BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa merupakan subjek pendidikan dengan karakteristik yang berbeda meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan perbedaan lainnya yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilannya dalam proses pembelajaran (Khodijah, 2011). Perbedaan karakteristik siswa menjadi hal unik yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan keberhasilan dalam belajar. Keberhasilan siswa dalam proses belajar ditandai dengan hasil belajar yang baik dan meningkatnya penguasaan konsep materi yang telah diajarkan. Siswa yang berhasil dalam proses belajarnya diharapkan memiliki perubahan dalam berbagai hal termasuk ilmu pengetahuan yang dipelajari, penguasaan konsep yang mendalam, keterampilan, nilai dan sikap. Keterikatan siswa pada sekolah merupakan salah satu faktor untuk mencapai keberhasilan siswa (McClenney, Marti, Nathan & Adkins, 2007). Cara siswa menyikapi sekolah dapat mempengaruhi keterikatan siswa pada sekolah (Sharkey, 2008). Sikap siswa tentang sekolah akan menghasilkan kecenderungan tindakan yang akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan siswa. Sikap siswa tentang sekolah salahsatunya ditunjukkan melalui emosi siswa saat berada disekolah yaitu emosi positif atau negatif. Contoh emosi positif yang ditunjukkan siswa adalah senang, bahagia, gembira, semangat, dan penuh harapan, sedangkan emosi negatif yang dirasakan siswa misalnya adalah bosan, kesal, benci, dan sedih. Peneliti melakukan FGD (Focus Group Discussion) di SMK N Z Yogyakarta dengan membagi dalam dua kelompok, 1

2 2 yaitu siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Salah satu siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler mengartikan sekolah sebagai tempat kumpul-kumpul atau nongkrong dan beberapa siswa cenderung merasakan bosan jika berlama-lama di sekolah. Sedangkan salahsatu siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler mengartikan sekolah sebagai tempat untuk mencari ilmu dan beberapa siswa merasa senang untuk berlama-lama di sekolah. Menurut Fursman (2011) pada siswa yang memiliki emosi positif di sekolah akan memiliki keterikatan pada sekolah dan memberikan dampak positif terhadap kegiatan belajarnya sedangkan pada siswa yang memiliki emosi negatif di sekolah dapat dilihat dari merosotnya minat yang menimbulkan kebosanan dan prestasi yang menurun. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan pada seberapa terikatnya siswa dengan proses belajar dan seberapa terhubung siswa dengan kelas, institusi dan satu sama lain (Strean, 2011). Keterikatan siswa pada sekolah yang tinggi ditandai denga siswa yang masuk sekolah teratur dan tidak pernah bolos, berkonsentrasi pada saat belajar, menegakkan disiplin dan mematuhi peraturan sekolah serta menghindari perilaku buruk, perilaku demikian secara umum memiliki peringkat dan performansi yang lebih baik pada ujian (Linnenbrink & Pintrich, 2003). Rata-rata siswa yang terikat dengan sekolah mempunyai nilai akhir yang lebih baik, nilai ujian yang lebih tinggi, dan nilai matrikulasi yang lebih tinggi guna menempuh pendidikan selanjutnya dibandingkan siswa yang tidak terikat dengan sekolah (Lawson & Lawson, 2013). Siswa yang tidak terikat dengan sekolah kemungkinan besar akan mengalami kegagalan secara

3 3 akademik, keluar dari sekolah dan bahkan sampai mengalami gangguan kesehatan (Patton & Glover, 2000). Appelton (2008) mengatakan bahwa para peneliti mengkonsepkan aspek keterikatan terdiri dari perilaku (behavioral), emosi (emotion) dan kognitif (cognitive). Hasil FGD (Focus Group Discussion) tanggal 7 Januari 2016, siswa A dari kelompok siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler mengaku jarang mengerjakan PR, mencontek dan pernah membolos tidak mengikuti pelajaran. Siswa A saat di rumah juga sering menghabiskan waktu untuk menonton TV dan bermain daripada belajar. Hal ini mengindentifikasikan bahwa siswa A kurang memiliki usaha dalam belajar dan tidak hadir dalam kegiatan belajar di kelas yang menunjukkan aspek keterikatan perilaku (behavioral engagement). Keterikatan perilaku, ditandai dengan melakukan pekerjaan sekolah dan mengikuti peraturan sekolah, meliputi: (a) perilaku yang positif, yaitu perilaku yang mengilustrasikan usaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian, mengajukan pertanyaan, menyumbang pada diskusi kelas, mengikuti aturan, belajar, menyelesaikan pekerjaan rumah, berpartisipasi dalam aktivitas sekolah yang terkait. (b) Absenya perilaku yang mengganggu, seperti tidak mangkir sekolah dan tidak membuat kekacauan di kelas (Dharmayana, Kumara, & Wirawan, 2012). Emosi negatif siswa yang lebih banyak muncul saat dikelas berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) adalah bosan dan mengantuk. Untuk mengatasi perasaan bosan saat di kelas, siswa melakukan beberapa hal seperti mengobrol dengan teman, bermain gadget, dandan di kelas atau hanya sekedar melamun dan coret-coret di kertas (FGD tanggal 6 Januari 2016). Hal ini mengidentifikasikan bahwa siswa memiliki reaksi emosional negatif dimana

4 4 siswa merasa bosan, mengantuk, dan jenuh yang menunjukkan keterikatan emosi (emotional engagement). Keterikatan emosi (emotional engagement) merupakan salah satu aspek dalam keterikatan siswa (student engagement) yang merujuk pada kualitas reaksi emosional selama penyelesaian suatu kegiatan, yang ditunjukkan dengan adanya antusiasme, kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan (Skinner & Pitzer, 2012). Siswa B merupakan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, pada saat FGD (Focus Group Discussion) mengaku mengerjakan tugas tanpa adanya unsur paksaan dan atas kesadaran diri sendiri. Siswa tersebut juga mengaku tidak ingin bernasib sama dengan orang tuanya yang hanya lulusan SD (Sekolah Dasar) sehingga ia serius untuk belajar. Perilaku yang ditunjukkan mengidentifikasi siswa memiliki keterikatan kognitif (cognitive engagement). Keterikatan kognitif (cognitive engagement) yakni motivasi, usaha keras dan penggunaan strategi. Keterikatan kognitif mencakup investasi psikologis dalam belajar, usaha keras dalam belajar, keseriusan bersekolah, keinginan bekerja melebihi yang dipersyaratkan, pilihan yang menantang, disiplin, perencanaan dan strategi belajar, keluwesan dalam memecahkan masalah, dan memilih bekerja keras (Dharmayana et al., 2012). Beberapa penelitian menemukan hubungan antara keterikatan siswa dengan lingkungan kelas yang demokratis (Ahmad, Said, Syed, Mokhtar, & Hassan, 2014), prestasi belajar (Dharmayana et al., 2012), dan persepsi siswa dengan lingkungannya (Wikansari, 2013). Kelas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keterikatan siswa pada sekolah (Fredricks, Blumenfeld, & Paris, 2004). Berdasarkan studi pendahuluan permasalah yang ditemui berkaitan dengan keterikatan siswa pada sekolah dapat digambarkan melalui bentuk emosi

5 5 siswa saat di kelas. Beberapa siswa di SMK N Z Yogyakarta mengaku senang saat berinteraksi dengan guru-guru di kelas namun beberapa siswa masih merasa canggung dengan menunjukkan emosi negatifnya saat berada dikelas, menurut siswa beberapa diakibatkan perilaku guru yang membeda-bedakan antara siswa yang pintar dan kurang pintar, frekuensi marah saat di kelas, dan komentar guru yang menurunkan semangat siswa (FGD 7 Januari 2016). Sudah selayaknya guru memiliki kemampuan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, sehingga siswa merasa nyaman berada di sekolah (Budiman, 2012). Prasetya (2011) mendefinisikan perilaku guru yang baik saat mengajar ditunjukkan dengan roman muka, ketenangannya dan kesabarannya, berdiri dikelas saat pembelajaran, pandangan mata meluas, suara sedang atau berirama, dan kewibawaan dalam mengajar. Dengan demikian diharapkan siswa dapat merasa nyaman dan terikat dengan sekolahnya. Fredricks et al. (2004) menjelaskan bahwa keterikatan diasosiasikan pada hubungan siswa guru dengan guru dan teman sebaya yang mendukung, tugastugas yang menantang dan otentik, kesempatan untuk memilih minat dan struktur pembelajaran yang tepat. Guru merupakan pihak yang dapat mendorong anak-anak dalam berpartisipasi di dalam kelas. Relasi antara guru dengan siswa merupakan salah satu faktor dari keterikatan emosi siswa (Gaydos, 2009). Meningkatkan hubungan siswa dengan guru merupakan hal penting, positif, dan berimplikasi jangka panjang untuk perkembangan akademik dan sosial siswa (Kaufman & Sandilos, 2016). Wubbels dan Brekelmans (2005), Kyriakides (2005), Uden, Ritzen, dan Pieters (2014) mengkonsepkan hubungan antara guru dan murid sebagai perilaku interpersonal guru. Perilaku interpersonal guru berlandaskan pada teori

6 6 komunikasi sistem Watziawick, Beavin & Jackson dan model perilaku interpersonal Leary. Model perilaku interpersonal guru merupakan adaptasi dari model perilaku interpersonal Leary yang digunakan dalam konteks pendidikan. Wubbels, Brok, Tartwijk, dan Levy (2012) mengemukakan bahwa terdapat delapan aspek perilaku guru pada model perilaku interpersonal, yaitu: kepemimpinan (leadership), membantu atau bersahabat (helping/friendly), memahami (understanding), tanggung jawab atau kebebasan siswa (student responsibility/freedom), ragu-ragu (uncertain), tidak puas (dissatisfied), menjengkelkan (admonishing) dan ketat (strict). Perilaku interpersonal guru sangat berpengaruh pada hasil kognitif dan afektif siswa (Kyriakides, 2005), prestasi siswa (Wubbels et al., 2012), gaya belajar (Uden et al., 2014), motivasi siswa (Maulana, Opdenakker, Stroet, & Bosker, 2013), dan keterikatan siswa (Wubbels & Brekelmas, 2005). Perilaku interpersonal guru mempengaruhi makna informasi yang disampaikan. Sebagai contoh, penolakan guru terhadap pertanyaan siswa karena guru tidak mendengar dapat menimbulkan interpretasi siswa bahwa guru sibuk atau siswa menilai pertanyaan tersebut tidak sesuai (Wubbels & Brekelmans, 2005). Penjelasan tentang ciri-ciri guru yang baik telah banyak dikemukakan oleh para ahli, tetapi satu hal yang kurang diungkapkan adalah pandangan anakanak dan remaja tentang gurunya (Isjoni, 2012). Pandangan siswa tentang gurunya sangat penting untuk diungkapkan, karena siswa melakukan interaksi langsung dengan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa juga merupakan pihak yang menerima dampak secara langsung dari perilaku guru. Menurut Wubbels dan Brekelmans (2005), persepsi siswa dapat memenuhi kebutuhan siswa saat belajar di sekolah sehingga siswa memiliki rasa keterikatan pada

7 7 sekolahnya. Penelitian ini menjelaskan persepsi siswa tentang perilaku interpersonal guru. Persepsi siswa tentang perilaku interpersonal guru yang sabar saat di kelas diungkapkan oleh beberapa siswa pada saat FGD. Perilaku yang ditunjukkan oleh guru dipersepsi siswa dalam model perilaku interpersonal understanding yaitu guru menunjukkan kesabaran, perhatian, kepedulian dan sikap terbuka pada siswa (Wubbels & Brekelmans, 2005). Pada saat FGD perilaku interpersonal guru yang membantu (helping/friendly) dipersepsi kurang baik oleh salah satu siswa, dia mengaku terdapat guru yang enggan menerangkan kembali materi yang dirasa masih belum difahami oleh siswa. Dalam berinteraksi dengan guru, siswa mempersepsi perilaku interpersonal guru yang merupakan penilaian siswa tentang sifat dan karakteristik guru berdasarkan pengamatan siswa tentang perilaku interpersonal guru di kelas. Perilaku interpersonal guru saat berinteraksi dengan siswa di sekolah merupakan suatu kekuatan yang dapat mempengaruhi keterikatan kognitif siswa (Wubbels & Levy, 1993). Pentingnya persepsi siswa tentang perilaku interpersonal guru tampak pula pada dinamika perilaku bermasalah. Beberapa perilaku siswa bermasalah berawal dari persepsi terhadap guru yang buruk (Thorson, Plank, Macdill, Partland, & Jordan dalam Gaydos, 2009). Banyaknya situasi negatif yang dapat terjadi pada siswa seperti keluar dari sekolah belum waktunya (dropping out), kenakalan remaja (delinquency), tingkat absensi tinggi, dan kegagalan proses belajar dapat diatasi melalui sekolah berbasis kegiatan ekstrakurikuler (Hirschfield & Gasper, 2011). Remaja merasa mendapat berbagai manfaat dari kegiatan ekstrakurikuler yang tersedia meskipun tingkat efek yang dirasakan

8 8 kembali pada konteks atau kondisi karakteristik masing-masing individu (Moilanen, Markstrom, & Jones, 2014). Moilanen et al. (2014) juga mengatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu bentuk intervensi untuk mengatasi penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman keras pada siswa. Dengan demikian sudah seharusnya sekolah mengadakan kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah merupakan salah satu faktor keterikatan siswa pada sekolah. Fredricks et al. (2004) menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan di sekolah yang dianggap dapat meningkatkan keterikatan siswa di sekolah adalah partisipasi siswa dalam kebijakan sekolah. Salah satu bentuk kebijakan yang dilakukan sekolah yaitu dengan memberi kebebasan siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan bakat dan minat siswa. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan di luar kegiatan pembelajaran di kelas dan di luar jam pelajaran, sehingga diperlukan tenaga serta fikiran yang ekstra untuk mampu menjalankannya agar kegiatan ekstrakulikuler mampu mendukung dalam pencapaian tujuan pendidikan, serta mampu membantu siswa agar terhindar dari kegiatan yang beresiko (Kao & Salerno, 2014). Melalui partisipasinya dalam kegiatan ekstrakurikuler peserta didik dapat belajar dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, serta menemukan dan mengembangkan potensinya. Maka kegiatan non akademik tidak kalah penting untuk dikaji dalam mewujudkan keterikatan siswa pada sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler berperan dalam mengembangkan watak, perilaku sosial siswa dan kepribadian siswa (Kamrin, 2015). Dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PMR (Palang Merah Remaja), siswa C mengaku dapat

9 9 mengaplikasikan ilmu PMRnya dengan terjun langsung membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan kesehatan. Partisipasi siswa pada kegiatan ekstrakurikuler mampu memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengalami tingkat keterikatan tinggi, tantangan, kesenangan, motivasi intrinsik, dan inisiatif (Shernoff, 2010). Hal ini senada dengan hasil FGD (Focus Grup Discusion) yang dilakukan di SMK N Z Yogyakarta tentang manfaat yang didapatkan siswa saat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Siswa merasa senang ketika mendapatkan bantuan dari teman yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang sama dengan dirinya dalam mengerjakan tugas, dan memiliki rasa percaya diri setelah berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Begitu juga yang dijelaskan oleh Vermaas (2009) bahwa siswa yang memiliki minat dan partisipasi dalam ekstrakurikuler akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dari teman-teman sekelilingnya. Siswa juga merasa nyaman saat berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dikarenakan kegiatan ekstrakurikuler mampu menghilangkan rasa bosan. Siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler terbukti lebih merasa nyaman berada di sekolah dibandingkan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Dengan perasaan nyaman saat berada di sekolah siswa akan lebih menunjukkan emosi positif terhadap sekolah dan lingkungannya (Knifsend & Graham, 2012). Di Indonesia kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu fasilitas yang diberikan oleh sekolah guna mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki siswa di luar kegiatan akademik. Sekolah di Indonesia menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler dimana siswa dianjurkan untuk memilih salah satu kegiatan. Perkembangan terbaru menurut kurikulum 2013 menjelaskan bahwa pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib yang harus diikuti oleh siswa, seperti

10 10 yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2010 yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib untuk siswa sekolah dasar sampai menengah di Indonesia. Jumlah jam yang semula 26 jam dalam seminggu menjadi 30 jam setelah ditetapkannya ekstrakurikuler pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib untuk seluruh sekolah di Indonesia (Undang- Undang tentang Gerakan Pramuka, 2010). Tuntutan yang demikian dapat memunculkan sikap dan pandangan negatif siswa terhadap sekolah karena secara tidak langsung beberapa siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler secara terpaksa. Termasuk pula di SMK N Z Yogyakarta yang telah mewajibkan kegiatan ekstrakurikuler pramuka bagi siswa kelas X. Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui FGD (Focus Group Discussion) dan penelitian-penelitian terdahulu serta pemaparan teori, didapatkan beberapa fenomena yang terjadi di lingkungan sekolah tentang keterikatan siswa pada sekolah. Beberapa penelitian terdahulu juga menunjukkan pentingnya keterikatan siswa untuk diteliti dengan memperhatikan variabel-variabel lain, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan subjek dan latar belakang yang berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Apakah keterikatan siswa pada sekolah dapat diprediksi berdasarkan persepsi siswa tentang perilaku interpersonal guru dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler?

11 11 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah persepsi siswa tentang perilaku interpersonal guru dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler secara bersama-sama dapat menjadi prediktor keterikatan siswa pada sekolah. 2. Untuk mengetahui kontribusi dari persepsi siswa tentang perilaku interpersonal dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler terhadap keterikatan siswa pada sekolah. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis. Hasil yang didapat dari pengujian empiris variabel-variabel dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengkaji teori terkait atau hasil dari penelitian yang sudah ada. 2. Manfaat Praktis. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada sekolah, guru dan siswa dalam upaya meningkatkan keterikatan siswa pada sekolah. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Wikansari (2013) meneliti tentang keterikatan siswa pada sekolah sebagai mediator hubungan persepsi siswa pada lingkungan sekolah dengan kesuksesan akademiknya. Penelitian ini dilakukan dengan subjek penelitian sebanyak 344 siswa SMA di Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini pun memperlihatkan bahwa keterikatan siswa pada sekolah dapat menjadi mediator hubungan antara persepsi siswa dengan lingkungannya dan kompetensi sosial siswa dengan model partial mediation.

12 12 2. Penelitian oleh Hughes, Luo, Kwok, dan Loyd, (2008) yang mengambil topik relasi antara guru dengan siswa dan relasi orang tua dengan guru terhadap keterikatan siswa secara perilaku dan prestasi belajar siswa pada pelajaran membaca. Hasilnya menjelaskan bahwa relasi antara guru dengan siswa memberi kontribusi pada keterikatan perilaku dan prestasi belajar. 3. Penelitian oleh Jembarwati (2013) tentang Peran Harapan Keberhasilan Studi Dan Persepsi Siswa Terhadap Perilaku Interpersonal Guru. Penelitian dilakukan di SMU X Semarang. Hasil penelitian menjelaskan bahwa persepsi siswa terhadap perilaku interpersonal guru berkorelasi dengan kesejahteraan emosi dan keterikatan siswa, sedangkan persepsi siswa terhadap perilaku interpersonal guru cenderung admonishing dan strict. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel dan subjek yang digunakan. Peneliti menggunakan variabel keterikatan siswa pada sekolah sebagai variabel terikat serta menggunakan variabel persepsi siswa tentang perilaku interpersonal guru dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler sebagai variabel bebas. Selanjutnya menurut hasil penelusuran penulis, diketahui bahwa belum ditemukan peneliti lain yang meneliti keterikatan siswa di sekolah dengan menggunakan variabel persepsi siswa tentang perilaku interpersonal guru dan partisipasi kegiatan ekstrakulikuler pada siswa di jenjang SMK di Kota Yogyakarta. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian meliputi tiga variabel tersebut secara bersamaan dapat digunakan dalam sebah penelitian sehingga keasliannya bisa dipertanggung jawabkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik seorang siswa dengan proses belajar dan seberapa terhubung mereka dengan kelas, institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengambangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak sekali program pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, salah satunya yaitu sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan ketentuan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterikatan siswa pada sekolah merupakan salah satu aspek penting dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan juga pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta didik. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk ditingkatkan agar mencapai hasil yang semakin baik kedepannya. Pendidikan merupakan aspek terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang memengaruhi kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang kehidupan, maka Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung 1 Rida Ayu Mustika, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi obyektif pembelajaran di sekolah saat ini menunjukkan permasalahan antara lain: (1) Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan

kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan 1 PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Selama proses pendidikan tersebut berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah telah menetapkan sebuah aturan dalam dunia pendidikan di Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, diharapkan sumber daya manusia semakin berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan elemen yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk mempelajari berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan memiliki peranan stategis dalam menyiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu bersaing di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan remaja seperti tidak akan pernah ada habisnya, hal ini disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia saat ini, potensi negara indonesia sebenaranya tergolong sangat baik,

I. PENDAHULUAN. dunia saat ini, potensi negara indonesia sebenaranya tergolong sangat baik, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang tergolong sebagai negara berkembang di dunia saat ini, potensi negara indonesia sebenaranya tergolong sangat baik, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja

Lebih terperinci

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung 1 Firdha Afrianty, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diatur dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 6. yaitu, setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan

BAB I PENDAHULUAN. rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman semakin berkembang pula berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satunya dalam hal pendidikan. Dalam pendidikan di Indonesia terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dan salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie yang terbentuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie yang terbentuk dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie yang terbentuk dari kata pais yang berarti anak dan again yang berarti membimbing. Menurut Purwanto (2011: 19), pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern yang hingga kini terus berkembang, manusia sebagai bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap menerima hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, pendidikan mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dimensi, yaitu behavioral engagement (partisipasi, tidak adanya perilaku yang

BAB II LANDASAN TEORI. dimensi, yaitu behavioral engagement (partisipasi, tidak adanya perilaku yang BAB II LANDASAN TEORI A. STUDENT ENGAGEMENT 1. Definisi Student Engagement Fredricks, dkk (2004) mendefinisikan student engagement melalui tiga dimensi, yaitu behavioral engagement (partisipasi, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan dengan sadar, bertahap, dan berkesinambungan. Namun demikian hambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus informasi mengalir cepat seolah tanpa hambatan, jarak dan ruang yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berperan penting bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. Undang-Undang Nomor 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang dimilikinya.oleh karena itu, sangat diperlukan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang dimilikinya.oleh karena itu, sangat diperlukan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan kegiatan interaksi sosial.interaksi sosial ini tidak dapat bejalan dengan baik jika seseorang tidak dapat menyadari

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berisi rumusan tujuan pendidikan yang kaya dengan dimensi moralitas, sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah melalui pendidikan. Hal ini identik dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah melalui pendidikan. Hal ini identik dengan yang A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyiapan sumber daya manusia merupakan masalah yang mendasar dalam era globalisasi, jika kita tidak ingin kalah bersaing dengan negaranegara lain. Salah satu

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam proses perkembangan peserta didik. Pendidikan juga sebagai sebuah upaya untuk mempersiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap sekolah-sekolah mulai meningkatkan kualitas sekolahnya dengan tujuan agar siswa lulusannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa dimana usianya berkisar antara 12-21 tahun. Pada masa ini individu mengalami berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tinggi akan membawa kemajuan suatu negara dan pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tinggi akan membawa kemajuan suatu negara dan pembentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Untuk itu diharapkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Belajar merupakan permasalahan yang umum dibicarakan setiap orang, terutama yang terlibat dalam dunia pendidikan. Belajar menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan saat ini, sangat diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan saat ini, sangat diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan saat ini, sangat diharapkan guru-guru mempunyai komitmen yang kuat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang

BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang BAB II LANDASAN TEORI A. STUDENT ENGAGEMENT 1. Definisi Student Engagement Menurut National Research Council dan Institute of Medicine (2004), dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan belajar seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan belajar seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan belajar seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor internal yaitu motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan mutu pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pada dasarnya manusia itu dilahirkan sebagai makhluk pembelajar.tugas, tanggung jawab, dan panggilan pertama seorang manusia adalah menjadi pembelajar. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kelompok teman sebaya memiliki kedudukan yang penting bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kelompok teman sebaya memiliki kedudukan yang penting bagi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelompok teman sebaya memiliki kedudukan yang penting bagi siswa sekolah dasar. Sejumlah penelitian menunjukkan baik atau buruknya hubungan antara siswa dengan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu aspek utama yang memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda. Di

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci