PENENTUAN PUSAT PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN PUSAT PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN"

Transkripsi

1 107 PENENTUAN PUSAT PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN Pusat Pemerintahan Dalam kondisi apapun dan dimanapun, pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam menentukan lokasi untuk pembangunan pusat pemerintahan dan pelayanan, karena pembangunan pusat pemerintahan dan pelayanan di suatu wilayah akan mendorong wilayah tersebut menjadi pusat pertumbuhan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Langsa dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang, maka Kabupaten Aceh Timur sebagai kabupaten induk dimekarkan menjadi 2 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa. Pemekaran wilayah secara administratif ini memberi konsekuensi kepada ketiga wilayah tersebut untuk menentukan pusat pemerintahan dan ibukota yang baru dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan baru. Pengertian ibukota adalah kota dari wilayah dimana pusat pemerintahan berkedudukan, sedangkan pusat pemerintahan adalah wilayah pusat seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan. Pusat pemerintahan dapat meliputi seluruh wilayah administratif dimana kota tersebut berkedudukan atau melewati batas-batas fisik atau landmark kota. Dari segi morfologi, pengertian ibukota lebih cenderung pada pengertian fisik kota, sedangkan pusat pemerintahan memiliki pengertian fungsional, namun dalam penggunaan sehari-hari sering sekali pengertian tersebut saling dipertukarkan satu sama lain. Pertukaran istilah tersebut tidak membawa implikasi buruk, karena pada kenyataannya pusat pemerintahan dan ibukota sangat identik satu dengan lainnya. Secara khusus, kebutuhan pusat pemerintahan bagi sebuah wilayah kabupaten berdasarkan fungsinya adalah : 1. Secara yuridis pusat pemerintahan kabupaten merupakan suatu pusat administrasi pemerintahan. Di lain pihak juga merupakan pusat seluruh kegiatan pemerintahan yang mencakup fungsi perencanaan pembangunan, pelaksana, pengontrol, dan pembuat keputusan;

2 Pusat pemerintahan kabupaten merupakan alat penghubung atau komunikator dari dan ke pemerintah provinsi, antar pemerintah kabupaten/kota di dalam suatu provinsi, serta menjaga kesatuan wilayah administrasinya; 3. Pusat pemerintahan kabupaten harus dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan bagi kegiatan sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik suatu wilayah kabupaten. Suatu kota yang dicalonkan untuk menjadi ibukota kabupaten harus memenuhi persyaratan minimal, yaitu: 1. Mampu mendukung fungsi suatu ibukota kabupaten sesuai dengan kebijaksanaan umum pembangunan daerah; 2. Memiliki potensi pertumbuhan dan perkembangan yang dapat mendukung kelangsungan kehidupan ibukota selanjutnya; 3. Terletak pada lokasi yang strategis (aman dan sentris terhadap wilayahnya); 4. Memiliki nilai sejarah perkembangan yang hakiki yang dapat menunjang pertimbangan untuk prominensi dan nilai sosial budaya ibukota kabupaten. Suatu lokasi yang akan ditetapkan untuk pusat pemerintahan juga memiliki konsep yang sama dengan pusat pelayanan, yaitu lokasi tersebut harus memenuhi kriteria most accessible bagi penduduk di wilayah tersebut. Karena pusat pemerintahan juga menjalankan fungsi pelayanan administratif dan politis bagi masyarakat. Yang membedakan antara keduanya adalah: 1. Setiap wilayah administratif hanya memiliki satu pusat pemerintahan, sedangkan pusat pelayanan dapat lebih dari pada satu, tergantung pada demand di wilayah tersebut. 2. Pusat pemerintahan memiliki batas pelayanan yang jelas, yaitu batas fisik administratif wilayah itu sendiri, sedangkan pusat pelayanan memilki batas pelayanan wilayah nodal yang sangat bias dan dinamis Untuk mengetahui lokasi pusat pemerintahan yang most accessible dilakukan analisis spatial interaction analysis location-allocation models dengan p-median solver.

3 109 Sebagaimana penentuan pusat pelayanan, analisis p-median untuk penentuan pusat pemerintahan juga menggunakan peubah indeks perkembangan kecamatan, kapasitas pelayanan kecamatan, dan bobot yang disamakan sebagai pull factor untuk setiap simpul ibukota kecamatan. Sebagai constraint atau kendala adalah peubah jarak yang menghubungkan antara ibukota kecamatan yang satu dengan ibukota kecamatan yang lain. Lokasi pusat pemerintahan menuntut ketersediaan sarana-prasarana wilayah yang dapat mendukung kelancaran tugas-tugas pemerintahan. Gambar 9, menggambarkan hasil analisis p-median berdasarkan jumlah jenis sarana dan prasarana yang dimiliki setiap kecamatan, yang diwakili oleh simpul ibukota kecamatan, hasilnya menunjukkan bahwa Idi adalah lokasi yang tepat untuk menjadi pusat pemerintahan atau ibukota Kabupaten Aceh Timur. I d i Gambar 9 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan jumlah jenis sarana prasarana. Walaupun belum begitu memadai, sejumlah fasilitas yang sudah tersedia di Idi dapat diberdayakan pemanfaatannya oleh pemerintah daerah, dibandingkan memilih lokasi lain dengan fasilitas yang sangat terbatas, sehingga membutuhkan biaya implementasi yang tinggi. Untuk membangun sarana-prasarana pemerintahan yang baru dan representatif, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang luas, sehingga mudah penataannya. Namun dengan keterbatasan dana yang ada, pemerintah daerah tidak perlu memaksakan diri harus memulai kegiatan pemerintahan di pusat pemerintahan yang baru dengan fasilitas yang juga harus serba baru. Paling penting adalah mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan skala prioritas pembangunan yang harus dilaksanakan sambil meningkatkan fungsi pelayanan masyarakat. Sedangkan untuk membangun

4 110 fasilitas perkantoran yang bagus, modern, dengan tata ruang dan arsitektur yang menarik, dapat dimulai tahap demi tahap sebagai program jangka menengah. Selama proses pembangunan fasilitas perkantoran yang baru dan representatif, pemerintah dapat memanfaatkan fasilitas yang sudah ada. Gambar 10, hasil analisis p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan, menunjukkan Idi dengan tingkat perkembangan yang tinggi dan aksesibilitas yang baik, adalah lokasi yang tepat untuk pusat pemerintahan. Dengan memilih kecamatan dengan tingkat perkembangan yang tinggi, maka pemerintah hanya membutuhkan relatif lebih sedikit upaya untuk memicu pengembangannya menjadi pusat pelayanan wilayah yang akan menjadi pusat pertumbuhan yang akan memberi spread effect ke wilayah hinterland-nya. I d i Gambar 10 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan. Dengan memilih kecamatan yang tingkat perkembangannya tinggi, banyak faktor-faktor eksternal yang menguntungkan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan dan mengefisienkan fungsi-fungsi pelayanannya. Semua keuntungan eksternal tersebut tidak akan dapat diperoleh jika pemusatan kegiatan pemerintahan digerakkan dari kecamatan yang tingkat perkembangannya rendah. Kapasitas pelayanan kecamatan, menggambarkan kapasitas penduduk yang dilayani oleh oleh berbagai fasilitas yang ada di kecamatan tersebut. Semakin tinggi indeks perkembangan suatu kecamatan, maka akan semakin tinggi kapasitas pelayanannya. Demikian juga dengan jumlah penduduk, semakin banyak penduduknya, semakin tinggi kapasitas pelayanan yang dibutuhkan. Untuk meningkatkan kapasitas pelayanan, dapat diupayakan melalui peningkatan

5 111 ketersedian sarana-prasarana, baik dari segi jumlah jenis maupun jumlah unit untuk setiap jenisnya. Kecamatan Idi Rayeuk memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Aceh Timur, demikian juga dengan indeks perkembangannya, sehingga secara keseluruhan juga paling tinggi kapasitas pelayanannya. Berarti, berdasarkan kapasitas pelayanan kecamatan (seperti ditunjukkan pada Gambar 11), Idi adalah lokasi yang tepat untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. I d i Gambar 11 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan kapasitas pelayanan kecamatan. Yang menarik dari fenomena penentuan pusat pemerintahan ini, adalah seperti ditunjukkan Gambar 12, yaitu hasil analisis p-median dengan mengasumsikan bahwa setiap simpul memiliki bobot yang sama. Asumsi ini menjadikan setiap simpul kecamatan memiliki peluang yang sama untuk terpilih, karena memilki pull factors dan push factors yang sama, sehingga yang mempengaruhinya hanya perbedaan lokasi geografis/spatial locational factor yang berhubungan aksesibilitas saja. Pada pendekatan ini, yang menjadi kendala hanya jarak dari satu simpul kecamatan ke simpul kecamatan lainnya. Yang dapat merubah setting lokasi yang akan terpilih, hanyalah perubahan dari pola jaringan transportasi atau jalan yang menghubungkan antar kecamatan. Untuk pola jaringan jalan pada kondisi existing seperti sekarang ini, secara mutlak menunjukkan bahwa Idi adalah pusat wilayah Kabupaten Aceh Timur, sehingga layak dijadikan lokasi pusat pemerintahan. Pendekatan ini, secara keseluruhan menunjukkan bahwa dengan mengabaikan semua faktor, kecuali faktor aksesibiltas, Idi memiliki tingkat

6 112 aksesibilitas paling baik atau most accessible yang dapat meminimalkan kendala atau constraints dari keseluruhan simpul dalam jaringan yang dianalisis. I d i Gambar 12 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan bobot yang disamakan. Departemen Dalam Negeri telah menentukan kriteria sebagai arahan penilaian yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan pusat pemerintahan suatu wilayah. Walaupun kriteria tersebut belum dibakukan dalam satu produk hukum pemerintah, namun secara empiris dapat dijadikan bahan rujukan untuk pengambilan keputusan. Kriteria penilaian tersebut adalah: 1. Profil fungsi kota dalam sistem perkotaan nasional, yang meliputi unsur fungsi dan kegiatan utama kota, arus barang, dan aksessibilitas. 2. Profil geografi dan demografi, meliputi unsur letak atau kedudukan kota, luas dan tataguna lahan, topografi, klimatologi, hidrologi, sumberdaya alam, jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, sebaran penduduk, migrasi, struktur penduduk, dan angkatan kerja. 3. Profil sumberdaya manusia. 4. Profil potensi ekonomi dan keuangan, meliputi unsur PDRB, keuangan kaitan dengan pertumbuhan, arus barang, penyusunan informasi struktur keuangan. 5. Profil peran serta masyarakat 6. Profil kelembagaan. 7. Profil sosial, politik, dan budaya masyarakat.

7 Profil kualitas lingkungan, meliputi unsur kesehatan, perumahan, jalan, pelabuhan laut dan udara, air bersih, drainase, energi, dan telekomunikasi. Untuk menentukan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, di samping menggunakan analisis skalogram dan spatial interaction analysis locationallocation models (p-median solver), juga menggunakan analytical hierarchy process (AHP). Hasil analisis skalogram (pada Tabel 5, 6, dan 7) menunjukkan Idi sebagai lokasi yang layak untuk pusat pemerintahan sekaligus sebagai pusat pelayanan hirarki I bagi Kabupaten Aceh Timur. Berdasarkan hasil analisis skalogram dan wacana serta isu yang berkembang di kalangan masyarakat dan pejabat Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, maka ditentukan tiga calon pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur untuk di-ahp-kan, yaitu Idi,, dan Peudawa. Kriteria dan sub kriteria untuk AHP dijabarkan dari kriteria profil wilayah dari Departemen Dalam Negeri dan dari kriteria berdasarkan pengalaman empiris selama ini yang lazim dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pusat pemerintahan atau ibukota suatu wilayah administratif. Gambar 13 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap kapasitas sumberdaya wilayah (regional resources). Dengan menggunakan kriteria tersebut, yang dianalisis dengan metoda analytical hierarchy process (AHP), diperoleh hasil seperti pada Gambar 13, 14, dan 15. Hasil AHP berdasarkan seluruh aspek yang dianalisis, menunjukkan Idi yang paling memenuhi kriteria untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, dengan overall inconsistency index sebesar 0,08.

8 114 Gambar 14 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap kapasitas perekonomian wilayah (regional economic resources). Gambar 15 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap seluruh kriteria yang dianalisis. Untuk melihat seberapa kuat bargaining position Idi untuk menjadi pusat pemerintahan dibandingkan kota lainnya, dilakukan sensitivity analysis. Gambar 16 menunjukkan hasil sensitivity analysis tersebut, dimana Idi sangat tidak terpengaruh oleh perubahan dari ketiga nilai variabel yang dijadikan kriteria penilaian, yaitu kapasitas sumberdaya wilayah, sosial-fisik wilayah, dan perekonomian wilayah. Hal ini dapat diartikan, Idi adalah kota kecamatan yang paling memenuhi kriteria persyaratan pusat pemerintahan dan memiliki tingkat perkembangan dan kapasitas pelayanan yang jauh lebih tinggi dan lebih baik dari kota-kota lainnya di Kabupaten Aceh Timur. Gambar 16 Hasil AHP uji sensitifity dari ketiga calon lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap seluruh kriteria yang dianalisis. Suatu lokasi yang akan diusulkan untuk menjadi ibukota harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Wisma: tempat tinggal atau perumahan. 2. Karya: tempat bekerja, seperti industri, perdagangan, dan jasa.

9 Marga: jaringan prasarana jalan internal dan eksternal. 4. Suka: fasilitas rekreasi, hiburan, dan bersantai. 5. Penyempurna: sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, kemasyarakatan, komunikasi masyarakat, dan utilitas umum, seperti air, listrik, telepon, sanitasi, dan drainase. Semua unsur yang disebutkan di atas dimiliki Idi dengan kapasitas yang relatif memadai untuk sebuah pusat pemerintahan baru. Idi sebagai lokasi optimal untuk ibukota Kab. Aceh Timur Gambar 17 Lokasi optimal pusat pemerintahan/ibukota Kabupaten Aceh Timur. Jika memperhatikan sejarah administratif Idi Rayeuk, berdasarkan Staadblaad 1934 Nomor 539 RR Ned. Indie 1938 blz 192, Idi Rayeuk merupakan salah satu onder afdeling dari 4 onder afdeling di Afdeling Aceh Timur. Onder afdeling Idi Rayeuk dipimpin oleh seorang kepala wilayah onder afdeling yang disebut controleur, yang pusat pemerintahannya berkedudukan di Idi. Pada masa pendudukan Jepang, sistem pemerintahan kolonial Belanda tetap diteruskan, Jepang hanya menyesuaikan nama dan istilahnya saja menurut bahasa Jepang, seperti countrouler disebut gun cho.

10 116 Setelah Indonesia merdeka, Onder afdeling Idi Rayeuk berubah statusnya menjadi kewedanaan yang di pimpin oleh seorang wedana. Luas wilayah Onder afdeling Idi Rayeuk atau Kewedanaan Idi Rayeuk 50% dari luas wilayah Kabupaten Aceh Timur saat ini, yang merupakan hasil pemekaran wilayah berdasarkan UU No.4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang. Berarti. Jika ditinjau dari sejarah status administratif wilayah, maka Idi sejak zaman kolonialisme Belanda telah menjadi pusat pemerintahan, sehingga Pemerintah Kabupaten Aceh Timur perlu mempertimbangkan untuk menetapkan Idi menjadi pusat pemerintahannya. Hal ini sesuai dengan hasil AHP berdasarkan sejarah status administrasi wilayah yang ditunjukkan Gambar 18. Gambar 18 Hasil AHP lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap sejarah status administrasi wilayah. Berdasarkan semua analisis, dapat dipastikan Idi adalah lokasi optimal untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Pusat-pusat Pelayanan Penyediaan dan pembangunan fasilitas publik adalah bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat (Kelly dan Decker 2000). Pengertian fasilitas umum dari segi fungsi atau objek, adalah segala fasilitas baik sarana maupun prasarana yang dibangun, disediakan, dan dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Jika ditinjau dari segi tanggung jawab atau subjek, adalah segala fasilitas baik sarana maupun prasarana yang penyediaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaannya berada dalam wewenang, kekuasaan, dan tanggung jawab pemerintah atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Termasuk di dalamnya jalan raya, taman, sekolah, tempat rekreasi, jaringan air bersih, drainase, sarana telekomunikasi, sarana kesehatan, pemadam kebakaran, stasiun pompa bensin umum, jaringan listrik, dan lain-lain. Pembangunan fasilitas penting dilakukan

11 117 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap berbagai fasilitas, dimana ketersediaan berbagai fasilitas ini dapat memacu akselerasi pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah. Menurut Kelly dan Decker (2000), proses perencanaan fasilitas publik ini menjadi penting untuk dilaksanakan, beberapa fasilitas publik dapat menjadi instrumen perubahan yang dapat memicu perkembangan suatu wilayah, seperti jalan, penyediaan air bersih, energi, dan telekomunikasi. Sebagai contoh jika fasilitas publik tersebut tersedia di bagian barat, maka perkembangan kota akan tumbuh pesat di bagian barat, demikian juga sebaliknya. Rencana penyediaan fasilitas publik dapat menimbulkan multiplayer effect terhadap perkembangan suatu wilayah. Rencana pembangunan jalan dan sarana infrastruktur lainnya secara terintegrasi sangat penting sebagai salah satu strategi pembangunan wilayah di masa yang akan datang. Perencanaan penyediaan fasilitas ini harus mempertimbangkan aspek finansial dan implikasi teknis dari adanya pembangunan tersebut. Standar pembangunan fasilitas publik sebaiknya ditentukan oleh pemerintah, yang meliputi standar kelayakan teknis dan berbagai standar lainnya, untuk menjamin kepuasan masyarakat terhadap kualitas fasilitas tersebut. Pembangunan fasilitas publik ini, akan lebih efektif jika dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat di dalam proses penyediaan fasilitas tersebut. Struktur pelayanan dari fasilitas yang dibangun dilakukan secara bertingkat atau berjenjang, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jangkauan pelayanan. Pengaturan tingkat pelayanan atau jenjang pelayanan ditentukan menurut: 1. Kebutuhan Penduduk Kebutuhan penduduk terhadap suatu fasilitas tergantung pada jumlah penduduk, semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, serta tingkat dan jenisnya akan semakin kompleks dan beragam. 2. Jangkauan Pelayanan Selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan dilayani, pengaturan atau struktur pelayanan juga mempertimbangkan jangkauan pelayanan. Karena jangkauan pelayanan dapat menjadi suatu alat untuk membentuk suatu

12 118 sentral bagi setiap pelayanan. Jangkauan pelayanan juga dapat menentukan daerah-daerah yang belum atau yang akan dilayani untuk masa yang akan datang. 3. Aksesibilitas Tingkat aksesibilitas atau tingkat kemudahan pencapaian suatu fasilitas dalam suatu kawasan juga dapat berperan dalam menentukan struktur pelayanan. Semakin baik tingkat aksessibilitas suatu kawasan, maka kawasan tersebut sangat berpotensi untuk menjadi pusat pelayanan bagi kegiatan yang ada. Pengembangan fasilitas sangat penting dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan berbagai fasilitas. Konsep pengembangan fasilitas antara lain adalah: 1. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. 2. Memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas. 3. Meningkatkan pelayanan dari masing-masing fasilitas yang ada. 4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas dari masing-masing fasilitas. Pengembangan sarana dan prasarana publik dalam suatu kawasan diharapkan dapat mendukung pembangunan dan pengembangan sektor lainnya. Suatu wilayah yang akan menjadi wilayah pengembangan sebaiknya memiliki kota-kota yang akan menjadi pusat pusat pengembangannya. Pusat-pusat tersebut akan berperan sebagai : 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan serta keterkaitan dalam sistem nasional dan memiliki fungsi sebagai pusat gerbang masuk dan keluar yang menunjang kegiatan perekonomian; 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan serta keterkaitan dalam sistem wilayah yang meliputi kota dan kabupaten serta memiliki fungsi sebagai pusat gerbang masuk dan keluar yang menunjang kegiatan perekonomian pada tingkat perwilayahan yang mencakup kota-kota dan beberapa kabupaten; dan 3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan serta keterkaitan dalam sistem lokal wilayah serta memiliki

13 119 fungsi sebagai pusat pengumpul dan distribusi yang menunjang kegiatan perekonomian pada tingkat wilayahnya sendiri. Pusat pelayanan, pada intinya dari segi fungsi semata-mata bukan hanya merupakan pusat pertumbuhan, melainkan lebih berfungsi sebagai pusat interaksi sosial, penyediaan pelayanan pemerintahan maupun swasta, pertukaran ide dan informasi mengenai berbagai hal, yang pada gilirannya akan menyebar ke seluruh wilayah. Suatu lokasi yang akan ditetapkan untuk pusat pelayanan, lokasi tersebut harus memenuhi kriteria most accessible bagi penduduk di wilayah sekitarnya. Karena pemukiman penduduk yang tidak tersebar merata di semua wilayah, menyebabkan setiap individu akan berusaha untuk mendapatkan berbagai jenis barang, jasa, dan pelayanan terbaik, yang juga tersebar di berbagai lokasi yang dapat dijangkau berdasarkan biaya yang harus dikeluarkannya. Lokasi yang dapat dijangkau memiliki banyak pilihan, masyarakat akan memilih yang berada pada posisi most accessible bagi mereka. Hakimi (1964) diacu dalam Rushton (1979), menyatakan bagaimana menemukan satu titik optimum dalam satu jaringan. Dengan adanya jarak yang tetap di antara simpul-simpul yang ada dalam jaringan, maka akan ditemukan satu simpul di antara semua simpul yang ada yang memiliki jarak terpendek dan memiliki kriteria bobot yang ditetapkan. Simpul atau titik yang dimaksud adalah titik tengah dari jaringan, ini merupakan teori yang penting karena dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penaksiran simpul-simpul alternatif pada jalur jaringan. Hakimi mengatakan bahwa ada satu simpul dalam jaringan yang meminimumkan jarak terpendek yang berbobot dari semua simpul terhadap satu simpul tertentu, dimana simpul tersebut juga merupakan bagian dari jaringan tersebut. Salah satu cara menganalisis lokasi yang most accessible di suatu wilayah adalah dengan spatial interaction analysis location-allocation models, salah satunya dengan analisis p-median solver untuk menemukan lokasi optimal dari semua calon lokasi yang ada (Rahman dan Smith 2000). Dalam analisis p-median, digunakan peubah indeks perkembangan kecamatan dan kapasitas pelayanan sebagai pull factor untuk setiap kecamatan,

14 120 sedangkan sebagai constraint atau kendala adalah peubah jarak yang menghubungkan antara ibukota kecamatan yang satu dengan ibukota kecamatan yang lain. Pengambilan peubah jarak sebagai constraint dengan asumsi, bahwa peubah biaya perjalanan atau transportation cost dan waktu tempuh adalah berbanding lurus dengan peubah jarak. Namun, untuk wilayah yang terpencil dengan prasarana dan sarana transportasi yang sangat terbatas, asumsi tersebut tidak dapat diberlakukan. Simpang Ulim I d i Gambar 19 Lokasi optimal pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan. Gambar 19 menunjukkan hasil analisis p-median penentuan pusat-pusat pelayanan yang optimal di Kabupaten Aceh Timur berdasarkan indeks perkembangan kecamatan, lokasi yang terpilih adalah Idi,, dan Simpang Ulim. Simpang Ulim I d i Gambar 20 Lokasi optimal pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan kapasitas pelayanan. Gambar 20, hasil analisis p-median untuk menentukan pusat-pusat pelayan berdasarkan kapasitas pelayanan, menunjukkan hasil yang sama dengan berdasarkan indek perkembangan kecamatan.

15 121 Berdasarkan kedua analisis yang telah dilakukan, yaitu analisis skalogram dan spatial interaction analysis location-allocation models, dapat disimpulkan bahwa lokasi yang optimal, strategis, representatif, dan most accessible untuk pengembangan pusat-pusat pelayanan bagi Kabupaten Aceh Timur adalah Idi,, dan Simpang Ulim. Jangkauan Pusat-pusat Pelayanan Untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, diperlukan suatu usaha pengembangan kota-kota yang dapat menjadi simpul perkembangan daerah belakangnya. Pengembangan tersebut diarahkan untuk: 1. Mengusahakan agar simpul yang telah ditentukan sebagai pusat pelayanan dapat berfungsi sebagai penggerak kegiatan ekonomi dan sosial dari setiap wilayah kecamatan. 2. Sejalan dengan pengembangan pusat-pusat pengembangan tersebut, perlu diusahakan adanya suatu keserasian perkembangan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Jangkauan setiap pusat pelayanan diuraikan berdasarkan pendekatan fungsi kegiatan selama ini, sedangkan orientasi kota-kota tersebut didasarkan pada pola pergerakan internal, yaitu antar wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, dan eksternal antar wilayah kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam maupun di luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penentuan orientasi dan jangkauan pusat pelayanan juga didasarkan pada sistem hirarki kota yang terbentuk serta berbagai kebijakan pembangunan yang kemungkinan membawa perubahan dinamika ruang. Secara umum jangkauan pusat pelayanan dan orientasi pelayanan dapat dilihat pada Tabel 8. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dapat mengembangkan wilayahnya dengan konsep wilayah nodal, dengan menetapkan Kecamatan Idi Rayeuk sebagai pusat wilayah dengan menjadikannya pusat pertumbuhan, pusat pelayanan, dan pusat pemerintahan bagi Kabupaten Aceh Timur, sedangkan kecamatankecamatan lain menjadi periphery atau hinterland. Idi dikembangkan sebagai pusat pelayanan hirarki I, sedangkan kota kota kecamatan lainnya difasilitasi

16 122 untuk menjadi pusat pelayanan hiraki II, dan seterusnya yang disesuaikan dengan kapasitas dan kebutuhan wilayah tersebut, sehingga pelayanan menjadi berhirarki dan saling terkait satu sama lain. Berdasarkan pertimbangan efesiensi dan optimalisasi, pusat pelayanan hirarki II cukup dikembangkan di dua kecamatan saja, yaitu satu untuk melayani wilayah timur, dan satunya lagi untuk melayani wilayah barat dari Kabupaten Aceh Timur. Untuk wilayah timur dipusatkan, untuk melayani masyarakat di kecamatan-kecamatan di wilayah timur yang jauh dari Idi. Untuk wilayah barat dipusatkan di Simpang Ulim, untuk melayani masyarakat di kecamatan-kecamatan di wilayah barat yang juga jauh dari Idi. Sedangkan untuk pusat pelayanan hirarki I ditempatkan di Idi, karena Idi merupakan pusat wilayah Kabupaten Aceh Timur, baik secara geografis, administratif, maupun sosial ekonomi. Dengan adanya kristalisasi penduduk pada daerah inti, akan berimplikasi pada terjadinya pemusatan fasilitas pelayanan, sekaligus menobatkan daerah inti ini menjadi pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya. Pemusatan pusat pelayanan akan memberikan keuntungan antara lain: 4. Pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas pelayanan akan lebih intensif daripada tidak dipusatkan; 5. Fungsi dari setiap fasilitas pelayanan akan lebih efisien; 6. Mengoptimalkan fungsi berbagai kelembagaan dan social capital masyarakat. Berdasarkan hasil analisis skalogram, dan Simpang Ulim berada pada hirarki II. Secara geografis, kedua kota tersebut saling berjauhan satu sama lain, sehingga dapat dikembangkan menjadi wilayah nodal dengan hirarki lebih rendah, yang masing-masingnya memiliki wilayah inti yang akan melayani wilayah hinterland-nya seperti pada Gambar 21. Secara empiris dan historik, umumnya terdapat interdependensi antara inti dan plasma, dan pertumbuhan suatu pusat pelayanan ditunjang oleh hinterland yang baik. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki yang spesifik, yang hirarkinya ditentukan oleh kapasitas pelayanannya. Kapasitas pelayanan (regional services capacity) yang dimaksud, adalah kapasitas

17 123 sumberdaya wilayah (regional resources), yang mencakup kapasitas sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya sosial (social capital), dan sumberdaya buatan (man-made resuorces/ infrastructure). Di samping itu, kapasitas pelayanan suatu wilayah dicerminkan pula oleh magnitude aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan, adalah sumberdaya buatan atau infrastruktur (Rustiadi et al. 2004). Tabel 8 Rencana orientasi dan jangkauan pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur Hirarki Kota/Pusat Pelayanan Orientasi I I d i Langsa, Banda Aceh I d i II III Simpang Ulim Kuta Binje Birem Rayeuk Bayeun Labuhan Keude Alue Tho Ranto Panyang Beusa Seubrang Seuneubok Punteut Idi Cut Bagok Seuneubok Bayu Lhok Nibong Madat Panton Rayeuk M Blang Aron Buket Teukueh Lokop Simpang Jernih Sumber: Hasil analisis. I d i Idi, Simpang Ulim Idi Idi Idi Kuta Binje Simpang Ulim Simpang Ulim Idi Idi Idi Jangkauan Pelayanan Seluruh kecamatan dalam Kabupaten Aceh Timur. Wilayah Kecamatan:, Barat, Timur, Rantau, Serbajadi, Simpang Jernih, Sungai Raya, Rantau Selamat, dan Birem Bayeun. Wilayah Kecamatan: Simpang Ulim, Madat, Pante Bidari, Indra Makmur, dan Julok. Desa-desa dalam Kec. Julok Desa-desa dalam Kec. Birem Bayeun Desa-desa dalam Kec. Rantau Selamat Desa-desa dalam Kec. Sungai Raya Desa-desa dalam Kec. Timur Desa-desa dalam Kec. Ranto Desa-desa dalam Kec. Barat Desa-desa dalam Kec. Peudawa Desa-desa dalam Kec. Darul Aman Desa-desa dalam Kec. Nurussalam Desa-desa dalam Kec. Indra Makmur Desa-desa dalam Kec. Pante Bidari Desa-desa dalam Kec. Madat Desa-desa dalam Kec. Banda Alam Desa-desa dalam Kec. Darul Ihsan Desa-desa dalam Kec. Idi Tunong Desa-desa dalam Kec. Serbajadi Desa-desa dalam Kec. Simpang Jernih

18 124 Simpang Ulim sebagai Pusat Pelayanan Hirarki 2 Bagian Barat Idi sebagai Pusat Pelayanan Hirarki 1 (Melayani Hinterland-nya dan Seluruh Wilayah Kab. Aceh Timur) sebagai Pusat Pelayanan Hirarki 2 Bagian Timur Gambar 21 Lokasi kota-kota kecamatan di Kabupaten Aceh Timur yang dikembangkan menjadi pusat pelayanan dalam konsep wilayah nodal. Besaran aktivitas sosial-ekonomi, secara operasional dapat dikukur berdasarkan jumlah penduduk, perputaran uang, aktivitas ekonomi, PDRB, dan jumlah jenis kelembagaan formal dan informal. Semakin banyak jumlah dan jumlah jenis sarana pelayanan, serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan kapasitas sosial ekonomi yang tinggi, yang juga berarti menunjukkan hirarki pusat yang tinggi (Rustiadi et al. 2004). Hasil analisis skalogram (Tabel 5, 6, & 7, dan Gambar 21) dan hasil analytical hierarchy process (Gambar 13 dan 14), menunjukkan bahwa dari segi kapasitas pelayanan dan segala aspek yang berhubungan dengannya, Idi berada pada hirarki paling tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Kabupaten Aceh Timur. Selain sebagai wilayah inti, pada saat yang sama, Idi juga merupakan plasma atau hinterland-nya Kota Langsa, yang memiliki hirarki lebih tinggi daripada Idi. Walaupun Kota Langsa bukan wilayah Kabupaten Aceh Timur, namun karena secara filosofis, batas wilayah nodal memotong suatu daerah pada

19 125 suatu garis yang memisahkan suatu daerah yang disebabkan adanya perbedaan orientasi terhadap pusat pelayanan yang berbeda, sehingga batas fisikadministratif dari setiap daerah pelayanan bersifat sangat baur dan dinamis. sebagai pusat pelayan/ irarki 2 yang akan melayani 8 kecamatan hinterland-nya Beusa Seubrang Ranto Panyang Alue Tho Labuhan Keude Bayeun un Birem Bayeun Lokop Simpang Jernih Gambar 22 sebagai pusat pelayanan hirarki II dengan 8 kecamatan hinterland-nya. Pusat-pusat berhirarki tinggi melayani pusat-pusat berhirarki rendah, di samping juga melayani hinterland di sekitarnya. Kegiatan yang sederhana dapat dilayani oleh pusat yang berhirarki rendah, sedangkan kegiatan yang kompleks dilayani oleh pusat berhirarki tinggi. Dalam konteks ini (seperti pada Gambar 21), Idi diarahkan untuk melayani pusat-pusat dengan hirarki yang lebih rendah, yaitu dan Simpang Ulim, di samping melayani hinterland di sekitarnya (seperti pada Gambar 23), yaitu Kecamatan Peudawa, Darul Aman, Nurussalam, Darul Ihsan, Idi Tunong, dan Banda Alam. Karena kegiatan sederhana dapat dilayani oleh pusat yang berhiraki rendah, maka (seperti pada Gambar 22), diarahkan untuk melayani wilayah Kecamatan Timur, Barat, Ranto, Serbajadi, dan Simpang Jernih, sedangkan Simpang Ulim

20 126 (seperti pada Gambar 24), diarahkan untuk melayani wilayah Kecamatan Madat, Indra Makmu, Julok, dan Pante Bidari. Idi di samping sebagai pusat pelayanan hirarki 1 yang akan melayani seluruh wilayah Kab.Aceh Timur juga melayani 8 kecamatan hinterland-nya Gambar 23 Idi sebagai pusat pelayanan hirarki I dengan 8 kecamatan hinterland-nya. Bagi wilayah yang berada antara Idi dan Simpang Ulim, seperti Kecamatan Julok dan Indra Makmur, memiliki alternatif untuk berorientasi pada keduanya, namun berdasarkan pengalaman selama ini, mereka lebih memilih Idi yang memiliki fasilitas lebih baik, dan juga karena fasilitas yang dimiliki Simpang Ulim dan Kuta Binje relatif sama (seperti pada Tabel 5). Demikian juga untuk wilayah Kecamatan Sungai Raya, Rantau Selamat, dan Birem Bayeun, akan lebih memilih Langsa, karena secara geografis lebih dekat ke Langsa dan Langsa memiliki kapasitas pelayanan paling tinggi di antara ketiga wilayah Kabupaten/Kota dari pemekaran Kabupaten Aceh Timur. Secara empiris, konsep wilayah nodal tepat untuk diterapkan di Kabupaten Aceh Timur, karena struktur wilayah nodal sangat efesien, khususnya dalam mendukung pengembangan ekonomi suatu wilayah dan sistem transportasi. Mekanisme pasar bebas secara alami juga cenderung membentuk struktur wilayah nodal.

21 127 Simpang Ulim sebagai pusat pelayanan hirarki 2 yang akan melayani 4 kecamatan sebagai hinterland-nya Gambar 24 Simpang Ulim sebagai pusat pelayanan hirarki 2 dengan 4 kecamatan hinterland-nya. Fungsi Pusat-pusat Pelayanan Adanya kelengkapan atau ketersediaan fasilitas pelayanan di suatu wilayah dapat menjadi indikator bagi fungsi suatu pusat pelayanan. Fungsi pusat pelayanan yang ditunjukkan di sini adalah potensi kegiatan pelayanan terhadap daerah belakangnya, sesuai dengan ketersediaan sarana-prasarana serta kemungkinan pengembangannya atas dasar prinsip optimasi. Secara umum, fungsi kota-kota sebagai pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur dapat dilihat pada Tabel 9

22 128 Tabel 9 Rencana fungsi pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur Hirarki Kota/Pusat Pelayanan Fungsi Pelayanan I I d i 1. Ibukota/pusat pemerintahan & kelembagaan kabupaten. 2. Pusat perdagangan regional. 3. Pusat perhubungan & komunikasi antar kota dalam dan luar provinsi. 4. Pusat pelayanan kesehatan: rumah sakit umum daerah dengan pelayanan spesialis. 5. Pusat pelayanan pendidikan umum dari TK sampai PT. 6. Pusat perhubungan laut ke luar negeri. 7. Pusat pelayanan jasa perbankan setingkat cabang dengan ATM. 8. Pusat pelayanan perhotelan dan sosial ekonomi. II III dan Simpang Ulim Kuta Binje Birem Rayeuk Bayeun Labuhan Keude Alue Tho Ranto Panyang Beusa Seubrang Seuneubok Punteut Idi Cut Bagok Seuneubok Bayu Lhok Nibong Madat Panton Rayeuk M Blang Aron Buket Teukueh Lokop Simpang Jernih Sumber: Hasil analisis. 1. Ibukota/pusat pemerintahan & kelembagaan kecamatan. 2. Pusat perdagangan sub regional. 3. Pusat perhubungan & komunikasi antar kota dalam kabupaten. 4. Pusat pelayanan kesehatan: puskesmas dengan pelayanan rawat nginap. 5. Pusat pelayanan pendidikan umum dari TK sampai SLTA. 6. Pusat pendidikan kejuruan, pondok pesantren modern dan magnet school (khusus ). 7. Pusat pendidikan pondok pesantren tradisional dayah manyang (khusus Simpang Ulim). 7. Pusat pelayanan jasa perbankan setingkat kantor kas. 1. Ibukota/pusat pemerintahan & kelembagaan kecamatan. 2. Pusat perdagangan lokal. 3. Pusat perhubungan & komunikasi antar desa dalam kecamatan. 4. Pusat pelayanan kesehatan: puskesmas dengan pelayanan rawat jalan. 5. Pusat pelayanan pendidikan umum dari TK sampai SLTA (kecuali Beusa Seubrang, Seuneubok Bayu, Blang Aron, Panton Rayeuk M, dan Simpang Jernih sampai tahun 2010 cukup sampai tingkat SLTP) 6. Pusat pendidikan pondok pesantren tradisional. 7. Pusat pelayanan jasa perbankan setingkat kantor kas (khusus Kuta Binje & Lhok Nibong). 8. Pusat pengembangan pertanian. 9. Pusat wisata pantai (khusus Idi Cut)

23 129 Ikhtisar Terpilihnya pusat pemerintahan dan pusat-pusat pelayanan yang akan dikembangkan diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan upaya: 1. Meningkatkan pertumbuhan wilayah dan pemerataan intra wilayah. 2. Menciptakan tata ruang wilayah yang sustainability. 3. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Ketiga upaya di atas disesuaikan dengan kondisi setempat, dengan demikian akan tercipta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Faktor pelayanan umum merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan untuk datang ke arahnya. Makin banyak jenis dan macam pelayanan umum yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, maka akan semakin besar daya tariknya terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan. Penentuan pusat pemerintahan melalui pendekatan kuantitatif berdasarkan tingkat perkembangan kecamatan, yang diukur dari tingkat ketersediaan saranaprasarana dan aksesibilitas, menunjukkan bahwa Idi adalah lokasi optimal untuk pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Berdasarkan analisis sistem hirarki karakter kekotaan dan aksesibilitas, melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dihasilkan tiga tipe potensial kota kecamatan sebagai pusat pelayanan. Pertama, Idi adalah pusat pelayanan utama atau hirarki I, yang akan melayani seluruh wilayah Kabupaten Aceh Timur. Kedua, dan Simpang Ulim adalah pusat pelayanan regional atau hirarki II, diarahkan untuk melayani kecamatan-kecamatan di wilayah timur dan barat Kabupaten Aceh Timur. Ketiga, pusat pelayanan lokal atau hirarki III, yaitu ibukota kecamatan lainnya selain Idi,, dan Simpang Ulim.

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELAYANAN KEBERSIHAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMADAM KEBAKARAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak kebijakan otonomi daerah di Indonesia dicanangkan banyak daerahdaerah yang cenderung untuk melaksanakan pemekaran wilayah. Peluang secara normatif untuk melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KEKAYAAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PUSAT KESEHATAN HEWAN TERPADU PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN Analisis Hierarki Pusat Wilayah Pusat pelayanan mempunyai peranan penting dalam pengembangan wilayah, yaitu sebagai kerangka untuk memahami struktur

Lebih terperinci

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG -1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN ACEH TIMUR ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM-MUKIM DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM-MUKIM DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM-MUKIM DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

IMPLIKASI KEBIJAKAN Hirarki Wilayah, Aksesibilitas, dan Persepsi Stakeholder dalam Penentuan Pusat Pemerintahan dan Pelayanan Kabupaten Aceh Timur

IMPLIKASI KEBIJAKAN Hirarki Wilayah, Aksesibilitas, dan Persepsi Stakeholder dalam Penentuan Pusat Pemerintahan dan Pelayanan Kabupaten Aceh Timur 146 IMPLIKASI KEBIJAKAN Hirarki Wilayah, Aksesibilitas, dan Persepsi Stakeholder dalam Penentuan Pusat Pemerintahan dan Pelayanan Kabupaten Aceh Timur Pelaksanaan otonomi daerah seyogyanya bertumpu pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari berbagai uraian dan hasil analisis serta pembahasan yang terkait dengan imlementasi kebijakan sistem kotakota dalam pengembangan wilayah di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor jalan merupakan salah satu penunjang yang sangat penting bagi kegiatan-kegiatan ekonomi yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai BAB I P E N D A H U L U A N Bab I atau Pendahuluan ini secara garis besar berisikan latar belakang isi buku rencana selain itu dalam sub bab lainnya berisikan pengertian RTRW, Ruang Lingkup Materi Perencanaan,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2012-2032 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Transportasi adalah kegiatan untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengalihkan objek, baik itu barang maupun manusia, dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan September Desember 2009 dengan wilayah studi yang dikaji untuk lokasi optimal pasar induk adalah Bogor yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013 sebanyak 58.864 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013 sebanyak 21 Perusahaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN ACEH TIMUR DARI WILAYAH KOTA LANGSA KE WILAYAH KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) TUGAS AKHIR Oleh : SRI BUDI ARTININGSIH L2D 304 163 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.

Lebih terperinci

BAB V TINGKAT PERKEMBANGAN DESA

BAB V TINGKAT PERKEMBANGAN DESA 52 BAB V TINGKAT PERKEMBANGAN DESA Tingkat perkembangan desa-desa di kawasan transmigrasi Kaliorang yang meliputi desa-desa di Kecamatan kaliorang dan Kaubun dianalisis dengan metode skalogram. Dalam metode

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 21 Sesi NGAN WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2 A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal Pembatasan wilayah formal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PADA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Wilayah menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

2014 ANALISIS LOKASI SEKOLAH DI KECAMATAN PARONGPONG KAB. BANDUNG BARAT

2014 ANALISIS LOKASI SEKOLAH DI KECAMATAN PARONGPONG KAB. BANDUNG BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, hampir sebagian kota di Indonesia berkembang semakin pesat, di tandai dengan laju pertumbuhan dan persebaran penduduknya lebih terpusat kepada kota

Lebih terperinci

PENGUMUMAN PEMENANG PENGADAAN LANGSUNG Nomor : 14/PPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 Tanggal : 09 Maret 2017

PENGUMUMAN PEMENANG PENGADAAN LANGSUNG Nomor : 14/PPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 Tanggal : 09 Maret 2017 Nomor : 14/PPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 Paket : Biaya Perencanaan - Pembangunan Jalan Gampong Lhok Seuntang Kec. Julok 46.200.000 Nomor : 14/PPPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 Penyedia : CV. Hasfa Engineer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu keadaan ke keadaan lain dalam waktu yang berbeda. Suatu proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. suatu keadaan ke keadaan lain dalam waktu yang berbeda. Suatu proses perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota merupakan suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan lain dalam waktu yang berbeda. Suatu proses perubahan selalu terjadi,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang melalui pemilihan alternatif rencana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR

ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR Oleh: DONY WARDONO L2D 098 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2003 iv

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

PENGUMUMAN PEMENANG PENGADAAN LANGSUNG Nomor : 01/PPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 Tanggal : 08 Maret 2017

PENGUMUMAN PEMENANG PENGADAAN LANGSUNG Nomor : 01/PPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 Tanggal : 08 Maret 2017 Nomor : 01/PPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 Paket : Biaya Perencanaan - Peningkatan Jalan Bukit Rinyeun Kameng - Blang Seunong Kec. Pante Bidari 50.000.000 Nomor : 01/PPPBJ/PP/K-BP/DPUPR.ATIM/2017 : CV. Hasfa

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Lingga mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi lokal dalam kontek pengembangan wilayah dilakukan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Perkembangan Kota Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang PENDAHULUAN Latar belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di ibukota berdampak pada peningkatan jumlah penduduk dan dinamika penggunaan lahan. Pertumbuhan sektor perdagangan, jasa dan industri mendominasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IV.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah dapat dipacu dengan pembangunan infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Dalam hal ini otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas masyarakat dapat berlangsung. Infrastruktur yang sering disebut sebagai prasarana dan sarana fisik dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana

PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah daratan. Karakteristik khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG Setyo S. Moersidik Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (smoersidik@yahoo.com) DDL Adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG - GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG - GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG - GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMA NIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 8.1. Kemampuan Fasilitas Pelayanan Pusat Pengembangan Analisis kemampuan fasilitas

Lebih terperinci