BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterikatan siswa pada sekolah merupakan salah satu aspek penting dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan juga pihak-pihak yang membuat kebijakan dalam dunia pendidikan dianggap sebagai kunci dalam mengatasi beberapa masalah pada siswa seperti siswa yang berprestasi rendah, siswa yang merasa terasing dan juga angka drop out yang tinggi (Fredricks, Blumenfeld, & Paris, 2004). Fenomena dalam dunia pendidikan terkait dengan keterikatan siswa pada sekolah ada yang memperlihatkan siswa yang engaged dan ada pula siswa yang disengaged. Keterikatan siswa di sekolah (student engagement) menurut Alexander dkk (dalam Font & Maguire-Jack, 2013) merupakan kemampuan anak untuk menyelaraskan dirinya sendiri dengan kelompok sebaya, berhasil secara akademis, dan pencapaian dalam konteks sekolah. Keterikatan siswa berhubungan dengan siswa yang merasa memiliki sekolahnya, ikut serta dalam aktivitas-aktivitas sekolah dan pada dasarnya dia juga memiliki disposisi yang positif untuk bekerja sama dengan orang lain dalam lingkungan sekolah (Ainley dalam Duchesne, McMaugh, Bochner, & Krause, 2010). Dotterer dan Lowe (2011) mendefinisikan student engagement sebagai perasaan, perilaku dan pikiran siswa tentang pengalaman sekolah mereka dan pembangun penting dalam hubungannya dengan hasil akademik seperti prestasi. Penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 2 November 2015 yang melibatkan 7 orang siswa SMA dengan melakukan FGD (Focus Group 1

2 2 Discussion), memperlihatkan beberapa fenomena siswa merasa nyaman dan juga terikat dengan sekolahnya. Beberapa siswa yang merasa terlibat dan nyaman ketika berada di sekolah mengungkapkan bahwa mereka sangat senang ketika harus berangkat ke sekolah karena bisa bertemu teman-teman dan melakukan berbagai aktivitas lain yang menyenangkan di sekolah. Namun pada waktu tertentu mereka juga tidak jarang merasakan bosan untuk belajar akan tetapi terus berusaha untuk fokus dalam memahami pelajaran. Fenomena lain yang terlihat dari hasil FGD tersebut juga terdapat beberapa siswa yang merasa tidak nyaman ketika berada di sekolah. Beberapa siswa yang terlibat dalam FGD mengaku terkadang tidak nyaman dengan lingkungan sekolah yang kurang dapat memfasilitasi kebutuhan siswa terutama dalam fasilitas yang ada, kurang tertibnya para siswa lain di sekolah dan kurang kondusif suasana sekolah dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa-siswa tersebut juga menyebutkan tidak merasa senang berada di sekolah karena lebih menyenangkan bila berkumpul dengan teman-teman yang berada di sekitar rumah saja, sehingga terkadang ia tidak semangat untuk berangkat ke sekolah, sering terlambat datang ke sekolah dan jarang mengerjakan tugas-tugas. Beberapa penelitian memperlihatkan adanya penurunan keterikatan siswa di sekolah. Penelitian Li dkk (2011) memperlihatkan bahwa dari waktu ke waktu siswa pada dasarnya mengalami penurunan yang cukup drastis dalam tingkat keterikatan mereka ketika berada di sekolah hampir di seluruh tingkatan sekolah. Pada beberapa penelitian ditemukan pula pengaruh kurangnya keterikatan siswa di sekolah berdasarkan tingkat putus sekolah yang dialami oleh siswa SMA. Seperti dalam penelitian yang dilakukan Fall dan Roberts (2012) terlihat bahwa keterikatan siswa baik secara akademik maupun perilaku yang rendah akan

3 3 berkaitan dengan kemungkinan siswa untuk putus sekolah (droup out). Ketidaksopanan, pembolosan dan absensi siswa dalam proses belajarnya memperlihatkan beberapa hal tentang perasaan keterasingan siswa yang menyebabkan siswa tidak merasa terlibat ketika berada di sekolah dan keinginan untuk belajar serta kesenangan lainnya pun menjadi lebih rendah. Hal-hal tersebut mempengaruhi pada tingkat putus sekolah siswa dalam jangka panjang (Archambault, Janosz, Fallu, & Pagani, 2009). Fenomena membolos sekolah cukup banyak terjadi diantaranya yaitu di Yogyakarta sebanyak 10 orang siswa terjaring razia pada sejumlah warung internet yang menyediakan fasilitas game online. Pelajar yang terjaring tersebut duduk di bangku sekolah menengah pertama dan atas. Mereka tidak masuk sekolah dengan pengakuan bosan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah (Rusqiyanti, 2015). Yulianingsih (2013) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil data pada tahun 2012 terdapat 87 pelajar yang terjaring razia oleh petugas pada saat jam pelajaran berlangsung. Pelajar yang terjaring razia oleh petugas ini pada sebagian besar merupakan siswa SMA dan terjaring sedang bermain game online atau di tempat nongkrong lainnya. Selain permasalahan dengan lingkungan sekolah terdapat pula beberapa fenomena yang berhubungan dengan kegiatan akademik siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari (2012) pada 43 orang siswa SMP Negeri 1 Lembang memperilihatkan adanya fenomena pada siswa berupa kurang tertariknya mereka dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, mudah teralihkan perhatiannya dengan kegiatan lain yang dirasa lebih menyenangkan, adanya emosi-emosi yang negatif, malas dan jenuh dalam mengikuti pelajaran baik di sekolah maupun belajar di rumah.

4 4 Penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Kusdiyati (2014) mengungkapkan bahwa 61% dari 103 siswa kelas XI di Pesantren Persatuan Islam No.1 Bandung yang memiliki nilai di bawah KKM mengalami masalah yang berhubungan dengan kegiatan akademiknya seperti mengerjakan tugas, memperhatikan guru di kelas dan memahami pelajaran. Siswa-siswa tersebut mengemukakan merasa kesulitan untuk memahami pelajaran yang tidak mereka sukai dan juga mereka tidak mengerjakan PR karena tidak ada keinginan untuk menyelesaikan tugas yang mereka anggap sulit. Selain itu, faktor beban tugas dan juga guru menjadi faktor ketidaknyamanan siswa dalam bidang akademik. Hasil studi awal peneliti juga menunjukan adanya ketidaknyamanan siswa dari banyaknya tugas yang diberikan oleh guru dan juga perlakuan guru pada siswa selama di sekolah. Para siswa tersebut mengungkapkan bahwa faktor beban tugas yang diberikan oleh guru yang cukup banyak dengan tenggat waktu yang sebentar tidak membuat mereka terpacu untuk mengerjakan. Justru para siswa ini menjadi tidak bersemangat yang akibatnya menyebabkan siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Penelitan yang dilakukan oleh Mukminin dan McMahon (2013) tentang mahasiswa Amerika dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Amerika terkait dengan keterikatan dengan proses akademiknya. Keterikatan dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam pendidikan. Mahasiswa Indonesia yang belajar di universitas Amerika mengalami kesulitan untuk terikat dengan kampusnya dikarenakan beberapa hal seperti keadaan kampus, beban tugas, kegiatan belajar, perlakuan dari dosen dan faktorfaktor yang berhubungan dengan dinamika kelas. Mahasiswa Indonesia memiliki perbedaan terkait faktor-faktor dalam dinamika kelas dengan mahasiwa Amerika.

5 5 Mahasiswa cenderung diam, malu dan pasif ketika proses perkuliahan berlangsung sedangkan mahasiswa Amerika berkebalikan yaitu cenderung aktf dan memberikan gagasan/ide selama proses perkuliahan. Hal tersebut memperlihatkan adanya pengaruh lingkungan dan juga individu yang dapat mempengaruhi keterikatan siswa pada sekolah. Di Indonesia fenomena tentang keterikatan siswa pada sekolah salah satunya dapat terlihat dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Afrianty dan Kusdiyati (2014) tentang student engagement pada siswa SMA di Bandung. Beberapa siswa menunjukan kurangnya keterikatan siswa di sekolah dengan tidak mematuhi peraturan sekolah, membolos, tidak mengerjakan tugas akademik. Kurangnya keterikatan siswa pada sekolah ini juga berhubungan dengan usaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian dan kontribusi siswa dalam kegiatan akademik. Siswa-siswa tersebut merasa malas untuk belajar, tidak memiliki jadwal belajar, hingga adapula yang malas untuk mengerjakan tugas yang sulit sehingga mengeluh bila harus mengerjakannya karena tidak mengetahui strategi untuk menghadapi tugas-tugas tersebut. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi agar siswa dapat terlibat pada sekolah. Faktor-faktor yang mempengaruhi ini dapat menyebabkan keterikatan siswa di sekolah memiliki tingkat yang tinggi maupun rendah. Fredricks dkk (2004) mengungkapkan terdapat 3 faktor yang berpengaruh dalam keterikatan siswa di sekolah diantaranya adalah faktor sekolah, kelas dan kebutuhan individu. Faktor sekolah terdiri dari karakteristik sekolah hingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah seperti kegiatan ekstrakurikuler. Siswa yang berpartispasi dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah secara konsisten dapat memprediksi kehadiran siswa yang berkaitan dengan keterikatan siswa pada sekolahnya (Zaff, Moore,

6 6 Papillo, & Williams, 2003). Selain itu pula beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa partisipasi kegiatan ekstrakurikuler bisa memberi kesempatan untuk meningkatkan keterikatan siswa pada sekolah dan juga keberhasilan dalam kegiatan lainnya (Cooper dkk dalam Chen, 2015). Faktor kelas yang berpengaruh dalam keterikatan siswa di sekolah adalah dukungan guru, teman sebaya, struktur kelas dan juga karakteristik tugas. Valeski dan Stipek (dalam Fredricks dkk, 2004) mengungkapkan bahwa hubungan antara guru dan siswa telah berasosiasi dengan keterikatan perilaku siswa di sekolahnya seperti berpartisipasi dalam pembelajaran secara kooperatif. Penolakan oleh teman sebaya baik pada masa anak-anak dan juga masa remaja di sekolahnya akan meningkatkan kemungkinan untuk drop out dari sekolah yang dapat mengindikasikan kurangnya keterikatan siswa pada sekolah (French & Conrad, Parker & Asher dalam Fredricks dkk, 2004). Faktor kebutuhan individu menyangkut penerimaan siswa dalam konteks kelas dan terdiri dari tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan keterhubungan, kebutuhan akan otonomi dan kebutuhan akan kompetensi. Hal-hal tersebut berhubungan dengan faktor-faktor internal yang ada dalam diri siswa salah satunya motivasi sebagai dorongan siswa dalam keterikatan (Fredricks dkk, 2004). Skinner dan Belmont (dalam Wormington, Corpus, & Anderson, 2012) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang dapat memprediksi keterikatan siswa di sekolah adalah adanya motivasi akademik. Seorang siswa yang memiliki motivasi akademik akan berusaha untuk bisa terlibat dengan sekolahnya. Ketika seorang siswa memiliki motivasi akademis maka hal tersebut merupakan bagian penting dalam ketertarikan dan kenyamanan untuk sekolah dan belajar. Gottfired (dalam Lai, 2011) mendefinisikan motivasi akademik sebagai kenyamanan

7 7 pembelajaran di sekolah ditandai dengan orientasi penguasaan, keingintahuan, ketekunan, serta pembelajaran yang menantang, sulit dan tugas yang baru. Penelitian awal pada tanggal 2 November 2015 yang dilakukan oleh peneliti juga menjadikan alasan bagi peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang motivasi akademik siswa. Beberapa siswa menyebutkan bahwa ia merasa termotivasi untuk belajar sejak di tingkat sekolah sebelumnya namun ada pula siswa yang merasa tidak memiliki motivasi tertentu untuk bersekolah. Siswa yang memiliki motivasi akademik untuk belajar agar dapat meraih cita-citanya kelak untuk melanjutkan sekolah memiliki kemampuan untuk menentukan sekolah yang ia pilih dan ia berusaha untuk sebaik mungkin belajar selama di sekolah walaupun terkadang dalam keadaan yang kurang kondusif dari segi lingkungannya. Siswa yang lainnya justru tidak memiliki motivasi tertentu untuk belajar di sekolah tersebut dan hanya melakukan yang diminta oleh keluarganya saja. Siswa tersebut juga merasa kurang terlibat dengan lingkungan sekolahnya dan lebih merasa terlibat dengan lingkungan rumahnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keberhasilan akademik adalah salah satu keadaan yang bisa dilihat untuk memprediksi adanya keterikatan siswa pada sekolah. Motivasi akademik siswa untuk dapat berhasil salah satunya dalam bidang akademik akan memberikan siswa waktu banyak untuk melibatkan dirinya dalam suasana sekolah baik secara perilaku, emosi maupun juga kognitif. Siswa akan berusaha untuk memiliki keyakinan tentang kompetensi atau kemampuan akademik yang dimiliki olehnya agar dapat meraih tujuan yang ingin dicapainya. Adanya motivasi akademik yang dimiliki oleh seorang siswa akan memberikan stimulus sebagai penentu keberhasilan

8 8 akademiknya dalam hal tugas-tugas yang didapatkan serta berbagai perilaku atau kegiatan yang berhubungan dengan sekolah (Elliss, 2013). Hasil penelitian awal pada tanggal 2 November 2015 yang dilakukan oleh peneliti memperlihatkan bahwa siswa merasa senang bisa terlibat dengan sekolahnya dikarenakan ada beberapa motivasi. Siswa mengaku bahwa mereka senang berada di sekolahnya karena bisa bertemu dengan teman-teman. Selain itu juga bahwa mereka berusaha untuk mengerjakan berbagai tugas yang diberikan dan belajar dikarenakan termotivasi oleh keinginan dirinya untuk menjadi orang yang lebih sukses di masa depannya juga adanya kesadaran dari diri sendiri untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan. Walker, Greene, dan Mansel (2006) mengungkapkan bahwa diantara tiga jenis motivasi akademik, motivasi akademik intrinsik berpengaruh besar pada keterikatan kognitif siswa yang berhubungan dengan keinginan untuk terlibat dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran dan motivasi ekstrinsik pun memberikan pengaruh terhadap keterikatan kognitif walaupun tidak sebesar pengaruh motivasi intrinsik. Glanville dan Wildhagen (dalam Li dkk, 2011) mengungkapkan bahwa adanya ikatan emosional ketika berada di sekolah dan keterhubungan dengan komunitas sekolah merupkan komponen penting dalam keterikatan siswa. Dengan kata lain pula bahwa dilihat dari beberapa hal sejauh mana siswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan akademik dan sosial sekolah serta merasa terhubung ketika berada di sekolah. Salah satu kegiatan sekolah yang dapat memfasilitasi kegiatan siswa selain pada jam pelajaran adalah kegiatan ekstrakurikuler. Seperti pada penjelasan sebelumnya, Fredricks dkk (2004) mengungkapkan salah satu faktor lain yang berpengaruh dalam keterikatan siswa di sekolah adalah partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan

9 9 ekstrakurikuler diartikan sebagai kegiatan siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di luar daerah kurikulum di dalam sekolah (Massoni, 2011). Pada penelitian awal yang dilakukan pada bulan Oktober 2015, siswasiswa mengungkapkan merasa nyaman berada di sekolah salah satunya karena adanya kegiatan ekstrakurikuler. Siswa merasa nyaman ketika berada di sekolah selama kegiatan ekstrakurikuler karena adanya interaksi dengan sesama teman dan juga penyaluran pendapat dari pada hanya diam dan tidak melakukan kegiatan lainnya. Siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler memiliki berbagai macam alasan yaitu adanya keinginan dari dalam diri untuk mengembangkan potensinya sesuai kesenangan, pengalaman yang pernah dimiliki dan juga dukungan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun siswa-siswa ini harus belajar dalam waktu yang lama selama aktivitasnya di kelas selama pembelajaran, mereka masih berusaha menyempatkan waktu mereka sepulang sekolah untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang difasilitasi oleh sekolah. Berdasarkan hasil penelitian awal pada bulan Oktober 2015 juga diketahui bahwa siswa dari beberapa kegiatan ekstrakurikuler masih merasa kurang terfasilitasi dalam melakukan kegiatan ekstrakurikulernya. Beberapa siswa mengungkapkan masih belum terfasilitasi beberapa perlengkapan ekstrakurikuler sehingga mengalami beberapa kendala untuk melakukan aktivitas latihan di kelompoknya. Misalnya anggota PMR yang kekurangan tali, sehingga terkadang harus meminjam tali pada kelompok pecinta alam. Selain dari segi fasilitas fisik, siswa merasa beberapa kelompok ekstrakurikuler terutama kegiatan olahraga tidak terlalu diberikan kesempatan untuk mengikuti perlombaan dibandingkan kegiatan ekstrakurikuler jenis lain seperti paskibra. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan akan tetapi para siswa ini pada dasarnya merasakan

10 10 manfaat dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diantaranya adalah menumbuhkan rasa tanggung jawab, mengasah kemampuan diri baik dalam secara pribadi maupun juga dalam pergaulan dengan lingkungan, mendapatkan skill/kemampuan yang tidak bisa didapatkan dari pelajaran di kelas. Manfaat partisipasi dalam kegiatan esktrakurikuler telah dipaparkan dalam beberapa penelitian. Aktvitas dalam kegiatan ekstrakurikuler pula dianggap merupakan konteks yang penting dalam perkembangan remaja dan partisipasi dalam kegiatan ini dapat membuat hasil yang positif pada remaja-remaja tersebut (Mello & Worrell, 2008). Kegiatan ekstrakurikuler memilki banyak efek positif pada pendidikan. Efek positif dari kegiatan ekstrakurikuler ini diantaranya terhadap perilaku siswa, nilai yang lebih baik, kegiatan setelah sekolah yang positif serta aspek menjadi orang dewasa yang lebih sukses dan aspek sosial seperti rasa memiliki antar teman dan adanya integrasi sosial (Massoni, 2011; Mahoney dkk dalam Mestapelto & Pulkkinen, 2012; Zaff dkk, 2003). Peneliti merasa perlunya dilakukan penelitian ini dikarenakan adanya perbedaan peninjauan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari penelitianpenelitian sebelumnya. Pada dasarnya referensi tentang hubungan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler masih sangat terbatas. Penelitian sebelumnya lebih banyak melihat partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari banyaknya atau jumlah kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa seperti penelitian yang dilakukan oleh Wormington, Corpus dan Anderson (2011). Penelitian tersebut tidak meneliti aspek partisipasi kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan aktivitasaktivitas dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Hal tersebut membuat peneliti merasa perlunya dilakukan dengan melihat

11 11 Beberapa penelitian di luar negeri menyebutkan bahwa partisipasi kegiatan ekstrakurikuler yang bebas dipilih oleh siswanya dengan berbagai macam jenis ekstrakurikuler dapat meningkatkan keterikatan siswa dengan sekolahnya (Feldman & Matjasko, 2005). Di Indonesia terdapat perbedaan cara partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dengan mewajibkan salah satu jenis kegiatan ekstrakurikuler untuk diikuti oleh siswa dan kegiatan lainnya dapat bebas dipilih. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2014) menyebutkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari kegiatan ekstrakurikuler wajib dan pilihan. Kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diselenggarakan oleh satuan pendidikan serta wajib diikuti oleh seluruh peserta didik adalah pendidikan kepramukaan. Hal ini memperlihatkan perbedaan sistem dan lingkungan dalam pemilihan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler oleh siswa. Hal tersebut dapat menjadi dasar untuk meneliti kembali guna melihat akankah terdapat hubungan anatara partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dengan keterikatan siswa pada sekolah. Selain perbedaan pemilihan kegiatan ekstrakurikuler secara wajib dan bebas, penelitian sebelumnya lebih banyak melihat partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari banyaknya kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa seperti penelitian yang dilakukan oleh Wormington, Corpus dan Anderson (2011). Penelitian tersebut tidak meneliti aspek partisipasi kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Keterbatasan penelitian yang belum mengungkap partisipasi dari aspek dalam aktivitas ekstrakurikuler peneliti anggap perlu diangkat dalam penelitian ini. Seperti halnya partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, motivasi akademik telah dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memprediksi

12 12 keterikatan siswa di sekolah (Elliss, 2013; Wormington dkk, 2012). Ryan dan Deci (2000) dalam teori determinasi diri mengungkapkan bahwa pada dasarnya lingkungan belajar memainkan peran yang signifikan dalam menentukan motivasi akademik pada diri siswa. Dalam konteks sistem pendidikan di barat seperti yang telah dikemukakan dalam beberapa penelitian (Elliss, 2013; Finn dalam Hart, Stewart, & Jimerson, 2011) ditemukan bahwa bila motivasi akademik yang dimiliki siswa rendah maka akan berpengaruh pula pada keterikatan siswa di sekolah yang berdampak pula pada hasil pembelajaran seperti prestasi akademik. Indonesia memiliki beberapa perbedaan dalam pendidikan dengan negara yang lainnya. Secara singkat dapat terlihat dari sistem pendidikan yang masih bersifat sentralistik dalam pengaturan kurikulum dan manajemen pendidikan dan berimbas pada beban mata pelajaran untuk siswa, hingga kompetensi pengajar atau guru yang kualifikasinya berbeda dengan beberapa negara lain (Mariana, 2013). Maka dari itu dengan perbedaan lingkungan dan karakteristik sistem pendidikan yang berbeda di Indonesia dan di negara lain, akankah terdapat hubungan antara motivasi akademik dan keterikatan siswa di sekolah. Beberapa fenomena dan juga hasil dari preliminari menunjukan pentingnya tentang keterikatan siswa pada sekolah karena bersangkutan dengan hasil yang akan siswa raih di sekolah. Selain itu juga terlihat pentingnya peranan aspek pribadi siswa dan aspek di luar siswa tersebut yang dapat menunjang keterikatan siswa pada sekolah. Dalam hal ini motivasi akademik siswa seperti yang telah dijelaskan sebelumnya akan mendorong siswa untuk berusaha lebih dalam berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan akademiknya di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan pengalaman dan menyebabkan siswa nyaman berada di sekolahnya dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang bisa

13 13 mengarahkan hobi dan mengasah kemampuan pribadinya. Sehingga bila dilihat berdasarkan penjelasan tersebut memperkuat peneliti untuk mengetahui tentang motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler sebagai prediktor keterikatan siswa pada sekolah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah keterikatan siswa pada sekolah dapat diprediksi berdasarkan motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler secara bersama-sama dapat menjadi prediktor terhadap keterikatan siswa pada sekolah. 2. Untuk mengetahui kontribusi dari motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler terhadap keterikatan siswa pada sekolah. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dengan menambah khasanah ilmu psikologi khususnya dalam psikologi pendidikan tentang variabel-variabel yang diteliti baik secara hubungannya dengan teoriteori terkait maupun penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

14 14 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran kepada pihak terkait yaitu siswa dan pihak sekolah mengenai peran motivasi akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler terhadap keterikatan siswa pada sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini pula dapat memperlihatkan tingkatan motivasi akademik, partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan keterikatan siswa yang dimiliki oleh siswa di sekolah sehingga baik pihak sekolah dan siswa dapat mengenali dan memahami keadaan siswa di sekolah. Pihak sekolah dapat memanfaatkan hal tersebut untuk mengarahkan siswa terkait dengan keterikatannya pada sekolah. E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang terkait dengan motivasi akademik, partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan juga keterikatan siswa di sekolah pada dasarnya secara terpisah telah dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya. Namun tentunya penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti tersebut berbeda dari segi subjek, metode dan juga variabel-variabel penelitian yang terlibat didalamnya. Selain itu setting penelitian dalam hal ini tempat penelitian dan lingkungan serta hasil yang akan diperoleh pun pada dasarnya berbeda. Penelitian lain yang meneliti motivasi dan keterikatan secara bersamaan adalah penelitian yang dilakukan oleh Walker dkk (2006). Penelitian ini melihat motivasi akademik dan efikasi diri sebagai prediktor dalam keterikatan siswa. Subjek penelitian ini adalah 191 mahasiswa dan mendapatkan hasil bahwa motivasi akademik dan efikasi diri berkorelasi positif dengan keterikatan siswa pada sekolah. Motivasi akademik memberikan sumbangan untuk dapat

15 15 memprediksi keterikatan siswa pada sekolah. Perbedaan penelitian terdapat pada sampel penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengambil subjek siswa SMK. Selain itu juga peneliti menggunakan variabel partisipasi kegiatan ekstakurikuler selain variabel motivasi akademik sebagai variabel independen. Penelitian tentang kegiatan ekstrakurikuler dilakukan oleh Zaff dkk (2003) tentang partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler yang dapat memprediksi beberapa hasil positif yang terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan keterikatan siswa seperti kehadiran di sekolah dan prestasi akademiknya. Subjek penelitian ini adalah siswa tingkat 8 yang diambil datanya setiap dua tahun sekali secara longitudinal mulai dari siswa tersebut di tingkat 8, 10, 12 dan 2 tahun setelah tingkat 12. Hasil dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa partisipasi yang konsisten dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat memprediksi prestasi akademik dan juga menumbuhkan perilaku prososial pada usia dewasa muda. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki subjek yang berbeda karena subjek penelitian pada siswa SMK. Selain itu pula penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak melihat efek variabel partisipasi secara longitudinal dan penelitian ini menambahkan variabel motivasi akademik untuk melihat hubungannya dengan keterikatan siswa dengan sekolah. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Doko (2012) tentang hubungan antara student autonomy dengan student engagement pada mahasiswa. Penelitian ini mengambil sampel penelitian sebanyak 51 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dalam kegiatan belajar student autonomy ini terletak pada motivasi intrinsik yang dimiliki oleh seorang pembelajar. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara student autonomy dan student engagement pada mahasiswa. Penelitian

16 16 sebelumnya lebih mengkhususkan pada variabel student autonomy yang ada dalam aspek motivasi intrinsik, sedangkan dalam penelitian ini peneliti mengambil langsung variabel motivasi akademik untuk melihat hubungannya dengan keterikatan siswa dengan sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Wormington dkk (2011) menganalisis tentang motivasi akademik, performansi dan keterikatan di setting sekolah menengah memperlihatkan hasil bahwa motivasi akademik yang tinggi terutama dalam motivasi akademik intrinsik memberikan pengaruh pada keterikatan siswa. Penelitian ini membahas ketiga variabel yang peneliti teliti, namun dalam penelitian ini partisipasi kegiatan ekstrakurikuler hanya diukur berdasarkan jumlah banyaknya kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti serta adanya penggolongan motivasi akademik dalam kuantitas dan kualitas. Penelitian yang peneliti teliti lebih melihat partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dari peran aktif siswa untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikulernya dan tidak dilakukan pengelompokan variabel motivasi akademik. Beberapa penelitian yang telah dipaparkan di atas memperlihatkan banyak penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan motivasi akademik, partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan keterikatan siswa pada sekolah. Namun pada dasarnya penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya baik dari segi subjek dan juga lokasi penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik seorang siswa dengan proses belajar dan seberapa terhubung mereka dengan kelas, institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak sekali program pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, salah satunya yaitu sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan ketentuan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta didik. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengambangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang memengaruhi kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu bersaing di era globalisasi

Lebih terperinci

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung 1 Firdha Afrianty, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan. Aktivitas belajar dapat merangsang siswa terlibat secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan. Aktivitas belajar dapat merangsang siswa terlibat secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas belajar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pembelajaran. Pembelajaran yang menekankan aktivitas belajar akan menjadi lebih bermakna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung 1 Rida Ayu Mustika, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data maka penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa perilaku menyimpang merupakan perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang

BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang BAB II LANDASAN TEORI A. STUDENT ENGAGEMENT 1. Definisi Student Engagement Menurut National Research Council dan Institute of Medicine (2004), dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa

Lebih terperinci

kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan

kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan 1 PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Selama proses pendidikan tersebut berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan elemen yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk mempelajari berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa merupakan subjek pendidikan dengan karakteristik yang berbeda meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan perbedaan lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat dalam

BAB I PENDAHULUAN. studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor utama untuk mencapai sukses dalam segala bidang, baik berupa studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini sangat menarik perhatian, khususnya dengan adanya peraturan baru terkait dengan kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Perilaku menyontek merupakan fenomena yang sudah lama ada dalam dunia pendidikan. Masalah menyontek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan SMA atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah serta tujuan dari penelitian ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah serta tujuan dari penelitian ini. BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah serta tujuan dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk ditingkatkan agar mencapai hasil yang semakin baik kedepannya. Pendidikan merupakan aspek terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses sosialisasi merupakan salah satu tugas perkembangan terpenting bagi anak-anak juga remaja. Menurut Hurlock (2008) tugas perkembangan adalah tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan remaja seperti tidak akan pernah ada habisnya, hal ini disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, diharapkan sumber daya manusia semakin berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diatur dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 6. yaitu, setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang kehidupan, maka Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan melalui jaringan internet ini disebut game online. Game online

BAB I PENDAHULUAN. Permainan melalui jaringan internet ini disebut game online. Game online BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permainan (games) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Permainan banyak diminati oleh berbagai kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan memiliki peranan stategis dalam menyiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya manusia yang unggul akan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju dan kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aktifitas yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aktifitas yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari bertujuan untuk meningkatkan diri dan membentuk pribadi yang lebih baik. Hal ini, tidak terlepas dari upaya individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru menempati posisi dan peran penting dalam pendidikan, karena guru

BAB I PENDAHULUAN. Guru menempati posisi dan peran penting dalam pendidikan, karena guru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Guru menempati posisi dan peran penting dalam pendidikan, karena guru sebagai pembelajaran dikelas. Sehingga guru mempunyai tanggung jawab atas keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual tinggi sehingga menjadi sumber daya yang berkualitas, namun pada kenyataan masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan yang tinggi pula terhadap aktivitas belajar (Chang, 2012), sehingga apa pun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan yang tinggi pula terhadap aktivitas belajar (Chang, 2012), sehingga apa pun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi merupakan salah satu komponen pembelajaran terpenting. Motivasi merupakan penyebab utama siswa melibatkan diri atau tidak dalam aktifitas belajar (Melnic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan uraian keaslian penelitian. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi rendahnya prestasi yang diperoleh siswa dapat dipengaruhi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi rendahnya prestasi yang diperoleh siswa dapat dipengaruhi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pendidikan pada dasarnya merupakan proses mencerdaskan kehidupan bangsa dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, dijelaskan dalam Undang-undang RI No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menumbuhkan motivasi, minat, dan disiplin siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menumbuhkan motivasi, minat, dan disiplin siswa dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu proses pembelajaran seperti metode mengajar guru yang tidak tepat, kurikulum, manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Pertama berada pada masa remaja. Pada masa remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai gencar mengembangkan pengadaan Kelas Khusus Olahraga (KKO) atau disebut pula dengan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada masa sekarang ini merupakan kebutuhan yang memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan berdaya saing. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukur kemajuan suatu bangsa, sehingga kualitas pendidikan sangat. diperhatikan oleh pemerintah. Hingga saat ini pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. ukur kemajuan suatu bangsa, sehingga kualitas pendidikan sangat. diperhatikan oleh pemerintah. Hingga saat ini pemerintah terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting sebagai tolak ukur kemajuan suatu bangsa, sehingga kualitas pendidikan sangat diperhatikan oleh pemerintah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan dengan sadar, bertahap, dan berkesinambungan. Namun demikian hambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan tujuan pendidikan itu berisikan pengembangan aspek pribadi

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan tujuan pendidikan itu berisikan pengembangan aspek pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Dimana pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya saat ini pendidikan anak usia dini. baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, moral dan agama, sosial

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya saat ini pendidikan anak usia dini. baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, moral dan agama, sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Potensi dan kemampuan dasar anak usia dini sudah dimulai sejak usia 0-6 tahun, masa ini merupakan masa emas yang hanya datang sekali seumur hidup dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. siswa agar memiliki kesiapan untuk memasuki dunia kerja. Para siswa SMK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. siswa agar memiliki kesiapan untuk memasuki dunia kerja. Para siswa SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan adalah suatu lembaga pendidikan yang memiliki tujuan untuk memberikan bekal keterampilan dan keahlian khusus pada siswa agar memiliki kesiapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenudi dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara. Sebuah bangsa yang maju, bukanlah bangsa yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question 1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan Dengan Etos Kerja

Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan Dengan Etos Kerja Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan Dengan Etos Kerja Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : PURI RAHAYU F 100 030 131 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kondisi pembelajaran awal siswa sebelum diterapkan metode pembelajaran

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kondisi pembelajaran awal siswa sebelum diterapkan metode pembelajaran 132 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dibuat peneliti mengacu pada permasalahan: pertama, kondisi pembelajaran awal siswa sebelum diterapkan metode pembelajaran cooperative learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masa globalisasi, suatu negara dianggap maju apabila memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA) dan universitas merupakan dua institusi yang memiliki perbedaan nyata baik dari segi fisik hingga sistem yang meliputinya. Adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pendidikan sudah tentu tidak dapat dipisahkan dengan semua upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup manusia di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern yang hingga kini terus berkembang, manusia sebagai bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap menerima hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 secara jelas dicantumkan bahwa salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan itu penting untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Karena pendidikan berguna dalam membina dan mengembangkan kemampuan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang menjadi jembatan penghubung peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang menjadi jembatan penghubung peradaban bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana yang menjadi jembatan penghubung peradaban bangsa menuju pembangunan negara yang lebih berkualitas. Menurut Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang sangat diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan bangsa Indonesia yang harus menjadi bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gentra Agna Ligar Binangkit, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gentra Agna Ligar Binangkit, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat dari sisi perkembangan, siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada masa remaja. Menurut Hurlock (Sobur, 2003:134) masa remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membaca merupakan kegiatan yang akrab dengan manusia. Kegiatan membaca berlangsung terus menerus selama manusia hidup. Mulai dari membaca merk makanan, judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas hiburan yang mencakup permainan (game) di dalamnya. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas hiburan yang mencakup permainan (game) di dalamnya. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan jaman dan teknologi merambah ke segala bidang, termasuk fasilitas hiburan yang mencakup permainan (game) di dalamnya. Salah satu bentuk permainan (game)

Lebih terperinci

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makna pendidikan apabila diartikan dalam suatu batasan tertentu maka dapat diartikan bermacam-macam dan memunculkan beragam pengertian. Pendidikan dalam arti sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. karena pendidikan akan dapat mengembangkan kemampuan serta meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. karena pendidikan akan dapat mengembangkan kemampuan serta meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi diberbagai lini kehidupan menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan, hal tersebut juga berdampak pada kemajuan sistem pendidikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kewajiban utama yang harus dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kewajiban utama yang harus dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar merupakan kewajiban utama yang harus dilakukan oleh siswa sebagai pelajar. Akan tetapi tidak sedikit siswa yang menganggap bahwa belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi diri yang tidak terbatas waktu dan tempat dengan memperhatikan adanya nilai-nilai budaya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif.mereka aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan.mereka berusaha untuk memuaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA tergolong ke anak remaja yang memiliki rentang usia 15-18 tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity. Identitas diri ini mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim pesan (guru), komponen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi Belajar Siswa Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Lebih terperinci