap Gill net sering diterjemahkan dengan jaring insang, jaring rahang, dan lain sebagainya. Istilah gill net didasarkan pada pemikiran

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 32 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-batas Administrasi Kecamatan Cisolok Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok berada di Desa Cikahuripan Kecamatan Cisolok. Kecamatan Cisolok merupakan kecamatan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian Hand line: Pancing ulur merupakan suatu alat penangkap ikan yang terdiri dari seutas tali dengan mata pancing berbentuk seperti jangkar. Pada mata pancing diikatkan umpan. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rajungan Klasifikasi lengkap dari rajungan menurut Stephanuson dan Chambel (1959) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo

Lebih terperinci

UKURAN MATA DAN SHORTENING YANG SESUAI UNTUK JARING INSANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN TUAL

UKURAN MATA DAN SHORTENING YANG SESUAI UNTUK JARING INSANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN TUAL Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, 2, November 2012 Hal: 141-147 UKURAN MATA DAN SHORTENING YANG SESUAI UNTUK JARING INSANG YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN TUAL (Appropriate of Mesh Size and Shortening

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli 2009 bertempat di PPN Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung (Lampiran 1). 3.2 Bahan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci

KERAMAHAN GILLNET MILLENIUM INDRAMAYU TERHADAP LINGKUNGAN: ANALISIS HASIL TANGKAPAN

KERAMAHAN GILLNET MILLENIUM INDRAMAYU TERHADAP LINGKUNGAN: ANALISIS HASIL TANGKAPAN 28 KERAMAHAN GILLNET MILLENIUM INDRAMAYU TERHADAP LINGKUNGAN: ANALISIS HASIL TANGKAPAN DIMAS RAMDHAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan 5.1.1 Unit penangkapan ikan multigear (Kapal PSP 01) Penangkapan ikan Kapal PSP 01 menggunakan alat tangkap multigear, yaitu mengoperasikan alat

Lebih terperinci

STUDI TENTANG BIOLOGI REPRODUKSI BEBERAPA SPESIES IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT BANDA

STUDI TENTANG BIOLOGI REPRODUKSI BEBERAPA SPESIES IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT BANDA ABSTRAK BAWAL Vol.3 (5) Agustus 2011 : 337-344 STUDI TENTANG BIOLOGI REPRODUKSI BEBERAPA SPESIES IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT BANDA Achmad Zamroni dan Suwarso Peneliti pada Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI

PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI PERBANDINGAN HASIL DAN KOMPOSISI TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DAN JARING INSANG DASAR DI PERAIRAN DESA SEI NAGALAWAN SERDANG BEDAGAI RURI PERWITA SARI 090302004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI 8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI Aktivitas-aktivitas perikanan tangkap yang ada di PPI Jayanti dan sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai aktivitas wisata bahari

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI

STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 217 STUDI PERUBAHAN PANJANG

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci