STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR LIA AMBASARI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR LIA AMBASARI A"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR LIA AMBASARI A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Kawasan Perikananan Budidaya di Kabupaten Lampung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Lia Ambasari NIM A

4 RINGKASAN LIA AMBASARI. Strategi Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan UNTUNG SUDADI. Kabupaten Lampung Timur ditetapkan sebagai kawasan minapolitan pada tahun 2010 sebagai implementasi dari rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di dunia tahun Oleh karenanya, merancang strategi pengembangan perikanan budidaya menjadi hal yang penting agar sumberdaya perikanan yang ada dapat termanfaatkan secara optimal dan efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi komoditas unggulan perikanan budidaya, mengevaluasi kesesuaian lahan untuk perikanan budidaya, memetakan arahan pengembangan perikanan budidaya dan merancang strategi pengembangan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Hasil analisis nilai margin, tren produktivitas, tren luas panen, analisis permintaan dan analisis preferensi masyarakat menunjukkan bahwa rumput laut dan kerang hijau merupakan komoditas unggulan budidaya laut; udang vaname, udang windu dan ikan bandeng merupakan komoditas unggulan budidaya air payau dan ikan nila, ikan patin dan ikan gurame merupakan komoditas unggulan budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur. Untuk budidaya laut, 50.71% luas laut memiliki kriteria sangat sesuai (S1), 23.53% sesuai (S2), 24.26% kurang sesuai (S3) dan 1.5% tidak sesuai (N). Untuk budidaya air payau (tambak), 14.14% lahan memiliki kriteria sangat sesuai (S1), 46.21% sesuai (S2), % kurang sesuai (S3) dan 12.77% tidak sesuai (N). Untuk budidaya air tawar, 0.05% lahan memiliki kriteria sangat sesuai (S1), 72.45% sesuai (S1), 22.41% kurang sesuai (S3) dan 5.09% tidak sesuai (N). Pengembangan budidaya laut diarahkan pada wilayah laut sepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur seluas ha, sedangkan untuk pengembangan budidaya air payau diarahkan di 2 kecamatan yaitu Labuhan Maringgai dan Pasir Sakti dengan komoditas udang vaname seluas ha, udang windu seluas ha, ikan bandeng seluas ha dan seluas ha tambak yang berada di kawasan sempadan pantai diarahkan untuk pengembangan mina wana ikan bandeng atau udang windu. Pengembangan budidaya air tawar diarahkan pada lahan seluas ha yang tersebar di 7 kecamatan yaitu Kecamatan Bumi Agung, Batanghari, Sekampung, Purbolinggo, Way Bungur, Way Jepara, Jabung, dengan pola budidaya kolam pekarangan untuk pengembangan ikan patin, kolam air tenang untuk ikan gurame dan mina padi untuk pengembangan ikan nila. Sedangkan keramba bambu dan keramba jaring apung dikembangkan untuk ketiganya. Strategi yang bisa menjadi alternatif untuk ditempuh adalah meningkatkan kualitas SDM berbasis pengetahuan, meningkatkan kelembagaan pembudidaya, meningkatkan kelembagaan pemasaran dan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana. Kata kunci: komoditas unggulan perikanan budidaya, kesesuaian lahan, strategi pengembangan perikanan budidaya

5 SUMMARY LIA AMBASARI. Strategy for Development of Aquaculture Area in Lampung Timur Regency. Under supervision of KOMARSA GANDASASMITA and UNTUNG SUDADI. Lampung Timur regency set to minapolitan area in 2010 as the implementation of the strategic plan of The Marine and Fisheries Affairs Ministry to make Indonesia as the largest producer of fishery products in the world in Planning aquaculture development strategy becomes important so that the existing fishery resources can be utilized optimally and efficiently. The objectives of this study are to identify the prime aquaculture commodities, to evaluate land suitability, mapping the direction of the aquaculture development and planning strategies for developing aquaculture in Lampung Timur regency. Margin value analysis results, productivity trends, harvested area trends, demand analysis and preference analysis shows that the seaweed and green mussel is the pre-eminent commodity in sea farming while vaname, tiger shrimp and milkfish is the pre-eminent commodity in brackish water aquaculture and tilapia, catfish and gurame is the pre-eminent comodities in freshwater aquaculture at Lampung Timur regency.. Land suitability analysis for sea farming activity in East Lampung regency explained that 50.71% of sea area have a very suitable criteria (S1), 23.53% suitable (S2), 24.26% less suitable (S3) and 1.5% are not suitable (N). land suitability analysis for brackish water aquaculture resulted of 14.14% have a very appropriate criteria (S1), 46.21% suitable (S2), 26.89% less suitable (S3) and 12.77% were not suitable (N). While land suitability for the fresh water aquaculture resulted only 0,05% has very suitable criteria (S1), suitable 72.45% (S1), 22.41% less suitable (S3) and 5,09% are not suitable (N). The development of sea farming is directed on marine areas along the coast of Lampung Timur Regency area of ha, while for brackish water aquaculture development is directed at two districts namely Labuhan Maringgai and Pasir Sakti with vaname commodity area of ha, black tiger shrimp covering ha, milkfish area of ha and Ha of ponds located in coastal border is directed for fishforetry of milkfish or shrimp. Freshwater aquaculture development is directed at an area of ha that spreading over 8 districts i.e. Bumi Agung, Batanghari, Sekampung, Raman Utara, Purbolinggo, Way Bungur, Way Jepara, and Jabung, with backyard fishpond pattern for the development of catfish aquaculture, serene ponds water for gurame and mina padi for tilapia development. While bamboo cages and floating cages developed for all three fishes. Alternative strategy that could be pursued are to improve the quality of knowledge-based human resources, improving institutional farmers, improving marketing institutions and improve the provision of facilities and infrastructure. Keywords : prime aquaculture commodities, land suitability, aquaculture development. strategy

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 i STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR LIA AMBASARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 ii Penguji pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc

9 iii Judul Tesis : Strategi Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya di Kabupaten Lampung Timur Nama : Lia Ambasari NIM : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Ketua Dr. Ir. Untung Sudadi, MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 18 Mei 2013 Tanggal Lulus:

10 iv PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kuasa dan rahmatnya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Adapun judul yang menjadi pilihan penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 adalah Strategi Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc. dan Dr. Ir. Untung Sudadi, MSc. atas segala bimbingan, arahan, pengkayaan wawasan, juga transfer ilmu selama ini. Kepada Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc. sebagai penguji luar komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini dan Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah serta Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc. Selaku penguji wakil manajemen. Tak lupa terima kasih pula kepada pihak Pusbindiklatren BAPPENAS sebagai pemberi beasiswa sehingga studi ini terlaksana. Penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur atas perkenannya dalam memberikan izin untuk tugas belajar kepada penulis dan khususnya kepada seluruh jajaran Dinas Kelautan dan Perikanan atas segala bantuan dan kerjasamanya sejak awal hingga selesainya masa studi ini. Kepada suamiku Alimuddin,SP., anakku Abdullah Yassir dan Luthfi Lathif, Ibuku Sri Yatni dan keluarga besar Alm. Danu Ruswandy (Sukabumi) dan Alm. Abu Hasan Darmawijaya (Sukadana), terima kasih atas segala kesabaran, doa, limpahan cinta dan kasih sayangnya. Kepada Ibu Tuti, Mbak Yuli, dan semua yang berada di manajemen program studi, serta seluruh mahasiswa PS-PWL 2011 yang tak dapat disebutkan satu persatu baik dari Kelas Khusus maupun reguler, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya. Bogor, Juli 2013 Lia Ambasari

11 v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR...IX DAFTAR LAMPIRAN... X PENDAHULUAN... 1 LATAR BELAKANG... 1 PERUMUSAN MASALAH... 2 TUJUAN PENELITIAN... 4 MANFAAT PENELITIAN... 4 RUANG LINGKUP PENELITIAN... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH... 5 PERIKANAN BUDIDAYA... 5 EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN... 6 KOMODITAS UNGGULAN DAERAH... 7 PROSES HIRARKI ANALITIK... 7 TEKNOLOGI SISTEM INFORMSI GEOGRAFIS... 9 METODE PENELITIAN LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN PENGUMPULAN DATA Jenis dan Sumber Data Survei Lapang Wawancara ANALISIS DATA Penetapan Komoditas Unggulan PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Penyusunan Basis Data dan Penyiapan Data Digital ANALISIS KELAS KESESUAIAN LAHAN ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP) ANALISIS DESKRIPTIF GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN LETAK GEOGRAFI DAN WILAYAH ADMINISTRASI BENTUK LAHAN KONDISI GEOLOGI KONDISI IKLIM KONDISI DEMOGRAFI KONDISI HIDROLOGI KONDISI PERIKANAN BUDIDAYA HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN BUDIDAYA... 29

12 vi Analisis Tren Luas Panen Komoditas Perikanan Budidaya Analisis Tren Produktivitas Komoditas Perikanan Budidaya Analisis Nilai Margin Analisis Permintaan Analisis Preferensi Masyarakat Penetapan Komoditas Unggulan ANALISIS KESESUAIAN LAHAN Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Laut Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Air Payau Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Air Tawar PEMETAAN ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN Pengembangan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Terhadap RTRW Rencana Pemanfaatan Ruang Penggunaan Lahan Terkini (Existing Land Use) Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Air Payau Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Air Tawar RANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP... 80

13 vii DAFTAR TABEL Tabel 1. Nilai RI... 8 Tabel 2. Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian Tabel 3. Luas wilayah Kabupaten Lampung Timur menurut kecamatan Tabel 4. Nama pulau kecil dan posisinya di wilayah Kabupaten Lampung Timur Tabel 5. Nama gunung, tinggi dan letaknya di wilayah Kabupaten Lampung Timur Tabel 6. Rata-rata curah hujan Kabupaten Lampung Timur Tahun Tabel 7. Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur tahun (jiwa) Tabel 8. Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di setiap kecamatan wilayah Kabupaten Lampung Timur tahun 2010 (jiwa) Tabel 9. Perkembangan produksi perikanan budidaya perjenis kegiatan budidaya di Kabupaten Lampung Timur tahun Tabel 10. Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) yang terlibat dalam usaha pembudidayaan ikan perjenis kegiatan budidaya di Kabupaten Lampung Timur tahun Tabel 11. Jumlah produksi dan produksi rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Tabel 12. Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Tabel 13. Produktivitas dan produktivitas rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Tabel 14. Nilai keuntungan (margin) usaha budidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur tahun Tabel 15. Ketersediaan dan konsumsi ikan tahun Tabel 16. Daftar Responden untuk preferensi masyarakat Tabel 17. Daftar responden untuk menentukan bobot alat analisis melalui AHP untuk menetapkan komoditas unggulan Tabel 18. Urutan peringkat penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya Tabel 19. Tingkat kesesuaian lingkungan perairan untuk budidaya laut (kerang hijau dan rumput laut) di Kabupaten Lampung Timur Tabel 20. Matrik Pair wise comparison untuk menentukan bobot dari masing-masing peubah lingkungan perairan untuk analisis kesesuaian lahan budidaya kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur Tabel 21. Kemiringan lahan Kabupaten Lampung Timur Tabel 22. Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur Tabel 23. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur Tabel 24. Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur... 51

14 viii Tabel 25. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur Tabel 26. Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun Tabel 27. Penggunaan lahan per kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur Tabel 28. Penggunaan lahan per kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau setelah penerapan faktor pembatas (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan konservasi mangrove dan kawasan pemukiman) di Kabupaten Lampung Timur Tabel 29. Tahapan produksi, permasalahan dan strategi penyelesaian masalah dalam pengembangan kawasan perikanan budidaya berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur... 67

15 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pikir Penelitian... 3 Gambar 2. Alur tahapan penelitian Gambar 3. Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur Gambar 4. Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya laut Gambar 5. Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air payau Gambar 6. Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air tawar Gambar 7. Skema hirarki penetapan urutan prioritas alat analisis penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya Gambar 8. Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim timur (Mei Agustus), (b) pada musim barat (November Februari) dan (c) pada musim peralihan (Maret April dan September November) Gambar 9. Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur (Mei Agustus) Gambar 10. Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim barat (November Februari) Gambar 11. Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim peralihan (Maret April dan September - November) Gambar 12. Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim barat (November Februari) Gambar 13. Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim peralihan (Maret April dan September November) Gambar 14. Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air payau Kabupaten Lampung Timur Gambar 15. Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar Kabupaten Lampung Timur Gambar 16. Peta arahan pengembangan kawasan budidaya laut untuk komoditas rumput laut dan kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur Gambar 17. Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air payau dan arahan pengembangannya perkelas kesesuaian Kabupaten Lampung Timur setelah penerapan faktor pembatas Gambar 18. Peta arahan pengembangan komoditas unggulan budidaya air payau (udang vaname, ikan bandeng dan udang windu) di Kabupaten Lampung Timur Gambar 19. Peta arahan pengembangan komoditas unggulan budidaya air tawar (ikan patin, ikan nila, ikan gurame) di Kabupaten Lampung Timur... 66

16 x DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Sungai yang melintasi Kabupaten Lampung Timur Lampiran 2. Peta RTRW tahun Kabupaten Lampung Timur Lampiran 3. Peta penggunaan lahan terkini (existing land use) Kabupaten Lampung Timur Lampiran 4. Hasil analisis preferensi masyarakat terhadap pengembangan kawasan perikanan budidaya air tawar... 79

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2010, tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun memuat Visi pembangunan perikanan yang berbunyi Indonesia Sebagai Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Untuk mewujudkan visi tersebut tahun 2010 Menteri Kelautan dan Perikanan menargetkan peningkatan produksi perikanan sebesar 353 % yang kemudian direvisi pada tahun 2012 menjadi 200% dan difokuskan untuk 4 komoditas unggulan (udang, rumput laut, bandeng dan patin) dengan konsep industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan merupakan konsep pembangunan perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumber daya kelautan dan perikanan pada sistem produksi hulu dan hilir. Peningkatan ini diharapkan dapat dicapai seluruhnya pada tahun 2014 dan perikanan budidaya sebagai salah satu sektor hulu yang dipercaya dapat menjawab tantangan besar tersebut Harapan besar ini tidak terlepas dari banyaknya potensi perikanan budidaya di Indonesia yang belum tergali dan dimanfaatkan secara optimal. Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2010, Indonesia memiliki potensi produksi akuakultur sebanyak 57,7 juta ton/tahun, sedangkan jumlah realisasi produksinya hanya mencapai 9% (5,4 juta ton) saja. Dengan jumlah produksi sebesar itu baru mampu menempatkan Indonesia sebagai produsen produk perikanan terbesar dunia pada urutan ke 3 setelah China dan India. Tugas berat yang dibebankan pada perikanan budidaya ini dipicu juga oleh semakin berkurangnya stock alami di beberapa perairan Indonesia sebagai akibat dari kegiatan penangkapan yang diduga telah mencapai titik jenuh bahkan cenderung berlebihan (overfishing). Hal ini dilihat dari semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, semakin berkurangnya hasil tangkapan, semakin jauhnya daerah tangkapan, dan semakin berubahnya komposisi hasil tangkapan. Dengan alasan seperti itu pemberian target peningkatan produksi perikanan yang terlalu besar tidak dapat dibebankan pada kegiatan perikanan tangkap. Langkah yang diambil oleh pemerintah pusat dalam mewujudkan visi menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia salah satunya adalah dengan kebijakan pengembangan perikanan melalui pendekatan pengembangan kawasan, pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan usaha. Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang terbentuk melalui Undang-undang Nomor 12 tahun 1999 tanggal 27 April tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya Metro. Pada awalnya Kabupaten Lampung Timur merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Tengah. Kemudian sebagai implementasi dari Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Propinsi Lampung melakukan pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dengan tujuan untuk lebih meningkatkan daya dan hasil guna

18 2 penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat. Sejak masih dalam bagian dari wilayah kerja Kabupaten Lampung Tengah, kegiatan perikanan di Lampung Timur sudah sangat menonjol. Kabupaten Lampung Timur memiliki potensi perikanan yang sangat lengkap, mulai dari perikanan tangkap, budidaya, hingga pengolahan hasil. Dalam bidang perikanan budidaya, Kabupaten Lampung Timur memiliki jenis kegiatan yang beragam yaitu budidaya air tawar yang mencakup pembenihan dan pembesaran, budidaya air payau dan yang beberapa tahun ini mulai berkembang yaitu budidaya laut berupa budidaya kerang hijau dan rumput laut. Sebagai salah satu kabupaten yang memiliki potensi perikanan yang cukup lengkap, dengan ditandatanganinya kontrak produksi pada tahun 2010, Kabupaten Lampung Timur juga dibebani tanggungjawab untuk turut serta dalam mewujudkan visi KKP. Perikanan budidaya di Lampung Timur dipacu untuk berkontribusi pada kenaikan produksi perikanan yang ditargetkan. Berbagai program pengembangan diimplementasikan untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya. Salah satunya adalah pengembangan kawasan perikanan budidaya dengan konsep pengembangan komoditas unggulan sebagai salah satu bagian dari pengembangan minapolitan. Perumusan Masalah Kabupaten Lampung Timur memiliki potensi perikanan budidaya yang cukup besar dengan kegiatan budidaya perikanan yang berkembang sangat beragam. Namun pada kenyataannya potensi yang besar tersebut belum teridentifikasi secara meyeluruh dan belum termanfaatkan secara optimal. Permasalahan lainnya adalah para pelaku usaha budidaya perikanan pada umumnya adalah pembudidaya miskin dengan lahan sempit dan skala usaha yang kecil. Hasil yang didapat pembudidaya pun tidak maksimal karena rendahnya produktivitas sementara komoditas yang diusahakan bukanlah komoditas yang memiliki daya saing tinggi. Rendahnya tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan juga disebabkan oleh ketidakpastian harga komoditas dan tidak adanya jaminan pasar. Seringkali hasil produksi tidak terjual dengan harga yang layak bahkan tidak dapat dipasarkan, sehingga memaksa pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pengumpul dengan harga murah. Langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah pengembangan perikanan budidaya melalui pendekatan pengembangan kawasan dan pengembangan komoditas unggulan. Menentukan suatu wilayah layak atau tidak untuk menjadi suatu kawasan perikanan budidaya maka perlu adanya analisa potensi sumberdaya lahan. Dan untuk menentukan komoditas unggulan perlu dilakukan analisa yang memadukan antara potensi sumberdaya lahan, kemampuan berproduksi, memiliki daya saing dan memiliki nilai tambah tinggi, sedangkan dari segi kebijakan harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang ada sehingga konflik penggunaan lahan dapat dihindari. Dari hal tersebut muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

