I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri tidak terlepas dari teknologi bahan penyegar yang merupakan sebutan bagi bahan yang memiliki kandungan alkaloid yang mampu memberikan stimuli berupa peningkatan kerja jantung bagi pemakainya. Selain ditinjau dari komponen aktifnya, bahan penyegar juga memiliki ciri khas tersendiri. Bahan penyegar biasanya selalu memiliki aroma, bau dan rasa yang khas dari tiap-tiap komoditasnya. Selain itu bahan penyegar dapat memberikan efek segardan anti depressan pada tubuh karena kandungan alkaloidnya yang cukup tinggi. Salah satu komoditas bahan penyegar yang banyak memberikan manfaat adalah tanaman teh. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Olahan teh yang berasal dari tanaman teh dibagi menjadi 4 kelompok: teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih. Bahan dari keempat jenis teh tersebut sama hanya berbeda dari cara pengolahan. Oleh karena itu, proses pengolahan daun teh dan analisa mutu produk teh menjadi sangat penting dan menentukan tingkat kualitas teh yang diperdagangkan. Identifikasi dan pengendalian mutu teh sebagai bahan utama minuman merupakan syarat mutlak agar produk perkebunan Indonesia dapat bersaing secara regional dan global. B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jenis petikan, penyebab perbedaan kadar air, bagaimana pengaruh terhadap teh kering yang dihasilkan, mengetahui dan memahami cara pengolahan daun teh hijau, teh hitam, teh bunga dan teh instan, serta mengetahui mutu produk olahan teh yang baik dengan menganalisis daun teh kering dan analisis seduhan teh meliputi uji seduhan, kadar sari, kadar tannin dan kadar VRS. 1

2 II. METODOLOGI A. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun teh hijau, the hitam, teh bunga dan teh instan, daun teh kering, air demineral panas, air panas biasa, air destilata, larutan indigokarmin, maltodekstrin, KMnO 4 0,1 N, larutan gelatin, larutan agram asam, kaolin powder, larutan H 2 SO 4 6 N, larutan KI 20%, larutan Na 2 S2O 3, indikator kanji. Alat yang digunakan antara lain neraca, oven, tray/cabinet dryer, penggorengan besar, nyiru, pengering blower, vacuum evaporator, spray dryer, saringan, gelas piala, eksikator, petridish, labu aerasi, labu reaksi, erlenmeyer. B. Metode 1. Analisa Petikan Pertama, daun teh sebanyak gram diambil dan dipilah-pilah. Masing-masing kelompom hasil pemilihan tersebut ditimbang dan dilaporkan hasilnya apakah termasuk petikan halus, sedang atau kasar. Masing masing kelompok daun tersebut diuji analalisa proksimat dan dilaporkan hasilnya. 2. Pengolahan daun teh a. Pengolahan teh hijau Pengolahan teh hijau pabrik besar Daun teh diambil secukupnya dan ditimbang untuk diukur kadar airnya. Daun teh dilayukan selama menit hingga mudah digulung kemudian ditimbang hasilnya dan diukur kadar airnya. Daun teh yang telah layu selanjutnya digulung dengan alat penggulung daun teh sampai daun the tergulung dengan baik. Daun teh selanjutnya dikeringkan menggunakan tray/cabinet dryer sampai kering dan ditimbang hasilnya serta diukur kadar airnya. Neraca massa pengolahan teh hijau dibuat. Lalu, teh hijau kering disimpan untuk dilakukan analisa teh kering dan seduhan teh. Pengolahan teh hijau rakyat Daun teh diambil secukupnya dan ditimbang untuk diukur kadar airnya. Penggorengan besar, nyiru dan kompor disiapkan. Penggorengan dipanaskan di atas kompor dan daun teh segar dimasukkan kedalamnya. Daun teh di dalam penggorengan diaduk agar pelayuan merata. Setelah cukup layu, daun teh dituang ke atas nyiru dan digulung secara manual menggunakan tangan pada kondisi panas sampai semua daun tergulung. Daun teh yang tergulung kemudian dimasukkan kembali ke dalam penggorengan panas dan dipanaskan sambil diaduk aduk sebentar (5-10 menit). Selanjutnya daun teh dijemur sampai kering. Buat neraca massa pengolahan teh hijau cara rakyat ini. Lalu, daun teh hijau kering disimpan untuk analisa teh kering dan seduhan teh. Pengolahan teh hjau garang Pembuatan teh hijau garang dilakukan sama halnya dengan pembuatan the hijau pada cara 1 dan 2. Setelah diperoleh the hijau kering, daun teh hijau kering dilembabkan kemudian dilakukan penggarangan dengan suhu tinggi. Penggarangan dilakukan sampai daun teh berubah warna menjadi coklat tua. Dinginkan daun teh hijau yang sudah coklat, timbang dan ukur kadar airnya. Lalu, disimpan untuk analisa teh kering dan seduhan teh. Pengolahan teh hitam Sejumlah daun teh diambil kemudian ditimbang dan diukur kadar airnya. Daun teh tersebut dilayukan seperti pembuatan pada teh hijau cara pabrik besar dan digulung. Setelah digulung, beri kesempatan terjadi fermentasi dengan disimpan di dalam incubator bersuhu C selama 1-3 jam kemudian dikeringkan menggunakan tray atau cabinet dryer. Kemudian diukur dan 2

3 ditimbang kadar air pada setiap tahapan proses. Neraca massa pengolahan teh hitam dibuat dan teh kering yang dihasilkan disimpan untuk analisa teh kering dan seduhan teh. b. Pengolahan teh bunga Teh hijau atau teh oolong yang telah dikeringkan dicampur dengan bunga melati. Campuran teh dan bunga melati didiamkan dalam wadah tertutup selama 2-3 hari. Sebelum pemanasan dengan pengering blower, bunga melati dipisahkan dari daun teh. Teh yang usdah dikeringkan kemudian dikemas untuk disimpan. c. Pengolahan teh instan Daun teh hijau atau teh hitam dikecilkan ukurannyasampai ukuran partikel kurang lebih 32 mesh, kemudian diekstrkasi dengan perbandingan the : air = 10:100 (w/v) pada suhu air 85 0 C selama 8 menit. Proses penyaringan dilakukan untuk memisahkan filtrat dengan ampasnya. Pemekatan dilakukan dengan vacuum evaporator suhu (80 0 C) hingga konsentrasi 30 0 Brix dan kemudian dilakukan pengeringan menggunakan spray dryer dengan suhu inhlet C. Teh hijau yang dihasilkan ini larut baik pada air panas. Daun teh hijau atau teh hitam dikecilkan ukurannya sampai ukuran partikel kurang lebih 32 mesh, kemudian diekstrkasi dengan perbandingan the:air = 1:8 (w/v) pada suhu air 85 0 C selama 3 menit. Proses penyaringan dilakukan untuk memisahkan filtrat dengan ampasnya. Filtrat yang sudah dingin ditambahkan gum arab 300 ppm. Pengeringan menggunakan spray dryer dengan suhu inhlet C. Teh instan yang sudah dikering dikemas untuk disimpan. 3. Analisa mutu produk teh Produk teh dianalisa mutunya dengan langkah awal yaitu teh kering diambil untuk dianalisis. Analisis yang digunakan yaitu daun teh diamati bentuk, warna, dan aromanya. Lalu dideskripsikan aroma masing-masing daun teh yang diamati. 4. Analisa seduhan teh dan kadar sari a. Analisa seduhan teh Pertama dibuat seduhan teh dari teh kering yang dihasilkan. Seduhan dibuat dari daun teh sebanyak 5 gram dengan air demineral panas sebanyak 150 ml dan air panas biasa. Kemudian seduhan diaduk dan didiamkan 5 menit. Setelah itu disaring dan diambil filtratnya. Lalu ampas dikeringkan dan ditimbang, kemudian diukur perubahan bobotnya. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik pada seduhan teh. Seduhan dinilai dari segi warna, aroma, dan rasanya. b. Penetapan kadar sari Daun teh sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam gelas piala dengan ukuran 300 ml dan ditambahkan 200 ml air, lalu ditimbang. Cairan dimasak hingga mendidih 5 selama 5 menit. Setelah dingin ditimbang kembali dan ditambahkan air hingga memiliki berat seperti semula. Seduhan diaduk dan disaring. Filtrat di masukkan ke petridish dan diuapkan di atas pengangas air hingga kering. Kemudian pengringan dilanjutkan di dalam oven C selama 1 jam,lalu di dinginkan pada eksikator dan ditimbang. c. Analisa kadar tannin Daun teh sebanyak 1 gram direbus di dalam gelas piala selama 30 menit dengan ditambah 80 ml air destilata. Kemudian disaring dalam labu ukur 100 ml hingga tanda tera (filtrat 1). Selanjutnya pada perlakuan pertama, 2 ml filtrat ditambahkan dnegan 150 ml air destilasi dan 5 ml larutan indigokarmin. Kemudian dititrasi dengan KMnO 4 0,1 N dan diaduk hingga berubah warna menjadi kuning emas. Pada perlakuan kedua 20 ml filtrat 1 ditambah 10 ml larutan gelatin, 20 ml larutan garam asam dan 2 g kaolin powder. Selanjutnya dikocok dan disaring (filtrat 2). Lalu 5 ml cairan dipipet dan ditambah 5 ml larutan indigokarmin dan 150 ml air destilasi. Selanjutnya dititrasi dengan KMnO 4 0,1 N. 3

4 d. Analisa bahan mudah menguap Sebanyak 1 gram contoh dimasukkan ke dalam labu aerasi VRS apparatus dan ditambahkan 10 ml air destilasi dan 10 ml KMnO 4 0,02 N ke dalam tabung reaksi. Alat VRS dipasang 40 menit, kemudian pada tabung reaksi ditambah 5 ml H 2 SO 4 6 N dan 3 ml KI 20%. Kemudian isinya dituang ke dalam Erlenmeyer, labu aerasi dibilas dengan air suling, air bilasan dituang pad Erlenmeyer tersebut. Lalu dilakukan titrasi menggunakan Na 2 S 2 O 3 0,02 N dengan indikator kanji. Titrasi dihentikan bila warna biru hilang, dilakukan pula titrasi blanko. 4

5 III. PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan (Terlampir) B. Pembahasan Teh adalah suatu produk yang terbuat dari daun muda tanaman teh atau Camellia sinensis. Daun teh dapat mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat menjadi produk seperti teh hitam, teh hijau, teh putih, maupun teh oolong. Kata teh (Camellia sinensis) berasal dari Cina. Orang Cina daerah Amoy menyebut teh dengan tay. Nama ini kemudian menyebar ke mancanegara dengan bahasa yang berbeda-beda. Tanaman teh masuk ke Indonesia pada tahun 1684, berupa biji teh yang berasal dari Jepang. Saat ini di pelosok Indonesia aneka produk teh dapat ditemui dengan berbagai macam olahan. Teh dapat diseduh dengan air panas maupun dingin, yang dapat berfungsi sebagai minuman penyegar atau obat (Setyamidjaja 2000). Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, taksonomi teh dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Nazarudin 1993): Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Sub Kelas : Chorripettalae Ordo : Trantroemiaceae Famili : Tjeaccae Genus : Cammellia Species : Cammellia sinensis Varietas : Varietas Sinensis dan Varietas Assamica Menurut Soehardjo (1996), secara botanis terdapat dua jenis teh, yaitu thea sinensis dan thea assamica. Thea sinensis yang bisa disebut juga sebagai teh jawa memiliki ciri-ciri pertumbuhan yang lambat, jarak cabangnya dengan tanah yang sangat dekat, memiliki bentuk daun yang kecil, pendek, ujungnya yang tumpul dan berwarna hijau tua. Sedangkan thea assamica mempunyai ciri-ciri pertumbuhan yang cepat berkembang, memiliki cabang yang yang agak jauh dengan tanah, berdaun lebar, panjang dan memiliki ujung yang runcing, warna yang dimiliki yaitu hijau mengkilat. Tanaman teh merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan, Oleh karena itu menghendaki daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi dan merata. Di Indonesia secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi letak kebun teh dari permukaan laut maka makin tinggi pula kualitas teh yang dihasilkan. Di daerah-daerah dengan ketinggian tempat antara M dpl, kebun selalu menghasilkan hasil yang baik sekali kualitasnya. Tanaman teh dapat tumbuh hingga ketinggian sekitar 6 hingga 9 meter. Pada perkebunan tanaman teh dipertahankan hanya sampai 1 meter tingginya dengan proses pemangkasan berkala. Teh merupakan salah satu jenis minuman yang memiliki banyak manfaat. Kandungan antioksidan yang tinggi sangat bermanfaat bagi daya kekebalan tubuh, dan mampu sebagai obat penuaan dini. Sedangkan kandungan kafeinnya bermanfaat dalam hal kesehatan, yaitu dapat mengurangi penyakit diabetes maupun membantu dalam meningkatkan daya ingat. Selain itu tanaman teh ini mengandung berbagai asam organik, vitamin maupun mineral yang sangat bermanfaat bagi manusia (Sinija 2007). 5

6 Senyawa Flavonol Flavonol dan flavonol hidroksida Asam polifenol dan depsida Polifenol lain Kafein Theobromin dan theofilin Asam amino Asam organik Moniosakarida Polisakarida Protein Selulosa Lignin Lemak Klorifil dan pigmen lain Abu Volatil % Berat ,2 4 0, ,5 5 <0,1 Tabel 1. Komposisi kimia teh kering (Bambang 1994) Menurut Bambang (1994), bahan-bahan kimia dalam daun teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar, yaitu: a. Substansi fenol : tanin/catekin, flavanol b. Sustansi bukan fenol : resin, vitamin, serta substansi mineral c. Substansi aromatis : fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, netral bebas karbonil (sebagian besar terdiri atas alkohol). d. Enzim : Invertase, amilase, α-glukosidase, oximetilase, protease, dan peroksidase. Menurut Belitz and Grosch (1999), daun teh memiliki komponen fenol sebesar % dari keseluruhan bahan kering daun. Pada substansi fenol ini, kandungan yang terdapat pada teh yaitu tanin dan flavanol. Tanin merupakan senyawa yang tidak memiliki warna dan sebagai penentu kualitas teh pada proses pengolahannya yang dikaitkan dengan sifat teh yaitu dalam hal rasa, aroma, dan warna. Tanin atau katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks. Jumlah totalnya hanya merupakan fraksi saja yang merupakan ukuran kualitas teh. Tanin atau katekin sebagian besar tersusun atas senyawa-senyawa sebagai berikut: katekin, epikatekin, galokatekin, epikatekin galat, epigalokatekin dan epigalokatekin galat. Sedangkan flavanol pada teh ini merupakan senyawa yang kurang menentukan mutu dari teh yang dihasilkan. Selanjutnya substansi resin menetukan bau atau aroma teh. Hal ini tergantung pada minyak esensial dan resin. Sebagai bahan kimia, resin sukar dibedakan dengan minyak essensial dan terpena. Peranan resin yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman teh terhadap frost. Kandungan resin besarnya 3 % dari berat kering. Selain itu vitamin diantaranya yaitu vitamin P, C, K, A, B1, B2, asam nikotinat, dan asam pantotenat. Namun vitamin-vitamin tersebut rusak oleh pengolahan. Pentingnya substansi mineral dalam kehidupan tanaman tidak dapat disangsikan lagi. Mineral bertanggung jawab terhadap perubahan koloid dan langsung berpengaruh terhadap metabolisme sel. Dalam banyak hal, mineral merupakan katalisator daari reaksi biokimia tanaman (Sumarsono 1987). Elemen mineral yang merupakan mayoritas adalah potasium yang jumlahnya separuh dari kandungan mineral. Kandungan mineral dalam daun teh kira-kira 4-5 % dari berat kering. Dari segi 6

7 kualitas, peranan substansi ini tidak banyak disebut. Namun ada beberapa unsur yang berhubunan dengan oksidasi polienol, yaitu fosfor yang mengtur ph selama oksidasi, magnesium yang merupakan komponen dari klorofil serta tembaga yang merupakan gugusan prostetis dari polifenol oksidasi (Belitz and Grosch, 1999). Salah satu sifat penting dari kualitas teh adalah aroma. Timbulnya aroma ini secara langsung atau tidak langsung, selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi senyawa polifenol. Para peneliti dari Jepang telah melakukan penyelidikan yang intensif terhadap aroma dan menggolongkannya dalam 4 kelompok, yaitu fraksi karboksilat, fraksi fenolat, fraksi karbonil, fraksi netral bebas karbonil. Peranan enzim adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia didalam tanaman. Enzim yang terkandung dalam daun teh diantaranya adalah invertase, amilase, ß glukosidase, oksimetilase, protease dan peroksidase. Enzim lainnya yang terkandung dalam proses kehidupan tanaman tetapi berpengaruh terhadap pengolahan adalah enzim polifenol oksidase yang tersimpan dalam kloroplas, sedangkan polifenol/katekin terdapat dalam vakuola. Selain itu kandungan kimia yang dimiliki teh yaitu substansi pektin yang terdiri atas pektin dan asam pektat, besarnya bervariasi antara 4,9-7,6 % dari berat kering daun atau tangkai. Sustansi ini dianggap ikut menentukan kualitas dari teh. Terdapat pula senyawa alkaloid. Senyawa ini yang menjadikan teh sangat digemari karena bersifat menyegarkan. Sifat penyegar teh yang berasal dari bahan tersebut menyusun 3-4 % berat kering. Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, theobromin dan theofilin. Daun teh mengandung protein yang sangat besar peranannya dalam pembentukan aroma teh. Diketahui bahwa perubahan utama selama pelayuan adalah pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino bersama dengan karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis. Asam amino yang paling berpengaruh adalah alanin, fenil alanin, valin, leusin, dan isoleusin. Seluruh protein dan asam amino bebas berkisar 1,4-5 % dari berat kering daun. Sedangkan dalam proses metabolisme terutama respirasi, asam organik berperan penting sebagai pengatur proses oksidasi dan reduksi. Selain itu, asam organik juga merupakan bahan untuk membentuk karbohidrat, asam amino dan lemak untuk tanaman. Daun teh sebelum mengalami proses pengolahan, tentunya melalui proses pemetikan terlebih dahulu. Pemetikan ini merupakan pemungutan hasil pucuk teh yang telah memenuhi syarat untuk dilakukan pengolahan. Pemetikan pada tanaman teh dilakukan pada pagi hari dengan selang pemetikan 7 hingga 14 hari, namun hal ini tergantung dari keadaan tanaman yang tumbuh6 pada masing-masing daerah. Pemetikan daun teh ini akan mempengaruhi jumlah hasil teh dan mutu teh yang dihasilkan. Pemetikan yang baik akan membentuk kondisi tanaman yang baik pula, sehingga tanaman mampu untuk berproduksi secara terus-menerus. Selain itu hasil petikan akan berpengaruh pada kandungan polifenol dan kafein dari daun teh. Pemetikan teh memerlukan ketelitian tinggi karena memiliki rumusan tersendiri. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas petikan yang sesuai dengan standar pabrik. Menurut Anonim (2007), rumusan tersebut dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu petikan halus, petikan medium dan petikan kasar. Petikan halus dengan rumus p + 1 atau b + 1 m, artinya pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko (p) dengan satu daun, atau pucuk burung (b) dengan satu daun muda (m). Petikan medium, dengan rumus p + 2, p + 3, b + 1 m, b + 2 m, b + 3 m. Rumus ini menandakan bahwa pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan dua daun, 3 daun muda, serta pucuk burung dengan satu, dua, atau tiga daun muda. Sedangkan petikan kasar, dengan rumus p + 4 atau lebih dan b + (1-4), artinya pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan empat daun atau lebih dan pucuk burung dengan beberapa daun tua. Untuk menghasilkan teh berkualitas, rumus pemetikan yang digunakan adalah petikan halus p + 1 atau b + 1 m. Semakin halus sistem pemetikan maka akan semakin tinggi 7

8 pula kandungan polifenol dan kafein yang terdapat dalam petikan tersebut. Hal ini disebabkan kandungan polifenol daun teh terbesar terletak pada pucuk peko. Peko sendiri merupakan pucuk daun teh yang masih tergulung dan masih aktif bertumbuh. Pucuk daun teh yang memenuhi syarat olah di pabrik teh adalah pucuk halus dengan rumus petikan yaitu P+1, P+2m, P+2,P+3m,P+3, B+1m, B+2m, dan B+3m. Sedangkan pucuk yang tidak memenuhi syarat adalah pucuk kasar dengan rumus petiknya yaitu B+1, B+2 serta lembaran dan tangkai. Pada hasil analisa petikan, dapat diketahui bahwa dari daun teh yang diamati memiliki berbagai macam petikan, yang terdiri dari p + 1, p + 2, p + 3 atau lebih, b + 1, b + 2, dan pucuk tua. Pada hasil analisis kelompok 1 diperoleh persentase petikan daun teh tertinggi yaitu p + 3atau lebih dengan nilai %, pada persentase kedua yaitu petikan daun tua dengan nilai 21,47 %, dilanjutkan dengan hasil petikan p + 2, b + 2, p + 1, dan b + 1 dengan nilai persentase berturut-turut yaitu 4.7 %, 3.33 %, 0.89 %, dan 0. Sedangkan hasil analisis kelompok 2 nilai persentase petikan tertinggi terlihat pada p + 3 atau lebih dengan nilai %, persentase tertinggi kedua yaitu p + 2 dengan nilai %, dilanjutkan dengan petikan b + 2, p + 1, dan b + 1 dengan nilai 5 %, %, dan 0.78 %. Pada analisa kelompok 3 persentase petikan dari yang tertinggi hingga terendah yaitu p + 3 atau lebih, pucuk tua, p + 2, b + 2, p + 1, dan b + 1, dengan nilai %, %, %, 5.85 %, 3.31 % dan 0.78 %. Sedangkan analisis kelompok 4 menghasilkan nilai persentase dari yang tertinggi hingga terendah dengan data sebagai berikut : p + 3 atau lebih, pucuk tua, b + 2, p + 2, b + 1 dan p + 1, dengan nilai %, %, 4.66 %, %, 2.29 % dan 1.09%. Selanjutnya analisa dari kelompok 5 menghasilkan data persentase tertinggi hingga terendah yaitu p + 3 atau lebih, p + 2, pucuk tua, b + 2, p + 1, dan b + 1, dengan nilai %, 9.19 %, 6.76 %, 6.31 %, 0.34 % dan 0. Pucuk segar merupakan bahan dasar atau bahan baku pembuatan teh. Bahan baku sangat menentukan terhadap kualitas teh jadi, sehingga keadaan pucuk harus dikontrol dan dalam keadaan segar serta memenuhi syarat pengolahan. Pabrik memiliki ketentuan untuk proses pengolahan. Persentase yang dinyatakan masuk analisis yaitu bila hasil persentasi bagian yang memenuhi syarat olah 50 %. Berdasarkan hasil analisa semua kelompok, petikan teh yang memiliki persentase terbanyak yaitu pada p + 3 atau lebih dengan nilai persentase lebih dari 50 %. Namun hasil petikan dengan p + 3 atau lebih termasuk pada kelompok petikan medium. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas teh yang dipetik memiliki mutu yang kurang baik. Setelah dilakukan analisa petikan, dilakukan pengukuran kadar air pada daun teh. Menurut Bambang (1994), daun teh yang dipetik mengandung air sekitar 75 % dari berat daun teh dan sisanya berupa padatan yang terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh data kadar air teh pada kelompok 1 sebesar 83%, pada kelompok 2 sebesar %. Sedangkan pada kelompok 3, 4, dan 5 nilai kadar air teh berturut-turut yaitu %, %, dan %. Hasil penentuan kadar air teh rata-rata memilki kadar air yang tinggi yaitu lebih dari 70 %, namun pada kelompok 4 nilai kadar airnya hanya %. Hal ini menunjukkan bahwa pada hasil kadar daun teh kelompok 4 kandungan air yang dimiliki rendah. Terdapat berbagai macam cara pengolahan teh, yaitu pengolahan teh hijau, teh hitam, teh garang, teh bunga dan teh instan. Pengolahan pada daun teh ini untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga diperoleh hasil yang dikehendaki saperti pada aroma, rasa maupun warna. Di Indonesia terdapat tiga jenis macam pengolahan yaitu teh hitam (black tea), teh hijau (green tea), teh wangi (Nazaruddin 1993). Pengolahan teh hijau memiliki dua macam cara yaitu pengolahan secara pabrik besar dan cara rakyat. Teh hijau yang diolah dengan cara pabrik besar berbeda dengan cara pengolahan rakyat, pada cara pabrik teh diolah dengan bantuan alat mesin sedangkan pada cara rakyat hanya mengandalkan keterampilan dari pekerja. Untuk mendapatkan teh hijau dengan kualitas 8

9 yang baik sesuai dengan standar mutu permintaan pasar, diperlukan proses pengolahan yang benar, terarah, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan yang efisien dan berkesinambungan. Pada pembuatan teh hijau cara pabrik besar sebenarnya memiliki prinsip yang hampir sama dengan proses pengolahan teh hijau cara rakyat. Perbedaan yang mendasar hanya pada penggunaan alat mesin dalam pengolahannya. Proses pengolahan dengan mesin ini bertujuan untuk mengolah daun teh secara massal dengan waktu yang singkat dan biaya yang rendah, sehingga menghasilkan daun teh kering yang lebih banyak dibandingkan pengolahan dengan cara rakyat. Tahap pertama yaitu penyiapan daun teh yang akan dilayukan. Proses pelayuan ini menggunakan alat roll rotary, proses pelayuannya yaitu dengan menghembuskan uap panas sehingga daun teh menjadi kering. Setelah daun teh kering, proses dilanjutkan dengan penggulungan. Penggulungan ini dapat menggunakan alat berupa open top roller maupun press cup roller. Proses penggulungan ini disesuaikan dengan tingkat layu pucuk daun teh, ukuran, tipe mesin, serta mutu pucuk daun yang diolah. Teh kering yang dihasilkan melalui penggulungan mesin, memiliki bentuk yang lebih kecil dibanding dengan teh kering yang diolah dengan cara rakyat. Hal ini disebabkan oleh tekanan dari mesin penggulung lebih kuat dibanding dengan proses penggulungan dengan tangan. Proses selanjutnya yaitu pengeringan dengan blower. Pengeringan ini akan menghasilkan daun teh yang kering dan selanjutnya dapat dikemas. Proses pengeringan ini harus diperhatikan, agar daun teh yang telah disimpan nantinya tidak mengandung air yang dapat menyebabkan pertumbuhan jamur. Sehingga pada proses pengeringan, daun teh harus dalam keadaan yang benar-benar kering. Setelah pengeringan selesai, proses selanjutnya yaitu pengemasan dan penyimpanan. Hasil akhir inilah yang dapat dikonsumsi untuk seduhan teh. Tahap-tahap yang harus dilakukan saat pengolahan teh hijau cara rakyat pertama-tama yaitu menyiapkan daun teh yang telah dipetik. Selanjutnya daun teh dilayukan menggunakan penggorengan di atas kompor dengan diaduk secara merata. Proses pelayuan ini digunakan untuk melayukan daun teh agar mudah dipilin atau digulung pada proses selanjutnya. Pelayuan berlangsung selama 15 hingga 60 menit, tergantung dari kondisi daun teh. Daun yang telah layu kemudian digulung menggunakan tangan. Cara penggulungannya yaitu dengan arah penggulungan yang searah sebanyak 2 hingga 3 kali gulung. Penggulungan ini bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik, karena selama penggulungan pucuh teh akan dibentuk menjadi gulungan-gulungan kecil. Sebaiknya penggulungan dilakukan dengan segera setelah proses pelayuan selesai, agar memudahkan dalam proses penggulungan dengan tangan. Selanjutnya daun teh yang telah tergulung dimasukkan kembali pada penggorengan untuk dilakukan penyangraian. Setelah dilakukan proses penyangraian selama 5 hingga 10 menit, daun teh tersebut dijemur pada blower. Penjemuran ini dilakukan hingga semua daun teh kering secara merata, waktu yang dibutuhkan yaitu sekitar 24 hingga 48 jam. Setelah semua daun teh kering, maka tahap selanjutnya yaitu pengemasan dau teh hijau kering. Proses pengemasan ini dilanjutkan dengan tahap penyimpanan. Maka pengolahan daun teh dengan cara rakyat menghasilkan dauh teh kering yang dapat diseduh. Pembuatan teh hijau garang semua prosesnya hampir sama dengan proses pada pabrik besar ataupun cara rakyat, perbedaannya terletak pada proses pelembaban kembali setelah pengeringan agar teh yang telah menggulung lurus kembali serta menjaga klorofil dari daun teh untuk selanjutnya digarang pada suhu yang tinggi. Tujuan dari penggarangan ini yaitu mengurangi kadar air dari daun teh setelah dilembabkan. Teh hitam disebut juga sebagai teh merah oleh bangsa Cina, Jepang dan Korea. Jenis teh ini merupakan teh yang paling populer dan sering dikonsumsi di Asia, termasuk Indonesia. Teh hitam lebih lama mengalami proses fermentasi dibanding dengan teh lainnya. Menurut Nasution, Z. dan Wachyudin (1975), pengolahan teh hitam mengalami beberapa tahapan, yaitu pelayuan, 9

10 penggulungan, pemeraman atau fermentasi, pengeringan dan sortasi. Proses pelayuan sendiri adalah proses penguapan secara alamiah pada daun, dengan pelayuan maka penurunan kadar akan terjadisecara perlahan-lahan. Tujuan dari proses pelayuan ini adalah menghasilkan daun layu dari berbagai ragam tanaman teh dengan kadar air daun layu relatif seragam sehingga menjadi lembut dan layu serta mudah digiling. Terdapat dua cara pengolahan teh hitam, yaitu orthodox dan CTC ( Crushing, Tearing, Curling ). Perbedaan proses terletak pada tingkat pelayuan dan sifat penggulungannya. Pada sistem orthodox diperlukan tingkat pelayuan berat dengan penggulungan yang ringan, sedangkan CTC menggunakan pelayuan ringan dengan penggulungan yang keras. Perbedaan rasa dari kedua sistem tersebut adalah sistem orthodox mempunyai kelebihan pada segi kualitas dan flavor sedangkan CTC mudah larut, warna seduhan lebih tua dan rasa yang lebih kuat (Herzaman 1998). Secara kimia, selama proses pengilingan merupakan proses awal terjadinya oksidasi yaitu bertemunya polifenol dan enzim polifenol oksidase dengan bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar dipermukaan daun secara rata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan teh hitam. Proses ini biasanya berlangsung selama menit tergantung kondisi dan program giling pabrik yang bersangkutan. Selama proses penggulungan cairan sel akan terperas dan tersebar menjadi lapisan-lapisan tipis dan sebagai awal terjadinya proses fermentasi (oksidasi). Di dalam proses fermentasi terjadi oksidasi polifenol yang menghasilkan theaflavin dan proses berikutnya menghasilkan thearubigin. Proses fermentasi membentuk aroma pada bubuk teh, karena banyak senyawa yang menguap. Perbedaan waktu fermentasi dan suhu dimaksudkan untuk melihat hasil yang optimum dengan menghasilkan seduhan teh yang optimum. Proses terakhir dalam pengolahan teh hitam adalah proses pengeringan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi pada saat seluruh komponen kimia penting dalam daun teh telah secara optimal terbentuk. Proses ini menyebabkan kadar air daun teh turun menjadi 2,5-4% dengan suhu 90 0 C-95 0 C. Keadaan ini dapat mengurangi kandungan air teh sampai menjadi 2-3 % yang dapat memudahkan proses penyimpanan dan transportasi (Arifin 1994). Pada teh hijau pabrik besar digunakan mesin-mesin yang canggih untuk menghasilkan teh kering dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat. Penggulungan teh hijau pabrik besar juga menggunakan alat berupa open top roller maupun press cup roller. Hasil penggulungan teh kering dengan menggunakan mesin ini lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan tangan. Adapun dengan menggunakan tangan, penggulungan bisa lebih menjaga agar daun tidak terluka yang menyebabkan terjadinya fermentasi. Pada teh hijau garang, teradapat proses pelembapan kembali daun teh yang telah kering. Hal ini memberikan pengaruh untuk menjaga klorofil yang ada pada daun teh tersebut, sehingga hasil seduhan dari teh garang ini akan lebih berwarna kehijauan. Untuk teh hitam, terdapat proses fermentasi. Proses fermentasi ini bertujuan untuk mengubah tanin yang ada pada daun teh menjadi senyawa turunan berupa teaflavin dan tearubigin. Senyawa-senyawa turunan itu akan mempengaruhi teh pada warna, rasa dan aroma. Pada praktikum kali ini, kelompok kami melakukan proses pembuatan teh hijau dengan cara rakyat. Teh hijau berasal dari tanaman Camellia sinensis dimana daun teh yang dipetik, langsung dikeringkan tanpa proses fermentasi. Hal ini menyebabkan warna teh hijau tetap bertahan atau tidak terlalu hitam, namun aroma teh hijau tidak sekuat teh oolong atau teh hitam karena belum optimumnya pembentukan senyawa-senyawa volatile oleh enzim β-d-glukosidase dan β- galaktosidase. Rasa yang terbentuk pada teh hijau lebih pahit akibat adanya konsentrasi katekin yang masih tinggi karena katekin diketahui mempengaruhi rasa pahit dan sepat pada teh. 10

11 Katekin adalah senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri dari epicatechin (EC), epicatechin gallat (ECG), epigallocatechin (EGC), epigallocatechin gallat (EGCG), catechin dan gallocatechin (GC). Dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry disebutkan teh hijau banyak mengandung katekin yang sangat berguna untuk melawan penyakit. Teh hijau juga kaya vitamin seperti A, B1, B12, C, E dan K.serta mempunyai mineral seperti kalsium, besi, seng dan lain-lain. Seperti yang telah disebutkan diatas, katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol dimana kandungan polifenol pada teh hijau sebanyak 36% yang secara optimal terkandung dalam daun teh yang muda dan utuh. Polifenol merupakan komponen bioaktif yang belum banyak berubah pada teh hijau yang menyebabkan fungsi sebagai minuman kesehatan lebih baik dibandingkan dengan teh hasil fermentasi (teh oolong dan teh hitam) (Tuminah 2004). Pada pengolahan teh bunga, teh hijau atau teh hitam yang diproses atau dicampur dengan bunga. Dikemas atau dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang tertutup cukup rapat dengan sebelumnya mencampurkan serta bunga ke dalamnya. Teh yang bercampur dengan bunga ini, selama beberapa hari (tergantung banyaknya teh yang dibuat untuk menjadi teh bunga) akan beraroma bunga yang telah dimasukkan sebab teh mengikat wangi bunga. Teh bunga yang paling populer adalah teh melati yang merupakan campuran teh hijau atau teh oolong yang dicampur bunga melati. Bunga- bunga lain yang sering dijadikan campuran teh adalah mawar, seroja, leci, dan seruni (Rossi 2010). Teh bunga diproses dari teh hijau yang dicampur dengan bunga seperti melati melalui pengolahan tertentu untuk mendapatkan cita rasa yang khas. Prinsip pengolahan teh bunga adalah pross penyerapan atau absrobsi aroma bunga ke dalam teh hijau. Tahapan proses pengolahan teh bunga meliputi penyediaan bahan baku berupa teh hijau, penggosongan, pemilihan bunga, pelembaban, pewangi dan pengeringan serta pengepakan. Penyediaan bahan baku, syarat teh hijau yang baik untuk proses pengolahan teh wangi diantaranya adalah mempunyai warna hijau kehitaman yang hidup (bright), bentuk tergulung dengan baik, rasanya sepet, mudah menyerap bau bunga dan kandungan airnya maksimal 10%. Penggosongan, proses ini bertujuan menghasilkan teh hijau gosong yang bersifat porous. Dengan sifat barunya ini, teh hijau akan mudah menyerap aroma dari melati. Proses ini berlangsung selama 1-2 jam menggunakan rotary dryer pada suhu C. Pemilihan bunga yang dipersyaratkan adalah melati dengan tingkat kematangan tertentu dan diperkirakan pada malam harinya akan tetap mekar. Pelembaban dilakukan melalui pemberian air pada teh gosong sampai keadaan teh menjadi lembab dengan kadar air 30-35%. Proses ini menyebabkan gulungan teh menjadi terbuka. Dengan demikian kemampuan teh dalam menyerap aroma bunga menjadi lebih baik. Proses ini biasanya berlansung pada sore hari sebelum proses pewangian dilakukan. Pewangian, proses ini merupakan nyawa dari pengolahan teh wangi. Pada tahap ini terjadi penyerapan aroma bunga oleh teh hijau yang telah digosongkan. Cara yang lazim digunakan adalah dengan cara mencampur dan mengaduk bunga dengan teh. Proses ini dilakukan pada malam hari. Alasan inilah yang menyebabkan mengapa bunga yang dipilih adalah bunga yang pada malam hari masih dapat mekar dengan baik. Pengeringan dan Pengepakan, setelah proses pewangian selesai, sisasisa bunga dipisahkan dari tehnya. Namun demikian, sebagian pabrik masih memanfaatkan keberadaan bunga ini untuk memberi jaminan (Anonim 2009). Proses pengolahan teh instan dapat dilakukan dengan daun teh hijau atau teh hitam diseduh dalam air mendidih. Setelah dingin kemudian dicampurkan dengan maltodestrin ataupun gum arab. Air seduhan teh tersebut disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampasnya. Filtratnya dikemas kemudian disimpan selama 1-2 hari setelah itu dilakukan pengeringan dengan menggukan spray dryer. Maltodextrin adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang merupakan modifikasi pati dengan asam. Maltodextrin mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental, 11

12 serta lebih stabil dari pada pati. Fungsi maltodextrin adalah sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavir dan pewarna yang memerlukan sifat mudah larut air dan bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk (Ribut dan Kumalaningsih 2004). Selain itu, gum arab merupakan jenis pengental yang tahan panas pada proses yang menggunakan panas. Gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis, dan pemantap emulsi pada proses pembuatan produk makanan. Gum arab merupakan senyawa polisakarida kompleks yang mengandung anion kalsium, magnesium, dan kalium. Gum arab merupakan salah satu dari beberapa gum yang memerlukan konsentrasi tinggi untuk meningkatkan kekentalan dan dipakai sebagai penghambat pengkristalan dan pengemulsi (De Man 1997). Penilaian kenampakan teh kering dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk partikel, ukuran partikel, warna partikel, dan jumlah tip. Berdasarkan bentuk partikelnya terdiri dari choppy, flaky open, curly, grainy, leafy dan powdery. Choppy merupakan partikel teh berbentuk silinder, umumnya terjadi karena banyak tergencet pada mesin potong. Flaky open, teh yang tidak menggulung tetapi merupakan lembaran yang rata atau terbuka, disebabkan pelayuan yang kurang baik atau berasal dari daun tua. Curly, bentuk daun teh mengeriting dengan baik. Grainy merupakan partikel teh berbentuk butiran. Leafy merupakan partikel teh yang terdiri atas lembaran daun yang menggulung dengan baik. Powdery merupakan partikel teh berbentuk seperti tepung. Ukuran partikel teh terdiri dari bold, normal, smaller. Bold merupakan teh yang ukurannya lebih besar daripada standar sortasinya. Normal, teh yang ukurannya sesuai dengan standar sortasinya dan smaller merupakan teh yang ukurannya lebih kecil daripada standar sortasinya (Setyamidjaja 2000). Berdasarkan warna partikelnya, teh terdiri dari atas: Blackish, yaitu teh yang berwarna kehitaman, menunjukan sifat-sifat teh yang baik ; pemetikan dan pengolahan yang baik menghasilkan teh berwarna kehitaman. Brownish, yaitu teh yang berwarna kecoklatan, menunjukan kesalahan pelayuan, penggilingan, terlalu banyak gencetan dalam proses sortasi, teh dataran tinggi yang sifatnya baik pun kadang-kadang brownish. Greyish, yaitu teh yang berwarna keabu-abuan yang tidak disenangi sebagai akibat terlalu banyak gencetan dalam proses sortasi. Reddish, yaitu teh yang berwarna kemerahan karena mengandung banyak tulang daun (Setyamidjaja 2000). Dasar yang digunakan untuk menentukan mutu teh hijau adalah sifat luar dan sifat dalam dari teh hijau. Sifat Luar terdiri atas warna teh kering, ukuran, bentuk, dan aroma. Warna teh kering yaitu hijau muda dan hijau kehitam-hitaman. Ukurannya homogen dan tidak tercampur remukan. Bentuk teh kering adalah tergulung atau terpilin. Aromanya dari yang kurang wangi sampai wangi dan tidak apek (Tunggul 2009). Teh hijau garang, baik yang diolah secara pabrik maupun rakyat, teh yang dihasilkan berwarna coklat kehijau-hijauan. Teh ini berukuran panjang, kasar dengan bentuk yang tidak seragam dan dengan rasa yang sedang (Arifin 1994). Dari data hasil pengamatan yang diperoleh, teh hijau pabrik yang dihasilkan berbentuk batang dan daun menggulung. Jika dibandingkan dengan literatur yang telah dipaparkan sebelumnya, teh hijau pabrik yang dihasilkan mirip dengan bentuk tipe leafy, namun teh hijau pabrik yang dihasilkan mengandung komponen batang sedangkan tipe leafy hanya terdiri atas lembaran daun. Namun, bentuk teh hijau pabrik yang dihasilkan dapat dikatakan cukup sesuai dengan yang dijelaskan oleh Tunggul (2009). Penampakan teh hijau pabrik yang dihasilkan berwarna hitam kusam dan aroma yang tercium adalah aroma khas teh. Apabila dibandingkan dengan tinjauan pustaka, baik menurut Setyamidjaja (2000) maupun menurut Tunggul (2009), warna dan aroma yang diperoleh dari hasil pengolahan teh hijau pabrik sudah cukup sesuai. Teh hijau pabrik ini dapat dikatakan termasuk tipe blackish dan aroma yang dihasilkan merupakan wangi khas teh seperti yang dipaparkan oleh Tunggul (2009). 12

13 Untuk teh hijau rakyat, bentuk yang diperoleh yaitu batang atau ranting daun menggulung, teh berwarna dominan hitam, dan aroma yang dihasilkan adalah aroma khas teh. Tidak jauh berbeda dengan teh hijau pabrik, teh hijau rakyat yang diolah cukup sesuai dengan penjelasan literatur. Teh hijau rakyat yang diuji dapat digolongkan ke dalam bentuk tipe leafy dan berdasarkan warnanya termasuk tipe blackish. Selain itu, teh hijau rakyat ini juga sesuai dengan penjelasan Tunggul (2009), yaitu bentuk teh tergulung atau terpilin, dan aromanya wangi dan tidak apek. Sedangkan teh hijau garang, baik yang dengan pengolahan pabrik maupun rakyat memiliki sifat atau karakter yang hampir sama, kecuali bentuknya yang terdapat sedikit perbedaan. Pada teh garang pabrik, bentuk yang dihasilkan yaitu batang dan daun menggulung, sedangkan teh garang rakyat berbentuk bubuk dan daun gulungan. Berdasarkan literatur di atas, bila dibandingkan dengan hasil pengamatan, dapat dikatakan bahwa teh garang pabrik tergolong teh dengan bentuk tipe leafy, sedangkan teh garang rakyat dapat digolongkan ke dalam tipe bentuk powdery. Jika menurut warnanya, teh garang pabrik dan teh garang rakyat dapat dikatakan termasuk tipe blackish. Akan tetapi, warna dari kedua jenis teh garang yang dihasilkan ini tidak sesuai dengan penjelasan Arifin (1994), yaitu seharusnya teh garang berwarna coklat kehijau-hijauan. Sedangkan dari segi aromanya, kedua teh garang tersebut memiliki harum atau wangi khas teh, dan hal ini sesuai dengan pemaparan dari Tunggul (2009). Lain halnya dengan teh hitam, bentuk teh hitam yang dihasilkan pecah-pecah atau sobek-sobek (bentuk tidak bagus). Namun aroma yang dihasilkan adalah aroma khas teh dengan warna teh cokelat pekat kehitaman. Bila dibandingkan dengan literatur, teh hitam tersebut termasuk kelompok tipe bentuk choppy. Berdasarkan segi warnanya, teh hitam yang dihasilkan ini dapat digolongkan ke dalam tipe brownish. Aroma yang dihasilkan dari teh hitam ini sudah cukup sesuai dengan penjelasan Tunggul (2009), yaitu aroma wangi khas teh. Aroma yang timbul pada teh dapat disebabkan adanya zat yang diproduksi dari fermentasi zat tanin. Salah satu zat tersebut adalah minyak esensial yang memberi rasa dan bau harum yang merupakan faktor-faktor pokok dalam menentukan nilai tiap cangkir teh untuk dijual atau diperdagangkan (Spillane 1992). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, faktor jenis teh memiliki pengaruh terhadap penilaian terhadap aroma seduhan teh. Pengaruh yang timbul yaitu pengaruh yang sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa aroma teh merupakan faktor yang berperan cukup besar dalam penentuan mutu teh. Standar nasional Indonesia untuk mutu teh hijau untuk kadar air yaitu maksimal 10% b/b, kadar abu 4-8% b/b, ekstrak larut dalam air adalah minimal 32% b/b, dan kadar serat kasar 16,5% b/b (Wicaksono 2010). Uji selanjutnya adalah uji seduhan teh. Setiap jenis teh dibuat seduhannya dengan menambahkan 150 ml air panas pada 5 gram daun teh kering atau teh instan. Setelah tercampur, seduhan disaring. Filtrat digunakan untuk uji organoleptik, sedangkan ampas yang tersaring dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui perubahan bobotnya. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji diukur sesuai respon pribadi panelis. Panelis diminta untuk mencicipi seduhan teh secara langsung dan memberikan nilai kesan yang dirasakan dengan menuliskan 1 bila sangat tidak suka, 2 bila tidak suka, 3 untuk kesan netral, 4 bila suka, dan 5 untuk sangat suka terhadap kriteria yang dinilai tanpa membandingkan dengan sampel lainnya. Kriteria yang dinilai adalah warna seduhan, aroma, rasa sepat, rasa segar, rasa daun, dan endapan. Kriteria pertama yang dinilai adalah warna seduhan teh. Teh yang mengandung zat tanin membuat seduhannya memilik warna yang kuat. Warna yang kuat ini dibentuk bersama zat tearubigin yang merupakan hasil oksimatis dari katekin. Plak yang tertinggal dalam bentuk karat pada bekas seduhan teh seperti teko, porselin dan sebagainya merupakan sebagian dari contoh kekuatan warna pada seduhan teh (Anonim 2009). Hasil uji organoleptik menunjukan teh yang disukai berdasarkan 13

14 warna seduhannya adalah teh hitam dan teh oolong, sedangkan teh yang tidak disukai berdasarkan warna seduhannya adalah teh hitam instan. Kriteria selanjutnya adalah penilaian terhadap aroma. Aroma yang timbul pada teh dapat disebabkan adanya zat yang diproduksi dari fermentasi zat tanin. Salah satu zat tersebut adalah minyak esensial yang memberi rasa dan bau harum yang merupakan faktor pokok dalam menentukan nilai tiap cangkir teh untuk dijual atau diperdagangkan (Spillane 1992). Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan, teh yang disukai berdasarkan aromanya adalah teh oolong, sedangkan teh yang tidak disukai berdasarkan aromanya adalah teh hijau instan pengolahan rakyat. Kriteria selanjutnya adalah penilaian terhadap rasa sepat. Rasa sepat yang terkandung pada teh dihasilkan karena adanya kandungan zat tanin. Menurut Dr Deddy Muchtadi, Kepala Lab Biokimia Pangan dan Gizi IPB, pengaruh zat tanin teh yang bereaksi dengan protein mukosa dimulut akan menghasilkan rasa sepat (Anonim 2009). Hasil uji organoleptik menunjukan teh yang disukai berdasarkan rasa sepatnya adalah teh oolong, sedangkan teh yang tidak disukai adalah teh hijau instan pengolahan pabrik. Kriteria berikutnya adalah penilaian terhadap rasa segar. Teh yang mengandung kafein membuat seduhannya memiliki rasa segar. Kafein memberikan rasa segar dan mendorong kerja jantung manusia (Spilllane 1992). Alkaloid kafein ini bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan (Kustamiyati 2006). Hasil uji organoleptik menunjukan teh yang disukai berdasarkan rasa segarnya adalah teh oolong, sedangkan teh yang tidak disukai adalah teh hijau instan pengolahan rakyat. Kriteria terakhir yang dinilai adalah endapan pada seduhan. Endapan suatu seduhan umumnya disebabkan tingginya serpihan saat proses pengolahan. Serbuk yang terbawa ini merupakan serpihan teh yang tidak dapat larut dalam air. Berdasarkan uji organoleptik menunjukan bahwa teh yang disukai berdasarkan endapannya adalah teh hitam, sedangkan teh yang tidak disukai adalah teh hijau instan pengolahan rakyat. Berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan teh yang disukai adalah teh oolong dan teh hitam. Teh oolong disukai terhadap warna seduhan, rasa sepat dan rasa segarnya, sedangkan teh hitam disukai terhadap warna, aroma, dan endapan seduhan. Teh yang tidak disukai adalah teh instan. Baik teh hitam instan, teh hijau instan pengolahan rakyat, dan teh hijau instan pengolahan pabrik memiliki penilaian yang kurang baik pada semua kriteria penilaian. Teh segar yang digunakan dalam pengolahan pada praktikum sebagian besar termasuk pada kelompok peko+3, yang berarti teh yang diolah adalah teh berkualitas tidak baik. Sedangkan, teh oolong yang digunakan dalam uji organoleptik adalah teh oolong yang sudah diperjual-belikan di pasaran, sudah memiliki standar mutu, bukan hasil pengolahan pada praktikum. Hal ini yang menyebabkan teh yang disukai dalam uji organoleptik adalah teh oolong. Ampas yang tersaring dari seduhan teh dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui perubahan bobot dari bobot awal teh sebelum dilakukan penyeduhan, yaitu 5 gram, dan bobot akhir teh setelah dilakukan penyeduhan. Perubahan bobot terbesar adalah pada teh garang pengolahan pabrik, yaitu 1.27 gram. Hal ini menunjukan banyak senyawa yang terlarut dari teh garang pengolahan pabrik terhadap air. Selanjutnya adalah analisis kadar sari. Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk mengethaui jumlah kandungan senyawa yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan kadar sari dapat dilakukan dengandua cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam teh. (Setyamidjaja 2000). Kadar sari teh dihitung sebagai perbandingan (dalam persentase) massa endapan teh yang telah dikeringkan yang sebelumnya diseduh dengan massa awal teh. Kadar sari yang tinggi menandakan bahwa jumlah kandungan senyawa yang dapat tersari dalam pelarut air juga tinggi, 14

15 sebaliknya kadar sari yang rendah menyatakan bahwa jumlah kandungan senyawa yang dapat tersari dalam pelarut air juga rendah. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh kadar sari teh hijau pabrik sebesar 1,016%, teh hijau cara rakyat sebesar 1,82%, teh hijau garang pabrik sebesar 1,443%, teh hijau garang cara rakyat sebesar 2,728%, dan teh hitam sebesar 0,992%. Perbedaan kadar sari pada setiap jenis teh disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa yang dapat tersari dalam masing-masing teh. Teh hitam yang mengandung senyawa thearubigin lebih tinggi seharusnya memiliki kadar sari yang lebih tinggi Namun dari hasil yang didapat, kadar sari tertinggi berasal dari teh hijau garang cara rakyat. Hal ini mungkin saja karena adanya perbedaan pemahaman mengenai metode pengeringan setelah penyeduhan. Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman, misalnya teh. Tanin tergolong senyawa polifenol dengan karakteristiknya dapat membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Tanin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon (Jayanegara dan Sofyan 2008). Tanin pada teh dapat diubah menjadi senyawa turunannya yaitu teaflavin dan tearubigin. Teaflavin pada teh akan memunculkan aroma khas teh yang sangat kuat ketika teh diseduh. Sedangkan, tearubigin akan memberikan warna yang sangat kuat pada teh. Warna teh ini sangat kuat, sehingga sering menimbulkan plak pada teko atau cangkir tempat seduhan teh. Tanin yang diubah menjadi teaflavin dan tearubigin harus melalui proses fermentasi terlebih dahulu. Semakin lama proses fermentasi maka semakin banyak pula tanin yang diubah menjadi teaflavin dan tearubigin. Dengan terbentuknya senyawa turunan tersebut kadar tanin akan semakin sedikit sehingga kadar tanin pada teh hitam lebih sedikit dibandingkan teh hijau. Kadar tanin dalam teh dapat ditentukan jumlahnya. Penentuan kadar tanin ini menggunakan metode volumetri menggunakan KmnO4. Metode ini merupakan titrasi oksidi-reduktometri. KmnO4 disini merupakan oksidator yang kuat. Prinsip dari analisa kadar tanin ini yakni perbedaan banyaknya ml KmnO4 yang digunakan untuk mengoksidasi filtrat teh yang masih mengandung tanin dan filtrat teh yang sudah tidak mengandung tanin. Analisa kadar tanin ini menggunakan beberapa bahan diantaranya, indigokarmin, gelatin, dan garam asam. Masing-masing bahan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam analisa kadar tanin ini. Indigokarmin yang memiliki rumus molekul C16H8N2Na2O8S2 memiliki fungsi sebagai indikator perubahan warna bagi bahan yang teroksidasi. Indigokarmin ini mempunyai trayek perubahan warna dari biru (keadaaan tereduksi) ke kuning keemasan (keadaan teroksidasi). Gelatin yang merupakan protein akan dikoagulasi oleh tanin yang terkandung dalam seduhan teh. Larutan garam asam digunakan untuk mengendapkan hasil koagulasi tanin dan gelatin. Tanin yang mengendap di bawah akan terpisah dari filtrat setelah disaring. Hal ini yang menyebabkan filtrat II sudah tidak mengandung tanin (Barua dan Roberts 1940). Berdasarkan hasil penghitungan kadar tanin pada teh hijau cara pabrik, teh hijau cara rakyat, teh hijau garang pabrik, teh hijau garang rakyat, dan teh hitam, didapatkan data berturut-turut yakni 8,925%, 6,78%, 6,72%, 8,4%, dan 0,704%. Dari data tersebut didapatkan bahwa teh hijau secara umum mempunyai kadar tanin yang lebih tinggi dibandingkan teh hitam. Hal ini dikarenakan teh hijau tidak mengalami fermentasi pada saat proses pembuatannya, sedangkan teh hitam mengalami fermentasi yang mengubah tanin menjadi teaflavin dan tearubigin. Perbedaan yang signifikan kadar tanin yang terkandung pada teh hijau pabrik dan teh hijau rakyat disebabkan karena adanya fermentasi yang terjadi pada teh hijau rakyat. Fermentasi tersebut dikarenakan pada saat penggulungan daun teh 15

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH Teknologi Bahan Penyegar Hari/ tanggal : 20, 27 Oktober 2012 Golongan : P4 Dosen : Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si Asisten : 1. Nur Rahmawati F34080004 2. Dora Vitra Meizar F34080100 TEKNOLOGI PENGOLAHAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Kadar Air 74-77% Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh sebagai minuman telah dikenal dan menjadi bagian dari kebudayaan dunia sejak berabad-abad yang lampau. Teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia

Lebih terperinci

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH TEKNOLOGI HILIR TEH Pokok Bahasan : 1. Prospek Teh Hijau Sebagai Bahan Baku Industri Hilir Teh 2. Teh Wangi 3. Teh Instan 4. Tablet Effervescent Teh Hijau (TETH) 5. Teh Katekin Tinggi 6. Teh celup, botol

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

1. Teh Hijau (Green Tea)

1. Teh Hijau (Green Tea) Siapa yang tidak kenal dengan teh? minuman teh merupakan minuman penyegar yang paling populer dan paling banyak dikonsumsi di dunia, setelah air putih. Teh diproduksi dari pucuk daun muda tanaman teh (Camelia

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Teh

Teknologi Pengolahan Teh Laporan Praktikum Hari / Tanggal: Selasa / 13-26 September 2011 Teknologi Bahan Penyegar Dosen: Dr. Ir. Indah Yuliasih M, Si. Teknologi Pengolahan Teh Disusun Oleh: Kelompok 2 M. Subiyantoro (F34090003)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

TEH BAHAN PENYEGAR. Jenis Teh. Jenis teh. Pucuk daun teh dan perkebunan teh 10/20/2011

TEH BAHAN PENYEGAR. Jenis Teh. Jenis teh. Pucuk daun teh dan perkebunan teh 10/20/2011 Pucuk daun teh dan perkebunan teh BAHAN PENYEGAR TEH Jenis Teh Jenis teh Teh yang ada di Indonesia, berdasarkan cara pengolahannya digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: teh hitam (black tea/fermented

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses TINJAUAN PUSTAKA Teh (Camelia sinensis L) Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 10 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Februari 2015. Tempat pengambilan sampel dilakukan di pertanaman pohon gaharu di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Maksud penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) Kerangka Berpikir, (7) Hipotesa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari

TINJAUAN PUSTAKA. Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Teh (Camelia Sinensis) Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, teh berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis). Teh Camellia

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, teh berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis). Teh Camellia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan minuman berkafein yang diolah dengan cara menyeduh bagian pucuk atau tangkai daun yang telah dikeringkan. Beberapa jenis teh yang beredar di masyarakat

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN 1 ARTIKEL ILMIAH Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN Penelitian mengenai Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda telah dilakanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang sangat popular di dunia. Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh. Berdasarkan pengolahannya, secara tradisional produk teh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan. PENDAHULUAN Latar Belakang Puding termasuk makanan pencucimulut (dessert) yang biasanya diolah dari bahan dasar agar-agar yang berasal dari rumput laut. Proses pembuatan puding dapat dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh TINJAUAN PUSTAKA 3 Botani Tanaman Teh Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) merupakan tanaman perdu berdaun hijau (evergreen shrub) yang dapat tumbuh dengan tinggi 6 9 m. Tanaman teh dipertahankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan Latar Belakang Tujuan: Menentukan kadar gula pereduksi dalam bahan pangan Prinsip: Berdasarkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi diperoleh dari buah (Coffe. Sp) yang termasuk dalam familia Rubiceae. Banyak varietas yang dapat memberi buah kopi, namun yang terutama penting dalam masalah budidaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci