EFEK PENAMBAHAN UNSUR KALIUM DAN AERASI TERHADAP KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK MEREDUKSI POLUTAN PADA AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA
|
|
- Susanto Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EFEK PENAMBAHAN UNSUR KALIUM DAN AERASI TERHADAP KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK MEREDUKSI POLUTAN PADA AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA EFFECT POTASSIUM ADDED AND AERATION ON THE PERFORMANCE OF ALGAE-BACTERIA TO REDUCE POLLUTANTS IN MOROKREMBANGAN, SURABAYA WATER OF RESERVATION Rhenny Ratnawati 1), Agus Slamet, dan Joni Hermana Program Pasca Sarjana Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya ) 2) 3) Abstrak: Efisiensi proses High Rate Alga Pond (HRAP) salah satunya ditentukan oleh laju pertumbuhan alga dan bakteri. Unsur kalium (K) sebagai salah satu unsur penting makronutrien pertumbuhan alga dikaji efektivitasnya dan upaya peningkatan laju pertumbuhan bakteri dilakukan dengan perlakuan aerasi pada sistem bioreaktor alga-bakteri. Penelitian diawali dengan pembiakan alga menggunakan benih alga dari kolam air tawar di ITS ditambah unsur nutrien esensial formula Bold s Basal Medium. Biakan alga akan dimanfaatkan sebagai benih untuk penelitian bila konsentrasi klorofil a telah mencapai 3,5 ±,5 mg/l. Finding test menunjukkan bahwa pertumbuhan alga yang baik bila rasio volume air boezem 25% dan benih alga sebesar 75%. Perlakuan penelitian dilakukan dengan aerasi selama 24 jam, pemaparan cahaya matahari secara alamiah, dan unsur K ditambahkan dari garam KH 2 PO 4 dan K 2 HPO 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan K sebagai makronutrien dan aerasi 24 jam telah meningkatkan kinerja simbiosis alga-bakteri. Penurunan konsentrasi COD pada rentang 53,6-83,94 %,; konsentrasi klorofil a berada dalam kisaran 6,2-8,2 mg/l; dan konsentrasi MLVSS memenuhi persyaratan sebagai kolam aerasi (aerated lagoon) dengan kisaran mg/l. Kata kunci: aerasi, alga-bakteri, kalium, dan klorofil a. Abstract: Efficiency of the High Rate Algae Pond (HRAP) process, one of which is determined by the rate of growth of algae and bacteria. Potassium (K) as one important element macronutrient algae growth assessed their effectiveness and efforts to increase the rate of growth of bacteria were treated with aeration on algalbacterial bioreactor system. The research was initiated with seed breeding algae using algae from freshwater ponds in ITS plus an essential nutrient element Bold s Media Medium formulas. Algal cultures will be used as seed for the experiment when the chlorophyll a concentration has reached 3.5 ±.5 mg/l. Finding test showed that the growth of algae is good if the ratio of water of reservoir volume 25% and 75% seed algae. Treatment experiments carried out with aeration for 24 hours and exposure to natural sunlight, and the elements of K added KH 2 PO 4 and K 2 HPO 4. The results showed that addition of K as a macronutrient and aeration of 24 hours has improved the performance of symbiotic algal-bacterial. The decrease of COD concentration in the range of 53.6 to 83.94%,; chlorophyll a concentration within the range of m/l; and MLVSS concentration qualify as a pool aeration (aerated lagoon) with a range of mg/l. Keywords: aeration, algae-bacteria, potassium, and chlorophyll a. 1. PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk berkolerasi terhadap semakin meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan. Air limbah domestik merupakan salah satu hasil samping dari aktivitas manusia sehari-hari. Di Surabaya, terutama di daerah Surabaya Barat yang merupakan kawasan pemukiman dan perdagangan dengan jumlah bangunan semi permanen dan permanen liar yang cukup padat menghasilkan limbah domestik dengan jumlah yang 1
2 cukup banyak. Tetapi hal ini tidak diimbangi dengan tersedianya sistem sanitasi terpusat yang ada. Sehingga mengakibatkan air limbah domestik yang dihasilkan dari pemukiman di daerah ini sebagian besar langsung dibuang ke badan air yang bermuara di boezem/waduk Morokrembangan tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan domestik maupun industri yang dibuang ke badan air tanpa adanya pengolahan merupakan masalah yang besar. Masukan zat organik maupun anorganik ke dalam suatu perairan yang melebihi batas kemampuan ekosistem yang dapat menyebabkan penyuburan organisme tertentu disebut eutrofikasi (Makmur, 28; Nielsen et al, 29). Pengayaan hara atau eutrofikasi dari ekosistem air dapat menyebabkan peningkatan alga dan tumbuhan perairan, pengurangan biodiversiti akuatik, berbahaya bagi ikan dan organisme akuatik lainnya, masalah bau, penurunan nilai estetika, dan terganggunya ekosistem (Othman dan Lim, 26). Diperlukan suatu sistem pengolahan limbah domestik pada boezem yang mudah diterapkan, dengan biaya yang relatif rendah, dan dapat memberikan hasil yang optimal dalam mengolah dan mengendalikan limbah domestik sehingga dampaknya terhadap lingkungan sekitar dapat dikurangi. HRAP merupakan kolam oksidasi dangkal agar mikroalga tersuspensi dapat tumbuh dengan baik. Keuntungan pengolahan dengan menggunakan alga antara lain, meliputi biaya rendah untuk operasional dan pemanfaatan hasil daur ulang nutrien yang terasimilasi menjadi biomassa alga sebagai pupuk (Aslan dan Kapdan, 26). Budidaya mikroalga yang digunakan untuk mereduksi bahan organik dan nutrien pada air limbah adalah jenis Chlorella sp. (Wilujeng dan Pandebesie, 25; Aslan dan Kapdan, 26; Travieso, et al., 26; dan Lim, Chu, dan Phang, 21) dan Scenedesmus (Kim et al., 27; Godos et al., 21). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas penambahan unsur K dan penggunaan aerasi terhadap kinerja alga-bakteri untuk mereduksi polutan pada air boezem Morokrembangan, Surabaya. 2. METODA Alat dan Bahan Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain (1) reaktor proses, berupa tolpes kaca dengan volume 4. ml, (2) jerigen untuk pengambilan air limbah dari boezem Morokrembangan, (3) aerator untuk perlakuan aerasi pada reaktor proses, (4) bak plastik untuk pembiakkan biota uji yaitu biakan alga (5) plastik untuk memayungi reaktor proses saat penelitian berlangsung. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air sampel dari boezem Morokrembangan sebelah selatan (Kali Greges), biota uji yaitu biakkan alga, dan unsur kalium (K) dalam bentuk kalium dihidrogen fosfat (KH 2 PO 4 ) dan dikalium hidrogen fosfat (K 2 HPO 4 ). Analisis Karakteristik Air Boezem Dilakukan karakteristik awal yang meliputi ph, temperatur, oksigen terlarut (DO), COD, BOD, PV, NH 4 -N, dan PO 4 -P pada air boezem tersebut. Masing-masing analisis parameter dilakukan secara duplo. COD dianalisis dengan menggunakan metoda titrimetrik refluks tertutup sedangkan pengukuran BOD didasarkan atas reaksi biologis yang dilakukan dengan temperatur inkubasi 2 C dan dilakukan selama 5 hari (Eaton, Clesceri, dan Greenberg, 25). Parameter PV dianalisis dengan menggunakan metoda permanganometri sedangkan NH 4 -N dan PO 4 -P dengan menggunakan spektofotometri. Pembiakkan alga Biota uji yaitu biakan alga yang berasal dari kolam air tawar di teknik lingkungan, ITS. Sebelum diaplikasikan untuk mereduksi polutan pada air boezem, terlebih dulu dilakukan biakan alga sampai mencapai kondisi yang dikehendaki. Tujuan kultur alga ini 2
3 agar didapatkan alga yang siap digunakan untuk penelitian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aslan dan Kapdan (26), chlorophyll a alga yang digunakan untuk penelitian dijaga agar konsentrasinya konstan sekitar 3,5 ±,5 mg/l. Range Finding Test Range Finding Test bertujuan untuk menetapkan perbandingan volume air boezem dengan alga yang masih dapat ditoleransi keberadaannya oleh alga. Perbandingan volume tersebut yang digunakan sebagai pedoman untuk menentukan perbandingan volume untuk penelitian selanjutnya. Media yang digunakan dalam penelitian ini berupa campuran air boezem yang mengandung polutan dengan kultur alga. Rentang perbandingan volume air boezem dengan alga yang digunakan pada range finding test yaitu 25% air boezem : 75% alga, 5% air boezem : 5% alga, 75% air boezem : 25% alga. Reaktor berupa wadah plastik dengan volume sebesar 3. ml. Range Finding Test dilakukan selama 7 hari. Alga hasil biakan alga dicampurkan dengan air boezem Morokrembangan sesuai dengan prosentase volume reaktor yang telah ditentukan. Penelitian Utama Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, adalah (1) penambahan unsur K pada air boezem dalam bentuk kalium dihidrogen fosfat (KH 2 PO 4 ) dan dikalium hidrogen fosfat (K 2 HPO 4 ) sebesar %, 1%, dan 3% dari total unsur K pada Bold s Basal Medium (BBM), (2) perlakuan terhadap reaktor yaitu penggunaan dan tanpa penggunaan aerasi. Pada penelitian ini juga digunakan reaktor kontrol yaitu reaktor yang berisi air limbah tetapi tanpa dikontakkan dengan biota uji yaitu biakan alga. Reaktor yang digunakan mempunyai volume 4. ml. Reaktor kontrol ini bertujuan sebagai pembanding efek penurunan polutan tanpa adanya biota uji dalam hal ini biakan alga. Reaktor uji dan kontrol tersebut diletakkan di ruang terbuka agar mendapat sinar matahari secara langsung. Karena diletakkan di ruang terbuka maka reaktor-reaktor uji tersebut dipayungi oleh plastik agar air hujan tidak masuk ke dalam reaktor yang dapat mengakibatkan pengenceran dan agar tidak terdapat kotoran maupun hewan penganggu yang masuk ke dalam reaktor uji. Konsentrasi chlorophyll a, COD, Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS), ph, temperatur, dan DO diukur setiap hari ke-, 1, 2, 4, 6, 9, 11, 13, 17, dan 2. Pengukuran konsentrasi chlorophyll a pada masing-masing reaktor dilakukan dengan pengekstraksian chlorophyll dengan aseton 9% dan diukur dengan metoda spektrofotometri (Eaton, Clesceri, dan Greenberg, 25). Pengukuran kadar MLVSS ditentukan dengan menggunakan metode gavimetri. Prinsip pengukuran kadar MLVSS dilakukan dengan pemanasan pada suhu 55 C. Pada cawan tertutup kadar MLVSS menunjukkan jumah bahan organik yang dapat dibiodegradasi. 3. HASIL DAN DISKUSI Karakteristik Air Boezem Karakteristik inlet air boezem Morokrembangan sebelah selatan (Kali Greges) yang meliputi ph, temperatur, DO, COD, BOD, PV, NH 4 -N, dan PO 4 -P disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 24 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, boezem Morokrembangan diklasifikasikan dalam badan air kelas III, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar dan air payau, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan/atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 3
4 Tabel 1 Data Kualitas Air di Inlet Boezem Morokrembangan (Kali Greges) No. Parameter Nilai Baku Mutu* 1. ph 6,85 ±, Temperatur 28 ± C Deviasi 3 (Deviasi temperatur dalam keadaan alamiahnya) 3. DO 1 ±,2 mg/l 3 mg/l 4. COD 7 ± 14,14 mg/l 5 mg/l 5. BOD 5 34 ± 5,66 mg/l 6 mg/l 6. PV 27,66 ± 1,84 mg/l 7. NH 4 -N 31,75 ±,18 mg/l 8. PO 4 -P 1,65 ±,2 mg/l Keterangan: * Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 24 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Konsentrasi Clorophyll a Chlorophyll a merupakan pigmen hijau alga dan paling penting dalam proses fotosintesis. Fungsi chlorophyll a pada alga adalah menyerap energi dari sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Pengukuran chlorophyll a ini dimaksudkan untuk menganalisis kandungan chlorophyll a pada alga sehingga dapat mengkaji pertumbuhan alga yang terjadi pada setiap reaktor uji maupun kontrol. Hasil analisis nilai konsentrasi chlorophyll a disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 1. Chlorophyll-a (mg/l) Chlorophyll-a (mg/l) TA 1TA 3TA KTA TT 1TT 3TT KTT (a) Keterangan : TA = Tanpa penambahan kalium %, aerasi 1TA = Penambahan kalium 1%, aerasi 3TA = Penambahan kalium 3%, aerasi KTA = Reaktor kontrol (tanpa biakan alga, aerasi TT = Tanpa penambahan kalium %, tanpa aerasi 1TT = Penambahan kalium 1%, tanpa aerasi 3TT = Penambahan kalium 3%, tanpa aerasi KTT = Reaktor kontrol (tanpa biakan alga), tanpa aerasi (b) Gambar 1 Konsentrasi Chlorophyll a pada Reaktor dengan Penggunaan Aerasi (a) dan Tanpa Penggunaan Aerasi (b) 4
5 Dari Gambar 1, dapat diamati bahwa setiap reaktor baik dengan penggunaan aerasi maupun tanpa penggunaan aerasi cenderung mempunyai nilai konsentrasi chlorophyll a yang berfluktuatif. Konsentrasi awal chlorophyll a pada reaktor dengan penggunaan aerasi yaitu pada TA, 1TA, 3TA, dan KTA berturut-turut adalah 4,61 mg/l; 4,64 mg/l; 4,6 mg/l; dan 2,2 mg/l. Sedangkan mempunyai nilai 4,61 mg/l ; 4,64 mg/l ; 4,6 mg/l; dan 2 mg/l untuk konsentrasi awal chlorophyll a pada TT, 1TT, 3TT, dan KTT. Pada semua reaktor uji baik dengan penggunaan aerasi maupun tanpa penggunaan aerasi memiliki kandungan chlorophyll a yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua reaktor kontrol. Hal ini disebabkan pada reaktor kontrol hanya berisi air boezem (tanpa dicampur dengan biakan alga), sedangkan pada reaktor uji berisi air boezem yang dicampur dengan biakan alga. Nilai konsentrasi chlorophyll a yang rendah ini mengindikasikan bahwa alga pada air boezem cenderung sedikit. Konsentrasi awal chlorophyll a pada semua reaktor uji di awal penelitian (hari ke-) mempunyai konsentrasi awal yang cenderung sama dengan konsentrasi biakan alga yang telah dihasilkan pada persiapan biota uji. Untuk reaktor dengan penggunaan aerasi, baik pada reaktor uji maupun kontrol mempunyai peningkatan nilai konsentrasi chlorophyll a. Pada TA, konsentrasi chlorophyll a cenderung mengalami peningkatan pada awal penelitian (hari ke-) sehingga hari ke-9. Konsentrasi chlorophyll a pada hari ke-9 mencapai kondisi optimum yaitu sebesar 5,58 mg/l. Sedangkan 1TA dan 3TA, cenderung mempunyai tren yang serupa, konsentrasi chlorophyll a mengalami peningkatan pada awal penelitian (hari ke-) sehingga hari ke-6. Konsentrasi chlorophyll a pada hari ke-6 untuk 1TA dan 3TA mencapai kondisi optimum yaitu sebesar 6,48 mg/l dan 8,2 mg/l. Dimana pada nilai tersebut merupakan konsentrasi chlorophyll a yang paling besar dibandingkan dengan konsentrasi chlorophyll a di hari lainnya selama penelitian. Sementara itu, untuk KTA nilai konsentrasi chlorophyll a dari awal penelitian (hari ke-) sehingga hari ke-9 mengalami peningkatan. Kemudian cenderung mempunyai nilai yang berfluktuatif sehingga akhir penelitian. Konsentrasi chlorophyll a pada hari ke-9 mencapai kondisi optimum yaitu sebesar 2,49 mg/l. Peningkatan kandungan chlorophyll a ini dikarenakan alga masih memiliki persediaan nutrien untuk tetap tumbuh dan berkembang biak. Selain tergantung pada faktor nutrisi, adanya faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan alga, diantaranya kebutuhan nutrien yang cukup bagi pertumbuhan alga, faktor ph, temperatur, dan intensitas cahaya yang menjadi penunjang peningkatan kandungan chlorophyll a. Dimana pada nilai tersebut merupakan konsentrasi chlorophyll a yang paling besar dibandingkan dengan konsentrasi chlorophyll a di hari lainnya selama penelitian. Sedangkan reaktor tanpa penggunaan aerasi, pada ketiga reaktor uji mempunyai penurunan konsentrasi chlorophyll a pada akhir penelitian. Dengan konsentrasi chlorophyll a optimum pada hari ke-11 adalah 6,2 mg/l. Sedangkan pada 1TT dan 3TT, konsentrasi optimum chlorophyll a mencapai 6,48 mg/l dan 7,3 mg/l pada hari ke-9. Kemudian cenderung menurun sehingga akhir penelitian (hari ke-2). Pada hari ke-11 sampai akhir penelitian, chlorophyll a pada media mengalami penurunan yang drastis. Hal ini disebabkan oleh kematian alga. Penurunan chlorophyll a berarti banyak pula alga yang mati, maka degradasi yang dilakukan sudah tidak bisa optimum. Pertumbuhan alga pada fase stasioner/ tetap dan bahkan kematian. Pada fase tetap ini ditandai dengan adanya pertumbuhan alga, tetapi juga ada kematian alga diakibatkan nutrien yang berkurang untuk pertumbuhan alga. Sementara itu, pada reaktor kontrol (KTT) mempunyai konsentrasi chlorophyll a yang cenderung stabil dari awal sehingga akhir penelitian. Konsentrasi optimum yang dicapai pada KTT ini adalah 2,3 mg/l pada hari ke-17 penelitian. Jika dibandingkan reaktor dengan penggunaan aerasi dan tanpa penggunaan aerasi, dapat diamati bahwa reaktor dengan penggunaan aerasi mempunyai konsentrasi chlorophyll a lebih besar dibandingkan dengan reaktor tanpa penggunaan aerasi. Hal ini dikarenakan dalam 5
6 aerasi selain terjadi proses pemasukkan gas-gas diperlukan dalam proses fotosintesis, juga akan menimbulkan gesekan-gesekan antara gelembung udara dan molekul-molekul air sehingga terjadi sirkulasi. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan temperatur tetap homogen serta penyinaran dan nutrien tetap merata. Selain itu, sirkulasi juga dapat mencegah pengendapan plankton. Selain itu, dalam kegelapan (malam hari) alga membutuhkan oksigen untuk respirasi dan organik untuk pertumbuhannya. Sehingga dengan adanya penggunaan aerasi akan meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. Konsentrasi COD Analisis COD dilakukan untuk mengetahui besar penurunan konsentrasi COD yang mampu dilakukan oleh kinerja simbiosis alga-bakteri dalam setiap reaktor. Pada penelitian ini dilakukan analisis penurunan COD yang terdapat pada reaktor uji tanpa penambahan unsur K (TA), penambahan unsur K sebanyak 1% (1TA), dan 3% (3TA) dari total unsur K pada Bold s Basal Medium (BBM), serta reaktor kontrol tanpa biakan alga dengan tanpa penambahan unsur K (KTA). Data pengamatan nilai COD yang telah didapatkan dari hasil replikasi tersebut kemudian dirata-rata, sehingga hasil pengamatan nilai efisiensi reduksi konsentrasi COD disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 2. % Reduksi Konsentrasi COD % Reduksi Konsentrasi COD TA 1TA 3TA KTA TT 1TT 3TT KTT (a) Keterangan : TA = Tanpa penambahan kalium %, aerasi 1TA = Penambahan kalium 1%, aerasi 3TA = Penambahan kalium 3%, aerasi KTA = Reaktor kontrol (tanpa biakan alga, aerasi TT = Tanpa penambahan kalium %, tanpa aerasi 1TT = Penambahan kalium 1%, tanpa aerasi 3TT = Penambahan kalium 3%, tanpa aerasi KTT = Reaktor kontrol (tanpa biakan alga), tanpa aerasi (b) Gambar 2 Efisiensi Reduksi Konsentrasi COD pada Reaktor dengan Penggunaan Aerasi (a) dan Tanpa Penggunaan Aerasi (b) Berdasarkan Gambar 2 di atas terlihat bahwa peningkatan efisiensi nilai konsentrasi COD terjadi pada semua reaktor, baik pada penggunaan aerasi maupun tanpa penggunaan aerasi. Penurunan konsentrasi COD yang terjadi pada semua reaktor menunjukkan kinerja mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi COD dalam air boezem. Walaupun nilai 6
7 penurunan yang terjadi pada masing-masing reaktor berbeda satu dengan lainnya. Hal ini dikarenakan perbedaan kinerja mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik yang terkandung dalam masing-masing reaktor. Penurunan nilai COD ini terjadi karena proses oksidasi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Adanya simbiosis antara alga dan bakteri pada media, bakteri heterotrof dalam proses metabolismenya mengubah unsur-unsur dalam limbah menjadi bahan organik yang kemudian diserap oleh alga dalam proses fotosintesis dengan produknya yang berupa air, energi, dan oksigen. Penurunan tersebut tetap dapat berlangsung karena terjadi proses metabolisme oleh mikroorganisme dalam mengolah limbah serta dari pencampuran udara bebas. Penurunan konsentrasi bahan organik juga terjadi karena digunakan sebagai sumber nutrien untuk pertumbuhan oleh mikroorganisme. Untuk reaktor dengan penggunaan sistem aerasi, efisiensi penurunan konsentrasi COD terbesar terjadi pada 3TA. Kondisi optimum ketiga reaktor dicapai pada hari ke-13. Pada kondisi optimum, 3TA mampu menurunkan konsentrasi COD sehingga 83,94 ± 3,1%. Sedangkan efisiensi terkecil terjadi pada TA yaitu 62,3 ± 5,72%. Sementara itu, efisiensi penyisihan pada kondisi optimum pada 1TA yaitu 7,63 ± 3,93%. Selisih efisiensi penyisihan COD antara TA dan 3TA adalah sebesar 21,64%. Sedangkan efisiensi penyisihan COD antara TA dan 1TA adalah sebesar 8,33%. Dari data tersebut, diketahui bahwa penurunan konsentrasi COD dengan penambahan unsur K baik 1% (1TA) maupun 3% (3TA) mempunyai nilai yang lebih besar daripada tanpa penambahan unsur K (TA). Hal ini terjadi karena pada reaktor dengan penambahan unsur K terjadi kebutuhan nutrien yang cukup bagi pertumbuhan simbiosis alga-bakteri sehingga terjadi proses penyerapan nutrien maupun unsur hara (ion-ion hasil penguraian) oleh kinerja mikroorganisme tersebut. Jadi penguraian bahan organik yang lebih cepat daripada tanpa penambahan unsur K. Sementara itu, penurunan konsentrasi COD juga terjadi pada KTA meskipun efisiensi penurunannya mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan ketiga reaktor uji, yaitu 45,1 ± 3,7% (pada hari ke-13). Sedangkan pada reaktor tanpa penggunaan sistem aerasi, efisiensi penyisihan COD tertinggi pada masing-masing reaktor adalah untuk TT mencapai 53,6 ± 4,81% pada hari ke- 2. Sedangkan pada 1TT efisien penyisihan yang terjadi sebesar 59,45 ± 3,21% pada hari ke- 17, untuk 3TT efisien penyisihan COD sebesar 71,2 ± 2,93% pada hari ke-17. Sementara itu, pada KTT mempunyai efisiensi penyisihan konsentrasi COD sebesar 33,75 ± 2% pada hari ke-17 penelitian. Penurunan COD pada KTT disebabkan oleh penguraian dan penyerapan bahan-bahan organik oleh bakteri saja. Pada akhir penelitian (hari ke-2), beberapa biota uji yang pada penelitian ini adalah biakan alga dan juga bakteri. Hal ini juga terlihat dari nilai konsentrasi COD dari beberapa reaktor yang mengalami kenaikan kembali, yaitu pada kedua reaktor uji dengan penambahan unsur K baik 1TT maupun 3TT. Pada 1TT nilai konsentrasi COD meningkat sebesar 45,1 ± 1,33 mg/l (dimana nilai konsentrasi COD sebelumnya sebesar 44,61 ± 5,94 mg/l) dan juga pada 3TT nilai konsentrasi COD meningkat sebesar 35,85 ± 7,25 mg/l (dimana nilai konsentrasi COD sebelumnya sebesar 31,96 ± 4,72 mg/l). Kematian pada mikroorganisme disebabkan semakin berkurangnya nutrien dalam media dan adanya pengaruh dari kandungan senyawa kompleks yang sudah tidak dapat diuraikan, sehingga mikroorganisme tidak mampu lagi untuk melakukan proses penyisihan air limbah. Kematian mikroorganisme inilah yang mengakibatkan zat-zat organik yang telah terserap sebelumnya menjadi terlepas kembali, serta adanya mikroorganisme yang telah mati tersebut juga menambah kandungan bahan organik dalam reaktor sehingga nilai konsentrasi COD menjadi meningkat. Jika dibandingkan antara reaktor tanpa penggunaan aerasi dan dengan aerasi, masingmasing reaktor tersebut tidak menampakkan perbedaan yang jauh berbeda dalam menurunkan konsentrasi COD di dalam air boezem. Namun, reaktor dengan penggunaan aerasi dapat menurunkan konsentrasi COD lebih besar dan cepat daripada reaktor tanpa penggunaan 7
8 aerasi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penggunaan aerasi dapat mempengaruhi proses penyisihan konsentrasi COD dalam air boezem. Dengan penggunaan aerasi, maka persediaan oksigen terlarut di dalam air boezem akan semakin bertambah, sehingga cukup membantu mikroorganisme aerob yang bekerja untuk menguraikan polutan organik yang terdapat dalam air boezem. Pada dasarnya, proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme membutuhkan adanya nutrien dan oksigen terlarut yang cukup dalam reaktor. Selain itu, dengan penggunaan aerasi juga dapat mempercepat penyisihan kandungan COD dalam air boezem, hal ini disebabkan partikel-partikel dari senyawa kompleks yang terdapat dalam polutan organik air boezem akan saling bertumbukan dan terpecah ikatannya serta menghasilkan senyawa sederhana yang lebih mudah untuk diserap oleh alga. Di dalam reaktor, alga tidak dapat menyerap senyawa kompleks dengan mudah, mikroorganisme yang akan menguraikan senyawa air boezem dan menyerap sebagian ion hasil dari penguraian mikroorganisme. Untuk memudahkan penyisihan konsentrasi COD oleh alga, maka senyawa kompleks air bozem perlu diuraikan terlebih dahulu. Adanya aerasi akan memperbesar energi penguraian (pemecahan) ikatan senyawa kompleks tersebut, sehingga proses penyisihan konsentrasi COD akan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan penyisihan COD tanpa penggunaan sistem aerasi. Konsentrasi MLVSS MLVSS jumlah zat organik dalam mikroorganisme yang dilakukan dengan pengukuran jumlah padatan yang teruapkan. Hasil analisis nilai konsentrasi MLVSS disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 3. MLVSS (mg/l) MLVSS (mg/l) TA 1TA 3TA KTA TT 1TT 3TT KTT (a) Keterangan : TA = Tanpa penambahan kalium %, aerasi 1TA = Penambahan kalium 1%, aerasi 3TA = Penambahan kalium 3%, aerasi KTA = Reaktor kontrol (tanpa biakan alga, aerasi TT = Tanpa penambahan kalium %, tanpa aerasi 1TT = Penambahan kalium 1%, tanpa aerasi 3TT = Penambahan kalium 3%, tanpa aerasi KTT = Reaktor kontrol (tanpa biakan alga), tanpa aerasi (b) Gambar 3 Konsentrasi MLVSS pada Reaktor dengan Penggunaan Aerasi (a) dan Tanpa Penggunaan Aerasi (b) 8
9 Dari grafik pada Gambar 3 di atas, dapat diketahui bahwa konsentrasi MLVSS pada semua reaktor berubah tiap hari sampling selama berlangsungnya penelitian. Pada awal penelitian, ini terjadi fase adaptasi, dimana fase ini menunjukkan bahwa mikroorganisme melakukan proses aklimatisasi terhadap lingkungan barunya sebelum pembelahan sel dan produksi biomassa terjadi secara signifikan. Sehingga pada awal penelitian konsentrasi MLVSS meningkat secara teratur dan perlahan. Selanjutnya pada hari ke-4 penelitian sampai hari ke-11 untuk semua reaktor mengalami peningkatan konsentrasi MLVSS. Fase ini disebut dengan fase eksponensial, dimana selama fase ini sel bakteri melipatgandakan diri pada laju maksimumnya, asalkan tidak ada keterbatasan substrat atau nutrien. Dengan substrat dan nutrien yang tidak terbatas, faktor yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan eksponensial hanyalah temperatur. Fase ini disebut dengan fase eksponensial, dimana selama fase ini sel bakteri melipatgandakan diri pada laju maksimumnya, asalkan tidak ada keterbatasan substrat atau nutrien. Dengan substrat dan nutrien yang tidak terbatas, faktor yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan eksponensial hanyalah temperatur. Tahap akhir pada pola pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase stasioner, dimana laju pertumbuhan sama dengan laju kematian pada semua reaktor. Fase stasioner ini terjadi dikarenakan pada fase ini terdapat jumlah mikroorganisme berkurang karena jumlah pertumbuhan lebih kecil dari jumlah kematian mikroorganisme. Kematian mikroorganisme ini diakibatkan selain karena nutrisi yang semakin berkurang untuk mikroorganisme juga disebabkan karena adanya polutan organik sehingga mikroorgansime telah berada pada masa jenuh. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme menjadi terganggu dan dapat mengakibatkan kematian. Pada reaktor dengan penggunaan sistem aerasi, pencapaian kondisi optimum pada masing-masing reaktor sebagai berikut. Konsentrasi MLVSS mencapai 45 ± 27,27 mg/l pada hari ke-9 pada TA. Sedangkan 1TA konsentrasi MLVSS terbesar mencapai 514 ± 28,3 mg/l pada hari ke-6 dan mencapai konsentrasi MLVSS sebesar 575 ± 36,77 mg/l pada 3TA. Sedangkan pada KTA, konsentrasi MLVSS terbesar yaitu 88 ± 15,3 mg/l pada hari ke-9 penelitian. Sedangkan pada akhir penelitian konsentrasi MLVSS pada TA, 1TA, 3TA dan KTA berturut-turut adalah 75 ± 28,28 mg/l; 9 ± 19,4 mg/l; 13 ± 25,4 mg/l; dan 55 ± 11,2 mg/l. Jika dibandingkan antara ketiga reaktor, 1TA dan 3TA mempunyai waktu yang lebih singkat untuk mencapai konsentrasi MLVSS terbesar daripada TA, yaitu pada hari ke-6. Hal ini dikarenakan pada 1TA dan 3TA terdapat penambahan unsur K sebanyak 1% dan 3% dari total unsur K pada BBM. Sedangkan tanpa penambahan unsur K (TA), pencapaian konsentrasi MLVSS terbesar mempunyai selisih tiga hari bila dibandingkan dengan penambahan unsur K baik pada 1TA maupun 3TA, yaitu pada hari ke-9. Hal ini disebabkan unsur K dapat mempercepat kinerja simbiosis alga-bakteri, sehingga konsentrasi MLVSS yang dihasilkan lebih besar. Oleh karena itu, penambahan unsur K pada air boezem memberikan pengaruh terhadap konsentrasi MLVSS. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan two-way anova, diperoleh variasi waktu dan penambahan unsur kalium pada reaktor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai konsentrasi MLVSS (p value<,5). Sedangkan pada reaktor tanpa penggunaan sistem aerasi, konsentrasi MLVSS pada semua reaktor uji yaitu TT, 1TT, dan 3TT pada awal penelitian (hari ke-) yaitu 88 ± 5 mg/l. Sedangkan pada reaktor kontrol (tanpa biakan alga) yaitu pada KTT, konsentrasi awal MLVSS adalah 48 ± 8,49 mg/l. Pada awal penelitian ini terjadi fase adaptasi, dimana fase ini menunjukkan bahwa mikroorganisme melakukan proses aklimatisasi terhadap lingkungan barunya sebelum pembelahan sel dan produksi biomassa terjadi secara signifikan. Hal ini terbukti dengan konsentrasi MLVSS pada awal penelitian yang mempunyai nilai tidak berbeda jauh. Selanjutnya fase eksponensial atau percepatan pertumbuhan terjadi pada hari ke-4, 6, 9, dan 11 penelitian untuk TT. Dengan konsentrasi MLVSS mencapai 28 ± 13,14 mg/l pada hari ke-9. Sedangkan 1TT dan 3TT mempunyai tren peningkatan konsentrasi 9
10 MLVSS sama dengan TT yaitu fase eksponensial terjadi pada range waktu antara hari ke-4 sampai dengan hari ke-11. Untuk 1TT, konsentrasi MLVSS terbesar mencapai 32 ± 16,97 mg/l pada hari ke-6 dan mencapai konsentrasi MLVSS sebesar 42 ± 9,8 mg/l pada 3TT. Sedangkan pada KTT, konsentrasi MLVSS terbesar yaitu 7 ± 8,49 mg/l pada hari ke-9 penelitian. Konsentrasi MLVSS pada akhir penelitian pada TT, 1TT, dan 3TT masingmasing adalah 25 ± 7,7 mg/l, 4 ± 8,28 mg/l, dan 68 ± 13,34 mg/l. Sedangkan konsentrasi MLVSS pada hari ke-2 penelitian pada KTT adalah 32 ± 19,8 mg/l. Jika dibandingkan antara ketiga reaktor, 1TT dan 3TT mempunyai waktu yang lebih singkat untuk mencapai konsentrasi MLVSS terbesar daripada TT, yaitu pada hari ke-6. Hal ini dikarenakan pada 1TT dan 3TT terdapat penambahan unsur K sebanyak 1% dan 3% dari total unsur K pada BBM. Sedangkan tanpa penambahan unsur K (TT), pencapaian konsentrasi MLVSS terbesar mempunyai selisih tiga hari bila dibandingkan dengan penambahan unsur K baik pada 1TT maupun 3TT, yaitu pada hari ke-9. Hal ini disebabkan unsur K dapat mempercepat kinerja simbiosis alga-bakteri, sehingga konsentrasi MLVSS yang dihasilkan lebih besar. Oleh karena itu, penambahan unsur K pada air boezem memberikan pengaruh terhadap konsentrasi MLVSS. Nilai ph, Temperatur, dan Oksigen Terlarut Selama penelitian berlangsung diketahui bahwa nilai ph relatif berfluktuatif tetapi cenderung mengalami kenaikan pada akhir penelitian (hari ke-2). Pada reaktor dengan penggunaan aerasi yaitu TA, 1TA, 3TA, dan KTA mempunyai nilai ph rerata selama berlangsungnya penelitian berturut-turut adalah 7,67 ±,47; 7,55 ±,42; 7,4 ±,42; dan 7,5 ±,52. Sedangkan pada reaktor tanpa penggunaan aerasi, nilai ph rerata yaitu 7,46 ±,35; 7,25 ±,37; 7,2 ±,47; dan 7,5 ±,45 untuk TT, 1TT, 3TT, dan KTT. Kisaran nilai ph selama penelitian cenderung berada pada ph netral, umumnya mikroorganisme tumbuh pada ph sekitar 6 sampai 8. Temperatur rerata pada TA, 1TA, 3TA, dan KTA berturut-turut adalah 29,67 ±,75 C; 29,89 ±,71 C; 29,62 ±,75 C; dan 29,39 ±,94 C. Sedangkan pada TT, 1TT, 3TT, dan KTT mempunyai nilai temperatur rerata masing-masing adalah 29,83 ±,69 C; 29,62 ±,78 C; 29,57 ±,76 C; dan 29,39 ±,94 C. Fluktuasi temperatur yang terjadi berada pada kisaran temperatur mesofilik yaitu antara 25 C sampai 4 C. Mayoritas proses pemulihan lahan yang dilakukan secara biologis berada di dalam kondisi temperatur mesofilik. Nilai tersebut juga masih dalam kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan mikroalga yaitu berkisar antara C. Hal ini menunjukkan bahwa temperatur di dalam reaktor sesuai dengan temperatur yang diinginkan dalam proses biodegradasi. Nilai konsentrasi DO rerata pada reaktor TA, 1TA, 3TA, dan KTA masing-masing adalah 5,7 ±,9 mg/l; 5,82 ±,1 mg/l; 5,9 ± mg/l; dan 2,1 ±,28 mg/l. Sedangkan mempunyai nilai 4,1 ±,43 mg/l; 4,5 ±,36 mg/l; 4,2 ±,18 mg/l; dan 2,12 ±,72 mg/l untuk TT, 1TT, 3TT, dan KTA. Dengan nilai konsentrasi DO tersebut, mikroorganisme aerobik yaitu kelompok mikroorganisme yang memerlukan O 2 dapat melangsungkan respirasi seluler. 4. KESIMPULAN Reaktor yang digunakan untuk mengkaji efektivitas kinerja simbiosis alga-bakteri dalam menguraikan polutan organik mempunyai efisiensi yang berbeda ketika dilakukan aerasi dan tanpa aerasi dengan hasil efisiensi reduksi konsentrasi COD mencapai 83,94% menggunakan aerasi dan tanpa penggunaan aerasi efisiensinya sebesar 71,2%. Penambahan unsur K mempengaruhi efektivitas reduksi konsentrasi COD dalam hal tingkat efisiensi reduksi dan kecepatan waktu pencapaian kondisi optimum tersebut. Dalam hal ini efisiensi reduksi konsentrasi COD pada penambahan unsur K 3% dari total unsur K 1
11 pada BBM 21,64% lebih efektif daripada tanpa penambahan unsur K (83,94% : 62,3%) dengan pencapaian waktu lebih singkat daripada reaktor tanpa penambahan unsur K yaitu pada hari ke-11. Ucapan terima kasih Ucapan kepada Prof. Ir. Joni Hermana, MscES dan Ir. Agus Slamet, MSc. selaku dosen pembimbing telah membimbing dan memotivasi hingga terselesainya penelitian ini. Daftar Pustaka Aslan S., and Kapdan I. K., Batch Kinetics of Nitrogen and Phosphorus Removal From Synthetic Wastewater By Alga, Ecological Engineering, Vol. 28, pp Eaton Andrew D., Clesceri Lenore S., and Greenberg Arnold E., Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater, 21 th edition, American Public Health Association, Washington. 25. Godos I., Blanco S., Encina P. A., Becares E. and Muñoz, R., Influence of flue gas sparging on the performance of high rate algae ponds treating agro-industrial wastewaters, Journal of Hazardous Materials, Vol. 179, pp Kim M. K., Park J. W., Park C. D., Kim S. J., Jeune K. H., Chang M. U. and Acreman J., Enhanced production of Scenedesmus spp. (green microalgae) using a new medium containing fermented swine wastewater, Bioresource Technology, Vol. 98, pp Lim S., Chu W., and Phang S., Use of Chlorella vulgaris for bioremediation of textile wastewater, Bioresource Technology, Vol. 11, pp Othman M., S., and Lim E., C., Eutrophic Condition at Tasik Chini, Pahang, Sains Malaysiana Journal, Vol. 35, No. 2, pp Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 24, Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Surabaya. Makmur M., (28), Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Alga (Blooming Algae) di Lingkungan Perairan Laut, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI, ISSN , pp Nielsen P. L., Andresen L. C., Michelsen A., Schmidt I., K., and Kongstad J., Seasonal Variations and Effects Of Nutrient Applications On N and P and Microbial Biomass Under Two Temperate Heathland Plants, Applied Soil Ecology, Vol. 42, pp Travieso L., Benítez F., Sáncheza E., Borja R., Martín A., and Colmenarejo M. F., Batch mixed culture of Chlorella vulgaris using settled and diluted piggery waste, Ecological Engineering, Vol. 28, pp
KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA
Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciEfek Aerasi dan Konsentrasi Substrat pada Laju Pertumbuhan Alga Menggunakan Sistem Bioreaktor Proses Batch
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Efek Aerasi dan Konsentrasi Substrat pada Laju Pertumbuhan Alga Menggunakan Sistem Bioreaktor Proses Batch Anshah Silmi Afifah
Lebih terperinciPENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN
SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN Oleh: AULIA ULFAH FARAHDIBA 3307 100
Lebih terperinciEFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH
TUGAS AKHIR RE091324 EFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH ANSHAH SILMI AFIFAH NRP. 3309100075 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. Joni Hermana,
Lebih terperinciPengaruh Konsentrasi Nutrien dan Konsentrasi Bakteri Pada Prosduksi Alga Dalam Sistem Bioreaktor Proses Batch
TUGAS AKHIR RE091324 Ujian Tugas Akhir Pengaruh Konsentrasi Nutrien dan Konsentrasi Bakteri Pada Prosduksi Alga Dalam Sistem Bioreaktor Proses Batch Oleh: Minarti Oktafiani NRP. 3309 100 026 Dosen Pembimbing:
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperinciSTUDI KEMAMPUAN SPIRULINA SP. UNTUK MENURUNKAN KADAR NITROGEN DAN FOSFAT DALAM AIR BOEZEM PADA SISTEM HIGH RATE ALGAL REACTOR (HRAR)
STUDI KEMAMPUAN SPIRULINA SP. UNTUK MENURUNKAN KADAR NITROGEN DAN FOSFAT DALAM AIR BOEZEM PADA SISTEM HIGH RATE ALGAL REACTOR (HRAR) Zhahrina Ratih Zumarah 3308100062 Dosen Pembimbing: Ir. Mas Agus Mardyanto,
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) D-98
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-98 Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Laju Pertumbuhan Alga dan Bakteri Heterotropik pada Sistem HRAR Wahyu Dian Septiani,
Lebih terperinciOXIDATION DITCH ALGA REACTOR DALAM PEGOLAHAN ZAT ORGANIK LIMBAH GREY WATER
OXIDATION DITCH ALGA REACTOR DALAM PEGOLAHAN ZAT ORGANIK LIMBAH GREY WATER Rafika Rahma Ardhiani Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia E-mail : rafikarahmaa@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah
Lebih terperinciDosen Pembimbing: Ir. Mas Agus Mardyanto, ME., PhD
TUGAS AKHIR Studi Kemampuan Spirulina sp. Dalam Membantu Mikroorganisme Menurunkan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Air Boezem Dengan High Rate Alga Reactor (HRAR) Oleh: Gwendolyn Sharon Weley Dosen Pembimbing:
Lebih terperinciEffect of Aeration and Natural Light in Capability of High Rate Algae Reactor (HRAR) for Organic Matter Removal of Domestic Urban Wastewater
PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN BAHAN ORGANIK LIMBAH DOMESTIK PERKOTAAN Effect of Aeration and Natural Light in Capability of High Rate
Lebih terperinciSTUDI KEMAMPUAN Spirulina Sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR NITROGEN DAN FOSFAT DALAM AIR BOEZEM PADA SISTEM HIGH RATE ALGAL REACTOR (HRAR)
SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX - 2012 STUDI KEMAMPUAN Spirulina Sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR NITROGEN DAN FOSFAT DALAM AIR BOEZEM PADA SISTEM HIGH RATE ALGAL REACTOR (HRAR) STUDY ON
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciEfek Durasi Pencahayaan pada Sistem HRAR untuk Menurunkan Kandungan Minyak Solar dalam Air Limbah
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-109 Efek Durasi Pencahayaan pada Sistem HRAR untuk Menurunkan Kandungan Minyak Solar dalam Air Limbah Dian Puspitasari, Agus
Lebih terperinciSTUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU.
STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU. OLEH : Angga Christian Hananta 3306.100.047 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Ir. Joni Hermana,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan
Lebih terperinciPENGARUH COD, Fe, DAN NH 3 DALAM AIR LINDI LPA AIR DINGIN KOTA PADANG TERHADAP NILAI LC50
Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9 (1) : 44-49 (Januari 2012) ISSN 1829-6084 PENGARUH COD, Fe, DAN NH 3 DALAM AIR LINDI LPA AIR DINGIN KOTA PADANG TERHADAP NILAI LC50 EFFECT OF COD, Fe, AND NH 3 IN LEACHATE
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 1.1. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan dua jenis air limbah greywater. Penelitian pertama menggunakan air limbah greywater yang diambil dari
Lebih terperinciSEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS
SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.
Lebih terperinciA. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan
Lebih terperinciPENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB
PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB Winardi Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura, Pontianak Email: win@pplh-untan.or.id ABSTRAK Reaktor batch
Lebih terperinciMukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang
OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KOEFISIEN BIODEGRADASI AIR LIMBAH DOMESTIK INFLUEN BOEZEM MOROKREMBANGAN DETERMINATION OF BIODEGRADATION COEFFICIENT OF INFLUENT
STUDI PENENTUAN KOEFISIEN BIODEGRADASI AIR LIMBAH DOMESTIK INFLUEN BOEZEM MOROKREMBANGAN DETERMINATION OF BIODEGRADATION COEFFICIENT OF DOMESTIC WASTEWATER IN MOROKREMBANGAN BOEZEM INFLUENT RATNA GUMILANG
Lebih terperinciMODUL 3 DASAR-DASAR BPAL
PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (RE091322) Semester Ganjil 2010-2011 MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL Joni Hermana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Kampus Sukolilo, Surabaya 60111 Email: hermana@its.ac.id
Lebih terperinciPENGARUH SPECIES Clorella DALAM MENETRALISIR LIMBAH CAIR KARET
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 4-426 PENGARUH SPECIES Clorella DALAM MENETRALISIR LIMBAH CAIR KARET Oleh : Sriharti UPT Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI Jl.
Lebih terperinciPENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER
PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang
Lebih terperinciEFEK AERASI TERHADAP DOMINASI MIKROBA DALAM SISTEM HIGH RATE ALGAE POND (HRAP) UNTUK PENGOLAHAN AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN
EFEK AERASI TERHADAP DOMINASI MIKROBA DALAM SISTEM HIGH RATE ALGAE POND (HRAP) UNTUK PENGOLAHAN AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN AERATION EFFECT ON THE DOMINANCE OF MIKROBES IN THE HIGH RATE ALGAE POND (HRAP)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis
IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi
Lebih terperinciBab IV Data dan Hasil Pembahasan
Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak
Lebih terperinciPERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK
PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembibitan (Seeding) Lumpur Aktif Pembibitan (seeding) lumpur aktif dilakukan dengan mengambil sedimen lumpur dari tiga sumber (lokasi). Sumber lumpur pertama adalah IPAL Suwung Denpasar
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinciMETODE Persiapan tempat
Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair (Tilapia missambicus) Acute Toxicity Test At the Car Wash Waste Towards Tilapia Shabrina Raedy Adlina 1), Didik Bambang
Lebih terperinciBAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK
BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON
BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON 177 Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture),
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
34 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisa Kualitas Air Seperti yang di jelaskan di bab bab sebelumnya bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran penuruan kadar yang terkandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu
Lebih terperinci[Type text] BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah cair merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tata kota. Mengingat limbah mengandung banyak zatzat pencemar yang merugikan bahkan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN
EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya
Lebih terperinciSistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)
Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih
Lebih terperinciUJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 4 ISSN : 1411-4216 UJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK Henny Ambar, Sumarno, Danny Sutrisnanto Jurusan Magister
Lebih terperinciPENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Beauty S. D. Dewanti (239113) Pembimbing: Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS dan Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng Laboratorium
Lebih terperinciBAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014.
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah BOD 5.1.1. Parameter BOD Analisa terhadap nilai BOD pada instalasi pengolahan air limbah pada tahun 2007-2014 dilakukan dengan menganalisa
Lebih terperinciFaktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,
Lebih terperincipenambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL
63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif
Lebih terperinciKeywords : Anaerobic process, biogas, tofu wastewater, cow dung, inoculum
Pengaruh Rasio Pencampuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi Terhadap Proses Anaerob Hadi Purnama Putra 1), David Andrio 2), Shinta Elystia 2) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2) Dosen Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini pesatnya perkembangan industri di berbagai daerah di tanah air
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pesatnya perkembangan industri di berbagai daerah di tanah air memberikan dampak bagi lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman
Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hidup PP no 82 tahun 2001 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup PP no 82 tahun 2001 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi
Lebih terperinciPenyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Sagu Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Pada Kondisi Start-up
PROSIDING SNTK TOPI 212 ISSN. 197-5 Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Sagu Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Pada Kondisi Start-up Taufiq Ul Fadhli, Adrianto Ahmad, Yelmida Laboratorium Rekayasa
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan
Lebih terperinciPENGARUH COD DAN SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRI TERHADAP NILAI LC50 EFFECT OF COD AND SURFACTANT IN LAUNDRY LIQUID WASTE ON LC50 VALUE
Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9 (1) :110-114 (Juli 2012) ISSN 1829-6084 PENGARUH COD DAN SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRI TERHADAP NILAI LC50 EFFECT OF COD AND SURFACTANT IN LAUNDRY LIQUID WASTE ON
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,
Lebih terperinciKAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN BAKTERI TERHADAP KINERJA HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK
KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN BAKTERI TERHADAP KINERJA HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK Ratna Gumilang 1 ) dan Joni Hermana 2) 1) Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi
Lebih terperinciProgram Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK
Efektivitas Eceng Gondok Terhadap Penurunan Kadar COD dan BOD pada Limbah Cair Industri Kembang Gula Lunak Mega Masittha, Dra. Ani Iryani, M.Si dan Farida Nuraeni, M.Si. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika
Lebih terperinciPENGOLAHAN AIR LIMBAH KADAR GARAM TINGGI DENGAN SISTEM LUMPUR AKTIF
Pengolahan Air Limbah Kadar Garam Tinggi dengan Sistem Lumpur Aktif... (Nanik Indah S, dkk) PENGOLAHAN AIR LIMBAH KADAR GARAM TINGGI DENGAN SISTEM LUMPUR AKTIF THE TREATMENT OF HIGH SALINITY WASTE WATER
Lebih terperinciOleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.
SIDANG SKRIPSI Peran Mikroorganisme Azotobacter chroococcum, Pseudomonas putida, dan Aspergillus niger pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Industri Pengolahan Susu Oleh: Fitrilia Hajar Pambudi Khalimatus
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara
Lebih terperinciPengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-35 Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik Laily Zoraya Zahra, dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik
Lebih terperinciStudi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih
F207 Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih Carissa Y. Ekadewi dan Wahyono Hadi Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian,
Lebih terperinciTUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF
TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS KIMIA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO TAHUN
ANALISIS KUALITAS KIMIA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO TAHUN 2016 Selomita Lamato*, Odi Pinontoan*, Woodford Baren Solaiman Joseph* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan
BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan menggunakan gabungan metode elektrokoagulasi dan EAPR. Parameter yang digunakan yaitu logam berat Pb, Cu, COD dan ph.
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS
6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan
Lebih terperinciPENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan
Lebih terperinciPENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)
PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) Irawan Widi Pradipta*), Syafrudin**), Winardi Dwi Nugraha**)
Lebih terperinciPengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi, Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif
D18 Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan, Pengendapan, dan Zeolit-Arang Afiya Asadiya dan Nieke Karnaningroem Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian, Institut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini dibeberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.
Lebih terperinciSKRIPSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC)
SKRIPSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) oleh : DODDY OCTNIAWAN NPM 0752010015 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
Lebih terperinciKAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH
Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari
Lebih terperinciIma Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ini diberikan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena pada penelitian ini diberikan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan adanya kontrol
Lebih terperinciKombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi
Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan
17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pembuatan tahu dalam setiap tahapan prosesnya menggunakan air dengan jumlah yang relatif banyak. Artinya proses akhir dari pembuatan tahu selain memproduksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak
Lebih terperinci