ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH (Studi Kasus : Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI LENI NURUL APRIANI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN LENI NURUL APRIANI. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus : Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA). Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian, menempati urutan kedua setelah tanaman pangan dalam struktur pembentukan PDB sektor pertanian. Subsektor hortikultura memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat terhadap pembentukan PDB terutama produksi sayuran. Salah satu komoditas sayuran yang telah lama dibudidayakan adalah bawang merah. Bawang merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Sifat bawang merah yang tidak memiliki pengganti (substitusi), membuat pengembangan usaha bawang merah memiliki prospek yang cerah. Kecamatan Argapura merupakan sentra produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka. Kontribusi Kecamatan Argapura terhadap jumlah produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka setiap tahunnya merupakan jumlah terbesar diantara kecamatan-kecamatan lainnya. Meskipun dari jumlah produksi merupakan penghasil terbesar di Kabupaten Majalengka, akan tetapi dari tingkat produktivitasnya sangat rendah dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya. Hal ini diduga karena adanya ketidakefisienan dalam penggunaan faktorfaktor produksi. Disamping itu, harga pupuk yang semakin meningkat karena adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk dapat mempengaruhi pendapatan petani. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai efisiensi teknis dan pendapatan usahatani bawang merah di lokasi penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis keragaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, (2) Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, dan (3) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka. Penelitian dilakukan di Desa Sukasari Kaler yang berada di wilayah Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka. Pengambilan data dilakukan pada bulan April-Mei Penentuan responden penelitian dilakukan melalui dua metode yaitu metode purposive sampling untuk memilih Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gunung Sari sebagai sampling frame dan snowball sampling untuk memilih petani sampel dengan ketua kelompok tani sebagai sampel awalnya. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriftif, analisis fungsi produksi stochastic frontier, analisis efisiensi dan inefisiensi teknis, analisis pendapatan ii

3 serta analisis R/C rasio. Alat analisis yang digunakan adalah Cobb-Douglas Stochastic Frontier dan R/C rasio. Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah adalah variabel lahan, bibit, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida padat dan pupuk kandang. Variabel lahan, bibit, pupuk K dan pestisida padat berpengaruh positif terhadap produksi, sedangkan pupuk pupuk N, pupuk P, dan pupuk kandang bernilai negatif. Sementara itu, variabel tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh positif tetapi tidak nyata. Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler adalah 0,72 atau 72 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi agar mencapai produksi maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani bawang merah adalah pendidikan formal dan dummy varietas bibit yang digunakan. Faktor pengalaman, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis. Sementara itu, faktor umur berpengaruh positif tetapi tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani bawang merah varietas Sumenep memberikan keuntungan sebesar Rp ,98 dan varietas Balikaret sebesar Rp ,89. Pendapatan atas biaya total masing-masing usahatani yaitu Rp ,62 untuk varietas Sumenep dan Rp ,82 untuk varietas Balikaret. Pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total pada setiap usahatani menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan di lokasi penelitian menguntungkan untuk diusahakan. Hal tersebut dilihat dari nilai pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total yang lebih besar dari nol. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada masing-masing usahatani nilainya lebih dari satu. Nilai R/C rasio berturut-turut adalah usahatani bawang merah varietas Sumenep 3,40 dan varietas Balikaret 2,41. Sementara itu, nilai R/C rasio atas biaya total berturut-turut adalah 2,44 dan 2,03. Berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, maka usahatani bawang merah di daerah penelitian menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan untuk peningkatan efisiensi teknis dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler yaitu: (1) Melakukan penambahan bibit dengan memperpendek jarak tanam, (2) Melakukan penggunaan pupuk N karena telah melebihi anjuran dan menurunkan produksi, dan (3) Peningkatan pembinaan petani melalui penyuluhan lapang oleh tenaga penyuluh lapang, dengan memilih programprogram yang tepat. iii

4 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH (Studi Kasus : Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat) LENI NURUL APRIANI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus : Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat) : Leni Nurul Apriani : H Menyetujui, Pembimbing Dra. Yusalina, MSi NIP Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus : Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2011 Leni Nurul Apriani H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 10 Mei Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Suherman dan ibunda Mamah Maryamah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Maja Selatan VI Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 1 Maja Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Majalengka diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai program Mayor (S1) dan diterima pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian sebagai program keahlian Minor, serta Supporting Course Ekonomi Syariah dan Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama menjalani pendidikan, penulis aktif dalam berbagai organisasi, antara lain : aktif pada Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman divisi tari Saman, Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) sebagai Bendahara II tahun dan Bendahara Umum tahun , COAST FEM IPB divisi Seni Tari dan Himpunan Mahasiswa Majelengka (HIMMAKA). Selain itu, penulis juga aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan, antara lain : staf divisi acara PUJANGGA 2008, staf divisi dana dan usaha Banking Goes To Campus (BGTC) 2009 dan staf divisi dana dan usaha Masa Perkenalan Fakultas (MPF) FEM. Penulis juga meraih prestasi dalam beberapa bidang kegiatan, antara lain : pendanaan Gladikarya oleh LPPM-IPB, PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) pada tahun sehingga dapat menghasilkan kurang lebih 8 PKM, dimana enam diantaranya didanai oleh DIKTI, serta peraih Medali Perak dalam Poster PKMM dan peraih Presentasi Ter-Favorit PKMM pada Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke-23 tahun 2010 di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Provinsi Bali yang diselenggarakan oleh DIKTI. vii

8 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus : Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat) ini dengan lancar. Ucapan shalawat serta salam ditujukan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2011 Leni Nurul Apriani H viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1) Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2) Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3) Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4) Ir. Dwi Rachmina, MSi yang telah menjadi dosen pembimbing akademik dan memberikan arahan serta motivasi kepada penulis. 5) Yeka Hendra Fatika, SP dan Arif Karyadi Uswandi, SP atas kesempatan, arahan, nasihat dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi. 6) Pak Udin, pak Junaedi, pak Sunar, pak Tarjono, pak Domo, pak Haris, pak Aman dan segenap penyuluh lapang serta petani bawang merah atas keramahan dan dukungan kepada penulis selama melakukan penelitian di Desa Sukasari Kaler. 7) Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, seminar dan sidang. 8) Ayah dan ibunda tercinta, kedua adik Fikri Ahmad Fauzi dan Fadly Nazar Hidayat atas cinta, kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi dan doa yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh pendidikan hingga saat ini. 9) Keluarga besar dari Ayah maupun Ibu atas kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi dan doa yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh pendidikan hingga saat ini. ix

10 10) Teman-teman Agribisnis angkatan 44, angkatan 43, angkatan 45, temanteman TPB, teman-teman organisasi, teman-teman Gladikarya, teman-teman PKM, teman-teman PIMNAS, teman-teman asrama TPB serta teman-teman kosan atas doa dan semangat selama penelitian hingga penulisan skripsi. 11) Dyah Rahmawati, Karina Kania, Destieka Ahyuni, Lilis Purnawati, Nur asiah Chici, Okta Danik Nugraheni, Caesar Laine Anggi dan Yenny Astriana atas persahabatan, kekeluargaan, cinta, kasih sayang, doa, semangat dan dukungan selama ini yang telah memberikan warna pada kehidupan penulis selama kuliah di IPB. 12) Kak Faisal, Kak Gangga, Kak Harry, Shinta, Haqi, Ayu, Irwan, Ungki, Defri, Hasan dan Gunawan atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini. 13) Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Bogor, September 2011 Leni Nurul Apriani H x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Bawang Merah Perkembangan Penelitian Bawang Merah Terkait Produksi Fungsi Produksi Menggunakan Pendekatan Cobb-Douglas Stochastic Frontier Efisiensi Teknis Pendapatan Usahatani III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Konsep Fungsi Produksi Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Konsep Pendapatan Usahatani Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C) rasio) Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penentuan Responden Data dan Instrumentasi Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF) Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Uji Hipotesis Analisis Pendapatan Usahatani Definisi Operasional V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Sumber Daya Alam Keadaan Sumber Daya Manusia Sarana dan Prasarana Aktivitas Usahatani di Desa Sukasari Kaler Karakteristik Petani Responden xiii xv xvi xi

12 VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI BAWANG MERAH Pola Tanam Penggunaan Input Teknik Budidaya VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pendugaan Model Fungsi Stochastic Frontier Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Implikasi Penelitian VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH Penerimaan Usahatani Bawang Merah Biaya Usahatani Bawang Merah Pendapatan Usahatani Bawang Merah IX KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku Tahun 2007 dan Produksi Sayuran di Indonesia Tahun (Ton) Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Nasional Tahun (Ton) Produksi Nasional Bawang Merah per Provinsi Tahun (Ton) Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kecamatan Argapura Tahun Responden Petani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio per Hektar per Tahun Tanaman Tahunan Keragaan Penduduk Desa Sukasari Kaler Menurut Mata Pencaharian pada Tahun Keragaan Penduduk Desa Sukasari Kaler Tingkat Pendidikan Pencaharian pada Tahun Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Sukasari Kaler pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Umur pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Lama Pendidikan pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Lama Pengalaman pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Luas Lahan yang Diusahakan pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Varietas Bibit yang Digunakan Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Keikutsertaan dalam Penyuluhan pada Tahun Rata-rata Penggunaan Pupuk di Desa Sukasari Kaler per Musim Tanam pada Tahun xiii

14 20. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja di Desa Sukasari Kaler per Musim Tanam pada Tahun Pendugaan Parameter dengan Metode MLE untuk Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier di Desa Sukasari Kaler Tahun Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Teknis Petani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model Inefisiensi Teknis Produksi Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun Penerimaan Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun Biaya Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan terhadap Biaya (R/C) Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun xiv

15 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Konsumsi Bawang Merah Nasional per Kapita Tahun Penggunaan Komoditi Bawang Merah untuk Konsumsi Menurut Neraca Bahan Makanan Tahun (Ton) Kurva Fungsi Produksi Fungsi Produksi Stochastic Frontier Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Input) Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Output) Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis Dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Pengolahan Lahan dan Lahan yang Sudah Diolah di Desa Sukasari Kaler (2011) Tanaman Bawang Merah Umur ± 40 HST dan Kegiatan Penyiangan di Desa Sukasari Kaler (2011) Kegiatan Pengendalian HPT dan Beberapa Jenis Obat-obatan yang Digunakan di Desa Sukasari Kaler (2011) xv

16 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Desa Sukasari Kaler pada Tahun Karakteristik Petani Responden pada Tahun Input Model Produksi Bawang Merah Tahun Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah Tahun Output Minitab Model Produksi Bawang Merah Tahun Output Frontier Model Produksi Bawang Merah Tahun Perincian Biaya Usahatani Varietas Sumenep Tahun Perincian Biaya Usahatani Varietas Balikaret Tahun Pendapatan Usahatani Bawang Merah Varietas Sumenep per Hektar per Musim Tanam Tahun Pendapatan Usahatani Bawang Merah Varietas Balikaret per Hektar per Musim Tanam Tahun xvi

17 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB dari hasil pertanian (pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan) atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 284,6 triliun pada tahun 2008 dan Rp 296,4 triliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peran dan kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional senantiasa mengalami pertumbuhan, sehingga sektor pertanian semakin berperan penting dalam perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 juga mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen dan menempatkan sektor pertanian pada peringkat kedua yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen (Handyoko 2010). Sektor pertanian Indonesia terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor tanaman perkebunan, tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Hortikultura sebagai salah satu subsektor petanian terdiri dari berbagai jenis tanaman, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Menurut studi penawaran dan permintaan komoditas hortikultura, komoditas hortikultura paling sedikit mempunyai tiga peran penting terhadap perekonomian Indonesia, yaitu : (1) sumber pendapatan masyarakat; (2) bahan pangan masyarakat khususnya sumber vitamin (buah-buahan), mineral (sayuran) dan bumbu masak dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat; dan (3) sumber devisa Negara non-migas (PPSEP Deptan 2001). Hortikultura menempati urutan kedua setelah tanaman pangan dalam struktur pembentukan PDB sektor pertanian. Subsektor hortikultura memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat terhadap pembentukan PDB. Pada tahun 2007 kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 76,79 triliun dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 80,29 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar 1

18 4,55 persen dalam satu tahun 1). Peningkatan tersebut tercapai karena terjadi peningkatan produksi diberbagai sentra produksi hortikultura, disamping meningkatnya luas areal produksi dan areal panen serta nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Dengan demikian, hal ini berpengaruh positif terhadap peningkatan PDB. Semua jenis tanaman hortikultura baik tanaman buah-buahan, tanaman sayur, tanaman biofarmaka dan tanaman hias mengalami perkembangan yang cenderung meningkat terhadap nilai PDB hortikultura. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan nilai PDB hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007 dan Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku Tahun 2007 dan 2008 No Jenis Tanaman Nilai PDB (miliar) Peningkatan/ Hortikultura Tahun 2007 Tahun 2008 Penurunan (%) 1 Tanaman Buah-buahan ,02 2 Tanaman Sayuran ,18 3 Tanaman Biofarmaka ,32 4 Tanaman Hias ,48 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura Departemen Pertanian (2009), diolah Berdasarkan informasi pada Tabel 1, menunjukkan bahwa dalam PDB subsektor hortikultura tanaman sayuran menempati urutan kedua setelah tanaman buah-buahan dan mengalami peningkatan sebesar 7,18 persen dalam kurun waktu satu tahun yaitu dari tahun 2007 hingga tahun Hal ini menunjukkan peran penting subsektor hortikultura dalam mendukung perekonomian nasional, khususnya dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan PDB subsektor hortikultura tersebut salah satunya disebabkan karena jumlah produksi sayuran di Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 2 merupakan data produksi sayuran di Indonesia pada tahun ) Kontribusi terhadap PDB. [30 Januari 2011] 2

19 Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun (Ton) No Komoditas Tahun * 1 Kubis Cabai Kentang Bawang Merah Tomat Ketimun Mustard Green Daun Bawang Kacang Panjang Terong Keterangan : *) Angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik (2011), diolah Tabel 2 menunjukkan produksi nasional berbagai sayuran unggulan di Indonesia yang berada pada peringkat 10 besar. Produksi sayuran tersebut setiap tahunnya mempunyai kecenderungan meningkat. Salah satu komoditas sayuran tersebut yaitu bawang merah. Bawang merah menduduki posisi keempat dalam produksi nasional tanaman sayuran. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan Indonesia yang telah lama diusahakan oleh petani secara intensif. Bawang merah dibutuhkan oleh hampir semua kalangan yang umumnya digunakan sebagai bumbu masak atau obat tradisional. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Sifat bawang merah yang tidak memiliki pengganti (substitusi) yaitu tidak adanya komoditi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama dengan bawang merah baik yang alami maupun sintetis, membuat pengembangan usaha bawang merah memiliki prospek yang cerah. Selama periode konsumsi bawang merah per kapita mengalami pertumbuhan yang cenderung meningkat. Pertumbuhan penggunaan bawang merah dapat dilihat pada Gambar 1. 3

20 Kg/Thn * Tahun Gambar 1. Konsumsi Bawang Merah Nasional per Kapita Tahun Sumber : Pusdatin Departemen Pertanian (2011), diolah Berdasarkan Gambar 1 konsumsi per kapita bawang merah tahun 2005 hingga tahun 2007 cenderung mengalami penurunan, dari 2,36 kg per kapita per tahun menjadi 0,30 kg per kapita tahun. Akan tetapi, pada tahun berikutnya yaitu tahun 2008, konsumsi bawang merah per kapita per tahun mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 2,74 kg per kapita per tahun. Oleh karena itu, permintaan bawang merah diperkirakan akan terus meningkat (dengan perkiraan peningkatan lima persen per tahun), sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan (acar/pickles, bumbu, bawang goreng, dan bahan baku campuran obat-obatan) serta pengembangan pasar ekspor 2). Gambar 2 memperlihatkan penggunaan bawang merah untuk bahan makanan yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ton * Tahun Gambar 2. Penggunaan Komoditi Bawang Merah untuk Konsumsi Menurut Neraca Bahan Makanan Tahun (Ton) Sumber : Pusdatin Departemen Pertanian (2011), diolah 2) Direktorat Jendral Hortikultura Bahan RAPIM 15 April [30 Januari 2011] 4

21 Meningkatnya konsumsi bawang merah per kapita per tahun yang disebabkan pertumbuhan penduduk dan berkembangnya produk olahan ini diikuti dengan peningkatan produksi bawang merah nasional. Peningkatan produksi nasional ini salah satunya terjadi akibat pertambahan luas areal panen. Tabel 3 memperlihatkan perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Indonesia tahun yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Nasional Tahun (Ton) Indikator Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) , , , , , , , , , ,57 Sumber : Departemen Pertanian (2011), diolah Pusat penghasil bawang merah di Indonesia tersebar di 10 provinsi dengan luas areal panen lebih dari hektar per tahun. Provinsi tersebut yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi-provinsi ini seluruhnya menyumbang 97,27 persen dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun Sebesar 81,46 persen disumbang oleh provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa (Deptan 2009). Tabel 4 menampilkan 10 provinsi penghasil utama bawang merah di Indonesia pada Tahun

22 Tabel 4. Produksi Nasional Bawang Merah per Provinsi Tahun (Ton) No Provinsi Tahun Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat Nusa Tenggara Barat D.I. Yogyakarta Sumatera Barat Sumatera Utara Sulawesi Selatan Bali Nusa Tenggara Timur Total Sumber : Departemen Pertanian (2011), diolah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi penghasil utama bawang merah, menempati urutan ketiga dalam menyumbang produksi bawang merah nasional. Seperti halnya perkembangan produksi nasional, di Jawa Barat juga mengalami kecenderungan yang meningkat yang disebabkan peningkatan luas panen. Akan tetapi, peningkatan produksi tersebut tidak seimbang dengan peningkatan luas panen. Hal tersebut karena produktivitas bawang merah di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan. Tahun 2009 produktivitas bawang merah di Jawa Barat mencapai 11,4 ton per hektar, lebih tinggi dari produktivitas nasional yaitu 9,28 ton per hektar. Akan tetapi, pada tahun 2010 produktivitas bawang merah di Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 9,57 ton per hektar, sama dengan produktivitas nasional yaitu sebesar 9,57 ton per hektar (BPS 2011). Penurunan produktivitas bawang merah dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti adanya ketidakefisienan dalam penggunaan faktor produksi, kondisi lahan yang semakin rusak akibat penggunaan pestisida dan obat-obatan yang berlebihan, serta kesesuaian jenis varietas yang digunakan dengan kondisi daerah. Pengalokasian sumberdaya yang efisien oleh petani bawang merah diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi. 6

23 Salah satu sentra bawang merah di Jawa Barat adalah Kabupaten Majalengka. Daerah penghasil bawang merah di Kabupaten Majalengka tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Dawuan, Jatitujuh, Kertajati dan Kecamatan Argapura. Kabupaten Majalengka memiliki kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai dengan kondisi untuk budidaya bawang merah. Akan tetapi, dari tingkat produktivitas Kabupaten Majalengka juga mengalami penurunan Perumusan Masalah Kecamatan Argapura merupakan sentra produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka. Kontribusi Kecamatan Argapura terhadap jumlah produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka setiap tahunnya merupakan jumlah terbesar diantara kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Majalengka. Tahun 2008, Kecamatan Argapura menyumbang sebesar 39,01 persen dari produksi total bawang merah di Kabupaten Majalengka. Meskipun dari jumlah produksi merupakan penghasil terbesar di Kabupaten Majalengka, akan tetapi dari tingkat produktivitasnya sangat rendah dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya. Perkembangan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Kecamatan Argapura dari tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kecamatan Argapura Tahun No Kecamatan Tanam (ha) Panen (ha) Produktivitas(kw/ha) Produksi (ton) Kadipaten ,53 160, Dawuan ,94 122, Jatitujuh ,66 137, Argapura ,88 66, Kertajati ,94 100, Total Kabupaten ,38 91, Tahun , Tahun , Tahun , Sumber : Dinas Pertanian dan Perikanan Kab. Majalengka (2011), diolah 7

