BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kosmetika a. Definisi Kosmetika Kosmetika berasal dari bahasa Yunani kosmein yang berarti berhias. Bahan yang digunakan untuk mempercantik diri ini pada awalnya diramu dari bahan alami yang terdapat di alam sekitar. Saat ini kosmetika diproduksi oleh manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan. Cabang ilmu yang mempelajari kosmetika disebut kosmetologi, yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek, dan efek samping kosmetika (Wasitaatmadja, 1997). Definisi kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan, atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Ditjen POM RI, 2003). Tujuan penggunaan kosmetika adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa percaya 6

2 7 diri, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain (Tranggono dan Fatma, 2007). b. Persyaratan Kosmetika Kosmetika yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan. 2) Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik. 3) Terdaftar pada dan mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Ditjen POM RI, 2003). Pada penandaan produk kosmetika sekurang-kurangnya memuat : 1) Nama kosmetika. 2) Kegunaan. 3) Cara penggunaan. 4) Komposisi. Adapun ketentuan dalam penulisan komposisi yaitu : a) Menggunakan nama bahan kosmetika sesuai dengan nama International Nomenclature of Cosmetic Ingredients (INCI), kecuali untuk bahan kosmetika yang belum ada nama INCI, dapat menggunakan nama lain sesuai referensi yang berlaku secara internasional.

3 8 b) Menggunakan nama genus dan spesies untuk bahan yang berasal dari tumbuhan atau ekstrak tumbuhan. c) Diurutkan mulai dari kadar terbesar sampai kadar terkecil, kecuali bahan dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak berurutan. d) Bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah bahan lain dengan menggunakan nomor Indeks Pewarna (Colour Index/CI) atau nama bahan pewarna untuk yang tidak mempunyai CI. e) Bahan pewangi atau bahan aromatis dapat menggunakan kata "parfum", perfume, fragrance, aroma atau flavor. f) Bahan pewarna yang digunakan dalam satu seri kosmetika dekoratif dapat mencantumkan kata dapat mengandung, may contain atau +/- pada penandaannya. 5) Nama dan negara produsen. 6) Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi. 7) Nomor bets. 8) Ukuran, isi, atau berat bersih. 9) Tanggal kadaluwarsa. 10) Peringatan/perhatian dan keterangan lain (Ditjen POM RI, 2010). c. Penggolongan Kosmetika Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit yaitu : 1) Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics) Jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya :

4 9 a) Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener). b) Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing cream, night cream. c) Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream/ lotion. d) Kosmetik untuk menipiskan atau mempelas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver). 2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up) Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri. Contohnya bedak, lipstik, perona pipi, perona mata, dan krim bibir (Tranggono dan Fatma, 2007). d. Lipstik Lipstik merupakan kosmetika dekoratif perias bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up), terbentuk dari komponen utama berupa minyak, lilin, dan lemak. Sediaan ini memberikan penampilan yang menarik dengan menambahkan warna yang dapat mempertajam bibir sehingga kulit bibir terlihat lebih sehat (Paye dkk., 2006). Bahan-bahan utama pada lipstik adalah sebagai berikut :

5 10 1) Lilin Misalnya carnauba wax, paraffin waxes, spermaceti, dan ceresine. Komponen lilin berperan pada kekerasan lipstik. 2) Minyak Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan zat-zat pewarna. Misalnya minyak castrol, tetrahydrofurfuril alcohol, dan fatty acid alkylolamides. 3) Lemak Misalnya krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi, cetyl alcohol, oleyil alcohol, dan lanolin. 4) Acetoglycerides Digunakan untuk memperbaiki sifat thoxotropik batang lipstik. Meskipun temperatur berfluktuasi, kepadatan lipstik tetap konstan. 5) Surfaktan Biasanya ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dispers partikel-partikel pigmen warna yang padat. 6) Zat-zat pewarna 7) Antioksidan 8) Bahan pengawet Bahan pengawet (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring) harus mampu menutupi rasa bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam lipstik (Wasitaatmadja, 1997).

6 11 Persyaratan lipstik antara lain : 1) Melapisi bibir secara mencukupi. 2) Dapat bertahan di bibir selama mungkin. 3) Cukup melekat di bibir, tapi tidak sampai lengket. 4) Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir. 5) Melembabkan bibir. 6) Memberikan warna yang merata pada bibir. 7) Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya. 8) Permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal lain yang tidak menarik (Paye dkk., 2006). 2. Bahan Pewarna Kosmetika Bahan pewarna kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetik (Ditjen POM RI, 2008). Penggolongan zat warna untuk kosmetika dekoratif yaitu : 1) Zat warna alam yang larut Dampak zat warna alam ini pada kulit lebih baik daripada zat warna sintetik. Tetapi kekuatan pewarnaannya relatif lemah, tidak tahan cahaya dan relatif mahal. Misalnya alkalain, zat warna merah yang diekstraksi dari kulit akar alkana (Radix alcannae), klorofil daundaun hijau, dan carotene zat warna kuning. 2) Zat warna sintetik yang larut Sifat-sifat zat warna sintetik yang perlu diperhatikan antara lain :

7 12 a) Intensitas harus kuat, sehingga dalam jumlah sedikit sudah dapat memberikan warna. b) Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah satunya. c) Sifat yang berhubungan dengan ph, di antaranya ada beberapa zat warna hanya larut dalam ph asam, lainnya hanya dalam ph alkalis. Beberapa memberi warna pada ph tertentu atau tidak stabil dalam ph tertentu. d) Kelekatan pada kulit atau rambut. e) Tidak toksik. 3) Pigmen alam Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara alamiah, misalnya aluminium silikat. Zat warna ini murni sama sekali tidak berbahaya. 4) Pigmen-pigmen sintetik Pigmen sintetik warna putih didapat dari zinc oxide dan titanium oxide. Pigmen sintetik warna biru didapat dari senyawa cobalt. Banyak pigmen sintetik yang dilarang penggunaannya karena toksis, misalnya cadmium sulfide dan prussian blue. 5) Lakes alam dan sintetik Lakes dibuat dengan cara mempresipitasikan satu atau lebih zat warna yang larut air dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya sedemikian rupa sehingga produk akhirnya

8 13 menjadi bahan pewarna yang hampir tidak larut dalam air, minyak, atau pelarut lain (Tranggono dan Fatma, 2007). Pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan. Dalam pembuatannya pewarna sintetik menggunakan pereaksi tertentu misalnya asam sulfat atau asam nitrat sehingga risiko kontaminasi cukup tinggi. Pengujian yang dilakukan meliputi uji kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna (Winarno, 1992). Beberapa zat warna sintetik yang dilarang penggunaannya pada obat, makanan, dan kosmetika menurut lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 00386/C/SK/II/90 disajikan pada Tabel I. Tabel I. Zat Warna Sintetik Berbahaya No. Nama Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna 1. Jingga K1 (C.I. Pigmen Orange 5, D&C Orange No. 17) 2. Merah K3 (C.I. Pigmen Red 53, D&C Red No. 8) 3. Merah K4 (C.I. Pigmen Red 53:1, D&C Red : 1 No. 9) 4. Merah K10 (Rhodamin B, C.I. Food Red 15, D&C Red No. 19) 5. Merah K : 1 (Ditjen POM RI, 1990). 3. Rhodamin B Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes bersifat basa, yang terbuat dari meta-dietilaminophenol dan ftalik anhidrat, yaitu suatu bahan yang tidak bisa dimakan serta sangat berfluoresensi (Budavari, 1996).

9 14 Gambar 1. Struktur Kimia Rhodamin B (Budavari, 1996) Nama umum Nama kimia : Rumus Bangun Rhodamin B : N-[9-(carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3- ylidene]-n- ethylethanaminium chlorida Nama lazim : Tetraethylrhodamine; D&C Red No.19; Rhodamine B chlorida; C.I. Basic Violet 10; C.I Golongan : Amina, aromatis, hidroksil Rumus kimia : C 28 H 31 ClN 2 O 3 Berat molekul : 479,01 Titik lebur : 329 F (165 0 C) Pemerian : Bentuk padat, kristal atau serbuk hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan, tidak berbau. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Larut dalam alkohol dan eter, sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Nilai LD 50 : a. Mencit Oral : 887 mg/kg BB; Intravena : 144 mg/kg BB

10 15 b. Tikus Intraperitonial : 112 mg/kg BB; Intravena : 89 mg/kg BB Penggunaan : Sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, kertas, tinta, sabun, pewarna kayu, bulu, dan pewarna untuk keramik Cina, merupakan suatu reagen untuk antimoni, bismuth, kobalt, niobium, emas, mangan, merkuri, molibdenum, tantalum, thallium, tungsten, dan noda biologi (Ditjen POM RI, 2011 b ). Beberapa senyawa dalam struktur kimia rhodamin B berpotensi menjadi radikal bebas di dalam tubuh dan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara antioksidan dengan komponen ROS (reactive oxygen species), sehingga memicu timbulnya beberapa penyakit degeneratif (Maryanti dkk., 2014). Senyawa klorin (Cl) dan alkilating (CH 3 -CH 3 ) memiliki reaktivitas yang tinggi untuk mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara berikatan dengan senyawa-senyawa di dalam tubuh, misalnya berikatan dengan protein, lemak dan DNA yang memicu genotoksik (Fessenden dan Fessenden, 1986). Senyawa quinone dalam struktur kimia rhodamin B juga dapat berpotensi radikal dengan membentuk ROS melalui mekanisme metabolisme aerob dalam mitokondria (Madeo, 2013).

11 16 Efek berbahaya yang ditimbulkan rhodamin B terhadap kesehatan tubuh merupakan efek kronik yang diawali dengan stres oksidatif sehingga menimbulkan kerusakan beberapa organ dan gangguan fisiologis tubuh. Kerusakan organ yang ditimbulkan di antaranya adalah kerusakan hati dan ginjal, gangguan produksi hormon dan kerusakan DNA. Stres oksidatif yang terjadi secara terus menerus dapat memicu timbulnya kanker (Brantom, 2005). Efek toksik rhodamin B terhadap ginjal menimbulkan kerusakan berupa penyempitan ruang bowman pada glomerulus, hipertropi, nekrosis dan serosis tubulus. Dosis dan lama pemejanan berpengaruh nyata terhadap persentase kerusakan glomerulus (Mayori dkk., 2013). Gangguan hormonal yang ditimbulkan rhodamin B mengganggu siklus ovarium yang kemudian akan mengganggu siklus estrus. Hasil penelitian Febrina (2013) menyimpulkan bahwa pada dosis 150 ppm, 300 ppm dan 600 ppm rhodamin B berpengaruh signifikan dapat memperlambat panjang siklus estrus pada mencit betina dewasa. 4. Metode Analisis Bahan Pewarna Kosmetika Identifikasi bahan pewarna yang dilarang dalam kosmetika seperti rhodamin B dapat dilakukan dengan teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Prinsip analisis adalah bahan pewarna berbahaya diekstraksi dengan cara tertentu dan selanjutnya dilakukan identifikasi secara kualitatif (Ditjen POM RI, 2011 a ).

12 17 Analisis bahan pewarna tambahan rhodamin B secara kuantitatif dapat dilakukan secara Spektrofotometri UV-Visibel (Horwitz, 2005). Metode isolasi zat warna dalam suatu sampel kosmetika dapat dilakukan dengan dua metode yaitu : 1) Menggunakan wol bebas lemak Benang wol putih dibebaskan lemaknya dengan cara dicuci beberapa kali menggunakan deterjen, kemudian dididihkan dengan amonia, dikeringkan, lalu dikocok dengan eter. Benang wol putih bebas lemak akan menyerap zat warna dalam larutan sampel setelah dilakukan penambahan asam klorida 4 N. Selanjutnya zat warna dalm benang wol dilepaskan kembali dengan pendidihan menggunakan amonia. 2) Ekstraksi cair-cair Filtrat hasil maserasi sampel diuapkan untuk menghilangkan pelarut, selanjutnya dibasakan dengan natrium hidroksida 10% dan dikocok dengan eter. Dicuci dengan air suling sehingga menjadi basa encer, zat warna larut dalam lapisan eter. Lapisan eter dipisahkan dan ditambahkan suatu asam (Satiadarma, 1985). 5. Metode Ekstraksi Proses ekstraksi untuk definisi pemisahan kimia merupakan cara memisahkan zat terlarut melalui dua buah pelarut yang dapat melarutkan zat tersebut namun kedua pelarut ini tidak dapat saling melarutkan. Sampel berada dalam kontak dengan ekstraktan sehingga pemisahan molekul zat terlarut terjadi karena perbedaan kelarutan dalam kedua jenis pelarut.

13 18 Dengan demikian pemisahan kimia terjadi secara alami dalam dua pelarut cair-cair. Macam-macam proses ekstraksi antara lain : 1) Ekstraksi Batch (Ekstraksi tunggal) Biasanya metode ini dilakukan dengan mengocok zat terlarut dalam pelarut air dan pelarut organik di dalam corong pemisah, kemudian fase organik dipisahkan dengan fase air. 2) Ekstraksi Berulang-ulang Ekstraksi berulang dapat dilakukan dengan cara membagi salah satu pelarut menjadi beberapa bagian dan kemudian ekstraksi dilakukan berurutan dengan cara yang sama. Jumlah pelarut yang digunakan pada akhirnya sama. 3) Ekstraksi Kontinu Prinsip ini mengandalkan aliran terus menerus dari pelarut untuk mengambil zat tertentu dengan cara mirip distilasi. Pelarut yang sudah membawa zat tertentu akan diuapkan kembali dan setelah terkondensasi akan kembali melakukan ekstraksi sebagai pelarut yang baru. 4) Metode Counter Current Craig Metode pemisahan Craig ini sangat berguna untuk memisahkan campuran senyawa-senyawa secara fisik sangat sulit untuk melakukan pemisahan (Wonorahardjo, 2012).

14 19 6. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi adalah metode pemisahan secara fisika yang mana komponen-komponen yang akan dipisahkan terbagi di antara dua fase, yang satu adalah fase diam, sementara yang lain adalah fase gerak yang bergerak pada arah tertentu (Gandjar dan Rohman, 2012). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan yang berbutir-butir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisahkan berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan atau pengembangan (Stahl, 1985). Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi planar dengan beberapa keuntungan yaitu : 1) Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis. 2) Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet. 3) Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. 4) Peralatan sederhana, lebih mudah dan lebih murah.

15 20 5) Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau elusi dua dimensi (Gandjar dan Rohman, 2007). Sifat penting dari fase diam adalah besar partikel dan homogenitasnya. Besar partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron (Sastrohamidjojo, 1991). Cara pemilihan fase gerak sistem KLT : 1) Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. 2) Daya elusi fase gerak diatur sedemikian rupa sehingga harga R f terletak antara 0,2 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. 3) Untuk pemisahan dengan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan elusi yang berarti juga menentukan nilai R f. 6) Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007). Penjenuhan bejana dapat dilakukan dengan cara melapisi dinding bagian dalam bejana dengan kertas saring. Bagian bawah kertas saring tersebut harus tercelup dalam cairan pengembang (Ditjen POM RI, 2000). Cuplikan ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis 1,5-2,0 cm dari tepi bawah. Bercak sebaiknya berukuran seragam dan mempunyai diameter 3-6 mm. Penotolan dapat dilakukan dengan mikropipet atau dengan microsyringe (Sudjadi, 1986).

16 21 Visualisasi dimaksudkan untuk melihat komponen penyusun yang terpisah setelah proses pengembangan. Visualisasi dapat dikerjakan dengan beberapa cara. Misalnya dengan menggunakan uap iodium, sinar ultraviolet khususnya bila digunakan adsorben yang mengandung fosfor. Cara lain yaitu dengan charring atau dengan penyemprotan menggunakan reagensia tertentu (Adnan, 1997). Nilai R f dihitung menggunakan perbandingan : R f = (1) Gangguan yang terjadi pada sistem KLT antara lain : 1) Pembentukan ekor Hal ini disebabkan karena cuplikan terlalu banyak atau pembebanan yang berlebih. Penyebab umum yang lain adalah tidak adanya pengendalian ph yang memadai pada lapisan. ph pada lapisan harus sedemikian rupa sehingga asam berada pada bentuk asam seluruhnya dan basa berada dalam bentuk amina seluruhnya. Jadi, asam harus dikembangkan pada sistem yang asam, dan sebaliknya. 2) Pencampuran pelarut Jika dua pelarut yang sifatnya sangat berbeda dicampur untuk memperoleh sistem pelarut, sistem ini dapat memisah pada lapisan membentuk dua garis depan pelarut. Kedua daerah hanya pelarut yang sifatnya agak serupa saja yang boleh dicampur.

17 22 3) Garis depan tidak mendatar Garis depan pelarut kadang membentuk busur dengan bercak rendah di tengah. Ini umumnya disebabkan oleh ketidakjenuhan bejana atau suhu yang tidak sama pada lapisan. Bejana harus dijenuhkan dengan pelarut, dan harus diusahakan agar tidak ditempatkan di tempat yang beraliran udara (Gritter dkk., 1991). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga R f, yaitu : 1) Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan. 2) Sifat dari fase diam dan derajat aktifitasnya. 3) Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap. 4) Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak. 5) Jumlah cuplikan yang digunakan. 6) Teknik percobaan. 7) Suhu. 8) Kesetimbangan. 9) Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan (Stahl, 1985). 7. Spektrofotometri UV-Visibel Spektrofotometri adalah pengukuran absorpsi energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day dan Underwood, 1992). Radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak merupakan salah satunya dapat dianggap sebagai energi yang

18 23 merambat dalam bentuk gelombang. Panjang gelombang merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang bersebelahan (Gandjar dan Rohman, 2007). Secara konvensional daerah spektrum dibagi menjadi tiga bagian, yaitu spektrum dekat UV ( nm), cahaya tampak ( nm), dan inframerah ( nm) (Blaedel dan Meloche, 1963). Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan, serta berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum tersebut dituliskan dengan : A = abc = log.. (2) di mana A = absorbansi a = koefisien eksitasi b = tebal sel (cm) c = konsentrasi analit (Day dan Underwood, 1992) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis secara spektroskopi UV-Vis di antaranya : 1) Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis Hal ini dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak memiliki serapan pada daerah ultraviolet dan visibel. Cara yang digunakan adalah dengan merubah senyawa tersebut menjadi senyawa lain sehingga memiliki serapan pada daerah tersebut.

19 24 2) Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang maksimal. Panjang gelombang maksimal diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. 3) Waktu operasional (operating time) Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. 4) Pembuatan kurva baku Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). 5) Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorban pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan pada pembacaan transmitan (T) adalah 0,005 atau 0,5% (Gandjar dan Rohman, 2007). Komponen-komponen dari spektrofotometer Uv-vis adalah : 1) Sumber lampu Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari nm, sementara lampu halogen kuarsa atau tungsten

20 25 digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang antara nm). 2) Monokromator Digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). 3) Sel Sel yang digunakan untuk daerah visibel terbuat dari kaca, sedangkan untuk daerah ultraviolet digunakan sel kuarsa atau kaca silika. Sel tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm. 4) Detektor Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. 5) Recorder Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari pengukuran (Rouessac dan Rouessac, 2007). Gambar 2. Instrumen Spektrofotometri UV-Visibel (Rouessac & Rouessac, 2007)

21 26 Kurva hubungan antara konsentrasi analit dengan kuantita yang diukur disebut kurva baku. Hubungan kurva yang benar-benar linier seyogyanya dibuat dari lima titik (Eckschlager, 1972). Regresi merupakan kurva yang menyatakan hubungan antara dua besaran yang dapat dinyatakan sebagai : y = bx + a. (3) y = menyatakan absorbansi x = konsentrasi b = koefisien korelasi (juga menyatakan slope atau kemiringan) a = tetapan regresi dan juga disebut intersep (Gandjar dan Rohman, 2007). B. Kerangka Pemikiran Rhodamin B merupakan pewarna sintetik yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya jika digunakan dalam kosmetika menurut Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI nomor 00386/C/SK/90 tahun 1990 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85 tahun Brantom (2005) menyatakan, kandungan beberapa senyawa dalam struktur kimia rhodamin B menyebabkan senyawa ini bersifat karsinogen dan genotoksik jika masuk ke dalam organ tubuh. Pada kondisi terakumulasi, rhodamin B dapat menjadi faktor pemicu stres oksidatif. Efek yang ditimbulkan di antaranya gangguan saluran pernafasan, kerusakan degeneratif organ ginjal, kanker hati, dan

22 27 gangguan produksi hormon. Paparan secara langsung juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Penelitian yang dilakukan Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan (YPKK) menyebutkan bahwa kosmetika yang beredar di pasaran masih banyak yang tidak memiliki persyaratan ijin produksi (Syahrida, 2010). Ditambahkan pula, hasil pengawasan post market kosmetika oleh BPOM RI pada tahun yang menemukan penyalahgunaan bahan pewarna pada kosmetika dekoratif yaitu merah K10 (rhodamin B). Produk yang teridentifikasi tersebut di antaranya merupakan kosmetik impor dan tidak mencantumkan izin edar dari BPOM RI. Penggunaan bahan pewarna merah K10 (rhodamin B) pada kosmetika dinilai sangat membahayakan konsumen karena dapat memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan. Karena sering terjadi penyalahgunaan, maka diperlukan upaya monitoring untuk meningkatkan keamanan melalui identifikasi dan analisis kuantitatif rhodamin B pada sediaan lipstik berwarna merah yang beredar di wilayah Kota Surakarta. C. Hipotesis 1. Lipstik berwarna merah yang beredar di wilayah Kota Surakarta diduga mengandung rhodamin B. 2. Rhodamin B yang terdapat dalam sediaan lipstik berwarna merah yang beredar di wilayah Kota Surakarta berada dalam jumlah tertentu.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR Syamsuri Syakri Jurusan Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai. besaran pada abad ke 20 (Tranggono, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai. besaran pada abad ke 20 (Tranggono, 2007). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kosmetik 1. Pengertian Kosmetik Menurut Wall dan Jellinenk, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Kosmetik Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

Lebih terperinci

GAMBARAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA KOSMETIK PEMERAH BIBIR YANG BEREDAR DIPASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA

GAMBARAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA KOSMETIK PEMERAH BIBIR YANG BEREDAR DIPASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA GAMBARAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA KOSMETIK PEMERAH BIBIR YANG BEREDAR DIPASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA Danang Yulianto Akademi Analisa Farmasi dan Makanan Al-Islam, Yogyakarta ABSTRAK Bahan Pewarna adalah

Lebih terperinci

ANALISA KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI MASYARAKAT TAHUN 2011

ANALISA KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI MASYARAKAT TAHUN 2011 ANALISA KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI MASYARAKAT TAHUN 011 Mangoloi Sinurat Dosen Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Depkes Medan Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1986, 2015 BPOM. Kosmetika. Persyaratan Teknis. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA Retno Putri Pamungkas, Vivin Nopiyanti INTISARI Analisis Rhodamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Piroksikam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Gambar 2.1.1 : Struktur Kimia Piroksikam Piroksikam merupakan salah satu obat analgesik yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Piroksikam

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik 2.1.1 Pengertian Kosmetik Menurut Wall dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No.

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No. BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan Analisa dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah di Medan. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari 2016. 3.2.Alat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stabilitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu persyaratan mutu yang harus dipenuhi oleh suatu sediaan farmasi untuk menjamin penggunaan obat oleh pasien. Stabilitas

Lebih terperinci

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan yaitu untuk memperbaiki warna,

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan yaitu untuk memperbaiki warna, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Jajanan Kebutuhan makan anak-anak sekolah dasar perlu mendapat perhatian karena anak-anak mulai mempunyai kesibukan-kesibukan dengan pelajaran di sekolah dan di sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat menginaktivasi

Lebih terperinci

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA A. TUJUAN 1. Mempersiapkan larutan blanko dan sampel untuk digunakan pengukuran panjang gelombang maksimum larutan sampel. 2. Menggunakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Parasetamol Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai parasetamol adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 2.1 Rumus Struktur Parasetamol Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kosmetik 1. Pengertian Kosmetik Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri, dahulu diramu dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

DAFTAR LAMPIRAN. xvii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Ubi jalar ungu... 4 Gambar 2. Struktur DPPH... 8 Gambar 3. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan... 10 Gambar 4. Formulasi lipstik ubi jalar ungu... 21 Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini merupakan deskriptif laboratorium yaitu dengan

METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini merupakan deskriptif laboratorium yaitu dengan III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian ini merupakan deskriptif laboratorium yaitu dengan melakukan observasi pada jajanan yang dicurigai mengandung Rhodamin B dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu: PENDAHULUAN Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbans suatu sampel yang dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur dan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur dan jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika dikenal sebagai penunjang penampilan agar tampak lebih menarik. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, beragam kosmetika muncul di pasaran.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai berikut: Rumus Struktur : Gambar 2.1 Struktur Teofilin Nama Kimia : 1,3-dimethyl-7H-purine-2,6-dione

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Warna Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2012, pewarna adalah bahan tambahan pangan (BTP) berupa pewarna alami, dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan ataudiaplikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan buku Martindale (Sweetman, 2009) sediaan tablet domperidone merupakan sediaan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kecap kedelai ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1 4 Klasifikasi... 1 5 Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

DESTILASI SECARA UMUM

DESTILASI SECARA UMUM DESTILASI SECARA UMUM Disusun oleh : NANDA RISKI JANESTIA (1011101020034) FARHAN RAMADHANI (1011101010035) PADLI SYAH PUTRA (1111101010020) JAMNUR SAHPUTRA FAHMI SUHANDA (1211101010050) IBRAHIM (1111101010017)

Lebih terperinci

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS PRINSIP DASAR HUKUM BEER INSTRUMENTASI APLIKASI 1 Pengantar Istilah-Istilah: 1. Spektroskopi : Ilmu yang mempelajari interaksi materi dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium untuk memperoleh data.data yang dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini kosmetik merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan, terutama

I. PENDAHULUAN. Saat ini kosmetik merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan, terutama I. PENDAHULUAN Saat ini kosmetik merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan, terutama pada wanita, tidak sedikit dana yang dialokasikan untuk pembelian produk kosmetik maupun perawatan kulit. Alasan

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan, tetapi selain mempunyai manfaat sinar matahari juga dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 (5 September 2006)

PENDAHULUAN. 1  (5 September 2006) PENDAULUAN Makanan, kebutuhan pokok bagi manusia, dapat mengandung kontaminan kimia yang dapat mengganggu kesehatan. leh karena itu keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang sangat penting. Akrilamida

Lebih terperinci

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BABm METODOLOGI PENELITIAN BABm METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat destilasi sederhana (Elektromantel MX), neraca analitik, ultrasonik Kery Puisatron,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Bahan 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Omeprazole Rumus struktur : Nama Kimia : 5-metoksi-{[(4-metoksi-3,5-dimetil-2- piridinil)metil]sulfinil]}1h-benzimidazol Rumus Molekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat tumbuhan Belimbing wuluh merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Parasetamol Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 2.1 Struktur Parasetamol Rumus Molekul : C 8

Lebih terperinci

Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air:

Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air: Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air: Metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) atau menggunakan pelarut lain (biasanya organik) Tidak memerlukan alat khusus atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN RHODAMIN B PADA CABE GILING BASAH YANG DIJUAL DI PASAR KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS PENGGUNAAN RHODAMIN B PADA CABE GILING BASAH YANG DIJUAL DI PASAR KOTA YOGYAKARTA ANALISIS PENGGUNAAN RHODAMIN B PADA CABE GILING BASAH YANG DIJUAL DI PASAR KOTA YOGYAKARTA Sholihatil Hidayati Akademi Analis Farmasi Al-Islam Yogyakarta ABSTRAK Rhodamin B merupakan zat warna sintetis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah digunakan oleh manusia yang hidup

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sinar matahari merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup, namun ternyata

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl Gol / kelompok : S/ A Nama / nrp : Grace Suryaputra ( 2443011013) Yuvita R Deva ( 2443011086) Felisia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang ditunjang studi pustaka. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr). Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) dan Umbi Bawang Sabrang (Eleutherinae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmein artinya berhias. Kosmetik digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmein artinya berhias. Kosmetik digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik telah menjadi bagian kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmein artinya berhias. Kosmetik digunakan secara luas baik untuk

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS Disusun Oleh : RENI ALFIYANI (14030194086 ) PENDIDIKAN KIMIA A 2014 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lalu (Iswari, 2007). Bahan yang dipakai dalam usaha mempercantik diri. maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

I. PENDAHULUAN. yang lalu (Iswari, 2007). Bahan yang dipakai dalam usaha mempercantik diri. maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997). I. PENDAHULUAN Produk perawatan tubuh merupakan produk kesehatan dan kebersihan yang meliputi produk perawatan gigi, pelembab, minyak atsiri, produk cukur, produk pembersih tubuh, lotio tubuh, gel wajah,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci