BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme di Tengah Masyarakat Autisme berasal dari kata Yunani autos yang berarti self atau diri. Hal ini berarti segala sesuati yang mengarah pada diri sendiri 1. Menurut Agus Suryana (2004), autisme merupakan suatu aliran atau paham yang tertarik pada dirinya sendiri. Gulo (1982) menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subjektif diri sendiri daripada kenyataan atau realita kehidupan seharihari 2 Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada manusia. Autisme merupakan gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari Kelainan Spektrum Autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) 3. Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, autis termasuk gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan/hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang. Dewasa ini bukan merupakan penyakit kejiwaan, melainkan suatu gangguan yang terjadi pada bagian otak sehingga organ tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal. Kerusakan pada otak berpengaruh pada perilaku penyandang autisme sehari-harinya. Gejala-gejala autisme dapat dilihat apabila seorang anak memiliki kelemahan di tiga domain tertentu, yaitu sosial, 1 Rancang Bangun Sistem Informasi Terapi Autisme Dengan Metode Applied Behaviour Analysis (Studi Kasus Sekolah Harapan Bunda Surabaya). Undergraduate thesis, STIKOM Surabaya

2 komunikasi, dan tingkah laku yang berulang 4. Biasanya kelemahan tersebut terlihat dari kesulitan anak dalam berinteraksi sosial secara kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal 5. Jumlah anak pengidap autis di dunia semakin lama semakin banyak seiringnya meningkatnya tingkat kelahiran. Menurut Autism and Developmental Disabilities Monitoring dari Centers for Disease America, tiap tahun prevalensi anak autisme makin meningkat dari tahun ke tahun. Data terakhir menunjukan kejadian autis terakhir meningkat dari 11,3 anak autis per 1000 anak mejadi 14,7 anak autis per 1000 anak. Peningkatan tersebut sebesar 29%. 6 Di Amerika Serikat, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak keturunan Eropa Amerika dibandingkan yang lainnya. 7 Tabel Data Statistik Prevalensi Anak Autis di Amerika Serikat Sumber: ibid Kogan, Michael D., et al. "Prevalence of Parent-Reported Diagnosis of Autism Spectrum Disorder Among Children in the US, 2007"

3 1.1.2 Autisme di Indonesia Menurut Sutadi (2003), sebelum tahun 1990-an prevalensi ASD pada anak berkisar 2-5 penderita dari anak-anak usia dibawah 12 tahun, dan setelah itu jumlahnya meningkat menjadi empat kali lipat. Sementara itu, menurut Kelana dan Elmy (2007) menyatakan bahwa prevalensi ASD di Indonesia berkisar anak, laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 4 : 1 (Handojo 2003). 8 Pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari anak yang menderita autisme dalam usia 5-19 tahun di Indonesia. Sedangkan prevalensi penyandang autisme di seluruh dunia menurut data UNESCO pada tahun 2011 adalah 6 di antara 1000 orang mengidap autisme. 9 Peningkatan prevalensi anak autis tiap tahun berarti menunjukan kebutuhan peningkatan jumlah kapasitas untuk terapi atau pendidikan bagi anak autis. Menurut Direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Ditjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dr. Mudjito AK, M.Si., jumlah pusat terapi autis center kurang. Saat ini baru ada empat autis center yakni di Malang, Banjarmasin, Pekanbaru dan DKI Jakarta. Autis center tersebut sudah tidak lagi dapat menampung jumlah peminat baru. 10 Berdasarkan data dari Badan Penelitian Statistik (BPS) sejak 2010 dengan perkiraan hingga 2016, terdapat sekira 140 ribu anak di bawah usia 17 tahun menyandang autisme. Hal ini pun diakui oleh Mohamad Nelwansyah, Direktur Eksekutif Rumah Autis, "Perkembangan autisme di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Kalau di awal 2000-an prevalensinya sekira 1: Yayasan Pembinaan Anak Cacat. Buku Pedoman dan Pendidikan Autisme (YPAC). Jakarta ( YPAC%207April.pdf) 9 Kogan, Michael D., et al. "Prevalence of Parent-Reported Diagnosis of Autism Spectrum Disorder Among Children in the US, 2007"

4 kelahiran, penelitian pada 2008 menunjukkan peningkatan hingga 1,68:1000 kelahiran. 11 Belum ada angka pasti berapa sebenarnya jumlah anak autisme di Indonesia, namun pemerintah merilis data jumlah anak penyandang autisme bisa berada di kisaran 112 ribu jiwa. Angka tersebut diasumsikan dengan prevalensi autisme pada anak yang ada di Hongkong, yaitu 1,68 per 1000 untuk anak di bawah 15 tahun Kebutuhan Fasilitas Terapi di Yogyakarta Dengan asumsi pemerintah bahwa prevalensi anak autis (dibawah 15 tahun) Indonesia sama dengan prevalensi autisme pada anak di Hongkong yaitu 1,68 per jiwa 13, maka jumlah anak autis di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diketahui. Tabel Badan Pusat Statistik: Proyeksi Penduduk menurut Kelompok Umur di D.I. Yogyakarta Kelompok Umur Tahun Total Sumber: Pada tahun 2012, jumlah anak dibawah 15 tahun di Yogyakarta sebesar jiwa. Dengan prevalensi autisme pada anak 1,68 per jiwa, maka dapat diketahui bahwa terdapat jiwa anak yang mengidap autisme. 11 Erika, Kurnia. Autisme di Indonesia Terus Meningkat. April Meningkat opcit. 4

5 Tabel Badan Pusat Statistik: Jumlah Penduduk menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Sumber: Dari Tabel Jumlah Penduduk menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta di atas, dapat disimpulkan bahwa penduduk Kabupaten Sleman memiliki peranan sebesar 31,72% dari total penduduk yang ada di D.I. Yogyakarta. Demikian dapat diturunkan bahwa jumlah anak autis (dibawah 15 tahun) yang ada di Sleman sebesar 31,72% dari jumlah anak autis (dibawah 15 tahun) yang ada di D.I. Yogyakarta. Sehingga jumlah anak autis yang ada di Sleman adalah 320 anak. Adapun pemenuhan kebutuhan fasilitas terapi bagi anak autis di Sleman, Yogyakarta, sebagai berikut Tabel Daftar Fasilitas Autisme di Sleman No. Nama Fungsi Alamat Kapasitas 5

6 yayasan 1. Fajar Nugraha Sekolah Luar Biasa Autistik Jl. Seturan 2 No. 59, Catur Tunggal Depok, Sleman ( ) 25 murid, 9 guru (wawancara penulis) 3. Dian Amanah Sanggar Pendidikan Perum Lempongsari 17 murid, 11 guru Autisme B11 Sariharjo - Ngaglik Sleman Yogyakarta 4. Sekolah lanjutan Sekolah khusus Jl. Perumnas Gang Indragiri 5 murid, 2 guru Fredofios lanjutan autisme Blok B No. 11, Condong Sari, Condong Csture, Sleman, Yogyakarta 5. Citra Muly Mandiri Sekolah Luar Biasa Jl. Anggrek 89 Sambilegi, 16 murid, 3 guru Maguwoharo, Depok, Sleman 6. Samara bunda Sekolah luar biasa Perum Pilahan asri No. 11/30-5 murid, 6 guru 31, Jl. Gedongkuning Selatan, sleman Rumah Terapi Jl. 40 murid 6

7 Sahabat autisme Mangkukusuman GK IV No (wawancara penulis) Yogyakarta 8. Taruna Alquran Sekolah autisme Jl. Nglempong Sari, Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta murid (wawancara penulis) Sumber: dengan penambahan data oleh penulis Jumlah anak autis di Sleman yang dapat ditampung oleh pusat terapi berjumlah sekitar 119 anak. Hal ini tidak memenuhi kebutuhan yang ada, karena berdasarkan perhitungan, jumlah anak autis yang ada di Sleman sebanyak 320 anak. Hal ini menunjukan adanya urgensi untuk membangun fasilitas terapi autis di Sleman karena jumlah fasilitas terapi yang ada belum dapat memenuhi jumlah kebutuhan anak autis di Sleman Sensory Design Metode disain sensory design merupakan pendekatan disain yang berkonsentrasi untuk mengembangkan keterampilan (skill development) anak autis 14. Andrei Pomana (2004) menyatakan bahwa dengan mengaplikasikan terapi pada usia dini dan berkonsentrasi pada kulitas dan kuantitas terapi, maka anak autis akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan untuk terintegrasi dalam aktivitas selayaknya anak non-autis. Menurut Pomana, karena pengidap autis memiliki hambatan dalam perilaku sosial, akan lebih mudah bagi mereka untuk belajar secara langsung bagaimana berinteraksi dengan sesama daripada diajari bagaimana cara untuk berinteraksi 14 Pomana, Andrei. Architecture For Autism. Improving Designs For Autistic Integration Halaman 1. 7

8 dengan non-autis. Hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu edukasi dan environment 15. Dalam jurnal Andrei Pomana menyatakan, isu sensori yang dimiliki oleh penderita autis harus di perhatikan. Isu tersebut harus dimasukan kedalam model dan dijadikan pertimbangan dalam model ketika merencanakan lingkungan buatan bagi penderita autis agar dapat mengakomodasi defisiensi visual dan motorik mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merancang ruang yang dapat memberikan comfort dan security bagi penderita autis Keberhasilan multy sensory environment Ruang lingkungan multi sensori (multy sensory enviroment), dirancang dengan instalasi yang memprofokasi dan menyediakan stimulus sensor indera penciuman, pendengaran, peraba, perasa, dan penglihatan pengidap autisme untuk mencerna dan merespon terhadap stimultan. Ruangan ini merupakan ruangan sensorial dan lingkungan yang interaktif 16. Contoh multi sensory environmet adalah Ruang Snoezelen. Perancangan ruang ini bertujuan untuk menyediakan stimulasi sensor yang disediakan dalam frekuensi, intensitas, dan durasi yang dibutuhkan yang meningkatkan aktivitas otak yang mengarah pada perbaikan organisasi pada otak yang menghasilkan peningkatan aktifitas pembelajaran dan fungsional otak 17. Penelitian yang dilakukan oleh Michael Bauer, Ph.D dan Jo-Anne Rayner, Ph.D bersama ilmuan lainnya di Australia, menghasilkan konklusi bahwa kelompok orang yang memiliki defisiensi fungsi otak akan menunjukan bad behaviour yang lebih sedikit ketika diberi sensory environtment treatment daripada kelompok orang yang memiliki defisiensi fungsi otak namun tidak diberi sensory environment treatment. Dalam pemenelitian ini, keberhasilan diukur dengan berkurangnya bad behaviour atau tidak. Bad behaviour atau perilaku buruk disini berupa restlessnes 15 Ibit, halaman 2 16 Webb, Lindsay. Sensory Modulation: Snoezelen in Architecture. Halaman J. Hulsegge dan A. Verheul, Snoezelen: Another World Chesterfield, Rompa. 8

9 (gerakan-gerakan yang dilakukan berulang, terus menerus, dan tanpa tujuan atau yang disebut juga stereotipik) dan wandering (gerakan berjalan tanpa arah dan tanpa tujuan). Tabel Jumlah Orang dan Tipe Bad Behaviour Pada Group yang Mengikuti Sensory Environment Treatment dan yang Tidak Mengikuti Sensory Environment Treatment Sumber: Dapat dilihat dalam data hasil penelitian bahwa penderita yang mengidap defisiensi fungsi otak dan menjalani sensory environment treatment memiliki kecenderungan untuk sembuh daripada yang tidak menjalani sensory environment treatment. Pasien yang menunjukan pengurangan bad behaviour tersebut mengikuti sensory environment treatment selama 2 hari per-minggu dalam 12 minggu. Keberhasilan sensory environtment treatment juga didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sara H. Gardner, University of Wisconsin-Stout, pada tahun Penelitian dilakukan dengan cara menempatkan anak autis ke dalam 2 sesi sensory environtment treartment pada sesi treatment B dan C. Sesi A merupakan sesi dimana anak tidak diberi treatment apapun. Kerangka dari penelitian ini adalah dengan menggunakan alur A-B-A-C. Pada sesi A, tidak ada treatment yang dijalankan. Hal ini berupaya untuk menetralisasi perilaku anak, pada sesi B anak kemudian diberi sensory treatment pertama. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi A kembali, untuk menetralisir perilaku anak, dan kemudian diikuti dengan sesi C yaitu sensory treatment kembali. Keberhasilan sensory environtment treatment ini diukur dengan berkurangnya bad behaviour atau tidak. Bad behaviour atau perilaku buruk disini 9

10 berupa sikap agresif yang mengganggu anak lain seperti berbicara terlalu keras atau berbicara dengan kata kasar, luapan kemarahan secara tiba-tiba, dan sikap penghindaran terhadap interaksi sosial dengan teman yang lain. Bagan Frekuensi Bad Behaviour Anak Autis Selama Mendapatkan Sensory Environment Treatment Sumber: www2.uwstout.edu/content/lib/thesis/2009/2009gardners.pdf Dapat dilihat pada bagan, terjadi penurunan frekuensi perilaku buruk rata-rata selama treatment B dan treatment C. Ketika dalam sensory environment treatment B, frekuensi perilaku buruk rata-rata anak menurun dari angka sekitar 1,5 menjadi 0,3 pada minggu ke-11 sampai minggu ke-26. Ketika dalam sensory environment treatment C, frekuensi perilaku buruk rata-rata anak menurun dari angka sekitar 1,2 menjadi 0,85 pada minggu ke-41 sampai minggu ke-51. Perilaku sosial yang terganggu juga dapat diatasi dengan terapi sensori, menggunakan hewan peliharaan. Menurut penelitian Atsushi Funahashi, Anna Gruebler, Hideki Kadone, dan Kenji Suzuki pada tahun 2013, aktivitas dengan hewan peliharaan dapat mengurangi perilaku sosial yang buruk dan memberi ketenangan serta kebahagiaan yang diukur dengan instensivitas anak autis dalam bersenyum. 10

11 Penelitian dibagi menjadi 4 sesi, yaitu pre-session (sesi 1) dimana anak autis bersama terapi memasuki ruangan terapi, pre-walk session (sesi 2) dimana anak autis diperkenalkan dengan anjing oleh terapis, dog session (sesi 3) dimana anak autis berinteraksi dengan anjing seperti membelai anjing, memegang dan memeluk anjing, memangku serta bermain dengan anjing, dan yang terakhir postwalk session (sesi 4) dimana sesi ini menjadi persiapan untuk menghentikan interaksi anak dengan anjing dan sesi terapi selesai. Bagan Relasi Antara Positive Social Behavior dengan Sesi Terapi Sensori Menggunakan Hewan Sumber: Keberhasilan sensory environtment treatment juga didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sara H. Gardner, University of Wisconsin-Stout, pada tahun Penelitian dilakukan dengan cara menempatkan anak autis ke dalam 2 sesi sensory environtment treartment pada sesi treatment B dan C. Sesi A merupakan sesi dimana anak tidak diberi treatment apapun. Kerangka dari penelitian ini adalah dengan menggunakan alur A-B-A-C. Pada sesi A, tidak ada treatment yang dijalankan. Hal ini berupaya untuk menetralisasi perilaku anak, pada sesi B anak kemudian diberi sensory treatment pertama. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi A kembali, untuk menetralisir perilaku anak, dan kemudian diikuti dengan sesi C yaitu sensory treatment kembali. Keberhasilan sensory environtment treatment ini diukur dengan berkurangnya bad behaviour atau tidak. Bad behaviour atau perilaku buruk disini 11

12 berupa sikap agresif yang mengganggu anak lain seperti berbicara terlalu keras atau berbicara dengan kata kasar, luapan kemarahan secara tiba-tiba, dan sikap penghindaran terhadap interaksi sosial dengan teman yang lain. Bagan Frekuensi Bad Behaviour Anak Autis Selama Mendapatkan Sensory Environment Treatment Sumber: Identifikasi permasalahan Permasalahan Umum Bagaimana merencanakan dan merancang sebuah pusat terapi autis terpadu yang sesuai standard dan dapat mewadahi kegiatan kebutuhan pengidap autis di dalam nya. Bagaimana merencanakan dan merancang lingkungan buatan yang dapat mengasah skill development anak dan yang dapat mengurangi perilaku buruk (bad behavior) anak autis. Bagaimana merencanakan dan merancang lingkungan buatan yang sesuai dengan kebutuhan dan perilaku autisme untuk membantu pengembangan kemampuan anak autis. 12

13 1.2.2 Permasalahan Khusus Bagaimana menerapkan konsep sensory environment pada pusat terapi agar mengakomodasi devisiensi sensori anak autis Bagaimana merancang pusat terapi dengan membatasi paparan sensori terhadap penderita autis Bagaimana merancang pusat terapi dengan memperhatikan tingkat sensitivitas sensori anak autis 1.3 Tujuan dan Sasaran Pembahasan Tujuan Mengerti dan memahami kebutuhan terapi anak autis untuk merumuskan macam ruang dengan standard ruang ada, memahami tingkah laku dan sensitivitas sensori anak-anak autis untuk merumuskan organisasi ruang sehingga seusai dengan fitur sensory environment sehingga mampu membantu kesembuhan dan pengembangan skill anak serta mengurangi bad behavior anak Sasaran Perencanaan dan perancangan Pusat Terapi Autisme Fajar Nugraha yang mewadahi fungsi terapi bagi anak pengidap autis dan fungsi layanan lainnya agar dapat memberikan kesembuhan dan pengembangan diri pada anak autis. Perencanaan dan perancangan ruang yang sesuai dengan standard dan teori arsitektur serta perilaku-psikologis anak autis dengan penerapan sensory environment yang sesuai dengan sensitivitas sensori anak autis. 13

14 1.4 Lingkup pembahasan Pembahasan Arsitektural Pembahasan arsitektural pada penekanan arsitektural meliputi organisasi ruang, elemen-elemen ruang, pembatasan interferensi sensori pada ruangan, serta tata ruang pada pusat terapi dan layanan terpadu autis Pembahasan Non Arsitektural Pembahasan non arsitektural yaitu karakter anak autis, sensitivitas sensori anak autis, jenis dan layanan lainnya yang berkaitan dengan pusat terapi dan layanan terpadu autis. 1.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara : Wawancara Melakukan wawancara baik secara bertemu tatap muka langsung maupun melalui media komunikasi tulis dengan pengelola Lembaga Pendidikan Autis Fajar Nugaraha yang berada di Seturan, Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsep besar rencana pembangunan Pusat Terapi Autisme Fajar Nugraha yang ada di Sleman, mengetahui konsep serta visi dan misi instansi, mendapat gambaran kebutuhan dari instansi dan juga anak pengidap autis yang tidak disebutkan dalam studi literatur sehingga penulis mendapatkan gambaran untuk kebutuhan instansi dan anak autis. Observasi Melakukan pengamatan dan pendataan dengan proses survey atau peninjauan secara langsung pada instansi dan lokasi yang terkait. Pengamatan dan pendataan mengenai perilaku anak-anak autis juga dilakukan di Lembaga Pendidikan Autis Fajar Nugraha. Observasi dilakukan agar dapat mengetahui dan mendapat gambaran mengenai 14

15 aktivitas kehidupan sehari-hari yang ada di Lembaga Pendidikan Autis Fajar Nugraha baik dari aktivitas belajar dan terapi anak maupun aktivitas pengelola dan guru. Studi literatur Melakukan studi literatur dari jurnal-jurnal ilmu psikologi, jurnal hasil penelitian, peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah, yang berkaitan dengan autisme dan sensory environment atau sensory design, serta teori yang berhubungan perilaku anak autis yang berhubungan dengan aspek arsitektural. Studi kasus Melakukan pengamatan dan pendataan serta komparasi terhadap fasilitas-fasilitas autisme yang ada baik secara langsung datang ke lokasi yang ada di Yogyakarta maupun secara tidak langsung melalui dokumentasi-dokumentasi media internet. Sintetis Mengolah data-data yang didapatkan dari hasil penelitian atau jurnal ilmiah yang kemudian ditarik kesimpulan sebagai acuan disain fasilitas Pusat Layanan Autisme Terpadu Fajar Nugraha. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Meliputi latar belakang perencanaan fasilitas Pusat Terapi Autisme Fajar Nugraha dari pembahasan autisme di tengah masyarakat, autisme di Indonesia, kebutuhan fasilitas terapi di Yogyakarta, sensory design, keberhasilan multy sensory environment, identifikasi permasalahan baik umum dan khusus, tujuan dan sasaran pembahasan, lingkup pembahasan baik 15

16 arsitektural dan non arsitektural, metode pembahasan, sistematika penulisan, dan keaslian penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membahas studi literatur mengenai tinjauan teori umum autisme, definisi autisme, penyebab autisme, klasifikasi autisme, karakteristik autisme, tinjauan teori umum terapi, jenis terapi autisme, pengertian dan batasan pusat terapi autis, keberhasilan pendidikan autis, lingkup kegiatan di terapi autis baik jenis kegiatan dan pola kegiatan, tinjauan teori tentang sensory environment, pengertian sensory environment, autism ASPECTSS design index, dan studi kasus. BAB III PENDEKATAN KONSEP Berupa hasil analisa berupa prinsip-prinsip disain yang dipakai menggunakan pendekatan sensory environment dalam merancang Pusat Terapi Autisme Fajar Nugraha yang merupakan tinjauan psikologi anak autis terhadap sensori lingkungan dan karakter arsitektural. tinjauan karakter anak autis, tunjangan arsitektur pada karakter anak autis, mengatasi perilaku buruk anak autis dengan sensory environment, karakter indera sensori anak autis sebagai landasan konsep; penerimaan rangsangan indera pada anak autis, sensitivitas sensori indera anak autis, karakter anak autis sebagai syarat disain arsitektural, zonasi stimulus arsitektur BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Merumuskan konsep utama dari hasil analisa penerapan sensitivitas sensori hasil penelitian Marilena Williams dan Gus Vouchilas ke dalam pengelompokan zonasi pada design guideline Magda Mustafa untuk arsitektur autis. 16

17 1.7 Keaslian Penulisan Pemilihan tema perancangan dan fungsi fasilitas Pusat Terapi Autisme di Yogyakarta bukan untuk yang pertama kalinya diangkat dalam periode tugas akhir di Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada. Tugas akhir ini bertema Pusat Terapi Sleman Yogyakarta, dimana Yayasan Fajar Nugraha merupakan instansi yang memang memiliki rencana untuk membangun Pusat Terapi Autis dan sudah memiliki tanah di Sleman. Pusat Terapi Sleman ini dirancang sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan dari Pusat Terapi Fajar Nugraha, dan dirancang menggunakan pendekatan sensory environment. Berawal dari muncul nya penelitian-penelitian mengenai hubungan sensory environment terhadap psikologis, penulis ingin mentransferkan hasil penelitian psikologi menjadi bentukan arsitektural yang harapan nya dapat membantu anak mengembangkan skill, mengembangkan perilaku sosial, dan dapat mengurangi keterbatasan atau bad behaviour anak autis di Pusat Terapi Autis Fajar Nugraha. Sesuai dengan teori sensory environment yang dikemukakan Magda Mustafa bahwa stimultan sensori pada fasilitas harus dikelompokan low-mid-high secara bertahap, penulis menggunakan hasil penelitian Marilena Williams dan Gus Vouchilas sebagai penjabaran stimultan sensori apa saja yang masuk dalam kategori low-mid-high yang dikemukakan oleh Magda Mustafa tersebut. Penerapan sensitivitas sensori hasil penelitian Marilena Williams dan Gus Vouchilas ke dalam pengelompokan zonasi Mustafa inilah yang membedakan tulisan Pra Tugas Akhir penulis dengan Pra Tugas akhir yang sudah ada, sebagai berikut: Pusat Terapi Anak Autis oleh Nita Rozalinda (00/134847/TK/24923), dimana bangunan pusat terapi dirancang dengan memperhatikan aktivitas dan jenis terapi yang ada di dalam nya untuk membantu perkembangan anak. 17

18 Pusat Pengembangan Anak Autis, oleh Sayu Kade Wahyu Ariani (99/129803/TK/24397), perbedaan dengan topik yang diajukan adalah dimana bangunan ini dirancang dengan menekankan pentingnya aktivitas bermain pada proses penyembuhan anak autis, sehingga kegiatan yang ada di dalamnya bersifat edukatif, komunikatif, dan rekreatif. Sekolah Khusus dan Pusat Terapi Autis di Bekasi dengan Penekanan pada Healing Environment oleh Alviana Hanivatun Nisa (06/196064/TK/31931), perbedaan dengan topik yang diajukan adalah pada fungsi bangunan, karena tulisan ini juga mencangkup pada fungsi sekolah dan massa dibuat berdasarkan filosofi keadaan mental dan proses penyembuhan di dalamnya. Pusat Terapi Autisme di Yogyakarta, oleh Nadhila Widyanti (10/297769/TK/36352), perbedaan dengan topik yang diajukan adalah pada aspek sensory design, dimana tulisan ini membahas mengenai konsep fleksibilitas pada ruang untuk mewadahi sifat sensori anak autis yang hypo, hyper, dan interference. 18

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Saat ini Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang lebih dikenal dengan nama autisme, telah merebak menjadi permasalahan yang menakutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Melisa, Fenny. 09 April Republika Online Anak Indonesia Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Melisa, Fenny. 09 April Republika Online Anak Indonesia Diperkirakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Menurut penelitian selama 50 tahun terakhir tercatat prevalensi autis mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adriana Soekandar Ginanjar, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Adriana Soekandar Ginanjar, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Autisme di Indonesia Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, 2003, autisme didefinisikan sebagai gangguan pervasif yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Autis di Sukoharjo dengan Pendekatan Behaviour Architecture, perlu diketahui tentang:

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER I.1. Latar Belakang Anak-anak adalah anugerah dan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang paling berharga. Anak yang sehat jasmani rohani merupakan idaman setiap keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Terapi dan pendidikan anak autis di Yogyakarta. Thomas Tri Anggono

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Terapi dan pendidikan anak autis di Yogyakarta. Thomas Tri Anggono BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

AKTUALISASI URGENSI. MASALAH Pendidikan untuk Anak Penyandang Autisme yang belum terfasilitasi seluruhnya UKDW DATA PRIMER DATA SEKUNDER

AKTUALISASI URGENSI. MASALAH Pendidikan untuk Anak Penyandang Autisme yang belum terfasilitasi seluruhnya UKDW DATA PRIMER DATA SEKUNDER KERANGKA BERPIKIR AKTUALITAS Pentingnya Pendidikan Meningkatnya Jumlah Anak Penyandang Autisme AKTUALISASI URGENSI URGENSI Yogyakarta adalah ikon Kota Pendidikan di Indonesia Sarana dan Prasarana pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Autisme Dalam Masyarakat Autis bukanlah penyakit menular tetapi merupakan kumpulan gejala klinis atau sindrom kelainan pertumbuhan anak ( pervasive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

pasien dan pendampingnya. Tidak hanya mewadahi fungsi hunian, Children Cancer Care Service juga mewadahi fungsi oprasional yayasan yang bergerak

pasien dan pendampingnya. Tidak hanya mewadahi fungsi hunian, Children Cancer Care Service juga mewadahi fungsi oprasional yayasan yang bergerak BAB I PENDAHULUAN Bab I berisi pendahuluan yang akan memaparkan penjelasan pengadaan proyek hingga permasalahannya. Selain itu, bab I juga berisi rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup studi, metode

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun jumlah penyandang autis semakin bertambah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention di Amerika Serikat, jumlah

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Pemilik seluruh jagat raya adalah Allah yang Maha Perkasa, penguasa seluruh alam. Jasad fisik berada dalam genggaman Allah yang menciptakan, dan Dia tidak bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa : Autisme Boyolali Alam Taman Terapi :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa : Autisme Boyolali Alam Taman Terapi : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa :Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. (http://repository.usu.ac.id, diakses 27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anak sebagai generasi penerus merupakan aset yang berharga bagi keluarga yang juga memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autisme merupakan gangguan dalam perkembangan komunikasi, interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD)

Lebih terperinci

PELATIHAN DASAR TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS)

PELATIHAN DASAR TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS) PELATIHAN DASAR TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS) APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS ABA adalah sebuah pendekatan psikologi pendidikan yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran anakanak dalam spektrum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua orangtua menginginkan anaknya sehat, mampu bersekolah, berteman dan akhirnya terjun pada masyarakat saat mereka sudah cukup dewasa. Namun bagi orang tua yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman mulai banyak keluarga yang melahirkan anak-anak dengan berkebutuhan khusus karena mereka terlahir dengan gangguan fisik atau psikis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua orang tua pasti mengharapkan memiliki anak yang sehat baik fisik maupun mental dan menjadi anak yang baik dan menjadi kebanggaan keluarga. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dekade terakhir ini jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mendefinisikan citra diri dalam remaja itu sendiri sebagai transisi dari masa anak ke

BAB I PENDAHULUAN. dengan mendefinisikan citra diri dalam remaja itu sendiri sebagai transisi dari masa anak ke BAB I PENDAHULUAN I.1 Pengertian dan Pengertian Judul I.1.1. Pengertian Pusat Terapi Musik Pusat terapi musik didefinisikan sebagai wadah suatu kegiatan dengan menggunakan musik untuk mengatasi kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

FASILITAS TERAPI DAN PENDIDIKAN ANAK AUTIS DI SEMARANG

FASILITAS TERAPI DAN PENDIDIKAN ANAK AUTIS DI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR FASILITAS TERAPI DAN PENDIDIKAN ANAK AUTIS DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN RESPON TERHADAP KARAKTER ANAK AUTIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan dan menginterpretasikan makna (Wood, 2007:3). baik, contohnya adalah individu yang menyandang autisme.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan dan menginterpretasikan makna (Wood, 2007:3). baik, contohnya adalah individu yang menyandang autisme. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan melakukan komunikasi. Komunikasi itu sendiri tentunya merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat terpisahkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orangtua akan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orangtua akan menjaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberi sebuah kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orangtua akan menjaga sejak dalam kandungan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi dan informasi dalam ilmu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan setiap orang tua. Namun kebahagiaan dan harapan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

Universitas Mercu Buana BAB I PENDAHULUAN

Universitas Mercu Buana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Bahkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara di sebutkan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib mendapat pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber daya manusia yang penting sebagai penerus bangsa yang akan datang dan memiliki ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak

Lebih terperinci

-r- BAB I P~NOAHULUAN

-r- BAB I P~NOAHULUAN BAB I P~NOAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Anak Autis : Adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan otak yang berlangsung selama seluruh kehidupannya. Seperti gangguan pengertian apa yang mereka Iihat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan a. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan a. Latar Belakang Permasalahan Saat ini Pendidikan Kristiani untuk anak semakin berkembang. Hal ini dapat dipastikan dengan hadirnya berbagai macam pendekatan yang disesuaikan

Lebih terperinci

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 33 SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, prevalensi anak penyandang autisme telah mengalami peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan kali lipat dalam

Lebih terperinci

AUTISM CARE CENTER DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOUR ARCHITECTURE DI JAKARTA TIMUR

AUTISM CARE CENTER DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOUR ARCHITECTURE DI JAKARTA TIMUR AUTISM CARE CENTER DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOUR ARCHITECTURE DI JAKARTA TIMUR NUR FARRA DIBA dibafarra@rocketmail.com Mahasiswa Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Bahkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara di sebutkan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib mendapat pendidikan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN CATATAN PEMBIMBING... HALAMAN PERNYATAAN. PRAKATA.. LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAK...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN CATATAN PEMBIMBING... HALAMAN PERNYATAAN. PRAKATA.. LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN CATATAN PEMBIMBING... HALAMAN PERNYATAAN. PRAKATA.. LEMBAR PERSEMBAHAN ABSTRAK... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABLE i ii iii iv v vi vii viii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI Tan Amelia 1, M.J. Dewiyani Sunarto 2, Tony Soebijono 3 1 Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya, Jl. Raya Kedung Baruk

Lebih terperinci

Fasilitas Rehabilitasi Pascastroke di Yogyakarta TUGAS AKHIR ARSITEKTUR BAB I PENDAHULUAN

Fasilitas Rehabilitasi Pascastroke di Yogyakarta TUGAS AKHIR ARSITEKTUR BAB I PENDAHULUAN 17 A I PENDAHULUAN Pada bab I ini dibahas tentang latar belakang eksistensi proyek, permasalahan hingga sistematika penulisan Fasilitas Rehabilitasi Pascastroke di Yogyakarta. Penulisan ini ditekankan

Lebih terperinci

PUSAT TERAPI ANAK AUTIS DI YOGYAKARTA

PUSAT TERAPI ANAK AUTIS DI YOGYAKARTA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT TERAPI ANAK AUTIS DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju atau tidaknya suatu bangsa. Karena pada suatu hari, mereka akan menjadi generasi penerus yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pendidikan adalah hak bagi setiap anak, termasuk anak dengan disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi

Lebih terperinci

tahun belakangan ini, ditemukan bahwa jumlah individu yang mempunyai California, Amerika Serikat pada tahun 2012, jumlah individu yang

tahun belakangan ini, ditemukan bahwa jumlah individu yang mempunyai California, Amerika Serikat pada tahun 2012, jumlah individu yang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 INDIVIDU BERKEBUTUHAN KHUSUS Seiring dengan perkembangan kesadaran masyarakat akan kesehatan, diagnosa kebutuhan khusus pada individu juga

Lebih terperinci

Pusat Terapi Anak Autis Sindrom Asperger di Surabaya

Pusat Terapi Anak Autis Sindrom Asperger di Surabaya JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-278 Pusat Terapi Anak Autis Sindrom Asperger di Surabaya Putri Andiny Desmaniar dan Johanes Krisdianto Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pendidikan Indonesia saat ini sedang mengalami penurunan. Dilansir dari data Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh United

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

Responsive Environment Sebagai Acuan Desain Terhadap Kebutuhan Anak Autis

Responsive Environment Sebagai Acuan Desain Terhadap Kebutuhan Anak Autis JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Responsive Environment Sebagai Acuan Desain Terhadap Kebutuhan Anak Autis Fenty Ratna Indarti, dan Ir. Purwanita Setijanti, M.Sc, Ph.D. Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab

Lebih terperinci

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 36 REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Gelar Sarjana Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini para penderita anak berkebutuhan khusus semakin meningkat di dunia dan juga di Indonesia, UNESCO (2010) melaporkan, tercatat 35 juta orang penyandang autisma

Lebih terperinci

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya Materi Penyuluhan Disajikan pada Penyuluhan Guru-guru SD Citepus 1-5 Kecamatan Cicendo, Kota Bandung Dalam Program Pengabdian Masyarakat Dosen Jurusan PLB, FIP,

Lebih terperinci

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri VISUAL SCHEDULE TERHADAP PENURUNAN BEHAVIOR PROBLEM SAAT AKTIVITAS MAKAN DAN BUANG AIR PADA ANAK AUTIS (Visual Schedule towards the Decline of Behavioral Problems in Feeding Activities and Defecation in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan yang mana manusia tidak bisa terhindar dari proses komunikasi. Pentingnya proses komunikasi

Lebih terperinci

Kata kunci: Anak autis, pengajaran berstruktur, metode TEACCH.

Kata kunci: Anak autis, pengajaran berstruktur, metode TEACCH. PENINGKATAN KEMAMPUAN KOORDINASI MOTORIK ANAK AUTIS MELALUI PENGAJARAN BERSTRUKTUR BERDASARKAN METODE TEACCH (TREATMENT EDUCATION OF AUTISTIC AND RELATED COMMUNICATION HANDICAPPED CHILDREN) Dra. Sri Widati,

Lebih terperinci

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PROGRAM INTERVENSI DINI Discrete Trial Training (DTT) dari Lovaas (Metode Lovaas) ABA (Applied Behaviour Analysis) TEACCH (Treatment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TA 115

PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TA 115 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, setiap bangsa di dunia mengalami proses kemajuan dan peran buku menjadi sangat penting karena merupakan suatu wadah penyebar informasi

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO Dengan Penekanan Desain Arsitektur High-Tech

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO Dengan Penekanan Desain Arsitektur High-Tech LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO Dengan Penekanan Desain Arsitektur High-Tech Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang berat sehingga gangguan tersebut mempengaruhi bagaimana anak belajar, berkomunikasi, keberadaan anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Usia Harapan Hidup Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Usia Harapan Hidup Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Rata-rata usia harapan hidup penduduk Indonesia pada tahun 2010-2015 ialah 70,1 tahun, hal tersebut telah menunjukkan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan spektrum autis adalah gangguan perkembangan komplek disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American Psychiatric Association,

Lebih terperinci

PERPUSTAKAAN HIBRIDA DI KOTA BOGOR TA 127

PERPUSTAKAAN HIBRIDA DI KOTA BOGOR TA 127 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Jurnal Nasional, yang terbit pada Jumat 27 September 2013 bahwa Budaya baca masyarakat di Indonesia masih terbilang rendah. Hal tersebut terbukti dari data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah anak yang berumur 36-60

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses tumbuh kembang dimulai dari dalam kandungan, masa bayi, dan masa balita. Setiap tahapan pada tumbuh kembang anak memiliki ciri khas tersendiri, sehingga jika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan kejadian serebrovaskular yang terjadi mendadak dengan tanda-tanda klinis gangguan fokal atau global dari fungsi serebral yang menetap minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2000, naik lagi menjadi 1: 250 kelahiran. Tahun 2006, jumlah anak autis

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2000, naik lagi menjadi 1: 250 kelahiran. Tahun 2006, jumlah anak autis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penyandang autisme semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1987, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1: 5000 kelahiran. Sedangkan pada tahun 1997,

Lebih terperinci

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang PENELITIAN Ners JURNAL KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet Dan Tanpa Diet Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang Yonrizal Nurdin a Autisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sekolah Desain Animasi dan Game Semarang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sekolah Desain Animasi dan Game Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Animasi dan game merupakan hasil desain yang dipandang sebagai hiburan. Peminatnya pun beragam mulai dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Konten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (expressive) sehingga memudahkan proses mempelajari hal-hal baru, dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. (expressive) sehingga memudahkan proses mempelajari hal-hal baru, dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senam otak merupakan serangkaian gerakan yang digunakan untuk meningkatkan daya ingat dan konsentrasi seseorang. Senam otak memiliki beberapa manfaat yaitu, dapat mengasah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang eksistensi proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang eksistensi proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang eksistensi proyek Ditengah maraknya persaingan global, peningkatan kualitas sumber daya manusia sangatlah penting. Dengan tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

AUTISM S MOBILE GAME APPLICATION: OPTIMALISASI TEKNOLOGI MOBILE UNTUK TERAPI VISUAL ANAK AUTIS

AUTISM S MOBILE GAME APPLICATION: OPTIMALISASI TEKNOLOGI MOBILE UNTUK TERAPI VISUAL ANAK AUTIS AUTISM S MOBILE GAME APPLICATION: OPTIMALISASI TEKNOLOGI MOBILE UNTUK TERAPI VISUAL ANAK AUTIS Maghfiroh Binti Sholikah1), Akhsin Nurlayli2), Eka Nur Ahmad Romadhoni3) 1), 2) Pendidikan Teknik Informatika

Lebih terperinci