24 Salah satu sentra bawang merah di Kecamatan Argapura yaitu Desa Sukasari Kaler. Desa Sukasari Kaler memiliki potensi sumberdaya alam yang besar. Luas wilayah pertanian mencapai 204,746 hektar yang terdiri dari 53,77 hektar lahan sawah, 119,576 hektar tegalan (tadah hujan) dan 31,4 hektar berupa perkebunan rakyat (Profil Desa Sukasari Kaler 2010). Tahun 2008 luas tanam yang digunakan untuk usahatani bawang merah seluas 305 hektar dengan tiga kali musim tanam selama satu tahun. Luas tanam tersebut berasal dari lahan sawah maupun tegalan (tadah hujan) (Profil Desa Sukasari Kaler 2010). Mengkaji persoalan tentang produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis. Hal ini dikarenakan ukuran produktivitas pada hakekatnya mempengaruhi tingkat efisiensi teknis budidaya yang dilakukan oleh petani yang menunjukkan pada seberapa besar keluaran (output) maksimum yang dapat dihasilkan per unit masukan (input) yang tersedia. Tingkat efisiensi teknis budidaya akan terlihat dari kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya yang tercermin dalam aplikasi teknologi usaha budidaya dan pasca panen, serta kemampuan petani bawang merah mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usaha budidayanya sehingga pengambilan keputusan yang dilakukan tepat (Sumaryanto et al. 2003). Rendahnya produktivitas yang terjadi di lokasi penelitian diduga terjadi karena penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien, sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas bawang merah yang dibudidayakan. Selain itu, teknik budidaya dan penggunaan faktor-faktor produksi antara satu petani dengan petani lainnya pun berbeda. Adanya perbedaan tersebut diduga akan berpengaruh terhadap produksi bawang merah yang dihasilkan. Petani yang dalam teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor produksi (input) untuk mencapai hasil produksi (output) yang maksimum, maka dapat dikatakan efisien. Permasalahan lain yang dihadapi petani yaitu pupuk. Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usahatani bawang merah. Harga pupuk dari tahun ke tahun senantiasa terus meningkat. Hal tersebut karena adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk mengakibatkan petani menerima harga pupuk 8

25 yang tinggi. Kebijakan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 ini berlaku mulai 8 April Pupuk urea misalnya, dari harga Rp per kg dinaikkan menjadi Rp per kg, pupuk ZA dari harga Rp dinaikkan menjadi Rp per kg, pupuk SP dari harga Rp dinaikkan menjadi Rp per kg dan pupuk NPK dari harga Rp per kg dinaikkan menjadi Rp per kg. Pupuk Urea, ZA, SP dan NPK merupakan pupuk yang digunakan para petani di Desa Sukasari Kaler dalam usahatani bawang merah. Kondisi tersebut semakin menyulitkan bagi petani karena harga pupuk yang diterima petani di lapangan lebih tinggi dari harga dasar (HET) yang ditetapkan pemerintah. Biaya produksi untuk usahatani semakin besar yang berakibat pada berkurangnya pendapatan yang diterima petani dari usahataninya, apalagi kenaikan biaya tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan harga produk. Selain itu, penggunaan varietas bibit di daerah penelitian juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah. Terdapat dua jenis varietas bibit yang digunakan di Desa Sukasari Kaler yaitu varietas Sumenep dan varietas Balikaret. Kedua varietas ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda dari sisi harga. Harga bawang merah varietas Sumenep biasanya lebih tinggi dibandingkan harga bawang merah varietas Balikaret. Selain itu, produktivitas kedua varietas ini pun berbeda. Produktivitas yang rendah yang terjadi akibat penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien diduga dapat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis petani, sedangkan biaya pupuk yang tinggi akibat adanya kenaikan harga dan penggunaan varietas yang berbeda diduga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh petani. Hal tersebut mengakibatkan petani harus berusaha untuk mengefisienkan kegiatan usahatani bawang merah yang dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana keragaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupten Majalengka? 9

26 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka? 3) Bagaimana tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan di atas. Oleh karena itu, penelitian efisiensi teknis usahatani bawang merah ini bertujuan untuk : 1) Menganalisis keragaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 2) Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 3) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler. Secara rinci penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1) Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi petani dan pihak berkepentingan untuk pengembangan usahatani bawang merah dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani pada pengelolaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 2) Akademisi dan peneliti, sebagai bahan rujukan untuk penelitian serupa atau pengembangan penelitian yang sudah dilakukan. 3) Penulis, untuk memberikan wawasan, pengalaman, informasi baru tentang pengembangan usahatani bawang merah serta sebagai media penerapan ilmu dan peningkatan pemahaman yang diperoleh selama masa kuliah. 10

27 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dengan lingkup wilayah yaitu Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka dengan komoditas yang diteliti adalah bawang merah. Petani yang dijadikan responden adalah petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gunung Sari di daerah penelitian dan mengusahakan usahatani bawang merah pada lahan sawah. Selain itu, petani yang menjadi sampel merupakan petani yang masih melakukan budidaya bawang merah dalam kurun waktu satu tahun terakhir ketika penelitian dilakukan. Analisis kajian dibatasi untuk melihat keragaan usahatani bawang merah, faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani bawang merah dan tingkat pendapatan usahatani pada usahatani bawang merah di lahan sawah. 11

28 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani bawang merah adalah bibit. Penggunaan bibit atau varietas unggul akan mampu memberikan hasil/tingkat produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas tidak unggul. Penggunaan bibit unggul untuk tanaman bawang merah tidak hanya diarahkan untuk peningkatan hasil produksi saja, melainkan juga diarahkan untuk peningkatan kualitas/mutu dari produksi yang dihasilkan. Varietas bawang merah untuk meningkatkan produksi dan kualitas telah banyak dikembangkan di Indonesia. Varietas yang telah dilepas oleh pemerintah maupun yang berkembang di lapangan memiliki keunggulan tertentu. Tipe bawang merah yang ideal adalah bawang merah yang memiliki sifat-sifat unggul, antara lain tahan terhadap penyakit, memiliki tipe pertumbuhan dan jumlah anakan sedang, umur tanaman genjah, ukuran umbi besar, warna umbi merah tua, dan bentuk umbi bulat sesuai dengan preferensi konsumen (Setijo 2003). Berikut deskripsi beberapa varietas bawang merah : 1) Varietas Bima Varietas Bima Brebes berasal dari Brebes dan cocok ditanam di daerah dataran rendah. Umbi berbentuk lonjong, bercincin kecil pada leher cakram, berwarna merah muda. Produksi mencapai 9,9 ton per hektar, dengan susut bobot dari umbi basah menjadi umbi kering 21,5 persen. 2) Varietas Medan Bawang varietas Medan berasal dari daerah Samosir, cocok ditanam di daerah rendah maupun dataran tinggi. Umbi berbentuk bulat dengan ujung runcing dan berwarna merah. Produksi umbi kering dapat mencapai 7,4 ton per hektar, dengan susut umbi basah menjadi umbi kering sekitar 24,7 persen. 3) Varietas Keling Varietas Keling berasal dari lokal Maja, cocok untuk diusahakan di daerah dataran rendah. Umbi berbentuk bulat dan berwarna merah muda. Produksi umbi kering mencapai 7,9 ton per hektar, dengan susut bobot umbi basah menjadi umbi kering sekitar 14,9 persen. 12

29 4) Varietas Maja Panas Varietas Maja Panas berasal dari lokal Cipanas, cocok untuk ditanam di daerah dataran rendah dan dataran tinggi. Umbi berbentuk bulat dan berwarna merah tua. Produksi umbi kering mencapai 10,9 ton per hektar, dan susut bobot dari umbi basah menjadi umbi kering sekitar 24,9 persen. 5) Varietas Sumenep Varietas Sumenep merupakan kultivar lokal yang diperkirakan berasal dari daerah Sumenep, Madura. Varietas ini cocok ditanam di dataran rendah sampai dataran medium ataupun dataran tinggi. Umbi tanaman berbentuk lonjong memanjang dan berwarna merah pucat. Produksi umbi basah mencapai 19,3 ton per hektar dan dapat menghasilkan umbi kering sekitar 10,1 ton per hektar. 6) Varietas Kuning Bawang merah varietas Kuning telah lama dibudidayakan oleh petani di daerah Brebes, Jawa Tengah, sebagai varietas lokal setempat. Kultivar ini baik untuk diusahakan di daerah dataran rendah sampai dataran medium pada musim kemarau. Varietas ini memiliki umbi berwarna gelap. Produksi umbi antara 14,4-20,1 ton per hektar, dengan susut bobot umbi dari umbi basah menjadi umbi kering sekitar 21,5-22,0 persen. 7) Varietas Kuning Gombong Bawang merah varietas Kuning Gombong berasal dari daerah Sidapurna, Brebes, Jawa Tengah, dan cocok ditanam pada musim kemarau di dataran rendah. Umbi berbentuk bulat lonjong dengan bagian leher agak besar dan berwarna merah muda. Produksi umbi kering mencapai 11,2-17,3 ton per hektar, dengan susut bobot umbi basah menjadi umbi kering sekitar 22,5 persen. 8) Varietas Bangkok Varietas Bangkok berasal dari Thailand dan pada umumnya ditanam di daerah sentra produksi bawang merah, misalnya di daerah Brebes, Cirebon dan Tegal. Umbi berbentuk bulat dan berwarna merah tua. Produksi umbi berkisar antara 17,6-22,3 ton per hektar, dengan susut bobot umbi basah menjadi umbi kering 21,5-22,0 persen. 13

30 Setiap varietas tanaman bawang memiliki ketahanan dan kepekaan yang berbeda-beda terhadap penyakit, misalnya umbi varietas Bima Brebes, varietas Medan, varietas Keling dan umbi varietas Maja Panas yang merupakan umbi bawang merah yang cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis alli), namun peka terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytophtora porri). Sedangkan varietas Kuning dan varietas Kuning Gombong merupakan varietas umbi yang cukup tahan terhadap busuk umbi (Botrytis alli), namun peka terhadap penyakit bercak ungu (Alternaria porri) maupun antraknosa (Colletotrichum sp.). Berbeda halnya dengan varietas Sumenep yang tahan terhadap penyakit fusarium, bercak ungu (Alternaria porri), dan antraknosa (Colletotrichum sp.), varietas Bangkok justru sangat peka terhadap penyakit bercak ungu (Alternaria porri), dan antraknosa (Colletotrichum sp.). Selain menggunakan umbi sebagai bahan tanam, sekarang telah dikembangkan dengan menggunakan biji botaninya atau dikenal True Shallots Seed. True Shallots Seed atau yang biasa disebut TSS merupakan bahan perbanyakan generatif bawang merah yang berbentuk biji. Dibandingkan dengan umbi, penggunaan TSS sebagai bahan tanam memiliki beberapa keunggulan yaitu (1) kebutuhan benih hanya sedikit, yaitu sekitar 7,5 kg/ha dibanding umbi sekitar 1,5 ton/ha; (2) bebas virus dan penyakit tular benih; (3) menghasilkan tanaman yang lebih sehat; (4) daya hasil lebih tinggi dibanding umbi, dan (5) hemat biaya (Sopha 2010). Selain itu, hasil bawang merah asal biji memiliki ukuran umbi yang lebih besar dan lebih bulat dibandingkan bawang asal dari umbi. Varietas bawang merah yang biasa digunakan oleh petani di tempat penelitian yaitu varietas Maja Panas, Sumenep, Balikaret, Bima Curut dan varietas impor seperti varietas Ilokos dari Philipina. Varietas-varietas tersebut merupakan varietas yang cocok ditanam di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi. Akan tetapi, beberapa tahun ini varietas yang sering dibudidayakan hanya dua jenis yaitu varietas Balikaret dan Sumenep. Varietas Balikaret umumya ditanam pada lahan tegalan dan varietas Sumenep pada lahan sawah. Bibit yang digunakan petani di lahan tegalan pada umumnya masih menggunakan umbi yang disimpan sendiri sebagai bahan tanam, sedangkan petani di lahan sawah menggunakan bibit yang berasal dari pasar. 14

31 2.2. Perkembangan Penelitian Bawang Merah Terkait Produksi Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang telah banyak diteliti dari berbagai disiplin ilmu. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai bawang merah terkait produksi telah dikaji oleh beberapa peneliti yaitu Rosantiningrum dan Hamid (2004), Kurniawan (2007) serta Damanah (2008). Rosantiningrum (2004) meneliti tentang produksi dan pemasaran usahatani di Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fungsi produksi bawang merah di tempat penelitian berada pada kondisi constant return to scale artinya pada kondisi tersebut apabila semua input dinaikkan sebesar 10 persen maka tingkat produksi naik sebesar proporsi yang sama yaitu 10 persen. Nilai koefisien regresi faktor produksi luas lahan (X 1 ), jumlah bibit (X 2 ), jumlah tenaga kerja (X 3 ), pupuk N (X 4 ), pupuk P (X 5 ), pupuk (K 6 ), dan nilai pestisida (X 7 ) bernilai lebih dari nol dan kurang dari satu, karena koefisien regresi menunjukkan elastisitas produksi, maka dapat disimpulkan bahwa produksi berada si daerah rasional (daerah II) artinya secara teknis faktor produksi tersebut masih dapat ditambah penggunaannya karena setiap penambahan input akan meningkatkan output. Pada pemasaran usahatani, terbentuk tiga pola saluran pemasaran yang berasal dari 30 petani responden. Dilihat dari efisiensi teknis, pemasaran bawang merah di tempat penelitian belum efisien. Hal tersebut terlihat dari nilai marjin pemasaran yang tinggi yang dipengaruhi oleh tingginya tingkat keuntungan pedagang besar dan besarnya penyusutan. Berdasarkan analisis keterpanduan pasar ditingkat petani di Kecamatan Brebes dengan Pasar Induk Kramat jati adalah koefisien b 2 sebesar 1,06. Hal ini menunjukkan adanya keterpaduan pasar jangka panjang yang kuat antara tingkat petani dengan konsumen. Nilai tersebut berarti setiap perubahan harga lag satu bulan di pasar acuan sebesar Rp 100 akan segera diteruskan ke pasar petani sebesar Rp 106,- sedangkan nilai Indeks Keterpaduan Pasar (IMC) yang merupakan rasio antara peubah harga pasar setempat (b 1 ) dengan peubah harga pasar acuan pada waktu lalu (b 3 ) adalah sebesar 0,08 nilai ini menunjukkan terdapatnya keterpaduan pasar dalam jangka pendek antara kedua pasar. 15

32 Penelitian Damanah (2008) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani menunjukkan bahwa dari tujuh varibel yang diduga berpengaruh terhadap produksi yaitu luas lahan (X 1 ), tenaga kerja pria (X 2 ), tenaga kerja wanita (X 3 ), bibit (X 4 ), pupuk buatan (X 5 ), pupuk kandang (X 6 ) dan obat-obatan (X 7 ) ternyata hanya lima variabel yang dapat dijelaskan oleh fungsi produksi yang diperoleh yakni luas lahan, tenaga kerja pria, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan. Hasil pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas, maka diperoleh faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas lahan, bibit dan pupuk buatan, sedangkan tenaga kerja wanita dan obatobatan tidak berpengaruh. Hasil analisis pendapatan usahatani berdasarkan strata luas lahan, baik usahatani pada lahan luas, sedang maupun lahan sempit, ketiganya memberikan keuntungan karena nilai R/C rasio lebih dari satu. R/C rasio atas biaya total pada lahan luas sebesar 1,88, lahan sedang sebesar 1,97 dan pada lahan sempit sebesar 1,65. Berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya total tersebut, maka usahatani bawang merah pada lahan sedang relatif lebih efisien jika dibandingkan dengan usahatani bawang merah pada lahan sempit dan lahan luas. Penelitian Hamid (2004) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Kecamatan Wanasari, menduga bahwa ada tiga belas faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani. Faktor-faktor tersebut yaitu jumlah bibit, lama penyimpanan bibit, luas lahan garapan, biaya untuk obat-obatan, biaya untuk pupuk secara keseluruhan yang meliputi Urea, ZA, KCl, DAP dan pupuk jenis lain yang digunakan petani, jumlah tenaga kerja luar keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga untuk usahatani bawang merah, umur tanaman, lama pengalaman bertani bawang merah, usia petani, tingkat pendidikan formal, pendapatan di luar usahatani merah dan modal yang digunakan untuk bertani bawang merah. Berdasarkan Metode Ordinary Least Square (OLS) diperoleh bahwa 13 faktor tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani bawang merah. Faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh positif dan ada yang berpengaruh negatif. Hampir seluruh faktorfaktor yang diduga berpengaruh positif terhadap pendapatan usahatani bawang merah kecuali faktor pendidikan formal petani. 16

33 2.3. Fungsi Produksi Menggunakan Pendekatan Cobb-Douglas Stochastic Frontier Fungsi produksi merupakan hubungan antara penggunaan input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dalam suatu usahatani. Fungsi produksi Stochastic Frontier sendiri merupakan suatu bentuk fungsi produksi yang menunjukkan produksi maksimum yang dapat dicapai suatu usahatani dengan penggunaan sumber daya input yang ada. Untuk mencapai produksi maksimum perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam kegiatan usahatani. Khotimah (2010) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat menggunakan fungsi Maximum Likelihood Estimation (MLE) dalam mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Penelitian ini pada awalnya menduga bahwa variabel terikat yang mempengaruhi fungsi produksi adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pupuk daun, pestisida, dan pupuk kandang. Akan tetapi karena variabel pupuk daun, pestisida, dan pupuk kandang hanya digunakan oleh sebagian kecil responden sehingga dianggap tidak mewakili keragaan fungsi produksi ubi jalar di lokasi penelitian, maka variabel tersebut di keluarkan dari model fungsi produksi. Dugaan awal pada penelitian Khotimah (2010) menggunakan Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa pada model fungsi terdapat multikolinearitas. Kemudian peneliti merestriksi modelnya dengan membagi seluruh variabel bebas dan variabel terikatnya dengan variabel yang banyak terkorelasi yaitu lahan. Sehingga diperoleh model baru dengan variabel terikatnya yaitu produksi per lahan (fungsi produktivitas) dan variabel bebasnya adalah bibit per lahan, tenaga kerja per lahan, pupuk N per lahan, pupuk P per lahan, dan pupuk K per lahan. Model ini tidak mempunyai masalah multikolinearitas, akan tetapi R 2 -nya sangat kecil sehingga keragaman fungsi yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas kecil. Untuk memperoleh model terbaik maka model direstriksi kembali dengan model produksi sebagai fungsi dari lahan, rasio bibit terhadap lahan, rasio tenaga kerja terhadap lahan, rasio pupuk N terhadap lahan, rasio pupuk P terhadap lahan, dan rasio pupuk K terhadap lahan. Model yang terbentuk merupakan model terbaik karena tidak memiliki masalah multikolinearitas dan memiliki nilai R 2 yang sama dengan model 1 yaitu sebesar 90,6 persen. 17

34 Hasil penelitian Khotimah (2010) menyimpulkan bahwa semua variabel faktor produksi yang diestimasi yaitu lahan, benih per lahan, tenaga kerja per lahan, pupuk P per lahan, dan pupuk K per lahan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ubi jalar, kecuali penggunaan pupuk N per lahan yang berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi ubi jalar. Faktor produksi yang berpengaruh positif dan nyata menunjukkan bahwa peningkatan pada faktor-faktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi ubi jalar. Sedangkan faktor produksi yang berpengaruh tetapi tidak nyata menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan tidak akan meningkatkan produksi usahatani ubi jalar di lokasi penelitian. Penelitian Podesta (2009) mengenai pengaruh penggunaan benih sertifikat terhadap efisiensi dan pendapatan usahatani pandan wangi di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan pendekatan Cobb-Douglas Stochastic Frontier menduga terdapat tujuh variabel independen yang berpangaruh yaitu luas lahan (X 1 ), benih (X 2 ), pupuk N (X 3 ), pupuk P (X 4 ), pupuk K (X 5 ), obat cair (X 6 ), dan tenaga kerja (X 7 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap produksi padi bagi petani benih sertifikat hanya pupuk P. Benih dan pupuk N tidak berpengaruh karena penggunaannya sudah berlebih dari anjuran, sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh karena petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk mengerjakan areal persawahannya. Sementara itu, bagi petani benih non sertifikat, variabel yang berpengaruh nyata hanya tenaga kerja. Variabel pupuk P tidak berpengaruh nyata karena penggunaannya belum optimal. Maryono (2008) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat dengan pendekatan stochastic production frontier di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Berdasarkan perhitungan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE, pada masa tanam I diperoleh bahwa faktor produksi urea dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi dimana adanya peningkatan pada faktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi padi. Pada masa tanam II diperoleh hasil bahwa faktor produksi yang bernilai positif dan berpengaruh nyata yaitu urea, obat-obatan dan tenaga kerja. 18

