KOMPOSISI COLEOPTERA PERMUKAAN TANAH PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KENAGARIAN MANGGOPOH KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPOSISI COLEOPTERA PERMUKAAN TANAH PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KENAGARIAN MANGGOPOH KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH"

Transkripsi

1 KOMPOSISI COLEOPTERA PERMUKAAN TANAH PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KENAGARIAN MANGGOPOH KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1) SYELMI NOVALISA NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2016

2

3 KOMPOSISI COLEOPTERA PERMUKAAN TANAH PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KENAGARIAN MANGGOPOH KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Syelmi Novalisa, Nurhadi, dan Febri Yanti Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat ABSTRACT Changes in the conditions of forest into oil palm plantation area is expected to affect the condition of vegetation and animals existing ground surface. One that happens is the loss of biodiversity and habitats for some types of Coleoptera. Changes in composition of communities and specific vegetation in an ecosystem implies a change in soil animal community and vice versa. This study aims to determine the composition of the ground surface Coleoptera in oil palm plantations in Kenagarian Manggopoh, District Lubuk cone, Agam and soil physico-chemical factors. The research was conducted in February The study used a descriptive survey method by means of direct collection using pitfall traps (30 pitfall traps) in two oil palm plantations age of 9 years and 22 years. The results showed that there were 140 individuals Coleoptera included in 15 genera and 10 families. Coleoptera composition of the ground at the second station there is a difference. Physical-chemical soil factors in oil palm plantations in Kenagarian Manggopoh Agam District of Lubuk cone still support for life Coleoptera ground. Vegetation on the basis of oil palm plantations found to consist of 9 species. Key words : Composition, Coleoptera soil surface, and oil palm plantations PENDAHULUAN Perkebunan kelapa sawit telah banyak berkembang diberbagai daerah di Indonesia salah satunya adalah di Provinsi Sumatera Barat. Salah satu perkebunan kelapa sawit yang ada di Sumatera Barat adalah perkebunan kelapa sawit milik PT. Karya Agung Mega Utama (KAMU) yang terletak di Kenagarian Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam. Perkebunan kelapa sawit PT. Karya Agung Mega Utama memiliki luas keseluruhan adalah 1250 Ha. Lahan yang sudah dibuka atau dimanfaatkan sebagai perkebunan kelapa sawit seluas 886,3 Ha. Perkebunan ini berbatasan dengan pemukiman penduduk dan dekat dengan pinggir jalan raya. Sebelum menjadi areal perkebunan kelapa sawit areal tersebut adalah hutan. Perubahan kondisi dari areal hutan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit diperkirakan akan mempengaruhi kondisi vegetasi dan hewan permukaan tanah yang ada. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah hilangnya biodiversity dan rusaknya habitat beberapa jenis Coleoptera. Adianto (1986) perubahan lingkungan suatu komunitas dapat menurunkan populasi dan menaikkan populasi suatu organisme yang lain ataupun dapat pula menyebabkan bermigrasinya suatu kelompok hewan ke tempat yang lebih sesuai untuk hidupnya, bahkan hilangnya suatu spesies dari habitat aslinya yang telah mengalami perubahan. Menurut Adisoemarto (1998) perubahan komunitas dan komposisi vegetasi tertentu pada suatu ekosistem secara tidak langsung menunjukkan adanya perubahan komunitas hewan tanah dan sebaliknya. Kumbang (Coleoptera) dapat ditemukan pada hampir setiap tipe habitat di tempat serangga apapun ditemukan, dan memakan segala macam bahan tumbuhan dan hewan. Banyak yang sebagai pemakan tumbuhtumbuhan, banyak yang bersifat pemangsa, dan beberapa pemakan zat-zat organik yang membusuk, yang lainnya makan jamur, dan sangat sedikit yang bersifat parasit. Beberapa habitatnya di bawah tanah, ada yang akuatik atau semiakuatik dan ada yang hidup secara

4 komensal di sarang-sarang serangga-sosial (Borror, Triplehorn dan Johnson,1992). Beberapa jenis ada yang langsung berinteraksi dengan kepentingan manusia. Jenis-jenis yang bersaing dengan makanan dan merusak produk manusia dipandang sebagai hama yang harus dikendalikakn populasinya. Beberapa jenis ada yang berguna bagi manusia misalnya, kumbang predator yang digunakan untuk pengendalian hama secara hayati. Kumbang juga berperan sebagai perombak dengan merombak kayu mati di dalam hutan, binatang mati dan kotoran ternak (Kahono dan Amir, 2003). Coleoptera permukaan tanah sebagai komponen biotik pada ekosistem tanah sangat tergantung pada faktor lingkungan. Perubahan lingkungan akan berpengaruh terhadap kehadiran dan kepadatan populasi Coleoptera. Takeda (1981) menyatakan bahwa perubahan faktor fisika-kimia tanah berpengaruh terhadap kepadatan hewan tanah. Penelitian mengenai Arthroppoda permukaan tanah pernah dilakukan oleh Nurhadi dan Rina Widiana (2009) mendapatkan urutan kepadatan relatif Coleoptera nomor 3 pada areal yang belum dijadikan tempat penambangan batu bara (hutan pinus) Talawi Sawahlunto. Penelitian tentang serangga permukaan tanah dilakukan juga oleh Ma arif (2014) di Kabupaten Tabanan Bali famili dari ordo Coleoptera yang didapat yaitu Staphylinidae, Scarabaeidae, Bothrideridae, Rhipiphoridae, Nitidulidae, dan Carabidae. Penelitian mengenai ordo Coleoptera pemukaan tanah pernah dilakukan oleh Risdawati (2013) tentang komposisi kumbang (Coleoptera) permukaan tanah di perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) rakyat Kanagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung ditemukan 15 famili yang terdiri dari 23 genus dan 66 individu. Famili dari ordo Coleoptera yang ditemukan oleh Risdawati (2013) adalah Branchinidae, Carabidae, Cerambycidae, Coccinelidae, Curculionidae, Discolomatidae, Erotylidae, Helotydae, Licidae, Meloidae, Mycetophagidae, Rhyzophagidae, Rhynchophoridae, Scarabacidae, dan Tenebrionidae. Selain itu juga dilakukan oleh Oktavianra (2014) tentang komposisi Coleoptera permukaan tanah di tiga lokasi Desa Penarik Kecamatan Penarik Kabupaten Mukomuko ditemukan 4 famili, 10 genus dan 20 individu. Famili dari ordo Coleoptera yang ditemukan oleh Oktavianra (2014) adalah Crysomelidae, Dermestidae, Meloidae, dan Scarabicidae. Namun, penelitian tentang Coleoptera permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit di Kenagarian Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi Coleoptera permukaan tanah di areal perkebunan kelapa sawit pada umur yang berbeda di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam. BAHAN DAN METODE Pengambilan sampel Coleoptera permukaan tanah dilaksanakan pada bulan Februari 2016 di areal perkebunan kelapa sawit PT. Karya Agung Mega Utama di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Sampel Coleoptera permukaan tanah diambil dengan perangkap sumuran (pitfall trap) yaitu berupa gelas plastik dengan diameter 15 cm dan tinggi 6 cm. Pemasangan perangkap jebak dilakukan di dua stasiun, pada tiap stasiun dipasang 30 perangkap jebak dengan jarak antar perangkap jebak adalah minimal 5 m. Stasiun I pada areal perkebunan kelapa sawit yang berumur ± 9 tahun. Areal ini memiliki luas ± 29 Ha dengan jenis vegetasi gramine. Stasiun II pada areal perkebunan kelapa sawit yang berumur ± 22 tahun. Areal ini memiliki luas ± 48 Ha dengan vegetasinya yang didominasi oleh gramine dan jenis pakupakuan. Sebelum bejana perangkap dipasang, terlebih dahulu tanah digali seukuran bejana perangkap. Bejana perangkap dibenamkan dan bagian mulut bejana disejajarkan dengan permukaan tanah. Setelah itu, bejana diisi dengan larutan kahle sebanyak sepertiga dari tinggi bejana. Agar tidak masuk air hujan maka perangkap diberi atap berupa seng yang telah ditempelkan pada kayu penyangga. Jarak antara atap seng dengan permukaan tanah 15 cm. Perangkap dibiarkan selama 3 x 24 jam. Setelah 3 x 24 jam Coleoptera permukaan tanah yang terperangkap dikoleksi dan diidentifikasi. Identifikasi sampel Coleoptera permukaan tanah dilakukan di Laboratorium Zoologi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Identifikasi menggunakan acuan Borror, Triplehorn dan Jhonson (1992), Borror dan White (1970),

5 Kahono dan Amir (2003), dan Hangay, G. and P. Zborowski (2010). Pengukuran kadar karbon (C) organik tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Identifikasi sampel tumbuhan yang dibuat herbarium dilakukan di Herbarium ANDA FMIPA Universitas Andalas Padang. Pengukuran suhu udara, suhu tanah, ph tanah, kadar air tanah dan kadar C organik tanah mengacu pada Suin (2006). Data komposisi Coleoptera permukaan tanah dianalisis dengan acuan Suin (2006), analisis korelasi jenjang Speraman (Sudjana, 1997), indeks similaritas dan indeks diversitas (Suin, 2006). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai komposisi Coleoptera permukaan tanah pada perkebunan kelapa sawit di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam didapatkan 10 famili yang terdiri dari 15 genus dan 140 individu (Tabel 1) Stasiun I Stasiun II 106 Famili Genus Individu Gambar. Jumlah famili, genus dan individu Coleoptera permukaan tanah di stasiun I dan stasiun II Tabel 1. Jumlah Individu Coleoptera Permukaan Tanah Pada Daerah Pengambilan Sampel Famili Genus Jumlah Individu Jumlah Stasiun I Stasiun II 1. Coccinellidae 1. Coccinella Carabidae 2. Cicindela Anisodactylus Curculionidae 4. Xyleborus Sitophilus Scarabaeidae 6. Apogonia Onthopagus Aphodius Lepidiota Pselaphidae 10. Heterhelus Chrysomelidae 11. Tribe Nitidulidae 12. Soronia Hydrophilidae 13. Hydrophilus Staphylidae 14. Sepedophylus Georissidae 15. Georissus Jumlah Hasil yang didapat lebih banyak dibanding dengan penelitian sebelumnya. Seperti yang ditemukan Risdawati (2013) pada perkebunan kelapa sawit rakyat Kanagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung sebanyak 15 famili, 23 genus dan 66 individu. Serta Oktavianra (2014) pada tiga lokasi di Desa Penarik Kecamatan Penarik Kabupaten Mukomuko ditemukan 4 famili, 10 genus dan 20 individu. Banyaknya individu yang ditemukan pada areal perkebunan kelapa sawit diduga adanya pengaruh faktor lingkungan yang mendukung untuk kelangsungan hidup Coleoptera. Suin (2006) mengemukakan bahwa keberadaan dan kepadatan populasi jenis hewan tanah disuatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Coleoptera yang terukur pada daerah penelitian (Tabel 1) adalah suhu udara pada stasiun I berkisar 26 o C-34 o C dan stasiun II berkisar 25 o C-28 o C. Suhu tanah yang terukur pada stasiun I berkisar 25 o C-29 o C dan stasiun II berkisar 25 o C-28 o C. Suhu yang terukur pada kedua stasiun merupakan suhu optimal yang mendukung untuk kelangsungan hidup Coleoptera permukaan tanah. Jumar (2000) kisaran suhu yang efektif bagi serangga adalah suhu minimum 15 o C, suhu optimum 25 o C, dan suhu maximum 45 o C. Kadar C organik tanah juga mempengaruhi hidup Coleoptera. Kadar C organik tanah pada stasiun I 4,23% dan stasiun II 4,63%. Kadar C organik tanah pada kedua

6 stasiun tergolong tinggi. Menurut Adianto (1986) kadar C organik tanah tergolong tinggi bila lebih dari 3,01%. Hal ini sesuai dengan kondisi perkebunan kelapa sawit yang memiliki vegetasi dasar yang cukup rapat dan memiliki serasah yang dapat menyumbangkan unsur hara untuk kelangsungan hidup Coleoptera permukaan tanah yang ada. Keberadaan Coleoptera juga bergantung pada ph tanah. ph tanah pada kedua stasiun dapat dilihat pada Tabel 3. Kisaran ph tanah pada stasiun I adalah 6,4-7,0 dan pada stasiun II kisaran ph tanahnya adalah 6,4-6,8. Hal ini berarti bahwa ph tanah pada kedua stasiun masih mendukung untuk persediaan unsur hara pada tanah. ph tanah pada kedua stasiun tergolong netral, sehingga hewan yang hidup di sana tergolong netrofil. Hal ini sesuai dengan pendapat Suin (2006) bahwa hewan tanah dapat digolongkan berdasarkan ph tanah yaitu asidofil (< 6,5), netrofil (6,5-7,5), dan basofil (> 7,5). ph tanah yang netral sangat memungkinkan ditumbuhi vegetasi terutama vegetasi dasar. Kadar air tanah pada stasiun I tergolong tinggi yaitu 30% sedangkan kadar air tanah pada stasiun II tergolong rendah yaitu 28%. Menurut Adianto (1986) kadar air tanah tergolong rendah bila kurang dari 30%. Kepadatan pada stasiun II lebih tinggi dibanding stasiun I, namun kadar air tanah pada stasiun I lebih tinggi dibanding stasiun II. Hal ini menunjukkan resistensi hewan tanah terhadap faktor kimia tanah untuk aktivitas hidupnya berbeda. Ada hewan tanah yang memiliki resistensi atau toleransi tinggi terhadap perubahan faktor kimia tanah dan begitu juga sebaliknya, sehingga kehadirannya disuatu daerah juga membuktikan kemampuannya beradaptasi. Oleh karena itu, Coleoptera yang ditemui pada kedua stasiun penelitian beranekaragam jenisnya. Tabel 2. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia Pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam Parameter Stasiun I Stasiun II Suhu udara ( o C) Suhu tanah ( o C) Kelembaban udara (%) ph tanah Kadar air tanah (%) C organik tanah (%) Tabel 3. Kepadatan Relatif dan Frekuensi Relatif Coleoptera Permukaan Tanah Pada Daerah Pengambilan Sampel Stasiun Famili Genus I II KR (%) FR (%) KR (%) FR (%) 1. Coccinellidae 1. Coccinella Carabidae 2. Cicindela Anisodactylus Curculionidae 4. Xyleborus Sitophilus Scarabaeidae 6. Apogonia Onthopagus Aphodius Lepidiota Pselaphidae 10. Heterhelus Chrysomelidae 11. Tribe Nitidulidae 12. Soronia Hydrophilidae 13. Hydrophilus Staphylidae 14. Sepedophylus Georissidae 15. Georissus Jumlah Keterangan: FR= frekuensi relatif, KR= kepadatan relatif

7 Komposisi Coleoptera permukaan tanah pada kedua stasiun di perkebunan kelapa sawit di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam dapat dilihat pada Tabel 2. Kepadatan relatif yang tertinggi pada stasiun I adalah famili Curculionidae yaitu genus Xyleborus (86,49%). Sedangkan kepadatan relatif yang terendah pada stasiun I adalah genus Sitophilus, Lepidiota, dan Georissus (2,70%). Pada stasiun II, kepadatan relatif yang tertinggi adalah genus Xyleborus (76,49%) yang termasuk ke dalam famili Curculionidae. Sedangkan kepadatan relatif yang terendah pada stasiun II adalah genus Coccinella, Anisodactylus, Apogonia, Aphodius, Tribe, Soronia, dan Sepedophylus (0,85%). Tabel 4. Vegetasi yang Ditemukan Pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam No Famili Spesies Stasiun I Stasiun II 1. Piperaceae Peperomia pellucid (L.) Kunth 2. Rubiaceae Oldenlandia prostrata (Blume) Kuntze 3. Poaceae Isachne globosa (Thunb.) Kuntze 4. Compositae Spilanthes acmella (L.) L Lamiaceae Leucas Zeylanica (L.) W. T. Aiton 6. Cystopteridaceae Gymnocarpium dryopteris (L.) Newman - 7. Lygodiaceae Lygodium circinatum (Burm. f.) Sw Urticaceae Gonostegia pentandra (Roxb.) Miq - 9. Pteridaceae Adiantum villosum L. - Ditemukannya genus Xyleborus pada kedua stasiun dan merupakan kepadatan relatif tertinggi pada masing-masing stasiun diduga karena pada masing-masing stasiun memiliki vegetasi dasar yang cukup tebal dan terdapat potongan dahan tanaman kelapa sawit yang telah melapuk. Dapat dilihat pada Tabel 4 vegetasi yang ditemukan pada kedua stasiun memiliki kesamaan. Piperaceae, Rubiaceae, Poaceae, dan Lamiaceae yang ditemukan pada stasiun I juga terdapat pada stasiun II.Hal ini sesuai pendapat Borror dkk. (1992) bahwa kelompok Curculionidae merupakan pemakan tumbuh-tumbuhan dan banyak yang sebagai hama serius. Hampir semua bagian tumbuhan dapat diserang dari akar ke atas. Juga ada yang hidup pada tanaman dan merombak bahan organik tumbuhan. Menurut Jumar (2000) jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik dengan cepat. Pada suhu yang optimum, kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian sebelum batas umur sedikit. Kepadatan relatif terendah pada stasiun I adalah genus Sitophilus (2,70%), Lepidiota (2,70%), dan Georissus (2,70%). Ketiga genus tersebut tidak ditemukan pada stasiun II. Sitophilus hadir diduga karena aktivitas mencari makan pada butiran-butiran buah. Kumbang ini memakan butiran-butiran, sehingga ketika mencari makan kumbang ini terjatuh dan terperangkap pada perangkap jebak. Genus Lepidiota merupakan pemakan daun. Kumbang ini dapat ditemukan pada berbagai tumbuhan pohon dan semak. Kumbang ini lebih aktif makan pada malam hari dan terjatuh pada perangkap jebak. Selanjutnya genus Georissus, kumbang ini dapat ditemukan di dalam lumpur ataupun aliran-aliran air dan memakan algae. Kumbang ini hadir diduga akibat adanya aktivitas manusia pada habitatnya sehingga kumbang ini keluar dari habitatnya dan terjatuh pada perangkap jebak. Kepadatan relatif yang terendah pada stasiun II adalah genus Coccinella, Anisodactylus, Apogonia, Aphodius, Tribe, Soronia, dan Sepedophylus dengan kepadatan relatif 0,85%. Rendahnya kepadatan relatif pada genus-genus tersebut diduga karena faktor lingkungan serta aktivitas kumbang itu sendiri. Genus-genus tersebut tidak ditemukan pada stasiun I. Hal ini diduga karena rendahnya toleransi spesies tertentu terhadap faktor lingkungan sehingga tidak semua spesies ditemukan di kedua stasiun. Selain itu juga dapat diduga karena pada stasiun II vegetasi beranekaragam serta adanya vegetasi yang berbunga seperti Oldenlandia prostrata, Spilanthes acmella, Leucas zeylanica, dan Gonostegia pentandra. Pada stasiun II juga

8 ditemukan jamur dalam jumlah yang banyak, sehingga pada stasiun II sumber makanan lebih melimpah. Frekuensi kehadiran pada kedua stasiun penelitian bersifat aksidental (3,37%- 57,14%), artinya kehadiran genus Coleoptera permukaan tanah yang diperoleh hanya tibatiba atau jarang di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran Coleoptera pada stasiun penelitian tidak tersebar luas. Hasil analisis korelasi jenjang Spearman antara stasiun I dan stasiun II diperoleh r' = 0,39 berkorelasi tidak nyata pada taraf α 5% (r tabel = 0,425). Artinya terdapat perbedaan komposisi Coleoptera permukaan tanah kedua stasiun. Hal ini diduga karena jenis vegetasi yang ditemukan pada stasiun II lebih beranekaragam dan juga terdapat jamur dan lumut dalam jumlah yang banyak sebagai sumber makanan bagi Coleoptera. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, rendahnya toleransi spesies tertentu terhadap faktor lingkungan sehingga tidak semua spesies ditemukan di kedua stasiun dan juga aktivitas hewan itu sendiri, ada hewan yang penyebarannya luas dengan kepadatan tinggi pada suatu habitat tertentu. Adanya aktivitas manusia juga dapat mempengaruhi perbedaan komposisi antara kedua stasiun. Ada jenis kumbang tertentu yang dapat hidup di kedua stasiun dan ada yang tidak dapat hidup di kedua stasiun atau hanya salah satu stasiun saja. Indeks similaritas pada kedua stasiun adalah 12,5%. Hasil indeks similaritas tersebut menunjukkan bahwa genus Coleoptera yang terdapat pada stasiun I dengan stasiun II 87,5% berbeda. Artinya mempunyai kesamaan yang sangat sedikit atau dikatakan sangat tidak mirip. Hal ini sesuai dengan pendapat Krebs (1985 dalam Nurhadi, 2003) dua ekosistem dikatakan memiliki persamaan komunitas bila indeks similaritasnya lebih dari 50%. Perbedaan yang terjadi karena adanya faktor lain yang juga ikut menentukan komunitas itu. Hasil analisis indeks diversitas pada stasiun I adalah 0,59 dan pada stasiun II adalah 0,94. Hal ini menunjukkan bahwa indeks diversitas pada kedua stasiun rendah. Menurut Ma Arif (2014) diversitas tinggi bila H > 3, sedang 1 > H < 3, dan rendah H < 1. Keanekaragaman yang rendah diduga karena adanya gangguan akibat aktivitas manusia. Seperti adanya aktivitas pengambilan kayu bakar di areal perkebunan kelapa sawit. Adanya aktivitas pengambilan buah kelapa sawit yang siap panen di areal perkebunan kelapa sawit pada stasiun I dan stasiun II dan adanya aktivitas pemupukan serta penyiangan daun kelapa sawit pada stasiun I. Vegetasi dasar yang ditemukan di daerah pengambilan sampel Coleoptera permukaan tanah pada stasiun I ditemukan 5 spesies dan stasiun II ditemukan 8 spesies. Vegetasi sangat menetukan kelembaban tanah dan kelembaban tanah menentukan kehadiran Coleoptera permukaan tanah. Vegetasi berperan sebagai tempat berlindung dan juga sebagai penyedia sumber makanan. KESIMPULAN Komposisi Coleoptera permukaan tanah di areal perkebunan kelapa sawit di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam terdiri dari 10 famili, 15 genus dan 140 individu. Komposisi Coleoptera permukaan tanah pada kedua stasiun terdapat perbedaan. Faktor fisika kimia tanah di perkebunan kelapa sawit di Kenagarian Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam masih mendukung untuk kehidupan Coleoptera permukaan tanah. Vegetasi dasar di perkebunan kelapa sawit ditemukan terdiri dari 9 species. DAFTAR PUSTAKA Adianto Biologi Pertanian. Bandung: Alumni Bandung. Adisoemarto, S., Kemungkinan Penggunaan Serangga Sebagai Indikator Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Jurnal Biota, 3 (1), Borror, D. J., C. A. Triplehorn, & N. F. Johnson Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jumar Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta. Ma Arif. S Diversitas Serangga Permukaan Tanah Pada Pertanian Holtikultura Organik Di Banjar Titigalar Desa Bangli Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan Bali. Jurnal Biologi xviii (1): Bali. Nurhadi Komposisi dan Struktur Komunitas Hewan Tanah Di Sekitar Pabrik Pupuk Sriwijaya Palembang. Tesis. Universitas Andalas Padang. (tidak dipublikasikan).

9 Nurhadi dan Rina Widiana Komposisi Arthropoda Permukaan Tanah di Kawasan Penambangan Batu Bara di Kecamatan Talawi Sawahlunto. Jurnal, (Online). Vol. 1, No. 2, ( diakses 22 Januari 2016) Oktavianra Komposisi Kumbang (Coleoptera) Permukaan Tanah Di Tiga Lokasi Desa Penarik Kecamatan Penarik Kabupaten Mukomuko. Skripsi. PMIPA STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang. (Tidak dipublikasikan). Risdawati, Fauzia Komposisi Kumbang (Coleoptera) Permukaan Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaq.) Rakyat Kenagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung. Skripsi. PMIPA STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang. (Tidak dipublikasikan). Suin, Nurdin Muhammad Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

10

SPESIES COLLEMBOLA PADA AREAL KEBUN KELAPA SAWIT DI DESA SALAREH AIA KECAMATAN PALEMBAYAN KABUPATEN AGAM JURNAL NOFTISA FATMA SARI NIM.

SPESIES COLLEMBOLA PADA AREAL KEBUN KELAPA SAWIT DI DESA SALAREH AIA KECAMATAN PALEMBAYAN KABUPATEN AGAM JURNAL NOFTISA FATMA SARI NIM. SPESIES COLLEMBOLA PADA AREAL KEBUN KELAPA SAWIT DI DESA SALAREH AIA KECAMATAN PALEMBAYAN KABUPATEN AGAM JURNAL NOFTISA FATMA SARI NIM. 12010190 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

KOMPOSISI CARABIDAE PADA PERTANAMAN KAKAO RAKYAT KELURAHAN BALAI GADANG KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG

KOMPOSISI CARABIDAE PADA PERTANAMAN KAKAO RAKYAT KELURAHAN BALAI GADANG KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG KOMPOSISI CARABIDAE PADA PERTANAMAN KAKAO RAKYAT KELURAHAN BALAI GADANG KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG Iit Julyan, Jasmi, dan Armein Lusi Z Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL

KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL KOMPOSISI CACING TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI JORONG LUBUK HIJAU KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN E-JURNAL NURSAKINAH NIM. 11010077 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN

Lebih terperinci

KOMPOSISI SERANGGA TANAH PADA KEBUN KARET DI NAGARI PADANG XI PUNGGASAN KECAMATAN LINGGO SARIBAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN

KOMPOSISI SERANGGA TANAH PADA KEBUN KARET DI NAGARI PADANG XI PUNGGASAN KECAMATAN LINGGO SARIBAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN KOMPOSISI SERANGGA TANAH PADA KEBUN KARET DI NAGARI PADANG XI PUNGGASAN KECAMATAN LINGGO SARIBAGANTI KABUPATEN PESISIR SELATAN Oleh : Fitri Elisa, Jasmi dan Abizar Program Studi Pendidikkan Biologi Sekolah

Lebih terperinci

KOMPOSISI ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH DI KAWASAN PENAMBANGAN BATUBARA DI KECAMATAN TALAWI SAWAHLUNTO

KOMPOSISI ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH DI KAWASAN PENAMBANGAN BATUBARA DI KECAMATAN TALAWI SAWAHLUNTO KOMPOSISI ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH DI KAWASAN PENAMBANGAN BATUBARA DI KECAMATAN TALAWI SAWAHLUNTO Drs. Nurhadi, M.Si dan Rina Widiana, S.Si., M.Si (Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO SKRIPSI Oleh Devia Istikoma NIM 091810401029 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL

KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL KOMPOSISI HYMENOPTERA PERMUKAAN TANAH DI DUA AGROEKOSISTEM DAN HUTAN DI KANAGARIAN SUNGAI DUO KECAMATAN PAUAH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL YANCE MARIANI 09010117 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 50 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

ROTIFERA PADA AREA BEKAS TAMBANG EMAS DI KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG ROTIFERA AT GOLD MINED AREAS IN KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG

ROTIFERA PADA AREA BEKAS TAMBANG EMAS DI KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG ROTIFERA AT GOLD MINED AREAS IN KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG Bio-site. Vol. 02 No. 1, Mei 2016 : 1-5I SSN: 2502-6178 ROTIFERA PADA AREA BEKAS TAMBANG EMAS DI KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG ROTIFERA AT GOLD MINED AREAS IN KABUPATEN SAWAHLUNTO SIJUNJUNG Silvi Susanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Ayu Wahyuni 1, Armein Lusi 2, Lora Purnamasari 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, kaki seribu dan hewan mirip lainnya. Arthropoda adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 49 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DI AREAL PERKEBUNAN PT. TOLAN TIGA KERASAAN ESTATE KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI IIN N. SIDABUTAR

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan ragam jenisnya. Serangga memiliki beberapa

Lebih terperinci

DIVERSITAS SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA PERTANIAN HORTIKULTURA ORGANIK DI BANJAR TITIGALAR, DESA BANGLI, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN-BALI

DIVERSITAS SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA PERTANIAN HORTIKULTURA ORGANIK DI BANJAR TITIGALAR, DESA BANGLI, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN-BALI Jurnal Biologi XVIII (1) : 28-32 ISSN : 1410-5292 DIVERSITAS SERANGGA PERMUKAAN TANAH PADA PERTANIAN HORTIKULTURA ORGANIK DI BANJAR TITIGALAR, DESA BANGLI, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN-BALI THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.

Lebih terperinci

PRAKATA. Purwokerto, Februari Penulis

PRAKATA. Purwokerto, Februari Penulis PRAKATA Skripsi ini ditulis guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana sains pada Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Penulis mengambil topik tentang Komunitas Kumbang Koprofagus (Coleoptera:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

Keanekaragaman arthropoda pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat

Keanekaragaman arthropoda pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 2, Nomor 1, September 2016 ISSN: 2407-8050 Halaman: 120-124 DOI: 10.13057/psnmbi/m020123 Keanekaragaman arthropoda pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG SS Oleh: Ennike Gusti Rahmi 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel semut pada tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI KEPIK PENGHISAP BUAH

KEPADATAN POPULASI KEPIK PENGHISAP BUAH KEPADATAN POPULASI KEPIK PENGHISAP BUAH (Helopeltis theivora) PADA PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PADANG MARDANI KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM E JURNAL WIDYA FITRIANI NIM. 11010065 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan 90 BAB V PEMBAHASAN A. Persebaran Serangga Pada Lahan Padi Jenis - jenis serangga yang ditemukan pada setiap wilayah sampling telah diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

JURNAL WIWIT SATRIA NIM:

JURNAL WIWIT SATRIA NIM: KOMPOSISI SERANGGA MALAM YANG DITEMUKAN DI AREAL KEBUN BUAH NAGA BERDAGING MERAH DI KENAGARIAN IV KOTO HILIE KECAMATAN BATANG KAPAS KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL WIWIT SATRIA NIM: 09010077 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR Oleh/by SUSILAWATI Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data dan menginterprestasikan data yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini

Lebih terperinci

Tetri Handayani, Ismed Wahidi, Yosmed Hidayat. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Tetri Handayani, Ismed Wahidi, Yosmed Hidayat. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat KEPADATAN POPULASI KEONG MAS (Pomacea canaliculata Lamarck.) PADA AREAL PERSAWAHAN KORONG SUNGAI RANTAI KECAMATAN SUNGAI GERINGGING KABUPATEN PADANG PARIAMAN Tetri Handayani, Ismed Wahidi, Yosmed Hidayat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam kelompok rumput-rumputan (famili Poaceae). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 SURVEI INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DAN PERSENTASE SERANGAN RAYAP PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT BILAH PLANTINDO KABUPATEN LABUHAN BATU SKRIPSI OLEH KRISNO JONO ARIFIN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hewan tanah merupakan bagian dari tanah. Sebagian besar organisme tanah itu hidup pada lapisan tanah bagian atas, karena memang tanah bagian atas merupakan media yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN SKRIPSI ANALISIS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USIA 28 TAHUN DI PT. ASAM JAWA KECAMATAN TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN Oleh: Rahmad Gagah Pribadi 11082100306 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1 ANALISIS KEANEKARAGAMAN EPIFAUNA DENGAN METODE KOLEKSI PITFALL TRAP DI KAWASAN HUTAN CANGAR MALANG I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram ABSTRAK Analisis terhadap keanekaragaman ( diversity) merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kegiatan penambangan telah meningkatkan isu kerusakan lingkungan dan konsekuensi serius terhadap lingkungan lokal maupun global. Dampak penambangan yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU Khairijon, Mayta NovaIiza Isda, Huryatul Islam. Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

KOMUNITAS DAN PREFERENSI HABITAT GASTROPODA PADA KEDALAMAN BERBEDA DI ZONA LITORAL DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT TESIS OLEH: YULI WENDRI

KOMUNITAS DAN PREFERENSI HABITAT GASTROPODA PADA KEDALAMAN BERBEDA DI ZONA LITORAL DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT TESIS OLEH: YULI WENDRI KOMUNITAS DAN PREFERENSI HABITAT GASTROPODA DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT TESIS OLEH: YULI WENDRI NO. BP. 1320422006 JURUSAN BIOLOGI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2016 KOMUNITAS DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Yefri Oktiva, Rizki, Novi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( )

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar. Mariatul Qiptiyah ( ) Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Perkebunan Teh PTPN XII Bantaran Blitar Mariatul Qiptiyah (10620075) Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Keywords: Oryctes rhinoceros L., Oil palm plant, Population

Keywords: Oryctes rhinoceros L., Oil palm plant, Population KEPADATAN POPULASI KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L.) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI PLASMA II OPHIR KANAGARIAN KOTO BARU KECAMATAN LUHAK NAN DUO KABUPATEN PASAMAN BARAT Rukayati 1, Ismed Wahidi 2, Abizar

Lebih terperinci