PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI EFFLUERAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N DENGAN APPENDICITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI EFFLUERAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N DENGAN APPENDICITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO"

Transkripsi

1 PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI EFFLUERAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N DENGAN APPENDICITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO Disusun Oleh : RADETYA PRIMA PERDANA P PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012/2015 i

2 PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI EFFLUERAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N DENGAN APPENDICITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan Disusun Oleh : RADETYA PRIMA PERDANA P PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012/2015 i

3 ii

4 iii

5 iv

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Pemberian Tehnik Relaksasi Effleurage Terhadap Penurunan Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny. N dengan Apendicitis di Ruang Flamboyan RSUD Sukoharjo. Dalam Penyusunan Karya Tulis ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. Sekaligus dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Sekaligus dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. v

7 3. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 5. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 6. Teman-teman Mahasiswa Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, Penulis vi

8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penulisan... 3 C. Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apendiksitis... 5 B. Konsep Asuhan Keperawatan C. Nyeri D. Effleurage E. Relaksasi BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Aplikasi Riset B. Tempat danwaktu C. Media dan Alat yang digunakan D. ProsedurTindakan E. Alat Ukur BAB IV LAPORAN KASUS A. Pengkajian B. Perumusan Masalah vii

9 C. Prioritas Diagnosa Keperawatan D. Intervensi Keperawatan E. Implementasi Keperawatan F. Evaluasi Keperawatan BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian B. Diagnosa Keperawatan C. Intervensi D. Implementasi E. Evaluasi BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP viii

10 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Prosedur tindakan Tabel 3.2 Alat ukur ix

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skala analog visual Gambar 2.2Skala numerik Gambar 2.3 Skala deskriptif Gambar 2.4Kerangka teori Gambar 2.5Kerangka konsep Gambar 4.1 Genogram x

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Log Book Lampiran 2 Format Pendelegasian Pasien Lampiran 3 Asuhan Keperawatan Lampiran 4 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 5 Jurnal Pendukung Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup xi

13 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Appendicitis adalah peradangan mendadak atau pembengkakan usus buntu (vermiformis apendiks). Sekitar setengah dari semua apendisitis gejalanya adalah sakit rongga perut yang tiba-tiba (disebut abdomen akut) disertai mual, muntah, diare atau konstipasi (Sundaru, 2005). Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pencernaan masih menduduki peringkat pertama yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit appendicitis merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pencernaan. Appendicitis merupakan penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu (Sundaru, 2005). Insiden penyakit appendicitis dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien, jenis kelamin, makanan, lingkungan dan faktor daya tahan tubuh. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6-9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dihancurkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendicitis (radang pada apendiks) (Smeltzer & Bare, 2002). 1

14 2 Salah satu pengobatan yang dilakukan untuk kasus apendicitis adalah dengan melakukan tindakan operasi pengangkatan apendiks atau appendictomy, dilakukanya pembedahan akan menimbulkan luka sayatan yang dapat menyebabkan rasa nyeri pasca pembedahan appendictomy. Nyeri adalah sensasi yang penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan, bau, rasa, sentuhan, dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik. Provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, atau menderita (Lyrawati, 2009). Pengelolaan manajemen nyeri dapat dilakukan dengan berbagai tehnik antara lain yaitu teknik hipnotis, distraksi, imajinasi terbimbing dan tehnik relaksasi effluerage. Tehnik relaksasi effluerage merupakan tehnik relaksasi dengan melakukan masase daerah sekitar fokus nyeri yang terjadi sehingga otot-otot sekitar menjadi relaksasi. Apabila otot rileks maka kita menempatkan tubuh pada posisi sebaliknya. Otot tidak tegang, tubuh dalam keadaan seimbang, dan keringat berhenti bercucuran (Potter & Perry, 2006). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Sukoharjo ruang flamboyan, penulis memperoleh data hasil wawancara dengan salah satu perawat bahwa kasus apendiksitis selama sejumlah 129 kejadian. Tetapi teori tentang tehnik relaksasi effleurage ini belum diterapkan oleh rumah sakit. Berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertarik melakukan pengelolaan kasus nyeri pada pasien post op dengan menerapkan intervensi tindakan terapi effluerage sebagai bentuk aplikasi riset yang kemudian di

15 3 tuangkan dalam bentuk karya tuis ilmiah dengan judul pengaruh tehnik relaksasi effluerage terhadap penurunan nyerri pada pasien post appendictomy. B. Tujuan penulisan. 1. Tujuan umum Untuk mengaplikasikan tehnik relaksasi effleurage terhadap penurunan nyeri pada pasien Ny. N dengan appendicsitis 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan appendicitis. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan appendicitis. c. Penulis mampu merumuskan rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan appendicitis. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan appendicitis. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan appendicitis. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian tehnik relaksasi effleurage terhadap penurunan nyeri pada Ny. N dengan appendicitis. C. Manfaat penelitian 1. Bagi pasien Meningkatkan kegiatan menurunkan nyeri secara mandiri melalui pengelolaan managemen nyeri.

16 4 2. Bagi rumah sakit Sebagai bahan acuan untuk menganalisis peranan perawat untuk memberikan tindakan keperawatan kepada pasien pasca operasi melalui pengelolaan managemen nyeri. 3. Bagi profesi Mengembangkan metode pengelolaan nyeri pasca operasi dan meningkatkan kesadaran mengembangkan ilmu keperawatan dengan penelitian.

17 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Tinjauan teori A. Appendicitis 1. Definisi Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Pengosongannya tidak efektif, dan lumenya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (Dan L. Longo, Anthony S. Fauci, 2014). Apendik adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzane, c. 2001). Apendiks adalah peradagan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks yang dilakukan sesegaera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Smeltzer Suzanne, C, 2001). 5

18 6 2. Klasifikasi apendisitis a. Appendicitis akut Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut talah nyeri samar samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Sjamsuhidayat, 2005). b. Appendicitis kronik Diagnosis appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dati 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria makroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5% (Sjamsuhidayat, 2005). c. Appendicitis purulenta (Supurative appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada

19 7 apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin (Sjamsuhidayat, 2005). d. Apendisitis rekurens Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong yang mendorong dilakukan apendiktomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, appendicitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut (Sjamsuhidayat, 2005). 3. Etiologi Appendicitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami appendicitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun (Dan L. Longo, Anthony S. Fauci, 2014). 4. Patofisiologi Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekait (masa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,

20 8 menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus (Dan L. Longo, Anthony S. Fauci, 2014). Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri kanan bawah disebut apendiksitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infeksi dinding apendiks yang diikuti dengan gangren yang disebut apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan appendiks dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya taham tubuh yang menjadi kuarng memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000). 5. Manifestasi Klinis Konstipasi sering mendahului terjadinya divertikulosis sampai beberapa tahun. Tanda-tanda divertikulosis akut adalah iregularitas usus dan intravel diare,nyeri dangkal dan kram pada kuadran kiri bawah abdomen,

21 9 dan demam ringan. Mual dan muntah mungkin dijumpai. Pada inflamasi lokal divertikula berulang, usus besar menyempit pada striktur fibrotik, yang menimbulkan kram, fases berukuran kecil-kecil, dan peningkatan konstipasi. Perdarahan samar dapat terjadi, menimbulkan anemia defisiensi besi. Selain itu, terlihat kelemahan dan keletihan (brunner & suddarth, 2005). Menurut (Muhammad jauhar, 2013) manifestasi klinis sebagai berikut : 1) Nyeri kuadran bawah. 2) Demam ringan. 3) Mual-muntah. 4) Hilangnya nafsu makan. 5) Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney. 6) Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan). 7) Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksimal menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. 8) Distensi abdomen akibat ileus paralitik. 9) Kondisi pasien memburuk. 6. Komplikasi Komplikasi utama appendicitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi

22 10 secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue. Komplikasi utama appendicitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses (Muhammad jauhar, 2013). 7. Penatalaksanaan Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV di berikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomy (pembedahan untuk mengatngkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif (brunner & suddarth, 2005). Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan pembedahan (surgical) 1. Non bedah (non surgical) Penatalaksanaan ini dapat berupa : a. Batasi diet makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari) b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase makanan c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada makanan

23 11 d. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah masalah refluks nonturnal 2. Pembedahan (surgical) Yaitu dengan apendiktomi. Operasi dapat dipersiapkan hal-hal sebagai berikut : Insisi travenal 5 cm atau oblik dibuat diatas titik maksimal nyeri tekan atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan kebocoran intra abdomen dan sepsis. Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi luka sepsis pasca operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat, 2004). 8. Pemeriksaan diagnostik Laboratorium : Terdiri dari pemerikssan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara /ml (leukosit) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. Radiologi : Terdiri dari pemeriksaaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan

24 12 ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum. Jumlah leokosit lebih tinggi dari /mm3, normalnya /mm3. Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75%. Pemberian urine rutin, urinalis normal, tetapi eritrosit atau lekositmungkin ada. Pemeriksaan foto sinar x tidak tampak kelainan yang spesifik. B. Asuhan keperawatan apendisitis 1. Pengkajian a. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register. b. Lingkungan Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik dari pada tinggal dilingkungan yang kotor. c. Riwayat kesehatan dahulu 1) Keluhan utama Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri bersekitar umbilikus 2) Riwayat kesehatan dahulu Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.

25 13 3) Riwayat kesehatan sekarang Sejak kapan keluhan dirasakasn, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dari hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan. d. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi Pada appendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen. 2) Palpasi Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Penekanan perut kiri bawah akan terasa nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign). 3) Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.

26 14 4) Uji psoas dan uji obturator. Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian pada paha kanan di tahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada appendicitis pelvika (Akhyar Yayan, 2008). e. Perubahan Pola Fungsi Data yang diperoleh dalam kasus appendicitis menurut (Doenges, 2005) adalah sebagai berikut : 1) Aktivitas / istirahat Gejala : Malaise. 2) Sirkulasi Tanda : Takikardi 3) Eliminasi Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang).

27 15 Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan atau tidak ada bising usus. 4) Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia Mual / mutah. 5) Nyeri / Kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan teralokasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin. Batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau terlentang dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak. 6) Pernafasan Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal 7) Keamanan Tanda : Demam (biasanya rendah) f. Diagnosa dan Fokus Intervensi 1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan abses ; prosedur invasif infisi bedah.

28 16 KH : Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainase purulen, eritema dan edema. Intervensi : a) Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. rasional : dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses, peritonitis b) Lihat insisi dan balutan. Catatan karakteristik drainase luka/ drein (Bila dimasukan), adanya eritema. rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/ atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. c) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan paripurna. rasional : menurunkan resiko penyebaran infeksi. d) Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien/ orang terdekat. rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas. e) Ambil contoh drainase bila diindikasikan rasional : kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan terapi.

29 17 f) Berikan antibiotik sesuiai indikasi rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah mikroorganisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen. g) Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir. 2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih, pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik, inflamasi peritonium dengan cairan asing. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cairan dan elektrolit menjadi kuat. KH : Kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik,tanda vital stabil dan secara individual keluaran urin adekuat. Intervensi : a) Awasi tekanan darah dan nadi Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume intra vaskuler. b) Lihat membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler. Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

30 18 c) Awasi masukan dan keluaran : catat warna urin/ konsentrasi, berat jenis. Rasional : penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan. d) Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus, Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan oral. e) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. Rasional : menurunkan iritasi gaster/ muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan. f) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindung bibir. Rasional : dehidrasi megakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah. g) Pertahankan penghisapan gaster/ usus. Rasional : selang NGT biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah. h) Berikan cairan IV dan elektrolit. Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan

31 19 volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit. 3) Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi : adanya insisi bedah Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang. KH : Klien melaporkan nyeri berkurang/ hilang, klien rileks, mampu istirahat/ tidur dengan cepat. Intervensi : a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat. Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. b) Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler. Rasional : gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang. c) Dorong dan ajarkan ambulasi dini Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh : merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

32 20 d) Berikan aktivitas hiburan Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. e) Pertahankan puasa/ penghisapan NG pada awal. Rasional : menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/ muntah. f) Berikan analgesik sesuai indikasi. Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain seperti ambulasi, batuk. g) Berikan kantong es pada abdomen Rasional : menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf. Catatan : jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kompresi jaringan. 4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan dengan tidak mengenal sumber informasi dan salah interpretasi informasi. Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komlikasi. KH : berpartisipasi dalam program pengobatan Intervensi : a) Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh : olahraga, seks, latihan menyetir.

33 21 Rasional : memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah. b) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : peningkatan nyeri, edema/ eritema luka, adanya drainase, demam. Rasional : upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius, contohnya : peritonitis, lambatnya proses penyembuhan. c) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik. Rasional : mencegah kelemahan, meningkatan penyembuhan dan perasaan sehat, mempermudah kembali ke aktivitas normal. d) Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/ pengikat. Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan. e) Berikan laksatif/ pelembek fases jika diinginkan dan hindari enema. Rasional : membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah mengejan saat defekasi (Doenges, 2005).

34 22 C. Nyeri 1. Definisi Batasan atau definisi nyeri yang diusulkan oleh the international association for the study pain adalah suatu pengalaman perasan dan emosi yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan sebenarnya ataupun potensial pada suatu jaringan. Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian dari tubuh manusia, yang senantiasa tidak menyenangkan dan keberadaan nyeri dapat memberikan suatu pengalaman rasa (Judha, 2012). Nyeri adalah suatu yang tidak menyenangkan dan disebabkan oleh stimulus spesifik seperti mekanik, ternal, kimia atau elektrik pada ujungujung saraf serta tidak dapat diserahkan kepada orang lain. Nyeri bersifat subjektif dan hanya pasien yang dapat merasakan adanya nyeri. Perawat dapat mengetahui adanya nyeri dari keluhan pasien dan tanda umum atau respon fisiologis tubuh pasien terhadap nyeri. Keluhan dan respon tubuh terhadap nyeri dapat berupa pasien tampak meringis kesakitan, nadi meningkat, berkeringat, nafas cepat, pucat, berteriak, dan tekanan darah meningkat (Lukas, 2004). Nyeri merupakan pegalaman subjektif yang meliputi interaksi kompleks dari fisiologis, psikososial, budaya, dan pengaruh lingkungan. Stimulus nyeri dapat bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang individu. Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional

35 23 yang tidak meyenangkan yang berjaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah terjadi maupun berpotensi terjadi (Judha, 2006). 2. Klasifikasi a. Berdasarkan durasi Berdasarkan durasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013). Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Potter dan Perry, 2005). b. Berdasarkan asal Nyeri diklasifikasikan berdasarkan asalnya dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Hal ini dapat terjadi pada nyeri post operatif dan nyeri kanker.

36 24 Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perier maupun sentral. Nyeri ini bertahan lebih lama dan akan sulit diobati. Pasien akan mengalami nyeri seperti rasa terbakar (Andarmoyo, 2013). c. Berdasarkan Lokasi Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi sebagai berikut (Potter dan Perry, 2006): 1) Superficial atau Kutaneus Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum dan luka potong kecil atau laserasi. 2) Viseral dalam Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Pada nyeri ini menimbulkan rasa tidak menyenangkan, dan berkaitan dengan mual atau gejala-gejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contohnya sensai pukul seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung. 3) Nyeri alih Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri dapat

37 25 terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat dengan berbagai karakteristik. Contohnya nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang dan lengan kiri. 4) Radiasi Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh lain. Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Contohnya nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik. 3. Mekanisme nyeri Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Nyeri akan membantu individu untuk tetap hidup dan melakukan kegiatan secara fungsional. Pada kasus-kasus gangguan sensasi nyeri (misalnya: neuropati akibat diabetes) maka dapat terjadi kerusakan jaringan yang hebat (Brookoff, 2000 dalam Rizaldy, 2007). Nyeri terjadi apabila terdapat adanya rangsangan mekanikal, termal dan kimiawi yang melewati ambang rangsang tertentu. Rangsangan akan terdeteksi oleh nosiseptor yang merupakan ujung saraf bebas.rangsangan akan dibawa sebagai implus saraf melalui saraf A bermielin berkecepatan hantar yang cepat dan bertanggung jawab terhadap nyeri yang cepat, tajam, terlokalisasi serta serabut C yang tidak bermielin berkecapatan

38 26 hantar saraf lambat dan bertanggung jawab atas nyeri ynag tumpul dan tidak terlokalisasi dengan jelas. 4. Respons terhadap nyeri a. Respons fisiologis Menurut Smeltzer, S.C & Bare B.G (2002) dalam Andarmoyo (2013), respons fisiologis harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari nyeri individu. Respons fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan hipotalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus, berat, dalam, dan melibatkan organ-organ dalam maka sistem saraf simpatis akan menghasilkan suatu aksi. Respons stimulasi simpatik contohnya peningkatan frekuensi denyut jantung, dilatasi pupil, dan peningkatan kadar glukosa darah. Sedangkan stimulasi respons parasimpatik contohnya pucat, ketegangan otot, dan penurunan denyut jantung atau tekanan darah (Potter dan Perry, 2006). b. Respons Perilaku Respons perilaku yang ditunjukkan oleh pasien sangat beragam. Meskipun respons perilaku pasien dapat menjadi indikasi pertama

39 27 bahwa ada sesuatu yang tidak beres, respons perilaku seharusnya tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk mengukur nyeri kecuali dalam situasi yang tidak lazim (misal orang tersebut menderita retardasi mental yang sangat berat atau tidak sadar). Respons perilaku nyeri klien dapat dilihat melalui vokalisasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan interaksi sosial (Potter dan Perry, 2006). 5. Faktor faktor yang mempengaruhi respons nyeri Mc. Caffery dan Prasero (1999) dalam Prasetyo (2010), menyatakan bahwa hanya klienlah yang paling mengerti dan memahami tentang nyeri yang ia rasakan. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap nyeri, faktor-faktor tersebut antara lain : a. Usia Usia dapat berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang nyeri. Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya. b. Jenis kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Hanya saja beberapa kebudayaan memengaruhi jenis kelamin dalam memakni nyeri, misal : menganggap bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Potter dan Perry, 2006).

40 28 c. Kebudayaan Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan memengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter dan Perry, 2006). d. Gaya koping Klien seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia mengalami nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung melakukan latihan atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan sebagai upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter dan Perry, 2006) e. Dukungan keluarga sosial Faktor lain yang bermakna memengaruhi respons nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga terdekat atau teman terdekat untuk mendapat dukungan, bantuan dan perlindungan (Potter dan Perry, 2006). 6. Penilaian respons intensitas nyeri Menurut Tamsuri (2007) dalam Khodijah (2011), intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual

41 29 serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Penilaian Intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai berikut : b. Skala analog visual Gambar 2.1 Skala Analog Visual Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) adalah suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau angka (Potter dan Perry, 2006).

42 30 c. Skala numerik Gambar 2.2 Skala Numerik Skala penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Potter dan Perry, 2006). d. Skala deskriptif Gambar 2.3 Skala Deskriptif Keterangan : 0 : tidak ada nyeri. 1-3 : nyeri ringan, secara obyektif klien mampu berkomunikasi dengan baik.

43 : nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang, maupun distraksi. 10 : nyeri sangat berat, klien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, respon memukul. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsian verbal, (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang diarasakan.alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri (Potter dan Perry, 2006).

44 32 7. Penatalaksanaan nyeri Menurut Potter dan Perry (2006), penatalaksanaan nyeri dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu : a. Manajemen farmakologis 1) Analgesik narkotik 2) Analgesik non narkotik b. Manajemen non farmakologis 1) Bimbingan antisipasi 2) Terapi es dan panas/kompres panas dan dingin 3) Distraksi 4) Relaksasi 5) Imajinasi terbimbing 6) Hipnosis 7) Akupuntur 8) Umpan balik biologis 9) Masase/effleurage 10) Kompres Dingin D. Effleurage/ Pemijatan 1. Definisi Masssage atau pemijatan pada abdomen (effleurage) adalah bentuk stimulasi kulit yang digunakan selama proses persalinan dalam menurunkan nyeri secara efektif. Effleurage berasal dari bahasa prancis. Ketika catatan dari Dr. Fernand Lamazes diterjemahkan dari bahasa

45 33 prancis kedalam bahasa inggris, salah satu kata yang baru adalah effleurage (Mons Dragon, 2005). Effleurage adalah tekhnik pemijatan berupa usapan lembut, lambat dan panjang atau tidak putus-putus. Tehnik ini menimbulkan efek relaksasi. Lakukan usapan dengan ringan dan tanpa tekanan kuat, tetapi usahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit. Pijatan effleurage dapat juga dilakukan di punggung. Tujuan utamanya adalah relaksasi (Mons Dragon, 2005). Effleurage adalah suatu gerakan dengan mempergunakan seluruh telapak tangan melekat pada bagian bagian tubuh yang di gosok (Bambang Trisno Wiyoto, 2011). 2. Metode effleurage Langkah-langkah melakukan tehnik ini adalah kedua telapak tangan melakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari abdomen, di mulai dari shimpisis pubis, arah ke samping perut, umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas simphisis pubis (Pilliteri, 1993), bentuk pola gerakannya seperti kupu-kupu. Ulangi gerakan diatas selama 3-5 menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009: 341).

46 34 3. Variasi effleurage Dalam remidial massage, terdapat beberapa macam variasi effleurage, antara lain : a. Gosokan dengan menggunakan telapak tangan dilakukan dengan tekanan yang dangkal (superficial stroking). b. Gosokan dengan mempergunakan pangkal telapak tangan dilakukan dengan tekanan yang dalam. c. Gosokan dengan menggunakan punggung kepalan tangan pada otot-otot yang besar dengan lebar bagian pinggang dan punggung dilakukan dengan tekanan yang dalam. d. Gosokan dengan menggunakan kedua ibu jari (Bambang Trisno Wiyoto, 2011). 4. Efek effleurage Efek terapeutik atau penyembuhan dari effleurage ini antara lain adalah : a. Membantu melancarkan peredaran darah vena dan peredaran getah bening/cairan limfe. b. Membantu memperbaiki proses metabolisme. c. Menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran atau mengurangi kelelahan. d. Membantu penyerapan (absorbsi) odema akibat peradangan. e. Relaksasi dan mengurangi rasa nyeri (Bambang Trisno Wiyoto, 2011).

47 35 E. Relaksasi 1. Definisi Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Relaksasi adalah suatu tindakan pengurangan tekanan mental, fisik, dan emosi melalui suatu aktivitas dengan tujuan tertentu yang dapat menenangkan pikiran dan fisik seseorang (Lowdermilk, D. L. & Perry se. 2004). Relaksasi adalah satu tehnik dalam terapi perilaku yang berguna untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan. Relaksasi merupakan suatu terapi yang diberikan kepada pasien dengan cara menegangkan otot-otot tertentu, kemudian relaksasi (Smeltzer dan Bare, 2002). 2. Metode Berbagai metode relaksasi digunakan untuk menurunkan kecemasan dan ketegangan otot sehingga didapatkan penurunan denyut jantung, penurunan respirasi serta penurunan ketegangan otot. Contoh tindakan relaksasi yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri adalah napas dalam dan relaksasi otot. Berikut prosedur napas dalam dan relaksasi otot yang dapat di ajarkan pada klien : a. Nafas dalam 1) Anjurkan pasien untuk duduk relaks. 2) Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dengan pelan.

48 36 3) Tahan beberapa detik, kemudian lepaskan (tiupkan lewat bibir). Saat menghembuskan udara anjurkan klien untuk merasakan relaksasi. b. Relaksasi Otot 1) Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangan dan mintalah klien merasakan, biarkan ketegangan bebrapa detik. 2) Mintalah klien untuk melepaskan kepalan, dan relaks. 3) Lanjutkanlah tindakan yang sama pada bebrapa otot (lengan, bahu, muka, kaki). 3. Tujuan Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi kecemasan, menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta secara tidak langsung dapat mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan yang berhubungan dengan fisiologis tubuh (Kozier & Olivieri, 1996). Pelatihan relaksasi bertujuan untuk melatih pasien agar dapat mengondisikan dirinya untuk mencapai suatu keadaan rileks. Pada saat seseorang sedang mengalami ketegangan dan kecemasan, syaraf yang bekerja adalah sistem saraf smpatis (berperan dalam meningkatkan denyut jantung). Pada saat relaksasi, yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis. Dengan demikian, relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan cara resiprok (saling berbalasan) sehingga timbul counter conditioning dan pengalihan nyeri serta kecemasan yang dialami seseorang.

49 37 4. Indikasi Latihan relaksasi dapat digunakan pada pasien yang mengalami nyeri, untuk mengurangi rasa nyeri kerena kontraksi otot, mengurangi pengaruh dari situasi stress, dan mengurangi efek samping dari kemoterapi pada pasien kanker (Sheridan & Radmacher, 1992). Hal ini terjadi karena tehnik relaksasi dapat mengurangi ketegangan, kecemasan, dan menurunkan sensitivitas nyeri (Basset Healthcare, 2008). 5. Manfaat Keuntungan relaksasi adalah dapat mengatasi tekanan darah tinggi dan ketidakteraturan denyut jantung, mengurangi nyeri kepala, nyeri punggung, dan nyeri lainya serta mengatasi gangguan tidur (Bensong & Proctor, 2002). Relaksasi telah dikenal dalam meringankan rasa nyeri dan tingkat kecemasan seseorang. Metode ini diduga bekerja dengan memutuskan lingkaran jalur nyeri dan ketegangan. Beberapa percobaan menduga, bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri akut, meskipun kualitas nyeri tersebut bervariasi (Bandoiler, 2007).

50 38 9. Kerangka Teori Faktor penyebab : Faktor penyebab : Apendiksitis Nyeri pembedahan Laparotomi Frekuensi denyut jantung meningkat Dilatasi pupil Peningkatan kadar glukosa darah Teknik relaksasi effleurage Relaksasi Otot relaks Aksi stimulasi saraf parasimpatik Frekuensi denyut jantung turun s/d normal Nyeri berkurang Nyeri hilang Gambar 2.4 kerangka teori

51 Kerangka Konsep Nyeri akut Teknik relaksasi effleurage Gambar 2.5 kerangka konsep

52 40 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subyek karya tulis ilmiah Subyek dari riset ini adalah orang dewasa yang menderita apendisitis. B. Tempat dan waktu Aplikasi riset ini direncanakan akan dilakukan di ruang flamboyen RSUD Sukoharjo pada tanggal 9-25 Maret C. Media dan alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan : 1. Lembar observasi 2. Media a. Alat ukur nyeri b. Bolpen D. Prosedur tindakan Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang Pemberian Metode Effleurage dalam Mengurangi Rasa Nyeri pada pasien post appendicitis adalah :

53 41 Tabel 3.1 Prosedur tindakan N0 Tindakan 1 Orientasi a. Mengucapkan salam b. Memperkenalkan diri c. Menjelaskan tujuan d. Menjelaskan prosedur tindakan e. Menanyakan kesiapan pasien 2 Fase kerja a. Mencuci tangan b. Memposisikan pasien c. Memberikan baby oil di daerah yang akan di pijat d. Lakukan pijatan kearah pusat ke simphisis e. Lakukan pemijatan dengan gerakan melingkar atau satu arah 3 Fase terminasi a. Mengevaluasi tindakan b. Menjelaskan rencana tindak lanjut c. Mengucapkan salam

54 42 E. Alat ukur evaluasi Alat ukur evaluasi yang digunakan sebagai berikut : Tabel 3.2 Alat ukur nyeri TGL HARI ALAT UKUR KESIMPULAN

55 43 BAB IV LAPORAN KASUS Pada bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal pemberian tehnik relaksasi effleurage terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. N dengan appendicitis di ruang flamboyan RSUD Sukoharjo. Asuhan keperawatan Ny. N meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi sesuai masalah keperawatan, implementasi yang telah dilakukan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pukul WIB dengan menggunakan metode autoanamnesa dan allowanamnesa. A. Identitas pasien Hasil pengkajian diperoleh data antara lain, nama klien Ny.N, usia 55 tahun, beragama islam, pendidikan terakhir sekolah dasar (SD), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, beralamat di Ngeluyu rt 03/03 Mancasan, Baki, Sukoharjo, dirawat di RSUD Sukoharjo dengan diagnosa medis post operasi apendiktomi, dengan nomor registrasi 216xxx. Identitas penanggung jawabnya adalah Tn.N berusia 27 tahun, pendidikan terakhir sekolah menengah atas (SMA), pekerjaan swasta, alamat di Ngeluyu rt 03/03 Mancasan, Baki, Sukoharjo, hubungan dengan klien sebagai anak. B. Pengkajian Keluhan utama klien saat dikaji, klien mengeluhkan nyeri pada perut bagian kanan bawah. Riwayat penyakit sekarang klien mengatakan bahwa sudah merasakan nyeri perut bagian kanan bawah sejak 2 bulan yang lalu, nyeri sering 43

56 44 kambuh kemudian di periksakan di poli bedah umum RSUD Sukoharjo untuk diperiksa. Klien dianjurkan untuk operasi apendiktomi pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015, setelah di operasi kemudian di tentukan diagnosa post operasi apendiktomi dan di rawat di ruang flamboyan RSUD Sukoharjo untuk penangan lebih lanjut. Riwayat penyakit dahulu, klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular atau berbahaya hanya batuk, pilek, panas, klien belum pernah mengalami kecelakaan maupun operasi sebelumnya. Klien tidak mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Pengkajian riwayat kesehatan keluarga Gambar 4.1 genogram Keterangan : : laki-laki : perempuan : pasien : meninggal : tinggal dalam satu rumah

57 45 Hasil riwayat kesehatan keluarga penulis lupa dalam mencantumkan inisial dari keluarga maupun klien. Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada penyakit keturunan seperti diabetes melitus, jantung, dan hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan, klien mengatakan bahwa sekitar lingkungan bersih. Hasil pengkajian pola Gordon, pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan klien mengatakan bahwa sehat itu mahal harganya dan klien ingin cepat sehat kembali, klien menyesal setelah mengetahui penyakitnya harus dioperasi. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit makan 3x sehari dengan nasi, sayur, lauk pauk, teh atau air putih, klien tidak memiliki keluhan dan makan satu porsi habis. Selama sakit klien makan 3x sehari dengan makanan yang disediakan rumahsakit (bubur, sayur, lauk pauk, teh atau air putih, klien hanya makan ½ porsi karena sedikit mual). Pola eliminasi BAK sebelum sakit klien mengatakan bahwa BAK 4-7x sehari ± 120cc sekali BAK dengan kuning jernih, dan tidak ada keluhan. Selama sakit BAK terpasang dc kateter. Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (score 0). Selama sakit untuk makan/minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/rom, klien memerlukan bantuan orang lain (score 2). Sedangkan untuk toileting klien di bantu dengan alat (score 3).

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari Apendisitis yaitu sebagai berikut : Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). Appendiksitis adalah peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan

Lebih terperinci

STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7-9 Agustus 2014 di Ruang Prabu Kresna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyakit gastrointestinal (saluran pencernaan) merupakan masalah kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan penyebab terbanyak kematian

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG 1. IDENTITAS KLIEN Nama : Jenis Kelamin : Umur : Suku : Alamat : Agama : Pendidikan : Status Perkawinan : Tanggal

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi Lampiran 1 Senin/ 17-06- 2013 21.00 5. 22.00 6. 23.00 200 7. 8. 05.00 05.30 5. 06.00 06.30 07.00 3. Mengkaji derajat kesulitan mengunyah /menelan. Mengkaji warna, jumlah dan frekuensi Memantau perubahan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri terhadap prosedur pemasangan infus dan membandingkan antara teori yang sudah ada dengan kenyataan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. KARIADI SEMARANG Disusun oleh : Hadi Winarso 1.1.20360 POLITEKNIK KESEHATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI OLEH ANDITA NOVTIANA SARI FLAMINGO 1 P17420509004 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI KEPERAWATAN MAGELANG 2011 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui standart tim kesehatan

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

NUR INDAH LESTARI NIM.P.11103

NUR INDAH LESTARI NIM.P.11103 PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP PERUBAHAN INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Nn. S DENGAN POST LUMPEKTOMI FIBROADENOMA MAMMAE (FAM) SINISTRA DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT DAERAH SUKOHARJO Karya

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap APENDISITIS PENGERTIAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu peritoneum, suata organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietas muskuloaponeurotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu apendisitis atau sering di sebut usus buntu. Apendisitis diduga disebabkan oleh bacteria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan. cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan. cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Appendiks adalah organ tambahan kecil yang mempunyai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) Appendisitis adalah peradangan dari

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN A. PENGERTIAN Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenanngkan yang terasa disetiap regio abdomen (Pierce A. Grace &Neil R.Borley, 2006). Nyeri abdomen ada

Lebih terperinci

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut: A. lisa Data B. Analisa Data berikut: Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai No. Data Fokus Problem Etiologi DS: a. badan terasa panas b. mengeluh pusing c. demam selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akut di Indonesia (Sjamsuhidayat, 2010 dan Greenberg et al, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. akut di Indonesia (Sjamsuhidayat, 2010 dan Greenberg et al, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia inguinalis merupakan permasalahan yang bisa ditemukan dalam kasus bedah. Kasus kegawatdaruratan dapat terjadi apabila hernia inguinalis bersifat Strangulasi dan

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis yang merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia dapat bertahan hidup. Juga menurut Maslow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu dan umbai cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

nonfarmakologi misalnya, teknik

nonfarmakologi misalnya, teknik LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Hari Pertama Hari/ tanggal/ Waktu Rabu, 20 Mei 2015 Pukul 09.00-10.30 No. Implementasi DX 1. 9. Mengkaji keluhan nyeri meliputi lokasi, karakteristik, awitan/durasi, frekuensi,

Lebih terperinci

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN Niken Andalasari PENGERTIAN Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006) Perubahan kenyamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang 15 Bibliography : 35 (2002-2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan oleh dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks makanan yang mengosongkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. perineum pada ibu postpartum di RSUD Surakarta. A. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Sebelum Diberi Aromaterapi Lavender

BAB V PEMBAHASAN. perineum pada ibu postpartum di RSUD Surakarta. A. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Sebelum Diberi Aromaterapi Lavender digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian mengenai pengaruh aromaterapi lavender secara inhalasi terhadap nyeri jahitan perineum pada ibu

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Koping Nyeri 1.1 Pengertian koping Menurut Lazarus dan Folkman (1989) koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL Versi : 1 Tgl : 17 maret 2014 1. Pengertian Senam Hamil adalah terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik maupun mental, untuk menghadapi persalinan yang cepat, aman dan spontan.

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data Demografi Nama Umur Pekerjaan Alamat a. Aktifitas dan istirahat Ø Ketidakmampuan melakukan aktifitas normal Ø Dispnea nokturnal karena pengerahan tenaga b. Sirkulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA ` Di Susun Oleh: Nursyifa Hikmawati (05-511-1111-028) D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2014 ASUHAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KASUS

BAB III ANALISA KASUS BAB III ANALISA KASUS 3.1 Pengkajian Umum No. Rekam Medis : 10659991 Ruang/Kamar : Flamboyan 3 Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2011 Diagnosa Medis : Febris Typhoid a. Identitas Pasien Nama : Nn. Sarifah Jenis

Lebih terperinci

4/5/2011. Oleh. Riwayat kesehatan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan psikologis Laboratorium : Ht, gol darah dan Rh.

4/5/2011. Oleh. Riwayat kesehatan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan psikologis Laboratorium : Ht, gol darah dan Rh. Oleh Ida Maryati, Sp.Mat 1 Kala I Fase laten : true labor dilatasi serviks 3 cm (20 jam pada nullipara, 14 jam pada multipara). Fase aktif : dari dilatasi serviks > 3 cm sampai 10 cm. Kala II: dari dilatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (21,8%) diantaranya persalinan dengan Sectio Caesarea (Hutapea, H, 1976).

BAB I PENDAHULUAN. (21,8%) diantaranya persalinan dengan Sectio Caesarea (Hutapea, H, 1976). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi kecenderungan operasi sesar (SC) semakin diminati orang. Angka kejadian operasi sesar di Amerika Serikat meningkat dari 5,5%

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI PERSALINAN. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

MANAJEMEN NYERI PERSALINAN. By : Basyariah Lubis, SST, MKes MANAJEMEN NYERI PERSALINAN By : Basyariah Lubis, SST, MKes Pengertian Nyeri Suatu sensori yang tidak menyenangkan dari satu pengalaman emosional yang disertai kerusakan jaringan secara actual/potensial.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani Semarang. Jam 08.00 WIB 1. Biodata a. Identitas pasien Nama : An. S Umur : 9

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya : LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP MEDIK 1. DEFINISI Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yg ditemukan

Lebih terperinci