19 3 Komoditas apakah yang menjadi unggulan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur? Apakah komoditas unggulan yang telah ditetapkan memiliki kesesuaian lahan yang tepat di Kabupaten Lampung Timur? Bagaimana arahan pengembangan kawasan perikanan budidaya dan status kesesuaiannya dengan arahan rencana tata ruang di Kabupaten Lampung Timur? Bagaimana strategi pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur? Berdasarkan pada pertanyaan di atas, perlu dilakukan kajian secara komprehensif terhadap perencanaan pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur sehingga perencanaan pembangunan daerah dapat terwujud dengan efisien, efektif dan berkelanjutan. Bagan alir kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1. Gambar. Bagan Alir Kerangka Pikir Penelitian

20 4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada uraian perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai secara umum adalah menentukan strategi pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk Mengidentifikasi komoditas unggulan untuk budidaya perikanan di Kabupaten Lampung Timur. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan budidaya perikanan di Kabupaten Lampung Timur. Memetakan arahan pengembangan kawasan perikanan budidaya berbasis komoditas unggulan dan mengevaluasi kesesuaiannya terhadap rencana tata ruang di Kabupaten Lampung Timur. Merumuskan strategi pengembangan komoditas perikanan untuk pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam mempertimbangkan penyusunan kebijakan pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan menuju kemandirian pembudidaya dan nelayan. Sebagai bahan pertimbangan bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di bidang perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup analisis mengenai komoditas unggulan perikanan budidaya, kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan, pemetaan arahan pengembangan kawasan perikanan budidaya dan strategi pengembangan perikanan budidaya. Dilakukan juga tinjauan aspek kebijakan dan kelembagaan untuk mempertajam kajian.

21 5 TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pembangunan merupakan proses untuk mewujudkan masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses tersebut harus diciptakan dengan campur tangan pemerintah melalui kebijakan yang akan mendorong partisipasi rakyat secara penuh. Proses pembangunan yang berpihak pada rakyat merupakan upaya pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses perubahan yang berjalan secara berkesinambungan untuk mewujudkan pencapaian tujuan (Sumodiningrat, 1999). Pembangunan wilayah merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan skala nasional bahkan global bukan hanya fenomena dalam dimensi lokal dan regional (Rustiadi et al, 2006). Paradigma pembangunan pada saat ini mengarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity), pertumbuhan (growth), dan keberlanjutan (sustainability). Menurut Anwar dan Setiahadi (1996) dalam Rustiadi et al. (2006), Pembangunan wilayah memiliki tujuan yang saling terkait antara sisi sosial ekonomi dan ekologis. Dari sudut pandang sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya meningkatkan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat. Secara ekologis, pengembangan wilayah bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan (Triutomo, 1999 dalam Al Kadri et al, 2001). Konsep pembangunan daerah yang berbasis pada komoditas unggulan ada beberapa kriteria komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain: mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan dan belakang (forward dan backward linkage) yang kuat, mampu bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain, mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. Perikanan Budidaya Undang-undang Perikanan No. 45 tahun 2009 menjelaskan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh semua pihak untuk mencapai produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan lain yang telah disepakati. Kemudian dijelaskan juga bahwa budidaya ikan adalah kegiatan untuk memelihara ikan di lingkungan terkontrol yang didalamnya merupakan proses yang terintegrasi mulai dari persiapan hingga pascapanen. Kegiatan perikanan budidaya dapat dilakukan dalam air laut, air payau maupun air tawar dengan berbagai system pembudidayaan. Menurut Dahuri (2003) kondisi biofisik perairan suatu wilayah berbeda satu dengan lainnya sehingga mempengaruhi kesesuaian jenis budidaya perikanan yang dikembangkan dan keberlanjutannya. Keberlanjutan perikanan budidaya telah banyak

22 6 dipertanyakan oleh karena itu pemerintah telah menganjurkan pelaksanaan budidaya ikan yang baik untuk meningkatkan produksi budidaya ikan berkelanjutan (FAO, 1997). Tujuan dari pelaksanaan budidaya ikan yang baik adalah untuk membuat pelaksanaan pembudidayan ikan yang ramah lingkungan, juga mempertimbangkan keberlanjutan sosial dan ekonomi (Bosma R., Verdegem M.C.J, 2011). Sistim produksi budidaya ikan yang berkelanjutan juga harus berkontibusi pada penanggulangan kemiskinan dan kerentanan pada masyarakat. Untuk itu keberhasilan pelaksanaan pembudidayaan ikan yang berkelanjutan sangat tergantung pada penegakan hukum dan kesadaran semua pihak mulai dari pemerintah, pembudidaya ikan, pedagang ikan hingga konsumen. Evaluasi Sumberdaya Lahan Evaluasi sumber daya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004). Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Kegunaan terperinci dari evaluasi lahan sangat beragam ditinjau dari konteks fisik, ekonomi, sosial dan dari segi intensitas skala dari studi itu sendiri serta tujuannya. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, perikanan tambak dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai keperluan dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Lahan untuk usaha budidaya perikanan harus memenuhi persyaratan biologis, teknis, sosial ekonomi dan higienis, karena kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan akan menentukan produktivitasnya. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan lahan untuk budidaya tambak adalah sumber air baik itu debit maupun kualitasnya, amplitudo pasang surut, topografi, iklim dan sifat tanah. Sedangkan untuk budidaya kolam faktor yang harus diperhatikan hampir sama dengan pengembangan lahan untuk tambak, yang membedakan adalah lokasi. Jika tambak berlokasi di wilayah pesisir sehingga amplitudo pasang surut air laut sangat berpengaruh, sedangkan kolam air tawar terletak jauh dari laut sehingga tidak ada pengaruh dari amplitudo pasang surut air laut. Untuk budidaya laut faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan lahannya adalah kedalaman laut, jenis substrat perairan, keterlindungan, kecepatan arus permukaan, kecerahan, salinitas, suhu dan ph (DKP, 2001 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

23 7 Dalam proses evaluasi lahan, kesesuaian lahan aktual (yang merupakan kesesuaian lahan yang diperoleh saat penelitian) dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan yang lebih tinggi atau disebut dengan kesesuaian lahan potensial (kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan atau input yang diperlukan). Namun demikian tidak semua kualitas atau karakteristik lahan dapat diperbaiki dengan teknologi yang ada saat ini atau diperlukan tingkat pengelolaan yang tinggi untuk melakukan perbaikan. Komoditas Unggulan Daerah Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas. Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) langkah menuju efisiensi pembangunan dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, adat istiadat, dan infrastruktur) pembudidaya di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mengacu kriteria komoditas unggulan nasional; (2) memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; (3) mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain/ekspor; (4) memiliki pasar yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; (5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan (6) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten. Setiap daerah mempunyai karakteristik wilayah, penduduk, dan sumber daya yang berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain adalah komoditas yang secara efisien diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Proses Hirarki Analitik Di dalam pengambilan suatu keputusan, banyak sekali kriteria yang harus diperhitungkan baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Banyak diantara kriteria-kriteria tersebut dapat bersifat conflicting (saling bertentangan) pada suatu alternatif sehingga dalam pengambilan keputusan dengan melibatkan criteria ganda (multi-criteria decision making) yang dihasilkan adalah solusi kompromi (compromised solution) terhadap semua kriteria yang diperhitungkan.

24 8 Salah satu teknik analisis kriteria ganda adalah Proses Hirarki Analitik (PHA/Analytical Hierarchy Process) yang dikembangkan oleh Thomas L.Saaty pada awal 1970-an. Analisis kriteria ganda dengan PHA didasarkan atas konsep dekomposisi dan sintetis dengan penyajian struktur kriteria secara hierarkis. Untuk memperoleh bobot dari tiap-tiap kriteria, PHA menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9 dimana: 1 = sama penting (equal importance); 3 = sedikit lebih penting (moderate more importance); 5 = cukup lebih penting (essential, strong more importance); 7 = jauh lebih penting (demonstrated importance); 9 = mutlak lebih penting (absolutely more importance); 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara yang memberikan kompromi (grey area). Kuesioner perbandingan berpasangan diberikan dalam bentuk sebagai berikut : C1 X C2 Artinya: kriteria C1 jauh lebih penting daripada C2. Jika terdapat n kriteria maka akan terdapat (n(n-1))/2 perbandingan berpasangan. Di dalam analisa multi kriteria ganda diperhitungkan juga kriteria kualitatif yang memungkinkan terjadinya ketidakkonsistenan (inconsistency) dalam penilaian perbandingan kriteria-kriteria atau alternatif-alternatif. Salah satu cara pengukuran konsistensi diusulkan oleh Saaty melalui indeks konsistensi (Consistency Index/CI) yang didefinisikan sebagai: CI = Dengan n menyatakan jumlah kriteria/alternatif yang dibandingkan dan lmax adalah nilai eigen (eigen value) yang terbesar dari matriks perbandingan berpasangan orde n. Jika CI bernilai 0 maka berarti keputusan penilaian tersebut bersifat perfectly consistent dimana lmax sama dengan jumlah kriteria yang diperbandingkan yaitu n. Semakin tinggi nilai CI semakin tinggi pula tingkat ketidakkonsistenan dari keputusan perbandingan yang telah dilakukan. Rasio konsistensi (CR/Consistency Ratio) dirumuskan sebagai perbandingan antara Consistency Index (CI) dan Random Index (RI) dengan rumus sebagai berikut: CR = Tabel nilai-nilai RI untuk beberapa nilai n diberikan dalam Tabel 1. Tabel. Nilai RI N RI Nilai CR yang lebih besar dari 0,1 perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap penilaian responden (Saaty, 1980). Proses hirarki analitik merupakan salah satu metode analisis yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan. Baja (2002) dalam makalahnya yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Analytic Hierarchy Process dalam Studi Alokasi dan Optimasi Penggunaan Lahan Pertanian memberikan dua

25 9 macam pendekatan analisis dengan PHA. Yang pertama adalah penentuan proporsi optimal lahan untuk tiga jenis komoditas dan yang kedua adalah penentuan peringkat bidang lahan untuk satu jenis penggunaan lahan. Pada pendekatan ini data diproses dengan menggunakan pendekatan integrasi lepas (loose coupling integration), dimana basis data dibangun dan dikelola dalam sistem informasi geografi (SIG), kemudian analisis kriteria gandanya dilakukan dalam sistem perangkat lunak PHA (Expert Choice 2000). Metode analisis yang dipaparkan menunjukkan bahwa PHA dapat digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan secara komprehensif, yang mempertimbangkan aspek biofisik (kelas kesesuaian lahan dan lain-lain), ekonomi (biaya produksi, peluang pasar, sarana prasarana, dan lain-lain), dan sosial (preferensi masyarakat untuk komoditi tertentu, kemauan berpartisipasi, dan sebagainya). PHA dapat menganalisis secara simultan parameter-parameter yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian keluaran hasil pemodelan, survei, pendugaan, atau analisis dengan GIS dapat sekaligus dipadukan dengan parameter lain dalam suatu sistem/lingkup analisis yang sama. Teknologi Sistem Informsi Geografis Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu cara baru yang berkembang saat ini dalam menyajikan dan melakukan analisis data spasial dengan komputer. Selain mempercepat proses analisis, SIG juga bisa membuat model yang dengan manual sulit dilakukan (Barus dan Wiradisastra, 2000). Konsep dasar SIG merupakan suatu sistem yang terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data yang selanjutnya dapat menggunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek spasial. Elemen dasar SIG yang beroperasi pada sistem yang terpadu tersebut meliputi hardware, software, pemasukan data, serta sumberdaya manusia yang bertanggung jawab terhadap masalah desain, implementasi, dan penggunaan dari SIG. Keluaran yang dihasilkan dari keempat elemen tersebut berupa informasi keruangan yang jelas dalam bentuk peta, grafik, tabel ataupun laporan ilmiah. SIG dapat mendukung fungsi sebagai berikut: (1) menyediakan struktur basis data untuk penyimpanan dan pengaturan data dalam area yang luas; (2) mampu mengumpulkan atau memisahkan data regional, landsekap, dan skala plot; (3) mampu membantu dalam pengalokasian plot studi dan atau secara ekologi area yang sensitif; (4) meningkatkan kemampuan ekstraksi informasi penginderaan jauh; (5) mendukung analisis statistik spasial pada distribusi ekologi; dan (6) menyediakan input data/parameter untuk permodelan ekosistem. Aronoff (1993) menguraikan SIG atas beberapa sub sistem yang saling terkait yaitu: (1) data input, yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data ke dalam format yang digunakan oleh SIG; (2) data output, sebagai sub sistem yang menampilkan atau menghasilkan sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti tabel, grafik, peta dan lain-lain; (3) data manajemen, yang mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah di-update dan diedit; dan (4) data manipulasi dan analisis, sebagai sub

26 10 sistem yang menentukan informasi-informasi yang dihasilkan oleh SIG. Selain itu juga melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Penyajian data spasial dari fenomena geografis di dalam komputer dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu raster (grid cell) dan vektor. Bentuk raster adalah penyajian obyek dalam bentuk rangkaian elemen gambar (pixel) yang menampilkan semua obyek dalam bentuk sel-sel. Sedangkan vektor disajikan dalam bentuk titik atau segmen garis karena model data vektor lebih banyak berkaitan dengan bentuk obyek pada peta. Aplikasi SIG dalam pengambilan keputusan berkriteria ganda sangat besar peranannya dalam pengelolaan basis data, analisis berbasis spasial, penampilan luaran hasil analisis, dan fungsi-fungsi SIG lainnya (Baja, 2002). Seperti dikemukakan juga oleh Miranda (2004) dalam tulisannya yang mengintegrasikan kegunaan SIG untuk mengatasi masalah alokasi lahan melalui dua teknik: fuzzy logic dan multicriteria analysis, bahwa SIG sangat berguna dalam analisis data spasial dalam pengambilan keputusan dalam pengembangan wilayah.

27 11 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur mulai bulan Agustus 2012 sampai dengan Desember Jenis dan Sumber Data Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapangan baik melalui wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan untuk memperoleh data sosial ekonomi. Data sekunder yang digunakan adalah luas lahan, produktivitas dan produksi perikanan Kabupaten Lampung Timur tahun , pola dan jumlah konsumsi ikan masyarakat tahun 2011, data analisis ekonomi usaha perikanan tahun 2011, data curah hujan, peta digital land system Kabupaten Lampung Timur, peta digital wilayah administrasi kabupaten, peta RTRW kabupaten, peta penggunaan lahan, dan peta jaringan jalan dan sungai. Survei Lapang Survei lapang dilakukan untuk mengidentifikasi potensi biofisik lahan perikanan yang terdapat di Kabupaten Lampung Timur dan melakukan verifikasi data sekunder. Wawancara Untuk mengetahui kondisi masyarakat yang memiliki lapangan usaha di sektor perikanan, dilakukan wawancara dengan Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur, Badan Penyuluhan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Balai Penelitian, LSM, Akademisi, dan masyarakat perikanan. Wawancara diarahkan untuk mendapatkan bahan analisis mengenai sosial ekonomi masyarakat tani dan penilaian bobot kepentingan alternatif pencapaian tujuan dengan (PHA/AHP) proses hirarki analitik. Teknik pengambilan sampling responden berdasarkan purposive sampling. Penetapan Komoditas Unggulan Analisis Data Penetapan sektor basis dan komoditas unggulan yang akan dipilih dilakukan dengan beberapa analisis yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

28 12 Analisis Tren Luas Panen Komoditas Perikanan Budidaya Analisis tren Luas Panen dilakukan untuk melihat komoditas perikanan budidaya yang memiliki jumlah luas panen yang dominan selama tahun Hal ini dapat menunjukkan komoditas apa saja yang menjadi pilihan utama masyarakat dalam berusaha budidaya ikan. Data yang digunakan adalah luasan panen karena data ini dapat dijadikan perbandingan yang cukup obyektif untuk setiap komoditas perikanan budidaya. Luas panen juga merupakan resultante kesesuaian tumbuh kembang ikan dengan kondisi ekologi yang secara implisit mencakup unsur-unsur (peubah) iklim, fisiografi, jenis tanah dan kualitas air. Analisis tren luas panen dilakukan dengan melihat fluktuasi luasan areal komoditas perikanan budidaya selama lima tahun terakhir, kemudian komoditas diranking berdasarkan rata-rata luasan areal terbesar untuk ranking 1 hingga ratarata luasan areal terkecil untuk ranking terendah. Analisis Tren Produktivitas Komoditas Perikanan Budidaya Analisis tren Produktivitas dilakukan untuk melihat komoditas yang memiliki produktivitas yang dominan selama tahun Hal ini dapat menunjukkan komoditas apa saja yang unggul dan sesuai dengan pola budidayanya. Data yang digunakan adalah produktivitas karena data ini dapat dijadikan perbandingan yang cukup obyektif untuk kemampuan setiap komoditas perikanan budidaya dalam berproduksi dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Analisis tren produktivitas dilakukan dengan melihat fluktuasi produktivitas komoditas perikanan budidaya selama lima tahun terakhir, kemudian komoditas diranking berdasarkan rata-rata produktivitas terbesar untuk ranking 1 hingga rata-rata produktivitas terkecil untuk ranking terendah. Analisis Nilai Margin Produk Perikanan Budidaya Analisis nilai margin produk dilakukan untuk melihat share margin setiap komoditas perikanan budidaya per kilo produksi per bulan pada tahun Analisis ini dapat menunjukkan komoditas apa saja yang memberikan keuntungan paling besar bagi pembudidaya ikan setiap bulannya. Data yang digunakan adalah jumlah modal yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kg setiap komoditas pada tahun 2011, harga komoditas per Kg pada tahun 2011 dan lama budidaya setiap komoditas dalam satu periode/ musim tanam. Data modal merupakan hasil perhitungan analisa usaha dari setiap komoditas yang diambil dari sample usaha pembudidaya ikan di beberapa kecamatan, dan dipilih dengan metode purposive sampling. Hasil perhitungan merupakan jumlah keuntungan yang dapat dihasilkan dalam memproduksi 1 kg ikan setiap bulannya, kemudian dibandingkan dengan modal yang diperlukan untuk memproduksi 1 kg ikan. Urutan rengking ditentukan berdasarkan persentase perbandingan antara keuntungan dengan modal, persentase terbesar untuk rengking 1 dan terkecil untuk rengking terakhir.

29 13 Analisis Permintaan terhadap Komoditas Perikanan Budidaya Analisis untuk menilai aspek demand masyarakat dapat dilihat dari kecenderungan permintaan masyarakat. Seberapa besar kebutuhan masyarakat akan suatu jenis komoditas dan tingkat ketersediaan dari komoditas tersebut turut menentukan prioritas pengembangan komoditas unggulan yang akan ditetapkan. Komoditas yang memiliki jumlah permintaan tinggi namun jumlah produksinya tidak mampu memenuhi permintaan tersebut maka akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan dari sisi demand, yang artinya bahwa komoditas tersebut membutuhkan dorongan dalam pengembangannya dan masih memiliki peluang tinggi untuk dikembangkan. Analisis permintaan dilakukan dengan menggunakan data ketersediaan dan konsumsi bahan pangan Kabupaten Lampung Timur tahun Berdasarkan data tersebut setiap komoditas diranking berdasarkan nilai surplus/minus ketersediaannya, mulai dari minus tertinggi untuk ranking 1 sampai surplus tertinggi untuk ranking terendah. Analisis Deskriptif terhadap Preferensi Masyarakat Untuk melihat sejauh mana preferensi masyarakat terhadap pengembangan kawasan perikanan budidaya yang akan dikembangkan di Kabupaten Lampung Timur, maka dilakukan analisis deskriptif untuk melihat seberapa besar keterlibatan dan animo masyarakat dalam berusaha budidaya ikan. Analisis dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholders yang memiliki keterkaitan dengan sektor perikanan khususnya perikanan budidaya. Jumlah responden yang ditetapkan melalui purposive sampling sebanyak 45 orang dan tersebar di kecamatan sentra komoditas perikanan hasil identifikasi awal. Hasil wawancara selanjutnya ditabulasikan sehingga akan didapat persentase responden yang memilih suatu komoditas perikanan budidaya tertentu. Selanjutnya komoditas diranking berdasarkan jumlah persentase responden yang memilih komoditas tersebut mulai dari persentase terbesar untuk ranking 1 hingga persentase terkecil untuk ranking terendah. Penetapan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Penetapan komoditas unggulan dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisa yang digunakan. PHA dilakukan untuk menentukan bobot setiap alat analisa, dengan responden dipilih dari pihak akademisi. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah persentase terkecil untuk ranking 1 hingga jumlah persentase terbesar untuk ranking terendah.

30 14 Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Basis Data dan Penyiapan Data Digital Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data spasial dan data tabular. Sebelum dapat dilakukan operasi overlay dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) diperlukan proses pemasukan data yang dapat diartikan mengubah semua bentuk data dan informasi yang tersedia ke dalam bentuk data digital. Peta yang masih berbentuk manual diubah ke dalam bentuk digital dengan metode on screen digitation dan diikuti dengan pemasukan data atribut. Untuk peta-peta yang memiliki sistem koordinat yang berbeda dilakukan transformasi koordinat sehingga tersusun basis data spasial dengan sistem koordinat yang sama. Perangkat lunak yang digunakan adalah ArcGis 9.3. Tabel. Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian Jenis Data Skala Tahun Bentuk Sumber Data 1. Peta sistim lahan 1 : Tahun 2009 Digital Repprort Peta Administrasi 1 : Tahun 2011 Digital Bappeda Kab. Lampung Timur 3. Peta RTRW Kab. Lampung Timur 4. Peta Penggunaan Lahan 1 : Tahun 2011 Digital Bappeda Kab. Lampung Timur 1: Tahun 2011 Digital Bappeda Kab. Lampung Timur 5. Data Kualitas Air Tabular BLH Kab. Lampung Timur 6. Data Curah Hujan Tabular BPS. Lampung Timur 7. Data perikanan Kab. Lampung Timur 8. Data Pola Konsumsi Masyarakat 11. Data Preferensi Masyarakat terhadap pengembangan perikanan budidaya Tabular Dinas Kelautan dan Prikanan Tabular Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Ketahanan Pangan, BPS Kab. Lampung Timur Tabular Wawancara dan kuesioner dari instansi terkait, Pembudidaya, Tokoh masyarakat, Pedagang Pengumpul, dan Akademisi.

31 15 Analisis Kelas Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan melalui evaluasi lahan untuk mengetahui lahan yang sesuai untuk penggunaan tertentu. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut. Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang mencakup iklim, tanah, terrain (meliputi lereng dan topografi), dan persyaratan penggunaan lahan. Data untuk melakukan penilaian kelas kesesuaian lahan per satuan lahan ini berdasarkan data system lahan dari peta REPPRORT. Untuk data kualitas perairan laut seperti salinitas, suhu dan kandungan oksigen dilakukan proses interpolasi untuk mengubah data titik menjadi polygon dengan teknik IDW. Untuk mendapatkan posisi yang tepat dalam pewilayahan komoditas unggulan berdasarkan potensi serta persyaratan yang dibutuhkan untuk sektor perikanan, maka pembuatan peta kesesuaian lahan dibuat dengan overlay serta operasi-operasi Sistem Informasi Geografis (SIG) lainnya terhadap peta-peta tematik yang ada (peta system lahan, peta wilayah administrasi kabupaten, peta batimetri, dan peta kualitas perairan) dan persyaratan penggunaan lahan (land requirements). Kemudian potensi pengembangan perikanan budidaya berdasarkan potensi fisik wilayah dilakukan dengan overlay peta kesesuaian lahan dengan peta RTRW, peta penggunaan lahan terkini, dan peta jaringan jalan dan sungai. Analisis dilakukan secara kuantitatif dengan pendekatan rumus sebagai berikut : Y= Dimana: Y = Nilai akhir ai = Faktor pembobot Xn = Nilai tingkat kelayakan lokasi Faktor pembobot didapatkan dengan analisis AHP melalui kuesioner yang diberikan kepada responden terpilih dengan metode purposive sampling. Untuk mendapatkan selang nilai pada setiap kriteria ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Selang nilai = Nilai terbesar Nilai terkecil Jumlah Kelas Sehingga didapat nilai presentase untuk setiap criteria sebagai berikut : Y = 82% % kriteria sangat sesuai (S1) Y = 64% - 82% kriteria Sesuai (S2) Y = 46% - 64% kriteria cukup sesuai (S3) Y = < 46% kriteria tidak sesuai (N)

32 16 Kelas keseuaian lahan dibedakan pada tingkat kelas dan didefinisikan sebagai berikut : S1 : Sangat sesuai (highly suitable), yaitu apabila lahan atau kawasan yang sangat sesuai untuk budidaya perikanan tanpa adanya faktor pembatas yang berarti, atau memiliki faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak menurunkan produktivitasnya secara nyata. S2 : Sesuai (Suitable), yaitu apabila lahan atau kawasan mempunyai faktor pembatas yang berpengaruh terhadap produktivitas budidaya perikanan, yang didalam pengelolaannya diperlukan tambahan masukan teknologi dan perlakuan S3 : Sesuai bersyarat, yaitu lahan atau kawasan yang kurang sesuai diusahakan untuk budidaya perikanan karena mempunyai faktor pembatas yang berat namun bersifat tidak permanen. N : Tidak Sesuai (not suitable), lahan atau kawasan yang tidak sesuai diusahakan untuk budidaya perikanan karena mempunyai faktor pembatas yang bersifat permanen. Analisis Hirarki Proses (AHP) Analisis Hirarki Proses/Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan untuk menentukan prioritas alat analisis dalam menetapkan komoditas perikanan budidaya unggulan serta menentukan prioritas parameter pendukung kesesuaian lahan. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria responden adalah pihak-pihak yang ahli, mengetahui dan terlibat langsung dalam bidang perikanan budidaya. Kriteria responden tersebut dimaksudkan agar jawaban yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis dalam menentukan komoditas unggulan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan perikanan budidaya. Untuk mendapatkan skoring yang diperlukan untuk menentukan komoditas unggulan perikanan budidaya, maka dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara dengan 5 responden dari unsur akademisi yakni 3 orang dosen FPIK IPB, 1 orang dosen ITSL IPB dan 1 orang dosen POLINELA. Sedangkan untuk mendapatkan skoring parameter penentu kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan, kuesioner disebarkan terhadap 4 responden dari berbagai unsur yaitu: Balai Budidaya Laut, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten, dan pembudidaya. Tujuan utama yang ingin diperoleh dari metode PHA ini adalah menentukan pembobotan berdasarkan persepsi masyarakat dari kriteria yang ditetapkan mengenai kawasan perikanan budidaya yang dilakukan dalam penelitian ini.

33 17 Menurut Saaty (1980) langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis menggunakan metode PHA adalah: 1. Mengidentifikasi/menetapkan masalah-masalah yang muncul; 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai; 3. Mengidentikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan; 4. Menetapkan struktur hierarchy; 5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku/objek yang berkaitan dengan masalah, nilai masing-masing faktor; 6. Membandingkan alternatif-alternatif (comparative judgement); 7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority); dan 8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical consistency. Data yang dianalisis diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner terhadap para responden terpilih. Penyebaran kuesioner dilakukan pada saat penelitian. Skor yang diberikan oleh setiap responden bersifat subyektif, artinya sesuai dengan persepsi masing-masing responden terhadap pengembangan kawasan perikanan budidaya. Nilai skor yang diperloleh dari hasil kuesioner tersebut dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice Analisis Deskriptif Permasalahan yang terjadi dalam pengembangan perikanan budidaya di wilayah penelitian diidentifikasi melalui pengamatan langsung, hasil wawancara dan penyebaran kuesioner terhadap masyarakat dan stake holder yang berhubungan langsung atau pernah melakukan usaha perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Permasalahan hasil identifikasi tersebut kemudian dianalisis dan dipadukan dengan data hasil analisis sebelumnya sehingga didapatkan strategi yang tepat untuk pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Alur tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 2.

34 18 Gambar Alur tahapan penelitian

35 19 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi dan Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki luas wilayah sekitar 5.325,03 km 2 atau hektar (Tabel 5), dan membentang pada posisi 105 o o 20 Bujur Timur dan 4 o 37 5 o 37 Lintang Selatan (Gambar 3). Secara administratif Kabupaten Lampung Timur mempunyai perbatasan sebagai berikut: - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Ketibung, Kecamatan Palas dan Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan; - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bantul dan Kecamatan Metro Raya Kota Metro dan Kecamatan Punggur serta Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah; - Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa, Propinsi Banten dan DKI Jakarta; dan - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rumbia, Kecamatan Seputih Surabaya dan Kecmatan Seputih Banyakb Kabupaten Lampung Tengah dan Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang. Pembentukan Kabupaten Lampung Timur berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999 dan secara resmi menjadi kabupaten tanggal 27 April 1999 dengan pusat pemerintahan di Sukadana. Secara administrasi pada awalnya meliputi 10 kecamatan definitif dan 13 kecamatan pembantu, terdiri dari 232 desa. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 1999, Kecamatan Pembantu Margatiga dan Sekampung Udik statusnya ditingkatkan menjadi kecamatan definitif. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah nomor 01 tahun 2001 dan Keputusan Bupati Lampung Timur nomor 13 tahun 2001 dibentuk 11 kecamatan tambahan sehingga menjadi 23 kecamatan definitif. Selanjutnya dengan Keputusan Bupati Lampung Timur nomor 19 tahun 2001 dan nomor 06 tahun 2002 maka jumlah desa sebanyak 232 desa definitif dan 3 desa persiapan. Sampai tahun 2006 jumlah kecamatan di Kabupaten Lampung Timur dimekarkan lagi menjadi 24 buah kecamatan, dengan jumlah desa sebanyak 241 desa dan 5 kelurahan (Tabel 3). Bentuk Lahan Secara umum morfologi daerah penelitian dibagi dua yaitu: 1. Satuan Morfologi Dataran Satuan ini terbentuk di bagian timur tengah dan bagian barat daerah penelitian dengan elevasi antara 24 meter sampai 100 meter di atas permukaan laut. 2. Satuan Morfologi Dataran Bergelombang Satuan dataran bergelombang menempati daerah yang memiliki elevasi antara meter dari permukaan air laut, meliputi wilayah sebelah utara daerah penyelidikan dengan kemiringan lereng < 10 o. Litologi tersusun dari beraneka endapan seperti tufa, pasir, lempung, basal dan lain-lain.

36 20 Gambar Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur.

37 21 Tabel. Luas wilayah Kabupaten Lampung Timur menurut kecamatan No. Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Desa Jumlah Kelurahan Luas Wilayah (Ha) 1. Metro Kibang Margototo Batanghari Banar Joyo Sekampung Sumber Gede Marga Tiga Tanjung Harapan Sekampung Udik Pugung Raharjo Jabung Negara Batin Pasir Sakti Mulyo Sari Waway Karya Sumberrejo Marga Sekampung Peniangan Labuhan Maringgai Lab. Maringgai Mataram Baru Mataram Baru Bandar Sribhawono Sribhawono Melinting Wana Gunung Pelindung Negeri Agung Way Jepara Braja Sakti Braja Selebah Braja Hajosari Labuhan Ratu Labuhan Ratu Sukadana Sukadana Bumi Agung Donomulyo Batanghari Nuban Sukaraja Nuban Pekalongan Pekalongan Raman Utara Kota Raman Purbolinggo Taman Fajar Way Bungur Tambah Subur Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur (2011). Kondisi Geologi Kabupaten Lampung Timur meliputi areal lautan yang berbatasan dalam jarak 4 mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas. Beberapa pulau kecil yang berada di Laut Jawa yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Timur tersaji dalam Tabel 4.

38 22 Tabel. Nama pulau kecil dan posisinya di wilayah Kabupaten Lampung Timur No. Nama Pulau Posisi 1. Segamat Besar 5 o LS 106 o BT 2. Segamat Kecil 5 o LS 106 o BT 3. Gosong Sekopong 5 o LS 106 o BT 4. Batang Besar 5 o LS 106 o BT 5. Batang Kecil 5 o LS 106 o BT Sumber : Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011) Luas Pulau Segamat Besar dan Segamat Kecil diperkirakan masing-masing 6 hektar dan 2 hektar (Bappeda Kabupaten Lampung Timur, 2011). Kabupaten Lampung Timur memiliki enam buah gunung yang terdiri dari Gunung Tiga, Gunung Kemuning, Gunung Salupa, Gunung Mirah, Gunung Tamiang, dan Gunung Pawiki. Nama dan tinggi serta letak gunung di wilayah Kabupaten Lampung Timur disajikan pada Tabel 5. Tabel. Nama gunung, tinggi dan letaknya di wilayah Kabupaten Lampung Timur No. Nama gunung Tinggi (meter) Terletak di kecamatan 1. Gunung Tiga 147 Bumi Agung 2. Gunung Kemuning 170 Jabung 3. Gunung Salupa 100 Marga Tiga 4. Gunung Mirah 250 Marga Tiga 5. Gunung Tamiang 160 Sukadana 6. Gunung Pawiki 231 Marga Tiga Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur (2011) Berdasarkan data dari Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011), bentuk lahan di Kabupaten Lampung Timur dibedakan menjadi enam grup yakni Aluvial, Marin,Fluvio Marin, Volkanik, Tektonik/Struktural, dan Grup Lain-lain. Secara deskriptif penjelasan dari setiap bentuk lahan yang berada di wilayah Kabupaten Lampung Timur sebagai berikut: 1. Grup Aluvial Kabupaten Lampung Timur termasuk dalam sub grup dataran banjir, jalur aliran sungai, dataran aluvial, dan depresi aluvial dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-3%. Bentuk lahan ini terjadi karena pengendapan dari bahan-bahan endapan sungai yang terdiri dari kerikil, pasir, debu, dan liat. Penyebaran utamanya di sepanjang jalur aliran sungai yang membentuk hamparan dataran banjir di kanan kiri sungai, di daerah cekungan dan daerah rendah.

39 23 2. Grup Marin Bentuk lahan marin yang terjadi oleh aktivitas marin (laut) berupa pengendapan bahan marin. Di wilayah Kabupaten Lampung Timur grup ini terdiri dari punggung dan cekungan pesisir marin resen dan sub resen, dataran pasang surut lumpur, dan rawa belakang pasang surut dengan bentuk wilayah datar sampai agak datar, lereng 0-3%. Penyebarannya terdapat di bagian pantai sampai beberapa kilometer dari garis pantai ke daratan. 3. Grup Fluvio-marin Bentuk lahan yang terjadi oleh proses fluvial (sungai) dan marin (laut). Di Kabupaten Lampung Timur bentuk lahan ini digolongkan sebagai dataran fluvio marin dengan relief datar, lereng <3%. Penyebarannya terdapat di beberapa lokasi yang merupakan daerah peralihan antara rawa belakang pantai dan beting yang merupakan punggung dan cekungan pesisir sub resen dengan daerah aluvial dan dataran. 4. Grup Volkanik Lahan ini membentuk dataran hingga perbukitan yang tersebar di beberapa tempat secara terpisah. Hal ini merupakan ciri batuan terobosan yang menerobos formasi yang lain. Grup ini membentuk dataran volkan dan perbukitan volkan agak datar hingga berbukit kecil, lereng 1-25%. 5. Grup Tektonik/Struktural Lahan yang terbentuk dari Tuf Lampung yang bersusunan bahan halus (liat) hingga kasar (pasir) dan selanjutnya telah mengalami proses tektonisme yaitu proses pengangkatan, pelipatan, patahan, dan pengikisan/erosi. Di daerah survei proses ini membentuk sub grup dataran agak datar hingga berombak. Penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah survei, terutama di bagian lahan kering. Sedangkan sub grup yang berasal dari bahan skis dan granit terbentuk dataran berombak hingga berbukit kecil, lereng 3-25%. Penyebarannya terdapat di bagian barat daya daerah penelitian. Kondisi Iklim Iklim wilayah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan Schmidt dan Ferguson termasuk dalam kategori iklim B, yang dicirikan oleh adanya bulan basah (yaitu bulan dengan curah hujan > 100 mm) selama 6 bulan (Desember Juni) dengan temperatur rata-rata berkisar o C. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar mm (Tabel 6). Rata-rata intensitas penyinaran matahari di Kabupaten Lampung Timur selama berkisar 55,42-63,68% tiap tahunnya hal ini berarti efektifitas lama penyinaran yang terjadi di Kabupaten Lampung Timur berkisar hari tiap bulannya. Dalam lima tahun terakhir, intensitas penyinaran terendah terjadi pada tahun 2007 dan tertinggi pada tahun Intensitas penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Oktober tahun 2009 sebesar 92,6%. Hal ini berarti pada bulan Oktober, hampir satu bulan penuh mendapat penyinaran matahari. Sebaliknya

40 24 pada bulan Januari 2009 intensitas penyinarannya berada pada titik terendah yaitu 31,1% setara dengan efektivitas 10 hari penyinaran matahari. Tabel. Rata-rata curah hujan Kabupaten Lampung Timur Tahun Bulan Curah hujan (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah/ Tahun Sumber : BPS Kabupaten Lampung Timur Tahun Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur akhir tahun 2010 sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa (Tabel 7). Kepadatan penduduk rata-rata sebesar 179 jiwa per km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per desa sebanyak jiwa. Berdasarkan data penduduk usia kerja kabupaten (penduduk yang berumur 15 tahun ke atas) pada akhir tahun 2010 sebanyak jiwa, terdiri dari jumlah angkatan kerja (yang bekerja dan mencari kerja) sebanyak jiwa, dan jumlah bukan angkatan kerja (yang bersekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya) sebanyak jiwa. Penduduk tersebut bekerja pada berbagai sektor antara lain: pertanian (59,71%), perdagangan (14,74%), Industri (10,34), jasa (7,11%), konstruksi (3,37%) dan lain sebagainya (BPS Kabupaten Lampung Timur, 2011).

41 25 Tabel. Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur tahun (jiwa) Jenis Kelamin Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Rasio Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur (2011). Penyebaran penduduk di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2010 sebagian besar terdapat di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sekampung Udik sebanyak jiwa, Labuhan Maringgai jiwa dan Sukadana jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Bumi Agung hanya mencapai jiwa. Jika ditelusuri lebih lanjut, sebaran penduduk di setiap kecamatan dengan jenis kelamin laki-laki lebih dominan dibanding dengan jenis kelamin perempuan. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kepadatannya maka Kecamatan Sekampung terpadat dengan 405 jiwa/km dan Kecamatan Way Bungur terjarang dengan 58 jiwa/km (Tabel 8). Kondisi Hidrologi Wilayah Kabupaten Lampung Timur dialiri oleh satu satuan wilayah sungai utama yaitu SWS Seputih Sekampung dengan 73 buah sungai yang melintasinya (Lampiran 1). Rasio debit air sungai pada musim penghujan dan kemarau pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Lampung Timur umumnya menunjukkan terjadinya kekurangan air pada musim kemarau dan kelebihan air pada musim penghujan. Perbedaan debit air sungai pada musim penghujan dan musim kemarau yang cukup besar memberikan dampak terhadap ketersediaan air untuk irigasi dan kegiatan perikanan budidaya, khususnya pada musim kemarau

42 26 Tabel. Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di setiap kecamatan wilayah Kabupaten Lampung Timur tahun 2010 (jiwa) No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan/km 1. Metro Kibang Batanghari Sekampung Marga Tiga Sekampung Udik Jabung Pasir Sakti Waway Karya Marga Sekampung Labuhan Maringgai Mataram Baru Bandar Sribhawono Melinting Gunung Pelindung Way Jepara Braja Selebah Labuhan Ratu Sukadana Bumi Agung Batanghari Nuban Pekalongan Raman Utara Purbolinggo Way Bungur Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur (2011). Kondisi Perikanan Budidaya Kabupaten Lampung Timur memiliki potensi perikanan budidaya yang sangat lengkap, mulai dari budidaya air payau (tambak), budidaya air tawar (kolam, mina padi, KJA, dan keramba) dan budidaya laut. Budidaya tambak dilaksanakan di dua kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti dengan jumlah produksi pada tahun 2011 sebanyak ton dan rumah tangga yang terlibat sebanyak kk. Jenis komoditas yang dibudidayakan pada tambak di Kabupaten Lampung Timur antara lain

43 27 adalah ikan bandeng, udang windu, udang vaname dan kepiting soka. Pola budidaya tambak yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Lampung Timur adalah Pola tradisional plus untuk bandeng, tradisional plus dan semi intensif untuk udang windu dan pola intensif untuk budidaya udang vaname dan kepiting soka. Tabel. Perkembangan produksi perikanan budidaya perjenis kegiatan budidaya di Kabupaten Lampung Timur tahun JENIS BUDIDAYA JUMLAH PRODUKSI (TON) Tambak Kolam Minapadi Perairan Umum - KJA Keramba Bambu Laut Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012) Kegiatan budidaya air tawar tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan jumlah produksi pada tahun 2011 sebanyak ton untuk budidaya kolam dan RTP yang terlibat sebanyak kk sedangkan untuk mina padi jumlah produksi pada tahun 2011 sebanyak ton dengan jumlah RTP yang terlibat sebanyak 167 KK. Budidaya perairan umum (KJA dan keramba bambu) memiliki jumlah produksi sebanyak ton pada tahun 2011 dengan RTP yang terlibat sebanyak 263 KK. Pola budidaya air tawar yang diterapkan oleh masyarakat Kabupaten Lampung Timur pada umumnya adalah skala kecil, selebihnya menggunakan skala menengah dan sedikit sekali yang menerapkan skala besar. Kegiatan budidaya laut terdapat di wilayah laut yang berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Maringgai dengan jumlah produksi pada tahun 2011 sebanyak ton dengan RTP yang terlibat sebanyak 688 KK. Perkembangan produksi perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur tahun tersaji dalam Tabel 9 dan jumlah RTP yang terlibat pada Tabel 10.

44 28 Tabel. Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) yang terlibat dalam usaha pembudidayaan ikan perjenis kegiatan budidaya di Kabupaten Lampung Timur tahun Jenis Budidaya Jumlah RTP (KK) Tambak Kolam Mina Padi Perairan Umum a. KJA b. Keramba Bambu Laut UPR Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012)

45 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat adalah dengan pengembangan komoditas unggulan daerah. Metode yang sesuai sangat diperlukan untuk menetapkan komoditas unggulan daerah agar pemanfaatan sumberdaya budidaya perikanan lebih efektif dan efisien karena terfokus pada pengembangan komoditas unggulan tersebut. Untuk menentukan komoditas budidaya perikanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan menggunakan beberapa alat analisis yaitu analisis Luas Panen tahun , analisis produktivitas tahun , analisis nilai margin produk tahun 2011, analisis permintaan tahun 2011, dan analisis preferensi masyarakat. Skala prioritas pemilihan komoditas perikanan budidaya dibuat dari setiap alat analisis. Terdapat tiga jenis kegiatan budidaya yaitu pertama budidaya laut, yang terdiri dari kerang hijau dan rumput laut dimana kedua jenis komoditas ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Lampung Timur berkembang mulai tahun 2011 dan dilakukan oleh pembudidaya kerang hijau dengan memanfaatkan lahan kosong antara bagan tancap kerang hijau, sehingga konstruksi untuk penambat tali budidaya rumput laut adalah bagan tancap kerang hijau. Kedua budidaya air payau, yang terdiri dari udang windu, udang vaname, kepiting Soka dan ikan bandeng, dan ketiga budidaya air tawar, yang terdiri dari ikan mas, ikan lele, Ikan Nila, ikan gurame, ikan tawes, ikan patin, ikan bawal tawar dan ikan betutu. Sedangkan udang putih, udang krosok, udang Lainnya dan ikan lainnya tidak dianalisis lebih lanjut karena udang putih dan udang krosok merupakan komoditas yang tidak dibudidayakan secara sengaja dan hanya sebagai hasil sampingan dari kegiatan budidaya ikan. Udang lainnya serta ikan lainnya merupakan gabungan dari beberapa jenis udang (udang rebon, udang galah, dan lain-lain) dan ikan (belut, mujair, baung, tambakan, dan lain-lain) yang memiliki jumlah produksi sangat kecil. Komoditas yang akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan kabupaten adalah tiga komoditas teratas hasil analisis untuk setiap kegiatan budidaya. Tabel 11 menunjukan jumlah produksi dan produksi rata-rata dari komoditas perikanan budidaya tahun di Kabupaten Lampung Timur.

46 30 Tabel. Jumlah produksi dan produksi rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Jenis Komoditas Budidaya Laut Jumlah Produksi (Ton) Rata-rata Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Udang Putih Udang Vaname Udang Krosok Udang Lainnya Kepiting Soka Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Nila Ikan Gurame Ikan Tawes Ikan Patin Ikan Lele Ikan Bawal Tawar Ikan Betutu Ikan Lainnya Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012). Analisis Tren Luas Panen Komoditas Perikanan Budidaya Analisis tren luas panen dilakukan berdasarkan data luas panen komoditas perikanan budidaya tahun yang kemudian dihitung nilai rataan luas panen tahun (Tabel 12). Terlihat bahwa komoditas yang memiliki luas panen rata-rata yang dominan selama 5 tahun terakhir untuk budidaya laut adalah kerang hijau ( ha), untuk budidaya air payau adalah ikan bandeng (1 167 ha) dan untuk budidaya air tawar adalah ikan mas (5 358 ha). Hal ini menunjukan secara tidak langsung bahwa komoditas tersebut unggul dari sisi penawaran dan menjadi pilihan usaha budidaya ikan yang utama para pembudidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur.

47 31 Berdasarkan rata-rata luas panen pada tabel 12, maka urutan peringkat komoditas perikanan budidaya untuk budidaya laut adalah ;(1) kerang hijau, (2) rumput laut, untuk budidaya air payau adalah ;(1) ikan bandeng, (2) udang windu, (3) udang vaname, (4) kepiting, dan untuk budidaya air tawar ; (1) ikan mas, (2) ikan patin, (3) ikan nila, (4) ikan lele, (5) ikan gurame, (6) ikan betutu, (7) ikan tawes, (8) ikan bawal tawar. Sehingga dari segi tren luas panen komoditas unggulan untuk budidaya laut adalah kerang hijau dan rumput laut, untuk budidaya air payau maka ikan bandeng, udang windu dan udang vaname yang menjadi komoditas unggulan, sedangkan untuk budidaya air tawar yang menjadi komoditas unggulan dari segi tren luas panen adalah ikan mas, ikan patin dan ikan nila. Tabel. Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Komoditas Budidaya Laut Luas Panen (Ha/Th) Rata-rata Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012). Analisis Tren Produktivitas Komoditas Perikanan Budidaya Analisis tren produktivitas dilakukan berdasarkan data produktivitas komoditas perikanan budidaya dan rataannya tahun (Tabel 13). Hasil analisis menunjukan bahwa rumput laut memiliki produktivitas ratarata lebih tinggi dibanding dengan kerang hijau untuk budidaya laut. Untuk budidaya air payau udang vaname memiliki produktivitas rata-rata tertinggi ( ton/ha/th) kemudian ikan bandeng (2.174 ton/ha/th), udang windu (1.605 ton/ha/th) dan kepiting soka terendah (0.952 ton/ha/th). Untuk budidaya air tawar urutan komoditas yang memiliki rata-rata produktivitas tertinggi hingga terendah adalah ikan lele (2.260 ton/ha/th), ikan

48 32 nila (0.551 ton/ha/th), ikan tawes (0.293 ton/ha/th), ikan gurame (0.174 ton/ha/th), ikan mas (0.129 ton/ha/th), ikan patin (0.123 ton/ha/th) dan ikan betutu (0.07 ton/ha/th). Tabel. Komoditas Budidaya Laut Produktivitas dan produktivitas rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Produktivitas (Ton/Ha/Th) Rata-rata Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012). Analisis Nilai Margin Analisis nilai margin produk dilakukan berdasarkan jumlah keuntungan yang dapat dihasilkan dalam memproduksi 1 kg ikan setiap bulannya pada tahun 2011 dan dibandingkan dengan jumlah modal yang dibutuhkan, kemudian dipersentasekan (Tabel 14). Peringkat diurutkan berdasarkan persentase perbandingan antara keuntungan dengan modal per kg ikan per bulan, dengan persentase terbesar untuk peringkat 1 dan persentase terkecil untuk peringkat terakhir. Hasil analisis menunjukan bahwa untuk budidaya laut membudidayakan rumput laut memberikan keuntungan lebih besar dibanding dengan membudidayakan kerang hijau, demikian pula persentase selisih antara keuntungan per kg ikan setiap bulan terhadap modal yang dibutuhkan. Sehingga komoditas rumput laut diberikan peringkat 1 dan kerang hijau peringkat 2. Untuk budidaya air payau, membudidayakan kepiting soka memberikan jumlah keuntungan paling besar (Rp5 979/kg/bln) namun jika dilihat dari persentase perbandingan antara keuntungan per kg perbulan dengan modal yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg komoditas maka udang vaname memiliki presentase terbesar (20.57%), sehingga dijadikan sebagai peringkat 1. Peringkat

49 33 selanjutnya berturut-turut adalah ikan bandeng (18.79%), kepiting soka (13.59%) dan udang windu (10.02%). Untuk budidaya air tawar komditas yang memiliki presentase perbandingan antara keuntungan perkg perbulan dengan modal perkg terbesar hingga terkecil berturut-turut adalah sebagai berikut : (1) ikan nila (14.45%); (2) ikan lele (11.06%); (3) ikan betutu (9.16%); (4) ikan gurame (7.64%); (5) ikan patin (6.04%); (6) ikan tawes (4.51%); (7) ikan mas (2.93%) dan ikan bawal tawar (2.52%). Tabel. Nilai keuntungan (margin) usaha budidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur tahun Komoditas Lama budidaya/mt (bulan) Modal (Rp/Kg) Harga (Rp/Kg) keuntungan (Rp/Kg) Keuntung an /bln (Rp/Kg/Bln) Persentase keuntungan perbulan terhadap modal (%) Budidaya Laut Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Hasil Wawancara dengan pembudidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur Tahun Analisis Permintaan Analisis permintaan dilakukan berdasarkan data ketersediaan dan konsumsi ikan Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 (Tabel 15). Berdasarkan data tersebut hanya 4 komoditas yang memiliki surplus ketersediaan yaitu kerang hijau ( ton), ikan lele (4.08 ton), ikan nila (2.15 ton) dan ikan tawes (0.01 ton), terdapat 2 komoditas yang memiliki ketersediaan nol yaitu kepiting dan ikan betutu, sedangkan 8 komoditas lainnya memiliki ketersediaan yang masih kurang. Urutan komoditas yang memiliki ketersediaan minus terbesar hingga terkecil adalah: ikan patin ( ton), udang vaname ( ton), rumput laut ( ton), udang windu ( ton), ikan bawal tawar (-4.01 ton), ikan mas (-1.92 ton), ikan gurame (-1.90 ton) dan ikan bandeng (-0.36 ton).

50 34 Surplus ketersediaan menunjukkan bahwa dari sisi permintaan kerang hijau, ikan lele, ikan nila dan ikan tawes telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi daerah dan masih ada surplus untuk menambah eksport dan kebutuhan industry pengolahan yang selama ini telah dilaksanakan. Sedangkan komoditas lainnya belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daerah dan lebih mengutamakan kebutuhan pasar luar daerah, sehingga menjadi peluang yang baik untuk lebih dikembangkan agar kebutuhan daerah tidak lagi mengandalkan pasokan dari daerah lain. Berdasarkan hal tersebut urutan peringkat komoditas diberikan pada komoditas yang memiliki minus ketersediaan terbesar untuk peringkat pertama dan surplus terbesar untuk peringkat terakhir. Komoditas Tabel. Ketersediaan dan konsumsi ikan tahun 2011 Produksi Tahun 2011 Eksport*) Total Konsumsi Total Permintaan Ketersediaan (Ton) % (Ton/Th) (Ton/Th) (Ton/Th) (Ton/Th) Budidaya Laut Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012); *) hasil wawancara dengan pedagang pengumpul dan pembudidaya ikan Tahun 2012 Urutan peringkat peringkat komoditas dari sisi permintaan untuk budidaya laut adalah (1) rumput laut; (2) kerang hijau. Untuk budidaya air payau urutan peringkat adalah (1) udang vaname; (2) udang windu; (3) ikan bandeng; dan (4) kepiting soka. Untuk budidaya air tawar urutan peringkat adalah (1) ikan patin; (2) ikan bawal tawar; (3) ikan mas; (4) ikan gurame; (5) ikan betutu; (6) ikan tawes; (7) ikan nila; dan (8) ikan lele. Jumlah konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 menurut Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Timur, sebanyak 26.3 kg/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa, maka pada tahun 2011 Kabupaten Lampung Timur menghabiskan ikan untuk konsumsi sebanyak ± ton, sedangkan jumlah produksi ikan pada tahun 2011 hanya sebanyak ton. Ini artinya bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

51 35 ikan daerah, Kabupaten Lampung Timur masih mengandalkan pasokan ikan dari perikanan tangkap dan pasokan dari daerah lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pengumpul ikan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan masyarakat, pasokan dipenuhi dari luar daerah seperti Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Tengah untuk komoditas perikanan tangkap air tawar, Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesawaran untuk komoditas rumput laut dan dari Jawa Barat untuk komoditas perikanan budidaya air tawar. Analisis Preferensi Masyarakat Analisis preferensi masyarakat dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara untuk melihat urutan komoditas perikanan budidaya yang dipilih masyarakat untuk dibudidayakan dan dalam penelitian ini dijadikan sebagai salah satu dasar pemilihan tiga komoditas utama yang akan dijadikan unggulan. Asal Responden Tabel. Daftar Responden untuk preferensi masyarakat Jumlah (orang) Petugas dan Penyuluh Perikanan 15 Pembudidaya Ikan 15 Pedagang Pengumpul 15 Jumlah 45 Penyebaran kuesioner dan wawancara dilakukan terhadap 45 orang responden yang tersebar di beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi perikanan, terdiri dari pembudidaya ikan, penyuluh dan petugas perikanan setempat dan pedagang pengumpul (Tabel 16). Setiap jawaban responden diberi bobot yang sama, dengan pertimbangan bahwa seluruh responden memiliki kekuatan yang sama dalam mempengaruhi keinginan masyarakat disekitarnya dalam berbudidaya ikan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan komoditas yang menjadi pilihan masyarakat untuk dibudidayakan adalah sebagai berikut: untuk budidaya laut (Gambar 4) kerang hijau menjadi pilihan utama ( dipilih oleh 64.44% responden) kemudian rumput laut (dipilih oleh 35.56% responden), untuk budidaya air payau (1) ikan bandeng (dipilih oleh % responden); (2) udang windu (33.33 %); (3) udang vaname (11.11 % ) dan (4) kepiting soka (Gambar 5). Untuk budidaya air tawar (Gambar 6) komoditas yang menjadi pilihan masyarakat adalah (1) ikan lele (dipilih oleh 37.78% responden), (2) ikan gurame (dipilih oleh 20% responden), (3) ikan mas (dipilih oleh 17.78% responden), (4) ikan nila (dipilih oleh 15.56% responden), (5) ikan patin (dipilih oleh 6.67% responden), (6) ikan betutu (dipilih oleh 2.22% responden), sedangkan ikan bawal tawar dan ikan tawes menjadi peringkat terakhir karena tidak satupun responden memilih komoditas tersebut.

52 36 Budidaya Laut Persentase Kerang Hijau Komoditas Rumput Laut Gambar. Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya laut Persentase Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Payau Gambar Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air payau

53 Persentase Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu 0.00 Budidaya Air Tawar Gambar Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air tawar Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan hasil beberapa alat analisa di atas maka dilakukan penetapan komoditas unggulan dengan menerapkan teknik pembobotan pada nilai urutan prioritas setiap alat analisis. Besarnya bobot setiap alat analisis ditentukan melalui AHP, dengan responden berasal dari pihak akademisi ( Tabel 17) yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Skema hirarki penetapan urutan prioritas alat analisis untuk menentukan komoditas unggulan perikanan budidaya disajikan pada Gambar 7. Tabel. Daftar responden untuk menentukan bobot alat analisis melalui AHP untuk menetapkan komoditas unggulan Daftar Responden AHP Jumlah Dosen Departemen Budidaya Perairan Fak. Perikanan IPB 3 Dosen Departemen ITSL IPB 1 Dosen Prodi Budidaya Perairan Polinela 1 Jumlah 5

54 38 Penetapan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Analisis Tren Luas Panen (5.7%) Analisis Tren Produktivitas (12 %) Analisis nilai margin produk (36 %) Analisis Permintaan (36.6 %) Analisis Preferensi Masyarakat (9.7 %) Gambar Skema hirarki penetapan urutan prioritas alat analisis penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya Berdasarkan AHP dari kombinasi seluruh responden, maka analisis permintaan memiliki nilai tertinggi (36.6%) diikuti oleh analisis nilai margin produk (36%), analisis tren produktivitas (12%), analisis preferensi masyarakat (9.7%) dan terakhir analisis tren luas panen (5.7%). Analisis permintaan mendapat nilai tertinggi karena menggambarkan aspek sosial ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan protein bersumber dari ikan dan peluang pasar dari komoditas perikanan budidaya. Dalam melakukan usaha budidaya perikanan, selain mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan protein bersumber dari ikan juga menelaah permintaan pasar akan suatu komoditas tertentu yang memiliki nilai jual tinggi dan bersaing. Permintaan juga menggambarkan kemampuan pasar dalam menyerap produksi suatu komoditas dan proses budidaya berjalan karena adanya jaminan pasar. Analisis nilai margin produk menggambarkan keuntungan yang akan didapat oleh pembudidaya. Pembudidaya akan membudidayakan komoditas yang memberikan keuntungan paling besar bagi mereka yang diharapkan akan meningkatkan pendaptannya. Analisis tren produktivitas menggambarkan kemampuan suatu komoditas untuk menghasilkan produksi per satuan luas yang berarti juga bahwa komoditas tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan budidayanya. Sedangkan analisis tren luas panen diberikan persentase terkecil karena hanya memberikan gambaran mengenai kecenderungan luasan lahan perikanan budidaya yang dapat dipanen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Selain itu luas panen telah tergambar dari produktivitas suatu komoditas. Komoditas yang ditetapkan menjadi komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang memiliki urutan prioritas tertinggi. Penetapan tiga komoditas teratas dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisis dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisis yang digunakan. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan persentase bobot. Hasil dari beberapa alat analisis (Tabel 18) menunjukkan bahwa untuk budidaya laut komoditas rumput laut menjadi prioritas pengembangan pertama baru kemudian kerang hijau. Untuk budidaya air payau prioritas pengembangan yang pertama adalah udang vaname baru kemudian ikan bandeng, dan udang windu. Untuk budidaya air tawar komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur adalah ikan patin pada prioritas pertama kemudian ikan nila dan ikan gurame.

55 39 Tabel. Urutan peringkat penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya Komoditas Budidaya Laut Analisis Tren Luas Panen Analisis Tren Produkti vitas Analisis Nilai Margin (a) Analisis Permintaan Analisis Preferensi Masyarakat Jumlah Urutan Peringkat b) Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Twr Ikan Tawes Ikan Betutu Keterangan : a) Share nilai untuk setiap komoditas berdasarkan hasil perkalian urutan prioritas setiap komoditas dengan nilai persentase setiap alat analisa. b) Urutan peringkat 1 sampai 16 berdasarkan persentase terkecil hingga terbesar. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Kesesuaian Lahan dilakukan untuk kegiatan budidaya laut dengan komoditas rumput laut dan kerang hijau, budidaya air payau (tambak) dengan komoditas udang vaname, ikan bandeng dan udang windu dan budidaya air tawar dengan komoditas ikan patin, ikan nila dan ikan gurame. Penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan dan perairan sebagai faktor pendukung dan memperhatikan faktor pembatas. Penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dilakukan untuk menghindari kekeliruan pada tahap awal pemilihan lokasi budidaya yang akan menimbulkan peningkatan biaya konstruksi, operasional budidaya dan masalah lingkungan. Menurut Gunarto et al (2003) kerusakan lingkungan perairan dapat menyebabkan kegagalan panen. Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Laut Kegiatan budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur berkembang mulai tahun 2006 dengan komoditas yang dibudidayakan adalah kerang hijau, sedangkan budidaya rumput laut baru berkembang pada tahun 2011 dengan jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii. Budidaya kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan metode bagan tancap

56 40 dengan kolektor berupa tali yang umumnya dilakukan pada kedalaman ± 5 8 m. Sedangkan budidaya rumput laut dilakukan oleh pembudidaya kerang hijau dengan memanfaatkan lahan kosong antara bagan tancap kerang hijau miliknya dan memanfaatkan konstruksi bagan tancap kerang hijau sebagai penambat tali polietilen pengikat bibit rumput laut. Hal ini menyebabkan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut tidak dapat dipisahkan dengan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya kerang hijau. Kelas kesesuaian lahan untuk budidaya laut ditentukan dengan mempertimbangkan faktor pendukung meliputi: kedalaman laut (bathimetri), suhu, salinitas, kandungan oksigen terlarut, arus dan keterlindungan. Kedalaman perairan akan mempengaruhi metode budidaya yang dapat dilakukan. Kedalaman perairan berhubungan dengan kecerahan atau sejauh mana cahaya matahari dapat berpenetrasi yang mempengaruhi kesuburan perairan atau ketersediaan makanan alami bagi kerang hijau serta mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dimana proses fotosintesis sangat tergantung pada cahaya matahari. Pada umumnya spat kerang hijau dapat ditemui pada kedalaman m, dimana makanan alami bagi kerang hijau cukup tersedia (Vakily, 1989). Suhu perairan sangat mempengaruhi perkembangan kerang hijau dan rumput laut. Menurut Manoj Nair dan Appukuttan (2003) suhu optimum untuk penempelan spat kerang hijau adalah sekitar 29ºC - 31ºC sedangkan suhu lebih tinggi berdampak lebih baik bagi pertumbuhan kerang hijau dibandingkan suhu lebih rendah. Berdasarkan penelitian Karif I.V. (2011) sebaran rata-rata suhu permukaan laut jawa bagian barat pada musim barat (November-Februari) ºC ºC, musim peralihan I (Maret-April) ºC ºC, musim timur (Mei-Agustus) 29.00ºC C dan pada musim peralihan II (September- Oktober) sebesar 29.36ºC 29.63ºC. Data tersebut menunjukkan bahwa sebaran rata-rata suhu permukaan laut di perairan Lampung Timur (Laut Jawa bagian barat) memiliki sebaran suhu rata-rata permukaan laut yang optimum untuk penempelan spat kerang hijau. Salinitas dan kandungan oksigen merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan kerang hijau dan rumput laut. Nilai salinitas dan kandungan oksigen yang optimum bagi pertumbuhan kerang hijau adalah 30 ppm dan >6 mg/l, sedangkan nilai salinitas < 20 ppm dan kandungan oksigen <3 mg/l berdampak negatif bagi pertumbuhan kerang hijau. Faktor keterlindungan dan arus sangat berhubungan erat dan memiliki nilai yang berkorelasi positif. Pada lokasi perairan yang terlindung akan memiliki arus dengan kecepatan rendah, sedangkan pada lokasi yang tidak terlindung akan memiliki kecepatan arus yang relatif lebih tinggi. Lokasi perairan laut Lampung Timur merupakan perairan terbuka menghadap Laut Jawa, sehingga tidak terlindung, terlebih posisi pulau-pulau kecil yang ada di wilayah Lampung Timur berada jauh dari pantai sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap keterlindungan perairan. Arus sangat berpengaruh terhadap penempelan spat, perairan yang tidak memiliki arus sama sekali akan membuat spat sulit untuk menempel pada kolektor. Sedangkan arus yang terlalu cepat akan merontokan spat yang telah menempel. Faktor pembatas adalah kondisi spesifik dilapangan yang membatasi atau lokasi yang tidak dapat digunakan untuk kegiatan budidaya kerang hijau dan rumput laut Dalam penelitian ini sebagai kategori pembatas ditentukan jarak

57 41 sejauh 4 mil dari garis pantai sebagai batas wilayah laut wewenang kabupaten seperti yang diatur dalam Undang-undang no.32 tahun 2004 dan 500 meter dari lokasi pertambakan untuk menghindari pencemaran perairan sisa budidaya tambak yang dapat meberikan efek negatif terhadap kerang hijau dan rumput laut. Kerang hijau merupakan salah satu jenis kekerangan yang memiliki pola makan dengan menyaring kolom air (filter feeder) sedangkan rumput laut mendapatkan nutrisi dari lingkungan sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya, sehingga jika dibudidayakan pada perairan yang tercemar maka bahan pencemar akan terakumulasi pada daging kerang dan batang rumput laut. Hal ini tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan kerang hijau dan rumput laut, namun akan berpengaruh negatif terhadap manusia yang mengkonsumsi kerang dan rumput laut yang dibudidayakan pada perairan tercemar. Untuk menghindari hal tersebut, kajian kesesuaian lahan merupakan tahap awal yang penting dilakukan. Penilaian kesesuaian lahan untuk kerang hijau dan rumput laut dilakukan pada 3 musim yang berbeda yaitu musim barat (November- Februari), musim timur (Mei Agustus) dan musim peralihan (Maret April dan September Oktober). Musim Barat bertiup angin dari arah barat menuju timur yang biasanya bersamaan dengan musim penghujan sehingga kondisi gelombang cukup besar dan salinitas serta suhu permukaan laut mengalami fluktuasi. Musim Timur, angin bertiup dari arah timur ke barat dan biasanya bersamaan dengan musim kemarau sehingga kondisi laut sangat tenang bahkan bisa dikatakan tidak bergelombang sama sekali dan suhu serta salinitas relatif stabil. Sedangkan pada musim peralihan dari musim barat ke musim timur maupun sebaliknya kondisi perairan akan sangat tidak stabil. Angin bertiup dengan arah yang tidak beraturan menyebabkan gelombang besar dan arus dengan kecepatan tinggi sehingga kondisi lingkungan perairan akan mengalami fluktuasi yang sangat signifikan. Kondisi musim yang berbeda tersebut akan menyebabkan kondisi perairan berbeda. Penentuan tingkat kelayakan untuk kondisi lingkungan perairan menggunakan system skor 1-4 (Giap dan Yakupitiyage, 2005), skor 4 adalah sangat layak dan 1 adalah tidak layak bagi budidaya kerang hijau. Skor masing-masing parameter lingkungan perairan ditentukan berdasarkan tingkat kesesuaiannya untuk budidaya kerang hijaudan rumput laut (Tabel 19).

58 42 PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM TIMUR DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Lampung Tengah Bungur TNWK Linggo Kec. Sukadana Agung Kec. Labuhan Ratu Kec. Way Jepara Marga Tiga Kec. Braja Selebah Kec. Sekampung Udik Kec. Mataram Baru Kec. Bandar Sribhawono Kec. Lab. Maringgai Kec. Melinting Kec. Marga Sekampung Kec. Waway Karya Kec. Gunung Pelindung Kec. Jabung Sumber : - Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi lapang - Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur) Kec. Pasir Sakti Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 2013 Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim timur (Mei Agustus)

59 43 Tabel. Tingkat kesesuaian lingkungan perairan untuk budidaya laut (kerang hijau dan rumput laut) di Kabupaten Lampung Timur Kesesuaian Parameter Sangat Sesuai Sesuai Cukup Sesuai Tidak Sesuai Bathimetri (m) ; 7-10 < 2 ; > 10 Keterlindungan Terlindung Terlindung Terlindung Tidak Terlindung Suhu ( C) ; ; < 14 ; > 35 Salinitas (ppm) ; ; < 27 ; > 35 Arus (cm/det) <20 ;> 40 Kandungan Oksigen > < 2 Sumber : Radiarta, Saputra dan Ardi (2011), Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Bobot dari masing-masing parameter lingkungan ditentukan dengan pairwise comparison yang merupakan bagian dari AHP (Tabel 20). Kelebihan metode AHP adalah dapat menghasilkan tingkat konsistensi dari bobot yang dibuat dengan menghitung rasio konsistensi. Nilai rasio lebih kecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilai yang dapat diterima dan menunjukan pembobotan yang konsisten(saaty, 1977). Tabel. Matrik Pair wise comparison untuk menentukan bobot dari masingmasing peubah lingkungan perairan untuk analisis kesesuaian lahan budidaya kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur Parameter Bathimetri Keterlindungan Salinitas suhu Oksigen Gelombang Bobot Bathimetri Keterlindungan 1/ Salinitas 1/3 1/ Suhu 1/5 1/3 1/ Oksigen 1/9 1/8 1/9 1/4 1 1/ Arus 1/6 1/4 1/4 1/ Rasio konsistensi : 0.03 Tingkat kepentingan dari masing-masing parameter disusun berdasarkan studi pustaka dan opini responden. Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Timur Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur (Mei-Agustus) ditemukan lahan (perairan laut) dengan kriteria sangat sesuai (S1) dengan luas ± ha (50.7%), kriteria sesuai (S2) seluas ha (23.53%), kriteria kurang sesuai (S3) seluas ha (24.26 %). Sedangkan kriteria tidak

60 44 sesuai (N) ditemukan seluas ha (1.5%) seperti tersaji pada gambar 8 dan gambar 9. Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Timur ( Mei - Agustus) N 1.5% ha ha S % S % S % ha ha Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur (Mei Agustus) Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Barat Berdasarkan penilaian kesesuaian perairan laut untuk budidaya laut pada musim barat (November Februari) tidak terdapat lahan dengan kriteria sangat sesuai (S1). Terdapat perairan dengan kriteria sesuai (S2) seluas ha atau sebesar % dari total luasan perairan yang dinilai, perairan laut seluas ha (23.65%) memiliki kriteria cukup sesuai (S3), kesesuaian lahan dengan kriteria tidak sesuai (N) seluas Ha (1.11 %) (Gambar 10 dan 12). Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Laut Pada Musim Barat (November - Februari) N 1.11 % 1069 ha ha S % S % ha Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim barat (November Februari)

61 45 Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Peralihan Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim peralihan (Maret - April dan September - November) tidak ditemukan lahan dengan kriteria sangat sesuai (S1) (Gambar 13). Terdapat lahan perairan laut seluas ha (59.95%) dengan kriteria sesuai (S2), untuk lahan dengan kriteria kurang sesuai seluas ha (38.94%), sedangkan lahan dengan kriteria tidak sesuai (N) ditemukan seluas ha (1.11%) (Gambar 11). Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Peralihan (Maret - April dan September - November) N 1.1% ha S % ha S % ha Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim peralihan (Maret April dan September - November)

62 46 PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM BARAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Lampung Tengah Bungur TNWK Linggo Kec. Sukadana Agung Kec. Labuhan Ratu Kec. Way Jepara Marga Tiga Kec. Braja Selebah Kec. Sekampung Udik Kec. Mataram Baru Kec. Bandar Sribhawono Kec. Lab. Maringgai Kec. Melinting Kec. Marga Sekampung Kec. Waway Karya Kec. Gunung Pelindung Kec. Jabung Sumber : - Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi lapang - Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur) Kec. Pasir Sakti Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 2013 Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim barat (November Februari)

63 47 PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM PERALIHAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Lampung Tengah Bungur TNWK Linggo Kec. Sukadana Agung Kec. Labuhan Ratu Kec. Way Jepara Marga Tiga Kec. Braja Selebah Kec. Sekampung Udik Kec. Mataram Baru Kec. Bandar Sribhawono Kec. Lab. Maringgai Kec. Melinting Kec. Marga Sekampung Kec. Waway Karya Kec. Gunung Pelindung Kec. Jabung Sumber : - Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi lapang - Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur) Kec. Pasir Sakti Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 2013 Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim peralihan (Maret April dan September November)

64 48 Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Air Payau Proses budidaya udang vaname, udang windu dan ikan bandeng di Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini dilakukan dalam tambak, sehingga penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya udang vaname, udang windu dan ikan bandeng merupakan penilaian kesesuaian lahan untuk tambak. Pemilihan lokasi tambak yang tepat sangat menetukan keberhasilan usaha budidaya tambak udang atau bandeng. Jika pemilihan lokasi tambak sudah dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan syarat tumbuh kembang udang atau bandeng maka usaha budidaya yang dilakukan memiliki peluang untuk berhasil dan menguntungkan. Kriteria untuk penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya tambak berdasarkan pada Poernomo (1992) dan Pantjara (2008), penggunaan kriteria terutama pada parameter yang bersifat permanen dan sulit untuk diubah yaitu lereng, tekstur, drainase, tebal gambut, jarak dari pantai, jarak dari sungai, amplitude pasang surut, curah hujan dan penutupan lahan. Lereng sangat mempengaruhi lokasi tambak, karena berkaitan dengan kemudahan pengisian air laut maupun pembuangannya. Semakin tinggi letak suatu lokasi akan semakin sulit untuk dijangkau oleh pasang surut dan semakin landai suatu lokasi maka semakin banyak daerah yang dapat dimanfaatkan untuk tambak. Wilayah Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng 8-15% yaitu seluas 40% dari luas keseluruhan kabupaten yaitu sekitar ,74 Ha. Sedangkan 18,15% luas wilayah (± ,99 ha) memiliki kemiringan lereng 0-3%. Wilayah dengan kemiringan 3-8% terdapat sekitar ,95 ha (37,23 %) dan untuk wilayah dengan kemiringan 15-30% terdapat seluas ,32 ha atau 4,62 % dari total luas kabupaten (tabel 21). Tekstur tanah berkaitan dengan kemampuan tanah untuk menahan air hingga ketinggian tertentu, terutama untuk dijadikan tanggul tambak. Semakin kuat kemampuan tanah untuk menahan air akan semakin baik. Tekstur tanah yang paling baik untuk tambak adalah liat berpasir (agak halus), namun masih ada toleransi untuk penggunaan tekstur tanah liat berdebu (halus) atau berlumpur (sedang). Drainase tanah berkaitan erat dengan tekstur tanah. Tanah yang memiliki tekstur halus hingga sedang akan memiliki drainase yang buruk, sedangkan tanah dengan tekstur kasar akan memiliki drainase baik. Untuk keberadaan gambut dalam tanah biasanya berkaitan dengan porositas tanah, ph rendah dan kandungan bahan organik yang tinggi. Untuk menanggulangi masalah gambut di pertambakan adalah dengan pengelolaan lahan seperti memberi lapisan pada dasar tambak, pemupukan, pengapuran dan atau dengan reklamasi. Sehingga untuk mengurangi biaya pengelolaan lahan yang tinggi sebaiknya dalam pemilihan lokasi tambak menghindari keberadaan gambut dalam tanah. Tabel 22 menyajikan parameter, skor, bobot dan kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur.

65 49 No. Tabel. Kemiringan lahan Kabupaten Lampung Timur Kecamatan Luasan (Ha) 0-3% 3-8% 8-15% 15-30% Jumlah 1. Metro Kibang Batanghari Sekampung Marga Tiga Sekampung Udik Jabung Pasir Sakti Waway Karya Marga Sekampung Labuhan Maringgai Mataram Baru Bandar Sribhawono Melinting Gunung Pelindung Way Jepara Braja Selebah Labuhan Ratu Sukadana Bumi Agung Batanghari Nuban Pekalongan Raman Utara Purbolinggo Way Bungur Jumlah Sumber : Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011). Kriteria sangat sesuai (S1) artinya bahwa lahan sangat didukung oleh parameter fisik lokasi dan karakteristik lingkungannya, sehingga tidak memerlukan input yang besar dalam pegelolaannya. Untuk pengelolaan lahan dengan kriteria sesuai (S2), perlu input yang cukup besar untuk menghasilkan produksi yang diinginkan. Kriteria cukup sesuai (S3) mutlak memerlukan input besar dalam pengelolaannya, sedangkan untuk kriteria tidak sesuai (N) memiliki faktor pembatas yang membuat pengelolaan menjadi tidak mungkin dilakukan dan jika dipaksakan memerlukan input sangat besar dan akan mengakibatkan

66 50 penurunan karakteristik lingkungan dan kegagalan dalam proses produksi. Hasil penilaian disajikan dalam Gambar 14. Tabel. Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur Kesesuaian Parameter/Peubah Bobot*) S1=4 S2=3 S3=2 N=1 Lereng % 5 < 2 < > 3 Tekstur 3 Lempung Liat berpasir (agak halus) Lempung berpasir (sedang) Liat berdebu (halus) Drainase 3 sangat buruk Buruk Agak buruk, baik Lumpur, pasir (agak kasar) Cepat Tebal gambut (cm) 4 Tanpa Tanpa < Jarak dari garis pantai (m) >4000;<300 Jarak dari sungai (m) >2000 Amplitudo Pasang Surut(m) < 0.5 ; > 2.5 Curah hujan (mm/th) Penutupan Lahan 22 Belukar, tegalan, tambak Sawah, kebun rawa < 1000 ; >3500 Pemukiman, hutan, mangrove Sumber : Poernomo (1992), Pantjara (2008) *) Hasil AHP dengan responden dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Propinsi Lampung, DKP Kabupaten, Polinela, Pembudidaya (nilai konsistensi 0.04) Hasil penilaian kesesuaian lahan tambak untuk budidaya udang windu dan ikan bandeng (tabel 23) didapat lahan dengan kelas kesesuaian dengan kriteria sangat sesuai (S1) seluas ± ha, kelas kesesuaian dengan kriteria sesuai (S2) seluas ± ha, kelas kesesuaian dengan kriteria cukup sesuai (S3) seluas ±7 289 ha dan kelas kesesuaian dengan kriteria tidak sesuai (N) seluas ±3 462 ha. Sebanyak ±1 734 ha kelas sangat sesuai (S1) terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±2 099 ha di Kecamatan Pasir Sakti. Untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria sesuai (S2) sebanyak ±6 390 ha terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±6 137 ha terdapat di Kecamatan Pasir Sakti. Untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria kurang sesuai (S3) seluas ±3 357 ha terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±3 932 ha berada di Kecamatan Pasir Sakti. Sedangkan untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria tidak sesuai (N) seluas ±2 946 ha terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai dan seluas ±517 ha terdapat di Kecamatan Pasir Sakti.

67 51 Tabel. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur KELAS KESESUAIAN LUAS LAHAN (ha) KEC. LAB. MARINGGAI KEC. PASIR SAKTI TOTAL S S S N TOTAL Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Air Tawar Kriteria penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar tidak terlalu berbeda dengan budidaya tambak yang membedakan hanya pada faktor kelerangan, ada tidaknya pengaruh pasang surut air laut dan nilai salinitas air (Tabel 24). Tabel. Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur Parameter/Peubah Bobot*) Kesesuaian S1=4 S2=3 S3=2 N=1 Lereng % < 3; >10 Tekstur 12 Lempung Liat berpasir (agak halus) Lempung berpasir (sedang) Liat berdebu (halus) Lumpur, pasir (agak kasar) Cepat Drainase 12 sangat buruk Buruk Agak buruk. baik Tebal gambut (cm) 11 Tanpa Tanpa < Curah hujan (mm/th) Penutupan Lahan 5 Belukar, tegalan Sawah, kebun rawa, Pemukiman Pengaruh Pasang Srt 3 Tanpa; Tanpa Ada Salinitas (ppm) 7 0 < < 1000 ; >3500 Hutan Ada > 10 Sumber : Hardjowigeno S dan Widiatmaka (2007), Hartati S (2009), *) Hasil AHP dengan responden dari BBIS, BBI, DKP, Polinela (nilai konsistensi 0.02) Hasil penilaian terdapat lahan dengan kriteria kesesuaian S1 (sangat sesuai) seluas 123 ha yang terleak di Kecamatan Way jepara, S2 seluas ha, S3 seluas ha dan kriteria tidak sesuai (N) seluas ha yang tersebar di 24 kecamatan (Gambar 15 dan Tabel 25).

68 52 Sumber : - Peta administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur, 2011) - Peta Sistem Lahan (Repprort, 1981) - Data Kualitas Air (BLH Kab. Lampung Timur, 2011) Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air payau Kabupaten Lampung Timur

69 53 Sumber : - Peta administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur, 2011) - Peta Sistem Lahan (Repprort, 1981) - Data Kualitas Air (BLH Kab. Lampung Timur, 2011) Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar Kabupaten Lampung Timur.

70 54 Tabel. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur Kecamatan Luas Lahan (ha)/kelas Kesesuaian S1 S2 S3 N Jumlah Bandar Sribhawono Batanghari Batanghari Nuban Braja Selebah Bumi Agung Gunung Pelindung Jabung Labuhan Maringgai Labuhan Ratu Marga Sekampung Marga Tiga Mataram Baru Melinting Metro Kibang Pasir Sakti Pekalongan Purbolinggo Raman Utara Sekampung Sekampung Udik Sukadana Waway Karya Way Bungur Way Jepara Jumlah Pemetaan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pengembangan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Terhadap RTRW Berdasarkan hasil analisis sebelumnya didapatkan komoditas budidaya perikanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah rumput laut dan kerang hijau untuk budidaya laut, udang vaname, ikan bandeng dan udang windu untuk budidaya air payau dan ikan patin, ikan nila serta ikan gurame untuk budidaya air tawar. Untuk membuat arahan pengembangan untuk setiap komoditas dilakukan berdasarkan peta kesesuaian lahan dan mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur dan penggunaan lahan terkini (existing land use). Arahan pengembangan dilakukan pada kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya

71 55 manusia, dan sumber daya buatan; dan kawasan perdesaan yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian. Rencana Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan sumber daya alam dalam suatu satuan ruang bersifat dinamis. Dinamika perubahan pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan ruang bagi perkembangan budidaya sementara keberadaannya bersifat terbatas. Pola pemanfaatan dan arahan pengembangan ruang Kabupaten Lampung Timur merupakan pedoman bagi pembangunan ruang di wilayah Kabupaten Lampung Timur yang didasari pada prinsip pemanfaatan sumber daya alam berasaskan keseimbangan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang memiliki fungsi utama menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai budaya untuk menompang keberlangsungan pengembangan wilayah. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia. Adapun rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun menurut Bappeda Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 seperti dipaparkan pada Tabel 26. Berdasarkan alokasi pemanfaatan ruang tersebut, maka yang akan dijadikan sebagai arahan pengembangan komoditas unggulan budidaya perikanan pesisir adalah kawasan budidaya peruntukan budidaya perikanan. Penggunaan Lahan Terkini (Existing Land Use) Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur secara spasial ditampilkan pada Lampiran 3. Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur terdiri dari pemukiman, sawah, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, semak belukar, hutan rawa sekunder, savanna, tanah terbuka, tambak dan perairan. Permukiman pada umumnya didominasi oleh pemukiman jarang. Permukiman padat terdapat di Kecamatan Bandar Sribhawono, Mataram Baru, Labuhan Maringgai, Batanghari, Pekalongan, Sekampung Udik, Sekampung dan Way Jepara yang merupakan sentra perdagangan dan jasa. Emplasement tetap terdapat di Kecamatan Sukadana khususnya di PT National Tropical Fruit (NTF), Labuhan Ratu dan Taman Nasional Way Kambas. Penggunaan lahan yang paling dominan adalah pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur. Untuk perkebunan di wilayah Kabupaten Lampung Timur terdiri dari kebun campuran yang didominasi oleh tanaman lada, kakao, kelapa, karet dan lainnya. Lampung Timur mencakup perkebunan besar yang dikuasai badan hukum seperti NTF dan perkebunan rakyat yang dikuasai perseorangan. Taman Nasional Way Kambas merupakan hutan belukar yang berfungsi sebagai suaka alam bagi keanekaragaman hayati, ekosistem, dan keunikan alam.

72 56 Keberadaan Taman Nasional ini sering mendapatkan gangguan akibat kebakaran hutan, perambahan hutan, maupun pembalakan liar. Tabel. Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun No Pemanfaatan Ruang Kawasan lindung hutan lindung Sebaran Luas (Ha) Keterangan Kec.Sekampung Udik, Kec. Marga Sekampung, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Melinting, Kec. Way Jepara, Kec Jabung, Kec Pasir Sakti, Kec. Labuhan Maringgai Perlindungan terhadap kawasan bawahnya Kawasan Hutan Lindung Gunung Balak, sebagian besar sudah berubah sehingga dikembangkan menjadi hutan kemasyarakatan Kawasan Hutan Lindung Muara Sekampung - Bergambut Kec. Braja Selebah, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Mataram Baru, Kec. Way Bungur, Kec. Way jepara - Resapan air Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Jabung, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Marga Sekampung, Kec. Melinting, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sekampung Udik, Kec. Way Jepara Perlindungan setempat - Sempadan pantai sempadan pantai TNWK, Kec. Labuhan Maringgai, Kec Pasir Sakti - Sempadan sungai Batanghari, Batanghari Nuban, Braja Selebah, Jabung,Labuhan Maringgai, Labuhan Ratu, Marga Sekampung, Margatiga,Metro Kibang,Pasir Sakti, Pekalongan, Purbolinggo, Raman Utara, Sekampung, Sekampung Udik, Sukadana, Waway Karya, Way Bungur, Way Jepara - Sekitar danau kec. Way jepara dan Kec. Sukadana suaka alam Kec. Labuhan Maringgai, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Pulau Segama Besar dan Pulau Segama Kecil Tidak diizinkan untuk pengembangan perkebunan dan akan ditanamai mangrove Termasuk dalam kawasan hutan lindung gunung balak sebagian besar menjadi areal pertambakan Danau Way Jepara dan Danau Beringin Pulau Segama merupakan wilayah tempat pemijahan penyu hijau dan penyu sisik

73 57 Tabel 26. (Lanjutan). Taman wisata Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan Rawan Bencana Pulau-pulau kecil Kawasan Budidaya Hutan produksi Peruntukan pertanian Peruntukan perkebunan Peruntukan peternakan Kec. Pekalongan, Kec Way jepara, Kec. Sukadana, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Mataram Baru Kec. Sekampung Udik, Kec. Melinting, Kec. Margatiga, Kec. Jabung Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Marga Sekampung, Kec. Melinting, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sekampung Udik, Kec. Raman Utara, Kec.Braja Selebah. Pulau Segama Besar, Pulau Segama Kecil, Pulau Gosong Sekopong, Pulau Batang Besar, Pulau Batang Kecil. Kec. Metro Kibang, Kec. Sekampung, Kec. Marga Tiga, Kec. Sekampung Udik. Menyebar di seluruh kecamatan Kec. Jabung, Kec. Marga Sekampung, Kec. Marga Tiga, Kec. Sekampung Udik, Kec waway Karya, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Mataram Baru, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Melinting, Kec. Gunung Pelindung, Kec. Way Jepara, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Sukadana, Kec. Batanghari Nuban diseluruh kecamatan Taman Wisata Swadaya, Danau Jepara, Danau Beringin Indah, Danau Kemuning, kawasan wisata Way Curup Taman Nasional Purbakala Pugung Raharjo, Museum Budaya, Sesat Agung, Desa Tradisional Wana, rumah tradisional gedong wani, dll Bencana Banjir Sebagai tempat suaka penyu sisik, penyu hijau dan keanekaragaman hayati/ biota laut Pertanian Tanaman Bahan Makanan dan Hortikultura Jenis tanaman perkebunan : Kakao, Kelapa, Kelapa Sawit, Karet dan Lada pengembangan ternak besar dan kecil Tabel 26 (Lanjutan)

74 58. Peruntukan perikanan Tangkap Peruntukan perikanan budidaya Peruntukan perikanan pengolahan hasil Peruntukan pertambangan Peruntukan industri Peruntukan pariwisata Peruntukan pemukiman Laut, perairan umum, sungai rawa, dan waduk Kec. Labuhan Maringgai Budidaya Udang Windu, Udang Vaname, dan Ikan Kec labuhan Maringgai, Kec. Pasir Sakti dan TNWK Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sukadana, Kec. Mataram Baru, Kec. Way Jepara, Kec. Jabung, Kec. Urbolinggo, Kec. Raman Utara, Kec. Way Jepara Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Sekampung Udik, Kec. Pekalongan, Kec. Batanghari Nuban, Kec. Mataram Baru, Kec. Mataram Baru, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Marga Sekampung, Kec. Waway karya, Kec. Bumi Agung Kec. Sekampung Udik, Kec.Melinting, Kec. Sukadana, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Mataram Baru, Kec. Mataram Baru, Kec. Pekalongan diseluruh kecamatan Sumber : Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011). Bandeng Pengembangan pelabuhan Pendaratan ikan (PPI) Psir kuarsa, basalt, pasir bangunan, lempung Industri besar, kecil dan rumah tangga Taman purbakala Pugung Raharjo, Wisata budaya Desa Wana, Museum Budaya, TNWK, Danau Beringin Indah, Wisata Pantai Mangrove centre, Pesanggrahan Way Curup, Wisata Agro, Agrowisata Pisang. perkotaan dan perdesaan dengan dilengkapi fasilitas Penggunaan lahan tambak terdapat di sepanjang pantai Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti. Komoditas yang dibudidayakan adalah udang windu, udang krosok, udang putih, kepiting dan ikan bandeng dengan pola budidaya tradisional plus dan semi intensif serta pola intensif untuk komoditas udang vaname. Lahan tambak yang ada pada umumnya merupakan tambak milik rakyat hasil alih fungsi hutan mangrove dan Sebagian besar berada dalam kawasan sempadan pantai yang seharusnya menjadi kawasan lindung sesuai dengan rencana pola ruang yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Lampung Timur, sebagian lagi berada di kawasan peruntukan perkebunan dan kawasan rawan banjir. Tambak yang berada di kawasan peruntukan budidaya perikanan hanyalah sebagian kecil tambak di Kecamatan Labuhan Maringgai. Namun jika ditinjau dari rencana kawasan strategis dalam RTRW (lampiran 2), tambak yang ada masuk dalam kawasan strategis minapolitan Kabupaten Lampung Timur.

75 59 Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini akan didapatkan wilayah-wilayah yang menjadi sentra produksi sebagai kawasan prioritas pengembangan untuk penggunaan lahan budidaya perikanan berbasis komoditas unggulan. Secara prinsip perencanaan penggunaan lahan adalah merencanakan penggunaan lahan lingkungan hidup manusia mulai dari skala kecil sampai skala besar (Sitorus, 1992). Dalam kaitannya dengan keperluan yang lebih operasional, Sandy (1984) dalam Sitorus (1992) mengemukakan tiga tujuan perencanaan penggunaan lahan yaitu: 1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat, atau ingin menuju ke penggunaan lahan yang optimal; 2) mencegah adanya salah urus yang dapat merusak lahan, atau menuju penggunaan lahan yang berkesinambungan; dan 3) mencegah adanya tuna kendali atau menuju ke arah penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut terdapat perbedaan ketersediaan lahan pada setiap musim. Pada musim timur lahan yang tersedia sebanyak 50.71% memiliki kriteria kesesuaian kelas sangat sesuai (S1), 23.53% dengan kriteria sesuai (S2), dan 24.26% dengan kriteria cukup sesuai (S3), sedangkan pada musim barat dimana kondisi perairan cukup bergelombang dan berbarengan dengan musim penghujan tidak tersedia lahan dengan kriteria sangat sesuai(s1), lahan dengan criteria sesuai (S2) sebanyak 75% dan cukup sesuai (S3) sebanyak 24%. Untuk musim peralihan dimana arah angin berubahubah dan arus perairan lebih cepat tersedia lahan dengan kriteria sesuai (S2) sebanyak 59.95% dan lahan dengan kriteria cukup sesuai sebanyak 38.94%. Mengacu pada perbedaan ketersediaan lahan pada musim yang berbeda, maka pengembangan kawasan perikanan budidaya laut untuk mengembangkan komoditas rumput laut dan kerang hijau diarahkan pada lahan yang berlokasi disepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur. Lokasi tersebut memiliki kelas kesesuaian lahan S1 pada musim timur dan kelas kesesuaian S2 pada musim barat dan musim peralihan (Gambar 16). Pembudidayaan rumput laut dan kerang hijau pada lahan yang sesuai diharapkan dapat meminimalisir biaya produksi terutama biaya pemeliharaan konstruksi. Pada musim barat dan musim peralihan dimana kondisi gelombang dan arus cukup tinggi, berpotensi menyebabkan kerusakan pada konstruksi bagan kerang hijau. Bagan kerang hijau yang berada di posisi luar lebih berpotensi terkena terjangan ombak dan arus pada musim barat dan musim peralihan, sehingga banyak yang mengalami kerusakan, baik kerusakan ringan maupun kerusakan berat, bahkan tidak jarang bagan diposisi terluar hilang tak berbekas. Hal ini menimbulkan kerugian cukup besar bagi pembudidaya, karena harus kembali membangun bagan kerang hijau yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya laut pada lahan sepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur, diharapkan dapat membuat kegiatan pembudidayaan komoditas rumput laut dan kerang hijau berjalan secara berkelanjutan. Hal ini selain lokasi memiliki kesesuain lahan yang sesuai juga jarak yang mudah ditempuh dari pinggir pantai.

76 60 TNWK Kec. Lab. Maringgai Sumber : - Peta Kesesuaian lahan untuk budidaya laut hasil analisis, Kec. Pasir Sakti Gambar Peta arahan pengembangan kawasan budidaya laut untuk komoditas rumput laut dan kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur Lahan perairan laut yang berada di sekitar pulau kecil tidak diarahkan untuk menjadi kawasan pengembangan budidaya laut karena sesuai dengan RTRW Kabupaten Lampung Timur, bahwa pulau-pulau kecil Kabupaten Lampung Timur diperuntukan bagi kawasan konservasi penyu sisik. Sehingga jika dikembangkan untuk budidaya laut dikhawatirkan akan mengganggu proses konservasi penyu sisik.

77 61 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Air Payau Pemetaan arahan Pengembangan budidaya air payau dilakukan pada lahan budidaya dengan menerapkan kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai sebagai faktor pembatas. Kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai dalam RTRW Kabupaten Lampung Timur ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan jarak ±300 m dari pinggir pantai dan ±50 m dari pinggir sungai. Sehingga dalam pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya air payau, lahan yang berada pada jarak tersebut ditetapkan sebagai kawasan lindung. Tabel. Penggunaan lahan per kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur Penggunaan Lahan/ Kecamatan Luas Lahan (ha) S1 S2 S3 N Jumlah KEC. LABUHAN MARINGGAI Belukar Rawa Mangrove Pemukiman Perkebunan Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Semak/Belukar Tambak Sempadan pantai KEC. PASIR SAKTI Belukar Rawa Mangrove Pemukiman Pertanian Lahan Kering Sempadan Pantai 53 Pertanian Lahan Kering Campur Savana Sawah Semak/Belukar Sempadan Sungai 152 Tambak Sempadan Pantai 532 -Sempadan Sungai 97 Jumlah Selain itu mengubah kelas kesesuain lahan dengan kriteria kelas S1, S2, dan S3 namun saat ini digunakan sebagai kawasan konservasi manrove dan kawasan pemukiman menjadi kelas kesesuaian berkriteria tidak sesuai (N). Alasan kawasan pemukiman ditetapkan sebagai kelas N adalah karena kawasan pemukiman tidak mungkin dialih fungsikan menjadi tambak. Ini bertujuan agar pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya air payau tidak bertentangan

78 62 dengan RTRW yang telah ditetapkan dan tidak menimbulkan konflik dikemudian hari. Penggunaan lahan perkelas kesesuaian lahan sebelum penerapan faktor pembatas disajikan pada Tabel 27. Tabel 29 memperlihatkan bahwa lahan dengan kelas kesesuaian S2 dan S3 banyak yang harus diubah menjadi kelas N diantaranya yaitu lahan dengan penggunaan lahan mangrove (124 ha) dan permukiman (5 259 ha) serta lahan semak belukar (152 ha), pertanian lahan kering (53 ha) dan tambak (1 382 ha) yang berada pada kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai. Penggunaan lahan perkelas kesesuaian setelah penerapan faktor pembatas tersaji pada Tabel 28 dan Gambar 17. Tabel. Penggunaan lahan per kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau setelah penerapan faktor pembatas (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan konservasi mangrove dan kawasan pemukiman) di Kabupaten Lampung Timur Penggunaan Lahan/ Luas Lahan (ha) Kecamatan S1 S2 S3 N Jumlah KEC. LABUHAN MARINGGAI Belukar Rawa Mangrove Pemukiman Perkebunan Pertanian Lahan Kering Pert Lhn Kering Campur Semak/Belukar Tambak KEC. PASIR SAKTI Belukar Rawa Mangrove Pemukiman Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Savana Sawah Semak/Belukar Tambak Jumlah Setelah penerapan faktor pembatas maka ditetapkan arahan pengembangan budidaya air payau sebagai berikut : Lahan dengan kelas kesesuaian S1 (Sangat Sesuai) diarahkan untuk pengembangan budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng di Kabupaten Lampung Timur pada umumnya dilakukan dengan pola Tradisional dan tradisional plus dimana proses produksi dilakukan dengan sederhana tanpa diberikan pakan tambahan atau hanya diberi pakan tambahan secukupnya. Dengan alasan ini maka pengembangan budidaya ikan bandeng diarahkan pada lahan kelas S1 dimana pada lahan ini proses produksi memerlukan input yang lebih rendah.

79 63 Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air payau dan arahan pengembangannya perkelas kesesuaian Kabupaten Lampung Timur setelah penerapan faktor pembatas

80 64 Lahan dengan kelas S2 diarahkan untuk pengembangan budidaya udang windu. Budidaya udang windu di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan pola tradisional plus dan semi intensif dimana pakan tambahan diberikan sesuai kebutuhan dan padat tebar hanya ekor/ha. Sehingga pengembangannya lebih cocok pada lahan dengan kelas kesesuaian S2, karena pada lahan ini proses produksi memerlukan input yang tidak terlalu banyak. Budidaya udang vaname di Lampung Timur dilakukan dengan pola Intensif dimana proses produksi membutuhkan input besar, mulai dari konstruksi, persiapan lahan, padat tebar dan proses pemeliharaan dilakukan dengan biaya yang besar. Lahan dengan kelas S3 membutuhkan input yang besar untuk menghasilkan produktivitas yang diharapkan. Dengan pola budidaya intensif maka lahan dengan kelas kesesuaian S3 dapat ditingkatkan kemampuannya dengan teknologi dan biaya yang besar. Oleh sebab itu maka lahan S3 diarahkan untuk pengembangan budidaya udang vaname dengan pola intensif. Tambak yang saat ini berada pada lokasi sempadan pantai dan sempadan sungai diarahkan untuk pengembangan MINA WANA yaitu mengintegrasikan pembudidayaan udang windu atau bandeng dengan magrove. Hal ini agar petambak yang memiliki lahan pada kawasan sempadan panatai dan sempadan sungai masih tetap dapat melakukan usahanya tanpa mengabaikan kelestarian alam. Pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya air payau tersaji pada Gambar 18. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Air Tawar Untuk memetakan arahan pengembangan budidaya air tawar dilakukan pengumpulan informasi terhadap minat masyarakat pada kegiatan pembudidayaan ikan air tawar. Pengumpulan informasi dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara terhadap 50 responden yang berasal dari para stakeholder yang terkait dengan pengembangan budidaya ikan terutama budidaya air tawar antara lain penyuluh perikanan, BP4K, BBI, BBIS, Dinas Kelautan dan Perikanan, UPP (Unit Pelayanan dan Pengembangan) dan Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan). Hasil pengumpulan informasi didapatkan bahwa pengembangan kawasan perikanan budidaya air tawar diarahkan di 8 kecamatan yaitu Kecamatan Bumi Agung, Sekampung, Batanghari, Raman Utara, Purbolinggo, Way Bungur, Way Jepara dan Jabung (hasil analisis tersaji pada Lampiran 4). Pola budidaya yang disarankan yaitu mina padi untuk pengembangan ikan nila, kolam air tenang untuk gurame, kolam pekarangan untuk patin dan keramba bambu dan KJA untuk ketiga jenis komoditas unggulan air tawar. Peta arahan pengembangan kawasan perikanan budidaya air tawar disajikan pada Gambar 19.

81 65 Gambar Peta arahan pengembangan komoditas unggulan budidaya air payau (udang vaname, ikan bandeng dan udang windu) di Kabupaten Lampung Timur

82 66 Gambar Peta arahan pengembangan komoditas unggulan budidaya air tawar (ikan patin, ikan nila, ikan gurame) di Kabupaten Lampung Timur

83 67 Rancangan Strategi Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya di Kabupaten Lampung Timur Pembangunan perikanan dan kelautan sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KKP) nomor : 06/MEN/2010 tentang rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun menetapkan tujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar dunia pada tahun 2015, dan diharapkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan akan turut meningkat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka perlu dilakukan identifikasi permasalahan dan merancang strategi untuk pnyelesaian masalah pada setiap tahapan produksi (input, proses, dan output) seperti tersaji dalam Tabel 29. Tabel. Tahapan produksi, permasalahan dan strategi penyelesaian masalah dalam pengembangan kawasan perikanan budidaya berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur Tahapan Produksi Input Permasalahan Sumberdaya Manusia - Terbatasnya pengetahuan penyuluh - Terbatasnya jumlah penyuluh - Penempatan SDM petugas yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu - Alih profesi pembudidaya men jadi buruh industry/ pabrik - Kultur penduduk yang masih rendah kinerja Strategi - Peningkatan jumlah dan kualitas aparatur Negara baik penyuluh maupun petugas lainnya dalam bidang perikanan. - Peningkatan kesadaran pembudidaya bahwa berusaha di bidang perikanan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibanding menjadi buruh - Peningkatan etos kerja melalui penyuluhan dan pembinaan Sumberdaya Alam - Ketersediaan air tawar tidak kontinyu dan tidak sepanjang tahun - Degradasi sumber air akibat pengrusakan lingkungan - Adanya konflik penggunaan lahan dan alih fungsi lahan - Perubahan iklim yang tidak terduga dan tidak dapat diprediksi - Degradasi lingkungan pesisir - Abrasi pantai - Membangun sarana penyuplay air tawar (sumur bor dan lain-lain) - Meningkatkan kesadaran pembudidaya dan masyarakat untuk menjaga lingkungan dan melakukan usaha budidaya yang ramah lingkungan. - Alih teknologi budidaya yang dapat beradabtasi dengan perubahan iklim - Penegakan hukum yang jelas dan tegas

84 68 Tabel 29. (Lanjutan) Modal - Keterbatasan modal pembudidaya - Sulitnya akses modal - Tingginya suku bunga - Persyaratan pinjaman yang terlalu berat - Dukungan lembaga keuangan yang masih kurang Membuka akses terhadap modal baik berasal dari perbankan, swasta maupun pemerintah Peraturan/ Kebijakan - Belum adanya penataan ruang/ wilayah perikanan budidaya - Penentu kebijakan yang sering berganti - Sosialisasi tentang peraturan yang masih kurang - Penegakan hukum belum jelas - Peraturan yang tidak tegas - Kurangnya pendekatan dari instransi terkait - Menjaring partisipasi stakeholders yang terdiri dari para pembudidaya ikan, pengusaha perikanan, ilmuwan, penyuluh, aparat keamanan dan birokrat dalam rangka melindungi, menjaga dan mengelola lingkungan budidaya. - Melaksanakan penegakan hukum yang jelas dan tegas untuk menetapi peraturan yang telah ditetapkan dan disepakati secara bersama. - Memberikan insentif bagi stakeholder yang mau menjalankan peraturan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama (subsidi benih, subsidi pakan, ganti rugi dan sebagainya) Proses Sumberdaya Manusia - Terbatasnya pengetahuan dan keterampilan pembudidaya mengenai teknologi perikanan - Meningkatkan penyuluhan dan penguasaan teknologi perikanan - Peningkatan jumlah dan kualitas kursus dan pelatihan perikanan - Meningkatkan pendidikan keahlian, keterampilan, dan kemampuan pembudidaya

85 69 Tabel 29. (Lanjutan) Sarana dan Prasarana - Jaringan irigasi masih belum merata - Jaringan jalan untuk transportasi masih terbatas - Ketersediaan sarana dan prasarana masih terbatas - Laju pengendapan di jaringan irigasi tambak yang tinggi - Ketersediaan benih unggul masih terbatas - Harga pakan yang tinggi dan terus naik - Konstruksi budidaya yang belum memenuhi standar - Membangun fasilitas fisik yang mendukung pengembangan kawasan perikanan budidaya (jaringan irigasi, jaringan jalan, dan sebagainya) - Melakukan normalisasi jaringan irigasi secara berkelanjutan - Mengembangkan sistim perbenihan bersertifikasi - Melakukan inovasi pembuatan pakan pengganti pakan pabrikan - Melakukan Good Aquculture Practisses/Cara Berbudidaya Ikan Yang Baik sesuai anjuran Teknologi Budidaya - Penggunaan benih asalan - Menggunakan bibit unggul yang bersertifikat sebagai jaminan kualitas - Penyebaran hama dan penyakit - Meningkatkan fungsi balai karantina ikan dari luar daerah ikan - Teknologi budidaya intensif - Membuat unit percontohan budidaya belum sepenuhnya dikuasai - Teknologi pemanenan belum baik sehingga merusak hasil panen - Kualitas hasil budidaya belum memenuhi standar pasar ikan - Meningkatkan penyuluhan dan penguasaan teknologi perikanan agar dapat menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasaran regional, nasional, maupun internasional. Manajemen - Manajemen budidaya di luar Kabupaten Lampung Timur lebih efisien - Produktivitas masih rendah - Pengendalian hama penyakit ikan belum dikuasai - Penggunaan obat dan bahan kimia tidak sesuai anjuran - Pengelolaan air (masuk dan keluar) belum baik. - Meningkatkan pendidikan keahlian, keterampilan, dan kemampuan tenaga kerja agar dapat memanajemen usaha budidaya dengan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas, mengendalikan hama dan penyakit ikan, menggunakan obat dan bahan kimia sesuai anjuran dan sebagainya - Mengembangkan manajemen hamparan

86 70 Tabel 29. (Lanjutan) Output Pemasaran - Permainan harga jual oleh tengkulak - Menetapkan harga jual terendah - Mengatur jadwal panen - Rantai pemasaran terlalu panjang - Membangun jaringan pemasaran dan memperpendek rantai pemasaran - Akses pasar sulit dijangkau - Membangun akses distribusi dan pemasaran Kelembagaan - Organisasi kelembagaan pembudidaya belum tertata - Pembentukan organisasi pembudidaya terkesan hanya formalitas dan dipaksakan untuk memenuhi program pemerintah - Melakukan penataan kelembagaan pembudidaya melalui kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) - Meningkatkan kesadaran pembudidaya dalam berorganisasi dan bekerja sama

87 71 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta dengan memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Komoditas unggulan untuk budidaya laut adalah rumput laut dan kerang hijau, untuk budidaya air payau adalah udang vaname, ikan bandeng dan udang windu, sedangkan untuk budidaya air tawar adalah ikan nila, ikan gurame dan ikan patin. 2. Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur, musim barat dan musim peralihan lebih dari 50% luas laut Kabupaten Lampung Timur berada pada kategori sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2), hanya 1 % luas laut yang memilki kategori tidak sesuai (N). Kesesuaian lahan tambak dengan kriteria sangat sesuai (S1) terdapat pada lahan sebanyak 14.14%, 46.21% lahan memiliki kriteria sesuai (S2), 26.89% lahan memiliki kriteria kurang sesuai (S3) dan 12.77% lahan memiliki kriteria tidak sesuai (N). Kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar dengan kriteria sangat sesuai (S1) terdapat pada lahan sebanyak 0.05%, 72.45% lahan memiliki kriteria sesuai (S2), 22.42% lahan memiliki kriteria kurang sesuai (S3) dan 5.09% lahan memiliki kriteria tidak sesuai (N). 3. Pengembangan budidaya air laut diarahkan pada lahan laut seluas ha disepanjang garis pantai, pengembangan budidaya tambak untuk udang vaname pada lahan S3, udang windu pada lahan S2 dan ikan bandeng pada lahan S1, sedangkan sempadan pantai diarahkan untuk mina wana. Pengembangan budidaya air tawar diarahkan di 8 kecamatan dengan pola kolam pekarangan untuk patin, kolam air tenang untuk gurame dan mina padi untuk ikan nila, sedangkan KJA dan keramba bambu bisa dimanfaatkan untuk ketiga jenis ikan tersebut. 4. Strategi yang dapat menjadi alternatif untuk dilakukan yaitu dengan pengembangan manajemen hamparan, penegakan hukum, penerapan Good Aquaculture Practisses, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan kelembagaan dan permodalan Saran Beberapa saran yang dapat disumbangkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan data kualitas air yang lebih spesifik (TSS, COD, BOD, Nitrat, Nitrit dll) untuk setiap jenis komoditas di setiap lokasi. 2. Perlu penelitian dengan menggunakan data penggunaan lahan terkini dengan citra terbaru. 3. Perlu penelitian dengan menggunakan peta dengan skala yang lebih detail.

88 72 DAFTAR PUSTAKA Adrianto L Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan: Tantangan Riset dan Akademik. Disampaikan pada Mukernas Himitekindo Bogor, 16 Januari Bogor. PKSPL-IPB. Alkadri, Muchdie, Suhandojo, editor Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Ed ke-2 (rev). Jakarta: Pusat Pengkajian KTPW BPPT. 314 hal. Anielski M., Wilson J Ecological Footprints of Canadian Municipalities and Regions Prepared for: The Canadian Federation of Canadian Municipalities. Canada. Anielski Management Inc. Aronoff S Geographic Information System : A Management Perspective.Ottawa: WDL Publications. 294 hlm. Baja S Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Analytic Hierarchy Process dalam Studi Alokasi dan Optimasi Penggunaan Lahan Pertanian. Warta Informatika Pertanian 11: [Bappeda Lamtim] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Timur Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Timur Sukadana: Bappeda Kabupaten Lampung Timur. 201 hlm Laporan Akhir Penelitian dan Pengembangan Potensi Lahan Kabupaten Lampung Timur. Sukadana:Bappeda Kabupaten Lampung Timur. 237 hlm. Barus B, Wiradisastra US Sistem Informasi Geografis: Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Lab.Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jur.Tanah, Faperta IPB. 234 hlm. Bhatta R, Bhat M Impacts of aquaculture on the management of estuaries in India. Environmental Conservation 25 (2) [BPS Lamtim] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur Analisis Data dan Informasi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lampung Timur Sukadana: BPS Kabupaten Lampung Timur. 74 hlm. Bosma R, Verdegem M.C.J Sustainable aquaculture in ponds: Principles, practices and limits. Livestock science (139) Bosma R, Sidik AS, Zwieten PV, Aditya A, Visser L Challenges of a transition to a sustainably managed shrimp culture agro-ecosystem in the Mahakam delta, East Kalimantan, Indonesia. Wetlands Ecological Management (20) Dahuri R Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta.

89 73 [DKP Lamtim] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur Laporan Tahun Sukadana: DKP Kabupaten Lampung Timur. 154 hlm. [FAO] Food and Agricultural Organization A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No.32. Rome: FAO. 71 hlm. Giap, D.H.,Yi,Y., Yakupitiyage, A GIS for land evaluation for shrimp farming in Haiphong of Vietnam. Ocean & Coastal Management; (48): Hardjowigeno S, Widiatmaka Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada University Press. 352 hlm. Mardawati, U Kajian Keterkaitan Mangrove dan Produktivitas Budidaya Tambak di Kelurahan Kamal Jakarta Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Panjara B., Aliman, Mansyur A., Utojo Kelayakan Lahan Pertambakan di Tanah Sulfat Masam, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur,1(2): Permen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2010 tentang Pencana Strategis Kementrian dan Perikanan Tahun Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 18 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur. Prasita, V Analisis Daya Dukung Lingkungan dan Optimalisasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Pertambakan di Kabupaten Gersik. Disertasi. IPB. Purnomo, A Budidaya Air. Seri Studi Pertanian. Kerjasama Jerman dan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Radiarta I.N., Saputra A., Ardi I Analisis Spasial Kelayakan Lahan Budidaya Kerang Hijau (Perna Viridis) berdasarkan kondisi Lingkungan di Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Jurnal Riset Akuakulture, 6(2): Radiarta I.N., Saputra A., Jihan O., Prihadi T.H Pemetaan Kelayakan Lahan Budidaya Ikan Laut di Kecamatan Moro, Kepulauan Riau: Dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Riset Akuakultur, 1(2) : Rahmansyah, Mustafa A Evaluasi Kesesuaian Lahan Aktual Tambak yang Ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Jurnal Riset Akuakultur, 6(2): Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D.R Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Faperta IPB. 337 hlm. Saaty TL The Analityc Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Allocation. New York: Mc Graw-Hill. 287 hlm.

90 74 Sitorus S.R.P Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Lahan. Di dalam: Lokakarya Pengelolaan Lingkungan Hidup bagi Petugas Kecamatan di Denpasar; Bali, 9-11 Nopember hlm. Sumodiningrat G Pembangunan Daerah dan Pengembangan Kecamatan (Dalam Perspektif Teori dan Implementasi). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 10(3); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Lampung Timur, dan Kotamadya Metro di Propinsi Lampung. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Perikanan.

91 75 LAMPIRAN Lampiran. Daftar Sungai yang melintasi Kabupaten Lampung Timur NO NAMA SUNGAI PANJANG (Km 2 ) MUARA 1. Way Ngisen 7.43 Way Sekampung 2. Way Capang 6.85 Way Sekampung 3. Way Carup 8.61 Way Sekampung 4. Way Nibung 5.70 Way Sekampung 5. Way Buyut 8.33 Way Sekampung 6. Way Sipin 7.64 Way Sekampung 7. Way Bekarang 7.25 Way Sekampung 8. Way Nakau 8.25 Way Bekarang 9. Way Hui 3.75 Way Sekampung 10. Way Kandis Besar 4.33 Way Sekampung 11. Way Kandis III Way Kandis BEsar 12. Way Ulan 5.39 Way Sekampung 13. Way Bakung 4.86 Way Sekampung 14. Way Rupuyuh 2.35 Way Sekampung 15. Way Samping 2.52 Way Sekampung 16. Way Kenali 8.35 Way Sekampung 17. Way Bt. Kucing 3.13 Way Kenali 18. Way Rilau 3.31 Way Hui 19. Way Sulan 7.81 Way Galih 20. Way Galihs - Way Sekampung 21. Way Pengaduan 9.28 Way Seputih 22. Way Sukadana Way Pegadungan 23. Way Kawat 4.96 Way Sukadana 24. Way Kawat Weng 3.65 Way Sukadana 25. Way Ranatu Jaya 5.50 Way Sukadana 26. Way Batu Kutuk 3.53 Way Sukadana 27. Way Campang 6.85 Way Sukadana 28. Way Anak Kiri 6.24 Way Sukadana 29. Way Anak Kanan 5.32 Way Sukadana 30. Way Ranau 3.52 Way Sukadana 31. Way Tatayan 6.70 Way Sukadana 32. Way Tulung Braja 9.86 Way Pegadungan 33. Way Kanan Way Pegadungan 34. Way Tidung 9.60 Way Pegadungan 35. Way Batanghari Way Batanghari 36. Way Masegar 3.41 Way Batanghari 37. Way Raman 3.73 Way Pegadungan 38. Way Meratih 7.97 Way Pegadungan 39. Way Meringgai 5.82 Way Pegadungan 40. Way Lugur 4.22 Way Pegadungan 41. Way Sekuan 3.32 Way Pegadungan 42. Way Rantau Panjang Way Pegadungan 43. Way Blicung Way Pegadungan 44. Way Rasau Way Pegadungan 45. Way Nibung Way Pegadungan 46. Way Kambas 8.56 Laut 47. Way Negara Batin 6.24 Way Kambas 48. Way Areng Way Kambas

92 76 Lampiran 1. (Lanjutan) NO NAMA SUNGAI PANJANG (Km 2 ) MUARA 49. Way Kanan 9.56 Way Kambas 50. Way Tulung Sula Way Kanan 51. Way Cabang Hulu 3.26 Way Kanan 52. Way Tulung Suka Way Kambas 53. Way Kesugihan 4.56 Way Kambas 54. Way Raman 7.25 Way Kesugihan 55. Way Rantau Jaya 4.45 Laut 56. Way Balak 9.50 Way Rantau Jaya 57. Way Areng Way Rantau Jaya 58. Way Terusan Way Seputih 59. Way Penet Laut 60. Way Curup 6.32 Way Penet 61. Way Bandar 6.35 Way Curup 62. Way Jepara 8.25 Way Penet 63. Way Abar 5.21 Laut 64. Way Wako 5.64 Way Jepara 65. Way Kambas 8.56 Laut 66. Way Lab. Maringgai Laut 67. Way Tulung PAsik 2.54 Laut 68. Way Nibung I 4.21 Laut 69. Way Bendungan 3.22 Laut 70. Way Nibung II 7.54 Laut 71. Way Tulung Sukuan 8.23 Way Sukadana 72. Way Menjangan 4.26 Laut 73. Way Beringin 6.58 Way Penet Sumber : BPS Kabupaten Lampung Timur (2011)

93 Lampiran. Peta RTRW tahun Kabupaten Lampung Timur 77

94 78 Lampiran. Peta penggunaan lahan terkini (existing land use) Kabupaten Lampung Timur

95 79 Lampiran. Hasil analisis preferensi masyarakat terhadap pengembangan kawasan perikanan budidaya air tawar KEC. BATANGHARI KEC. BUMI AGUNG KP KAT MP KJA KP KAT MP KJA KEC. JABUNG KEC. PURBOLINGGO KP KAT MP KJA KP KAT MP KJA KEC. RAMAN UTARA KEC. SEKAMPUNG KP KAT MP KJA KP KAT MP KJA KEC. WAY BUNGUR KEC. WAY JEPARA KP KAT MP KJA 5 0 KP KAT MP KJA

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Strategy for Development of Aquaculture Area in Lampung Timur Regency)

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Strategy for Development of Aquaculture Area in Lampung Timur Regency) STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Strategy for Development of Aquaculture Area in Lampung Timur Regency) Lia Ambasari 1, Komarsa Gandasasmita 2 dan Untung Sudadi

Lebih terperinci

PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DIAN RATNA SARI

PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DIAN RATNA SARI PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DIAN RATNA SARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pembangunan merupakan proses alami untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat adalah dengan pengembangan komoditas unggulan daerah.

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN Oleh: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Batasan Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Batasan Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan... ii Abstrak... iii Kata Pengantar... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) Kesesuaian Lahan Perikanan berdasarkan Faktor-Faktor Daya Dukung Fisik di Kabupaten Sidoarjo Anugrah Dimas Susetyo dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUMBERDAYA PESISIR KABUPATEN BANGKA BARAT UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN AMINI

ANALISIS SPASIAL SUMBERDAYA PESISIR KABUPATEN BANGKA BARAT UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN AMINI ANALISIS SPASIAL SUMBERDAYA PESISIR KABUPATEN BANGKA BARAT UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN AMINI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Minyak Sawit Dunia, Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Sawit Dunia, (FAO, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Minyak Sawit Dunia, Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Sawit Dunia, (FAO, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia tercatat sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia, dan minyak sawit merupakan sektor ekspor yang paling tinggi nilainya selama kurun

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KUTAI TIMUR

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KUTAI TIMUR 17 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KUTAI TIMUR NIRMALASARI IDHA WIJAYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 26 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 19 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi dan Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki luas wilayah sekitar 5.325,03 km 2 atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Industri Cilegon yang meliputi Anyer (perbatasan kota Cilegon-Kabupaten Serang), Merak, dan Cilegon, yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian dan kelautan yang memiliki peran penting sebagai penggerak kemajuan perekonomian nasional di Indonesia. Selain menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) AN ANALYSIS OF THE TUITION FEE PAYMENT SYSTEM IN UKRIDA USING ANALYTICAL

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA A. PERENCANAAN Rencana strategis sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu proses yang

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Sebagai Kabupaten dengan wilayah administrasi terluas di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah. Luas Kabupaten

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA )

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA ) RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA ) DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TULANG BAWANG TAHUN 2011 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TULANG BAWANG MENGGALA DAFTAR ISI Cover Renstra... i Daftar Isi... ii Bab I Pendahuluan...

Lebih terperinci

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci