BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Proteksi Distribusi Tenaga Listrik Relai Proteksi merupakan bagian penting dalam sebuah sistem tenaga elektrik, tidak memiliki manfaat pada saat sistem berada dalam kondisi normal, namun sangat dibutuhkan bilamana sistem tengah mengalami gangguan dan kondisi tidak normal. Relai Proteksi dibutuhkan untuk menginisiasi pemutusan dan mengisolasi daerah yang mengalami gangguan dan menjaga agar daerah yang tidak mengalami gangguan tetap dapat menjalankan fungsinya Pengertian Sistem Proteksi Secara umum pengertian sistem proteksi ialah cara untuk mencegah atau membatasi kerusakan peralatan akibat gangguan, sehingga kelangsungan penyaluran tenaga listrik dapat dipertahankan Tujuan sistem proteksi Gangguan pada sistem distribusi tenaga listrik hampir seluruhnya merupakan gangguan hubung singkat, yang akan menimbulkan arus yang cukup besar. Semakin besar sistemnya semakin besar gangguannya. Arus yang besar bila tidak segera dihilangkan akan merusak peralatan yang dilalui arus gangguan. Untuk melepaskan daerah yang terganggu itu maka diperlukan suatu sistem 6

2 7 proteksi, yang pada dasarnya adalah alat pengaman yang bertujuan untuk melepaskan atau membuka sistem yang terganggu, sehingga arus gangguan ini akan padam. Adapun tujuan dari sistem proteksi antara lain : Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat gangguan pada peralatan yang terganggu atau peralatan yang dilalui oleh arus gangguan. Untuk melokalisir (mengisolir) daerah gangguan menjadi sekecil mungkin. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen serta memperkecil bahaya bagi manusia. 2.2 Persyaratan Sistem Proteksi Tujuan utama sistem proteksi adalah : Mendeteksi kondisi abnormal (gangguan). Mengisolir peralatan yang terganggu dari sistem. Persyaratan terpenting dari sistem proteksi yaitu : Kepekaan (sensitivity) Pada prinsipnya relai harus cukup peka sehingga dapat mendeteksi gangguan di kawasan pengamanannya, termasuk kawasan pengamanan cadangan jauhnya, meskipun dalam kondisi yang memberikan deviasi yang minimum. Untuk relai arus lebih hubung singkat yang bertugas pula sebagai pengaman cadangan jauh bagi seksi berikutnya, relai itu harus dapat mendeteksi arus gangguan hubung singkat dua fasa yang terjadi diujung akhir seksi berikutnya dalam kondisi pembangkitan minimum.

3 8 Sebagai pengaman peralatan seperti motor, generator atau trafo, relai yang peka dapat mendeteksi gangguan pada tingkatan yang masih dini sehingga dapat membatasi kerusakan. Bagi peralatan seperti tersebut diatas, hal ini sangat penting karena jika gangguan itu sampai merusak besi laminasi stator atau inti trafo, maka perbaikannya akan sangat sukar dan mahal. Sebagai pengaman gangguan tanah pada SUTM, relai yang kurang peka menyebabkan banyak gangguan tanah, dalam bentuk sentuhan dengan pohon yang tertiup angin, yang tidak bisa terdeteksi. Akibatnya, busur apinya berlangsung lama dan dapat menyambar ke fasa lain, maka relai hubung singkat yang akan bekerja. Gangguan sedemikian bisa terjadi berulang kali di tempat yang sama yang dapat mengakibatkan kawat cepat putus. Sebaliknya, jika terlalu peka, relai akan terlalu sering trip untuk gangguan yang sangat kecil yang mungkin bisa hilang sendiri atau resikonya dapat diabaikan atau dapat diterima Keandalan (Reliability) Ada 3 aspek : a. Dependability Yaitu tingkat kepastian bekerjanya (keandalan kemampuan bekerjanya). Pada prinsipnya pengaman harus dapat diandalkan bekerjanya (dapat mendeteksi dan melepaskan bagian yang terganggu), tidak boleh gagal bekerja. Dengan kata lain perkataan dependability-nya harus tinggi. b. Security Yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja (keandalan untuk tidak salah kerja). Salah kerja adalah kerja yang semestinya tidak harus kerja, misalnya karena lokasi gangguan di luar kawasan pengamanannya atau sama sekali tidak

4 9 ada gangguan atau kerja yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Salah kerja mengakibatkan pemadaman yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Jadi pada prinsipnya pengaman tidak boleh salah kerja, dengan lain perkataan security-nya harus tinggi. c. Availabilty Yaitu perbandingan antara waktu di mana pengaman dalam keadaan berfungsi/siap kerja dan waktu total dalam operasinya. Dengan relai elektromekanis, jika rusak/tak berfungsi, tak diketahui segera. Baru diketahui dan diperbaiki atau diganti. Disamping itu, sistem proteksi yang baik juga juga dilengkapi dengan kemampuan mendeteksi terputusnya sirkit trip, sirkit sekunder arus, dan sirkit sekunder tegangan serta hilangnya tegangan serta hilangnya tegangan searah (DC voltage), dan memberikan alarm sehingga bisa diperbaiki, sebelum kegagalan proteksi dalam gangguan yang sesungguhnya, benar-benar terjadi. Jadi availability dan keandalannya tinggi Selektifitas (Selectivity) Pengaman harus dapat memisahkan bagian sistem yang terganggu sekecil mungkin yaitu hanya seksi atau peralatan yang terganggu saja yang termasuk dalam kawasan pengamanan utamanya. Pengamanan sedemikian disebut pengaman yang selektif. Jadi relai harus dapat membedakan apakah: Gangguan terletak di kawasan pengamanan utamanya dimana ia harus bekerja cepat.

5 10 Gangguan terletak di seksi berikutnya dimana ia harus bekerja dengan waktu tunda (sebagai pengaman cadangan) atau menahan diri untuk tidak trip. Gangguannya diluar daerah pengamanannya, atau sama sekali tidak ada gangguan, dimana ia tidak harus bekerja sama sekali. Untuk itu relai-relai, yang didalam sistem terletak secara seri, di koordinir dengan mengatur peningkatan waktu (time grading) atau peningkatan setting arus (current grading), atau gabungan dari keduanya. Untuk itulah relai dibuat dengan bermacam-macam jenis dan karakteristiknya. Dengan pemilihan jenis dan karakteristik relai yang tepat, spesifikasi trafo arus yang benar, serta penentuan setting relai yang terkoordinir dengan baik, selektifitas yang baik dapat diperoleh. Pengaman utama yang memerlukan kepekaan dan kecepatan yang tinggi, seperti pengaman transformator tenaga, generator, dan busbar pada sistem tegangan ekstra tinggi (TET) dibuat berdasarkan prinsip kerja yang mempunyai kawasan pengamanan yang batasnya sangat jelas dan pasti, dan tidak sensitif terhadap gangguan diluar kawasannya, sehingga sangat selektif, tapi tidak bisa memberikan pengamanan cadangan bagi seksi berikutnya. Contohnya pengaman differensial Kecepatan (speed) Untuk memperkecil kerugian/kerusakan akibat gangguan, maka bagian yang terganggu harus dipisahkan secepat mungkin dari bagian sistem lainnya. Waktu total pembebasan sistem dari gangguan adalah waktu sejak munculnya gangguan, sampai bagian yang terganggu benar-benar terpisah dari bagian sistem lainnya.

6 11 Kecepatan itu penting untuk: Menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui arus gangguan serta membatasi kerusakan pada alat yang terganggu. Mempertahankan kestabilan sistem. Membatasi ionisasi (busur api) pada gangguan disaluran udara yang akan berarti memperbesar kemungkinan berhasilnya penutupan balik PMT (reclosing) dan mempersingkat dead timenya (interval waktu antara buka dan tutup). Untuk menciptakan selektifitas yang baik, mungkin saja suatu pengaman terpaksa diberi waktu tunda (td) namun waktu tunda tersebut harus sesingkat mungkin (seperlunya saja) dengan memperhitungkan resikonya. 2.3 Perhitungan Gangguan Tipe gangguan yang penting yang sering terjadi dalam suatu sistem tenaga elektrik, antara lain: a. Satu Fasa Tanah b. Dua Fasa c. Dua Fasa Tanah d. Tiga Fasa (tanpa atau melibatkan tanah) Keempat tipe gangguan diatas disebut sebagai gangguan shunt tunggal karena hanya terjadi pada satu lokasi dan hubungan jaringan urutan sebagaimana gangguan yang terjadi sebagaimana kondisi gangguan tersebut. Dari persamaan awal dan diagram rangkaian dimungkinkan untuk menentukan besaran tegangan dan arus pada setiap cabang dari sistem tersebut. Dengan mengabaikan arus beban dan dengan asumsi gangguan yang terjadi tanpa melibatkan impedansi gangguan,

7 12 maka persamaan untuk mendefinisikan setiap gangguan dapat dinyatakan sebagai beikut: a. Satu Fasa Tanah (A E) b. Dua Fasa 2-1 c. Dua Fasa Tanah 2-2 d. Tiga Fasa (tanpa atau melibatkan tanah) Dari persamaan-persamaan diatas dapat dilihat bahwa setiap tipe gangguan terdapat tiga persamaan yang mendefinisikan setiap kondisi gangguan. Seluruh tegangan dan arus adalah besaran satu fasa (fasa netral) dan diasumsikan tidak terdapat arus beban yang mengalir. Bila terdapat impedansi ganggua, maka besaran impedansi ini harus dimasukkan kedalam persamaan. Sebagai contoh, bila terjadi gangguan satu fasa tanah yang melibatkan impedansi gangguan, maka persamaan 2-1 menjadi:

8 Gangguan Satu Fasa Tanah (A E) Tinjau suatu gangguan yang didefinisikan oleh persamaan 2-1 dan diagram rangkaian pada Gambar 2.1. Konversi persamaan 2-1 kedalam besaran urutan, didapat: Gambar 2.1 Representasi Gangguan satu fasa - tanah Dari persamaan 2-6 didapatkan: Tetapi dari persamaan 2-5, dimana I 1 = I 2 = I 0, oleh karena itu: 2-7

9 14 Batasan yang terdapt didalam persamaan 2-7 menunjukkan bahwa rangkaian pengganti untuk menunjukkan kondisi gangguan didapat dengan cara menghubungkan jaringan-jaringan urutan secara seri seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.1b Gangguan Dua Fasa (B C) Dari persamaan 2-2, didapat: Gambar 2.2 Representasi Gangguan Dua Fasa (B-C) Persamaan 2-9 dapat ditulis menjadi sebagai berikut: Dengan mensubstitusi harga I 2 dari persamaan 2-8 didapat: 2-10

10 15 Batasan yang terdapat didalam persamaan 2-8 dan 2-10 menunjukkan bahwa dalam rangkaian pengganti untuk menunjukkan kondisi gangguan tidak terdapat jaringan urutan nol, dan jaringan urutan positif dan negatif terhubung secara paralel seperti diperlihatkan dalam Gambar Gangguan Dua Fasa Tanah (B C E) Kembali, dari persamaan 2-3, didapat: dan 2-11 Maka, dengan menggunakan persamaan 2-11, diperoleh: Selanjutnya, mensetarakan dengan V 1 dan V 2, menghasilkan: 2-14 Atau Substitusi I 2 dari persamaan 2-14: Atau

11 Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa gangguan dua fasa tanah dapat direpresentasikan dengan cara menghubungkan ketiga jaringan urutan secara paralel seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.3b. Gambar 2.3 Representasi Gangguan dua Fasa Tanah (B C - E) Gangguan Tiga Fasa (A B C atau A B C E) Bila diasumsikan gangguan melibatkan tanah, dari persamaan 2-4, didapat: Dan 2-16 sehingga:

12 17 dan atau 2-19 Rangkaian pengganti untuk gangguan tiga fasa diperlihatkan dalam Gambar 2.4. Gambar 2.4 Representasi Gangguan Tiga Fasa (A - B C atau A - B C - E) 2.4 Proteksi Arus Proteksi terhadap arus lebih merupakan sebuah sistem proteksi yang pertama dipergunakan. Dari sini dikembangkan prinsip-prinsip tingkatan arus lebih, yaitu suatu pemisahan proteksi gangguan. Hal ini seharusnya tidak dibingungkan dengan proteksi beban lebih, yang umumnya menggunakan Relai dengan waktu operasi didasarkan atas derajat kapabilitas termis dari elemen yang diproteksi. Sedangkan proteksi arus lebih secara langsung akan mengisolir gangguan, meski penyetelan umumnya tetap mengadopsi pengukuran dari proteksi beban lebih.

13 Prosedur Koordinasi Agar aplikasi Relai arus dapat dilakukan secara benar diperlukan pengetahuan mengenai besarnya arus gangguan yang dapat mengalir pada setiap bagian dari jaringan sistem tenaga. Mengingat bahwa pengujian skala besar umumnya tidak dilakukan karena alasan praktis, maka digunakan analisis sistem. Pada umumnya dalam analisis sistem tenaga pemodelan menggunakan reaktansi transien dari mesin-mesin elektrik X d dan bekerja pada arus simetris sesaat. Data yang dibutuhkan dalam studi penyetelan relai, antara lain: a. Diagram segaris dari sistem yang menunjukkan rating dan tipe peralatan proteksi serta CT yang dipergunakan. b. Impedansi dalam besaran ohmik, persen atau pu dari Transformator Daya, mesin-mesin berputar dan sirkit penyulang. c. Besar arus gangguan minimum dan maksimum yang mungkin akan mengalir pada masing-masing peralatan proteksi. d. Arus pengasutan dari Motor dan arus pengasutan serta waktu stalling dari Motor induksi. e. Arus beban puncak maksimum yang akan melalui peralatan proteksi. f. Kurva kinerja Transformator Arus (CT) Penyetelan Relai ditentukan pertama kali agar dapat memberikan waktu operasi pemutusan terpendek pada level gangguan maksimum dan kemudian diperiksa apakah operasi ini juga dapat memuaskan untuk arus gangguan minimum yang mungkin terjadi. Disarankan untuk selalu menggambarkan kurva Relai dan peralatan proteksi lainnya, seperti Fuse yang beroperasi secara seri pada skala yang sama. Umumnya lebih mudah bila dipergunakan suatu skala yang

14 19 berhubungan dengan kemungkinan arus yang terjadi pada dasar tegangan yang rendah atau menggunakan dasar tegangan yang dominan. Alternatif lain adalah dalam dasar MVA yang sama atau skala arus yang berbeda untuk setiap tegangan sistem. Aturan dasar untuk mendapatkan koordinasi Relai yang benar dapat dinyatakan sebagai berikut: i. Bila memungkinkan, gunakan Relai yang memiliki karakteristik operasi yang sama bila Relai terpasang secara seri. ii. Yakinkan bahwa Relai terjauh dari sumber memiliki setelan arus yang sama atau lebih rendah dari Relai dibelakangnya, mengingat arus primer yang dibutuhkan untuk mengoperasikan Relai didepan adalah sama atau lebih kecil dari arus primer yang diperlukan untuk mengoperasikan Relai berikutnya. 2.6 Standar Relai Arus Lebih I.D.M.T Karakteristik pemutusan arus/waktu Relai I.D.M.T bervarisi sesuai dengan kebutuhan waktu pemutusan yang diperlukan dan karakteristik dari peralatan proteksi lain yang dipergunakan dalam jaringan. Untuk keperluan ini, IEC mendefinisikan sejumlah karakteristik standar sebagai berikut: Standard Inverse (SI) Very Inverse (VI) Extremely Inverse (EI) Definite Time (DT) Penjelasan matematis dari kurva diberikan dalam kurva berdasarkan penyetelan dasar arus dan penyetelan time multiplier 1 detik diperlihatkan dalam

15 20 Gambar 2.5(a). Karakteristik pemutusan untuk penyetelan TMS berbeda menggunakan kurva SI ditunjukkan dalam Gambar 2.6. Tabel 2.1 Definisi Karakteristik Relai standard Relay Characteristic Equation (IEC 60255) IEEE Moderately Inverse IEEE Very Inverse Extremely Inverse (IE) Longtime Standard Earth Fault Relay Characteristic to IEC Meskipun pada kurva hanya menunjukkan harga diskret dari TMS, penyetelan lanjut dapat dimungkinkan untuk Relai elektromekanis.

16 21 Gambar 2.5 Kurva Relai Untuk tipe Relai lainnya, langkah penyetelan mungkin sangat terbatas untuk mendapatkan pengaturan yang kontinyu. Sebagai tambahan, pada umumnya hampir semua Relai arus lebih dilengkapi dengan elemen penyetelan instantaneous. Dalam banyak kasus, penggunaan kurva standar SI telah memberikan hasil yang memuaskan, namun bila diskriminasi yang diinginkan tidak dapat dicapai, maka dapat digunakan kurva VI atau EI, penjelasan lebih lanjut akan diberikan.

17 22 Gambar 2.6 Kurva TMS Relai-Relai untuk desain ssistem tenaga bagi utilitas North American menggunakan kurva-kurva ANSI/IEEE. Dalam Tabel 2.1 diberikan penjelasan matematis dari karakteristik ini dan pada Gambar 2.5b diperlihatkan standar kurva pada time dial setting Relai Arus Lebih Very Inverse (VI) Relai arus lebih very inverse cocok dipergunakan bilamana terdapat penurunan besar arus gangguan sebagai fungsi jarak letak gangguan, yaitu dimana terjadi kenaikan yang cukup substansial pada impedansi gangguan. Karakteristik operasi VI memperlihatkan penurunan waktu operasi hampir duakali lipat untuk penurunan arus dari 7 kali menjadi 4 kali seting arus Relai. Hal ini memungkinkan penggunaan TMS yang sama untuk beberapa Relai yang terpasang seri.

18 23 Gambar 2.7 memperlihatkan komparasi antara kurva Relai-Relai SI dan VI. Kurva VI lebih steeper dan karenanya lebih cepat bila dibandingkan dengan kurva SI untuk penurunan arus yang sama. Hal ini dapat memungkinkan untuk memperoleh margin diskriminasi dengan TMS rendah untuk seting arus yang sama dan karenanya waktu pemutusan pada sumber dapat diminimisasi. Gambar 2.7 Komparasi antara SI dan VI 2.8 Relai Arus Lebih Extremely Inverse (EI) Dengan karakteristik seperti ini, waktu operasi mendekati berbanding terbalik secara kuadratis terhadap arus. Hal ini sangat cocok dipergunakan untuk memproteksi penyulang distribusi yang kerap mengalami arus puncak pada saat pensaklaran sebagaimana sering terjadi pada sirkit yang dipergunakan untuk mensuplai refrigerator, pompa, pemanas air dan lainnya yang tetap terhubung

19 24 meski terjadi pemutusan yang cukup lama. Gambar 2.8 memperlihatkan kurva karakteristik dari Relai jenis ini. Gambar 2.8 Kurva karakteristik Relai arus lebih extremely inverse 2.9 Relai Arus Lebih Independent (Definite) Time Relai arus lebih pada umumnya juga dilengkapi dengan elemen-elemen yang memiliki karkateristik independent atau definite time. Karakteristik seperti ini memungkinkan Relai yang terpasang seri dikoordinasikan dalam situasi dimana besar arus gangguan yang terjadi sangat variatif akibat perubahan impedansi sumber. Karakteristik arus/waktu dari kurva seperti ini diperlihatkan dalam Gambar 2.9, bersama dengan karakteristik standar I.D.M.T untuk memperlihatkan bahwa waktu operasi singkat dapat diperoleh dengan Relai

20 25 inverse pada harga arus gangguan tinggi, dimana Relai definite time memiliki waktu operasi rendah untuk arus gangguan rendah. Garis vertikal T1, T2, T3 dan T4 memperlihatkan penurunan waktu operasi dapat diperoleh dengan Relai Inverse pada level arus gangguan tinggi 2.10 Perhitungan Penyetelan Relai Arus Lebih Koordinasi yang benar dari Relai arus lebih pada suatu sistem tenaga memerlukan perhitungan dan penggambaran pada kertas log yang tepat dari perkiraan penyetelan Relai, berkenaan dengan arus atau waktu, untuk mendapatkan marjin tingkatan yang cocok antara Relai-Relai yang letaknya bersisian. Gambar 2.9 Penyetelan Relai

21 Relai-Relai Waktu Pasti Pemilihan setelan bagi Relai waktu pasti menimbulkan sedikit kesulitan. Elemen arus lebih harus diberi penyetelan yang rendah dengan marjin yang cukup rasional daripada arus gangguan yang mungkin mengalir ketitik gangguan dari bagian sistem sampai kepada kebutuhan proteksi cadangan pada saat pelayanan minimum. Penyetelan harus cukup tinggi untuk menghindari operasi Relai pada saat beban maksimum, marjin yang cukup untuk melalukan arus pengasutan motor besar atau inrus peralihan Transformator Relai-Relai Waktu Terbalik Apabila sistem tenaga terdiri dari beberapa seksi kabel yang terhubung seri sehingga total impedansinya rendah, besaran arus gangguan akan dikendalikan oleh impedansi Transformator atau Pembangkit dan tidak terlalu bervariasi terhadap lokasi gangguan.

22 27 A B C D E 420A 0.6 OHM 300A 0.95 OHM 130A 2.2 OHM 50A 1.1 OHM EHV SUPPLY 400/5A 400/5A 200/5A 100/5A SOURCE 150 MVA 0.81 OHMS AT 11KV 120A 170A SYSTEM LOADS 80A 50A Gambar 2.10 Sistem Distribusi Radial 11 kv Dalam kasus seperti ini, dimungkinkan untuk membuat tingkatan pada Relai waktu terbalik dengan cara Relai Waktu Pasti, namun demikian bilamana arus gangguan cukup bervariasi terhadap lokasi gangguan, dimungkinkan menggunakan fakta ini guna membuat tingkatan dalam arus dan waktu guna meningkatkan kinerja Relai. Hal ini merupakan salah satu kelebihan utama dari Relai Waktu Terbalik terhadap Relai Waktu Pasti bila digunakan pada sistem

23 28 dimana terdapat variasi yang cukup besar pada arus gangguan antara kedua ujung penyulang, karena waktu operasi tercepat dapat dicapai oleh Relai yang terdekat dengan sumber dimana level gangguan tertinggi terjadi. Perhitungan dalam bentuk tabulasi merupakan cara terbaik dalam membuat tingkatan Relai arus lebih. Sistem distribusi dalam Gambar 2.10 adalah contoh sistem yang akan dipergunakan untuk memperlihatkan cara ini. Dalam contoh ini, Busbar A pada Gardu 11 kv dipasok oleh dua Transformator Grid yang terhubung pada sistem EHV yang impedansi sumber dapat diabaikan. Jadi daya hubung singkat pada busbar 11 kv pada Gardu A dengan kedua Transformator bekerja adalah 150MVA yang terhubung dengan impedansi sumber 0,81Ω. Gardu A seperti diperlihatkan mensuplai Gardu B, C, D dan E melalui sistem distribusi Radial termasuk bagian-bagian penyulang dengan impedansi seperti dalam diagram. Beban masing-masing disuplai oleh Gardu yang bersesuaian, dengan distribusi arus sebagaimana diperlihatkan dalam diagram tersebut. Data sebagai bahan analisis disajikan dalam Tabel 2.2. Impedansi total termasuk impedansi sumber, dari sumber menuju masing-masing Gardu diberikan dalam kolom kedua. Pada kolom ketiga diberikan besar impedansi yang berhubungan dengan hubung singkat busbar pada Gardu A menurun sampai asumsi harga minimum, dalam contoh ini harga minimum diperoleh dalam operasi sistem hanya dipasok dengan sebuah Transformator. Dalam kolom empat dan lima berisi data arus gangguan maksimum dan minimum. Arus beban maksimum yang ditransmit melalui masing-masing Gardu menuju penyulang berikutnya disajikan dalam kolom keenam.

24 29 Tabel 2.2 Data sistem dalam Gambar 2.10 Dari data ini dapat ditentukan ratio CT yang tepat dan pemilihan penyetelan Relai arus lebih. Perlu dicatat bahwa penyetelan arus primer harus diatas estimasi arus beban maksimum, dan juga mempertimbangkan kemungkinan peningkatan beban kedepan, beban tinggi yang tak diduga, peralihan beban puncak dan reset ulang Relai setelah gangguan, dengan prospektif sirkit pembawa arus beban maksimum. Penyetelan Relai harus berada dibawah arus gangguan minimum yang diberikan dalam kolom 5 dari Tabel 2.2. Relai arus lebih diharapkan mempunyai tingkatan proteksi guna melindungi sistem terhadap gangguan dan tidak memberikan proteksi beban lebih yang akurat. Paling tidak pengukuran terhadap proteksi beban lebih ditujukan untuk melindungi kabel terhadap pembebanan lebih. Karena alasan ini penyetelan Relai primer tidak selalu dibuat setinggi mungkin jika hanya arus gangguan yang menjadi pertimbangan. Sekali setelah penyetelan arus Relai dipilih, berikutnya adalah menentukan dan menghitung penyetelan pengali waktu Relai (TMS) seperti diperlihatkan dalam Tabel 2.3 dan 2.4.

25 30 Tabel 2.3 Perhitungan PenyetelanWaktu Relai pada D dan C Tabel 2.4 Perhitungan PenyetelanWaktu Relai pada B dan A 2.11 Proteksi Gangguan Tanah Dalam deskripsi terlebih dahulu, perhatian sepenuhnya hanya kepada proteksi arus lebih. Proteksi yang lebih sensitif terhadap gangguan tanah dapat dilakukan menggunakan Relai yang hanya akan merespon terhadap adanya arus residu sistem, karena komponen residual hanya muncul bilamana arus gangguan mengalir ketanah. Oleh karena itu Relai gangguan tanah tidak terpengaruh sama sekali terhadap arus beban, baik dalam kondisi seimbang maupun tidak dan dapat disetel yang hanya dibatasi oleh desain peralatan. Pernyataan ini hanya berlaku dengan syarat jika perhatian penyetelan hanya beberapa persen dari rating sistem, karena kebocoran tidak seimbang atau arus kapasitif menuju tanah mungkin menimbulkan besaran residu dalam orde ini. Secara keseluruhan, penyetelan rendah memungkinkan bagi Relai Gangguan Tanah menjadi sangat berguna, tidak hanya terhadap gangguan tanah,

26 31 tetapi lebih jauh terhadap hampir semua gangguan, tetapi mungkin dibatasi magnitudnya oleh besarnya impedansi pentanahan atau oleh tahanan pentanahan. Komponen residual diekstrasi dengan cara menghubungkan CT jaringan secara paralel seperti diperlihatkan dalam Gambar Hubungan sederhana seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.11a dapat diperluas dengan cara menghubungkan elemen-elemen aruslebih pada ujungujung terminal masing-masing phasa, seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.11b dan menyisipkan Relai Gangguan Tanah diantara titik bintang dari group Relai Phasa dan CT. Relai Arus lebih seringkali hanya dipasang pada dua dari tiga phasa yang ada, karena cara ini sudah cukup mendeteksi setiap gangguan phasa yang terjadi. Cara seperti ini tidak berpengaruh terhadap Relai Gangguan Tanah. Hubungan seperti ini diperlihatkan dalam Gambar 2.11c.

27 32 Gambar 2.11 Hubungan Residu dari CT untuk Relai Gangguan Tanah Penyetelan Efektif Relai-Relai Gangguan Tanah Penyetelan primer suatu Relai Aruslebih biasanya dapat diambil sebagai penyetelan Relai dikali dengan ratio CT. CT diasumsikan mampu bekerja dengan ratio ketelitian yang terjaga dan dinyatakan dengan persen rating arus, penyetelan primer akan sama dengan penyetelan Relai. Relai Gangguan Tanah mungkin

28 33 menggunakan elemen yang sama dengan yang dipergunakan dalam Relai Phasa dan akan memiliki konsumsi VA yang sama dalam penyetelan, tetapi akan memiliki burden yang lebih tinggi pada arus nominal atau rating, karena penyetelan yang rendah. Sebagai contoh, suatu Relai yang disetel pada 20% akan memiliki impedansi 25 kali lebih besar dibanding elemen yang sama yang disetel 100%. Seringkali burden ini melebihi rating burden dari CT. Hal ini tampaknya mengharuskan penggunaan CT yang lebih besar, tetapi hal ini mungkin tidak diperlukan, karena CT yang menangani burden phasa dapat mengoperasikan Relai Gangguan Tanah dan kenaikan kesalahan dapat ditolerir. Tabel 2.5 Perhitungan Penyetelan Efektif Tidak hanya itu, arus eksitasi yang sebanding untuk mengenergise CT juga meningkat akibat burden yang besar dari Relai Gangguan Tanah, tetapi tegangan jatuh pada Relai ini mempengaruhi CT lain yang terpasang dalam group paralel, baik Relai ini membawa arus primer atau tidak. Oleh karena itu arus eksitasi total adalah hasil perkalian antara susut dalam salah satu CT dengan jumlah CT yang terpasang paralel.

29 34 Gambar 2.12 Penyetelan Efektir Relai Gangguan Tanah Penjumlahan susut permagnetan ini dapat lebih besar bila dibandingkan dengan arus operasi Relai, dan dalam kasus yang lebih ekstrim dimana seting arus rendah atau CT yang dipergunakan memiliki kinerja yang kurang baik, mungkin menyebabkan peningkatan Output pada Relai. Arus penyetelan efektif pada hubungan sekunder adalah penjumlahan arus penyetelan Relai dan susut total arus eksitasi. Dengan kata lain, penyetelan efektif adalah jumlah vektor arus penyetelan Relai dan total arus eksitasi, tetapi untuk Relai elektromagnetik lebih kurang adalah jumlah aritmatik sudah cukup mendekati, karena kesamaan faktor kerja. Sebagai pelajaran, dalam menghitung penyetelan efektif untuk range

30 35 besaran penyetelan dari sebuah Relai, proses diperlihatkan dalam Tabel 2.5 yang hasilnya disajikan dalam Gambar Contoh Relai Gangguan Tanah Ratio CT 300/5A Tegangan knee-point: 30 Volt Arus eksitasi pada knee-point: 1,5A Burden CT pada setelan: 3 VA Dapat dilihat bahwa penyetelan optimum Relai pada contoh diatas adalah 13%, tetapi sedikit peningkatan dalam penyetelan efektif terjadi atas Relai pada penyetelan 20%. Mungkin terpikirkan bahwa batasan penyetelen Relai dapat dilaksanakan antara 10% sampai dengan 40%, penyetelan optimum dapat diketahui dengan melaksanakan pengujian sebelum pemasangan. Harus diingat bahwa, meski kemungkinan arus gangguan tanah dibatasi oleh impedansi pentanahan netral, namun Relai tetap akan merasakan arus yang cukup besar, khususnya jika CT memiliki harga emf saturasi yang tinggi. Dalam kasus ini Relai mungkin mengalami pemanasan selaman gangguan sistem. Semakin rendah penyetelan Tap, semakin tinggi tahanan belitan koil, sehingga pemanasan pada penyetelan Tap rendah cenderung tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut, penyetelan Tap katakanlah pada 20% tidaklah sama jika diperoleh dari batasan 10% - 40% dengan pada batasan 10% - 80%. Hal ini berhubungan dengan lilitan yang digunakan, untuk batasan pertama memiliki jumlah belitan dua kali dari jumlah lilitan batasan kedua dan ukuran konduktor lebih kecil. Bila spemilihan Tap 20% dipilih dari batasan 10% - 40%, hanya setengah lilitan yang akan

31 36 dipergunakan dan tahanan belitan akan lebih besar jika dibanding dengan penetelan berdasarkan batasan 10% - 80%, dimana semua koil akan digunakan. Batasan penyetelan tinggi cocok dipergunakan untuk aplikasi pada umumnya dan harus digunakan kecuali diketahui bahwa kondisi pelayanan memerlukan penyetelan rendah. Bilamana arus gangguan dapat dibatasi oleh tahanan pentanahan netral, penyetelan batasan rendah dapat dilakukan, meski pada umumnya tidak dilakukan. Pada daerah dimana tahanan pentanahan begitu tinggi dan sensitifitas tinggi diperlukan, penyetelan rendah harus digunakan dan digunakan CT dengan arus eksitasi rendah. Juga perlu dipertimbangkan besarnya arus gangguan tanah maksimum dan dipertimbangkan apakah diperlukan untuk mendesain CT guna membatasi arus Output maksimum akibat kejenuhan Tingkatan Waktu pada Relai-Relai Gangguan Tanah Tingkatan waktu pada Relai-Relai Gangguan Tanah dapat diatur dengan cara yang sama seperti halnya pada Relai-Relai Gangguan Phasa. Karkateristik arus primer/waktu tidak dapat dijaga proporsional terhadap karakteristik Relai dengan sesuatu seperti ketelitian seperti halnya pada Relai gangguan phasa. Sebagaimana diperlihatkan diawal, kesalahan ratio dari CT pada penyetelan Relai mungkin sangat besar. Pengaruh impedansi Relai yang relatif tinggi dan penjumlahan susut eksitasi Relai pada rangkaian residual memperbesar kenyataan yang ada tersebut, pada penyetelan, kerapatan fluksi pada CT berhubungan dengan belokan bawah dari karakteristik eksitasi. Impedansi penguatan pada kondisi ini relatif rendah, mengakibatkan kesalahan ratio menjadi tinggi. Pada kenyataannya CT meningkat kinerjanya dengan kenaikan arus primer, sementara impedansi Relai menurun, dengan arus Input beberapa kali lebih besar dari

32 37 penyetelan primer, pengali arus seting pada Relai meningkat tinggi dibanding dengan pengali arus seting primer yang berlaku pada rangkaian primer, mengakibatkan waktu operasi Relai lebih singkat dari yang diharapkan. Dengan jelas dapat dipahami bahwa tingkatan waktu pada Relai gangguan tanah tidaklah sesederhana seperti dalam prosedur yang dilaksanakan untuk Relai Phasa sebagaimana disajikan dalam Tabel 6-7a dan 6-7b. Meski faktor-faktor diatas telah dijadikan bahan pertimbangan dan kesalahan perhitungan pada level masing-masing arus, membuat proses menjadi lebih membosankan, atau marjin tingkatan yang lebih lama harus diperbolehkan Sensitivitas Proteksi Gangguan Tanah Dalam beberapa daerah, resistivitas dari lintasan tanah mungkin sangat tinggi disebabkan kekeringan yang berlebihan dan sifat dari tanah itu sendiri. Gangguan sistem ke tanah tidak melibatkan konduktor tanah yang hanya menghasilkan aliran arus yang kecil, tidak cukup untuk mengoperasikan sistem proteksi normal. Kesulitan yang sama terjadi dalam kasus kerusakan pada konduktor jaringan yang setelah jatuh ke pagar atau kejalanan yang kering, akan tetap energise karena arus bocor yang rendah dan sangat membahayakan hidup manusia. Untuk mengurangi bahaya ini diperlukan sistem proteksi gangguan tanah dengan suatu penyetelan yang lebih baik dari proteksi jaringan normal. Untuk mendapatkan tujuan ini, Relai tidak hanya diset pada arus rendah, tetapi juga dalam burden dasar rendah, seperti diperlihatkan dalam Gambar 6-13, penyetelan arus rendah bagi suatu Relai normal dapat berarti penyetelan efektif yang tak berguna.

33 38 Relai-Relai didesain untuk dapat memenuhi keperluan diatas. Menggunakan elemen polarisasi yang sensitif. Burden yang cukup rendah dari Relai yang selalu dapat energise oleh CT yang sama yang dipergunakan untuk rangkaian proteksi konvensional. Dapat dilihat secara jelas bahwa proteksi gangguan tanah yang memiliki penyetelan rendah tidak dapat dibuat bertingkat dengan sistem lain dan karena itu melahirkan aturan tambahan dengan menggunakan waktu tunda yang cukup lama, diatur diatas 10 atau 15s. Meskipun tingkatan dengan sistem proteksi yang lain tidak praktis, sensitifitas Relai gangguan tanah dapat diatur untuk membentuk sebuah sistem tingkatan independen meningkatkan beberapa stage pemisahan. Arus jatuh peralihan dari residu hubungan CT dapat diharapkan melebihi penyetelan Relai selama gangguan phasa tetapi fungsi yang tidak diharapkan dicegah dengan memperpanjang waktu tunda. Penggunaan Relai dibatasi oleh arus residual normal yang mungkin mengalir selama kondisi normal. Beberapa pengaruh residual dapat meningkat melebihi primer menimbulkan kebocoran tidak seimbang atau kapasitansi, atau dapat arus jatuh sekunder dari CT pada kondisi beban sistem normal. Besaran arus residu tunak yang terukur dilokasi dan Relai disetel pada besaran yang lebih rendah yang akan menghidarkan operasi dalam keadaan tunak dan juga guna meyakinkan bahwa akan terjadi penyetelan balik setelah operasi transien dari elemen pengukuran arus. Waktu tunda diatur melebihi waktu operasi untuk proteksi hubung singkat dan penyetelan Relai berturut-turut diatur dalam suatu urutan bertingkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi merupakan sistem pengaman yang terpasang pada sistem distribusi tenaga listrik, trafo tenaga transmisi tenaga listrik dan generator listrik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Umum Secara umum pengertian sistem proteksi ialah cara untuk mencegah atau membatasi kerusakan peralatan tehadap gangguan, sehingga kelangsungan penyaluran tenaga listrik dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Distribusi 1 Bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan adalah sistem distribusi. Sistem distribusi adalah bagian sistem tenaga listrik yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Energi listrik disalurkan melalui penyulang-penyulang yang berupa saluran udara atau saluran kabel tanah. Pada penyulang distribusi ini terdapat

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3)

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum Secara umum suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama, yaitu, pusat pembangkitan listrik, saluran transmisi dan sistem distribusi. Perlu dikemukakan

Lebih terperinci

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA 41 BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA 3.1 Pengamanan Terhadap Transformator Tenaga Sistem pengaman tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan - peralatan yang terpasang pada sistem tenaga

Lebih terperinci

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam 6 Penyebab gangguan pada sistem distribusi dapat berasal dari gangguan dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam antara lain: 1 Tegangan lebih dan arus tak normal 2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Dasar Sistem Proteksi Suatu sistem tenaga listrik dibagi ke dalam seksi-seksi yang dibatasi oleh PMT. Tiap seksi memiliki relai pengaman dan memiliki daerah pengamanan

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformator 1 Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energy listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distributed Generation Distributed Generation adalah sebuah pembangkit tenaga listrik yang bertujuan menyediakan sebuah sumber daya aktif yang terhubung langsung dengan jaringan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Koordinasi Proteksi Pada Sistem Kelistrikan Keandalan dan kemampuan suatu sistem tenaga listrik dalam melayani konsumen sangat tergantung pada sistem proteksi yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Sistem proteksi adalah sistem yang memisahkan bagian sistem yang. b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing)

BAB II DASAR TEORI. Sistem proteksi adalah sistem yang memisahkan bagian sistem yang. b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing) BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Proteksi Panel Tegangan Menegah Sistem proteksi adalah sistem yang memisahkan bagian sistem yang terganggu sehingga bagian sistem lain dapat terus beroperasi dengan cara sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Relai Proteksi Relai proteksi atau relai pengaman adalah susunan peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi atau merasakan adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Gangguan-Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik sangat beragam besaran dan jenisnya. Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI

BAB III SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI BAB III SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI 3.1 Pola Proteksi Gardu Induk Sistem proteksi merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu instalasi tenaga listrik, selain untuk melindungi peralatan utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformator 1 Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energy listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain,

Lebih terperinci

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK Gardu Induk merupakan suatu instalasi listrik yang terdiri atas beberapa perlengkapan dan peralatan listrik dan menjadi penghubung listrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-Dasar Sistem Proteksi 1 Sistem proteksi adalah pengaman listrik pada sistem tenaga listrik yang terpasang pada : sistem distribusi tenaga listrik, trafo tenaga, transmisi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK 3.1. Umum Tenaga listrik merupakan suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

Lebih terperinci

Suatu sistem pengaman terdiri dari alat alat utama yaitu : Pemutus tenaga (CB)

Suatu sistem pengaman terdiri dari alat alat utama yaitu : Pemutus tenaga (CB) 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi terhadap tenaga listrik ialah sistem pengamanan yang dilakukan ternadap peralatan-peralatan listrik, yang terpasang pada sistem tenaga listrik.

Lebih terperinci

SISTEM TENAGA LISTRIK

SISTEM TENAGA LISTRIK Modul ke: SISTEM TENAGA LISTRIK PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK Fakultas TEKNIK IMELDA ULI VISTALINA SIMANJUNTAK,S.T.,M.T. Program Studi TEKNIK ELEKTRO www.mercubuana.ac.id LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR) 27 BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR) 4.1 Umum Sistem proteksi merupakan salah satu komponen penting dalam system tenaga listrik secara keseluruhan yang tujuannya untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI 3.1 Umum Sebaik apapun suatu sistem tenaga dirancang, gangguan pasti akan terjadi pada sistem tenaga tersebut. Gangguan ini dapat merusak peralatan sistem tenaga

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI DAN PRINSIP KERJA TRAFO ARUS (CT)

BAB III DEFINISI DAN PRINSIP KERJA TRAFO ARUS (CT) BAB III DEFINISI DAN PRINSIP KERJA TRAFO ARUS (CT) 3.1 Definisi Trafo Arus 3.1.1 Definisi dan Fungsi Trafo Arus (Current Transformator) yaitu peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran besaran

Lebih terperinci

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka tentang relay akan dilanjutkan dengan beberapa tipe relay. Dan kali ini yang ingin dibahas adalah dua tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Dasar Sistem Proteksi Suatu sistem t`enaga listrik dibagi ke dalam seksi-seksi yang dibatasi oleh PMT. Tiap seksi memiliki relai pengaman dan memiliki daerah pengamanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain: 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pengaman 2.1.1 Pengertian Pengaman Sistem pengaman tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik seperti generator,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi dalam melindungi peralatan listrik yang digunakan diharapkan dapat menghindarkan peralatan dari kerusakan atau meminimalkan kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA BAB GANGGUAN PADA JARNGAN LSTRK TEGANGAN MENENGAH DAN SSTEM PROTEKSNYA 3.1 Gangguan Pada Jaringan Distribusi Penyebab utama terjadinya pemutusan saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan pada sistem

Lebih terperinci

Analisa Relai Arus Lebih Dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang LM5 Di Gardu Induk Lamhotma

Analisa Relai Arus Lebih Dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang LM5 Di Gardu Induk Lamhotma Yusmartato,Yusniati, Analisa Arus... ISSN : 2502 3624 Analisa Arus Lebih Dan Gangguan Tanah Pada Penyulang LM5 Di Gardu Induk Lamhotma Yusmartato,Yusniati Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK Simulasi Over Current Relay (OCR) Menggunakan Karateristik Standar Invers. Selamat Meliala SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH 3.1 KOMPONEN KOMPONEN SIMETRIS Tiga fasor tak seimbang dari sistem fasa tiga dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan seimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Transformator Tenaga Transformator tenaga adalah merupakan suatu peralatan listrik statis yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga / daya listrik arus bolak-balik dari tegangan

Lebih terperinci

BAB III. 1) Perhitungan aliran daya yang masuk dan keluar dari satu bus penyulang (feeder bus) untuk mengetahui arus beban maksimum

BAB III. 1) Perhitungan aliran daya yang masuk dan keluar dari satu bus penyulang (feeder bus) untuk mengetahui arus beban maksimum 55 BAB III SKEMA DAN SIMULASI KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DAN RELE GANGGUAN TANAH SEBAGAI PENGAMAN MOTOR INDUKSI, KABEL DAN TRAFO PADA PLANT XI DI PT INDOCEMENT 3.1 Umum Dalam simulasi koordinasi rele arus

Lebih terperinci

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka Erwin Dermawan 1, Dimas Nugroho 2 1) 2) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Teori Umum Proteksi adalah pengaman listrik pada sistem tenaga listrik yang terpasang pada sistem distribusi tenaga listrik. Tujuan utama dari suatu sistem tenaga listrik

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Proteksi Sistem proteksi / pengaman suatu tenaga listrik yang membentuk suatu pola pengaman tidaklah hanya rele pengaman saja tetapi juga Trafo Arus (Current Transformer)

Lebih terperinci

GANGGUAN SISTEM DAPAT DISEBABKAN OLEH : KARENA KESALAHAN MANUSIA DARI DALAM / SISTEM ATAU DARI ALAT ITU SENDIRI DARI LUAR ALAM BINATANG

GANGGUAN SISTEM DAPAT DISEBABKAN OLEH : KARENA KESALAHAN MANUSIA DARI DALAM / SISTEM ATAU DARI ALAT ITU SENDIRI DARI LUAR ALAM BINATANG GANGGUAN SISTEM DAPAT DISEBABKAN OLEH : KARENA KESALAHAN MANUSIA DARI DALAM / SISTEM ATAU DARI ALAT ITU SENDIRI DARI LUAR ALAM BINATANG JENIS GANGGUAN 1. BEBAN LEBIH 2. HUBUNG SINGKAT 3. TEGANGAN LEBIH

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp& Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEOR. Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup besar pada sistem tenaga listrik. Banyak sekali studi, pengembangan alat dan desain sistem perlindungan

Lebih terperinci

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK 2.1 PENGERTIAN GANGGUAN DAN KLASIFIKASI GANGGUAN Gangguan adalah suatu ketidaknormalan (interferes) dalam sistem tenaga listrik yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR. Arus gangguan tanah adalah arus yang mengalir melalui pembumian. Sedangkan

BAB III PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR. Arus gangguan tanah adalah arus yang mengalir melalui pembumian. Sedangkan BAB III PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR III.1 Umum Arus gangguan tanah adalah arus yang mengalir melalui pembumian. Sedangkan arus yang tidak melalui pembumian disebut arus gangguan fasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gardu Induk Gardu Induk (GI) adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang kebutuhan listrik konsumen maupun sebagai pengatur pelayanan tenaga listrik yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gardu Distribusi Gardu distribusi adalah suatu bangunan gardu listrik yang terdiri dari instalasi PHB-TM (Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Menengah), TD (Transformator Distribusi),

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teorema Thevenin (1) Pada teorema ini berlaku bahwa : Suatu rangkaian listrik dapat disederhanakan dengan hanya terdiri dari satu buah sumber tegangan yang dihubungserikan dengan

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI OVER CURRENT RELAY (OCR) DAN GROUND FAULT RELAY (GFR) 3.1. Relai Proteksi Pada Transformator Daya Dan Penyulang

BAB III PROTEKSI OVER CURRENT RELAY (OCR) DAN GROUND FAULT RELAY (GFR) 3.1. Relai Proteksi Pada Transformator Daya Dan Penyulang BAB III PROTEKSI OVER CURRENT RELAY (OCR) DAN GROUND FAULT RELAY (GFR) 3.1. Relai Proteksi Pada Transformator Daya Dan Penyulang 3.1.1. Definisi Relai Proteksi Tujuan utama dari sistem tenaga listrik adalah

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah Sistem Distribusi Tenaga Listrik adalah kelistrikan tenaga listrik mulai dari Gardu Induk / pusat listrik yang memasok ke beban menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti 6 BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN 2.1 Sistem Tenaga Listrik Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTP dan PLTGU kemudian disalurkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Proteksi Distribusi Tenaga Listrik 2.1.1 Pengertian Sistem Proteksi Secara umum sistem proteksi ialah cara untuk mencegah atau membatasi kerusakan peralatan terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING 2.1 Jenis Gangguan Hubung Singkat Ada beberapa jenis gangguan hubung singkat dalam sistem tenaga listrik antara lain hubung singkat 3 phasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformator Transformator adalah suatu peralatan listrik elektromagnetik statis yang berfungsi untuk memindahkan dan mengubah daya listrik dari suatu rangkain listrik ke rangkaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gangguan pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik 2.1.1 Jenis Gangguan Jenis gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan hubung singkat. Gangguan hubung

Lebih terperinci

BAB IV. PERHITUNGAN GANGGUAN SIMPATETIK PADA PENYULANG 20 kv GARDU INDUK DUKUH ATAS

BAB IV. PERHITUNGAN GANGGUAN SIMPATETIK PADA PENYULANG 20 kv GARDU INDUK DUKUH ATAS BAB IV PERHITUNGAN GANGGUAN SIMPATETIK PADA PENYULANG 20 kv GARDU INDUK DUKUH ATAS 4.1. GARDU INDUK DUKUH ATAS GI Dukuh Atas merupakan gardu induk yang memiliki 2 buah trafo tenaga dengan daya masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pengaman [2] Sistem pengaman adalah beberapa komponen yang saling berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk satu tujuan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rele Proteksi Rele Proteksi adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat merasakan atau mengukur adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidak normalan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gardu Induk Godean Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari peralatannya, Gardu Induk ini merupakan gardu induk pasangan luar, gardu induk godean memiliki

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan dan Pengaturan Relai Arus Lebih dan Relai Gangguan Tanah pada Kubikel Cakra 20 KV Di PT XYZ

Analisa Perhitungan dan Pengaturan Relai Arus Lebih dan Relai Gangguan Tanah pada Kubikel Cakra 20 KV Di PT XYZ ISSN: 1410-233 nalisa Perhitungan dan Pengaturan Relai rus Lebih dan Relai Gangguan Tanah pada Kubikel Cakra 20 KV Di PT XYZ Muhalan, Budi Yanto Husodo Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Proteksi Pada suatu sistem tenaga listrik, meliputi pelayanan umum, industri, komersil, perumahan maupun sistem lainnya, mempunyai maksud yang sama yaitu menyediakan energi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current Relay) dan Recloser yang dipasang pada gardu induk atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik Ke Konsumen Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan teknis, dimana tenaga listrik dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB 252 Oleh Vigor Zius Muarayadi (41413110039) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Sistem proteksi jaringan tenaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen elektronika daya baik sebagai beban maupun sebagai alat kontrol yang mengakibatkan bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya

Lebih terperinci

Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap)

Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap) Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap) Fitrizawati 1, Siswanto Nurhadiyono 2, Nur Efendi 3 1,2,3 Program Studi Teknik Elektro Sekolah

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM TENAGA. Analisis Gangguan

ANALISIS SISTEM TENAGA. Analisis Gangguan ANALISIS SISTEM TENAGA Analisis Gangguan Dr. Muhammad Nurdin Ir. Nanang Hariyanto, MSc Departemen Teknik Elektro ITB Pendahuluan Sistem tenaga listrik pasti mengalami gangguan dengan arus yang besar Alat

Lebih terperinci

Pengaturan Ulang Rele Arus Lebih Sebagai Pengaman Utama Compressor Pada Feeder 2F PT. Ajinomoto Mojokerto

Pengaturan Ulang Rele Arus Lebih Sebagai Pengaman Utama Compressor Pada Feeder 2F PT. Ajinomoto Mojokerto 1 Pengaturan Ulang Rele Arus Lebih Sebagai Pengaman Utama Compressor Pada Feeder 2F PT. Ajinomoto Mojokerto Bagus Ibnu Pratama, Moch.Dhofir, dan Hery Purnomo Abstrak Proses produksi PT. Ajinomoto terhenti

Lebih terperinci

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 3.1 RELE JARAK Pada proteksi saluran udara tegangan tinggi, rele jarak digunakan sebagai pengaman utama sekaligus sebagai pengaman cadangan untuk

Lebih terperinci

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG 4.1 Tinjauan Umum Pada dasarnya proteksi bertujuan untuk mengisolir gangguan yang terjadi sehingga tidak

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gardu Induk Gardu induk adalah sub sistem dari sistem penyaluran (tranmisi) tenaga listrik, atau merupakan satu kesatuan dari sistem penyaluran, gardu induk memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proteksi Sistem Tenaga Listrik Proteksi terhadap suatu sistem tenaga listrik adalah sistem pengaman yang dilakukan terhadap peralatan- peralatan listrik, yang terpasang pada sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Gangguan adalah suatu ketidaknormalan ( interferes) dalam sistem tenaga listrik yang mengakibatkan mengalirnya arus yang tidak seimbang dalam sistem tiga fasa. Gangguan

Lebih terperinci

BAB IV 4.1. UMUM. a. Unit 1 = 100 MW, mulai beroperasi pada tanggal 20 januari 1979.

BAB IV 4.1. UMUM. a. Unit 1 = 100 MW, mulai beroperasi pada tanggal 20 januari 1979. BAB IV PERHITUGA ARUS GAGGUA HUBUG SIGKAT FASA TUGGAL KE TAAH TERHADAP GEERATOR YAG TITIK ETRALYA DI BUMIKA DEGA TAHAA TIGGI PADA PLTU MUARA KARAG 4.1. UMUM Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi yang sebelumnya terlebih dahulu dinaikkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Jaringan Distribusi Jaringan Pada Sistem Distribusi tegangan menengah (Primer 20kV) dapat dikelompokkan menjadi lima model, yaitu Jaringan Radial, Jaringan hantaran penghubung

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul 1 Judul ANALISA PENGGUNAAN ECLOSE 3 PHASA 20 KV UNTUK PENGAMAN AUS LEBIH PADA SUTM 20 KV SISTEM 3 PHASA 4 KAWAT DI PT. PLN (PESEO) APJ SEMAANG Disusun oleh : Kunto Herwin Bono NIM : L2F 303513 Jurusan

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR DI PLTG MUSI 2 PALEMBANG

SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR DI PLTG MUSI 2 PALEMBANG Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume, No. 1, Januari 014 SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR DI PLTG MUSI PALEMBANG Letifa Shintawaty 1 Abstrak : Sistem proteksi tenaga listrik adalah suatu peralatan listrik

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Tujuan Melakukan analisis terhadap sistem pengaman tenaga listrik di PT.PLN (PERSERO) Melakukan evaluasi

Lebih terperinci

Perencanaan Koordinasi Rele Pengaman Pada Sistem Kelistrikan Di PT. Wilmar Gresik Akibat Penambahan Daya

Perencanaan Koordinasi Rele Pengaman Pada Sistem Kelistrikan Di PT. Wilmar Gresik Akibat Penambahan Daya Perencanaan Koordinasi Rele Pengaman Pada Sistem Kelistrikan Di PT. Wilmar Gresik Akibat Penambahan Daya Oleh : Duta Satria Yusmiharga 2208 100 162 Dosen Pembimbing : 1. Prof.Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc.,Ph.D

Lebih terperinci

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1. Umum Berdasarkan standard operasi PT. PLN (Persero), setiap pelanggan energi listrik dengan daya kontrak di atas 197 kva dilayani melalui jaringan tegangan menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transmisi memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyaluran daya. Oleh karena itu pengaman pada saluran transmisi perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian mengenai pengaman yang terdapat pada busbar 150 kv telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan pengaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan tentang gangguan pada sistem tenaga listrik, sistem proteksi tenaga listrik, dan metoda proteksi pada transformator daya. 2.1 Gangguan dalam Sistem Tenaga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA 3.1 Sistem Proteksi Pada Transformator Daya 3.1.1 Peralatan Proteksi Jaringan tenaga listrik secara garis besar terdiri dari pusat pembangkit, jaringan transmisi (gardu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PERHITUNGAN RELAI ARUS LEBIH DAN RELAI GANGGUAN PENTANAHAN PADA PANEL UTAMA TEGANGAN RENDAH DI PT. SINAR INTI ELEKTRINDO RAYA

TUGAS AKHIR ANALISA PERHITUNGAN RELAI ARUS LEBIH DAN RELAI GANGGUAN PENTANAHAN PADA PANEL UTAMA TEGANGAN RENDAH DI PT. SINAR INTI ELEKTRINDO RAYA TUGAS AKHIR ANALISA PERHITUNGAN RELAI ARUS LEBIH DAN RELAI GANGGUAN PENTANAHAN PADA PANEL UTAMA TEGANGAN RENDAH DI PT. SINAR INTI ELEKTRINDO RAYA Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Akademis dan Untuk Mencapai

Lebih terperinci

Analisa Koordinasi Rele Pengaman Transformator Pada Sistem Jaringan Kelistrikan di PLTD Buntok

Analisa Koordinasi Rele Pengaman Transformator Pada Sistem Jaringan Kelistrikan di PLTD Buntok Analisa Koordinasi Rele Pengaman Transformator Pada Sistem Jaringan Kelistrikan di PLTD Buntok Yusuf Ismail Nakhoda, Awan Uji Krismanto, dan Maskur Usmanto Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak BAB I PENDAHULUAN 1-1. Latar Belakang Masalah Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak sering terjadi, karena hal ini akan mengganggu suatu proses produksi yang terjadi

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN PENGGUNAAN PROTEKSI POWER BUS DI PT. LINDE INDONESIA GRESIK

STUDI PERENCANAAN PENGGUNAAN PROTEKSI POWER BUS DI PT. LINDE INDONESIA GRESIK STUDI PERENCANAAN PENGGUNAAN PROTEKSI POWER BUS DI PT. LINDE INDONESIA GRESIK Nama : Sandi Agusta Jiwantoro NRP : 2210105021 Pembimbing : 1. Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT. 2. Dr. Dedet Candra Riawan, ST.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh. BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Jaringan Distribusi Pada dasarnya dalam sistem tenaga listrik, dikenal 3 (tiga) bagian utama seperti pada gambar 2.1 yaitu : a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA. Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu

BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA. Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu BAB III GANGGUAN SIMPATETIK TRIP PADA GARDU INDUK PUNCAK ARDI MULIA 3.1. Pengertian Simpatetik Trip adalah sebuah kejadian yang sering terjadi pada sebuah gardu induk, dimana pemutus tenaga dari penyulang-penyulang

Lebih terperinci

FEEDER PROTECTION. Penyaji : Ir. Yanuar Hakim, MSc.

FEEDER PROTECTION. Penyaji : Ir. Yanuar Hakim, MSc. FEEDER PROTECTION Penyaji : Ir. Yanuar Hakim, MSc. DIAGRAM SATU GARIS PEMBANGKIT TRAFO UNIT TRANSMISI SISTEM GENERATOR BUS HV TRAFO P.S BUS TM GARDU INDUK PERLU DIKOORDINASIKAN RELAI PENGAMAN OC + GF ANTARA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Lampung dan PT. PLN (Persero) Cabang Tanjung Karang pada. bulan Maret 2013 sampai dengan selesai.

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Lampung dan PT. PLN (Persero) Cabang Tanjung Karang pada. bulan Maret 2013 sampai dengan selesai. 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini bertempat di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dan PT. PLN (Persero) Cabang Tanjung Karang

Lebih terperinci

Penentuan Kapasitas CB Dengan Analisa Hubung Singkat Pada Jaringan 70 kv Sistem Minahasa

Penentuan Kapasitas CB Dengan Analisa Hubung Singkat Pada Jaringan 70 kv Sistem Minahasa 1 Penentuan Kapasitas CB Dengan Analisa Hubung Singkat Pada Jaringan 70 kv Sistem Minahasa Filia Majesty Posundu, Lily S. Patras, ST., MT., Ir. Fielman Lisi, MT., dan Maickel Tuegeh, ST., MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu penentu kehandalan sebuah sistem. Relay merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu penentu kehandalan sebuah sistem. Relay merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem proteksi merupakan bagian penting dalam sebuah sistem kelistrikan yang menjadi salah satu penentu kehandalan sebuah sistem. Relay merupakan bagian dari sistem

Lebih terperinci

BAB V RELE ARUS LEBIH (OVER CURRENT RELAY)

BAB V RELE ARUS LEBIH (OVER CURRENT RELAY) BAB V RELE ARUS LEBH (OVER CURRENT RELAY) 5.1 Pendahuluan Saluran dilindungi oleh relai arus lebih, relai jarak dan rele pilot, tergantung pada persyaratan. Relay arus lebih adalah sederhana, murah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Secara umum suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama, yaitu, pusat pembangkitan listrik, saluran transmisi dan sistem distribusi. Perlu dikemukakan bahwa

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (Genap ) Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro ITS

Sidang Tugas Akhir (Genap ) Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro ITS Nama : Luqman Erwansyah NRP : 2210 105 027 Pembimbing : 1. Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT. 2. Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, ST. MT. Sidang Tugas Akhir (Genap 2011-2012) Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformator Daya Transformator merupakan peralatan listrik yang berfungsi untuk menyalurkan daya/tenaga dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya. Transformator

Lebih terperinci

Pertemuan ke : 4 Bab. III

Pertemuan ke : 4 Bab. III Pertemuan ke : 4 Bab. III Pokok bahasan : Peralatan input relay Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa mengetahui macam-macam trafo tegangan, dan trafo arus terutama yang digunakan pada relay proteksi

Lebih terperinci