35 Penelitian Tanjung (2003) mengenai efisiensi teknis dan ekonomis petani kentang di Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat menggunakan dua model fungsi produksi stochastic frontier. Dua model tersebut yaitu model A yang memiliki sebelas variabel penjelas dan model B yang memiliki empat variabel penjelas. Variabel yang diduga berpengaruh pada model fungsi produksi stochastic frontier model A yaitu benih, luas lahan, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pupuk NPK, pupuk SS, pestisida padat, pestisida cair dan jenis benih (dummy). Variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi yaitu benih, luas lahan, pupuk SP-36, pupuk NPK, pupuk SS, pestisida padat dan jenis benih (dummy). Pada model fungsi produksi stochastic frontier model B, variabel yang diduga berpengaruh yaitu luas lahan, tenaga kerja, modal yang dinormalkan dengan harga output dan jenis benih (dummy). Dari keempat variabel tersebut, variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi hanya dua variabel yaitu variabel luas lahan dan variabel modal yang dinormalkan dengan harga output. Adhiana (2005) melakukan penelitian mengenai efisiensi ekonomi usahatani lidah buaya (Aloe vera) di Kabupaten Bogor. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi yaitu luas lahan, jumlah tanaman, pupuk kandang, pupuk anorganik, tenaga kerja, dan umur tanaman. Dari keenam variabel dugaan, empat diantaranya berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi yaitu variabel luas lahan, jumlah tanaman, tenaga kerja dan umur tanaman. Variabel pupuk kandang dan pupuk anorganik berpengaruh positif tetapi tidak nyata Efisiensi Teknis Penelitian tentang efisiensi teknis usahatani bawang merah belum pernah dilakukan sebelumnya. Tinjauan empiris berikut merupakan hasil penelitian efisiensi teknis serta tingkat pendapatan usahatani dengan komoditas berbeda. Hasil penelitian Khotimah (2010) menyimpulkan bahwa tingkat efisiensi teknis petani ubi jalar berada pada range 0,52 sampai 0,99 dan rata-rata tingkat efisiensi teknis petani ubi jalar di Kecamatan Cilimus adalah 0,75 atau 75 persen dari produksi maksimum. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 25 persen untuk mencapai produksi maksimum. 19

36 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dianalisis dengan model efek inefisiensi teknis dengan variabel umur, pengalaman, pendidikan, lama kerja petani di luar usahatani, pendapatam di luar usahatani, status kepemilikan lahan dan penyuluhan. Hanya tiga variabel yang berpengaruh nyata dan positif terhadap inefisiensi teknis produksi, yaitu pengalaman, lama kerja petani di luar usahatani, dan status kepemilikan lahan. Variabel lainnya seperti umur, pendidikan, pendapatan di luar usahatani, dan penyuluhan berpengaruh negatif terhadap inefisiesi teknis akan tetapi tidak berpengaruh nyata. Podesta (2009) menyimpulkan bahwa usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat maupun non sertifikat telah efisien secara teknis. Hal tersebut terlihat dari rata-rata nilai efisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat maupun non sertifikat masing-masing adalah 0,967 dan 0,713. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi meliputi usia, pendidikan formal, pengalaman, umur bibit dan dummy status usahatani serta dummy pendidikan non formal. Faktor dummy pendidikan non formal saja yang berpengaruh bagi usahatani padi Pandan Wangi benih non sertifikat. Sementara itu, tidak ada faktor yang nyata berpengaruh bagi usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat. Hal ini dikarenakan tingkat efisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat sudah sangat tinggi yakni 0,967 sehingga nilai inefisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat hanya sebesar 0,033. Berbeda halnya dengan usahatani Pandan Wangi benih non sertifikat dimana nilai inefisiensi teknis sebesar 0,287. Hasil penelitian Maryono (2008) menunjukkan angka rata-rata tingkat efisiensi teknis pada masa tanam I sebesar 0,966 dengan nilai terendah 0,805 dan nilai tertinggi adalah 0,994. Sedangkan pada masa tanam II nilai rata-rata efisiensi teknis 0,899 dengan nilai terendah 0,732 dan nilai tertinggi 0,990. Pada masa tanam II terjadi penurunan tingkat efisiensi teknis dilihat dari angka rata-rata tingkat efisiensi teknis pada masa tanam II yang lebih kecil daripada masa tanam I. Berdasarkan angka efisiensi teknis tersebut juga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya program benih bersertifikat ini justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,935 persen. Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa pada masa tanam I variabel yang berpengaruh nyata terhadap 20

37 efisiensi teknis adalah dummy bahan organik dan dummy legowo. Sementara itu, pada masa tanam II faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani responden adalah pengalaman, pendidikan dan rasio urea-tsp. Penelitian Tanjung (2003) menggunakan model efek inefisiensi teknis dari fungsi produksi stochastic frontier model A menunjukkan angka rata-rata tingkat efisiensi teknis petani responden sebesar 0,742 dengan nilai terendah 0,392 dan nilai tertinggi 1,014. Faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani responden pada α = 5% dan α = 10% adalah umur, pengalaman, keanggotaan kelompok tani, dan jenis benih. Pendidikan, rasio tenaga kerja sewaan terhadap tenaga kerja total, rasio luas lahan untuk tanaman kentang terhadap total luas lahan yang diusahakan petani dan keikutsertaan petani dalam kelompok tani dan status kepemilikan lahan, tidak nyata berpengaruh terhadap tingkat inefisiensi teknis petani responden pada α = 10%. Namun, variabel rasio luas lahan terhadap total luas lahan yang diusahakan dan status kepemilikan lahan pada taraf α = 15% berpengaruh nyata. Hasil penelitian Adhiana (2005) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis petani lidah buaya di lokasi penelitian adalah sebesar 0,813 dengan nilai terendah 0,324 dan nilai tertinggi 0,982. Variabel-variabel yang menjadi sumber inefisiensi teknis petani responden yang berpengaruh nyata yaitu umur (α = 1%), pendidikan (α = 5%) dan pengalaman (α = 15%). Sementara variabel manajemen dan pendapatan di luar usahatani tidak berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis. Ketiga variabel yang menjadi sumber inefisiensi teknis tersebut berpengaruh negatif, sehingga apabila ketiga variabel tersebut semakin bertambah maka usahatani lidah buaya yang dilakukan akan semakin efisien secara teknis. Variabel pendidikan dan pengalaman hasilnya yang diperoleh sesuai dengan dugaan awal, sedangkan variabel umur hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan dugaan. Hal tersebut terjadi karena semakin bertambah umurnya maka pengalaman dan keterampilan juga semakin meningkat, tetapi mereka semakin lemah dalam berusaha. Petani yang lebih muda mungkin kurang berpengalaman dan memiliki keterampilan yang rendah, tetapi mereka pada umumnya lebih tertarik pada inovasi baru. 21

38 Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai efisiensi teknis maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya petani masih memiliki potensi maksimum yang seharusnya dicapai. Hal tersebut terlihat dari nilai efisiensi teknis petani yang belum optimal dan masih memungkinkan ditingkatkan agar memperoleh hasil yang optimal. Belum optimalnya potensi maksimum yang dapat dicapai oleh petani, salah satunya karena adanya inefisiensi. Inefisiensi ini dipengaruhi oleh peranan stokastik. Variabel-variabel yang umumnya mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani diantaranya yaitu umur, pendidikan formal, pengalaman, dummy status lahan dan dummy penyuluhan Pendapatan Usahatani Penelitian mengenai pendapatan usahatani telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa dilihat dari nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu, usahatani yang dilakukan memberikan keuntungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada insentif yang diterima petani atas faktor-faktor produksi yang telah digunakan untuk usahatani bawang merah. Hasil penelitian Siregar (2008) menunjukkan bahwa baik usahatani cabai merah organik maupun non organik menguntungkan. Nilai R/C rasio atas biaya total usahatani cabai merah organik adalah 4,61 sedangkan pada usahatani cabai merah non organik nilai R/C rasio yang diperoleh yaitu 3,94. Begitu pun penelitian Hidayat (2010) yang menunjukkan bahwa usahatani jambu getas merah berdasarkan status penguasaan lahan menguntungkan, nilai R/C rasio atas biaya total petani pemilik lahan sebesar 1,67 dan petani penyewa lahan sebesar 1,66. Podesta (2009) juga melakukan analisis pendapatan usahatani tentang padi Pandan Wangi Sertifikat dan Non Sertifikat. Baik padi Pandan Wangi Sertifikat maupun Non Sertifikat, kedua-duanya menguntungkan. Hal tersebut dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya total yang lebih besar dari satu. R/C rasio atas biaya total padi Pandan Wangi Sertifikat MT II yaitu 2,90 dan Non Sertifikat MT II yaitu 2,27. 22

39 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya. Sedangkan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi et al. 1985). Menurut Mosher (1968) diacu dalam Mubyarto (1994), usahatani adalah suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi, dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan (farm business). Tujuan setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa melalui peredaran uang disebut subsistence farm sedangkan apabila dorongannya untuk mencari keuntungan disebut commercial farm (Hernanto 1996). Sedangkan menurut Soekartawi dkk (1985), tujuan usahatani terbagi dua, memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Menurut Hernanto (1996), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain : (1) petani pengelola; (2) tanah usahatani, (3) tenaga kerja, (4) modal, (5) tingkat teknologi, (6) jumlah keluarga, dan (7) kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani yaitu : (1) tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, (2) aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), (3) fasilitas kredit, dan (4) sarana penyuluhan bagi petani. 23

40 Hernanto (1996), menyatakan terdapat empat unsur pokok yang selalu ada dalam usahatani dan disebut sebagai faktor-faktor produksi yaitu : 1) Tanah Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan faktor produksi usahatani lainnya dan distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata. Oleh karena itu, tanah memiliki sifat-sifat khusus yaitu : (1) luasnya relatif tetap atau dianggap tetap; (2) tidak dapat dipindah-pindahkan; (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan; (4) tidak ada penyusutan (tahan lama); dan (5) bunga atas lahan dipengaruhi oleh produktivitas lahan. Tanah yang dimiliki petani atau yang dikelola dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Terdapat hubungan antara tanah dengan pengolahnya yang dinamakan dengan status tanah. Status tanah ini akan memberikan kontribusi bagi pengolahnya. Beberapa status tanah yang dikenal yaitu, tanah milik atau tanah hak milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai, dan tanah pinjaman. 2) Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usahatani ada tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Untuk mengukur tenaga kerja, satuan ukuran yang umum digunakan yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung keseluruhan pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,7 HKP; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam maupun luar kelurga. 24

41 3) Modal Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. Modal usahatani dapat berupa biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya pengelolaan. Ada beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk menilai keuangan dan jalannya usahatani, ukuran-ukuran itu antara lain dalam bentuk ratio atau perbandingan seperti current ratio (kemampuan bayar dari modal), intermidiet ratio, net capital ratio, debt equity ratio, dan lain-lain. 4) Manajemen Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaikbaiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomis menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknik meliputi : (1) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (2) perkembangan teknologi; (3) tingkat teknologi yang dikuasai; (4) daya dukung faktor yang dikuasai; (5) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain. Sedangkan, prinsip ekonomis antara lain : (1) penentuan perkembangan harga; (2) kombinasi cabang usaha; (3) pemasaran hasil; (4) pembiayaan usahatani; (5) penggolongan modal dan pendapatan; dan (5) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim. 25

42 Soeharjo (1978), diacu dalam Hernanto (1996) mengklasifikasikan usahatani tanaman pangan menurut pola, tipe, corak dan bentuk. Berikut penjelasan mengenai pengklasifikasian tersebut : 1) Pola usahatani Klasifikasi usahatani menurut pola digolongkan berdasarkan jenis lahannya yaitu pola usahatani lahan basah dan pola usahatani lahan kering. 2) Tipe usahatani Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan kepada macam dan atau cara penyusunan tanaman yang diusahakan seperti misalnya usahatani padi, usahatani palawija, usahatani campuran, usahatani khusus, usahatani tidak khusus, usahatani tanaman ganda dan lain-lain. 3) Corak usahatani Corak usahatani dimaksudkan sebagai tingkatan dari hasil pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran. 4) Bentuk usahatani Bentuk atau struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan. Cara pengusahaan itu dapat secara khusus, tidak khusus dan campuran. Menurut Hernanto (1996), terdapat beberapa istilah dalam usahatani campuran, antara lain : a) Pergiliran tanaman (crop rotation) Usaha ini menunjukkan adanya dua atau lebih tanaman yang diusahakan pada lahan yang sama tetapi dalam masa yang berbeda. Misalnya tanaman A pada musim pertama kemudian tanaman B pada musim berikutnya. b) Tumpangsari (intercropping) Tumpangsari yaitu adanya dua atau lebih tanaman yang diusahakan dalam masa yang sama. Misal tanaman C dan D diusahakan sekaligus. Pilihan pergiliran tanaman dan tumpangsari karena kesadaran petani yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan, utamanya bagi petani tradisional. Alasan lain yaitu karena risiko, yang besar kemungkinan akan terjadi baik itu disebabkan oleh alam maupun oleh pasar terutama harga produk maupun sarana. 26

43 Konsep Fungsi Produksi Menurut Soekartawi (1994), fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Misalnya Y adalah produksi dan X i adalah masukan i, maka besar-kecilnya Y juga tergantung dari besar-kecilnya X 1, X 2, X 3,, X m yang digunakan. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X 1, X 2, X 3,, X m ) Dimana : Y = Produksi atau output X 1, X 2, X 3,, X m = Input Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui jumlah masukan/input yang digunakan. Selanjutnya fungsi produksi dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Namun demikian, hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan mengingat informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1994) menjelaskan penyebab terdapatnya kesulitan dalam menentukan kombinasi input yang terbaik tersebut antara lain karena : 1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman. 2) Data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar. 3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan. 4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti. 5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus. Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah : (1) terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan; dan (2) parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. 27

44 Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Produk Rata-rata (PR) dengan Produk Marjinal (PM) yang disebut dengan kurva Produk Total (PT) (Soekartawi 1994). PR didefinisikan sebagai perbandingan antara PT per jumlah input atau menunjukkan kuantitas output produk yang dihasilkan. PR = Dimana : PR = Produk Rata-rata Y = Output X = Input PM adalah tambahan satu satuan input (X) yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu satuan output (Y). PM = Dimana : PM = Produk Marjinal dy = Perubahan output dx = Perubahan input Persentase perubahan output sebagai akibat dari persentase perubahan input dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (E p ). Besarnya elastisitas bergantung pada besar kecilnya PM suatu input. E p = =. Hubungan antara PT, PR, PM dan E p dapat digambarkan dalam kurva pada Gambar 3. Kurva tersebut menunjukkan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi yaitu peningkatan PR, penurunan PR ketika PM positif, dan penurunan PR ketika PM negatif. Daerah-daerah tersebut mewakili daerah I, II, dan III, yaitu suatu daerah yang menunjukkan elastisitas produksi yang besarnya berbeda-beda (Soekartawi 1994). Daerah I terletak diantara 0 dan X 2 dengan nilai elastisitas yang lebih dari satu (E p > 1), terjadi ketika PM lebih besar dari PR yang berarti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan penambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Pada kondisi ini keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penambahan faktor produksi. Daerah I disebut daerah irrasional atau inefisien. 28

45 Daerah II terletak antara X 2 dan X 3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 < E p < 1), terjadi ketika PM lebih kecil dari PR yang berarti bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor produksi lebih optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien. Daerah III merupakan daerah dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari satu (E p < 1), terjadi ketika PM bernilai negatif yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini PT dan PR dalam keadaan menurun. Dalam situasi ini upaya penambahan faktor produksi tetap akan merugikan petani, sehingga di daerah ini sudah tidak efisien atau disebut daerah irrasional. Output Total Produk (TP) Output Input I II III Produk Rata-rata (PR) Gambar 3. Kurva Fungsi Produksi Sumber : Soekartawi (1994) X 1 X 2 X 3 Produk Marjinal (PM) Input 29

46 Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Fungsi produksi stochastic frontier adalah fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya (Soekartawi 1994). Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi dan produksi, maka fungsi produksi frontier adalah hubungan fisik faktor-produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis isokuan yang merupakan garis tempat titik-titk yang menunjukkan titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi 1994). Aigner et al. (1997) dan Broeck dan Meeusen (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998), menyatakan bahwa dalam model fungsi produksi stochastic frontier terdapat penambahan random error, v i, serta non negatif variabel acak, u i, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : y i = x i β + v i - u i i = 1, 2, 3,., N Dimana : y i = Produksi yang dihasilkan petani pada waktu ke-t x i = Vektor masukan yang digunakan petani pada waktu ke-t β = Vektor parameter yang akan diestimasi v i = Variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (v i ~ N (0, σ v 2 )) u i = Variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal (u i ~ N (0, σ v 2 ) ) Random error, v i, dihitung untuk mengukur error dan faktor random lain seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain, di dalam nilai variabel output, yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner et al. (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998), v i s merupakan variabel normal acak yang terdistribusi secara bebas dan identik (independent and identically distributed, i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, σ v 2, variabel bebas, u i s, diasumsikan sebagai i.i.d eksponensial atau variabel acak setengah normal. Variabel u i berfungsi untuk menangkap inefisiensi teknis. Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic) yaitu nilai harapan dari x i β + v i atau exp (x i β + v i ). Random error bisa 30

47 bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp (x i β). Struktur dasar model stochastic frontier digambarkan seperti Gambar 4. Sumbu x mewakili input sedangkan sumbu y mewakili output. Komponen deterministik dari model frontier, Y = exp (x i β), digambarkan dengan asumsi bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Penjelasan Gambar 4 adalah terdapat dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i menggunakan input sebesar x i dan menghasilkan output y i. Nilai dari output stochastic frontier adalah y i, melampaui nilai fungsi produksi yaitu f(x i ;β). Hal ini dapat terjadi karena aktivitas produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel v i bernilai positif. y Output Frontier output (y i * ), exp (x j β + v j ), jika v i > 0 X X Fungsi produksi, y = exp (xβ) y i X y i X Frontier output (y j * ), exp (x j β + v j ), jika v j < 0 x i x i x Input Gambar 4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli, Rao, Battase (1998) Sementara itu, petani ke-j menggunakan input sebesar x j dan memproduksi y j berada di bawah fungsi produksi karena aktivitas produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana v j bernilai negatif. Output stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier terlihat diantara output stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian 31

48 deterministik dari frontier apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya y i > exp (x j β) jika v j > u j ) (Coelli et al. 1998). Model stochastic frontier juga memiliki kelemahan. Kritikan utama terhadap model ini adalah secara umum tidak ada sebuah pengakuan terhadap bentuk penyebaran yang pasti dari variabel-variabel u i. Bentuk distribusi setengah normal dan eksponensial adalah bentuk distribusi yang selama ini dipilih. Akan tetapi, menurut Coelli et al. (1998) kedua bentuk distribusi ini cenderung bernilai nol sehingga kemungkinan besar efek efisiensi yang dicari juga mendekati nol. Sejumlah peneliti menanggapi kritikan ini dengan membuat bentuk penyebarannya yang lebih umum seperti terpotong normal (truncated-normal) dan dua parameter gamma untuk menangkap efek inefisiensi teknis. Kedua distribusi tersebut memiliki bentuk distribusi yang lebih luas. Model pemotongan terhadap penyebaran normal lebih mudah dibandingkan model gamma. Penyebaran pemotongan normal adalah generalisasi dari penyebaran setengah normal. Penyebaran ini diperoleh dari pemotongan pada nilai nol dari penyebaran normal dengan nilai harapan variasinya µ dan σ 2. Jika nilai µ adalah nol maka distribusinya adalah setengah normal Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Soekartawi (1994), tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisien dari sisi penggunaan input untuk memaksimumkan keuntungan. Seorang pengusaha atau petani akan selalu berfikir bagaimana mengalokasikan sarana produksi (input) yang dimiliki seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan atau profit maximization. Di lain pihak, manakala petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya usahatani yang dimilikinya dalam jumlah terbatas. Pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization, yaitu tindakan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya (Soekartawi 1994). 32

49 Soekartawi (1994), mengartikan efisiensi sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Daniel (2004), menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis akan tercapai apabila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya. Misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Cara seperti ini dapat ditempuh misalnya dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah, menjual hasil pada harga yang relatif tinggi. Selanjutnya, apabila petani meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi, dan menjual hasilnya dengan harga yang tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersamaan. Situasi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi ekonomi. Farrel (1957), diacu dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan bahwa efisiensi sebuah usahatani terdiri dari dua konsep yaitu : (1) efisiensi teknis (technical efficiency/te), yang menggambarkan kemampuan suatu usahatani untuk memaksimalkan output dari sejumlah penggunaan input tertentu, dan (2) efisiensi alokatif (allocative efficiency/ae), menggambarkan kemampuan suatu usahatani dalam menggunakan input dengan proporsi yang optimal untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Kedua pengukuran efisiensi ini bila digabungkan menghasilkan ukuran efisiensi ekonomi (economic efficiency). Efisiensi secara umum didekati dari dua sisi pendekatan yaitu pendekatan alokasi penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan 33

50 untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. Gambar 5 merupakan gambar kondisi pendekatan berorientasi input, isoquant yang menunjukkan kondisi yang efisien penuh (fully efficient) yang digambarkan oleh kurva SS. Jika suatu usahatani menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi 1 unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan oleh jarak QP. Pada ruas garis QP jumlah input yang digunakan dapat dikurangi tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan. x 1 /q S P A Q R Q S Keterangan : 0 A x 2 /q P = Input Q = Efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q = Efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA = Kurva rasio harga input SS = Isoquant fully efficient Gambar 5. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Input) Sumber : Collie et al. (1998) Metode pendekatan yang didasarkan pada orientasi output (Gambar 5) dengan menggunakan kurva kemungkinan produki ZZ, sementara titik A menunjukkan petani berada dalam kondisi inefisien. Pada gambar yang sama, ruas garis AB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis dengan ditunjukkan adanya tambahan output tanpa membutuhkan input tambahan. Secara matematis, pendekatan output rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut : TE 0 = 0A/0B 34

51 Notasi 0 digunakan untuk menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi input. Dengan adanya informasi harga output yang digambarkan oleh garis isorevenue DD, maka efisiensi alokatif ditulis sebagai berikut : AE 0 = 0B/0C Sedangkan kondisi efisien secara ekonomis yaitu : EE 0 = TE 0 x AE 0 = (0A/0B) x (0B/0C) = 0A/0C Rasio dari ketiga nilai efisiensi tersebut berkisar antara 0 dan 1. q 2 /x 1 D Z C B B D 0 Keterangan : ZZ = Kurva Kemungkinan Produksi DD = Isorevenue Z q 1 /x 1 Gambar 6. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Output) Sumber : Collie et al. (1998) Model inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model Coelli et al. (1998). Untuk mengukur inefisiensi teknis digunakan variabel u i yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (µ, σ 2 ). Penentuan nilai parameter distribusi (µ) efek inefisiensi teknis digunakan rumus sebagai berikut : µ = δ 0 + Z it δ + w it dimana Z it adalah variabel penjelas yang merupakan vektor dengan ukuran (1 x M) yang nilainnya konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (1 x M). 35

52 Konsep Pendapatan Usahatani Ukuran penampilan usahatani yaitu ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani dinyatakan dalam beberapa istilah, antara lain (Soekartawi 1985) : 1) Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua produk yang : (1) djual; (2) dikonsumsi rumah tangga petani; (3) digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak; (4) digunakan untuk pembayaran; dan (5) disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun. Pendapatan kotor usahatani mencakup pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. 2) Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda. 3) Penerimaan tidak tunai adalah penerimaan usahatani yang bukan dalam bentuk uang seperti hasil panen yang dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. 4) Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. 5) Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua masukan (input) yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Pengeluaran total usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. 6) Pengeluaran tunai usahatani (farm payment) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak termasuk pengeluaran tunai. 7) Pengeluaran tidak tunai (diperhitungkan) adalah nilai semua input yang digunakan untuk usahatani bukan dalam bentuk uang misalnya nilai barang atau jasa yang untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau kredit. 36

53 8) Pendapatan bersih usahatani (net farm income) adalah selisih pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi Analisis Penerimaan Atas Biaya (R/C rasio) Menurut Soekartawi (2002), penampilan usahatani juga dapat dinyatakan oleh analisis R/C rasio. Analisis R/C rasio atau return cost ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio penerimaan atas biaya juga menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Analisis R/C rasio dibagi menjadi dua yaitu analisis R/C rasio menggunakan data pengeluaran/biaya produksi yang secara rill dikeluarkan oleh petani (R/C rasio atas biaya tunai) dan analisis R/C rasio yang memperhitungkan nilai tenaga kerja keluarga, serta bibit yang disiapkan sendiri dan sebagiannya sebagai biaya diperhitungkan (R/C rasio atas biaya total) Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini didasari dengan melihat fakta bahwa seiring meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan bawang merah juga semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan bawang merah dibutuhkan oleh hampir semua kalangan masyarakat sebagai bumbu masakan atau obat tradisional. Selain itu, sifat bawang merah yang merupakan tanaman rempah-rempah yang tidak bersubstitusi mengakibatkan tidak bisa digantikan oleh komoditas lain. Berkembangnya industri olahan bawang merah serta pengembangan pasar ekspor mengakibatkan permintaan bawang merah meningkat. Kecamatan Argapura merupakan kecamatan penyumbang produksi bawang merah terbesar di Kabupaten Majalengka. Akan tetapi, tingkat produktivitas bawang merah di Kecamatan Argapura masih rendah dibandingkan 37

54 kecamatan-kecamatan lainnya. Salah satu sentra produksi bawang merah di Kecamatan Argapura terdapat di Desa Sukasari Kaler. Rendahnya produktivitas yang terjadi di lokasi penelitian diduga terjadi karena penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien. Selain itu, teknik budidaya dan penggunaan faktor-faktor produksi antara satu petani dengan petani lainnya pun berbeda. Adanya perbedaan tersebut diduga akan berpengaruh terhadap produksi bawang merah yang dihasilkan. Petani yang dalam teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor produksi (input) untuk mencapai hasil produksi (output) yang maksimum, maka dapat dikatakan efisien. Permasalahan lain yang dihadapi petani yaitu harga pupuk yang tinggi karena adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk. Harga pupuk yang tinggi mengakibatkan biaya produksi usahatani semakin tinggi, sehingga dapat berakibat terhadap pendapatan petani apalagi tanpa diimbangi dengan harga produk yang dihasilkan. Selain itu, penggunaan varietas bibit di daerah penelitian juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah. Terdapat dua jenis varietas bibit yang digunakan di Desa Sukasari Kaler yaitu varietas Sumenep dan varietas Balikaret. Kedua varietas ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda dari sisi harga. Harga bawang merah varietas Sumenep biasanya lebih tinggi dibandingkan harga bawang merah varietas Balikaret. Selain itu, produktivitas kedua varietas ini pun berbeda. Produktivitas yang rendah yang terjadi akibat penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien diduga dapat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis petani, sedangkan biaya pupuk yang tinggi akibat adanya kenaikan harga dan penggunaan varietas yang berbeda diduga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh petani. Hal tersebut mengakibatkan petani harus berusaha untuk mengefisienkan kegiatan usahatani bawang merah yang dilakukan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka perlu dilakukan analisis efisiensi teknis bawang merah untuk mengetahui efisiensi teknis petani dan analisis usahatani untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani, sehingga dapat memberikan rekomendasi bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani secara efisien. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. 38

55 Rendahnya produktivitas. Penggunaan faktor produksi diduga belum efisien. Kebijakan pemerintah mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Jenis varietas yang digunakan. Analisis Efisiensi Teknis Analisis Pendapatan Usahatani Output Produksi Input Produksi Efisiensi usahatani Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Frontier : Lahan, Tenaga Kerja, Bibit, Pupuk N, Pupuk P, Pupuk K, Pestisida Cair, Pestisida Padat, dan Pupuk Kandang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani : Umur, Pengalaman, Pendidikan Formal, Penyuluhan, Status Kepemilikan Lahan dan Jenis Bibit Analisis Pendapatan Usahatani Keragaan usahatani Pendapatan usahatani Efisiensi Teknis Pendapatan Usahatani Rekomendasi Usahatani Bawang Merah yang Efisien secara Teknis Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler 39

56 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sukasari Kaler yang berada di wilayah Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi bawang merah di Kecamatan Argapura. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei Metode Penentuan Responden Penentuan responden penelitian dilakukan melalui dua metode yaitu metode purposive sampling dan snowball sampling. Metode purposive sampling digunakan untuk memilih Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gunung Sari sebagai sampling frame untuk memudahkan penentuan petani sampel, dimana petani yang tergabung dalam Gapoktan Gunung Sari merupakan petani yang mengusahakan komoditas bawang merah. Penentuan petani sampel menggunakan metode snowball sampling dengan ketua kelompok tani sebagai sampel awalnya. Petani sampel merupakan petani yang melakukan budidaya bawang merah dalam kurun waktu satu tahun terakhir ketika penelitian dilakukan yaitu pada musim tanam tahun Pengambilan sampel berdasarkan petani yang tergabung dalam Gapoktan Gunung Sari yang terdiri dari delapan kelompok tani. Hal tersebut bertujuan agar sampel dapat mewakili keseluruhan petani yang berada di Desa Sukasari Kaler, karena pembagian kelompok tani berdasarkan wilayah hamparan lahan yang dimiliki petani. Akan tetapi, petani responden hanya diambil dari kelompok tani yang mengusahakan bawang merah pada lahan sawah yaitu kelompok tani Pakuwon, Sukasari Utara, Cilayur, Mengger dan Liang Julang dengan jumlah populasi sebanyak 330 orang. Sedangkan tiga kelompok tani lainnya, yaitu kelompok tani Teja Permana, Gunung Sari dan Tani Mukti tidak diambil karena usahatani bawang merah dilakukan pada lahan tegalan (tadah hujan). Petani responden diambil sebanyak 10 persen dari populasi. Akan tetapi, petani sampel hanya berjumlah 30 orang karena tiga orang lainnya sudah tidak 40

57 mengusahakan bawang merah. Selain itu, petani responden juga diambil dari kelompok tani yang mayoritas masih mengusahakan bawang merah, sehingga terdapat perbedaan antara jumlah rencana dan realisasi. Tabel 6 menunjukkan rencana dan realisasi jumlah petani sampel yang diambil dalam penelitian ini. Tabel 6. Responden Petani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler No Nama Kelompok Tani Rencana (orang) Realisasi (orang) 1 Pakuwon Sukasari Utara Cilayur Mengger Liang Julang 4 3 Jumlah Data dan Instrumentasi Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan, pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani responden. Wawancara dilakukan dengan metode wawancara terstruktur. Data primer pada penelitian mencakup penguasaan asset pertanian, pemasukan dan pengeluaran usahatani bawang merah serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang penelitian ini. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang diperoleh dari sumber kedua atau literatur-literatur yang relevan. Data sekuder yang digunakan untuk mendukung data-data primer diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka, Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Argapura, monografi Desa Sukasari Kaler. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Pertanian Republik Indonesia, buku serta penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan topik penelitian. Data sekunder mencakup data produksi, produktivitas, luas areal tanam berbagai komoditas hortikultura serta informasi lainnya. 41

58 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini baik data primer maupun data sekunder adalah metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi dan efisiensi teknis serta pendapatan usahatani bawang merah yang dilakukan para petani di Desa Sukasari Kaler. Data yang dikumpulkan melalui proses verifikasi dan validasi data terlebih dahulu. Selanjutnya data diolah menggunakan program Microsoft Excel, Minitab 14, dan Frontier 4.1. Microsoft Excel digunakan untuk proses input data dan pendapatan usahatani. Minitab digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani dan program Frontier 4.1. digunakan untuk mendapatkan estimasi nilai parameter dari maximum-likelihood untuk model fungsi produksi stochastic frontier. Program Frontier 4.1. terdiri dari tiga tahap : 1) Mengkalkulasikan nilai estimasi dari β dan σ s 2 (Ordinary Least Square) semua nilai estimasi β kecuali β 0 unbias. menggunakan OLS 2) Dua frase grid search dari fungsi likelihood digunakan untuk mengevaluasi nilai dari γ yang nilainya berkisar antara 0 dan 1. 3) Nilai diseleksi melalui tahap kedua digunakan sebagai nilai awal dalam prosedur iteratif untuk mengestimasi nilai akhir maximum-likelihood Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF) Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah Stochastic Frontier Cobb- Douglas. Bentuk ini dipilih karena sederhana dan dapat digunakan dalam bentuk fungsi linear. Dugaan yang akan digunakan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam persamaan berikut : Y = β 0 L β1 B β2 TK β3 N β4 P β5 K β6 Pc β7 Pd β8 Pk β9 vi ui e Untuk memudahkan pendugaan ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural dengan basis e (log natural) sebagai berikut : Y = ln β 0 + β 1 ln L + β 2 ln B + β 3 ln TK + β 4 ln N + β 5 ln P + β 6 ln K + β 7 ln Pc + β 8 ln Pd + β 9 ln Pk + v i - u i 42

59 Dimana : Y = Produksi total bawang merah (kg) L = Luas lahan (ha) B = Penggunaan bibit (kg) TK = Tenaga kerja (HOK) N = Jumlah pupuk N (kg) P = Jumlah pupuk P (kg) K = Jumlah pupuk K (kg) Pc = Pestisida cair (lt) Pd = Pestisida padat (kg) Pk = Pupuk kandang (kg) = Intersep β 0 β i = Koefisien parameter penduga, dimana i = 1,2,3, 12 0 < β i < 1 (Diminishing return) v i - u i = Error term (u i = efek inefisiensi teknis dalam model) Variabel sisa (random shock) v i merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed/ i.i.d) dengan rataan (mathematical expectation/ u i ) bernilai nol dan ragamnya konstan, σ y 2 (N(0, σ v 2 )), serta bebas dari u i. Variabel kesalahan (residual solow) u i adalah variabel yang menggambarkan efek inefisiensi di dalam produksi, diasumsikan terdistribusi secara bebas diantara setiap observasi dan nilai v i. Variabel acak u i tidak boleh bernilai negatif dan distribusinya normal dengan nilai distibusi N(µ i, σ u 2 ) (Coelli dan Battese 1998) Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Metode efek inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998). Variabel u i yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N(µ i, σ 2 ). Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani bawang merah dalam penelitian ini adalah umur (Z 1 ), pengalaman (Z 2 ), pendidikan (Z 3 ), dummy status kepemilikan lahan (Z 4 ), dummy penyuluhan (Z 5 ), dan dummy varietas bibit (Z 6 ). Dengan demikian, parameter distribusi (µ i ) efek inefisiensi teknis dalam penelitian ini adalah : µ i = δ 0 + δ 1 Z 1 + δ 2 Z 2 + δ 3 Z 3 + δ 4 Z 4 + δ 5 Z 5 + δ 6 Z 6 + w it 43

60 Beberapa hipotesis yang dikemukakan untuk model efek inefisiensi dalam persamaan diatas adalah : 1) Semakin tua umur petani, diduga akan mempertinggi tingkat inefisiensi karena semakin tua petani maka kondisi fisiknya akan semakin lemah. 2) Semakin lama pengalaman petani mengusahakan usahatani bawang merah, diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis petani. Pengalaman yang diperoleh petani dari usahatani sebelumnya akan menjadi pelajaran bagi petani untuk pengelolaan berikutnya. 3) Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis petani. Tingginya tingkat pendidikan mengindikasikan tingginya pengetahuan petani dalam mengelola usahataninya. 4) Dengan mengikuti penyuluhan diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis petani. Penyuluhan mampu memberikan informasi yang dapat membantu petani dalam mengelola usahataninya. 5) Status garapan (dummy) diduga akan mempengaruhi keseriusan petani dalam mengolah lahannya. Petani penyewa cenderung lebih baik daripada petani non penyewa. 6) Varietas bibit yang digunakan (dummy) diduga berpengaruh terhadap inefisiensi teknis. Seluruh parameter baik dalam fungsi stochastic frontier dan efek inefisiensi secara simultan dapat diperoleh melalui program Frontier 4.1. Pengujian efek inefisiensi dilakukan dengan metode statistik. Hasil pengujian Frontier 4.1. akan memberikan nilai perkiraan varians dari parameter dalam bentuk parameterisasi berikut ini : σ s 2 = σ v 2 + σ u 2 dan γ = σ u 2 / σ s 2 Nilai parameter gamma (γ) berkisar antara nol dan satu. Untuk keputusan penerimaan hipotesis nol (diuraikan dalam bagian uji hipotesis) atau ditentukan oleh nilai kritis. Efisiensi teknis petani ke-i adalah nilai harapan dari (-u i ) yang dinyatakan dalam rasio berikut ini : TE i = 44

61 Dimana TE i adalah efisiensi teknis petani ke-i, dan y i adalah fungsi output deterministic (tanpa error term). Nilai efisiensi teknis tersebut berbanding terbalik dengan efek inefisiensi teknis di atas yang juga bernilai diantara nol dan satu. Nilai efisiensi teknis dalam persamaan di atas digunakan hanya untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data) dan tidak untuk input yang bersifat logaritmik (panel data) (Coelli dan Battese 1998) Uji Hipotesis Pengujian hipotesis hanya dilakukan untuk hasil output efek efisiensi teknis frontier. Untuk mengetahui apakah ada efek inefisiensi di dalam model menggunakan nilai LR test galat satu, sedangkan untuk masing-masing variabel penduga apakah koefisien dari masing-masing parameter bebas (δ i ) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (µ i ) dengan menggunakan t-hitung. Hipotesis pertama : H 0 : γ = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 =. δ 10 = 0 H 1 : γ = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 =. δ 10 > 0 Hipotesis nol artinya efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model. Jika hipotesis ini diterima, maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. LR = -2 {ln[l(h 0 )/L(H 1 )]} Dimana L(H 0 ) dan L(H 1 ) adalah nilai dari fungsi likelihood di bawah hipotesis H 0 dan H 1. Kriteria uji : LR galat satu sisi > χ 2 restriksi (tabel Kodde dan Palm) maka tolak H 0 LR galat satu sisi < χ 2 restriksi (tabel Kodde dan Palm) maka terima H 0 Tabel chi-square Kodde dan Palm adalah table upper and lower bound dari nilai kritis untuk uji bersama persamaan dan pertidaksamaan restriksi. Hipotesis Kedua : H 0 : δ 1 = 0 H 1 : δ

62 Hipotesis nol berarti koefisien dari masing-masing variabel di dalam model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masingmasing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat inefisiensi dalam proses produksi. Uji statistik yang digunakan: t-hitung = t-tabel = t (α, n-k-1) Kriteria uji : t-hitung > t-tabel t (α, n-k-1) : tolak H 0 t-hitung < t-tabel t (α, n-k-1) : terima H 0 Dimana : k = jumlah variabel bebas n = jumlah pengamatan (responden) S (δ i ) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi Analisis Pendapatan Usahatani Profitabilitas usahatani bawang merah dapat dikaji dengan dua indikator yaitu pendapatan usahatani dan R/C rasio. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan petani, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya (Soekartawi et al. 1985). Pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Rumus penerimaan, total biaya dan pendapatan (Soekartawi et al. 1985) adalah : Dimana : TR TC P Q TR TC atas biaya tunai atas biaya total = P x Q = biaya tunai + biaya diperhitungkan = TR biaya tunai = TR TC : Total penerimaan usahatani (Rp) : Total biaya usahatani (Rp) : Harga output (Rp/Kg) : Jumlah output (Kg) : Pendapatan atau keuntungan (Rp) 46

63 Penerimaan total usahatani (total farm revenue) merupakan nilai produk dari usahatani yaitu harga produk dikalikan dengan total produksi periode tertentu. Penerimaan atau revenue dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, yaitu jumlah produk yang dijual dikalikan dengan harga jual produk. Penerimaan total usahatani merupakan keseluruhan nilai produksi usahatani baik yang dijual, dikonsumsi keluarga dan dijadikan persediaan. Total biaya atau pengeluaran adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Biaya atau cost juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai di dalam usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan usahatani. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Biaya total adalah keseluruhan nilai yang dikeluarkan bagi usahatani, baik tunai maupun tidak tunai. Analisis R/C adalah salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost rasio) yang menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Rasio R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Rasio R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis R/C rasio dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi et al. 1985) : R/C rasio atas biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / biaya tunai = TR / TC Dimana : TR TC = Total penerimaan usahatani (Rp) = Total biaya usahatani (Rp) 47

64 Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan. Tabel 7 memperlihatkan contoh perhitungan pendapatan usahatani. Tabel 7. Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio per Hektar per Tahun Tanaman Tahunan No Keterangan Jumlah A Penerimaan B Biaya Tunai 1 Bibit 2 Pupuk Kimia 3 Pupuk Kandang 4 Obat-obatan 5 Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai C Biaya yang Diperhitungkan 1 Penyusutan 2 Sewa Lahan 3 Tenaga Kerja Keluarga Total Biaya yang Diperhitungkan D Total Biaya (B+C) E Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B) F Pendapatan Atas Biaya Total (A-D) G R/C Atas Biaya Tunai (A/B) H R/C Atas Biaya Total (A/D) Sumber : Soekartawi 1985 Harga per Satuan (Rp) Total (Rp) Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual. Rumus yang digunakan yaitu : 48

65 Biaya Penyusutan = Dimana : Nb Ns N : Nilai pembelian (Rp) : Tafsiran nilai sisa (Rp) : Umur ekonomis (tahun) 4.5. Definisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini yaitu variabel yang diamati merupakan data dan informasi usahatani yang diusahakan oleh petani bawang merah. Variabel tersebut terlebih dahulu didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep di bawah ini : 1) Produksi bawang merah (Y) adalah hasil produksi fisik berupa bawang merah yang dihasilkan dalam satu musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 2) Luas lahan (L) adalah luas lahan yang digunakan untuk berusahatani bawang merah dengan satuan pengukuran adalah hektar (ha). 3) Bibit bawang merah (B) adalah jumlah bibit bawang merah yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam dengan satuan pengukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 4) Tenaga kerja (TK) adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) dan mengabaikan jenis tenaga kerja yang digunakan apakah dari dalam keluarga atau luar kelurga. 5) Pupuk N (N) adalah jumlah kandungan pupuk N yang digunakan petani untuk memupuk tanaman bawang merah selama satu kali musim tanam, meliputi pupuk urea, ZA, phonska dan NPK. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 6) Pupuk P (P) adalah jumlah kandungan pupuk P yang digunakan petani untuk memupuk tanaman bawang merah selama satu kali musim tanam, meliputi TSP, phonska dan NPK. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 49

66 7) Pupuk K (K) adalah jumlah kandungan pupuk K yang digunakan petani untuk memupuk tanaman bawang merah selama satu musim tanam, meliputi pupuk phonska, NPK dan KCL. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 8) Pestisida cair (Pc) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dan panyakit selama satu musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah liter (lt). 9) Pestisida padat (Pd) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hama dan panyakit selama satu musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah dan kilogram (kg). 10) Pupuk kandang (Pk) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan petani untuk memupuk lahan bawang merah selama satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 11) Umur petani (Z 1 ) adalah usia petani saat musim tanam bawang merah yang diukur dalam tahun. 12) Pengalaman berusahatani (Z 2 ) adalah lamanya petani dalam mengusahakan usahatani bawang merah yang diukur dalam tahun. 13) Pendidikan (Z 3 ) adalah lamanya pendidikan formal yang diperoleh petani yang diukur dalam tahun. 14) Penyuluhan (Z 4 ) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang mengikuti penyuluhan dan nol untuk petani yang tidak mengikuti penyuluhan. 15) Status kepemilikan lahan (Z 5 ) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang memiliki lahan garap sendiri, HGP, dan sakap dan nol untuk sewa. 16) Varietas bibit (Z 6 ) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang menggunakan varietas Sumenep dan nol untuk petani yang menggunakan varietas Balikaret. 17) Bata adalah satuan luas setara dengan 14 m 2, (1 Ha = 700 Bata). 50

67 V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Sumber Daya Alam Desa Sukasari Kaler merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka. Wilayah Sukasari Kaler terbagi menjadi tujuh dusun yakni Dusun Hegarsari (Blok Senin), Ramasari I (Blok Selasa), Ramasari II (Blok Rabu), Sindusari I (Blok Jum at), Sindusari II (Blok Kamis), Linggasari (Blok Sabtu) dan Dusun Gunung Sari (Blok Minggu). Selain itu, Desa Sukasari Kaler terdiri dari 30 rukun tetangga (RT) dan 12 rukun warga (RW). Letak geografis Desa Sukasari Kaler berada di Kecamatan Argapura dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : 1) Sebelah utara : Desa Tegal Sari, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 2) Sebelah selatan : Desa Sukasari Kidul, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 3) Sebelah barat : Desa Sadasari, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 4) Sebelah timur : Desa Cibunut, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. Topografi Desa Sukasari Kaler secara umum memiliki bentang wilayah berupa lahan lereng pegunungan yang berada pada ketinggian sekitar 700 mdpl (meter di atas permukaan laut). Ketinggian ini merupakan ketinggian ideal yang memungkinkan beberapa komoditas sayuran mampu berproduksi secara optimal, salah satunya yaitu bawang merah. Keadaan iklim dan curah hujan pada umumnya dingin sampai dengan kisaran suhu antara 16 0 C-24 0 C yang terdiri dari 6 bulan kering dan 6 bulan basah dengan curah hujan rata-rata 281 mm/bulan. Kegiatan pengembangan dan pembinaan pertanian di Desa Sukasari Kaler berada dalam pengawasan Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Argapura. Luas wilayah Desa Sukasari Kaler adalah 252,046 hektar dengan penggunaan sebagai persawahan 53,77 hektar (21,3 persen), pemukiman 47,3 hektar (18,8 persen), tegalan 119,576 hektar (47,4 persen) dan perkebunan rakyat 31,4 hektar (12,5 persen) (Profil Desa Sukasari Kaler 2010). 51

68 Areal pertanian yang ada di Sukasari Kaler terbagi menjadi dua yaitu sawah dan tegalan (tadah hujan). Sawah biasanya ditanami 3-4 kali dalam setahun dengan pola pergiliran tanam yaitu padi dan sayuran (bawang merah, bawang daun, atau lainnya), dan palawija (ubi jalar, jagung, atau lainnya). Pada lahan tegalan (tadah hujan) biasanya ditanami hanya 2-3 kali dalam setahun dengan pola pergiliran tanam yaitu sayuran (bawang merah dengan teknik tumpang sari dengan sayuran lainnya) dan palawija (jagung, ubi jalar, atau lainnya). Sarana penghubung (terutama jalan) di Desa Sukasari Kaler menggunakan jalur darat berupa jalan aspal. Sementara itu, sarana irigasi berasal dari Sungai Cilongkrang dengan panjang saluran primer meter, panjang saluran sekunder meter dan panjang saluran tersier meter dan Curug Muara Jaya sebagai sumber irigasi pada lahan yang memiliki topografi lebih tinggi yang tidak bisa diairi dari Sungai Cilongkrang. Sarana penghubung dan sarana irigasi ini memiliki peranan yang sangat penting dalam hal kelancaran penyediaan input produksi pertanian dan pemasaran hasil pertanian. Denah wilayah Desa Sukasari Kaler dapat dilihat pada Lampiran Keadaan Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk Desa Sukasari Kaler adalah sebanyak orang yang terdiri dari penduduk laki-laki orang (49,87 persen) dan penduduk perempuan orang (50,13 persen) dengan jumlah rumah tangga sebanyak rumah tangga. Ditinjau dari jumlah anggota keluarga, maka rata-rata rumah tangga beranggotakan 2,2 orang per rumah tangga. Sekitar orang atau 58,66 persen dari total penduduk Desa Sukasari Kaler tergolong pada usia produktif. Keberadaan penduduk usia produktif menunjukkan potensi tenaga kerja yang terdapat di Desa Sukasari Kaler. Data keragaan penduduk Desa Sukasari Kaler menurut data mata pencaharian (Tabel 8) menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Desa Sukasari Kaler tidak bekerja (52,94 persen). Selain itu, Tabel 8 juga memperlihatkan bahwa penduduk yang memiliki mata pencaharian di bidang pertanian (petani dan buruh tani) adalah sebanyak 966 orang (27,47) persen. Dilihat dari jumlah tersebut, dapat diketahui bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama penduduk di Desa Sukasari Kaler. 52

69 Tabel 8. Keragaan Penduduk Desa Sukasari Kaler Menurut Mata Pencaharian pada Tahun 2010 No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Desa Sukasari Kaler (Orang) 1. Petani Buruh Tani Sektor Jasa Swasta Pegawai Negeri dan ABRI Pengajian Pedagang Montir Tidak Bekerja Jumlah Sumber : Profil Desa Sukasari Kaler (2010) Tabel 9 memperlihatkan keragaan penduduk Desa Sukasari Kaler menurut tingkat pendidikan. Sebanyak 288 orang (9,66 persen) penduduk belum tamat sekolah dasar (SD), 529 orang (17,75 persen) tidak tamat sekolah dasar (SD), orang (58,97 persen) lulusan sekolah dasar (SD), 206 orang (6,91 persen) lulusan sekolah menengah pertama (SMP), 122 orang (4,09) lulusan sekolah menengah atas (SMA), dan hanya 78 orang (2,62 persen) penduduk Desa Sukasari Kaler yang merupakan lulusan perguruan tinggi (S1). Dilihat dari sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan, tingkat pendidikan di Desa Sukasari Kaler tersebut masih tergolong rendah. Tabel 9. Keragaan Penduduk Desa Sukasari Kaler Menurut Tingkat Pendidikan pada Tahun 2010 No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Desa Sukasari Kaler (Orang) 1. Belum Tamat SD Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Perguruan Tinggi 78 Jumlah Sumber : Profil Desa Sukasari Kaler (2010) 53

70 5.3. Sarana dan Prasarana Sarana transportasi yang ada di Desa Sukasari Kaler adalah ojeg, truk umum, angkutan umum (mobil bak terbuka) dan sepeda. Alat transportasi yang penting di desa ini adalah sepeda motor. Sebagian besar penduduk Desa Sukasari Kaler memiliki sepeda motor sebagai alat transportasi. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Desa Sukasari berupa gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Kelompok Bermain (Kober), Taman Kanak-kanak (TK), dan gedung Sekolah Dasar (SD). Jumlah sarana pendidikan di Desa Sukasari Kaler dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Sukasari Kaler pada Tahun 2010 Jenjang Pendidikan Jumlah PAUD 2 Kober 1 TK 2 SD/Sederajat 3 Jumlah 8 Sumber : Profil Desa Sukasari Kaler (2010) 5.4. Aktivitas Usahatani Desa Sukasari Kaler Kegiatan usahatani di Desa Sukasari Kaler dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu usahatani padi, usahatani sayuran dan usahatani peternakan. Pada usahatani sayuran, jenis sayuran yang sering dibudidayakan di Desa Sukasari Kaler yaitu bawang merah, bawang daun, seledri dan ubi jalar. Komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani yaitu bawang merah. Pada sektor peternakan, komoditi peternakan yang diusahakan oleh peternak di Desa Sukasari Kaler yaitu sapi potong, sapi perah, kerbau, domba, kambing, ayam buras dan itik. Diantara komoditas-komoditas peternakan tersebut yang paling banyak diusahakan yaitu domba dan ayam buras. Desa Sukasari Kaler memiliki delapan kelompok tani (poktan) dan satu kelompok wanita tani (KWT) yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) Gunung Sari. Pembentukan kelompok tani ini tidak spesifik berdasarkan komoditas yang diusahakan, tetapi berdasarkan hamparan lahan yang 54

71 dimiliki dan domisili tempat tinggal. Poktan yang tergabung dalam Gapoktan Gunung Sari yaitu Poktan Pakuwon (92 anggota), Poktan Sukasari Utara (74 anggota), Poktan Cilayur (86 anggota), Poktan Mengger (35 anggota), Poktan Liang Julang (43 anggota), Poktan Teja Permana (50 anggota), Poktan Gunung Sari (80 anggota), Poktan Tani Mukti (20 anggota) dan KWT Ramasari (25 anggota) Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden diperoleh berdasarkan data pribadi petani (Lampiran 2). Deskripsi karakteristik petani responden dapat dilihat dari beberapa kriteria, antara lain : umur, pendidikan, pengalaman, tanggungan keluarga, luas pengusahaan lahan untuk bawang merah, status kepemilikan lahan, jenis varietas yang digunakan dan keikutsertaan dalam penyuluhan. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani bawang merah. 1) Umur Sebaran petani responden berdasarkan umur (Tabel 11) menunjukkan bahwa jumlah responden terbesar berada pada kelompok usia > 60 tahun dengan persentase sebanyak 36,67 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata petani responden berusia setengah baya dan berada dalam kelompok usia yang mendekati tidak produktif, sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berusahatani. Selain itu, semangat dan kemampuan untuk bekerja pun akan semakin menurun seiring bertambahnya usia responden yang semakin tua. Tabel 11. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Umur pada Tahun 2011 Umur (Tahun) Jumlah Persentase (%) , , ,0 > ,67 Jumlah ,0 55

72 2) Lama Pendidikan Petani Tingkat pendidikan formal petani responden mayoritas adalah lulusan SD yakni 27 orang (90,00 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani di Desa Sukasari Kaler masih tergolong rendah. Namun, terdapat pula petani responden yang mengenyam pendidikan > 6 tahun dengan jumlah 3 orang untuk lama pendidikan 7-12 tahun pada. Tingkat pendidikan formal akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan adopsi teknologi yang baik untuk peningkatan produksi bawang merah. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani responden maka transfer ilmu dan teknologi relatif lebih mudah diterima. Sebaran jumlah petani berdasarkan lama pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Lama Pendidikan pada Tahun 2011 Lama Pendidikan (Tahun) Jumlah Persentase (%) 3 2 6, , , ,33 Jumlah ,00 Banyaknya petani di Desa Sikasari Kaler yang memiliki lama pendidikan rendah disebabkan oleh berbagai alasan, diantaranya adalah sejak kecil petani responden telah diminta oleh orang tuanya untuk membantu bekerja dalam kegiatan usahatani yang dilakukan oleh orang tuanya, sulitnya bersekolah karena sarana pendidikan yang masih terbatas, serta ketidakmampuan dari aspek keuangan keluarga untuk membiayai anggota keluarganya bersekolah pada jenjang yang lebih tinggi. Walaupun demikian, bukan berarti pengetahuan dalam bercocok tanam terutama bercocok tanam bawang merah juga rendah karena mereka mendapat ilmu dari pengalaman bercocok tanam selama bertahun-tahun dari orang tuanya. Keterampilan atau pengetahuan berusahatani bawang merah dan melakukan pengusahaan terhadap lahannya sebagian besar berasal dari orang tuanya. 56

73 3) Lama Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani bawang merah yang dimiliki oleh petani responden dapat mempengaruhi terhadap kemampuan petani dalam mengetahui teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Sebaran petani responden Desa Sukasari Kaler berdasarkan lama pengalaman berusahatani dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden memiliki pengalaman berusahatani bawang merah yang cukup tinggi. Lama pengalaman usahatani berada pada rentang tahun. Tabel 13. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Lama Pengalaman Berusahatani pada Tahun 2011 Lama Pengalaman (Tahun) Jumlah Persentase (%) , , , ,33 Jumlah ,00 4) Jumlah Tanggungan Keluarga Berdasarkan kriteria jumlah tanggungan keluarga, sebagian besar petani responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 3-4 orang dengan persentase 63,33 persen. Hal ini menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani di Desa Sukasari Kaler cukup tinggi. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga pada Tahun 2011 Jumlah Tanggungan Jumlah Persentase (%) Keluarga (Orang) , , ,33 Jumlah ,00 57

74 5) Luas Pengusahaan Lahan Luas lahan yang diusahakan oleh petani responden berada pada kisaran 0,49 hektar. Persentase lahan 0,49 hektar ini mencapai 100,00 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan lahan untuk usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler relatif kecil. Data sebaran petani responden berdasarkan luas pengusahaan lahan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Luas Lahan yang Diusahakan untuk Bawang Merah pada Tahun 2011 Luas Lahan (Hektar) Jumlah Persentase (%) 0, ,00 0,5-0, Jumlah ,00 6) Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan petani responden hanya terdiri dari dua jenis yaitu pemilik dan penyewa. Persentase lahan milik pribadi cukup tinggi yaitu 90,00 persen dan lahan sewa 10,00 persen. Pada umumnya, petani responden di Desa Sukasari memiliki lahan pribadi untuk melakukan usahatani meskipun dalam luasan yang kecil. Sebaran petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan pada Tahun 2011 Status Lahan Jumlah Persentase (%) Pemilik 27 90,00 Penyewa 3 10,00 Jumlah ,00 7) Penggunaan Varietas Bibit Bawang Merah Varietas bibit yang digunakan di Desa Sukasari Kaler ada dua jenis yaitu varietas Sumenep dan varietas Balikaret. Kedua varietas tersebut merupakan varietas lokal. Petani responden lebih banyak menggunakan varietas Sumenep yaitu 63,33 persen karena varietas ini memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Selain 58

75 itu, varietas Sumenep di lokasi penelitian telah memasuki pasar ekspor sehingga menggunakan varietas Sumenep lebih menarik bagi petani responden. Sebaran petani responden berdasarkan varietas bibit yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Varietas Bibit yang Digunakan Jenis Varietas Jumlah Persentase (%) Sumenep 19 63,33 Balikaret 11 36,67 8) Penyuluhan Jumlah ,00 Keikutsertaan petani dalam penyuluhan akan mempengaruhi pengetahuan petani tentang usahatani bawang merah, baik teknis usahatani maupun perlakuan pasca panen dan pemasaran hasil. Petani responden di daerah penelitian sebagian besar ikut berpartisipasi ketika ada penyuluhan. Keikutsertaan petani responden dalam mengikuti penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Petani Responden Desa Sukasari Kaler Berdasarkan Keikutsertaan dalam Penyuluhan Keikutsertaan Penyuluhan Jumlah Persentase (%) Turut Serta 28 93,33 Tidak Turut Serta 2 8,33 Jumlah ,00 59

76 VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI BAWANG MERAH Keragaan usahatani dikaji untuk menggambarkan kondisi aktual usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler sehingga pendapatan usahatani yang dianalisis sesuai dengan kenyataan. Analisis keragaan usahatani dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis tersebut meliputi : pola tanam, penggunaan input, teknik budidaya dan output yang dihasilkan pada usahatani bawang merah Pola Tanam Bawang merah merupakan tanaman utama yang dibudidayakan di Desa Sukasari Kaler. Waktu yang dibutuhkan untuk proses budidaya bawang merah berkisar antara hari, tergantung pada varietas yang dibudidayakan. Pada lahan sawah, tanaman bawang merah hanya dibudidayakan sekali dalam setahun yaitu pada musim kemarau, karena pada musim hujan akan menyebabkan tanaman bawang mudah mengalami busuk umbi akibat pengairan yang terlalu berlebih (tidak bisa diatur). Pada musim kemarau merupakan kondisi yang cocok untuk budidaya bawang merah untuk tumbuh secara optimal. Pola tanam yang digunakan yaitu padi - bawang merah - bawang daun/ubi jalar Penggunaan Input Sarana produksi merupakan input yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usahatani. Sarana produksi yang digunakan pada usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler umumnya terdiri dari lahan, bibit, pupuk, pestisida, peralatan usahatani, tenaga kerja dan permodalan. 1) Penggunaan Lahan Lahan yang digunakan oleh petani responden di Desa Sukasari Kaler untuk usahatani bawang merah salah satunya yaitu lahan sawah. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani bawang merah rata-rata 0,08 hektar. Petani pemilik berkewajiban untuk membayar pajak sebesar Rp ,41 per hektar per musim tanam (varietas Sumenep) dan Rp ,87 per hektar per musim tanam (varietas Balikaret). Satu musim tanam bawang merah yaitu empat bulan untuk varietas Sumenep dan tiga bulan untuk bawang merah varietas Balikaret. Pajak yang 60

77 dibayar petani tersebut tergantung dari nilai lahan yang dimiliki. Selain dari kepemilikan pribadi, lahan yang diusahakan untuk usahatani bawang merah di lokasi penelitian diperoleh melalui sewa. Sistem sewa di Desa Sukasari Kaler diperoleh penyewa dengan membayar kepada petani pemilik lahan sebesar Rp ,52 (varietas Sumenep) dan Rp ,89 (varietas Balikaret) per hektar per musim tanam. Nilai sewa lahan yang digunakan oleh petani responden tergolong tinggi. Hal tersebut terkait dengan kondisi tanah dan kemudahan jangkauan terhadap sumber sarana produksi dan pemasaran, dimana kondisi tanah termasuk tanah yang subur, kemudahan jangkaun terhadap sumber sarana produksi dan pemasaran relatif lebih dekat. Selain membayar sewa, petani penyewa juga membayar pajak senilai lahan yang disewanya. 2) Penggunaan Bibit Bibit yang digunakan petani responden pada umumnya diperoleh dengan membeli dari pedagang bibit. Varietas bibit yang digunakan di Desa Sukasari Kaler yaitu varietas Balikaret dan Sumenep. Baik varietas Balikaret maupun varietas Sumenep, keduanya merupakan varietas lokal yang telah lama dikembangkan di lokasi penelitian. Bawang merah varietas Sumenep berasal dari daerah Madura, sedangkan varietas Balikaret berasal dari daerah Jawa Timur. Varietas Balikaret dan varietas Sumenep masing-masing memiliki keunggulan. Keunggulan varietas Balikaret yaitu umur genjah, cocok ditanam di dataran tinggi, tahan terhadap musim hujan, dan memiliki penampilan yang menarik. Adapun keunggulan varietas Sumenep yaitu memiliki harga jual yang tinggi (mahal) dibandingkan varietas Balikaret, cocok untuk dijadikan bawang goreng, dan merupakan komoditas ekspor. Di daerah penelitian, bawang merah varietas Sumenep telah diekspor ke luar negeri dengan negara tujuan Taiwan. Rata-rata penggunaan bibit dari varietas Balikaret lebih banyak daripada bibit varietas Sumenep. Rata-rata penggunaan bibit varietas Balikaret yang digunakan petani responden per hektar per musim tanam adalah 3.359,46 kg, sedangkan penggunaan bibit varietas Sumenep hanya 1.242,25 kg per hektar per musim tanam. Hal tersebut karena varietas Balikaret memiliki ukuran dan bobot 61

78 yang lebih besar dibandingkan varietas Sumenep, sehingga kebutuhan bibit varietas Balikaret lebih banyak dibandingkan varietas Sumenep. 3) Penggunaan Pupuk Mayoritas pupuk yang digunakan oleh petani di Desa Sukasari Kaler adalah pupuk urea, ZA, TSP, Phonska dan KCl. Selain itu, mereka juga menggunakan pupuk kandang. Rata-rata penggunaan pupuk per hektar per musim tanam dapat dilihat pada Tabel 19. Pupuk kimia yang digunakan oleh petani diperoleh dari toko-toko atau kios pertanian yang terdapat di sekitar tempat tinggal petani. Tabel 19. Rata-rata Penggunaan Pupuk di Desa Sukasari Kaler per Hektar per Musim Tanam pada Tahun 2010 No. Jenis Pupuk Varietas Sumenep (Kg) Varietas Balikaret (Kg) 1. Urea 390,00 488,76 2. ZA 251,67 337,06 3. TSP 174,31 254,27 4. Phonska 215,08 277,32 5. KCl 61,70 95,84 6. Pupuk Kandang 7054, ,66 4) Penggunaan Pestisida Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani di Desa Sukasari Kaler adalah dengan menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia di Desa Sukasari Kaler memiliki intensitas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa Desa Sukasari Kaler sering menjadi sasaran penyuluhan dari perusahaan-perusahaan pestisida untuk mempromosikan produknya. Pestisida yang digunakan petani responden berbentuk cair dan padat. Akan tetapi, dalam proses penggunaannya pestisida padat dicairkan terlebih dahulu. Penggunaan pestisida kimia tersebut diberikan kepada tanaman bawang merah dengan mengkombinasikan beberapa jenis pestisida. Rata-rata penggunaan pestisida kimia yang dilakukan oleh petani responden per hektar per musim tanam adalah 25,31 liter pestisida berbentuk cair dan 16,70 kilogram pestisida berbentuk padat pada usahatani bawang merah varietas Sumenep, sedangkan pada usahatani 62

79 bawang merah varietas Balikaret penggunaan pestisida cair yaitu 37,91 liter pestisida berbentuk cair dan 20,43 kiligram pestisida berbentuk padat. 5) Penggunaan Peralatan Peralatan yang digunakan dalam proses usahatani bawang merah di daerah penelitian yaitu cangkul, garpu, kored, pisau, tangki obat, terpal, parang, ember dan dingkul. Cangkul dan garpu digunakan untuk pengolahan lahan. Kored digunakan untuk pembuatan lubang tanam. Untuk memotong bagian ujung bawang merah digunakan pisau. Dingkul digunakan untuk tempat menyimpan pupuk. Pemberian pestisida menggunakan tangki obat (sprayer). Alat-alat yang digunakan untuk pemeliharaan yaitu parang untuk membersihkan bagian samping bedengan dari gulma-gulma dan ember untuk menyiram. Terpal digunakan untuk kegiatan pasca panen yaitu penjemuran. Perhitungan nilai penyusutan peralatan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan. Nilai penyusutan rata-rata alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani responden sebesar Rp ,22 untuk usahatani bawang merah varietas Sumenep dan Rp ,33 untuk usahatani bawang merah varietas Balikaret (Lampiran 3). 6) Penggunaan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja menjadi suatu hal yang sangat penting karena tenaga kerja inilah yang melakukan keseluruhan kegiatan usahatani. Penggunaan tenaga kerja dalam analisis usahatani di Desa Sukasari Kaler menggunakan satuan tenaga kerja hari kerja pria (HKP) dan hari kerja wanita (HKW) dalam hal upah. Upah yang diterima oleh tenaga kerja dalam satu hari (jam dimana setengah jam diasumsikan digunakan sebagai waktu istirahat, sehingga satu HOK di lahan sawah setara dengan enam jam) adalah Rp ,00 per HKP dan Rp ,20 per HKW. Sistem upah tenaga kerja di Desa Sukasari Kaler terdapat dua bagian, yaitu upah harian dan upah borongan. Sistem upah harian menggunakan prinsip perhitungan HKP dan HKW. Sementara itu, sistem upah borongan digunakan hanya pada kegiatan pengolahan lahan dengan borongan tenaga kerja. Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam proses budidaya bawang merah di Desa Sukasari Kaler dapat dilihat pada Tabel

80 Tabel 20. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja di Desa Sukasari per Hektar per Musim Tanam pada Tahun 2010 No Proses Budidaya Varietas Sumenep Varietas Balikaret TKDK TKLK TKDK TKLK HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP HKW 1. Persiapan bibit 5,41 13,07 1,88 7,61 6,28 18,30 0,00 11,00 2. Pengolahan lahan 32,97 0,00 217,11 0,00 15,06 0,00 255,34 0,00 3. Penanaman 12,23 52,79 23,61 158,03 14,70 18,43 1,00 100,83 4. Penyulaman 0,36 0,00 20,49 18,67 0,68 0,00 24,10 23,55 5. Pengendalian HPT 54,12 0,00 0,00 0,00 34,26 0,00 0,00 0,00 6. Penyiangan 20,70 28,02 1,80 38,71 11,04 22,28 0,00 67,63 7. Pemupukan 29,36 10,67 0,00 0,00 23,70 16,23 5,19 0,00 8. Penyiraman 140,40 2,71 0,00 0,00 116,62 7,49 0,00 0,00 9. Pemanenan 20,49 18,67 19,77 65,02 24,01 23,55 30,43 82, Kegiatan pasca 0,00 0,00 0,00 108,02 0,00 0,00 0,00 204,82 panen (meres) 11. Pengangkutan 0,00 0,00 23,04 0,00 0,00 0,00 9,42 0,00 Total 316,05 125,93 307,70 396,07 246,36 106,28 325,40 490,49 7) Permodalan Modal yang digunakan petani responden seluruhnya berasal dari modal pribadi. Petani tidak berani untuk meminjam modal kepada pihak lain dikarenakan risiko dari usahatani bawang merah tinggi. Kalau pun terpaksa harus meminjam, maka petani hanya berani meminjam kepada kerabat. Petani responden tidak berani meminjam kepada pihak lain seperti bank, tengkulak atau kelompok tani, karena menurut mereka membuat hati merasa tidak tenang. Pada umumnya, ketika petani responden mengalami kekurangan modal maka mereka lebih memilih untuk mengurangi penggunaan input produksi untuk tanaman bawang merahnya dari penggunaan biasanya daripada harus meminjam modal kepada pihak lain Teknik Budidaya Teknik budidaya merupakan hal penting dalam usahatani karena dapat menentukan jumlah output yang dihasilkan. Perlakuan atau teknik budidaya bawang merah di Desa Sukasari Kaler terdiri dari persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman, penyulaman, pemupukan, penyemprotan, pengairan, panen dan kegiatan pasca panen. 64

81 1) Persiapan Bibit Kualitas bibit merupakan salah satu faktor penentu hasil tanaman. Bawang merah yang digunakan sebagai bibit harus cukup tua. Umur bibit yang paling bagus yaitu bibit yang telah disimpan selama hari. Petani responden umumnya menggunakan bibit yang dibeli dari pasar. Kegiatan persiapan bibit biasanya dilakukan sehari sebelum tanam, yaitu pada malam hari sebelum keesokan paginya bibit ditanam. Persiapan bibit meliputi kegiatan pembersihan dan pengirisan ujung umbi bawang merah. Pengirisan ujung umbi bawang merah ini dilakukan dengan tujuan agar umbi cepat tumbuh dan memiliki anakan yang banyak, sehingga akan diperoleh hasil yang optimal. Kegiatan persiapan bibit ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Apabila jumlah bibit yang akan digunakan banyak, maka persiapan bibit dilakukan beberapa hari sebelumnya dengan cara mencicilnya. 2) Pengolahan Lahan Pengolahan lahan dilakukan untuk menciptakan kondisi tanah seperti yang diinginkan tanaman bawang merah, yaitu tanah yang gembur dan subur untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bawang merah. Pengolahan lahan dilakukan melalui empat tahapan, yaitu: penaikkan tanah, pembalikan tanah, pembuatan bedengan dan parit, serta penggemburan. Gambar 8 merupakan lahan yang sudah mengalami proses pengolahan dan siap untuk ditanami tanaman bawang merah. Gambar 8. Lahan yang Sudah Diolah dan Siap untuk Ditanami Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler (2011) 65

82 3) Penanaman Penanaman biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita, sedangkan tenaga kerja laki-laki hanya bertugas membawa bibit ke lahan yang akan ditanami. Penanaman di Desa Sukasari Kaler dilakukan dengan terlebih dahulu membuat lubang dengan menggunakan cangkul kecil (kored) yang dikenal dengan istilah mencogek. Kemudian dibuat lubang tanam yang terlebih dahulu diberi pupuk dasar. Pupuk dasar ini biasanya terdiri dari pupuk kandang dan pupuk TSP. Setelah diberi pupuk dasar kemudian tanah didiamkan dulu selama ± satu hari setelah itu baru ditanami. Jarak tanam yang digunakan di lokasi penelitian adalah 15 x 20 cm dan 20 x 20 cm dengan lebar bedengan cm dan ketinggian bedengan cm. Apabila kondisi tanah terlalu berair maka bedengan dibuat lebih tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kondisi tanah agar tidak terlalu basah karena apabila tanah terlalu basah maka tanaman bawang merah akan rentan terkena busuk umbi. Teknik penanaman bawang merah di lokasi penelitian dilakukan dengan membenamkan bawang merah ke dalam lubang yang sebelumnya telah dibuat dengan kored. Bawang merah dibenamkan sampai ujungnya rata dengan permukaan tanah. 4) Penyulaman Penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur ± 15 HST (hari setelah tanam). Pada umur tersebut biasanya sudah terlihat bibit yang tumbuh atau tidak, sehingga untuk bibit yang tidak tumbuh dapat diganti dengan bibit baru. Pada umumnya petani responden memperoleh bibit dengan hasil membeli di pasar, dimana umur bibit tersebut berbeda-beda. Kondisi tersebut menyebabkan bibit yang tidak tumbuh relatif lebih banyak, sehingga memerlukan adanya proses penyulaman. 5) Penyiangan Proses penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma-gulma yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman bawang merah, karena terjadi persaingan dalam memperoleh unsur hara. Penyiangan pada umumnya hanya 66

83 dilakukan satu kali selama satu musim tanam yaitu ketika tanaman berumur 30 hari. Hal tersebut karena ketika bibit berumur tiga hari atau sebelum bibit ditanam dilakukan penyemprotan dengan obat rumput, sehingga sampai umur 30 hari gulma-gulma tidak tumbuh. Gambar 9 memperlihatkan tanaman bawang merah yang telah berumur ± 40 HST, dimana diantara barisan tanaman telah ditumbuhi oleh gulma-gulma yang akan menghambat pertumbuhan tanaman bawang merah apabila tidak segera dilakukan penyiangan. Proses penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mancabuti gulma-gulma yang tumbuh (Gambar 9). Gambar 9. Tanaman Bawang Merah Umur ± 40 HST dan Kegiatan Penyiangan di Desa Sukasari Kaler (2011) 6) Penyiraman Tanaman bawang merah tidak memerlukan banyak air karena umbi bawang merah mudah busuk, akan tetapi selama pertumbuhannya tanaman bawang merah membutuhkan air yang cukup. Oleh karena itu, tanaman bawang merah memerlukan penyiraman secara intensif apalagi karena penanaman bawang merah terletak di lahan bekas padi. Kegiatan penyiraman dilakukan setiap hari sampai tanaman bawang merah tumbuh. Hal tersebut karena pada musim kemarau tanaman bawang merah memerlukan penyiraman yang cukup. Setelah tanaman tumbuh, frekuensi penyiraman dikurangi hingga dua hari sekali atau tiga hari sekali dan menjelang panen frekuensi penyiraman semakin dikurangi. Hal tersebut bertujuan agar tanaman umbi bawang merah yang dihasilkan tidak terlalu berair, karena akan menyebabkan cepat busuk. Selain itu, pengurangan frekuensi penyiraman juga bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan selama penjemuran. 67

84 7) Pemupukan Pemupukan merupakan kegiatan dalam usahatani yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat hara bagi tanaman yang kurang tersedia di dalam tanah. Petani responden melakukan pemupukan sebanyak 3-4 kali selama satu musim tanam. Apabila melihat kondisi di lapang bagus, tak jarang petani melakukan pemupukan lebih dari empat kali dengan tujuan agar memperoleh hasil yang maksimal. Hal tersebut yang menyebabkan penggunaan pupuk di Desa Sukasari Kaler termasuk tinggi. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman bawang merah mencapai umur 15 hari setelah tanam. Pemupukan kedua dilakukan pada saat 30 hari setelah tanam. Pemupukan ketiga dilakukan pada saat umur 45 hari setelah tanam dan pemupukan keempat dilakukan pada saat umur 60 hari setelah tanam. Cara pemupukan dilakukan dengan mencampurkan setiap kombinasi berbagai jenis pupuk kemudian pupuk ditaburkan diantara barisan bawang merah. 8) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT) Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman bawang merah di Desa Sukasari Kaler dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat adanya serangan hama dan penyakit. Aktivitas ini disesuaikan dengan kondisi hama dan penyakit yang menyerang lahan pertanian. Pengendalian hama dan penyakit di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia (Gambar 10). Hama penyakit yang sering menyerang tanaman bawang merah antara lain ulat bawang (ulat grayak) yang ditandai dengan bercak putih transparan pada daun, ulat tanah (petani mengenalnya dengan nama ulat hitam karena ulat ini berwarna coklathitam), hama trip yang ditandai dengan adanya bercak putih beralur pada daun, hama cikrak (memanjangnya daun sehingga umbi kecil) dan busuk daun. Gambar 10 merupakan proses pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh para petani di Desa Sukasari Kaler yaitu dengan menggunakan sprayer (alat penyemprot). Proses pengendalian hama penyakit dan tanaman ini biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari, karena waktu tersebut merupakan waktu yang tepat untuk proses pengendalian HPT. Proses pengendalian hama dan penyakit ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. 68

85 Gambar 10. Kegiatan Pengendalian HPT dan Beberapa Jenis Obat-obatan yang Digunakan di Desa Sukasari Kaler (2011) 9) Panen Kegiatan pemanenan meliputi aktivitas pencabutan, pembersihan umbi (mutik), dan pengangkutan hasil dari lahan ke rumah pemilik. Kegiatan pencabutan dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki dan pembersihan umbi (mutik) dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Selain melakukan kegiatan pencabutan, tenaga kerja laki-laki juga mengangkut hasil panen ke rumah pemilik. Panen dilakukan setelah umbi berukuran besar dan siap dipanen, yaitu pada umur tanaman hari untuk bawang merah varietas Balikaret dan hari untuk bawang merah varietas Sumenep. Rata-rata produksi total usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler yaitu ,18 kg untuk varietas Sumenep dan ,02 kg untuk varietas Balikaret. Jumlah tersebut sudah termasuk jumlah produksi untuk dijual, konsumsi, cadangan bibit dan untuk pembayaran panen (catu). 10) Kegiatan Pasca Panen Kegiatan pasca panen yang dilakukan adalah penjemuran, pengikatan bawang yang telah kering dan pemotongan daun-daun yang terdapat pada bawang (meres). Kegiatan penjemuran biasanya dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Usahatani bawang merah di lokasi penelitian dilakukan pada musim kemarau, sehingga kegiatan penjemuran dilakukan di bawah terik matahari selama ± satu minggu. 69

86 VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani bawang merah adalah fungsi Cobb-Douglas Stochastic Production Frontier menggunakan parameter Maximum Likelihood Estimated (MLE). Faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi bawang merah adalah lahan, penggunaan bibit, tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida cair, pestisida padat dan pupuk kandang. Input model produksi dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan pendugaan parameter dengan metode MLE untuk fungsi produksi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Pendugaan Parameter dengan Metode MLE untuk Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Variabel MLE Koefisien t-hitung Stochastic Frontier Intersep (ln β 0 ) 14,232 33,686* Lahan (β 1 ) 1,202 27,111* Bibit (β 2 ) 0,534 24,122* Tenaga Kerja (β 3 ) 0,024 0,653 Pupuk N (β 4 ) -0,173-4,282* Pupuk P (β 5 ) -0,106-4,044* Pupuk K (β 6 ) 0,062 5,983* Pestisida Cair (β 7 ) 0,024 0,679 Pestisida Padat (β 8 ) -0,130-5,256* Pupuk Kandang (β 9 ) -0,914-28,438* R 2 60,5% P 0,011 σ 2 0,939 γ 0,999 LR test of one side error 28,62* Keterangan : * nyata pada α = 0,1% 70

87 Hasil estimasi awal menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan nilai R 2 sebesar 60,5 persen yang berarti sebesar 60,5 persen keragaman fungsi dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Model yang terbentuk dengan metode OLS terbebas dari multikolinearitas antara variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF) yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen pada model yang dibentuk. Jika variabel independen pada model memiliki nilai VIF lebih dari 10, dapat disimpulkan bahwa model dugaan menunjukkan adanya multikolinearitas. Hasil analisis VIF dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah di bawah nilai 10 yang berarti tidak ada masalah multikolinearitas pada model. Selain multikolinearitas, pada model juga tidak terdapat autokorelasi. Masalah autokorelasi dapat dillihat dari uji Durbin-Watson. Hasil analisis uji statistik Durbin-Watson diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,58594 yang berarti tidak terdapat autokorelasi pada model karena nilai yang didapat semakin mendekati nilai dua (Lampiran 5). Berdasarkan metode MLE (Lampiran 6), model memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar 28,62 yang lebih besar dari χ 2 8 pada Tabel Chi Square Kodde dan Palm pada α = 0,001 yaitu 25,370, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Model tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini : ln Y = 14, ,202 ln L + 0,534 ln B + 0,024 ln TK - 0,173 ln N - 0,106 ln P + 0,062 ln K + 0,024 ln Pc 0,130 ln Pd - 0,914 ln Pk + v i - u i Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Parameter yang digunakan adalah parameter dari fungsi stochastic frontier metode MLE. Tabel 21 memperlihatkan bahwa lahan, bibit dan pupuk K berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi bawang merah, sedangkan pupuk N, pupuk P, pestisida padat dan pupuk kandang berpengaruh negatif tetapi nyata terhadap produksi. Dua variabel lainnya yaitu tenaga kerja dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata. Variabel tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh positif terhadap produksi bawang merah. Berikut merupakan interpretasi dari masingmasing faktor produksi dalam fungsi produksi stochastic frontier : 71

88 1) Lahan Penggunaan lahan berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi bawang merah. Nilai elastisitas lahan terhadap produksi bawang merah sebesar 1,202 menunjukkan bahwa dengan peningkatan luas lahan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 1,202 persen, cateris paribus. Pengaruh lahan yang cukup besar diduga karena lahan yang terdapat di lokasi penelitian termasuk lahan yang subur dan cocok untuk tanaman bawang merah. Perluasan lahan dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi lahan. Namun, pada kondisi di lapangan penambahan luas lahan ini tidak mudah. Hal ini dikarenakan tanah atau lahan merupakan faktor yang terbatas jumlahnya apalagi dengan banyaknya penggunaan lahan untuk perumahan. 2) Bibit Penggunaan bibit berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi. Nilai elastisitas bibit terhadap produksi bawang merah sebesar 0,534 menunjukkan bahwa dengan penambahan jumlah bibit sebesar satu persen akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,534 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit masih belum optimal dan memungkinkan untuk ditambah untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi bawang merah dengan penambahan jumlah bibit memiliki proporsi yang cukup besar. Penggunaan bibit bawang merah yang masih memungkinkan untuk ditambah ini diduga terjadi karena jarak tanam yang digunakan belum optimal. Rata-rata jarak tanam yang digunakan oleh petani yaitu 15 x 20 cm dan 20 x 20 cm. Berdasarkan literatur, jarak tanam ideal untuk tanaman bawang merah adalah 15 x 15 cm, 15 x 20 cm atau 20 x 20 cm. Dengan demikian, petani masih bisa menambah jumlah bibit dengan cara memperpendek jarak tanam menjadi 15 x 15 cm. 3) Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah pada taraf kepercayaan 75 persen. Akan tetapi, pada taraf kepercayaan 50 persen, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata. Nilai elastisitas tenaga kerja sebesar 0,024 menunjukkan bahwa adanya penambahan 72

89 tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,024 persen, cateris paribus. Penambahan tenaga kerja diperlukan untuk aktivitas pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit dan penyiangan. Tanaman bawang merah tergolong tanaman yang rentan terhadap penyakit, sehingga pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit sangat diperlukan. Aktivitas penyiangan pun perlu dilakukan untuk mencabuti gulma-gulma yang tumbuh disekitar tanaman bawang merah agar tidak terjadi persaingan dalam memperoleh unsur hara untuk kebutuhan tanaman bawang merah, sehingga tanaman bawang merah dapat tumbuh secara optimal. Penambahan tenaga kerja dapat dilakukan dengan menambahkan jam kerja per hari atau jumlah hari kerja. 4) Pupuk N Penggunaan pupuk N bernilai negatif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi bawang merah. Nilai elastisitas pupuk N sebesar -0,173 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk N sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,173 persen, cateris paribus. Penggunaan pupuk N di lokasi penelitian sudah berlebihan. Rata-rata penggunaan pupuk N yaitu 321,25 kg per hektar (setara dengan 698,36 kg pupuk urea atau setara dengan 1.529,80 kg pupuk ZA), sedangkan berdasarkan literatur anjuran penggunaan pupuk N untuk bawang merah adalah 197 kg per hektar (setara dengan 428,26 kg pupuk urea atau setara dengan 938,10 kg pupuk ZA). Dengan demikian, peningkatan penggunaan pupuk N justru akan menurunkan produksi bawang merah petani. 5) Pupuk P Penggunaan pupuk P bernilai negatif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas -0,106 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk P sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,106 persen, cateris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk P dilokasi penelitian yaitu 129,35 kg per hektar (setara dengan 281,20 kg pupuk TSP atau setara dengan 862,36 kg pupuk Phonska). Berdasarkan literatur, anjuran penggunaan pupuk P untuk tanaman bawang merah yaitu 120 kg per hektar (setara dengan 261 kg pupuk TSP atau setara dengan 800 kg pupuk Phonska). 73

90 Penggunaan pupuk P di lokasi penelitian sudah melebihi dosis yang dianjurkan. Dengan demikian, peningkatan penggunaan pupuk P justru akan menurunkan produksi bawang merah. 6) Pupuk K Penggunaan pupuk K berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas pupuk K sebesar 0,062 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pupuk K maka akan meingkatkan produksi bawang merah sebesar 0,062 persen, cateris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk K di lokasi penelitian yaitu 80,22 kg per hektar (setara dengan 534,77 kg pupuk Phonska atau setara dengan 133,69 kg pupuk KCl). Berdasarkan literatur, anjuran penggunaan pupuk K untuk tanaman bawang merah yaitu 120 kg per hektar (setara dengan 800 kg pupuk phonska atau setara dengan 200 kg pupuk KCl). Penggunaan pupuk K yang masih dibawah anjuran dikarenakan harga pupuk K lebih mahal dibandingkan harga pupuk yang lainnya. Harga yang mahal tersebut menyebabkan penggunaan pupuk K relatif kecil karena tidak terjangkau oleh petani, sehingga petani hanya menggunakan dalam jumlah kecil sebagai campuran saja. Pupuk K salah satunya dibutuhkan dalam pembentukan umbi. Dengan demikian, penambahan pupuk K akan meningkatkan produksi. 7) Pestisida Cair Penggunaan pestisida cair berpengaruh positif tetapi tidak nyata. Nilai elastisitas pestisida cair sebesar 0,024 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,034 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih bisa menambahkan penggunaan pestisida cair untuk meningkatkan produksi bawang merah yang mereka usahakan. 8) Pestisida Padat Penggunaan pestisida padat berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas -0,130 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pestisida padat sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,130 persen, cateris paribus. 74

91 Pengaruh negatif dari penggunaan pestisida padat terhadap produksi bawang merah diduga karena aplikasi penggunaan pestisida yang kurang tepat. Penggunaan pestisida padat ini dilakukan dengan cara melarutkan terlebih dahulu dengan air. Komposisi pestisida padat dan air yang tidak seimbang tersebut diduga menjadikan variabel pestisida padat bernilai negatif. Komposisi air yang diberikan cenderung melebihi dari dosis yang dianjurkan agar jumlah yang diperoleh lebih banyak. Hal tersebut mengakibatkan manfaat dari pestisida padat tersebut berkurang. Selain itu, kebiasaan petani mengkombinasikan berbagai jenis pestisida ketika mengaplikasikan pada tanaman, diduga juga menjadi penyebab variabel ini bernilai negatif atau menurunkan produksi. 9) Pupuk Kandang Penggunaan pupuk kandang berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas sebesar -0,914 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk kandang sebesar satu persen justru akan menurunkan jumlah produksi bawang merah sebesar 0,914 persen, cateris paribus. Penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian sebenarnya masih jauh dari jumlah yang dianjurkan. Rata-rata penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian adalah sebesar 7.318,98 kg per hektar, sedangkan berdasarkan literatur anjuran penggunaan pupuk kandang untuk bawang merah adalah kg per hektar. Akan tetapi, aplikasi penggunaan pupuk kandang yang salah oleh petani diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi bawang merah. Rentang waktu tanam dan aplikasi pupuk kandang yang dilakukan petani responden terlalu dekat. Setelah diberi pupuk kandang, petani responden pada umumnya hanya mendiamkan lahan selama 1-2 malam, kemudian lahan langsung ditanami. Rentang waktu yang terlalu dekat antara pemberian pupuk kandang dan penanaman diduga berdampak buruk bagi bibit yang baru ditanam karena sifat pupuk kandang yang panas. Dengan demikian, rentang waktu antara pemberian pupuk kandang dan penanaman harus lebih lama. Berdasarkan literatur, aplikasi pupuk kandang sebaiknya dilakukan satu minggu sebelum tanam untuk mengurangi dampak negatif dari pupuk kandang. 75

92 7.2. Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Penurunan jumlah petani efisien pada produksi komoditas pertanian biasanya dipengaruhi oleh peranan efek stokastik yang akan dijelaskan oleh pengaruh efek inefisiensi teknis. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model efek efisiensi teknis adalah umur, pengalaman, pendidikan formal, dummy penyuluhan, dummy status kepemilikan lahan dan dummy jenis bibit. Tabel 22 menerangkan ringkasan statistik dari variabel yang digunakan dalam model efek inefisiensi teknis. Tabel 22. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Teknis Petani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Bebas variabel Mean Min Maks Std dev Umur (tahun) 55, ,45 Pendidikan Formal (tahun) 6, ,30 Pengalaman (tahun) 28, ,25 Penyuluhan (dummy) 0, ,25 Status Kepemilikan Lahan (dummy) 0, ,38 Jenis Varietas (dummy) 0, ,49 Hasil pendugaan tingkat efisiensi teknis (Tabel 23) menunjukkan tingkat efisiensi teknis petani bawang merah berada pada kisaran 0,15 sampai 0,99. Ratarata efisiensi teknis petani bawang merah pada lahan sawah adalah 0,72 atau 72 persen dari produksi maksimum. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 28 persen untuk mencapai produksi maksimum. Petani dikategorikan efisien jika memiliki nilai indeks lebih dari 0,7 (Sumaryanto 2001). Tabel 24 merupakan sebaran petani responden berdasarkan tingkat efisiensi teknisnya. Sebesar 60,00 persen petani responden termasuk kategori efisien karena nilai indeks lebih dari 0,7, sedangkan sisanya sebesar 40,00 persen masih di bawah 0,7. Petani yang memiliki indeks teknis di bawah 0,7 dapat dijadikan sasaran penyuluhan dan peningkatan manajemen usahatani dan teknis pertanian. Hal tersebut karena petani masih memiliki potensi maksimum yang seharusnya dicapai dari penggunaan sumberdaya yang ada serta memperoleh 76

93 peningkatan produksi dari usahatani yang dilakukannya. Sehingga masih memungkinkan bagi petani untuk memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi dari yang diperoleh sebelumnya. Tabel 23. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Kelompok Efisiensi Teknis Jumlah (orang) Presentase (%) 0 TE < 0,1 0 0,00 0,1 TE < 0,2 1 3,33 0,2 TE < 0,3 1 3,33 0,3 TE < 0,4 1 3,33 0,4 TE < 0,5 3 10,00 0,5 TE < 0,6 4 13,33 0,6 TE < 0,7 1 3,33 0,7 TE < 0,8 1 3,33 0,8 TE < 0,9 4 13,33 0,9 TE 1, ,33 Total ,00 Rata-rata TE 0,72 Minimum TE 0,15 Maksimum TE 0,99 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dianalisis dengan model efek inefisiensi teknis dengan variabel-variabel yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil dari analisis model inefisiensi teknis menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis yaitu pendidikan formal dan dummy varietas yang digunakan. Tiga variabel lainnya, yaitu pengalaman, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis. Dari keenam variabel, hanya variabel umur yang tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Tabel 24 merupakan pendugaan parameter maximum likelihood model inefisiensi teknis produksi bawang merah di Desa Sukasari Kaler. 77

94 Tabel 24. Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model Inefisiensi Teknis Produksi Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Variabel Parameter Koefisien t-hitung Inefficiency Model Intersep δ 0 3,118 2,683*** Umur δ 1 0,016 0,436 Pengalaman δ 2-1,045-2,685*** Pendidikan Formal δ 3 0,032 1,000* Penyuluhan δ 4-1,272-1,445** Status Kepemilikan Lahan δ 5-0,805-1,063* Varietas Bibit δ 6 2,499 4,174**** Keterangan : **** nyata pada α = 0,1% *** nyata pada α = 1% ** nyata pada α = 10% * nyata pada α = 25% Hasil olahan pendugaan parameter maximum likelihood model inefisiensi teknis variabel-variabel yang mempengaruhi efisiensi teknis dijelaskan sebagai berikut : 1) Umur Variabel umur tidak berpengaruh dan bernilai positif terhadap inefisiensi teknis. Semakin bertambah umur petani maka inefisiensi semakin meningkat. Hal ini karena seiring bertambahnya usia kemampuan bekerja yang dimiliki dan keinginan untuk menanggung risiko semakin menurun. Akibatnya berdampak terhadap peningkatan inefisiensi. Akan tetapi, variabel umur tidak berpengaruh nyata diduga karena berdasarkan pengamatan di lapang ada beberapa petani meskipun berumur lebih tua tetapi mereka dapat mencapai produksi yang tinggi dan tingkat efisiensi teknisnya juga mencapai 0,99. 2) Pengalaman Pengalaman berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Koefisien -1,045 menunjukkan bahwa apabila pengalaman petani bertambah satu tahun maka akan menurunkan inefisiensi teknis sebesar 1,045. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang diduga bahwa bertambahnya pengalaman akan menurunkan inefisiensi teknis. 78

95 Usahatani yang dilakukan oleh petani responden adalah usahatani yang bersifat komersial, sehingga mereka lebih terbuka untuk menerima atau menerapkan apabila ada inovasi teknik budidaya maupun teknologi yang baru dengan harapan adanya inovasi dalam hal teknik budidaya dan teknologi dapat meningkatkan hasil produksi bawang merahnya. Dengan demikian, semakin bertambahnya pengalaman petani maka petani akan lebih mudah untuk menerima inovasi baru dan beradaptasi dengan inovasi tersebut. Pengalaman pada penelitian ini ditemukan bertolak belakang dengan pengaruh umur. Semakin bertambah umur maka pengalaman dan keterampilan mereka juga semakin meningkat, tetapi mereka semakin lemah dalam berusaha. Akan tetapi, dari pengalaman mereka semakin matang dalam memutuskan penggunaan input produksi. 3) Pendidikan Formal Pendidikan formal diukur berdasarkan jumlah waktu (tahun) yang ditempuh petani dalam menjalankan masa pendidikan formalnya. Pendidikan formal berkorelasi positif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan awal yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka inefisiensi teknis usahatani akan semakin rendah. Tingkat efisiensi teknis budidaya bawang merah tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani responden. Mayoritas petani responden adalah lulusan SD yaitu sebanyak 83,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan yang hanya lulusan SD petani responden mampu melakukan budidaya bawang merah, karena budidaya bawang merah tergolong mudah sehingga tanpa pendidikan yang tinggi petani dapat melakukan kegiatan produksi dengan baik. 4) Penyuluhan Penyuluhan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penyuluhan mengenai teknik budidaya dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi teknis petani bawang merah. Petani responden lebih terbuka untuk melakukan perubahan dalam teknik budidaya dan teknologi dalam usahatani bawang merah yang diberikan oleh penyuluh. 79

96 5) Status Kepemilikan Lahan Variabel dummy status kepemilikan lahan bernilai negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Hal ini menunjukkan petani dengan lahan sewa akan lebih berusaha untuk mengelola usahataninya dengan teknik budidaya dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien untuk mendapatkan hasil yang maksimal karena telah mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan. 6) Varietas Bibit Varietas bibit diukur dengan dummy varietas Sumenep = 1 dan varietas Balikaret = 0. Varietas bibit yang digunakan berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang menggunakan varietas Sumenep memiliki efek inefisiensi yang tinggi, sedangkan petani yang mengunakan varietes Balikaret lebih efisien. Penggunaan bibit varietas Sumenep diduga meningkatkan inefisiensi karena varietas Sumenep relatif lebih rentan terhadap perubahan cuaca sehingga memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif dibandingkan varietas Balikaret. Varietas Balikaret lebih unggul karena varietas ini lebih kuat terhadap perubahan cuaca. Perubahan cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi tanaman bawang merah. Selain itu, masa tanam varietas Sumenep lebih lama daripada varietas Balikaret, sedangkan jumlah produksi yang dihasilkan lebih rendah. Dengan demikian, diduga bahwa varietas Balikaret lebih cocok untuk dibudidayakan di lokasi penelitian dibandingkan varietas Sumenep Implikasi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui tingkat efisiensi petani bawang merah dari segi teknis. Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi bagi petani responden dan manajerial usahatani yang dapat diterapkan oleh petani bawang merah di Desa Sukasari Kaler sebagai alternatif pemecahan masalah serta untuk meningkatkan produksi dan efisiensi teknis usahatani bawang merah yang dijalankan. Peningkatan produksi dapat dicapai dengan cara memperbaiki tingkat efisiensi dengan pemakaian teknologi tertentu (bergerak menuju frontier). Beberapa implikasi kebijakan yang dapat diambil adalah : 80

97 1) Variabel lahan dan bibit berdasarkan hasil penelitian memiliki korelasi yang positif dan berdampak nyata dengan nilai elastisitas yang tinggi. Variabel tenaga kerja dan pupuk K walaupun berdampak positif dan nyata tetapi nilai elastisitasnya rendah mendekati nol (inelastis) atau sudah mendekati frontier, sehingga penambahan input hanya akan mempengaruhi sedikit penambahan output. Maka dari itu, upaya peningkatan produksi diprioritaskan kepada variabel bibit, sedangkan variabel lahan meskipun memiliki elastisitas yang tinggi akan tetapi upaya perluasan lahan sulit untuk dilakukan di lokasi penelitian. Penambahan bibit dapat dilakukan dengan memperpendek jarak tanam karena berdasarkan literatur jarak tanam yang digunakan belum optimal. 2) Variabel pupuk N dan pupuk P berdasarkan hasil penelitian bernilai negatif dan berdampak nyata. Penggunaan pupuk N dan upuk P di lokasi penelitian telah melebihi anjuran, sehingga petani sebaiknya mengurangi penggunaan pupuk N tersebut. 3) Penyuluhan mampu untuk menurunkan inefisiensi teknis usahatani bawang merah di lokasi penelitian. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan pembinaan petani melalui penyuluhan lapang oleh tenaga penyuluh lapang mengenai manajerial usahatani bawang merah dengan pendekatan yang lebih tepat. Program-program penyuluhan harus mampu mendekati petani dari sisi sosial budaya karena usahatani bawang merah merupakan budaya yang melekat kuat serta dari sisi ekonomi karena usahatani bawang merah merupakan salah satu sumber pendapatan utama rumah tangga petani. Penyuluh harus mampu meyakinkan bahwa teknik dan teknologi yang diperkenalkan akan mendatangkan keuntungan ekonomi bagi petani. 81

98 VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan bawang merahnya. Penerimaan non tunai merupakan penerimaan yang diperoleh petani tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk seperti konsumsi atau stock bibit. Penelitian ini membedakan masing-masing pendapatan usahatani bawang merah berdasarkan varietas yang digunakan yaitu varietas Sumenep (19 petani) dan varietas Balikaret (11 petani). Penerimaan usahatani bawang merah dapat dihitung dari hasil perkalian antara jumlah hasil produksi bawang merah dengan harga. Penerimaan tunai yang diperoleh petani berasal dari penjualan bawang merah, sedangkan penerimaan non tunai yang diterima petani berasal dari konsumsi, cadangan bibit dan catu (bawang merah yang diberikan untuk upah panen). Penerimaan total dari usahatani bawang merah varietas Sumenep per hektar per musim tanam adalah Rp ,77 dengan rata-rata produksi ,19 kg per hektar dan harga rata-rata Rp ,53. Penerimaan dari usahatani bawang merah varietas Balikaret adalah Rp ,19 per hektar per musim tanam dengan rata-rata produksi ,03 kg per hektar dan harga rata-rata Rp 6.163,64. Dapat terlihat bahwa tingginya penerimaan petani responden yang menggunakan varietas Sumenep adalah karena tingginya harga, sedangkan penerimaan petani responden yang menggunakan varietas Balikaret adalah karena tingginya jumlah produksi. Penerimaan tunai yang diperoleh petani responden yang menggunakan varietas Sumenep yaitu Rp ,65 dan penerimaan petani responden yang menggunakan varietas Balikaret yaitu Rp ,54. Penerimaan non tunai petani yang menggunakan varietas Sumenep dan varietas Balikaret yang berasal dari konsumsi yaitu Rp ,97 dan Rp ,93. Penerimaan non tunai dari cadangan bibit berturut-turut yaitu Rp ,21 dan Rp ,24. Penerimaan non tunai dari catu (pembayaran panen) yaitu Rp ,58 dan 82

99 Rp ,46. Penerimaan usahatani bawang merah dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 25. Tabel 25. Penerimaan Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Keterangan Penerimaan Tunai Sumenep Nilai (Rp) Varietas Balikaret Nilai (Rp) Bawang merah , ,54 Penerimaan Non Tunai Konsumsi , ,93 Cadangan bibit , ,24 Catu (pembayaran panen) , ,46 Total Penerimaan , , Biaya Usahatani Bawang Merah Biaya usahatani bawang merah terdiri dari dua bagian yaitu, biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani meliputi biaya bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan, biaya tenaga kerja luar keluarga dan pajak lahan. Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani yaitu tenaga kerja dalam keluarga, pembayaran panen dengan hasil panen (catu), biaya sewa lahan milik, biaya irigasi dan penyusutan. Biaya usahatani bawang merah dapat dilihat pada Tabel

100 Tabel 26. Biaya Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Keterangan Biaya Tunai Nilai (Rp) Sumenep % Atas Biaya Varietas Nilai (Rp) Balikaret % Atas Biaya Bibit ,27 36, ,31 51,47 Pupuk Kandang ,19 4, ,50 3,97 Pupuk Urea ,21 1, ,69 1,19 Pupuk ZA ,10 0, ,15 0,55 Pupuk TSP ,58 0, ,64 0,52 Pupuk Phonska ,73 0, ,86 0,52 Pupuk KCl ,62 0, ,28 0,31 Pestisida cair ,07 3, ,69 5,24 Pestisida padat ,54 1, ,76 1,39 TKLK laki-laki ,92 12, ,59 9,85 TKLK wanita ,79 9, ,95 9,16 Pajak lahan ,41 0, ,87 0,04 Total Biaya Tunai ,43 71, ,29 84,21 Biaya Diperhitungkan TKDK laki-laki ,47 12, ,18 7,46 TKDK wanita ,99 2, ,64 1,98 Pembayaran panen (catu) ,58 5, ,46 2,30 Sewa lahan ,52 6, ,89 3,89 Irigasi ,43 0, ,57 0,09 Penyusutan ,22 0, ,33 0,07 Total Biaya ,22 28, ,07 15,79 Diperhitungkan Total Biaya ,65 100, ,37 100,00 Berdasarkan Tabel 26, nilai biaya terbesar usahatani bawang merah varietas Sumenep maupun varietas Balikaret yaitu biaya tunai. Biaya tunai mencapai 71,83 persen (varietas Sumenep) dan 84,21 persen (varietas Balikaret) dari biaya total. Komponen terbesar dari biaya tunai yaitu kebutuhan bibit. Bibit menjadi komponen biaya tunai karena petani responden memperoleh bibit untuk 84

101 kegiatan usahatani dengan cara membeli. Nilai biaya tunai dari bibit pada usahatani varietas Sumenep sebesar Rp ,27 atau 36,36 persen dari biaya total dan Rp ,31 atau 51,47 persen dari biaya total pada usahatani varietas Balikaret. Biaya terbesar kedua baik pada usahatani bawang merah varietas Sumenep maupun varietas Balikaret adalah TKLK laki-laki. Biaya TKLK laki-laki adalah Rp ,92 atau 12,88 persen untuk varietas Sumenep dan Rp ,59 atau 9,85 persen untuk varietas Balikaret dari biaya total. Biaya tenaga kerja luar keluarga laki-laki yang besar dikarenakan mulai dari pengolahan sampai panen tenaga kerja laki-laki selalu terlibat dan kegiatan yang dikerjakan pun relatif lebih berat, sehingga memerlukan tenaga kerja lebih banyak. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga laki-laki menjadi pilihan alternatif untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja laki-laki karena apabila mengandalkan tenaga kerja dalam keluarga saja maka akan memerlukan waktu yang lebih lama. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani responden 3-4 orang dan 1-2 diantaranya masih anak-anak, sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Biaya TKLK wanita juga merupakan komponen biaya tunai yang cukup besar. Komponen biaya TKLK wanita ini menempati posisi ketiga pada struktur biaya tunai. Biaya TKLK wanita pada usahatani varietas Sumenep dan varietas Balikaret, berturut-turut yaitu Rp ,79 (9,31 persen) dan Rp ,95 (9,16 persen). Sama halnya seperti penggunaan TKLK laki-laki, penggunaan TKLK wanita pun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk membantu mengerjakan kegiatan usahatani yang dijalankan petani responden. Penggunaan pupuk kandang di daerah penelitian cukup tinggi sehingga biaya tunai yang dikeluarkan cukup besar. Penggunaan pupuk kandang tersebut bertujuan agar tanah menjadi lebih subur. Pupuk kandang dicampurkan dengan tanah bersamaan pengolahan lahan pada tahap penggemburan. Biaya tunai yang dikeluarkan untuk pupuk kandang pada usahatani varietas Sumenep yaitu Rp ,19 (4,91 persen), sedangkan pada usahatani varietas Balikaret yaitu Rp ,50 (3,97 persen). Komponen biaya pemupukan pada usahatani bawang merah baik varietas Sumenep maupun varietas Balikaret yaitu pupuk urea, ZA, TSP, phonska dan 85

102 KCl. Biaya pemupukan terbesar adalah biaya pupuk urea. Biaya pemupukan secara berturut-turut pada usahatani varietas Sumenep yaitu urea sebesar Rp ,21 (1,15 persen), ZA sebesar Rp ,10 (0,64 persen), TSP Rp ,58 (0,67 persen), phonska Rp ,73 (0,76 persen) dan KCl Rp ,62 (0,19 persen). Penggunaan pupuk pada usahatani varietas Balikaret yaitu urea sebesar Rp ,69 (1,19 persen), ZA sebesar Rp ,15 (0,55 persen), TSP sebesar Rp ,64 (0,52 persen), phonska Rp ,86 (0,52 persen) dan KCl Rp ,28 (0,31 persen). Komponen biaya tunai lainnya yaitu biaya pestisida cair dan pestisida padat. Penggunaan pestisida di lokasi penelitian cukup tinggi sehingga biaya tunai yang dikeluarkan untuk pestisida pun tinggi. Penggunaan pestisida yang cukup tinggi dikarenakan kekhawatiran petani terhadap kegagalan panen. Selain itu, ketika melihat tanamannya mengalami pertumbuhan yang bagus, maka petani pun tidak segan-segan untuk menambah dosis penggunaanya dengan harapan agar mendapat hasil yang optimal. Penggunaan pestisida cair dan pestisida padat pada usahatani varietas Sumenep yaitu Rp ,07 (3,90 persen) dan Rp ,54 (1,33 persen), sedangkan pada usahatani varietas Balikaret yaitu Rp ,69 (5,24 persen) dan Rp ,76 (1,39 persen). Besarnya biaya tunai untuk pestisida, selain karena penggunaan dosis yang berlebihan tetapi juga karena harga pestisida yang relatif mahal. Harga rata-rata pestisida cair sebesar Rp ,00-Rp ,94 per liter. Komponen terakhir yang termasuk ke dalam biaya tunai adalah pajak. Pajak lahan per musim tanam untuk lahan milik adalah Rp ,41 (0,06 persen) pada usahatani varietas Sumenep dan Rp ,87 (0,04 persen) pada usahatani varietas Balikaret. Pada komponen biaya diperhitungkan, biaya terbesar pada usahatani bawang merah adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) laki-laki. Biaya diperhitungkan TKDK laki-laki usahatani varietas Sumenep dan varietas Balikaret berturut-turut yaitu Rp ,47 (12,88 persen) dan Rp ,18 (7,46 persen). Tingginya biaya diperhitungkan TKDK laki-laki karena hampir setiap kegiatan yang bersifat pemeliharaan dilakukan oleh TKDK laki-laki. 86

103 Biaya diperhitungkan selanjutnya yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) wanita. Biaya diperhitungkan untuk TKDK wanita yaitu Rp ,99 (2,96 persen) untuk usahatani varietas Sumenep dan Rp ,64 (1,98 persen) untuk usahatani varietas Balikaret. Baik TKDK lakilaki maupun TKDK wanita, biasanya digunakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat pemeliharaan, seperti pengairan, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit. Petani responden di lokasi penelitian pada umumnya biasa memberikan hasil panennya sebagai pembayaran saat panen yang dikenal dengan istilah catu, selain memberikan uang tunai. Hal tersebut menjadikan biaya pembayaran panen (catu) sebagai salah satu komponen biaya diperhitungkan pada kegiatan usahatani bawang merah yang dilakukan petani responden. Jumlah biaya diperhitungkan yang dikeluarkan yaitu Rp ,58 (5,23 persen) pada usahatani varietas Sumenep dan Rp ,46 (2,30 persen) pada usahatani varietas Balikaret. Biaya pembayaran panen pada usahatani varietas Sumenep lebih besar karena, harga jualnya lebih tinggi dibandingkan varietas Balikaret, sedangkan dalam jumlah yang diberikan hampir sama yaitu sekitar 2-3 kg per orang. Biaya sewa lahan di daerah penelitian termasuk biaya diperhitungkan karena pada umumnya petani responden memiliki lahan sendiri meskipun dalam luasan yang kecil. Biaya sewa yaitu Rp ,52 (6,86 persen) untuk usahatani varietas Sumenep per hektar per musim tanam (empat bulan) dan Rp ,89 (3,89 persen) per hektar per musim tanam (tiga bulan) untuk usahatani varietas Balikaret. Biaya sewa di lokasi penelitian tergolong tinggi. Hal tersebut terkait akses terhadap sumber sarana produksi yang dekat dan kondisi tanah subur, sehingga nilai lahan menjadi tinggi. Biaya diperhitungkan lainnya yaitu biaya irigasi. Petani responden sebenarnya tidak mengeluarkan biaya untuk membeli air karena ketersediaan mencukupi dan dikelola secara gotong royong oleh masyarakat. Biaya irigasi untuk satu musim tanam usahatani varietas Sumenep adalah Rp ,43 (0,12 persen) dan Rp ,57 (0,07 persen) untuk usahatani varietas Balikaret atas biaya total. 87

104 Komponen biaya diperhitungkan yang terakhir yaitu biaya penyusutan. Biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh petani pada usahatani varietas Sumenep yaitu Rp ,22 (0,12 persen) dan petani yang mengusahakan varietas Balikaret mengeluarkan biaya penyusutan sebesar Rp ,33 (0,07 persen) Pendapatan Usahatani Bawang Merah Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan usahatani meliputi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya sehingga dapat dikatahui kelayakan usahatani yang diusahakan petani bawang merah. Perhitungan pendapatan dan nilai R/C rasio usahatani bawang merah dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan terhadap Biaya (R/C) Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Komponen Sumenep Nilai (Rp) Varietas Balikaret Nilai (Rp) A. Penerimaan Tunai , ,54 B. Penerimaan Diperhitungkan , ,64 C. Total Penerimaan (A+B) , ,19 D. Biaya Tunai , ,29 E. Biaya Diperhitungkan , ,07 F. Total Biaya (D+E) , ,37 Pendapatan Atas Biaya Tunai (C-D) , ,89 Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) , ,82 R/C Atas Biaya Tunai 3,40 2,41 R/C Atas Biaya Total 2,44 2,03 Hasil analisis menunjukkan pendapatan atas biaya tunai usahatani bawang merah, baik varietas Sumenep maupun varietas Balikaret nilainya lebih besar dari nol. Hal tersebut berarti usahatani bawang merah di lokasi penelitian memberikan 88

105 keuntungan sebesar nilai pendapatan atas biaya tunai pada masing-masing analisis yang dikeluarkan oleh petani dalam mengusahakan bawang merah pada pada lahan seluas satu hektar. Pada usahatani bawang merah varietas Sumenep memberikan keuntungan sebesar Rp ,98 dan varietas Balikaret memberikan keuntungan sebesar Rp ,89. Pendapatan atas biaya total pada setiap usahatani juga menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan di lokasi penelitian menguntungkan untuk diusahakan. Hal tersebut dilihat dari nilai pendapatan atas biaya total yang lebih besar dari nol. Pendapatan atas biaya total masing-masing usahatani yaitu Rp ,62 usahatani varietas Sumenep dan Rp ,82 usahatani varietas Balikaret. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada masing-masing usahatani nilainya lebih dari satu. Nilai R/C rasio berturut-turut adalah usahatani varietas Sumenep 3,40 dan usahatani varietas Balikaret 2,41. Hal tersebut berarti setiap Rp 1.000,00 yang dikeluarkan petani dalam kegiatan produksi bawang merah akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3.400,00 dari usahatani varietas Sumenep dan Rp 2.410,00 dari usahatani varietas Balikaret. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total berturut-turut adalah 2,44 dan 2,03 yang masing-masing artinya yaitu setiap Rp 1.000,00 biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.440,00 dan Rp 2.030,00. Berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, maka usahatani bawang merah di daerah penelitian menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Luas lahan yang diusahakan oleh petani responden rata-rata hanya 0,08 hektar, sehingga pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total yang diperoleh petani responden tidak mencapai angka hasil analisis. Rincian pendapatan dan biaya usahatani petani responden dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8, sedangkan hasil perhitungan analisis pendapatan usahatani bawang merah per hektar per musim tanam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran

106 IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada efisiensi teknis dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu : 1) Aktivitas usahatani bawang merah yang dilakukan di Desa Sukasari Kaler meliputi persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman, penyulaman, penyiangan, penyiraman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan kegiatan pasca panen. Penggunaan input produksi, seperti bibit, pupuk dan pestisida belum sesuai anjuran pertanian. Sementara itu, penggunaan tenaga kerja pada usahatani yang dilakukan lebih banyak menggunakan TKLK dibandingkan TKDK. Lahan yang digunakan terdiri dari lahan milik dan lahan sewa dan modal yang digunakan seluruhnya berasal dari modal pribadi. 2) Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah adalah variabel lahan, bibit, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida padat dan pupuk kandang. Variabel lahan, bibit, pupuk K dan pestisida padat berpengaruh positif terhadap produksi, sedangkan pupuk pupuk N, pupuk P, dan pupuk kandang bernilai negatif. Sementara itu, variabel tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh positif tetapi tidak nyata. Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler adalah 0,72 atau 72 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi agar mencapai produksi maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani bawang merah adalah pendidikan formal dan dummy varietas bibit yang digunakan. Faktor pengalaman, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis. Sementara itu, faktor umur berpengaruh positif tetapi tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. 90

107 3) Hasil pendapatan usahatani bawang merah varietas Sumenep maupun varietas Balikaret, pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani bawang merah dengan tingkat efisiensi teknis yang ada mampu memberikan keuntungan bagi petani. Hasil analisis R/C rasio juga menunjukkan bahwa usahatani baik varietas Sumenep maupun varietas Balikaret menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka beberapa saran yang dapat diberikan untuk peningkatan produksi dan efisiensi teknis usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majelengka, antara lain : 1) Petani responden dapat melakukan penambahan bibit karena berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi bawang merah. Penambahan bibit dapat dilakukan dengan memperpendek jarak tanam. Selain itu, petani sebaiknya mengurangi penggunaan pupuk N dan pupuk P karena telah melebihi anjuran dan menurunkan produksi. 2) Penyuluh pertanian hendaknya meningkatkan pembinaan terhadap petani dengan mencari dan melakukan teknik pendekatan yang lebih tepat. Program-program penyuluhan harus mampu mendekati petani dari sisi sosial budaya karena usahatani bawang merah merupakan budaya yang melekat kuat serta dari sisi ekonomi karena usahatani bawang merah merupakan salah satu sumber pendapatan utama rumah tangga petani. 91

108 DAFTAR PUSTAKA Adhiana Analisis efisiensi ekonomi usahatani lidah buaya (Aloe vera) di Kabupaten Bogor: pendekatan stochastic production frontier [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Produksi Sayuran di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Coelli T, Rao PSD, Battese GE An ntroduction to Efficiency and Product Analysis. New York: Springer Science+Business Media, Inc. [Dithort] Dinas Hortikultura PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia. Jakarta: Ditjen Hortikultura. [Deptan] Departemen Pertanian Produksi Nasional Bawang Merah per Provinsi Tahun (Ton). Jakarta: Departemen Pertanian. [Diperta] Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka Laporan Tahunan Majalengka: Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka. Damanah Analisis faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hamid A Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah (kasus di Desa Dumeling, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Handyoko A Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDB. Lembang: BBPP Lembang. Hernanto F Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hidayat B Analisis pendapatan usahatani dan tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Khotimah H Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat: pendekatan stochastic frontier. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Maryono Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih sertifikat : pendekatan stochastic production frontier (studi kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 92

109 Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, Anggota IKAPI. Rosantiningrum R Analisis produksi dan pemasaran usahatani bawang merah (studi kasus Desa Banjaranyar, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Siregar FM Analisis usahatani cabai merah organik (studi kasus kelompok tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. [PPESP] Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesia) Studi Penawaran dan Permintaan Komoditas Unggulan Hortikultura: Laporan Hasil Penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Podesta R Pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap inefisiensi dan pendapatan usahatani padi Pandan Wangi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Konsumsi Bawang Merah Nasional per Kapita. Jakarta: Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian. [Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Penggunaan Komoditi Bawang Merah untuk Konsumsi Menurut Neraca Bahan Makanan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian. Soekartawi dan Soeharjo A Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis cob- Douglas Edisi 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia. Sopha GA Teknik Persemaian True Shallots Seed (TSS). Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Sumaryanto Estimasi tingkat efisiensi usahatani padi dengan fungsi produksi frontier stochastic. Jurnal Agro Ekonomi 19 (Feb): Sumaryanto Determinasi efisiensi teknis usahatani padi di lahan sawah irigasi. Jurnal Agro Ekonomi 21 (Mei):

110 Tanjung I Efisiensi teknis dan ekonomis petani kentang di Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat : analisis stochastic frontier. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pitojo S Benih Bawang Merah. Jakarta: Kanisius. 94

111 LAMPIRAN xvi

112 Lampiran 1. Peta Desa Sukasari Kaler pada Tahun 2011 Sumber : Profil Desa Sukasari Kaler (2011) 95

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani bawang merah adalah bibit. Penggunaan bibit atau varietas unggul akan mampu memberikan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sukasari Kaler yang berada di wilayah Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI SKRIPSI ROSANA PODESTA S H34050480 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) OLEH:

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor) STEFANI ANGELIA

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMAKAIAN PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI SAWAH

ANALISIS EFISIENSI PEMAKAIAN PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI SAWAH ANALISIS EFISIENSI PEMAKAIAN PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI SAWAH (Oriza sativa L.) ( Studi Kasus : Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI OLEH: VERALINA BINTANG

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT Oleh: KRUSTIN HALYANI A14301085 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA SKRIPSI TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK OLEH PETANI PADA TANAMAN UBI KAYU

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK OLEH PETANI PADA TANAMAN UBI KAYU ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK OLEH PETANI PADA TANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta) (Studi Kasus : Desa Sukasari, Kec. Pegajahan, Kab. Serdang Bedagai) SKRIPSI OLEH: FUTTY AUDINA MATONDANG 130304042

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dicapai dengan sekelompok input tertentu dan teknologi yang dianggap tetap.

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

AGRIBISNIS BAWANG MERAH PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BAWANG MERAH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian dengan daratannya yang subur dan didukung oleh iklim yang menguntungkan. Usaha pertanian, budidaya tanaman dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur) SKRIPSI TIARA ASRI SATRIA H34052169 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci