I. PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Indra Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkaran permasalahan ketahanan pangan kemiskinan pelestarian lingkungan adalah persoalan klasik. Fenomena yang menarik adalah bahwa di tengah perubahan lingkungan strategis yang di era globalisasi ini dinamikanya sangat dipengaruhi oleh arah perkembangan liberalisasi perdagangan internasional, permasalahan tersebut merupakan salah satu topik yang banyak dibahas di forum-forum kerjasama internasional. Hal ini terkait dengan paradoks yang kini terjadi bahwa di tengah meningkatnya kemakmuran negara-negara maju ternyata banyak negara-negara kurang berkembang yang semakin terperangkap dalam lingkaran kemiskinan, pasokan pangan domestik tidak cukup, dan laju degradasi lingkungan berlangsung semakin cepat. Dalam konteks itu, persoalan tentang kemampuan suatu negeri untuk memenuhi kebutuhan pangannya sangat penting karena terkait langsung dengan kebutuhan dasar manusia. Pasokan pangan sangat ditentukan oleh ketersediaan air irigasi. Faktanya, secara global dari seluruh lahan yang dapat digarap, 18 % atau sekitar 237 juta hektar diantaranya dimanfaatkan untuk pertanian beririgasi dan menghasilkan lebih dari 33 % produk pertanian. Dari seluruh areal pertanian beririgasi tersebut, 71 % berlokasi di LDC dimana 60 % diantaranya berlokasi di Asia (Postel, 1994). Secara historis, sejak pasca perang dunia II upaya sebagian besar negaranegara berkembang untuk memenuhi kebutuhan pangan domestiknya ditempuh melalui investasi pendayagunaan sumberdaya air untuk pertanian secara besarbesaran. Fenomena yang tampak adalah laju perluasan lahan pertanian beririgasi berlangsung lebih cepat dari pertumbuhan penduduk. Ini terus berlangsung sampai tahun Sejak tahun 1979, laju perluasan lahan irigasi itu cenderung turun, bahkan dalam periode 20 tahun terakhir ini diperkirakan berkurang sekitar 6 %. Melambatnya laju perluasan itu menurut Rosegrant and Svendsen (1993) merupakan akibat simultan dari turunnya investasi pemerintah di bidang irigasi akibat beban hutang, resistensi politik, meningkatnya biaya riil untuk investasi irigasi, turunnya harga-harga riil komoditas pangan, dan perluasan perkotaan.
2 2 Di sebagian besar negara berkembang, melambatnya laju investasi irigasi disebabkan oleh berkurangnya pinjaman internasional untuk pembangunan irigasi. Sebagai contoh, dalam periode rata-rata pinjaman World Bank untuk proyek irigasi turun sekitar 50 % (Wichelns, 1998). Meningkatnya biaya investasi per unit luas areal irigasi dapat disimak dari beberapa hasil penelitian berikut. Dalam Sampath (1992) maupun Rosegrant and Svendsen (1993) dinyatakan bahwa dibandingkan tahun 1970, biaya riil investasi irigasi di Srilangka menjadi 3 kali lipat; di India dan Indonesia menjadi dua kali lipat; di Filipina meningkat sekitar 50 %; dan di Thailand sekitar 40 %. Permasalahan yang dihadapi negara-negara berkembang dalam bidang penyediaan air untuk pertanian (irigasi) bukan hanya biaya investasi yang makin mahal, tetapi juga kinerja irigasi yang telah ada ternyata semakin menurun. Kemunduran kinerja itu disebabkan oleh degradai fungsi infrastruktur dalam sistem irigasi maupun manajemen operasi dan pemeliharaan (OP) irigasi. Degradasi fungsi infrastruktur antara lain disebabkan oleh kerusakan infrastruktur, sedimentasi di dalam sistem jaringan irigasi, meluasnya tanaman pengganggu di saluran-saluran distribusi maupun saluran drainase, serta perubahan permukaan air tanah yang berlebihan. Di sisi lain, seringkali manajemen OP tidak memiliki kapabilitas yang memadai untuk sekedar mempertahankan kinerja fungsi irigasi seperti disain semula. Ini disebabkan oleh banyak faktor dan beragam diantaranya: (1) disain kelembagaan irigasi yang tidak sesuai dengan aspirasi pengguna, (2) sistem kelembagaan yang tidak efisien karena perilaku free rider dan praktekpraktek rent seeking, dan (3) degradasi kemandirian komunitas petani dalam pengelolaan irigasi akibat kooptasi yang berlebihan dari pemerintah dalam pengembangan irigasi. Degradasi fungsi irigasi tersebut cenderung berlanjut jika kemampuan petani untuk ikut membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi tidak dikembangkan. Ini dilatar belakangi fakta bahwa di sebagian besar negara berkembang, anggaran riil yang dapat disediakan pemerintah untuk membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi semakin menurun (Rosegrant et al, 2002). Air irigasi merupakan sumberdaya pertanian yang sangat strategis. Berbeda dengan input lain seperti pupuk ataupun pestisida yang dimensi
3 3 peranannya relatif terbatas pada proses produksi yang telah dipilih, peranan air irigasi mempunyai dimensi yang lebih luas. Sumberdaya ini tidak hanya mempengaruhi produktivitas tetapi juga mempengaruhi spektrum pengusahaan komoditas pertanian. Oleh karena itu kinerja irigasi bukan hanya berpengaruh pada pertumbuhan produksi pertanian tetapi juga berimplikasi pada strategi pengusahaan komoditas pertanian dalam arti luas. Di sisi lain, permintaan air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri, bahkan juga untuk memelihara keberlanjutan fungsi sumberdaya air itu sendiri (misalnya penggelontoran sungai), semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi dan perluasan perkotaan. Dengan demikian kompetisi penggunaan air antar sektor meningkat. Resultante dari faktor-faktor tersebut adalah meningkatnya kelangkaan air yang tersedia untuk pertanian. Pemecahan masalah yang diakibatkan oleh meningkatnya kelangkaan itu membutuhkan pendekatan multi disiplin. Hal ini disebabkan penegakan hak-hak atas air (water rights) tidak sepenuhnya dapat dilakukan sehingga pengalokasian secara efisien melalui pendekatan parsial (misalnya dengan mengandalkan prinsip-prinsip ekonomi saja), seringkali sulit diimplementasikan, bahkan di negara-negara maju sekalipun (Hellegers, 2002). Bagi negara-negara berkembang, meningkatnya kelangkaan sumberdaya air diprediksikan akan menyebabkan turunnya pertumbuhan produksi pangan. Hal ini disebabkan oleh: (1) makin terbatasnya kemampuan untuk melakukan perluasan lahan irigasi karena invesatasi irigasi semakin mahal sedangkan kemampuan anggaran makin terbatas, (2) sumberdaya lahan dan air yang layak dikembangkan untuk pertanian beririgasi makin terbatas, (3) kebutuhan air untuk sektor lain (rumah tangga, industri) semakin tinggi sehingga kompetisi penggunaan antar sektor meningkat, dan (4) pada sistem irigasi yang telah ada, terjadi kemunduran kinerja manajemen sistem irigasi dalam skala yang luas (World Bank, 1993; Oi, 1997; Rosegrant et al, 2002). Banyak pakar berpendapat bahwa untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan adanya perubahan yang cukup mendasar. Diperlukan adanya modernisasi irigasi (Oi, 1997; Murty, 1997), bahkan diperlukan adanya reformasi
4 4 irigasi (Rosegrant et al, 2002, Pasandaran, 2005). Pada tingkat ketersediaan tertentu, produktivitas air irigasi harus ditingkatkan (Molden, 2002; Barker and Kijne, 2001). Sistem pengelolaan irigasi harus diubah dari karakteristik protektif ke karakteristik produktif (Wolter and Burt, 1997). Jika disarikan, orientasi dari semua pendekatan tersebut ternyata konvergen yaitu peningkatan efisiensi irigasi. Dalam konteks itu sebagian besar pakar menyatakan bahwa peningkatan efisiensi irigasi dengan mengandalkan pendekatan pengelolaan pasokan (supply management) tidak lagi memadai. Seiring dengan meningkatnya kelangkaan sumberdaya air dan kompetisi penggunaan antar sektor, pengelolaan permintaan (demand management) yang berorientasi pada peningkatan efisiensi semakin dirasakan urgensinya (Winpenny, 1994; Grimble, 1999; Rosegrant et al, 2002) Rumusan Permasalahan Di Indonesia pada saat ini ada dua agenda pokok permasalahan yang saling terkait dan perlu segera dipecahkan secara simultan yaitu: (1) peningkatan efisiensi atau produktivitas irigasi dan (2) peningkatan kemampuan petani untuk berkontribusi dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan irigasi. Peningkatan efisiensi irigasi harus dilakukan karena: 1. Air irigasi semakin langka. 2. Potensi untuk meningkatkan efisiensi cukup terbuka karena yang dicapai masih sangat rendah. 3. Dampak positif peningkatan efisiensi irigasi terhadap ketersediaan air untuk kepentingan yang lebih luas akan sangat nyata karena pangsa penggunaan air untuk irigasi sangat besar. 4. Perluasan lahan irigasi baru (new construction) hanya dapat dilakukan dalam skala yang sangat terbatas. Peningkatan kontribusi petani untuk membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi terutama di level tertier adalah salah satu program Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI); dan konvergen dengan arah reformasi irigasi yang lebih menekankan pada partisipasi dan kemandirian petani. Selain itu juga merupakan syarat kecukupan untuk keberlanjutan kinerja irigasi yang efisien.
5 5 Sejak sepuluh tahun terakhir ini kinerja ketersediaan air irigasi semakin tidak kondusif untuk mendukung keberlanjutan produktivitas usahatani yang tinggi. Insiden banjir dan kekeringan semakin sering terjadi dan cakupan wilayah yang terkena semakin meluas (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1996; Sumaryanto dan Friyatno, 1999). Menurunnya kinerja irigasi pada umumnya terlihat dari: (1) pada musim kemarau, luas areal layanan irigasi cenderung menyusut dari tahun ke tahun, (2) pada areal yang terairi itu, ketersediaan air yang cukup di musim kemarau cenderung semakin pendek rentang waktunya, dan (3) pada musim hujan hamparan sawah layanan irigasi semakin rentan terhadap banjir. Penyebab utama menurunnya kinerja irigasi adalah: (1) memburuknya kinerja jaringan irigasi, (2) menurunnya ketersediaan air yang menjadi sumber air irigasi, dan (3) kombinasi dari keduanya. Memburuknya kinerja jaringan irigasi selain disebabkan oleh disain jaringan irigasi yang tidak tepat (Arif, 1996), juga disebabkan oleh sistem operasi dan pemeliharaan irigasi yang jelek, atau kombinasi dari keduanya (Osmet, 1996). Sistem operasi dan pemeliharaan irigasi yang tidak memadai itu antara lain disebabkan oleh sangat terbatasnya dana yang tersedia. Sebagaimana dinyatakan dalam Syarif (2002), meskipun sejak 1987 anggaran yang disediakan untuk kegiatan O&P mencapai $ juta/tahun, namun alokasinya sebagian besar (60-85 %) habis untuk membayar gaji pegawai dan biaya administrasi. Sisanya, yakni sekitar (15-40 %) pada umumnya hanya cukup untuk membiayai perbaikanperbaikan yang bersifat mendesak agar air dapat disalurkan ke tempat yang memerlukan sehingga pemeliharaan rutin seringkali tidak dapat tercukupi. Penurunan sumber pasokan air irigasi terutama disebabkan oleh menurunnya fungsi sungai yang dicirikan oleh stabilitas debit yang semakin rendah. Hal ini terkait dengan degradasi lingkungan daerah tangkapan air (catchment area) yang ternyata sampai saat ini sulit diatasi. Di Indonesia upaya peningkatan efisiensi irigasi melalui pendekatan pasokan sudah sering dilakukan misalnya melalui sistem irigasi bergilir, sistem alir terbatas (low flow management), sistem alir-putus-alir (intermittent), dan sebagainya. Pendekatan ini masih dapat dilanjutkan dan perlu disempurnakan.
6 6 Meskipun demikian, mengingat bahwa: (1) air irigasi yang tersedia makin langka, (2) upaya untuk menambah ketersediaannya semakin sulit, dan (3) kompetisi penggunaan sumberdaya air antar sektor semakin tinggi, maka pendekatan tersebut tidak memadai untuk mendorong efisiensi irigasi dan atau produktivitas irigasi. Pendekatan lain yang diharapkan cukup efektif adalah melalui pengelolaan permintaan (demand management). Strategi untuk meningkatkan efisiensi irigasi melalui pendekatan pengelolaan permintaan dapat ditempuh melalui dua jalur. Jalur pertama adalah melalui maksimisasi output. Artinya, berbasis pada air irigasi yang tersedia diupayakan agar diperoleh output atau pendapatan yang maksimal. Jalur kedua adalah melalui minimisasi input. Artinya, untuk memproduksi sejumlah output tertentu atau memperoleh sejumlah keuntungan tertentu diupayakan agar kuantitas air irigasi yang digunakan diminimalkan. Jika sasaran utama efisiensi irigasi adalah untuk mendukung realokasi air ke sektor lain, maka strategi kedua yang lebih harus diterapkan. Sebaliknya jika realokasi air irigasi ke sektor lain tidak mendesak maka strategi pertama yang harus ditempuh. Mengacu pada kondisi empiris, dapat dinyatakan bahwa bagi Indonesia yang saat ini harus diprioritaskan adalah efisiensi irigasi melalui strategi maksimisasi. Instrumen untuk mendorong efisiensi irigasi dan sekaligus juga kondusif untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan operasi dan pemeliharaan irigasi dalam pendekatan pengelolaan permintaan melalui strategi maksimisasi produktivitas itu harus memenuhi kriteria: (1) sesuai dengan azas pengelolan irigasi partisipatif, dan (2) sistem kelembagaannya efisien. Salah satu instrumen yang layak dipertimbangkan adalah penerapan sistem iuran irigasi berbasis nilai produktivitas marginal sumberdaya tersebut. Dalam konteks itu ada dua aspek yang secara simultan tercakup yaitu: konsumsi air irigasi untuk usahatani dan nilai ekonomi air irigasi yang mencerminkan tingkat kelangkaannya. Pemaduan kedua aspek itu dapat ditempuh melalui penciptaan sistem iuran irigasi yang besarannya didasarkan atas perkiraan konsumsi air irigasi dan harga bayangan sumberdaya tersebut. Dengan cara itu, tercipta insentif untuk menerapkan diversifikasi usahatani ke komoditas pertanian yang lebih hemat air yang menguntungkan; terutama pada saat air irigasi semakin langka.
7 7 Penerapan model tersebut membutuhkan kajian melalui pendekatan normatif maupun positif. Pendekatan normatif berupa valuasi air irigasi untuk mengetahui nilai produktivitas marginal atau harga bayangan air irigasi yang selanjutnya dipergunakan untuk merumuskan sistem iuran pelayanan irigasi berbasis komoditas. Dari pendekatan normatif ini juga dihasilkan pola tanam optimal, yakni pola tanam yang menghasilkan keuntungan usahatani maksimal. Prospek penerapan model tersebut sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam mendayagunakan faktor-faktor yang mempengaruhi arah perubahan menuju sosok normatif tersebut. Faktor-faktor positif (kondusif) maupun yang sifatnya negatif terhadap peluang pengembangan diversifikasi usahatani dan tingkat partisipasi petani dalam pembayaran iuran pelayanan irigasi perlu diidentifikasi. Ini dapat dikaji dengan pendekatan positif berdasarkan kondisi empiris di lapangan. Secara teoritis sistem iuran pelayanan irigasi berbasis komoditas potensial untuk mendorong efisiensi irigasi. Dalam batas-batas tertentu, dengan menerapkan sistem ini maka jumlah biaya yang harus dikeluarkan petani untuk irigasi adalah proporsional dengan kuantitas air irigasi yang dipergunakan. Oleh karena itu ada insentif untuk meningkatkan efisiensi irigasi dan kondusif untuk mendorong diversifikasi usahatani. Sebaliknya, dengan berdiversifikasi ke komoditas pertanian hemat air maka biaya irigasi yang harus ditanggung petani juga menjadi lebih rendah. Jadi, ada hubungan sinergis antara sistem iuran berbasis komoditas dengan diversifikasi usahatani. Kerangka hukum (legal framework) yang dianut Indonesia menyatakan bahwa sumberdaya air dikuasai negara. Konsep pemilikan individual secara penuh tidak dibenarkan, dan karenanya sistem distribusi air irigasi melalui mekanisme pasar adalah tidak sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku. Meskipun demikian bukan berarti bahwa sistem iuran irigasi berbasis komoditas yang formulasinya didasarkan atas hasil valuasi dengan mengasumsikan berlakunya mekanisme pasar tidak dapat diterapkan. Formulasi yang dihasilkan dari pendekatan ini difokuskan untuk memperoleh ukuran kuantitatifnya, sedangkan kelembagaan penerapannya dapat dikemas dalam bentuk kelembagaan non pasar agar sesuai dengan kerangka hukum yang dianut.
8 Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari kemungkinan penerapan sistem iuran pelayanan irigasi berbasis komoditas dan pengembangan diversifikasi usahatani dalam rangka meningkatkan produktivitas air irigasi serta mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi prospek penerapan sistem iuran tersebut. Secara rinci tujuan penelitian adalah: 1. Melakukan valuasi air irigasi dan optimasi pola tanam di lahan irigasi. 2. Memformulasikan sistem iuran irigasi berbasis komoditas. 3. Mengkaji prospek penerapan iuran pelayanan irigasi berbasis komoditas dengan cara tidak langsung melalui estimasi probabilitas petani untuk berdiversifikasi dan kualitas partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi. 4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas petani untuk berdiversifikasi dan kualitas partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi Signifikansi Penelitian Di Indonesia, meningkatnya kelangkaan air irigasi dan implikasinya terhadap sistem pengelolaan irigasi belum memperoleh perhatian yang memadai. Selama ini, sebagian besar penelitian empiris yang telah dilakukan pada umumnya terfokus pada aspek kelembagaan ataupun keteknikan dan orientasinya berkisar pada perbaikan sistem pengelolaan irigasi berbasis pasokan. Penelitian empiris di bidang sosial ekonomi tentang peningkatan efisiensi irigasi dengan pendekatan permintaan seperti yang dilakukan dalam penelitian ini masih sangat langka. Dalam penelitian ini, valuasi air irigasi menggunakan salah satu varian dari Residual Imputation Approach (RIA) yakni Change in Net Income (CINI) dengan pemrograman matematis. Variasi spatial dan terutama distribusi temporal ketersediaan dan kebutuhan air irigasi sangat diperhitungkan dalam elaborasi model. Dengan demikian variasi spatial dan sebaran temporal harga bayangan air irigasi beserta implikasinya terhadap iuran irigasi berbasis komoditas dapat diketahui. Selanjutnya, dengan pendekatan positif dilakukan pula analisis faktorfaktor yang diduga mempengaruhi prospek implementasi sistem iuran tersebut.
9 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian merupakan implikasi pendekatan yang digunakan dan sejumlah penyederhanaan yang secara langsung maupun tidak langsung sangat terkait dengan ketersediaan data. Keterbatasan yang dimaksud adalah: 1. Keterbatasan yang terkait dengan implikasi dari pendekatan yang digunakan untuk valuasi air irigasi dengan pemrograman linier dimana harga-harga masukan maupun harga keluaran usahatani diperlakukan sebagai variabel eksogen. Secara teoritis, model non linier dengan memperlakukan harga-harga tersebut sebagai variabel endogen mungkin lebih sesuai dengan dunia empiris. 2. Keterbatasan yang muncul sebagai implikasi dari pendekatan normatif dan bersifat deterministik sehingga pengaruh acak dari kesalahan pengukuran ataupun galat yang sifatnya stokastik tidak dapat dikaji dengan baik. 3. Keterbatasan yang terkait dengan penyederhanaan tujuan petani. Pemodelan didasarkan atas asumsi bahwa tujuan petani adalah tunggal yaitu memaksimumkan keuntungan usahatani; padahal sangat mungkin tujuan petani dalam berusahatani adalah bersifat jamak. 4. Keterbatasan yang terkait dengan ruang lingkup dalam pemodelan dimana faktor yang diperhitungkan mempengaruhi ketersediaan dan permintaan air irigasi hanya curah hujan. Pengaruh alokasi air untuk pemenuhan kebutuhan lain (industri, kebutuhan rumah tangga, dan sebagainya) tidak diperhitungkan. 5. Keterbatasan yang terkait dengan disagregasi kebutuhan maupun ketersediaan air irigasi yaitu: (1) disagregasi spatial disederhanakan hanya menjadi tiga sub wilayah irigasi, dan (2) disagregasi temporal adalah bulanan. Secara teoritis, hasil estimasi akan lebih akurat jika tingkat disagregasi lebih rinci. 6. Keterbatasan yang terkait dengan agregasi komoditas. Basis pengagregasian komoditas difokuskan pada keserupaan komoditas dalam konteks kebutuhan tanaman terhadap air irigasi. Implikasinya, mungkin ada sifat-sifat khusus lainnya yang secara teoritis terabaikan. 7. Keterbatasan yang terkait dengan cakupan komoditas. Dalam penelitian ini, komoditas ternak dan ikan tidak tercakup.
10 Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan positif. Dari pendekatan normatif akan dihasilkan tiga informasi penting yaitu: harga bayangan air irigasi, iuran irigasi berbasis komoditas, dan pola tanam optimal. Dari pendekatan positif akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani dalam diversifikasi dan pembayaran iuran irigasi. Harga bayangan air irigasi bukan hanya berguna untuk menentukan besaran dari iuran irigasi berbasis komoditas. Dalam konteks yang lebih luas, pengetahuan tentang nilai (kelangkaan) ekonomi air irigasi sangat dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Bagi pemerintah, dapat dimanfaatkan dalam merumuskan kebijaksanaan pengelolaan irigasi khususnya maupun sumberdaya air pada umumnya. Bagi petani ataupun masyarakat pada umumnya, pengetahuan tentang nilai kelangkaan air irigasi dapat meningkatkan apresiasi terhadap sumberdaya ini sehingga kondusif untuk mewujudkan sistem pemanfaatan yang sesuai dengan azas-azas efisiensi dan kelestarian. Selain kondusif untuk meningkatkan produktivitas air irigasi, penerapan iuran irigasi berbasis komoditas juga sangat potensial untuk meningkatkan kemampuan Organisasi Petani Pemakai Air (P3A) dalam membiayai operasi dan pengelolaan irigasi. Oleh karena itu sesuai untuk menjawab tantangan yang dihadapi P3A dalam era pembaharuan pengelolaan irigasi. Sesuai dengan makna yang terkandung dalam konsep pola tanam, informasi tentang pola tanam optimal menyajikan sosok normatif tentang komoditas pertanian apa, kapan, seberapa banyak, dan dimana sebaiknya diusahakan. Selain itu, pola tanam optimal juga bermanfaat sebagai acuan dalam evaluasi kondisi aktual sehingga arah perbaikan menjadi lebih jelas. Hasil identifikasi faktor-faktor yang kondusif untuk partisipasi petani dalam diversifikasi dan pembayaran iuran irigasi dapat dimanfaatkan untuk merumuskan strategi penerapan iuran berbasis komoditas. Dalam konteks yang lebih luas, informasi tersebut berguna dalam perumusan program pengembangan diversifikasi usahatani dan atau peningkatan produktivitas air irigasi.
VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN
VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BT. Mencakup empat bagian kecamatan yaitu kecamatan Sei Binge,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Letak geografis daerah Namu Sira-sira berada pada kisaran 3 31 LU dan 98 27 BT. Mencakup empat bagian kecamatan yaitu kecamatan Sei Binge, Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai,
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciDrought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan
Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Oleh : Gatot Irianto Fakta menunjukkan bahhwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya (magnitude), baik intensitas, periode ulang dan lamanya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama bagi perekonomian sebagian besar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Peran sektor pertanian sangat penting karena
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA Oleh : Sumaryanto Masdjidin Siregar Deri Hidayat Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS SOSIAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciDepartemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).
29 KERANGKA PEMIKIRAN Lahan dan air adalah sumberdaya alam yang merupakan faktor produksi utama selain input lainnya yang sangat mempengaruhi produktivitas usahatani padi sawah. Namun, seiring dengan semakin
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN Program ketahanan pangan diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciPENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI MELALUI PENERAPAN IURAN IRIGASI BERBASIS NILAI EKONOMI AIR IRIGASI
PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI MELALUI PENERAPAN IURAN IRIGASI BERBASIS NILAI EKONOMI AIR IRIGASI Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut
I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat
Lebih terperinciSituasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim
BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu
Lebih terperinciMENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1
MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)
74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi
Lebih terperinciVI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan
Lebih terperinciPENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN
LAPORAN AKHIR TAHUN 2015 PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN Oleh: Sumaryanto Hermanto Mewa Ariani Sri Hastuti Suhartini
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin
22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lipat pada tahun Upaya pencapaian terget membutuhkan dukungan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prediksi peningkatan populasi di Asia pada tahun 2025 sekitar 4,2 milyar. Menurut International Policy Research Institute, prediksi tersebut berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diversifikasi Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk
Lebih terperinciKETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN
ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciINTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA,
1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pengelolaan
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan
Lebih terperinciDAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
2004 Dwi Haryono Makalah Falsafah Sains (PPs-702) Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Nopember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
Lebih terperinciVII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN
VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan
Lebih terperinciDAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii
Lebih terperinciVII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG
VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan
Lebih terperinciPolitik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012
Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masih rawannya ketahanan pangan dan energi, serta berbagai permasalahan lain
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh sektor pertanian sehubungan dengan berbagai persoalan mendasar yang dihadapi baik saat ini maupun di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Lebih terperinciORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i
ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i Dwi Priyo Ariyanto Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Sumberdaya air saat ini semakin sulit serta mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinci1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)
Lebih terperinciKEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1
KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan modal dasar bagi pembangunan di semua sektor, yang luasnya relatif tetap. Lahan secara langsung digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani
Lebih terperinciSEMINAR HASIL PENELITIAN
1 SEMINAR HASIL PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan bidang sumber daya air yang meliputi perencanaan umum, teknis, pelaksanaan fisik, operasi dan pemeliharaan maupun
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciPertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian
11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN
LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk
Lebih terperinciREVITALISASI PERTANIAN
REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala
Lebih terperinciANALISIS WILLINGNESS TO PAY
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Oleh : FAHMA MINHA A14303054 PROGRAM
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini
Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas
Lebih terperinci